Anda di halaman 1dari 12

TUGAS REFLEKSI

FILSAFAT FENOMENOLOGI & EKSISTENSIALISME

Imam Nurcholis

15000119130314

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2020
Refleksi Pertemuan 3 : Kelompok 1

Filsafat fenomenologi adalah aliran filsafat yang dicetuskan oleh Edmund


Husselr dengan tujuan untuk memahami suaru fenomena secara asli tanpa adanya
asumsi yang menghalangi atau yang biasa disebut dengan epoche. Hal tersebut
terlihat dari semboyan Fenomenologi Husserl yang berbunyi “Zuruck zu den
Sachen selbst” atau dapat diartikan sebagai “Kembali pada hal-hal itu sendiri”.

Pada pertemuan ini Pak Hans menjelaskan mengenai sifat dasar dari akal
manusia yang selalu mencari objek untuk dijadikan fokus perhatian. Hal tersebut
sangat menarik bagi saya karena penjelasan tersebut sangat terkait dengan
kehidupan saya sehari-hari.

Setelah mengikuti pertemuan ini, saya merasa bahwa ternyata saya masih
belum mampu melakukan epoche seperti apa yang ada dalam filsafat
fenomenologi. Setiap saya melihat suatu fenomena, saya pasti melihatnya
menggunakan asumsi serta nilai standar yang telah saya miliki. Hal tersebut
tentunya membuat saya kurang mampu melihat suatu fenomena secara asli dan
utuh, sehingga saya sangat mudah terkena berita yang kurang tepat dan dapat
dengan mudah terpengaruh narasi yang diberikan oleh berita tersebut. Oleh karena
itu, setelah mengikuti perkuliahan ini saya akan berusaha untuk melihat fenomena
secara asli tanpa disertai asumsi yang saya miliki.
Refleksi Pertemuan 4 : Kelompok 2

Pertemuan kali ini membahas mengenai fenomenologi Husserl secara


lebih mendalam. Dari materi yang dipaparkan oleh kelompok 2, intuisi merupakan
bagian yang paling menarik perhatian saya. Menurut Husserl, intuisi adalah proses
kehadiran esensi fenomena dalam kesadaran. Intuisi adalah alat bagi manusia
untuk mencapai esensi dari suatu fenomena atau objek. Dalam pandangan Rene
Descartes dan Husserl, tiap manusia mampu berpikir dengan intuitif serta
mengesampingkan asumsi dan pandangan pribadi dalam memahami fenomena.

Bahasan tersebut sangat menarik bagi saya karena muncul banyak


pertanyaan dalam benak saya ketika materi tersebut dibahas. Seperti, apakah
diperlukan kondisi tertentu agar intuisi berfungsi, lalu apakah pemahaman yang
lahir dari intuisi pasti terjamin kemurniannya, serta apakah intuisi itu sama dengan
insting atau tidak. Mengenai pertanyaan terakhir, Pak Hans menjelaskan
bawasannya intuisi dan insting adalah dua hal yang berbeda. Intuisi adalah proses
kehadiran esensi dari fenomena secara cepat dan tanpa disertai asumsi. Sementara
insting adalah dorongan bawaan manusia untuk menghindari bahaya.
Refleksi Pertemuan 5 : Kelompok 3

Pertemuan ini adalah pertemuan kuliah pertama yang diadakan secara


daring, oleh karena itu saya merasa kurang mampu memahami dan menangkap
materi yang diterangkan oleh kelompok 3. Kelompok 3 membawakan materi
mengenai salah satu tokoh besar dalam fenomenologi, yaitu Martin Heidegger.
Bahasan dari Fenomenologi Martin Heidegger ini meliputi Biografi Martin
Heidegger, ontology dalam filsafat fenomenologi, konsep keterlemparan manusia
atau Dasein dalam dunia, konsep Angst atau kecemasan, sikap dalam pemaknaan,
dan beberapa pokok pembahasan lain. Yang menarik bagi saya dari materi ini
adalah konsep dasein. Fokus utama fenomenologi Martin Heidegger ini adalah
konsep keberadaan manusia yaitu dasein. Di mana menurut Heidegger, manusia
merupakan makhluk yang terlempar ke dunia, tanpa dapat mengetahui darimana
asal serta ke mana tujuan dari manusia itu sebenarnya. Sehingga manusia diliputi
kecemasan, kecemasan tersebut salah satu contohnya adalah kecemasan akan
kematian.

Setelah mencoba memahami materi ini, saya merasa justru merasa bahwa
materi ini lebih condong ke eksistensialisme karena membahas mengenai
keterlemparan manusia di dunia. Kemudian Pak Hans menjelaskan bawasannya
filsafat Heidegger memang dapat disebut sebagai filsafat fenomenologi-
eksistensial karena membahas mengenai eksistensi manusia di dunia.
Refleksi Pertemuan 6 : Kelompok 4

Materi selanjutnya adalah materi Filsafat Fenomenologi menurut Merleau


Ponty. Menurut saya, materi filsafat Merleau Ponty ini merupakan materi yang
sangat sulit untuk saya pahami. Ada 3 fokus pembahasan materi ini, yaitu
fenomenologi yang bebas dari dikotomi, penjelasan persepsi dan tubuh, dan
terakhir kritik terhadap Psikologi Gestalt. Fenomenologi, menurut Ponty,
merupakan konsep yang bebas dari dikotomi Rasionalisme dan Empirisme.
Menurut Ponty, Fenomenologi merupakan konsep yang menjembatani antara
kedua konsep dikotomi tersebut untuk mencapai pemahaman makna realitas
secara tuntas.

Dalam konsep persepsi dan tubuh, Ponty menjelaskan bawasannya


kesadaran bukanlah suatu hal yang terpisah dari tubuh. Akan tetapi, merupakan
satu kesatuan yang utuh.
Refleksi Pertemuan 7 : Kelompok 5

Materi yang dibahas pada pertemuan kali ini adalah mengenai filsafat
eksistensialisme menurut Jean Paul Sartre. Tokoh filsafat ini adalah salah satu
tokoh dalam filsafat yang menjadi favorit saya. Saya mengidolakan beliau karena
menurut saya, cara beliau menjelaskan pemikirannya melalui karya sastra
merupakan suatu hal yang sangat keren bagi saya. Dalam pemikirannya, Sartre
menjelaskan bahwa kebebasan yang dimiliki oleh manusia merupakan suatu
kutukan. Dalam kebebasannya itu, manusia dapat memilih pilihan hidup sesuai
kehendaknya. Akan tetapi, dari tiap pilihan tersebut akan selalu muncul
konsekuensi yang menyebabkan kecemasan bagi manusia.

Pemikiran lain dari Sartre ialah mengenai eksistensi dan esensi.


Menurutnya manusia itu berbeda dengan benda. Dalam benda, esensinya terlebih
dahulu ditentukan baru eksistensinya diciptakan. Sebagai contoh, ketika kursi
akan dibuat, pengrajinnya terlebih dahulu telah mengetaui fungsi dan kegunaan
dari apa yang akan ia buat, baru ia mewujudkan eksistensi dari kursi tersebut. Hal
itu berbanding terbalik dengan manusia, di mana manusia memiliki eksistensi
terlebih dahulu baru ia secara mandiri akan memberikan esensi dalam
eksistensinya.

Sangat banyak hal yang dapat saya ambil dari pemikiran Sartre tersebut.
Namun, satu hal yang selalu menjadi pegangan saya adalah bawasannya saya
adalah makhluk yang bebas. Bebas berekspresi, bebas dalam menentukan
kehidupan, dan bebas dalam segala hal. Hanya saja, saya harus siap akan semua
konsekuensi yang timbul dari kebebasan saya tersebut. Sehingga saya mampu
memberikan esensi serta dapat menjadi manusia yang otentik dalam eksistensi
saya.
Refleksi Pertemuan 9 : Kelompok 6

Kelompok 6 mempresentasikan teori menurut Hans-Georg Gadamer,


dimana fokus dari teori ini adalah Hermeneutika circle dan fusi horizon. Materi
yang menarik perhatian saya adalah mengenai fusi horizon. Fusi horizon dapat
dipahami sebagai penyatuan zaman, di mana ketika kita membaca tulisan
seseorang, maka kita perlu keluar dari zaman kita dan kembali merekonstruksi
zaman penulis seningga kita mampu memahami tulisannya secara utuh. Akan
tetapi, hal tersebut dikritik oleh Gadamer dengan mengatakan bahwa interpretasi
dari suatu teks tidak harus selalu sama dengan aslinya, bahkan ia mengatakan
bahwa seharusnya tiap zaman memiliki interpretasinya sendiri terhadap suatu
tulisan.
Refleksi Pertemuan 10 : Kelompok 7

Materi yang dipresentasikan oleh kelompok 7 adalah Eksistensialisme


menurut Soren Aabye Kierkegard dan Friedrich Willhelm Nietzsche. Pandangan
kedua tokoh ini terkait eksistensialisme manusia menurut pendapat saya pribadi
sangatlah bertolak belakang, di mana Kierkegaard merupakan sosok yang sangat
religius, sedangkan Nietzsche ialah tokoh atheis yang sangat vokal. Kierkegard
menekankan bahwa iman merupakan suatu mukjizad yang dapat mempengaruhi
seluruh kehidupan seseorang. Dimana konsep iman ini muncul saat seseorang
mempercayai keberadaan yang diluar akal sehat. Sedangkan menurut Nietzsche
konsep power yang menjadi penekanan terkait kehidupan.

Kierkegaard dan Nietzche sendiri merupakan dua tokoh yang sangat besar
dalam eksistensialisme. Tulisan Kierkegaard mengenai angst, keputusasaan, dan
kehidupan yang otentik dianggap sebagai benih-benih eksistensialisme yang
kemudian memengaruhi banyak pemikir eksistensial lainnya. Sementara Nietzche
melalui pemikirannya, mampu mendobrak pemikiran-pemikiran filsafat terdahulu.
Seperti, ia yang menolak adanya prinsip kesamaan yang dianut demokrasi dan
sosialisme. Prinsip yang diutarakan oleh Immanuel Kant, Universalisme Moral,
juga ditentang oleh Nietzsche.

Dari perkuliahan kali ini, saya mendapati bahwa ketika membaca


pemikiran filsafat, kita tidak dapat hanya membaca dari satu tokoh saja. Akan
tetapi kita harus mengimbangi dengan pemikiran dari tokoh lain yang cenderung
bertolak belakang. Sehingga kita tidak terlalu tenggelam dalam pemikiran satu
tokoh.
Refleksi Pertemuan 11 : Kelompok 8

Materi kali ini membahas mengenai pemikiran Karl Jaspers yang Berfokus
pada eksistensi manusia. Pemikiran Karl Jaspers yang menurut saya menarik
adalah materi mengenai situasi batas (grenzsituation). Situasi batas yang
dimaksud Jaspers adalah situasi yang tidak dapat dilewati. Di sini eksistensi
menemui batas yang tidak dapat dilewati. Namun dengan adanya situasi tersebut,
individu dapat menghayati eksistensinya. Jaspers beranggapan bahwa orang yang
tidak menjalani hidupnya dengan cara eksistensial akan menghilangkan situasi
batas, misalnya kematian. Situasi batas yang dimaksudkan Jaspers adalah
pengalaman-pengalaman yang pada hakekatnya terjadi pada manusia seperi
kematian, perjuangan, penderitaan, kebergantungan pada nasib, dan kesalahan.
Kematian misalnya, menimbulkan rasa takut bagi manusia. namun
menyempurnakan eksistensi, karena kesadaran akan kematian secara tidak
langsung mendesak manusia untuk hidup dengan otentik.
Bahasan mengenai situasi batas tersebut sangat menarik bagi saya karena
saat ini saya merasa bahwa saya sedang berada pada situasi batas eksistensi saya.
Saya dihadapkan dengan pandemi yang memaksa saya untuk selalu mengingat
akan kematian. Dengan memahami materi kali ini saya dapat mengerti bahwa
situasi yang saya alami merupakan situasi yang penting agar saya dapat
memahami eksistensi saya sebagai manusia. Sehingga saya tidak perlu terlalu
takut dengan adanya pandemi ini.
Refleksi Pertemuan 12 : Kelompok 9

Kelompok 9 mempresentasikan Filsafat Eksistensialisme Gabriel Marcel.


Filsafat eksistensialisme menurut Gabriel Marcel berfokus pada “Ada” dan
“Mempunyai”. Secara sederhana “mempunyai” dapat dijelaskan bahwa seseorang
memiliki kekuatan di atas suatu hal. Pak Hans memberikan contoh mengenai
media sosial, orang yang “mempunyai” media sosial seharusnya mampu
mengontrol bagaimana ia menggunakan media sosial. Sementara orang yang
“dipunyai” oleh media sosial akan dikontrol oleh media sosial atau secara
sederhana dapat dikatakan kecanduan terhadap media sosial tersebut. Saya
menganggap materi ini merupakan materi yang cukup susah dipahami akan tetapi
sangat seru ketika di bahas.
Refleksi Pertemuan 13 : Kelompok 10

Setelah memperhatikan dan memahami materi presentasi kelompok 10


tentang Psikologi Eksistensial Rollo May, Ludwig Binswanger & Medard Boss,
serta Esensi Terapi Eksistensial Viktor Frankl. Saya menjadi lebih mengerti
mengenai eksistensi manusia, hal tersebut karena pada bahasan sebelumnya
eksistensi manusia masih dijelaskan secara teoritis sementara pada materi ini
eksistensi manusia dijelaskan penerapannya dalam ilmu psikologi dan beberapa
jenis terapi eksistensial yang ada di dalamnya.
Refleksi Pertemuan 14 : Kelompok 12

Materi ini seharusnya disampaikan oleh kelompok 12 pada pertemuan ke-


15. Akan tetapi, materi ini langsung dipresentasikan pada pertemuan ke-14 tepat
setelah saya melakukan presentasi. Sehingga, saya merasa saya kurang mampu
meresapi materi yang disampaikan karena pikiran saya yang masih terlalu fokus
pada materi yang saya presentasikan sebelumnya. Hal yang dapat saya pahami
mungkin hanya sedikit, yaitu mengenai pengaruh filsafat fenomenologi dan
eksistensialisme terhadap riset kualitatif dalam psikologi. Ketika membahas
mengenai fenomenologi eksistensial, definisinya melebur menjadi suatu ilmu yang
mempelajari pemaknaan atas perilaku dalam suatu pengalaman atau fenomena.
Fenomenologi eksistensial selanjutnya dapat berupa metode penelitian psikologi guna
mengetahui perilaku manusia dan apa yang ada di balik perilaku tersebut serta
pemaknaannya dalam suatu fenomena sehingga metode ini pun termasuk dalam
klasifikasi metode penelitian kualitatif.

Anda mungkin juga menyukai