Anda di halaman 1dari 17

METODE PENELITIAN FENOMENOLOGI

(Penjelasan dan Contoh Penerapan Pada Thesis Komunikasi)


Dosen pengampu : Dr. Yunitasari S.Sos,. Msi

KELOMPOK 2
NAMA ANGGOTA
Astu Widodo 201503049
Bimo Setiajie 201503058
Handini 201503071
Ibrahim Falahi 201503064
I Ketut Darmayasa 201503052
Rida Juanda 201503055
Wisnu Wahyu Hardjanto 201503041
Yosia Kurnia Nugroho 201503062

PROGRAM MAGISTER ILMU KOMUNIKASI UPDM (B)

Definisi Fenomenologi
Fenomenologi adalah studi tentang Phenomenon. Kata ini berasal dari bahasa Yunani
Phainein berarti menunjukkan. Dari kata ini timbul kata Pheinomenon berarti yang muncul
dalam kesadaran manusia. Dalam fenomenologi, ditetapkan bahwa setiap gambaran pikir
dalam pikiran sadar manusia, menunjukkan pada suatu hal keadaan yang disebut intentional
(berdasarkan niat atau keinginan).Secara harfiah, fenomenologi atau fenomenalisme adalah
aliran atau faham yang menganggap bahwa fenomenalisme adalah sumber pengetahuan dan
kebenaran. Fenomenalisme juga adalah suatu metode pemikiran. Fenomenologi merupakan
sebuah aliran. Yang berpendapat bahwa, hasrat yang kuat untuk mengerti yang sebenarnya
dapat dicapai melalui pengamatan terhadap fenomena atau pertemuan kita dengan realita.
Karenanya, sesuatu yang terdapat dalam diri kita akan merangsang alat inderawi yang
kemudian diterima oleh akal (otak) dalam bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis
dengan jalan penalaran. Penalaran inilah yang dapat membuat manusia mampu berpikir
secara kritis.Fenomenologi merupakan kajian tentang bagaimana manusia sebagai subyek
memaknai obyek-obyek di sekitarnya. Ketika berbicara tentang makna dan pemaknaan yang
dilakukan, maka hermeneutik terlibat di dalamnya. Pada intinya, bahwa aliran fenomenologi
mempunyai pandangan bahwa pengetahuan yang kita ketahui sekarang ini merupakan
pengetahuan yang kita ketahui sebelumnya melalui hal-hal yang pernah kita lihat, rasa,
dengar oleh alat indera kita. Fenomenologi merupakan suatu pengetahuan tentang kesadaran
murni yang dialami manusia. Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat dipahami bahwa
fenomenologi berarti ilmu tentang fenomenon-fenomenon apa saja yang nampak. Sebuah
pendekatan filsafat yang berpusat pada analisi terhadap gejala yang menampakkan diri pada
kesadaran kita.

Tokoh-tokoh Fenomenologi
Beberapa tokoh yang melahirkan aliran fenomenologi antara lain adalah:
a. Edmund Husserl (1859-1938)
Edmund Husserl merupakan tokoh aliran filsafat fenomenologi dan pencetus aliran ini
dari bangsa Jerman. Husserl memulai karirnya sebagai seorang ahli matematika,
kemudian pindah ke bidang filsafat. Ia beranggapan bahwa filsafat merupakan tugas
moral yang suci. Anggapan ini tumbuh ketika ia mencetuskan pendekatan filsafati
tentang phenomenologi. Menurut Husserl, fenomenologi merupakan dunia di mana

kita hidup. Kita dapat menganggap sepi objek apapun tetapi kita bisa menganggap
sepi kesadaran kita. Kajian tentang dunia yang kita hayati serta pengalaman kita yang
langsung tentang dunia tersebut merupakan pusat perhatian fenomenologi. Menurut
Husserl, fenomenologi memberikan pengetahuan yang perlu dan essensial tentang apa
yang ada. Benda dapat dilukiskan menurut kesadaran di mana ia ditemukan. Jadi
dalam hal ini fenomenologi dijelaskan sebagai kembali kepada benda, karena benda
adalah merupakan objek yang langsung dalam bentuknya yang murni. Menurut
Husserl, memahami fenomenologi sebagai suatu metode dan ajaran filsafat. Sebagai
metode, Husserl membentangkan langkah-langkah yang harus diambil agar sampai
pada fenomeno yang murni. Untuk melakukan itu, harus dimulai dengan subjek
(manusia) serta kesadarannya dan berusaha untuk kembali pada kesadaran murni.
Sedangkan sebagai filsafat, fenomenologi memberikan pengetahuan yang perlu dan
essensial tentang apa yang ada. Dengan kata lain, fenomenologi harus dikembalikan
kembali objek tersebut. Metode fenomenologi menurut Husserl, menekankan satu hal
penting yaitu, penundaan keputusan. Penundaan keputusan harus ditunda (epoche)
atau dikurung (bracketing) untuk memahami fenomena. Pengetahuan yang kita miliki
tentang fenomena itu harus kita tinggalkan atau lepaskan dulu, agar fenomena itu
dapat menampakkan dirinya sendiri.
Untuk memahami filsafat Husserl ada beberapa kata kunci yang perlu diketahui,
diantaranya adalah:
-

Fenomena adalah realitas esensi atau dalam fenomena terkandung pula


nomena (sesuatu yang berada di balik fenomena).

Pengamatan adalah aktivitas spiritual atau rohani.

Kesadaran adalah sesuatu yang intensional (terbuka dan terarah pada subjek)

Substansi adalah kongkret yang menggambarkan isi dan stuktur kenyataan dan
sekaligus bisa terjangkau.
Usaha untuk mencapai segala sesuatu itu harus melalui reduksi atau

penyaringan yang terdiri dari :


1. Reduksi fenomenologi, yaitu harus menyaring pengalaman-pengalaman dengan
maksud mendapat fenomena dalam wujud semurni-murninya. Dalam artian,kita harus
melepaskan benda-benda itu dari pandangan agama, adat istiadat, ilmu pengetahuan
dan ideologi.
2. Reduksi eidetis, yaitu dengan menyaring atau penempatan dalam tanda kurung
sebagai hal yang bukan eidos atau intisari atau hakikat gejala atau fenomena.

3. Reduksi transcendental, yaitu dalam penerapannya berdasarkan subjeknya sendiri


perbuatannya dan kesadaran yang murni.

Namun, menurut para pengikut fenomenologi suatu fenomena tidak selalu harus dapat
diamati dengan indera. Sebab, fenomena dapat juga dilihat atau ditilik secara ruhani
tanpa melewati indera, fenomena tidak perlu suatu peristiwa.
b. Martin Heidegger (1889 1976)

Martin Heidegger merupakan salah seorang murid Husserl yang memutuskan untuk terus
mempelajari filsafat Husserl setelah dia membaca karya llusser. Yang berjudul logical
Investigations. Martin Heidegger lahir di Baden, Jerman. Ia memperoleh gelar Doktor di
bidang filsafat dari universitas Freiburg tempat ia belajar dan menjadi asisten Husserl.
Menurut Heidgger, benda yang konkrit harus ditingkatkan, sehingga manusia itu terbuka
terhadap keseluruhan wujud. Dengan menemukan watak dinamis, manusia dapat
diselamatkan dari kekacauan dan frustasi yang mengancamnya seseorang harus hidup
secara otentik sebagai suatu anggota dari kelompok yang hanya tergoda oleh benda-benda
serta urusan hidup sehari-hari. Manusia harus memuatkan perhatiannya kepada kebenaran
yang dapat dia ungkapkan dan hayati dalam kehidupan .
Fenomenologi Heidegger adalah suatu ontologi menyangkut kenyataan. Fenomenologi
Heidegger berusaha memaknai Ada sebagai sebuah fenomen yang utama dari kesadaran
manusia. Kedua, dengan memahami fenomenologi Heidegger kita diarahkan untuk
memahami karyanya yang cukup sulit dipahami, yaitu tentang Ada dan Waktu. Ketiga,
sebagai seorang filsuf eksistensialis dan fenomenolog, Heidegger mengajak manusia
untuk kritis dan jeli dalam memaknai pengalaman sehari-hari, khususnya berkaitan
dengan begitu banyak penampakan yang mirip dan yang kerap menipu penglihatan
manusia.
c. Maurice Merleau-Ponty (1908 1961)
Maurice Merleau-Ponty lahir di Perancis dan meninggal di negeri itu pada tahun
1961. Dasar cara berpikir Maurice adalah ambiguitas; kalau ia berbicara tentang
badan, dia berbicara pula tentang roh dan sebaliknya. Ia beranggapan bahwa badan
bukanlah hal yang diraba, dilihat atau dipegang. Hal ini adalah menurut anatomi dan
filosofi. Badan adalah suatu misteri yang dilihat dan melihat, meraba dan diraba

(Brouwer, 1984 : 122). Merleau-Ponty berusaha menemukan kembali aktivitas psikis


belakang obyektivasi empiris. Untuk itu ia memakai metode fenomenologis yang
diciptakan Husserl. Merleau-Ponty berpendapat bahwa semua aktivitas kognisi
(mengenal) muncul dari aktivitas pengamatan, sehingga dia mengatakan bahwa ilmu
alam berakar dari kepercayaan terhadap pengamatan. Menurut Merleau, deskripsi
fenomenologis memberikan gambaran tentang dunia dalam proses, dan proses itu
tidak dapat diramalkan; yang dapat diberi deskripsi adalah hal-hal yang sudah jadi
(Titus, 1984 : 40).Sebagaimana halnya Husserl, ia yakin seorang filosof benar-benar
harus memulai kegiatannya dengan meneliti pengalaman. Pengalamannya sendiri
tentang realitas, dengan begitu ia menjauhkan diri dari dua ekstrim yaitu :
-

Pertama hanya meneliti atau mengulangi penelitian tentang apa yang telah
dikatakan orang tentang realita

Kedua hanya memperhatikan segi-segi luar dari pengalaman tanpa menyebutnyebut realitas sama sekali.

Walaupun Marlean-Ponty setuju dengan Husserl bahwa kitalah yang dapat


mengetahui dengan sesuatu dan kita hanya dapat mengetahui benda-benda yang dapat
dicapai oleh kesadaran manusia, namun ia mengatakan lebih jauh lagi, yakni bahwa
semua pengalaman perseptual membawa syarat yang essensial tentang sesuatu alam di
atas kesadaran. Oleh karena itu deskripsi fenomenologi yang dilakukan MarleanPonty tidak hanya berurusan dengan data rasa atau essensi saja, akan tetapi
menurutnya, kita melakukan perjumpaan perseptual dengan alam. Marlean-Porty
menegaskan sangat perlunya persepsi untuk mencapai yang real

d. Max Scheller (1874-1928)


Scheller berpendapat bahwa metode fenomenologi sama dengan cara tertentu untuk
memandang realitas. Dalam hubungan ini kita mengadakan hubungan langsung
dengan realitas berdasarkan intuisi (pengalaman fenomenologi). Menurutnya ada 3
fakta yang memegang peranan penting dalam pengalaman filsafat. Diantaranya
adalah:
-

Fakta natural, yaitu berdasarkan pengalaman inderawi yang menyangkut benda-benda


yang nampak dalam pengalaman biasa.

Fakta ilmiah, yaitu yang mulai melepas diri dari penerapan inderawi yang langsung
dan semakin abstrak.

Fakta fenomenologis, merupakan isi intuitif yang merupakan hakikat dari pengalaman
langsung.

e. Peter L. Berger
Menurut Peter L. Berger cara kerja Fenomenologi memaknai sebuah objek yang
berupa ide, nilai, budaya dan norma yang dilihat sebagai pusat organisasi yang
mensosialisasikan maknanya pada masing-masing anggotanya. Cara kerjanya dibagi
atas 3 bagian : Eksternalisasi, yaitu individu mempengaruhi masyarakat karena ia
bagian dari masyarakat itu sendiri. Objektifitas, yaitu proses dimana orang-orang
dapat menangkap dan memahami realitas, individu memaknakan kembali nilai dalam
kelompoknya. Internalisasi, yaitu masyarakat mempengaruhi individu di dalamnya.
Peresapan kembali realitas tersebut oleh manusia dan mentransformasikannya sekali
lagi dari struktur dunia objektif ke dalam struktur-struktur kesadarn subjektif. Fase
eksternalisasi dan objektifasi merupakan pembentukan masyarakat yang disebut
sebagai sosialisasi primer, yaitu saat dimana seseorang berusaha mendapatkan dan
membangun tempatnya dalam masyarakat.

f. Alfred Schutz (1899-1959)


Schutz dalam mendirikan fenomenologi sosial-nya telah mengawinkan fenomenologi
transendental-nya Husserl dengan konsep verstehen yang merupakan buah pemikiran
weber. Jika Husserl hanya memandang filsafat fenomenologi (transendental) sebagai
metode analisis yang digunakan untuk mengkaji sesuatu yang muncul, mengkaji
fenomena yang terjadi di sekitar kita. Tetapi Schutz melihat secara jelas implikasi
sosiologisnya didalam analisis ilmu pengetahuan, berbagai gagasan dan kesadaran.
Schutz tidak hanya menjelaskan dunia sosial semata, melainkan menjelaskan berbagai
hal mendasar dari konsep ilmu pengetahuan serta berbagai model teoritis dari realitas
yang ada. Dalam pandangan Schutz memang ada berbagai ragam realitas termasuk di
dalamnya dunia mimpi dan ketidakwarasan. Tetapi realitas yang tertinggi itu adalah
dunia keseharian yang memiliki sifat intersubyektif yang disebutnya sebagai the life
world. Menurut Schutz ada enam karakteristik yang sangat mendasar dari the life
world ini, yaitu pertama, wide-awakeness (ada unsur dari kesadaran yang berarti sadar
sepenuhnya). Kedua, reality (orang yakin akan eksistensi dunia). Ketiga, dalam dunia
keseharian orang-orang berinteraksi. Keempat, pengelaman dari seseorang merupakan

totalitas dari pengelaman dia sendiri. Kelima, dunia intersubyektif dicirikan terjadinya
komunikasi dan tindakan sosial. Keenam, adanya perspektif waktu dalam masyarakat.
Dalam the life wolrd ini terjadi dialektika yang memperjelas konsep dunia budaya
dan kebudayaan. Selain itu pada konsep ini Schutz juga menekankan adanya stock
of knowledge yang memfokuskan pada pengetahuan yang kita miliki atau dimiliki
seseorang. stock of knowledge terdiri dari knowledge of skills dan useful knowledge.
stock of knowledge sebenarnya merujuk pada

content (isi), meaning (makna),

intensity (intensitas), dan duration (waktu). Schutz juga sangat menaruh perhatian
pada dunia keseharian dan fokusnya hubungan antara dunia keseharian itu dengan
ilmu (science), khususnya ilmu sosial.

Menurut Sri Rejeki (2011) dalam bukunya Fenomenologi : Metode penelitian untuk
memahami pengalaman komunikasi , Ciri ciri penelitian fenomenologi yaitu :

1. Fokus pada sesuatu yang nampak, kembali kepada yang sebenarnya (esensi),
keluar dari rutinitas dan keluar dari apan yang diyakini sebagai kebenaran dan
kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari
2. Fenomenologi tertarik dengan keseluruhan, dengan mengamati entitas dari
berbagai sudut pandang dan perspektif, sampai didapat pandangan esensi dari
pengalaman atau fenomena yang diamati
3. Fenomenologi mencari makna dan hakikat dari penampakan dengan intuisi dan
refleksi dalam tindakan sadar melalui pengalaman. Makna ini yang pada akhirnya
membawa kepada ide, konsep, penilaian dan pemahaman yang hakiki.
4. Fenomenologi

mendeskripsikan

pengalaman,

bukan

menjelaskan

atau

menganalisanya. Sebuah deskripsi fenomenologi akan sangat dekat dengan


kealamiahan (tekstur, kualitas dan sifat-sifat penunjang) dari sesuatu. Sehingga
deskripsi akan mempertahankan fenomena itu seperti apa adanya dan
menonjolkan sifat alamiah dan makna dibaliknya
5. Fenomenologi berakar pada pertanyaan yang langsung berhubungan dengan
makna dari fenomena yang diamati. Dengan demikian peneliti fenomenologi akan
sangat dekat dengan fenomena yang diamati.

6. Interaktsi dari subjek dan objek. Persepsi peneliti akan sebanding dengan apa yang
dilihatnya. Pengalaman akan suatu tindakan akan membuat objek menjadi subjek
dan subjek menjadi objek.
7. Investigasi yang dilakukan dalam kerangka intersubjektif, realitas adalah satu
bagian dari proses secara keseluruhan.

Teknik Analisis Data Fenomenologi (John W.Cresswell)


Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi,
wawancara dan dokumentasi untuk memudahkan peneliti dalam memahami hasil temuan
penelitian agar sesuai dengan permasalahan yang akan di teliti. Cresswell dalam bukunya
Qualitative Inquiry and Research Design : Choosing Among Five Traditions mengemukakan
teknis analisis dan repersentasi data dalam fenomenologi sebagai berikut :
1. Peneliti memulai dengan mendeskripsikan secara menyeluruh pengalamannya
2. Peneliti kemudian menemukan pernyataan (dalam wawancara) tentang bagaimana
orang-orang memahami topik, rincian pernyataan memiliki nilai yang setara, serta
kembangkan rincian tersebut dengan tidak melakukan pengulangan atau tumpang
tindih
3. Pernyataan-pernyataan tersebut kemudian dikelompokan ke dalam unit-unit bermakna
(meaning unit), peneliti merinci unit-unit tersebut dan menuliskan sebuah penjelasan
teks (Tekstural description) tentang pengalamannya, termasuk contoh-contohnya
secara seksama.
4. Peneliti kemudian merefleksikan pemikirannya dan menggunakan variasi imajinatif
(imaginative variation) atau deskripsi struktural, mencari keseluruhan makna yang
memungkinkan dan melalui perspektif yang divergen (divergent perspective),
mempertimbangkan kerangka rujukan atas segala fenomena dan mengkonstruksikan
bagaimana gejala tersebut dialami.
5. Peneliti kemudian mengkonstruksikan seluruh penjelasannya tentang makna dan
esensi pengalamannya
6. Proses tersebut merupakan langkah awal peneliti mengungkapkan pengalamannya,
dan kemudian diikuti pengalaman seluruh partisipan setelah semua itu dilakukan,
kemudian ditulislah deskripsi gabungannya .

Analisis interpretasi data fenomenologi (Smith & osborn)

Data yang diperoleh dengan in-depth interview dapat dianalisis proses analisis data dengan
Interpretative Phenomenological Analysis sebagaiman ditulis oleh Smith (2009: 79-107).
Tahap-tahap Interpretative Phenomenological Analysis yang dilaksanakan sebagai berikut: 1)
Reading and re-reading; 2) Initial noting; 3) Developing Emergent themes; 4) Searching for
connections across emergent themes; 5) Moving the next cases; and 6) Looking for patterns
across cases. Masing-masing tahap analisis diuraikan sebagai berikut:

1. Reading and Re-reading


Dengan membaca dan membaca kembali peneliti menenggelamkan diri dalam data yang
original. Bentuk kegiatan tahap ini adalah menuliskan transkrip interviu dari rekaman audio
ke dalam transkrip dalam bentuk tulisan. Rekaman audio yang digunakan oleh peneliti
dipandang lebih membantu pendengaran peneliti dari pada transkrip dalam bentuk tulisan.
Imaginasi kata-kata dari partisipan ketika dibaca dan dibaca kembali oleh peneliti dari
transkrip akan membantu analisis yang lebih komplit. Tahap ini di laksanakan untuk
memberikan keyakinan bahwa partisipan penelitian benar-benar menjadi fokus analisis.
Peneliti memulai proses ini dengan anggapan bahwa setiap kata-kata partisipant sangat
penting untuk masuk dalam fase analisis dan data kata-kata itu diperlakukan secara aktif.
Membaca kembali data dengan model keseluruhan struktur interviu untuk selanjutnya
dikembangkan, dan juga memberikan kesempatan pada peneliti untuk memperoleh
pemahaman mengenai bagaimana narasi-narasi partisipant secara bersama-sama dapat terbagi
dalam beberapa bagian. Dengan membaca dan membaca kembali juga memudahkan
penilaian mengenai bagaimana hubungan dan kepercayaan yang dibangun antar interviu dan
kemudian memunculkan letak-letak dari bagian-bagian yang kaya dan lebih detail atau
sebenarnya kontradiksi dan paradox.
2. Initial Noting
Analisis tahap awal ini sangat mendetail dan mungkin menghabiskan waktu. Tahap ini
menguji isi/konten dari kata, kalimat dan bahasa yang digunakan partisipan dalam level
eksploratori. Analisis ini menjaga kelangsungan pemikiran yang terbuka (open mind) dan
mencatat segala sesuatu yang menarik dalam transkrip. Proses ini menumbuhkan dan

membuat sikap yang lebih familier terhadap transkrip data. Selain itu tahap ini juga memulai
mengidentifikasi secara spesifik cara-cara partisipan mengatakan tentang sesuatu, memahami
dan memikirkan mengenai isu-isu. Tahap 1 dan 2 ini melebur, dalam praktiknya dimulai
dengan membuat catatan pada transkrip. Peneliti memulai aktifitas dengan membaca,
kemudian membuat catatan eksploratori atau catatan umum yang dapat ditambahkan dengan
membaca berikutnya. Analisis ini hampir sama dengan analisis tekstual bebas. Di sini tidak
ada aturan apakah dikomentari atau tanpa persyaratan seperti membagi teks kedalam unit-unit
makna dan memberikan komentar-komentar pada masing-masing unit. Analisis ini dilakukan
dengan tujuan untuk menghasilkan seperangkat catatan dan komentar yang komprehensif dan
mendetail mengenai data. Beberapa bagian dari interviu mengandung data penelitian lebih
banyak dari pada yang lain dan akan lebih banyak makna dan komentar yang diberikan. Jadi
pada tahap ini peneliti mulai memberikan komentar dengan menduga pada apa yang ada pada
teks.

Aktifitas ini menggambarkan difusi kebijakan gender pada pola-polanya seperti

hubungan, proses, tempat, peristiwa, nilai dan prinsip-prinsip dan makna dari difusi kebijakan
gender bagi partisipan. Dari sini kemudian dikembangkan dan disamping itu peneliti akan
menemukan lebih banyak catatan interpretatif yang membantu untuk memahami bagaimana
dan mengapa partisipan tertarik dengan kebijakan gnder mainstreaming . Deskripsi yang
peneliti kembangkan melalui initial notes ini menjadi deskripsi inti dari komentar-komentar
yang jelas merupakan fokus dari fenomenologi dan sangat dekat dengan makna eksplisit
partisipant. Dalam hal ini termasuk melihat bahasa yang mereka gunakan, memikirkan
konteks dari ketertarikan mereka (dalam dunia kehidupan mereka), dan mengidentifukasi
konsep-konsep abstrak yang dapat membantu peneliti membuat kesadaran adanya pola-pola
makna dalam keterangan partisipan.

Data yang asli/original dari transkrip diberikan

komentar-komentar dengan menggunakan ilustrasi komentar eksploratory. Komentar


eksploratori dilaksanakan untuk memperoleh intisari. Komentar eksploratori meliputi
komentar deskriptif (descriptive comment), komentar bahasa (linguistic comment) dan
komentar konseptual (conceptual comment) yang dilakukan secara simultan.

Komentar

deskriptif difokuskan pada penggambaran isi/content dari apa yang dikatakan oleh participant
dan subjek dari perkataan dalam transkrip. Komentar bahasa difokuskan pada catatan
eksploratori yang memperhatikan pada penggunaan bahasa yang spesifik oleh participant.
Peneliti fokus pada isi dan dan makna dari bahasa yang disampaikan. Komentar konseptual
ini lebih interpretative difokuskan pada level yang konseptual. Koding yang konseptual ini
menggunakan bentuk bentuk yang interogatif (mempertanyakan).
Dalam pelaksanaannya peneliti akan menggunakan catatan berikut untuk melakukan analisis

pada hard copy dari transkrip, sbb:


Tabel Initial Comment

Setelah memberikan komentar eksploratori peneliti melakukan dekonstruksi (deconstruction).


Ini membantu peneliti untuk mengembangkan strategi de-kontekstualisasi yang membawa
peneliti pada fokus yang lebih detail dari setiap kata dan makna dari partisipan penelitian.
De-konstekstualisasi membantu mengembangkan penilaian yang secara alamiah diberikan
pada laporan-laporan partisipan dan dapat menekankan pentingnya konsteks dalam interviu
sebagai keseluruhan, dan membantu untuk melihat interrelationship (saling hubungan) antar
satu pengalaman dengan pengalaman lain. setelah dekonstruksi peneliti melakukan tinjauan
umum terhadap tulisan catatan awal (overview of writing initial notes). Langkah ini
dilaksanakan dengan memberikan catatan-catatan eksploratory yang dapat digunakan selama
mengeksplore data dengan cara: 1) Peneliti memulai dari transkrip, menggarisbawahi teksteks yang kelihatan penting. Pada saat setiap bagian teks digarisbawahi berusaha juga untuk
menuliskan dalam margin keterangan-keterangan mengapa sesuatu itu dipikirkan dan
digarisbawahi dan karena itu sesuatu itu dianggap penting; 2) Mengasosiasi secara bebas
teks-teks dari partisipan, menuliskan apapun yang muncul dalam pemikiran ketika membaca
kalimat-kalimat dan kata-kata tertentu. Ini adalah proses yang mengalir dengan teks-teks
secara detail, mengeksplore perbedaan pendekatan dari makna yang muncul dan dengan giat
menganalisis pada level yang interpretative.
3. Developing Emergent Themes (Mengembangkan kemunculan tema-tema)
Meskipun transkrip interviu merupakan tempat pusat data, akan tetapi data itu akan menjadi
lebih jelas dengan diberikannya komentar eksploratori (exploratory commenting) secara
komphrehensip. Dengan komentar eksploratori tersebut maka pada seperangkat data muncul
atau tumbuh secara substansial. Untuk memunculkan tema-tema peneliti mengatur perubahan
data dengan menganalisis secara simultan, berusaha mengurangi volume yang detail dari data
yang berupa transkrip dan catatan awal yang masih ruwet (complexity) untuk di mapping

kesalinghubungannya (interrelationship), hubungan (connection) dan pola-pola antar catatan


eksploratori. Pada tahap ini analisis terutama pada catatatan awal lebih yang dari sekedar
transkrip. Komentar eksploratori yang dilakukan secara komprehensip sangat mendekatkan
pada simpulan dari transktip yang asli. Analisis komentar-komentar eksploratori untuk
mengidentifikasi munculnya tema-tema termasuk untuk memfokuskan sehingga sebagian
besar transkrip menjadi jelas. Proses mengidentifikasi munculnya tema-tema termasuk
kemungkinan peneliti mengobrak-abrik kembali alur narasi dari interviu jika peneliti pada
narasi awal tidak merasa comfortable. Untuk itu peneliti melakukan reorganisasi data
pengalaman partisipan. Proses ini merepresentasikan lingkaran hermeneutik. Keaslian
interviu secara keseluruhan menjadi seperangkat dari bagian yang dianalisis, tetapi secara
bersama-sama menjadi keseluruhan yang baru yang merupakan akhir dari analisis dalam
melukiskan suatu peristiwa dengan terperinci. Untuk memunculkan tema-tema dari komentar
eksploratori menggunakan tabel pencatatan sebagai berikut:
Tabel Mengembangkan Kemunculan Tema-tema

4. .Searching for connection a cross emergent themes


Partisipan penelitian memegang peran penting semenjak mengumpulkan data dan membuat
komentar eksploratori. Atau dengan kata lain pengumpulan data dan pembuatan komentar
eksploratori di lakukan dengan berorientasi pada partisipan. Mencari hubungan antar tematema yang muncul dilakukan setelah peneliti menetapkan seperangkat tema-tema dalam
transkrip dan tema-tema telah diurutkan secara kronologis. Hubungan antar tema-tema ini
dikembangkan dalam bentuk grafik atau mapping/pemetaan dan memikirkan tema-tema yang
bersesuaian satu sama lain. Level analisis ini tidak ada ketentuan resmi yang berlaku. Peneliti
didorong untuk mengeksplore dan mengenalkan sesuatu yang baru dari hasil penelitiannya
dalam term pengorganisasian analisis. Tidak semua tema yang muncul harus digabungkan

dalam tahap analisis ini, beberapa tema mungkin akan dibuang. Analisis ini tergantung pada
keseluruhan dari pertanyaan penelitian dan ruang lingkup penelitian.Mencari makna dari
sketsa tema-tema yang muncul dan saling bersesuaian dan menghasilkan struktur yang
memberikan pada peneliti hal-hal yang penting dari semua data dan aspek-aspek yang
menarik dan penting dari keterangan-keterangan partisipan. Hubungan-hubungan atau
koneksi-koneksi yang mungkin muncul dalam Interpretative Pheno-menology Analysis
selama proses analisis meliputi: Abstraction, Subsumtion, Polarization, Contextualization,
Numeration, dan Function.
5.Moving the next cases
Tahap analisis 1- 4 dilakukan pada setiap satu kasus/partisipan. Jika satu kasus selesai dan
dituliskan hasil analisisnya maka tahap selanjutnya berpindah pada kasus atau partisipan
berikutnya hingga selesai semua kasus. Langkah ini dilakukan pada semua transkrip
partisipan, dengan cara mengulang proses yang sama.
6. Looking for patterns across cases
Tahap akhir merupakan tahap keenam dalam analisis ini adalah mencari pola-pola yang
muncul antar kasus/partisipan. Apakah hubungan yang terjadi antar kasus, dan bagaimana
tema-tema yang ditemukan dalam kasus-kasus yang lain memandu peneliti melakukan
penggambaran dan pelabelan kembali pada tema-tema. Pada tahap ini dibuat master table
dari tema-tema untuk satu kasus atau kelompok kasus dalam sebuah institusi/ organisasi

Contoh studi Thesis Komunikasi Fenomenologi

ABSTRAK
Realitas Komunitas AyahASI : Ekspresi Trend Social Media dan gaya Hidup Masyarakat
Urban (Studi Fenomenologi Identitas diri AyahASI)
AyahASI adalah sebuah komunitas yang berupaya mengkampanyekan pentingnya ASI dan
perah ayah dalam proses menyusui. Di Indonesia supporting group ASI umumnya diinisiasi
oleh kaum perempuan, seperti sudah menjadi stereotipe bahwa menyusui dan pengurusan
anak adalah hanya menjadi urusan perempuan. Hal tersebut dikarenakan adanya system
patiarkir dan bias gender yang telah di tanamkan dalam pola asuh sejak kecil pada

masyarakat Indonesia. Kehadiran komunitas ayahASI berusaha menepis stereotipe tersebut,


bahwa pengurusan anak dan menyusui memerlukan keterlibatan ayah dalam keberhasilannya.
Bagaimana para ayahASI memaknai identitas diri mereka sebagai ayahASI didalam
komunitas ayahASI berdasarkan identitas dirinya tersebut. Studi fenomenologi adalah sebuah
studi tentang makna yang didapat dari pengalaman sadar orang-orang yang mengalaminya
langsung. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Fenomenologi Schutz,
Konstruksi Realitas Peter & Berger serta Teori Interaksi Simbolik Mead. Data primer pada
penelitian ini adalah melalui wawancara mendalam kepada 8 orang informan yaitu 5 orang
founder ayahASI dan 3 orang ayahASI lokal, serta observasi langsung kedalam kegiatan
komunitas AyahASIRun, SharingSession, Familydays serta Kopdarnas AyahASI. Sehingga
penelitian ini mengkategorikan 3 tipikasi identitas AyahASi berdasarkan motive keterlibatan
dan karateristik mereka didalam komunitas. Tipikal AyahASI Communityman itu memiliki
motive masa lalu dengan karateristik pasif dan sebagai pengamat. AyahASI Trendy memiliki
motive masa depan sebagai personal branding untuk memiliki citra positif, karateristik dari
AyahASI ini adalah aktif tampil diberbagai kegiatan komunitas dan media dan terakhir
adalah AyahASI in Passion motive masa depan, karateristik mereka adalah melakukan
kampanye ASI baik di media sosial maupun lingkungan keseharian. Adapun makna realitas
komunitas AyahASI bagi para AyahASI yang terlibat didalamnnya adalah sebagai sebuah
keluarga baru bagi para ayah dengan identitas Communityman, sebuah reference group bagi
AyahASI trendy dan sebuah sosial movement bagi AyahASI in Passion. Hasil
intersubjektivitas penelitian ini adalah bahwa komunitas AyahASI yang semula seperti
mengusung sebuah ideology ASI dan Parenting dalam berbagi kegiatan kampanye nya,
seiring berjalannya waktu ternyata hanyalah menjadi sebuah kesenangan saja. Komunitas
AyahASI ini seiring dengan popularitasnya dimasyarakat menjadi sarana eksistensi diri,
narsisme, kesenangan dan berteman. Hingga didapat makna derajat kedua dari realitas
AyahASI dalah sebagai ekspresi trend media sosial dan Gaya hidup masyarakat urban.

Tinjauan Pustaka (Teori & Konsep)


1. Teori Fenomenologi
2. Teori Konstruksi Realitas
3. Teori Interaksi Simbolik
4. Komunitas Sebagai Realitas Komunikasi Kelompok (Konsep Komunikasi Kelompok)

5. Computer Mediated Communication (Konsep Microbloging Media Sosial)


6. Teknologi Komunikasi dan Gaya Hidup Masyarakat Urban (Konsep Sosial)
7. Fatherhood Parenting Concept

Masalah penelitian
Konsep AyahASI bagi sebagian besar masyarakat Indonesia masih sangat awam karena
adanya stereotip bahwa menyusui adalah hanya menjadi urusan perempuan. Bagi sebagian
orang yang belum mendapatkan informasi mengenai komunitas ini masih menganggap
komunitas ini sebagai komunitas bapak - bapak yang aneh dan kurang kerjaan. Namun bagi
mereka yang telah mengetahui komunitas ini melalui berbagai kampanye media sosial,
mereka cenderung mengidolakan bahkan menganggap komunitas ini sebagai gambarah ayan
ideal khususnya bagi para perempuan. Seperti apa sesungguhnya realitas sosial dari
komunitas AyahASI berdasarkan pemaknaan subjektif

pada ayahASI yang mengalami

langsung fenomena sosial tersebut? Bagaimanakah mereka menjalani perannya sebagai


ayahASI didalam komunitas maupun aplikasi nyata didalam keluarganya? Alasan dan
motivasi apa yang membuat mereka mau terlibat dalam komunitas ini? Bagaimana
sesungguhnya konsep diri mereka dalam menjalani peran sebagai bagian dalam komunitas
ayahASI? Realitas AyahASI diatas merupakan gambaran besar yang akan diangkat menjadi
permasalahan dalam penelitian ini. Sesuai dengan pandangan fenomenologi Schutz yang
menggabungkan tanscendental husssel dan versche weberian, serta Interaksi Simbolik yang
telah dibahas diawal. Melalui studi Fnomenologi sebagai sebuah studi yang bertujuan
mengungkap pemahaman sadar subjektif mengenai sebuah fenomena sosial. Maka fokus
penelitian adalah : Bagaimana Para AyahASI memaknai relitas sosial komunitas AyahASI
berdasarkan identitas diri mereka sebagai AyahASI yang terbentuk melalui interaksi dan
komunikasi kelompok didalam komunitas ayahASI.
Rumusan masalah :
1. Bagaimana identitas diri AyahASI, motif apa yang mendorong mereka untuk terlibat
dalam interaksi dan komunikasi kelompok didalam komunitas ayahASI? Seperti apa
konsep diri para AyahASI dalam memaknai diri mereka sebagai AyahASI?
2. Bagaimana sesungguhnya realitas sosial dari komunitas ayahASI ini dalam
pemaknaan subjektif para AyahASI, berdasarkan identitas diri mereka sebagai

AyahASI yang terbentuk melalui interaksi dan komunikasi kelompok didalam


komunitas AyahASI

Maksud dan Tujuan Penelitian :

1. Mengetahui identitas diri AyahASI, motive serta konsep diri yang dirasakan,
dipahami dan dialami oleh komunitas AyahASI sehubungan dengan keterlibatan
mereka dalam interaksi dan komunikasi kelompok didalam komunitas AyahASI.
2. Mengetahui bagaiamana makna realitas sosial dari komunitas AyahASI dalam
pandangan subjektif AyahASI berdasarkan identitas diri mereka sebagai AyahASi
yang terbentuk melalui interaksi dan komunikasi kelompok didalam komunitas
AyahASI.
3. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan realitas AyahASI melalui pemaknaan
sadar para Ayah berdasarkan identitas diri mereka sebagai ayahASI didalam
komunitas AyahASI

Metode Penelitian :
Sejalan dengan paradigma konstruktivisme pendekatan kualitatif yang bersifat interpretif,
maka fenomenologi adalah cara membangun pemahaman tentang realitas. Dimana
pemahaman dibangun dari sudut pandang para aktor sosial yang mengalami perisitiwa dalam
kehidupannya. Dalam mencapai pemahaman ada aktifitas interpretasi atau pemaknaan.
Pemahaman yang dicapai dalam tataran personal merupakan konstuksi personal realitas.
Tugas peneliti kemudian adalah melakukan deskripsi struktural guna mendapatkan konstruksi
sosial relitas. Dalam konteks ini ada upaya intersubjektifitas yang didapatkan peneliti melalui
interaksi dengan aktor yang diteliti.

Daftar Pustaka
Syamsul Arifin, Fenomenologi Agama, Pasuruan: PT.GAROEDA BUANA INDAH, 1996
Ali Maksum, Pengantar filsafat; dari Masa klasik hingga Postmodern, (Yogyakarta: ARRUZZ MEDIA, 2011), 368
Ardianto, Elvinaro & Bambang Q.Anees. 2007. Filsafat Ilmu Komunikasi. Bandung:
Simbiosa Rekatama Media.
Ardianto, Elvinaro. 2010. Metodologi Penelitian untuk Publik Relation Kuantitatif dan
Kualitatif. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Kuswarno, Engkus. 2009. Fenomenologi (fenomena pengemis kota bandung). Bandung:
Widya Padjadjaran.
Littlejohn, Stephen W & Karen A.Foss. 2009. Teori Komunikasi (Theories of Human
Communication). Jakarta: Salemba Humanika.

Burhan bungin. 2011. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan
Ilmu Sosial Lainnya.
Nina W Syam. 2012. Sosiologi sebagai Akar ilmu Komunikasi
Cresswell .
Engkus Kuswanto.2009. Metodologi penelitian komuikasi fenomenologi Konsepsi, Pedoman
dan Contoh penelitiannya.

Website
https://www.google.co.id/
https://id.wikipedia.org/wiki/
http://ichapastia.blogspot.co.id/2011/11/fenomenologi-sosial-dari-alfred-schutz.html
https://ambilgratis.com/2013/10/31/teori-fenomenologi-edmund-husserl/
http://kolomsosiologi.blogspot.co.id/2013/06/fenomenologi-jean-paul-sartre-edmund.html

Anda mungkin juga menyukai