Anda di halaman 1dari 9

Filsafat Eksistensialisme Oleh Filsuf Jean-Paul Sartre dan

Hubungannya Dengan Isu Teologi Tentang Kebebasan Dan Tanggung


Jawab Manusia

Adheline Novita Swandini


Institut Agama Kristen Negeri Toraja
adhelinenovita447@gmail.com

Abstract

This paper aims to analyze the philosophical school of existentialism developed by the philosopher
Jean-Paul Sartre and relate it to the theological issues of freedom and human responsibility.
Existentialism is a school of thought that emphasizes individual existence as the basis for the meaning
of life and emphasizes human freedom to create meaning itself. In theology, the issue of human
freedom and responsibility is often the main focus in the context of human relations with God. The
method used in this paper is library research to gather information about Sartre's views on
existentialism and also to explore theological views on human freedom and responsibility. We will
also analyze Sartre's "Being and Nothingness" and "Existentialism is a Humanism" and related
theological works to support the arguments in this article.
Keywords: Philosophy, Existentialism, Philosopher Jean-Paul Sartre, Theology

Abstrak

Paper ini bertujuan untuk menganalisis aliran filsafat eksistensialisme yang dikembangkan oleh filsuf
Jean-Paul Sartre dan menghubungkannya dengan isu teologi tentang kebebasan dan tanggung jawab
manusia. Eksistensialisme adalah aliran pemikiran yang menekankan eksistensi individu sebagai dasar
bagi makna hidup dan menekankan kebebasan manusia untuk menciptakan makna itu sendiri. Dalam
teologi, isu kebebasan dan tanggung jawab manusia sering kali menjadi fokus utama dalam konteks
hubungan manusia dengan Tuhan. Metode yang digunakan dalam paper ini adalah penelitian
kepustakaan untuk mengumpulkan informasi tentang pandangan Sartre mengenai eksistensialisme dan
juga untuk menggali pandangan teologis tentang kebebasan dan tanggung jawab manusia. Kami juga
akan menganalisis karya-karya Sartre seperti "Being and Nothingness" dan "Existentialism is a
Humanism" serta karya teologis terkait untuk mendukung argumen dalam artikel ini.

Kata Kunci: Filsafat, Eksistensialisme, Filsuf Jean-Paul Sartre, Teologi

Pendahuluan

Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menekankan pada eksistensi

individu sebagai titik tolak dalam memahami dunia. Jean-Paul Sartre, seorang filsuf
Prancis abad ke-20, adalah salah satu tokoh utama dalam aliran eksistensialisme.

Pandangan eksistensialis Sartre dikemukakan dalam karya-karyanya yang terkenal

seperti "Being and Nothingness" dan "Existentialism is a Humanism". Pandangan

eksistensialis Sartre menolak konsep esensialisme, yaitu pandangan bahwa manusia

memiliki esensi atau hakikat yang tetap dan tidak berubah. Sebaliknya, Sartre

berpendapat bahwa manusia tidak memiliki esensi tetap dan bahwa manusia harus

menentukan makna hidup mereka sendiri melalui tindakan mereka. Hal ini berarti

bahwa manusia secara bebas memilih tindakan dan tanggung jawab mereka sendiri,

tanpa ada panduan atau hukuman dari Tuhan atau kekuatan metafisik lainnya.1

Namun, pandangan eksistensialis Sartre ini juga menimbulkan isu teologis

yang penting dalam konteks budaya saat ini, yaitu hubungan manusia dengan

kebebasan dan tanggung jawab. Dalam agama-agama monoteistik seperti Islam,

Kekristenan, dan Yahudi, kebebasan manusia dibatasi oleh ajaran Tuhan dan

adanya hukum-hukum yang harus dipatuhi. Namun, pandangan eksistensialis

Sartre menolak adanya batasan-batasan tersebut dan menegaskan bahwa manusia

harus memilih sendiri tindakan mereka tanpa ada panduan dari luar. Di dalam

budaya kontemporer yang semakin sekuler, pandangan eksistensialis Sartre tentang

kebebasan dan tanggung jawab manusia menjadi semakin relevan.

Dalam dunia yang semakin kompleks dan terus berubah, manusia

dihadapkan pada pilihan-pilihan yang semakin sulit dan harus bertanggung jawab

atas konsekuensi dari tindakan mereka sendiri. Hal ini menuntut manusia untuk

mempertimbangkan secara matang pilihan-pilihan mereka dan memahami

konsekuensi dari tindakan mereka, serta menerima tanggung jawab atas keputusan

yang telah diambil. Dalam konteks teologis, pandangan eksistensialis Sartre juga

menimbulkan isu tentang hubungan manusia dengan Tuhan. Namun, pandangan

eksistensialis Sartre menekankan pada pengalaman manusia dalam dunia dan

1
Nur Elsyifa, ‘KRITIK IKLAN DALAM PERSPEKTIF EKSISTENSIALISME JEAN PAUL
SARTRE SKRIPSI’, Energies, 6.1 (2018), 1–8.
menolak pandangan tentang keberadaan Tuhan atau kekuatan metafisik lainnya.

Oleh karena itu, pandangan eksistensialis Sartre tidak sepenuhnya sesuai dengan

pandangan agama-agama monoteistik yang mempercayai adanya Tuhan yang

mengatur dan mengarahkan kehidupan manusia.2

Jean-Paul Sartre adalah salah satu filsuf eksistensialisme paling terkenal abad

ke-20. Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menekankan pada kebebasan

individu dan eksistensi manusia sebagai individu yang merdeka, dan bukan terikat

oleh takdir atau kekuatan luar. Sartre mengatakan bahwa manusia adalah "proyek"

dan harus menciptakan makna dalam hidup mereka sendiri. Dalam pandangan

Sartre, manusia adalah makhluk bebas dan memiliki kebebasan untuk membuat

pilihan dalam hidup mereka. Namun, kebebasan ini juga membawa tanggung jawab

atas tindakan mereka. Sartre menyatakan bahwa "manusia adalah makhluk yang

bertanggung jawab" dan bahwa kebebasan itu sendiri adalah beban yang berat.

Pandangan teologis yang terkait dengan eksistensialisme adalah pandangan bahwa

manusia adalah pencipta makna mereka sendiri dalam hidup mereka, dan bahwa

Tuhan tidak memiliki peran dalam menentukan takdir manusia. Sebaliknya,

manusia harus mengambil tanggung jawab penuh atas pilihan mereka dan

membangun makna hidup mereka sendiri.3

Namun, pandangan Sartre bertentangan dengan pandangan teologis yang

mendasarkan kebebasan manusia pada kehendak Tuhan. Dalam pandangan

teologis, kebebasan manusia adalah hadiah Tuhan, dan manusia harus

menggunakan kebebasan ini sesuai dengan kehendak-Nya. Karena itu, pandangan

Sartre tentang kebebasan dan tanggung jawab manusia bertentangan dengan

pandangan teologis. Pandangan Sartre masih relevan dalam budaya saat ini,

2
M Ramadhan, ‘Teologi Kemanusiaan Studi Atas Pemikiran Ali Syariati’, Jurnal
THEOLOGIA, 22.2 (2016) <https://doi.org/10.21580/teo.2011.22.2.609>.
3
Muhammad Sgofa, ‘MANUSIA DALAM PERSPEKTIF EKSISTENSIALISME (STUDY
KOMPARASI SOREN KIERKEGAARD DAN ALI SYARI’ATI)’, Экономика Региона, Kolisch 1996,
2012, 49–56.
terutama dalam konteks masyarakat yang semakin kompleks dan banyak pilihan.

Konsep kebebasan dan tanggung jawab pribadi dalam membuat keputusan penting

dalam hidup masih relevan hingga saat ini. Banyak orang merasa bebas dalam

membuat pilihan mereka sendiri, namun juga merasa tertekan oleh tanggung jawab

dan konsekuensi dari pilihan mereka. Aliran filsafat eksistensialisme yang

dipelopori oleh Jean-Paul Sartre menekankan pada kebebasan dan tanggung jawab

manusia dalam menciptakan makna dalam hidup mereka sendiri. Pandangan ini

bertentangan dengan pandangan teologis tentang kebebasan manusia, tetapi masih

relevan dalam budaya saat ini. Pandangan Sartre menekankan pentingnya

kebebasan individu dan tanggung jawab pribadi dalam membuat keputusan

penting dalam hidup.4

Metode

Dalam tulisan ini akan menggunakan metode tinjauan Literatur dengan

identifikasi Sumber: Mengidentifikasi dan memilih sumber-sumber utama yang

relevan, seperti karya-karya tulis Sartre dan teologis yang membahas isu kebebasan

dan tanggung jawab. Analisis Literatur: Menganalisis dan membandingkan

pemikiran Sartre dengan isu-isu teologi yang berkaitan dengan kebebasan dan

tanggung jawab. Kemudian mengkaji pemikiran teologis yang relevan tentang

kebebasan dan tanggung jawab, seperti konsep teologis tentang anugerah dan

kehendak bebas manusia. Serta penarikan Kesimpulan: Menggambarkan temuan

utama dari penelitian dan analisis yang telah dilakukan. b. Implikasi dan Relevansi:

Membahas implikasi dari temuan terhadap pemahaman kita tentang kebebasan dan

tanggung jawab dalam konteks filsafat dan teologi.5

4
Applied Mathematics, ‘Konsep Moral Dalam Buku Eksistensialism Ia a Humanism Kerta
Jean Paul Sartre’, 2016, 1–23.
5
Yati Afiyanti, ‘Penggunaan Literatur Dalam Penelitian Kualitatif’, 9.1 (2005), 2003–6.
Hasil dan Pembahasan

Filsafat Eksistensialisme, yang dikembangkan oleh filsuf-filsuf seperti Jean-

Paul Sartre, merupakan suatu pendekatan filsafat yang menekankan pada eksistensi

individu dan kebebasan individual. Pemikiran eksistensialisme menolak pandangan

bahwa manusia memiliki esensi yang tetap atau tujuan yang ditentukan

sebelumnya. Sebaliknya, eksistensialisme berpendapat bahwa individu secara aktif

menciptakan makna dan nilai dalam hidup mereka melalui tindakan dan keputusan

mereka sendiri. Jean-Paul Sartre adalah salah satu tokoh utama dalam gerakan

eksistensialisme. Dalam karyanya yang terkenal, seperti "Being and Nothingness"

dan "Existentialism is a Humanism," Sartre menekankan pada pentingnya kebebasan

individu dan tanggung jawab dalam hidup manusia.6

Menurut Sartre, manusia dilahirkan dalam keadaan bebas, tetapi beban

kebebasan itu sendiri juga membawa tanggung jawab. Karena tidak ada tujuan atau

aturan yang tetap yang mendefinisikan eksistensi manusia, individu harus membuat

pilihan dan bertanggung jawab atas tindakan mereka. Sartre menyatakan bahwa

manusia harus hidup "dalam ketakutan dan gemetar" karena kebebasannya, karena

setiap pilihan dan tindakan yang diambil dapat memiliki konsekuensi moral yang

besar. Dalam konteks isu teologi, hubungan antara eksistensialisme Sartre dengan

kebebasan dan tanggung jawab manusia memunculkan pertanyaan tentang peran

Tuhan dalam kehidupan manusia. Dalam tradisi teologi, konsep kebebasan manusia

sering dikaitkan dengan keyakinan bahwa Tuhan memberikan manusia kebebasan

untuk membuat pilihan dan bertanggung jawab atas tindakan mereka.7

Namun, dalam pemikiran eksistensialis Sartre, tidak ada tempat untuk Tuhan

atau entitas transcendent lainnya. Manusia ditinggalkan dalam dunia yang absurd
6
A Najib and S A Hudda, ‘Human Being Dalam Diskursus Eksistensialisme Barat Dan Islam:
Komparasi Pemikiran Jean-Paul Sartre, Gabriel Marcel, Mulla’, Jurnal Pemikiran Dan Kebudayaan Islam
Vol. 30 No. 2 Juli 2021, 2021, 91–104.
7
Arie Insany and Babang Robandi, ‘Pemikiran Kritis Filsuf Kierkegaard Tentang Manusia
Eksistensialis Dan Pendidikan’, Jurnal Penel Itian Pendidikan, 22.3 (2022), 343–58.
dan kebebasan mereka terbatas pada realitas manusia itu sendiri. Eksistensialisme

Sartre menekankan bahwa manusia bertanggung jawab secara penuh atas pilihan

dan tindakan mereka, tanpa adanya tujuan atau panduan yang diberikan oleh

entitas ilahi. Dalam perspektif teologi, pandangan Sartre ini bisa menjadi

kontroversial. Beberapa teolog mungkin berpendapat bahwa kebebasan manusia

tetap bergantung pada rahmat dan kehendak Tuhan, sementara yang lain mungkin

melihat kesamaan antara tanggung jawab manusia yang ditawarkan oleh

eksistensialisme Sartre dengan konsep tanggung jawab moral dalam kerangka

teologi.8

Dalam eksistensialisme, manusia dianggap sebagai pencipta makna hidup

mereka sendiri, dan keberadaan mereka dipandang sebagai sesuatu yang tidak

memiliki arti atau tujuan yang jelas sebelum mereka memilih untuk memberikannya

makna. Dalam hal ini, eksistensialisme menekankan bahwa manusia harus

mengambil tanggung jawab penuh atas pilihan mereka dan membangun makna

hidup mereka sendiri. Pandangan eksistensialisme ini dapat bertentangan dengan

pandangan teologis yang tradisional, yang menekankan keberadaan Tuhan dan

peran-Nya dalam menentukan takdir manusia. Namun, ada juga pandangan

eksistensialisme yang tidak menolak keberadaan Tuhan secara mutlak, tetapi

menganggap bahwa keberadaan-Nya tidak selalu mempengaruhi pilihan dan

tindakan manusia. Secara umum, pandangan teologis yang terkait dengan

eksistensialisme menekankan pentingnya kebebasan dan tanggung jawab manusia

dalam menentukan makna hidup mereka, dan menolak pandangan deterministik

yang menganggap bahwa takdir manusia telah ditentukan sebelumnya oleh Tuhan

atau faktor lain di luar kendali manusia.

Pandangan eksistensialisme menolak pandangan deterministik yang

menganggap bahwa takdir manusia telah ditentukan sebelumnya oleh Tuhan atau

M Ramadhan, ‘Teologi Kemanusiaan Studi Atas Pemikiran Ali Syariati’, Jurnal


8

THEOLOGIA, 22.2 (2016) <https://doi.org/10.21580/teo.2011.22.2.609>.


faktor lain di luar kendali manusia. Sebaliknya, pandangan ini menegaskan bahwa

manusia memiliki kemampuan untuk mengubah takdir mereka melalui tindakan

dan keputusan yang mereka buat. Dalam teologi eksistensial, manusia dipandang

sebagai makhluk yang bebas dan bertanggung jawab atas hidup mereka. Tuhan

dianggap sebagai kekuatan yang memberikan makna pada kebebasan dan tanggung

jawab manusia, namun Tuhan tidak menentukan takdir manusia secara kaku atau

membatasi kebebasan mereka.9

Dalam eksistensialisme, manusia dianggap sebagai "proyek" yang terus

berkembang dan berubah sepanjang hidup mereka. Setiap manusia memiliki

kemampuan untuk menentukan makna hidup mereka sendiri melalui tindakan dan

keputusan mereka, dan makna hidup ini tidak ditentukan oleh faktor luar seperti

keberuntungan atau takdir. Dalam teologi eksistensial, manusia dianggap memiliki

tanggung jawab moral untuk bertindak dengan benar dan mengambil keputusan

yang tepat dalam hidup mereka. Karena manusia memiliki kebebasan untuk

memilih dan bertindak, mereka juga harus bertanggung jawab atas konsekuensi dari

tindakan dan keputusan mereka. Secara keseluruhan, pandangan teologis yang

terkait dengan eksistensialisme menekankan pentingnya kebebasan dan tanggung

jawab manusia dalam menentukan makna hidup mereka, dan menolak pandangan

deterministik yang menganggap bahwa takdir manusia telah ditentukan

sebelumnya oleh Tuhan atau faktor lain di luar kendali manusia.10

Kesimpulan

Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menekankan eksistensi individual

manusia, kebebasan, dan tanggung jawab pribadi. Jean-Paul Sartre, seorang filsuf

Prancis abad ke-20, merupakan salah satu tokoh utama dalam aliran ini.

9
Arie Insany and Babang Robandi, ‘Pemikiran Kritis Filsuf Kierkegaard Tentang Manusia
Eksistensialis Dan Pendidikan’, Jurnal Penel Itian Pendidikan, 22.3 (2022), 343–58.
10
M Ramadhan, ‘Teologi Kemanusiaan Studi Atas Pemikiran Ali Syariati’, Jurnal
THEOLOGIA, 22.2 (2016) <https://doi.org/10.21580/teo.2011.22.2.609>.
Pandangannya memiliki pengaruh yang kuat dalam teologi dan budaya Barat.

Dalam konteks teologi, aliran filsafat eksistensialisme berdampak pada pemahaman

tentang kebebasan manusia dan hubungannya dengan Tuhan. Sartre menolak

adanya Tuhan atau entitas transcendental yang memberikan makna objektif dalam

hidup manusia. Bagi Sartre, manusia dilahirkan dalam "kekosongan eksistensial,"

tanpa makna inheren atau tujuan tertentu dalam hidup. Oleh karena itu, manusia

memiliki kebebasan mutlak untuk menentukan makna hidup mereka sendiri.

Pandangan Sartre ini bertentangan dengan pandangan teologis tradisional yang

menekankan adanya Tuhan sebagai sumber makna dan tujuan hidup manusia.

Dalam teologi Kristen, misalnya, kebebasan manusia diberikan oleh Tuhan, tetapi

digunakan dalam kerangka hubungan yang saling menghormati dan dengan tujuan

mencapai kehendak Tuhan.

Sartre, di sisi lain, menganggap kebebasan manusia sebagai beban yang berat

karena tidak ada pedoman atau pegangan objektif yang ada di luar diri manusia.

Dalam budaya Barat, pengaruh eksistensialisme masih terasa hingga saat ini.

Pemikiran Sartre tentang kebebasan mutlak dan tanggung jawab individu telah

membentuk pandangan hidup banyak orang modern. Pandangan ini

menggarisbawahi pentingnya otonomi individu, pembebasan dari norma-norma

sosial yang dianggap mengekang, dan pencarian makna hidup yang personal.

Namun, di dalam budaya Barat yang kaya akan warisan teologis Kristen,

pandangan eksistensialisme sering kali menjadi subjek kontroversi dan perdebatan.

Banyak teolog Kristen menentang pandangan bahwa manusia harus menciptakan

makna hidup mereka sendiri secara mutlak tanpa acuan kepada Tuhan. Mereka

berpendapat bahwa ada keseimbangan yang sehat antara kebebasan individu dan

ketergantungan pada kehendak Tuhan.


Referensi

Afiyanti, Yati, ‘Penggunaan Literatur Dalam Penelitian Kualitatif’, 9.1 (2005), 2003–6

Insany, Arie, and Babang Robandi, ‘Pemikiran Kritis Filsuf Kierkegaard Tentang

Manusia Eksistensialis Dan Pendidikan’, Jurnal Penel Itian Pendidikan, 22.3

(2022), 343–58

Mathematics, Applied, ‘Konsep Moral Dalam Buku Eksistensialism Ia a Humanism

Kerta Jean Paul Sartre’, 2016, 1–23

Muhammad Sgofa, ‘MANUSIA DALAM PERSPEKTIF EKSISTENSIALISME

(STUDY KOMPARASI SOREN KIERKEGAARD DAN ALI SYARI’ATI)’,

Экономика Региона, Kolisch 1996, 2012, 49–56

Najib, A, and S A Hudda, ‘Human Being Dalam Diskursus Eksistensialisme Barat

Dan Islam: Komparasi Pemikiran Jean-Paul Sartre, Gabriel Marcel, Mulla …’,

Jurnal Pemikiran Dan Kebudayaan Islam Vol. 30 No. 2 Juli 2021, 2021, 91–104

Nur Elsyifa, ‘KRITIK IKLAN DALAM PERSPEKTIF EKSISTENSIALISME JEAN

PAUL SARTRE SKRIPSI’, Energies, 6.1 (2018), 1–8

Ramadhan, M, ‘Teologi Kemanusiaan Studi Atas Pemikiran Ali Syariati’, Jurnal

THEOLOGIA, 22.2 (2016) <https://doi.org/10.21580/teo.2011.22.2.609>

Anda mungkin juga menyukai