Anda di halaman 1dari 17

Konsep Kesadaran Jean-Paul Sartre

1.1. Latar Belakang Masalah

Sebagai seorang muslim, sudah seharusnya memantapkan pijakan pada ajaran


islam dan mengikutsertakan tuhan dalam segala hal, termasuk dalam hal kesadaran.
Seperti salah satu tokoh fiosof muslim yang sangat terkenal dengan teori iluminasinya, ia
adalah Syihabuddin As-Suhrawardi. Ia berpandangan bahwa kesadaran manusia
bersumber pada satu entitas, yaitu Tuhan1 yang ia sebut dengan nur al-anwar.2 nur al-
anwar itulah yang kemudian menjadi sumber kesadaran dan kebebasan bagi manusia.
Berbeda dengan Sartre yang terkenal dengan pemikirannya yang radikal dan terkesan
meniadakan peran tuhan dalam kehidupan manusia, terutama dalam konsepnya tentang
kesadaran dan eksistensi manusia.3

Jean-Paul Sartre, seorang filsuf eksistensialisme berkebangsaan Prancis ini banyak


memberikan pengaruh terhadap pola pandang manusia modern di masa ini. 4 Pemikiran-
pemikirannya yang radikal dan sangat menjunjung tinggi kebebasan dan kemanusiaan
telah menjadi ketertarikan tersenidiri bagi kalangan pemikir modern.5 Pasalnya, Sartre
membawakan pikiran-pikiran yang sesuai dengan pola pandang masyarakat di masa ini,
yaitu sekularisme dan materialisme yang akan penulis bahas pada bab selanjutnya.

Banyak perdebatan yang terjadi ketika dikatakan jika Sartre adalah seorang
pengusung materialisme. Hal tersebut dikarenakan pikiran-pikiran Sartre banyak
terpengaruh oleh sosok Hegel, Rene Descrates, dan Edmund Husserl yang memiliki corak
pikiran idealis.6 Tapi ada yang perlu diperhatikan, yaitu konsepnya tentang fenomenologi,
kesadaran dan eksistensi manusia sangat terkesan materialistik seperti penjelasan Sartre
sendiri dalam bukunya Psikologi Imajinasi 7 dan beberapa karyanya seperti “Transendensi
Ego” dan Theory of Emotion”.

1
Eko Sumandi, “Teori Pengetahuan Isyraqiyyah (Illuminasi) Syihabuddin Suhrawardi,” Jurnal Fikrah :
Jurna; I;mu Aqidah dan Studi Keagamaan 3, no. 2 (2015).
2
Dr. Aksin Wijaya, Satu Islam Ragam Epistimologi : Dari Epistimologi Teosentris Ke Antroposentris
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014).
3
T.Z. ZLavine, From Socrates to Sartre (Yogyakarta: Immortal Publishing dan Octopus, 2020). 467
4
Paul Strathern, 90 Menit Bersama Sartre (jakarta: Erlangga, 2001), h. 1-3.
5
T.Z. ZLavine, From Socrates to Sartre (Yogyakarta: Immortal Publishing dan Octopus, 2020), h. 428-432.
6
Sihol Farida Tambunan, “Filsafat Eksistensialisme Sartre the Freedom of Human ’ S Individualism in the
Twenthieth Century : Sartre ’ S Philosophy of Existensialism,” Jurnal Masyarakat &Budaya 18, no. 2
(2016): 215–232.
7
Jean-Paul Sartre, Psikologi Imajinasi, terj. Selvester G. Sukur (Yogyakarta: NARASI, 2016), h. 19.
Pemikiran Sartre yang paling fenomenal dan menjadi suatu pemikiran yang
monumental adalah konsepnya tentang Humanisme. Ia mengatakan bahwa Humanisme
adalah eksistensialisme begitu pula sebaliknya.8 Sedangkan eksistensialisme sendiri
merupakan kebebasan absolut yang dimiliki oleh manusia. Manusia dikatakan bebas
ketika ia mendasari seluruh perbuatannnya dengan pilihan-pilihan dan kehendaknya
sendiri tanpa adanya batasan dari siapapun, termasuk Tuhan yang menurut Sartre
dianggap sebagai penghapus kebebasan manusia.9 Dari konsep eksistensinya tersebutlah
lahir slogannya yang popular, “Neraka adalah orang lain”.

Konsepnya tentang kebebasan yang merupakan eksistensi manusia tersebut


sebenarnya berasal dari pandangannya tentang fenomena atau konsepnya tentang
fenomenologi. Dikatakan bahwa eksistensialisme merupakan filsafat yang berbicara
tentang “ada”. Dalam bukunya Being and Nothingness, Sartre menjelaskan eksistensi
manusia dalam fenomena etre-in-soi dan etre-pour-soi. Keduanya merupakan gambaran
dari sebuah keberadaan sekaligus kesadaran.10

Etre-en Soi berarti “ada dalam dirinya”. Dalam hal ini maksudnya adalah segala
hal yang tidak sadar apakah ia merupakan objek ataupun subjek atau dengan kata lain
adalah dunia benda-benda yang tidak memiliki kesadaran. Sedangkan etre-pour Soi
berarti “ada untuk dirinya” maksudnya adalah segala hal yang menyadari keberadaannya
sendiri dan keberadaan objek di sekitarnya. Fenomena ini hanya ada dalam diri manusia
yang mampu memberikan makna kepada objek dengan kesadarannya..11

Berdasarkan hal di atas, kebebasan manusia yang paling dasar adalah kebebasan
untuk membedakan antara dirinya dengan benda lain, atau benda ini dengan benda itu.
Selain itu, manusia juga memiliki kemampuan untuk mencari tahu kemungkinan-
kemungkinan yang ada sekaligus mencari penyangkalan terhadap segala sesuatu yang
berbeda dengan menggunakan kesadaran yang dimilikinya.12

Sedangkan hubungan antara kebebasan sebagai eksistensi manusia dan konsep


tentang fenomenologi dalam kajjian kesadaran sendiri adalah bahwasanya

8
Jean-Paul Sartre, Eksistensialisme Adalah Humanisme, terj. Noa Deghaska (Yogyakarta: CV Jalan Baru,
2021), h. 28.
9
Ibid, h. 72-73.
10
Syukri Alfauzi, “Tema Sentral Dalam Pemikiran Jean Paul Sartre,” TAJDID : Jurnal Ilmu Keislaman dan
Ushuluddin 22, no. 1 (2019): 44–59.
11
Sihol Farida Tambunan, “Filsafat Eksistensialisme Sartre the Freedom of Human ’ S Individualism in the
Twenthieth Century : Sartre ’ S Philosophy of Existensialism.”
12
Ibid.
eksistensialisme mendasarkan diri pada prinsip-prinsip fenomenologi yang berfokus pada
eksplorasi kehidupan dunia makhluk sadar (Etre-Pour-Soi) dan jalan kehidupan manusia
sebagai subjek yang sadar. Hal tersebut terjadi hanya dalam fenomenologi yang di
dalamnya peran eksistensialisme sangat diperlukan.13

Kesadaran manusialah yang dalam pandangan para filosof fenomenologi seperti


Heidegger dan Husserl merupakan awal dari sebuah fenomena. Kesadaran memberikan
sebuah susunan dan kualitas perasaan terhadap feniomena yang ada. 14 Atau dengan kata
lain, kesadaran manusia selalu berupa kesadaran terhadap objek yang ada dan
mempengaruhi keberadaannya15 sekaligus memberikan makna kepada benda-benda tak
sadar atau etre-in-soi.16

Seperti halnya pendapat Hegel, bahwasannya fenomena yang tampak dan dialami
manusia merupakan sebuah hasil kegiatan yang beraneka ragam dan merupakan runtutun
konsep kesadaran manusia yang bersifat relative terhadap budaya dan sejarah.17 Oleh
karenanya para filosof fenomenologi yang juga mengkaji soal kesadaran seperti Sartre,
Heidegger, dan Husserl menolak empirisme, sistem dialektika metafisik yang
mensintesiskan segala hal dan metode ilmiah dengan alasan bahwa hal tersebut dapat
menghilangkan peran kesadaran dalam memahami dunia.18

Seperti yang dijelaskan penulis sebelumnya bahwa pemikiran Sartre dipengaruhi


oleh para filosof idealis seperti Hegel, Edmund Husserl dan Rene Descrates. Tapi di sisi
lain penjelasan Sartre yang terdapat pada karyanya Transendensi ego, menunjukkan
bahwa teori tentang Cogito yang dibawakan oleh Descrates terkesan tidak membumi,
karena Cogito Descrates terkesan tertutup dan terpisah dari dunia real, atau dengan kata
lain cogito Descrates terkukung dalam pikiran.19 Oleh karenanya Sartre menerapkan
metodologi intensionalitas Husserl dalam membangun konsep kesadarannya. 20 Sartre
bukan mengambil sepenuhnya pemikiran Husserl tersebut, Sartre memberikan sedikir
modifikasi di dalamnya yang tampak pada karyanya Transendensi Ego.21 Yaitu dengan
13
T.Z. ZLavine, From Socrates to Sartre. 474
14
Ibid. 474
15
Jean-Paul Sartre, Psikologi Imajinasi. 21
16
Elvira Purnamasari, “Kebebasan Manusia Dalam Filsafat Eksistensialisme (Studi Komparasi
Pemikiranmuhammad Iqbal Dan Jean Paul Sartre),” Manthiq 2 (2017): 119–133.
17
T.Z. ZLavine, From Socrates to Sartre. 471
18
Ibid. 471
19
Alfauzi, “Tema Sentral Dalam Pemikiran Jean Paul Sartre.”
20
Syukri Alfauzi, “Tema Sentral Dalam Pemikiran Jean Paul Sartre,” TAJDID : Jurnal Ilmu Keislaman
Dan Ushuluddin 22, no. 1 (2019): 44–59.
21
Jean-Paul Sartre, Transendensi Ego (Yogyakarta: CIRCA, 2019).
memasukkan corak materialisme di dalamnya22 yang memberikan potensi untuk
meniadakan peran Tuhan dalam konsep kesadaran dan kebebasan manusia.

Dari penjabaran di atas dapat ditarik suatu rangkaian sebab akibat bahwasannya
konsep tentang eksistensi manusia yang digagas oleh Sartre memberikan dampak
terhadap hilangnya peran Tuhan23 dan menjadikan manusia lain selain dirinya merupakan
sebuah ancaman bagi eksistensi manusia.24 Semua itu dilandasi oleh pandangannnya
tentang kesadaran yang kemudian membentuk sebuah konsep tentang kebebasan
manusia.25

Berbeda dengan kebanyakan filsuf yang mengatakan bahwa kesadaran tersusun


dari imanjinasi, presepsi dan konsepsi.26 Dalam pandangan Sartre, ketiga hal itu
merupakan satu kesatuan yaitu kesadaran.27 dalam hal ini, Sartre memberikan warna baru
bagi teori tentang kesadaran dan sangat perlu pengkajian lebih lanjut. Disamping itu,
permasalahan mengenai kesadaran sendiri memberikan pengaruh yang sangat besar bagi
pemikiran Sartre yang terkesan ateis.

Penelitian kali ini akan membahas konsep kesadaran Sartre yang merupakan
landasan eksistensialismenya. Oleh karena itu, kesadaran yang penulis maksud adalah
kesadaran dalam kerangka fenomenologi dan eksistensialisme yang diusung oleh Jean-
Paul Sartre dengan kembali pada sudut pandang islam. Dengan adanya penelitian ini,
diharapkan dapat mengurai cara pandang tentang kesadaran yang tidak sesuai dengan
pandangan islam.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka kajian kali ini akan menjelaskan tentang :

1. Bagaimana Konsep Kesadaran Jean-Paul Sartre?


2. Apa dampaknya terhadap eksistensi dan peran Tuhan tuhan?

22
Jean-Paul Sartre, Psikologi Imajinasi. 14
23
Purnamasari, “Kebebasan Manusia Dalam Filsafat Eksistensialisme (Studi Komparasi
Pemikiranmuhammad Iqbal Dan Jean Paul Sartre).”
24
Jean-Paul Sartre, Being and Nothingness (Washington DC: Washington Square Press, 1953). 263
25
Jean-Paul Sartre, Psikologi Imajinasi. 20
26
Sihol Farida Tambunan, “Filsafat Eksistensialisme Sartre the Freedom of Human ’ S Individualism in the
Twenthieth Century : Sartre ’ S Philosophy of Existensialism.”
27
Jean-Paul Sartre, Psikologi Imajinasi…, h. 12.
1.3. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, tujuan dari kajian ini adalah mengetahui konsep
kesadaran Jean-Paul Sartre dan dampaknya terhadap hilangnya peran Tuhan dalam
kebebasan dan eksistensi manusia.

1.4. Kegunaan penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini mencakup dua hal, yaitu akademis dan
praktis. Secara akademis penelitian ini bertujuan memberikan penjabaran mengenai titik
penolakan Sartre terhadap adanya peran tuhan dalam kebebasan dan eksistensi manusia.
Sedangkan Secara praktis, penelitian ini bertujuan untuk mengurangi dampak pemikiran
ateis yang bersumber pada materialisme Barat.

1.5. Kajian Pustaka

1.5.1. Penelitian Terdahulu

Dalam melakukan sebuah kegiatan penelitian, ada hal yang sangat perlu menjadi
perhatian setiap peneliti, yaitu mengamati dan mengkaji kajian-kajian terdahulu. Dari
pengkajian terhadap peneliatian terdahulu, setiap peneliti dapat menemukan letak
pembahasan, tujuan, dan cara penelitian guna membuat sebuah penelitian baru. 28 Oleh
karena itu, dalam bab ini akan dijabarkan hasil pengkajian penulis terhadap penelitian
terdahulu.

Pertama, penelitian terdahulu yang pertama kali penulis bahas adalah skripsi yang
ditulis oleh Diana Mella Yussafina mahasiswa UIN Walisongo Semarang dengan judul
“Eksistensialisme Jean Paul Sartre dan Relevansinya dengan Moral Manusia. Tujuan dari
penelitian tersebut adalah mencari tahu konsep eksistensialisme Sartre dan relevansinya
dengan moral manusia dalam ajaran islam. Konsep eksistensialisme Sartre memberikan
kebebasan kepada manusia tanpa ada batasan apapu., sehingga hal yang bermoral adalah
jika seseorang berbuat sesuai keinginan dan kebebasannya.29 Perbedaan penelitian yang
dilakukan penulis dan penelitian tersebut terletak pada focus dan latar bekang kajiannya.
Penulis berangkat dari latar belakang mengenai konsep eksistensialisme yang
berlandaskan atas kesadaran manusia dan dampaknya terhadap hilangnya peran Tuhan.

28
Kaelan M.S, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat (Yogyakarta: Penerbit Paradigma, 2005).
29
Diana Mella Yussafina, “Eksistensialisme Jean Paul Sartre Dan Relevansinya Dengan Moral Manusia,”
UIN Walisongo (2015): 1–185.
Sedangkan penelitian tersebut berangkat dari latar belakang permasalahan moral dan
berfokus pada eksistensi manusia.

Kedua, untuk penelitian kali ini berupa skripsi yang ditulis oleh Maya Revonita,
mahasiswa IAIN Ponorogo dengan judul “Eksistensialisme Jean Paul Sartre dalam Sudut
Pandang Psikologi Islam”. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengurai konsep
eksistensialisme Sartre dan kebebasan manusia yang menghilangkan peran Tuahan dalam
kehidupan manusia.30 Dalam penelitian tersebut lebih banyak menjabarkan perbandingan
antara konsep Kebebasan manusia menurut Sartre yang terkesan ateis dengan kebebasan
dalam sudut pandang psikologi islam, selain itu sudut pandang yang digunakan adalah
sudut pandang psikologi. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan penulis berfokus
pada konsep kesadaran yang berdampak pada hilangnya peran Tuhan dalam kehidupan
manusia dalam sudut pandang filsafat.

Ketiga, penelitian yang ditulis oleh Joy Moses E Simbolon dan diterbitkan dalam
Jurnal Teologi “Cultivation” dengan judul “Eksistensialisme Tuhan (Analisis Terhadap
Pandangan Jean Paul Sartre)”. Penelitian tersebut bertujuan untuk menjelaskan konsep
tentang eksistensi tuhan dalam pandangan Sartre yang berpandangan bahwa keberadaan
Tuhan hanya menghilangkan kemanusiaan. Pada penelitian tersebut hanya dijabarkan
peran tuhan dalam eksistensi manusia dalam sudut pandang Sartre yang berakhir pada
kesimpulan bahwa eksistensi tuhan hanya mereduksi eksistensi manusia. 31 Berbeda
dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis dimana penelitian kali ini bertujuan
untuk menjabarkan konsep kesadaran Sartre dan dampaknya pada peran Tuhan..

Keempat, Artikel yang ditulis oleh Anas Ahmad dalam jurnal “Parafrase” dengan
judul “Agama dalam Kerangka Pikir Ateisme Jean-Paul Sartre”. Penelitian tersebut
berfokus pada sejarah kehidupan Srtre yang kemudian membentuk pola pikir Ateis dalam
dirinya, termasuk dalam konsepnya tentang eksistensialisme. 32 Berbeda dengan penelitian
yang akan dilakukan penulis, dimana penulis mengkaji konsep kesadaran Sartre dengan
landasan agama dan berfokus pada acara pandang Sartre terhadapa kesadaran manuisia
yang pada akhirnnya menghilangkan peran Tuhan.

30
Maya Revonita, “EKSISTENSIALISME JEAN PAUL SARTRE DALAM SUDUT PANDANG
PSIKOLOGI ISLAM,” IAIN Ponorogo (2021).
31
Joy Moses E Simbolon, “Eksistensialisme Tuhan Analisis Terhadap Pandangan Dan Kritik Jean-Paul
Sartre,” Jurnal Teologi Cultivation 4, no. 1 (2020): 93–103.
32
Anas Ahmad, “Agama Dalam Kerangka Pikir Ateisme Jean-Paul Sartre,” Parafrase 9, no. 2 (2009): 36–
42.
Kelima, artikel yang ditulis oleh Sihol Farida Tambunan dengan judul “Kebebasan
Manusia Abad 20 : Filsaffat Eksistensialisme Sartre”. Dalam penelitian tersebut
membahas konsep kebebasan dalam bangunan eksistensialisme Sartre.33 Berbeda dengan
penelitian yang akan dilakukan penulis, dimana penulis berfokus pada landasan dasar
konsep kebebasan Sartre, yaitu konsepnya tentang kesadaran.

Keenam, artikel dari London School of Economics and Political Science, UK,
yang ditulis oleh Durukan Kuzu dengan judul “Heidegger and Sartre Phenomenological
Conception of Self and the Ontology of Architecture. Dalam artikel penelitian tersebut,
penulis membahas tentang kritik struktur kesadaran diri Heidegger menggunakan konsep
kesadaran Sartre, dengankata lain penulis menggunakan konsep kesadaran Sartre hanya
untuk landasan kritik terhadap Heidegger. Berbeda dengan penelitian kali ini yang
berfokus pada konsep dan struktur kesadaran Sartre sendiri.34

1.5.2 Kerangka Teori

Pada penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan filosofis, yang
merupakan suatu bidang studi dengan berfokus kepada pemurnian aspek ontologis,
epistimologis, dan aksiologis.35 Hal tersebut didasari oleh data yang diambil peneliti
berupa teori-teori filsafat, tepatnya filsafat eksistensialisme36 dan fenomenologi37.

Kedua aliran filsafat tersebut merupakan jembatan bagi penulis untuk dapat
memahami konsep kesadaran Sartre. Hal tersebut dikarenakan kesadaran merupakan
salah satu tema utama dalam kajian eksistensialisme. 38
Sedangkan filsafat fenomenologi
sendiri yang dikenal melalui Edmund Hussertl merupakan suatu ilmu mengenai
penampakan. Dalam artian bahwa fenomenologi merupakan sebuah kajian tentang segala
hal yang menampakkan diri kepada pengalaman subjek tanpa perlu adanya esensi di balik
objek seperti halnya pendapat Kant tentang frnomena. Menurut para filosof
fenomenologi, berbicara tentang esensi di balik objek kesadaran merupakan suatu usaha
yang sia-sia39.

33
Sihol Farida Tambunan, “Filsafat Eksistensialisme Sartre the Freedom of Human ’ S Individualism in the
Twenthieth Century : Sartre ’ S Philosophy of Existensialism.”
34
Durukan Kuzu, “Heidegger and Sartre Phenomenological Conceptions of the ‘Self’ and Ontology of
Architecture,” Human Architecture : Journal and Sociology of Self Knowladge ix, no. 1 (2011): 81–88.
35
Kaelan M.S, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat. 5
36
T.Z. ZLavine, From Socrates to Sartre.403
37
Ibid.421
38
Ibid. 397
39
Adian Donny Gahral, Pengantar Fenomenologi (Depok: Penerbit Koekoesan, n.d.). 4
Dalam kajian Fenomenologihn Sartre, mengusung dua jenis keberadaan. Yaitu,
etre-in soi dan etre-pour-soi sekaligus membedakannya berdasarkan kesadaran yang
dimiliki setiap entitas.40 Oleh karenanya, pembahasan penelitian ini berangkat dari teori
Sartre dalam filsafat fenomenologinya dan terbatas pada kebebasan manusia yang
merupakan inti dari konsepnya tentang eksistensi mannusia.

Mengingat kondisi manusia yang selalu berada di tengah-tengah pilihan-pilihan


dalam menetapkan perbuatannya. Memilih adalah sebuah pengharagaan bagi seseorang
atas keberadaanya. Penentuan posisi diri guna menunjkkan keberadaan seseorang melalui
pilihan-pilihan yang ada merupakan kondisi yang diidamkan setiap orang ketika
menempatkan dirinya pada suatu realitas.41 Itulah yang kemudian disebut dengan cara
manusia ber-eksistensi.

Eksistensialisme adalah pembahasan filsafat yang berpusat pada manusia, Filsafat


yang menekankan eksistensi.42 Para pengamat eksistensialis mempersoalkan bagaima
sesuatu yang ada berada dan untuk apa ia ada. Analisis filsafat eksistensialisme
membedakan cara berada manusia dengan cara berada benda, dengan menggunakan
istilah, bahwasannya benda-benda itu “berada” dan manusia “bereksistensi”.43

Unsur kedua yang penting untuk diuraikan adalah tentang kehendak seseorang
untuk bebas atau sering disebut dengan Free will. Kehendak bebas berarti daya yang
dimiliki oleh makhluk rohani untuk menentukan dirinya berkenaan dengan nilai-nilai
yang diketahuinya.44 Dalam hal ini, antara free will dan eksistensi manusia selalu
didekatkan, seperti yang dilakukan para filosof eksistensialis dalam membangun konsep
tentang eksistensi manusia.

Seperti halnya konsep eksistensi Muhammad Iqbal yang dilandasi atas kehendak
bebas manusia bercorak theistik. Menurutnya, kebebasan manusia merupakan pemberian
dari sosok sumber kebebasan atau Ultimate Ego yaitu Tuhan. Dengan ini status
kebebasan manusia mengikuti tindakan Ultimate Ego (tuhan/ Khuda), yang dengan
kebebasan-Nya, Dia menciptakan Ego-ego terbatas atau finite Ego dengan memberikan
kebebasan dalam dirinya yang memungkinkannya untuk berkarya sendiri. oleh karena itu,
40
Sihol Farida Tambunan, “Filsafat Eksistensialisme Sartre the Freedom of Human ’ S Individualism in the
Twenthieth Century : Sartre ’ S Philosophy of Existensialism.”
41
Nico Syukur Dister, Filsafat Kebebasan (Yogyakarta: Kanisius, 1998).
42
Fuad Hasan, Perkenalan Dengan Existensialisme (jakarta: Pustaka Jaya, 1983). 5
43
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2 (Yogyakarta: Kanisius, 1980).
44
Fahmi Muqoddas, “Kehendak Bebas Dalam Pandangan Para Filsuf Sebuah Problem Bidang Etika,”
Unisia 13, no. 20 (1993): 61–70.
konsekwensi yang ada adalah manusia sudah seharusnya mengikuti kehendak Tuhan. 45
Seperti penjelasan Iqbal sendiri :

He shares in the life and freedom of the Ultimate Ego who, by permitting the emergence of
a finite ego, capable of private initiative, has limited this freedom of His own free will. This
freedom of conscious behaviour follows from the view of ego-activity which the Qur‘an
takes46

Pada aspek kajian mengenai kesadaran, menurut Simon Blackburn dalam bukunya
“Kamus Filsafat” merupakan kajian yang tidak dapat ilmiah sepenuhnya. Hal tersebut
dikarenakan sifat dari kesadaran itu sendiri yang subjektif. Ia menafsirkan bahwa
kesadarana merupakan tempat bagi pengalaman, pikiran, hasrat, dan niat seseorang
terbentuk.47

Dalam pandangan Suhrawardi, Kesadaran yang dimiliki manusia sama dengan


kesadaran yang dimiliki oleh seluruh makhluk yang ada. Hal tersebut didasari oleh
pandangan bahwa segala hal yang ada di dunia ini memiliki esensi yang sama yaitu Nur
al-Mahd atau cahaya murni dan saling berperan dalam membentuk sebuah kesadaran
kesadaran dengan bantuan Tuhan atau disebut Nur Al-Anwar.48

Cahaya murni yang juga bagian dari cahaya abstrak adalah satu kesatuan, tapi
berbeda dalam tingkat intensitas dan penampakanya. Atau dengan kata lain, kata “aku”
sama dengan “aku” yang lain, karena merupakan satu kesatuan yaitu cahaya murni. 49 Jadi
bisa dikatakan bahwa manusia dan segala penampakan yang ada di semesta ini
merupakan satu kesatuan yaitu cahaya murni.

‫فال تجد ما أن به أنت إال شيئا مدركا لذاته و هو {أنائيتك} و فيه شاركك كل من أدرك ذاته و‬
‫فتبين من هذا الطريق ان الشئية ليست بزائدة [ بزايدة ] أيضا على الشاعرية [الشاعر]؛‬.....‫أنائيته‬
‫فهو الظاهر لنفسه‬50

anda tidak akan menemukan diri anda kecuali subjek yang mengenali dirinya
sendiri, dan itulah hakikat ke-aku-an anda. Dalam ke-aku-an itu, berasosiasi seluruh
subjek yang mengenali diri dan ke-aku-annya. Dalam keadaan apapun , watak
45
Mohammad Iqbal, The Reconstruction of Religious Thought in Islam (Dodo Press, 2009), 116
https://books.google.co.id/books?id=UKz9wAEACAAJ.
46
Ibid.
47
Simon Blackburn, Kamus Filsafat, terj. S.Fil Yudi Santoso (Yogyakarta: Pustaka Peajar, 2013).
48
Sumandi, “Teori Pengetahuan Isyraqiyyah (Illuminasi) Syihabuddin Suhrawardi.”
49
Ibid.
50
‫ حكمة اإلشراق‬,‫ِ( شيخ اإلشراق شهاب الدين السهروردي‬Cairo: Dar- Al maarif Alhikmiah, 2010).èé)è"
pengenalan (mudrikiyyah), dengan demikian bukanlah aksiden atau sesuatu
eksternal….daari sini, dapat diketahui bahwa sifat kebersatuan tidaklah eksternal dari
subjek yang mencandra; sifat itu tampak bagi dirinya, melalui dirinya 51

Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa kesadaran yang diusung oleh
Suhrawardi bukanlah hasil kerja subjek sepeuhnya, melainkan merupakan sebuah
pertemuan antar esensi subjek dan objek yang berupa Nur Mahd atau cahaya murni yang
bersumber dari saru cahaya yaitu Nur al-Anwar atau entitas tuhan.

Sedangkan Edmund Husserl, seorang pelopor filsafat fenomrnologi 52


berpandangan bahwa kesadaran manusia terhadap suatu fenomena merupakan proses
intuitif dan trensenden.53 Pemikiran Husserl tentang kesadaran transenden merupakan
hasil adopsi dari pola filsafat Imanuel Kant tentang syarat-syarat pengetahuan yang tidak
ditemukan melalui tindakan logis, melainkan melalui pengandaian.54

Husserl mengandaikan bahawa pengetahuan manusia tentang fenomena yang ada


diperoleh secara intuitif, dalam artian langsung tanpa melalui proses logis atau metode
ilmiah. Fenomena harus berfokus sepenuhnya pada pengalaman murni tanpa ada asumsi
metodologis apapun. Seperti dalam konsepnya yang masyhur, yaitu evidenz atau sesuatu
yang hadir secara langsung, niscaya dan absolut. Sehingga tidak ada keraguan
sedikitpun.55

Berbeda halnya dengan Descartes yang menyatakan bahwa segala hal yang ada
sepatutnya diragukan kecuali keadaan mental yang dimiliki mannusia yang berupa
cogito.56 Walaupun pemikiran Husserl sendiri mendapat pengaruh dari Descartes,57 tapi
Husserl berpegang pada pendapatnya bahwa fenomena yang tampak tidak memerlukan
asumsi apapun58 dan tidak perlu diragukan.59 Dalam artian fenomena me-ada atas berkat

51
Syihab Ad-Din As-Suhrawardi, Hikmah Al-Isyraq, ed. Muhammad Al-Fayyadl (Yogyakarta: Futuh
Printika, 2003). 109
52
Gahral, Pengantar Fenomenologi. 4
53
Muhammad Muslih, Pengetahuan Intuitif Model Husserl Dan Shrawardi (Ponorogo: CIOS (Central for
Islamic and Occidental Studies), 2010). 10
54
Gahral, Pengantar Fenomenologi. 13
55
Ibid. 14
56
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2. 739-740
57
Gahral, Pengantar Fenomenologi. 14
58
Emanuel Prasetyono, “Bertemu Dengan Realitas: Belajar Dari Fenomenologi Husserl,” Jurnal Filsafat :
Arete (2012): 1–9.
59
Gahral, Pengantar Fenomenologi.18
tidakan mental manusia yang membentuk esensinya. Dalam pandangan Husserl, cogitto
Descartes terkesan sangat tertutup terhadap dunia di luar dirinya.60

Husserl memandang Cogito sebagai evidenz atau sesuatu yang hadir secara
langsung dalam bentuk sesuatu objek pikiran atau kesadaran. Kesadaran menurut Husserl
tidak cukup hanya sekedar cogito seperti halnya Descartes. Ia membaginya menjadi dua
bagian: cogitations yang merupakan suatu tindak ego dalam menyadari sesuatu, dan
cogitate yang merupakan objek dari tindakan kesadaran tersebut, berupa fiskal maupun
mental.61

Di samping itu, Husserl juga memperkenalkan dua istilah baru dalam kajian
kesadaran. Yaitu: neosis yang artinya tindak kesadaran, dan Noema yang berupa objek
kedaran. Proses bertemunya dua hal tersebut dalam pandangan Husserl bukanlah melalui
metode logis. Melainkan melalui penundaan (epoche). Penundaan dalam hal ini bukan
berarti meragukan objek, melainkan suatu proses penghayatan tanpa ada konsep teoritis di
dalamya. Dengan melakkukan penundaan fenomenologis, semua karakter faktual yang
ada dalam pengalaman seseorang lenyap dan menyisakan kesadaran murni, kesadaran
sebagai eksistensi absolut dimana objek-objeknya tampak apa adanya.62

Dari penjabaran di atas dapat dipahami bahwa kesadaran merupakan unsur dasar
kemanusiaan yang kemudian menjadi landasan bagi kebebasan dan eksistensi manusia.
Konsep kesadaran dalam kerangka eksistensialisme islam tidak bisa lepas dari unsur dan
peran dari tuhan. Hal tersebut dikarenakan kesadara dan kebebasan seseorang bersumber
dari Tuhan dan dipengaruhi oleh keberadaan-Nya. Berbeda halnya dengan sosok Sartre
yang menghilangkan unsur ketuhanan dalam kesadarannya.

1.6 Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan sebuah langkah ilmiah guna memperoleh data demi
tujuan penelitian. Unsur-unsur yang terdapat di dalamnya yaitu: Jenis Penelitian, Sumber
data, dan teknik analisis data. Berikut penjabarannya.

1. Jenis Penelitian

60
Ibid.
61
Ibid. 14
62
Ibid. 17
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif sendiri
merupakan sebuah penelitian yang mengambil fakta berdasarkan pemahaman subjek,
hasil pengamkatan secara rinci dan mendalam, dan berusaha menemukan hasil teoritis
baru yang jauh dari teori yang telah ada.63 Metode yang digunakan adalah metode
deskriptif analisis dengan mendeskripsikan pemikiran Sartre tentang konsep kesadaran
melalui analisa terhadapa pemikirannya dalam bidang fenomenologi dan eksistensi.

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam menjalankan penelitian ini, penulis menggunakan metode kepustakaan


yang merujuk pada sumber-sumber primer dan skunder. Adapun sumber yang
dipergunakan adalah sumber-sumber yang otoritatif.

Rujuan-rujukan primer yang akan peneliti gunakan adalah hasil karya dari tokoh
yang menjadi objek dari penelitian ini, yaitu jean Paul Sartre. Karya-karyanya seperti,
Being and Nothingnes, Theory of the Emotion, Existensialism and Humanism,
Transendensi Ego, Psikologi Imajinasi, dan beberapa karya fiksinya seperti Pintu
Tertutup dan Nausea.

3. Teknik Analisis Data

Dalam melakukan analisis data, diperlukan sebuah alur yang menghantarkan pada
sebuah kesimpulan. Hal pertama adalah melakukan kompilasi data hasil penelitian,
memisahkan data menjadi bagian-bagian kecil, menyusun kembali berdasarkan
pengelompokan, mendeskripsikan data, menarik kesimpulan.64

1.7. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah dalam melakukan penelitian, penulis akan membagi sub


pembahasan dalam beberapa bab, seperti dijelaskan di bawah:

BAB I: BAB I, penulis akan membahas menganai pendahuluan yang tersusun dari
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dalam
bentuk akademis dan praktis, lalu kajian pustaka berupa penelitian terdahulu dan landasan
konseptual, kemudian metode penelitian.

63
Khalifah Siti and Suyadnya Wayan, Metodologi Penelitian Kualitatif : Berbagai Pengalaman Dari
Lapangan (Depok, 2018). 14
64
Ibid. 20-21
BAB II: BAB II, penulis akan membahas mengenai gambaran obyek penelitian yang
akan terdiri dari dua pokok pembahasan. Pokok pembahasan pertama dimulai dengan
mengupas sejarah mengenai biografi Jean-Paul Sartre, perjalanan hidupnya, lalu corak
pemikiran dan karya-karyanya. Kemudian pokok pembahasan yang kedua adalah
mengenai tinjauan umum tentang konsep kesadaran dari berbagai tokoh.

BAB III: BAB III, penelitian akan fokus ke inti pemikiran Jean-Paul Sartre mengenai
pemikiran konsep kesadaran yang terdiri dari pembahasan mengenai konsep Eksistensi
Manusia, konsep Kebebasan, konsep fenomena, dan konsep Kesadaran. Kemudian
dilanjutkan dengan dampaknya yang berupa hilangnya peran Tuhan dalam kebebasan dan
eksistensi manusia.

BAB IV: BAB IV yang merupakan bab penutup dari penelitian yang akan mencakup
di dalamnya kesimpulan, serta kritik dan saran terhadap penelitian ini.

Daftar Pustaka

Ahmad, Anas. “Agama Dalam Kerangka Pikir Ateisme Jean-Paul Sartre.” Parafrase 9,
no. 2 (2009): 36–42.

Alfauzi, Syukri. “Tema Sentral Dalam Pemikiran Jean Paul Sartre.” TAJDID : Jurnal
Ilmu Keislaman dan Ushuluddin 22, no. 1 (2019): 44–59.

As-Suhrawardi, Syihab Ad-Din. Hikmah Al-Isyraq. Edited by Muhammad Al-Fayyadl.


Yogyakarta: Futuh Printika, 2003.

Gahral, Adian Donny. Pengantar Fenomenologi. Depok: Penerbit Koekoesan, n.d.

Harun Hadiwijono. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius, 1980.

Hasan, Fuad. Perkenalan Dengan Existensialisme. jakarta: Pustaka Jaya, 1983.

Iqbal, Mohammad. The Reconstruction of Religious Thought in Islam. Dodo Press, 2009.
https://books.google.co.id/books?id=UKz9wAEACAAJ.

Jean-Paul Sartre. Eksistensialisme Adalah Humanisme. Edited by Noa Deghaska.


Yogyakarta: CV Jalan Baru, 2021.

———. Psikologi Imajinasi. Edited by Selvester G. Sukur. Yogyakarta: NARASI, 2016.


———. Transendensi Ego. Yogyakarta: CIRCA, 2019.

Kaelan M.S. Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat. Yogyakarta: Penerbit


Paradigma, 2005.

Kuzu, Durukan. “Heidegger and Sartre Phenomenological Conceptions of the ‘Self’ and
Ontology of Architecture.” Human Architecture : Journal and Sociology of Self
Knowladge ix, no. 1 (2011): 81–88.

Maya Revonita. “EKSISTENSIALISME JEAN PAUL SARTRE DALAM SUDUT


PANDANG PSIKOLOGI ISLAM.” IAIN Ponorogo (2021).

Muhammad Muslih. Pengetahuan Intuitif Model Husserl Dan Shrawardi. Ponorogo:


CIOS (Central for Islamic and Occidental Studies), 2010.

Muqoddas, Fahmi. “Kehendak Bebas Dalam Pandangan Para Filsuf Sebuah Problem
Bidang Etika.” Unisia 13, no. 20 (1993): 61–70.

Nico Syukur Dister. Filsafat Kebebasan. Yogyakarta: Kanisius, 1998.

Paul Strathern. 90 Menit Bersama Sartre. jakarta: Erlangga, 2001.

Prasetyono, Emanuel. “Bertemu Dengan Realitas: Belajar Dari Fenomenologi Husserl.”


Jurnal Filsafat : Arete (2012): 1–9.

Purnamasari, Elvira. “Kebebasan Manusia Dalam Filsafat Eksistensialisme (Studi


Komparasi Pemikiranmuhammad Iqbal Dan Jean Paul Sartre).” Manthiq 2 (2017):
119–133.

Sartre, Jean-Paul. Being and Nothingness. Washington DC: Washington Square Press,
1953.

Sihol Farida Tambunan. “Filsafat Eksistensialisme Sartre the Freedom of Human ’ S


Individualism in the Twenthieth Century : Sartre ’ S Philosophy of Existensialism.”
Jurnal Masyarakat &Budaya 18, no. 2 (2016): 215–232.

Simbolon, Joy Moses E. “Eksistensialisme Tuhan Analisis Terhadap Pandangan Dan


Kritik Jean-Paul Sartre.” Jurnal Teologi Cultivation 4, no. 1 (2020): 93–103.

Simon Blackburn. Kamus Filsafat. Edited by S.Fil Yudi Santoso. Yogyakarta: Pustaka
Peajar, 2013.
Siti, Khalifah, and Suyadnya Wayan. Metodologi Penelitian Kualitatif : Berbagai
Pengalaman Dari Lapangan. Depok, 2018.

Sumandi, Eko. “Teori Pengetahuan Isyraqiyyah (Illuminasi) Syihabuddin Suhrawardi.”


Jurnal Fikrah : Jurna; I;mu Aqidah dan Studi Keagamaan 3, no. 2 (2015).

T.Z. ZLavine. From Socrates to Sartre. Yogyakarta: Immortal Publishing dan Octopus,
2020.

Wijaya, Dr. Aksin. Satu Islam Ragam Epistimologi : Dari Epistimologi Teosentris Ke
Antroposentris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014.

Yussafina, Diana Mella. “Eksistensialisme Jean Paul Sartre Dan Relevansinya Dengan
Moral Manusia.” UIN Walisongo (2015): 1–185.

‫ حكمة اإلشراق‬.‫شيخ اإلشراق شهاب الدين السهروردي‬. ِCairo: Dar- Al maarif Alhikmiah, 2010.

Outline Proposal

BAB I

A. Pembukaan
B. Latar belakang masalah
C. Rumusan Masalah
D. Tujuan Penelitian
E. Kegunaan Penelitian
F. Kajian Pustaka
G. Kerangka Teori
H. Metode Penelitian
I. Sistematika Penulisan

BAB II

BIOGRAFI JEAN-PAUL SARTRE DAN KONSEP KESDARAN MENURUT


BEBERAPA TOKOH

A. Riwayat Hidup jean-paul Sartre


- Latar belakang keluarga
- Latar belakang pendidikan
- Karya
- Gambaran umum pemikiran
B. Konsep kesadaran beberapa Tokoh
- Konsep Kesadaran Muhammad Iqbal
- Konsep Kesadaran Suhrawardi
- Konsep Kesadaran Edmund Husserl

BAB III
KONSEP KESADARAN JEAN-PAUL SARTRE DAN RELEVANSINYA
TERHADAP PERAN TUHAN
A. Definisi Kesadaran
- Unsur pembentuk kesadaran
- Fungsi setiap unsur kesadaran
B. Landasan Kesadaran
- Landasan konsep kesadaran Sartre
- Inti kesadaran Sartre
C. Relevansi pemikiran terhadap eksistensi Tuhan
- Faktor-faktor hilangnya peran Tuhan
- Posisi tuhan dalam kesadaran Sartre
D. Islam ddalam memandang konsep kesadaran Sartre

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
C. Penutup

Anda mungkin juga menyukai