Anda di halaman 1dari 15

Binswanger - Psikologi Eksistensial

diposting oleh sofia_rabbani-fpsi10 pada 07 August 2012 di ebook - 0 komentar Eksistential : Ludwig Binswanger (1881-1966)

Biografi
Ludwig Binswanger dilahirkan pada 13 April 1881 di Kreuzlingen-Switzerland dalam sebuah keluarga yang memiliki tradisi medis dan psikiatris. Kakeknya, yang juga bernama Ludwig, mendirikan Sanatorium Bellevue di Kreuzlingen pada 1857. Ayahnya, Robert Binswanger, adalah direktur sanatorium tersebut pada waktu Anna O. dirawat inap di sana. Dan pamannya, Otto Binswanger, menemukan sebuah penyakit yang menyerupai Alzheimer yang sampai saat ini masih disebut Binswangers Diseasedan juga termasuk salah satu dari doktor-doktor Frederich Nietzsche. Ludwig Binswanger mendapatkan gelar sarjana kedokteran dari University of Zurich pada 1907. Ia belajar dibawah bimbingan Carl Jung dan menjadi asisten Jung dalam pekerjaan yang menyangkut Freudian Society. Seperti Jung, ia bekerja untuk Eugen Bleuler, yang memperkenalkan terminologi schizophrenia. Jung memperkenalkan Binswanger kepada Sigmund Freud pada 1907. Pada 1911, Binswanger menjadi kepala direktur medis di Sanatorium Bellevue. Pada tahun berikutnya, ia menderita sakit dan menerima kunjungan dari Freud, yang sebenarnya jarang meninggalkan kota Vienna. Persahabatan mereka bertahan sampai kematian Freud pada 1939, walaupun mereka tidak sepaham dalam teori. Pada awal 1920-an, Binswanger menunjukkan ketertarikan pada Edmund Husserl, Martin Heidegger, dan Martin Buber, dan beralih menjadi eksistensialis. Pada awal 1930-an, ia menjadi terapis eksistensialis sejati yang pertama. Pada 1943, ia mempublikasikan hasil kerjanya Grundformen und Erkenntnis menschlichen Daseins, yang tetap tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Pada 1956, Binswanger berhenti dari posisinya di Sanatorium Bellevue setelah 45 tahun mengabdi sebagai direktur medis. Ia terus belajar dan menulis sampai kematiannya pada 1966.

Teori

Psikologi Eksistensial tidak memiliki pendiri aliran tunggal. Akan tetapi, Psikologi Eksistensial memiliki akar pada hasil kerja beraneka ragam kelompok filsuf dari paruh kedua abad XIX, khususnya Soren Kierkegaard dan Frederich Nietzsche. Kierkegaard dan Nietzsche memiliki ketertarikan yang berbeda. Kierkegaard tertarik untuk mengembalikan kedalaman keyakinan mengalahkan religi yang kering di kota Copenhagen waktu itu; Nietzsche, di sisi lain, terkenal karena ungkapannya God is dead! Walaupun demikian, mereka lebih cenderung berbeda dari filsuf-filsuf pendahulu mereka dibandingkan perbedaan di antara mereka sendiri. Keduanya melakukan pendekatan filsafat dari sudut pandang orang yang nyata, yang terlibat dalam kesulitan-kesulitan kehidupan nyata. Keduanya percaya bahwa eksistensi manusia tidak dapat ditangkap dalam sistem rasional yang kompleks, agama, atau filsafat. Keduanya lebih mendekati disebut sastrawan dibandingkan ahli logika. Sejak Kierkegaard, Nietzsche dan beberapa filsuf lain, psikolog baru-baru ini mencoba untuk memperjelas, memperluas, dan mempromosikan ide-ide eksistensialisme. Mereka berusaha melawan arus filsafat yang mengedepankan logika, rasionalitas, dan sistematis, dan melawan arus psikologi yang direduksi menjadi fisiologi dan perilaku.

Fenomenologi
Fenomenologi adalah kajian tentang phenomena, yang didasari penemuan dari filsuf Edmund Husserl. Fenomenologi adalah isi kesadaran, benda-benda, kualitas-kualitas, hubunganhubungan, kejadian-kejadian, pemikiran-pemikiran, kesan-kesan, ingatan-ingatan, fantasifantasi, perasaan-perasaan, aksi-aksi, dan lain-lain yang kita alami. Selain itu, fenomenologi merupakan sebuah usaha untuk mengijinkan pengalaman-pengalaman tersebut agar dapat berbicara pada individu, agar menampakkan diri pada individu, sehingga individu tersebut dapat menggambarkan pengalaman itu dengan bias sesedikit mungkin. Ahli fenomenologi berpendapat bahwa subyektivitas tidak dapat dihindari, karena subyektivitas dan obyektivitas pada hakikatnya bukanlah sesuatu yang berbeda.. Usaha untuk menjadi ilmiah mempunyai arti mendekati hal-hal dari sebuah sudut pandang yang pastisudut pandang ilmiah. Kebanyakan filsafat modern, termasuk filsafat ilmu pengetahuan, bersifat dualistik. Hal ini berarti bahwa filsafat modern memisahkan dunia menjadi dua bagian: bagian obyektif yang biasanya dianggap sebagai material, dan bagian subyektif yang berupa kesadaran manusia. Pengalaman individu merupakan interaksi antara bagian obyektif dan subyektif. Ilmu pengetahuan modern telah ditambahkan ke dalam pengalaman manusia dengan menekankan pada bagian obyektif dan mengurangi bagian yang subyektif. Beberapa orang menyebut kesadaran sebagai epiphenomenon, yang berarti suatu reaksi kimia di organ otak manusia yang bersifat tidak penting dan proses-proses material lain, sesuatu yang dalam bentuk terbaiknya, menjadi pengganggu. Beberapa yang lain, seperti Skinner, melihat kesadaran sebagai sesuatu yang tidak berarti sama sekali.

Para ahli fenomenologi menganggap dualistik adalah suatu kesalahan. Segala sesuatu yang dipelajari oleh para ilmuwan berasal dari kesadaran manusia. Segala sesuatu yang dialami manusia diwarnai oleh subyektivitas. Tapi cara yang lebih baik untuk menyebutkannya adalah bahwa tiada pengalaman yang tidak melibatkan baik sesuatu yang pernah dialami dan sesuatu yang sedang dialami. Ide ini disebut intensionalitas. Jadi fenomenologi meminta individu untuk membiarkan apapun yang dipelajari apakah itu suatu benda di luar sana, ataukah suatu perasaan atau pemikiran di dalam diri kita, atau orang lain, atau eksistensi manusia itu sendiri untuk mengungkapkan dirinya kepada individu. Individu dapat melakukan hal ini dengan bersikap terbuka terhadap pengalaman, dengan tidak menyangkal pengalaman itu karena tidak sesuai dengan teori filsafat/psikologi individu atau kepercayaan agama yang dianut. Fenomenologi secara khusus meminta individu untuk mengesampingkan pertanyaan tentang realitas obyektif suatu pengalamanapakah pengalaman itu sebenarnya. Walaupun apa yang dipelajari individu akan selalu cenderung lebih banyak dari apa yang dialami. Fenomenologi juga merupakan sebuah tugas/tanggung jawab interpersonal. Ketika psikologi eksperimental mungkin menggunakan sekelompok subyek sehingga subyektivitas secara statistik dapat dihilangkan dari pengalaman mereka, fenomenologi menggunakan sekelompok peneliti sehingga perspektif mereka dapat ditambahkan bersama untuk membentuk suatu pemahaman yang lebih penuh dan lebih kaya tentang fenomena tersebut. Hal ini disebut intersubyektivitas. Metode ini, dan adaptasinya, telah digunakan untuk mempelajari berbagai macam emosi, psikopatologi, masalah-masalah seperti perpisahan/perceraian, kesepian, dan solidaritas, pengalaman artistik, pengalaman religius, diam dan bicara, persepsi dan perilaku, dan lain-lain. Metode ini juga telah digunakan untuk mempelajari eksistensi itu sendiri, seperti yang paling dicatat adalah riset oleh Martin Heidegger dan Jean-Paul Sartre. Dan hasil riset ini menjadi dasar untuk eksistensialisme yang akurat.

Eksistensi
Apakah diri individu ada sebelum apa yang mereka lakukan Eksistensi kita mendahului esensi kita, sesuatu yang dikemukakan oleh Sartre. Aku tidak tahu apakah aku di sini seumur hidupku. Hidupku siapa aku, tidaklah ditentukan oleh Tuhan, oleh hukum alam, oleh genetik, oleh masyarakat, tidak juga oleh keluargaku. Mereka semua menyediakan bahan mentah bagiku untuk membentuk siapa aku., tetapi itu semua lebih ditentukan oleh bagaiman aku memilih untuk hidup yang membuat aku jadi siapa aku. Aku menciptakan hidupku sendiri. Kalau saintis adalah model humanitas bagi George Kelly dan psikolog kognitif, artis adalah model bagi eksistensialis. Dapat dikatakan bahwa esensi humanitassesuatu yang dimiliki semua individu dan membuatnya berbeda dari segala sesuatu di dunia inijika individu kehilangan esensi, individu akan mengalami ketiadaan, kebebasan individu. Individu tidak dapat ditangkap oleh sistem filsafat atau oleh teori psikologi, individu tidak dapat direduksi menjadi hanya bagian dari proses

fisik dan kimia, masa depan individu tidak dapat diprediksi dengan statistik sosial. Beberapa dari individu adalah laki-laki, perempuan, hitam, putih, beberapa datang dari satu budaya, beberapa dari lainnya; beberapa memiliki satu ketidaksempurnaan. Bahan mentah berbeda secara dramatis, akan tetapi individu berbagi tugas membentuk diri individu sendiri.

Struktur Eksistensi Ada di dunia (Dasein) Binswanger telah mengadopsi istilah dan konsep yang diperkenalkan oleh filosof Martin Heiddeger. Satu dari sekian istilah, yaitu dasein yang banyak digunakan oleh eksistensialis untuk menunjuk pada eksistensi manusia. Secara literal istilah itu berarti ada di sini, akan tetapi istilah tersebut sedikit banyak memiliki makna konotasi, orang-orang Jerman menggunakan kata tersebut untuk mensugesti penerusan kehidupan/eksistensi, keteguhan dan bertahan hidup. Meskipun tidak ada terjemahan yang pas dengan kata tersebut (dalam bahasa Inggris), banyak orang menggunakan kata eksistensi atau eksistensi manusia untuk menyebut kata dasein. Eksistensi diderifasi dari kata Latin ex-sistare, yang berarti datang, tingkat atau teguh, atau benteng. Kamu bisa bandingkan dengan arti dari dasein: menjadi berbeda, bergerak dengan diri sendiri, datang. Ada juga istilah untuk menunjukkan kata dasein. Heidegger mengatakan dasein sebagai keterbukaan. Sartre juga menyebutnya sebagi opennes dengan merujuk pada eksistensi manusia sebagai ketiadaan. Sebagaimana dalam kesulitan hanya dapat bertahan dengan melawan sesuatu yang kuat, dasein muncul dalam kesulitan untuk melawan segala sesuatu yang lain. Dasein merupakan konsep fundamental dalam psikologi eksistensial. Seluruh struktur eksistensi manusia didasarkan pada konsep ini, Ada-di-dunia, atau Dasein, adalah eksistensi manusia. Jika diterjemahkan secara harifiah, maka Dasein berarti ada (sein) di sana (da). Namun terjemahan harfiah ini tidak tepat menurut arti sesungguhnya sebagaimana dimaksudkan Heidegger. Terjemehan yang lebih mengandung arti adalah ada di tempat sana (to be the there). Sifat dasar dari Dasein adalah keterbukaannya dalam menerima dan memberikan respon terhadap apa yang ada dalam kehadirannya. Boss berbicara tentang manusia yang menghuni dunia untuk menekankan kesatuan yang tak terpisahkan dari ada-di-dunia. Dunia di mana manusia memiliki eksistensi meliputi tiga wilayah: 1. 2. 3. Lingkungan biologis atau fisik (Umwelt) Lingkungan manusia (Mitwelt) Manusia itu sendiri termasuk badannya (Eigenwelt)

Ada melampaui dunia (kemungkinan-kemungkinan dalam Manusia) Analisis eksistensial mendekati eksistensi manusia dengan tidak memakai pandangan lain selain bahwa manusia ada di dunia, memiliki dunia, ingin melampaui dunia (Binswanger). Apabila manusia itu menyangkal atau membatasi kemungkinan-kemungkinan yang penuh dari eksistensinya , atau membiarkan dirinya dikuasai orang lain atau oleh lingkungan, maka manusia itu hidup dalam suatu eksistensinya yang tidak autentik. Manusia bebas memilih salah satu dari keduanya. Menurut Boss semua simtom patologis, entah yang bercorak fisik atau psikologis, harus dilihat sebagai perusakan atas pemenuhan eksistensi manusia yang bebas dan terbuka.

Dasar Eksistensi Apakah manusia sungguh-sungguh dapat menjadi apa saja dengan bebas? Apakah tidak ada batas-batas? Salah satu batas adalah dasar eksistensi ke mana orang-orang dilemparkan. Kondisi keterlemparan ini, yakni cara manusia menemukan dirinya dalam dunia yang menjadi dasarnya, merupakan nasibnya. Manusia harus hidup sampai nasibnya berakhir untuk mencapai kehidupan yang autentik. Hukuman dari ketidakautentikkan adalah perasaan bersalah. Suatu eksistensi autentik dirancang dengan cara mengenali dasar eksistensi: suatu eksistensi yang tidak autentik disebabkan karena orang menutupi dirinya sendiri terhadap dasar eksistensinya.

Rancangan Dunia Rancangan dunia adalah istilah yang digunakan Binswanger untuk menyebut pola yang meliputi cara ada-di-dunia seorang individu. Rancangan dunia seseorang menentukan cara bagaimana ia akan bereaksi terhadap situasi-situasi khusus serta ciri sifat dan simtom-simtom seperti apa yang akan dikembangkannya.

Cara-cara ada di dunia Ada banyak cara yang berbeda untuk ada-di-dunia. Setiap cara merupakan usaha Dasein memahami, menginterpretasikan dan mengungkapakan dirinya. Misalnya: ketika dua insan yang saling jatuh cinta mengatakan Saya dan Kamu menjadi Kita. Inilah cara autentik untuk menjadi manusia. Eksistensial

Eksistensial menurut Binswanger merupakan sifat-sifat yang melekat pada eksistensi manusia. Diantaranya adalah spasialitas, temporalitas, badan, eksistensi dalam dunia milik bersama, dan suasana hati atau penyesuaian yang akan dibahas sebagai berikut:

Spasialitas Eksistensi
Tidak sama dengan ruang fisik. Keterbukaan dan kejelasan merupakan sifat spasialitas yang sejati dalam dunia manusia. Saya lebih terbuka kepada kawan saya yang jauh dan ia lebih jelas bagi saya daripada tetangga saya.

Temporalitas Eksistensi
Temporalitas bukan waktu menurut jam atau penanggalan. Temporalitas juga bukan serangkaian titik sekarang yang tanpa akhir seperti dalam fisika. Waktu selalu ada dalam dunia untuk digunakan atau dihabiskan sebagaimana dikehendaki orang. Waktu selalu berupa memilik waktu untuk (atau tidak mempunyai waktu) mengerjakan sesuatu. Waktu itu sangat penting bagi manusia. Waktu pada manusia memiliki sifat dapat didatakan. Kita menggunakan kata-kata seperti sekarang, waktu lampau dan waktu yang akan datang.

Badan
Badan tidak terbatas pada apa yang ada dalam kulit; tetapi meluas sepanjang hubungan individu dengan dunia.

Eksistensi Manusia Di Dunia Sebagai Milik Bersama


Manusia selalu berkoeksistensi atau tinggal bersama dalam dunia yang sama. Saling keterbukaan mereka pada dunia memungkinkan gejala-gejala yang sama memancar dengan cara-cara sama dan bermakna bagi semua manusia. Eksistensi manusia tidak pernah bersifat pribadi, kecuali dalam kondisi patologis tertentu; eksistensi manusia selalu berbagi dunia satu sama lain

Suasana Hati Atau Penyesuaian


Merupakan suatu eksistensial yang sangat penting karena menjelaskan mengapa keterbukaan kita pada dunia mengembangkan dan menyusut, dan mengapa keterbukaan kita itu menjelaskan

gejala-genjala yang berbeda dari waktu ke waktu. Apa yang diamati dan direspon seseorang tergantung pada suasana hati orang itu pada saat itu.

Thrownness Thrownness (keterbuangan) merujuk pada fakta bahwa individu adalah terbuang ke dalam alam semesta yang tidak pernah dipilihnya. Ketika individu memilih hidupnya, individu dihadapkan pada banyak pilihan yang dibuat untuknyagenetik, lingkungan, masyarakat, keluarga dan sebagainya, semua adalah bahan mentah. Cara yang lebih baik untuk memahami hal ini semua adalah bahwa aku sadar dan bebas, aku tidak yakin bagian-bagian tersebut, adalah proses fisik dan yang menentukan. Berpikir mengenai tubuh. Sebuah tangan, kamu adalah tubuhmu dan tubuhmu adalah kamu. Ketika kamu ingin berjalan, berbicara atau melihat atau mendengarkan sesuatu, kamu menerima dan berpikir dan merasa serta berbuat dengan itu. Apabila salah satu dari bagian tubuh tersebut terganggu, maka kamu pun akan ikut terganggu. Thrownness juga merujuk pada fakta kita lahir dalam dunia sosial yang telah ada dan mapan. Masyarakat kita mengajari kita, budaya kita mengajari kita, bahasa kita mengajari kita, ibu kita dan ayah kita mengajari kita. Dalam ketertolongan kita sebagai bayi dan anak-anak, kita harus bergantung pada mereka.

Kecemasan Eksistensialis terkenal karena menekankan bahwa kehidupan ini adalah keras. Dunia fisik kita memberi kita rasa sakit sekaligus rasa senang; dunia sosial dapat menyebabkan kita berada pada keadaan patah hati atau kesendirian ketimbang cinta dan afeksi; dan kehidupan personal, khususnya, menyimpan kecemasan dan rasa bersalah dan kesadaran akan kematian kita. Dan halhal keras tersebut adalah sebuah keniscayaan dalam kehidupan: sesuatu yang tak dapat dihindarkan. Kierkigaard, Heidegger dan eksistensialis lainnya menggunakan kata angst, anxiety, untuk merujuk pada kecemasan yang kita rasakan terhadap sesuatu yang tidak pasti di masa depan. Kadangkala kata tersebut diterjemahkan sebagai dread untuk menekankan pada rasa takut dan putus asa yang mungkin hadir dalam sesuatu yang harus dipilih, akan tetapi kecemasan lebih general ketimbang kata tersebut. Kecemasan, tidak sama dengan rasa takut atau dread, tidak ada kata yang secara spesifik dapat menyamai makna dari kata anxiety tersebut.

Guilt

Jadi, eksistensial bukan philosopy yang mudah, dimana menyediakan sedikit jalan untuk menghindari dari tanggung jawab perilaku seseorang. Kita tidak bisa menyalahkan itu kepada lingkungan kita, atau genetika kita atau orang tua kita, atau beberapa psikiatric atau minumminuman keras atau obat-obatan atau tekanan sebaya atau hantu. Heidger menggunakan kata jerman Schuld yang mengacu pada tanggungjawab pada diri kita. Schuld berarti antara rasa bersalah dan berhutang. Jika kita tidak melakukan apa yang kita tahu dan seharusnya dilakukan, kita akan merasa bersalah. Kita telah berhutang banyak pada dasein. Dan sejak dasein selalu dalam proses pengembangan tidak pernah selesai, kita selalu melakukan kesepakatan dengan ketidaksempurnaan atau dengan kata lain kita selalu berkonfrrontasi dengan ketidaktentuan. Kata lain yang tercakup adalah penyesalan. Rasa bersalah tentunya merupakan penyesalan atas apa yang telah kita lakukan, atau apa yang tidak dilakukan, yang melukai orang lain. Tetapi kita juga merasakan penyesalan setelah kita mengambil keputusan yang tidak merugikan orang lain tapi diri kita sendiri. Ketika kita telah memilih untuk melakukan sedikit dibandingkan dengan banyak hal tersebut, ketika kita telah kehilangan keberanian kita, kita merasakan penyesalan.

Death Eksisitensial sering dikritik karena asyik memikirkan kematian. Mereka melakukan, dengan fakta mendiskusikan yang terdalam dibandingan dari pada kebanyakan teori, namun hal tersebut merupakan ketertarikan yang sangat tidak normal. Dalam gerbang kematian, yang kita sukai ialah kembali untuk memahami hidup. Sartre berkata dalam permainan The Flies-nya, hidup dimulai pada sisi jauh dari putus asa. Heidegger menamakan being-toward-death. Kita adalah, rupanya, hanya pencipta yang memahami akhir kehidupan kita. Ketika kita menyadari akan kematian, kita akan menemukan bentuk pertama dan mencoba untuk melupakan kenyataan tersebut dengan melakukan berbagai aktivitas setiap harinya dalam dunia sosial. Tetapi dalam perspektif ini tidak melakukan kegiatan tersebut, menghindari kematian sama saja dengan menghindari kehidupan.

Authenticity Tidak seperti kebanyakan ahli teori kepribadian, para eksistensialis tidak berusaha menghindari penilaian. Secara fenomenologis, baik dan buruk ialah sama nyatanya dengan barang sisa padat dan membakar roti panggang. Jadi keduanya sangat jelas bahwa ada cara hidup yang benar dan salah. Cara yang benar disebut dengan authentic. Untuk hidup secara otensitas berarti sadar akan dirinya, dengan keadaan sekitar, dengan keadaan dunia sosial, dengan kewajiban untuk menciptakan diri sendiri (memahami) atau sifat yang tidak terhindarkan dari kecemasan atau kesalahan atau dari kematian. Artinya konsep ini menerima

pemikiran ini, dalam aksi dari self-affirmation. Meliputi merasa kasihan dan komitmen. Mental yang sehat tidak merasa gembira atau merasa senang meskipun aksistensialisme memiliki lawan yang, tujuannya adalah melakukan hal yang terbaik.

Inauthenticity Seseorang yang hidup tidak secara otensitas adalah seseorang yang tidak memiliki becoming tetapi hanya being mereka akan menerima keterbukaan untuk menutup, dinamika yang statis kemungkinan untuk melakukan aktualisasi. Jika otensitas adalah bergerak maka inauthenticity adalah berhenti. Eksistensial menghindari klasifikasi. Setiap orang adalah unik, pertama karena kita dimulai dengan bahan-bahan yang berbeda, genetis, budaya, keluarga dan lain-lain. Dan kita juga memulai dengan menciptakan diri kita melalui pilihan yang kita buat dan banyak cara untuk otensitas sebanyak orang dan hanya ada bebrapa orang untuk menjadi inauthentic. Conventionality adalah tipe umum pada inauthenticity yang meliputi penolakan kebebasan seseorang dan tinggal dalam kehidupan yang memilki konformitas dan tempat tinggal yang matrealistis. Jika kamu dapat mengatur untuk menjadi sesorang yang lain, kamu tidak membutuhkan untuk membuat pilihan, kamu dapat menggunakan otoritas atau kepada teman atau kepada media sebagai panduan. Kamu akan menjadi terlalu sibuk untuk mempertahankan keputusan moral yang kamu perlukan untuk membuat itu. Kamu gagal dan jatuh yang disebut Sartre bad faith. Tipe yang lain pada inauthenticity adalah eksistensial neurosis. Dalam beberapa hal neurotic sedikit banyak disadarkan dari pada yang konvensional. Mereka tahu yang mereka hadapi dengan pilihan mereka, yang menakutkan hari cerah mereka itu menakutkan sekali faktanya adalah mereka kaku atau panik atau merubah kecemasan eksistensial mereka. Dan menyalahkan dalam kecemasan neurosis dan kesalahan, menemukan sesuatu yang kecil, objek fobia obsesif compulsif target untuk takut, penyakitan pura-pura sakit, untuk membuat hidup sulit lebih objectif dalam psikologi eksistensial mangatakan: meskipun kamu akan memmbersihkan symptom dengan sedikit teknik, akhirnya kamu membutuhkan untuk berhadapan dengan kenyataan dan dasein. Binswanger melihat inauthenticity sebagai suatu pilihan dalam satu theme untuk kehidupan seseorang atau nomor kecil dari tema dan mengijinkan untuk beristirahat dasein untuk di dominasi oleh tema. Pengikut Freud menyebutnya dengan anal retentive. Untuk contoh mungkin seseorang di dominasi oleh tema penimbunan, menolong, atau tahan. Atau sempurna. Seseorang yang tidak melihat kontrol dalam dirinya mungkin didominasi oleh teme keberuntungan, nasib, menunggu. Seseorang yang mengalami kecemasan mungkin di dominasi oleh kesepian, kelemahan dan membutuhkan seseorang. Seorang pekerja keras mungkin didominasi oleh tema yang meliputi membuang-buang waktu atau melakukan yang lebih.

ANALISA EKSISTENSIAL

Diagnosis
Binswanger dan psikolog eksistensial lainnya membuat suatu poin yang menemukan world view atau world design klien mereka. Ia akan mencoba untuk memahami bagaimana individu melihat Umwelt nya atau dunia fisik -- berbagai hal, bangunan, pohon, mebel, gravitasi. Ia ingin memahami Mitwelt individu, atau dunia sosial, membicarakan tentang hubungan individu dengan individu, dengan masyarakat, dengan kultur, dan seterusnya. Dan ia ingin memahami Eigenwelt individu atau dunia pribadi, meliputi pikiran dan tubuh. Binswanger juga tertarik akan hubungan individu dengan waktu. Ia bermaksud mengetahui bagaimana individu memandang masa lampaunya, masa kini, dan masa depan. Ia juga tertarik akan cara individu memperlakukan ruang. Binswanger juga membicarakan tentang gaya yang berbeda: Sebagian orang hidup dalam suatu gaya tunggal, sendiri dan self-sufficient. Orang yang lain hidup dalam suatu gaya rangkap, sebagai kamu dan aku dibandingkan suatu I. Beberapa lagi hidup dalam suatu gaya jamak, berpikir tentang diri mereka dalam kaitan dengan keanggotaan mereka di sesuatu yang lebih besar dari diri mereka -- suatu bangsa, suatu agama, suatu organisasi, suatu budaya. Meski demikian, orang yang lain hidup dalam suatu gaya tanpa nama, ketenangan, introvert, pada latar belakang hidup. Dan kebanyakan dari individu hidup dalam semua gaya ini dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Bahasa dari analisa eksistensial adalah metafora. Hidup terlalu besar, terlalu kaya, untuk ditangkap oleh apapun yang sangat kasar seperti prosa. Terapis eksistensial mengijinkan klien mereka untuk mengungkapkan diri mereka, membuka diri mereka, dalam kata-kata mereka sendiri, dalam waktu mereka sendiri.

TERAPI Esensi terapi eksistensial adalah hubungan antara terapis dan klien, yang disebut dengan pertemuan. Suatu pertemuan adalah kehadiran yang sungguh-sungguh dari satu Dasein ke yang lainnya, pembukaan dari satu ke yang lainnya. Terapis eksistensial lebih senang menjadi natural dengan individu -- mendengarkan dengan tenang, tetapi terkadang menunujukkan pemikiran mereka sendiri, pengalaman, bahkan emosi.menjadi natural juga berarti mengetahui perbedaan di antara individu. Terapi eksistensial terlihat sebagai dialog, dan bukanlah monolog oleh terapis, bukan juga monolog oleh klien. Bagaimanapun juga, analisa eksistensial mempunyai tujuan yaitu otonomi klien. Jika esensi tentang Dasein -- menjadi manusia adalah kebebasan dan tanggung jawab untuk hidup individu sendiri, kemudian individu tidak dapat membantu masyarakat menjadi lebih kemanusiaan kecuali jika kamu disiapkan untuk melepaskan mereka.

DISKUSI
Hal yang paling positif dari psikologi eksistensial ialah desakan yang selekat mungkin pada hidup di dunia. Dalam fenomenologi, terdapat suatu cara yang mengarah pada metode kaku untuk menggambarkan hidup sebagai kehidupan. Teori, statistik, reduksionis, dan eksperimen yang disimpan, sedikitnya untuk beberapa saat. Dahulu, ahli eksistensialis mengatakan, individu harus mengetahui apa yang dibicarakannya. Hal ini membuat psikologi eksistensial diterapkan secara alami: bergerak malas ke dalam dunia hasil diagnosa dan psikoterapi; menunjukkan wajahnya dalam dunia pendidikan; dan mungkin suatu hari berpindah ke psikologi organisasi dan industri.

DINAMIKA
Psikologi eksistensial tidak mengkonsepsikan tingkah laku sebagai akibat dari perangsangan dari luar dan kondisi-kondisi badaniah dalam manusia. Seorang individu bukanlah mangsa lingkungan dan juga bukanlah makhluk yang terdiri dari insting-insting, kebutuhankebutuhan, dan dorongan-dorongan. Akan tetapi ia memiliki kebebasan untuk memilih, menentukan akan jadi apa dia dan apa yang akan dilakukannya, dan hanya ia sendiri yang akan bertanggung jawab terhadap eksistensinya. Akan tetapi kebebasan memilih tersebut tidaklah menjamin bahwa pilihan tersebut merupakan pilihan yang bijaksana. Kemampuan bereksistensi sendiri dipengaruhi oleh pengaruh lingkungan keluarga (hubungan orang tua dan anak) serta lingkungan-lingkungan lainnya yang akan mendukung hal itu tumbuh secara sehat. Lebih jauhnya, selalu ada kemungkinan untuk mengubah eksistensi seseorang, kemungkinan untuk menyingkap dan membuka suatu dunia yang sama sekali baru. Akan tetapi satu hal yang tidak dapat diatasi oleh manusia, yaitu rasa bersalah seseorang. Rasa bersalah adalah suatu eksistensial, artinya, suatu ciri fundamental dari Dasein. Satu hal lainnya yang tidak dapat dielakkan adalah rasa ngeri-rasa ngeri terhadap ketiadaan, atau apa yang disebut oleh Barret ketidak-pastian (contingency) yang total dan mengerikan dalam eksistensi manusia (1962 : 65), atau yang disebut Heidegger sebagai suatu ketidakhadiran tidak-Ada dalam Ada.

PERKEMBANGAN Eksistensi individu merupakan peristiwa sejarah (historis). Sejarah ini sendiri tidak terdiri dari tahap-tahap, tetapi terdiri dari cara-cara eksistensi yang berbeda-beda. Orang dapat bertindak hari ini seperti kemarin atau seperti dalam masa-masa kanak-kanak karena ia merasa bahwa apa yang dijumpainya sekarang sama seperti yang dijumpainya pada masa lampau.

Konsep eksistensial tentang perkembangan yang paling penting ialah konsep tentang menjadi. Eksistensi tidak pernah statis, tetapi selalu berada dalam proses menjadi sesuatu yang baru, mentransendensi atau mengatasi diri sendiri. Tujuannya adalah untuk menjadi manusiawi sepenuhnya, yakni memenuhi semua kemungkinan Dasein. Bahwa kehidupan, atau setidak-tidaknya eksistensi manusia sebagai ada-di-dunia-ini, berakhir dalam kematian sudah merupakan fakta yang diketahui oleh setiap orang. Boss mengatakan bahwa kematian adalah suatu eksistensial, sifat yang paling khas manusiawi dan yang paling meresap sepenuhnya. Maka dari itu, kesudahan dari ada-di-dunia yang tidak dapat dielakkan ini memberikan kepada manusia tanggung jawab untuk memanfaatkan semaksimal mungkin setiap saat dalam eksistensinya dan memenuhi eksistensinya itu. Dan pada akhirnya, psikologi eksistensial merupakan segi pandangan pertama yang membahas implikasi-implikasi mortalitas, yang kemudian memberikan dorongan utama bagi membanjirnya buku-buku tentang kematian dan mati, yang terjadi belakangan ini.

Kesulitan-kesulitan Kesulitan-kesulitan eksistensialisme memperoleh perhatian yang bukan seluruhnya kesalahan dari psikologi tradisional. Terkadang nampak bahwa ahli eksistensial merasa bangga tak dapat diterima untuk, atau sedikitnya yang salah dipahami oleh, tendensi psikolog berbahasa Inggris. Ahli eksistensial juga cenderung menjadi lebih berpilih-pilih, bahkan saling menyerang antar mereka sendiri mengenai apakah salah seorang atau orang lainnya mempunyai pemahaman yang benar dari Husserl, Heidegger, atau siapapun. Bahaya yang paling besar ialah bahwa ahli eksistensial menciptakan untuk mereka sendiri dalam kecenderungan mereka untuk menempatkan diri mereka bertentangan dengan tendensi, dengan memburukkan budaya eksperimen, mereka menimbulkan sedikit rasa benci dari psikologi.

PENELITIAN KHAS dan METODE PENELITIAN Psikologi eksistensial menggunakan metode fenomenologis untuk mengadakan penelitian-penelitian tentang eksistensi manusia. Metoda ini menggambarkan atau menjelaskan pengalaman dalam bahasa pengalaman. Bahasa pengalaman adalah konkret, bukan abstrak;kosa katanya diambil dari kata-kata biasa yang dipakai sehari-hari, bukan istilah-istilah teknis atau kata-kata baru. Analisis fenomenologis tidak boleh dikacaukan oleh metode introspeksi klasik yang digunakan oleh para psikolog eksperimental awal untuk meneliti unsur-unsur kesadaran. Para fenomenolog tidak mencari unsur-unsur;mereka berusaha menggambarkan dan memahami pengalaman yang langsung timbul dalam kesadaran. Walaupun suatu laporan fenomenologis bisa diberikan oleh seseorang subjek dalam suatu penelitian atau oleh seorang pasien dalam psikoterapi, namun prosedur yang biasa ditempuh adalah peneliti melakukan suatu analisis fenomenologis atas laporan-laporan verbal dan tingkah

laku subjek atau pasien. Artinya, dibedakan antara laporan-laporan dari seorang subjek yang tidak terlatih dan naif dengan laporan-laporan dari seorang fenomenolog yang terdidik dan berpengalaman.

STATUS SEKARANG dan EVALUASI Psikologi eksistensial cukup cepat berpengaruh terhadap pemikiran dan praktik sejumlah psikolog dan telah menjadi salah satu sumber utama dalam melahirkan segi-segi pandangan dan teknik-teknik baru, khususnya dibidang konseling dan psikoterapi. Pada tahun 1950, sejumlah besar psikolog mulai melibatkan diri dibidang psikologi terapan dan mereka menemukan bahwa banyak hal yang telah mereka pelajari di perguruan tinggi tidak lagi relevan atau tidak dapat diterapkan dalam pekerjaan mereka. Mereka mulai mencari segi-segi pandangan dan pengetahuan yang lebih relevan dan yakin bahwa mereka menemukannya dalam psikoanalisis dan psikologi eksistensialis. Pada tahun itu pula, banyak psikolog di Amerika merasa bahwa psikologi telah terjerat oleh behaviorisme, dan karenanya telah kehilangan pandangan tentang sang pribadi dan nilai-nilai kemanusiaan. Pengalaman membantu orang-orang secara intensif dalam lingkungan teraupetik rupanya mendorong pengembangan konsepsi-konsepsi yang luas tentang manusia. Akan tetapi tidak seperti psikoanalisis yang berpijak secara kokoh pada positivisme ilmu pengetahuan abad XIX yang pantang menyerah, psikologi eksistensial timbul dari filsafat dan terus mempertahankan hubungan yang erat dengan akar-akar filsafatnya. Salah satu kritik psikologi eksistensial yang berasal dari fakta bahwa psikologi di Amerika berjuang keras untuk membebaskan diri dari dominasi filsafat. Setelah dalam banyak hal berhasil memperooleh kemerdekaannya, banyak psikolog menentang keras setiap bentuk hubungan baru dengan filsafat. Terhadap kritik ini, psikologi eksistensial akan menjawab bahwa ada bermacam-macam segi pandangan ilmiah dan filosofis. Psikologi eksistensial secara terus terang tidak menyukai eksperimen yang memperlakukan manusia sebagai objek atau benda untuk didorong dan ditarik kesana kemari dalam laboratorium. Manipulasi dan eksploitasi ilmiah semacam ini tidak hanya merendahkan martabat manusia tetapi juga hasil-hasil yang diperoleh dari percobaan tersebut seringkali dibuatbuat atau tidak penting. Psikologi eksistensial menolak sekurang-kurangnya berdasarkan implikasi ajaran evolusi yang telah menjadi salah satu soko guru utama psikologi di Amerika. Eksistensialis menegaskan bahwa manusia adalah unik diantara semua ciptaan di bumi;manusia tidak ditempatkan dalam filogenis dunia binatang tanpa merusakkan kemanusiaannya. Psikologi eksistensial mengakui bahwa eksistensi manusia memiliki suatu dasar warisan atau nasib tetapi manusia bebas untuk menjadikan dasar ini menurut apa saja yang dipilihnya, sesuatu yang tak dapat dilakukan oleh spesies yang lain. Seperti telah disinggung sebelumnya, psikologi eksistensial telah dikritik karena menggunakan kosa kata yang dipandang oleh banyak psikolog bergaay puitik dan esoterik. Erat hubungannya dengan kritik ini adalah tuduhan bahwa para psikolog eksistensial hanya

menuangkan anggur lama kedalam botol-botol baru untuk menggambarkan konsep-konsep yang biasa. Hal ini menjengkelkan para psikolog eksistensial di Eropa yang menyerukan bahwa psikologi eksistensial merupakan suatu kegiatan ilmiah yang sama sekali baru meskipun memiliki garis keturunan filosofis yang panjang dan bahwa setiap usaha untuk memperpadukannnya dengan salah satu segi pandangan psikologi yang lebih tua merupakan suatu kesalahan besar. Apapun yang akan terjadi dengan masa depan psikologi eksistensial bahkan pada saat sekarang kelihatannya memiliki memiliki cukup kekuatan dan vitalitas untuk bertahan lama setidak-tidaknya ia telah melaksanakan satu fungsi

REFERENSI

Hall. S. Calvin & Lindsay Gardner. (1993). Psikologi Kepribadian 2: Teori-teori Holistik (Organismik - Fenomenologis). Yogyakarta: Kanisius.

www.ship.edu/%/Ecgboeree/binswanger.html

Anda mungkin juga menyukai