Abstract
This paper aims to analyze the philosophical school of existentialism developed by the philosopher
Jean-Paul Sartre and relate it to the theological issues of freedom and human responsibility.
Existentialism is a school of thought that emphasizes individual existence as the basis for the meaning
of life and emphasizes human freedom to create meaning itself. In theology, the issue of human
freedom and responsibility is often the main focus in the context of human relations with God. The
method used in this paper is library research to gather information about Sartre's views on
existentialism and also to explore theological views on human freedom and responsibility. We will
also analyze Sartre's "Being and Nothingness" and "Existentialism is a Humanism" and related
theological works to support the arguments in this article.
Keywords: Philosophy, Existentialism, Philosopher Jean-Paul Sartre, Theology
Abstrak
Paper ini bertujuan untuk menganalisis aliran filsafat eksistensialisme yang dikembangkan oleh filsuf
Jean-Paul Sartre dan menghubungkannya dengan isu teologi tentang kebebasan dan tanggung jawab
manusia. Eksistensialisme adalah aliran pemikiran yang menekankan eksistensi individu sebagai dasar
bagi makna hidup dan menekankan kebebasan manusia untuk menciptakan makna itu sendiri. Dalam
teologi, isu kebebasan dan tanggung jawab manusia sering kali menjadi fokus utama dalam konteks
hubungan manusia dengan Tuhan. Metode yang digunakan dalam paper ini adalah penelitian
kepustakaan untuk mengumpulkan informasi tentang pandangan Sartre mengenai eksistensialisme dan
juga untuk menggali pandangan teologis tentang kebebasan dan tanggung jawab manusia. Kami juga
akan menganalisis karya-karya Sartre seperti "Being and Nothingness" dan "Existentialism is a
Humanism" serta karya teologis terkait untuk mendukung argumen dalam artikel ini.
Pendahuluan
individu sebagai titik tolak dalam memahami dunia. Jean-Paul Sartre, seorang filsuf
Prancis abad ke-20, adalah salah satu tokoh utama dalam aliran eksistensialisme.
memiliki esensi atau hakikat yang tetap dan tidak berubah. Sebaliknya, Sartre
berpendapat bahwa manusia tidak memiliki esensi tetap dan bahwa manusia harus
menentukan makna hidup mereka sendiri melalui tindakan mereka. Hal ini berarti
bahwa manusia secara bebas memilih tindakan dan tanggung jawab mereka sendiri,
tanpa ada panduan atau hukuman dari Tuhan atau kekuatan metafisik lainnya.1
yang penting dalam konteks budaya saat ini, yaitu hubungan manusia dengan
Kekristenan, dan Yahudi, kebebasan manusia dibatasi oleh ajaran Tuhan dan
harus memilih sendiri tindakan mereka tanpa ada panduan dari luar. Di dalam
dihadapkan pada pilihan-pilihan yang semakin sulit dan harus bertanggung jawab
atas konsekuensi dari tindakan mereka sendiri. Hal ini menuntut manusia untuk
konsekuensi dari tindakan mereka, serta menerima tanggung jawab atas keputusan
yang telah diambil. Dalam konteks teologis, pandangan eksistensialis Sartre juga
1
Nur Elsyifa, ‘KRITIK IKLAN DALAM PERSPEKTIF EKSISTENSIALISME JEAN PAUL
SARTRE SKRIPSI’, Energies, 6.1 (2018), 1–8.
menolak pandangan tentang keberadaan Tuhan atau kekuatan metafisik lainnya.
Oleh karena itu, pandangan eksistensialis Sartre tidak sepenuhnya sesuai dengan
Jean-Paul Sartre adalah salah satu filsuf eksistensialisme paling terkenal abad
individu dan eksistensi manusia sebagai individu yang merdeka, dan bukan terikat
oleh takdir atau kekuatan luar. Sartre mengatakan bahwa manusia adalah "proyek"
dan harus menciptakan makna dalam hidup mereka sendiri. Dalam pandangan
Sartre, manusia adalah makhluk bebas dan memiliki kebebasan untuk membuat
pilihan dalam hidup mereka. Namun, kebebasan ini juga membawa tanggung jawab
atas tindakan mereka. Sartre menyatakan bahwa "manusia adalah makhluk yang
bertanggung jawab" dan bahwa kebebasan itu sendiri adalah beban yang berat.
manusia adalah pencipta makna mereka sendiri dalam hidup mereka, dan bahwa
manusia harus mengambil tanggung jawab penuh atas pilihan mereka dan
pandangan teologis. Pandangan Sartre masih relevan dalam budaya saat ini,
2
M Ramadhan, ‘Teologi Kemanusiaan Studi Atas Pemikiran Ali Syariati’, Jurnal
THEOLOGIA, 22.2 (2016) <https://doi.org/10.21580/teo.2011.22.2.609>.
3
Muhammad Sgofa, ‘MANUSIA DALAM PERSPEKTIF EKSISTENSIALISME (STUDY
KOMPARASI SOREN KIERKEGAARD DAN ALI SYARI’ATI)’, Экономика Региона, Kolisch 1996,
2012, 49–56.
terutama dalam konteks masyarakat yang semakin kompleks dan banyak pilihan.
Konsep kebebasan dan tanggung jawab pribadi dalam membuat keputusan penting
dalam hidup masih relevan hingga saat ini. Banyak orang merasa bebas dalam
membuat pilihan mereka sendiri, namun juga merasa tertekan oleh tanggung jawab
dipelopori oleh Jean-Paul Sartre menekankan pada kebebasan dan tanggung jawab
manusia dalam menciptakan makna dalam hidup mereka sendiri. Pandangan ini
Metode
relevan, seperti karya-karya tulis Sartre dan teologis yang membahas isu kebebasan
pemikiran Sartre dengan isu-isu teologi yang berkaitan dengan kebebasan dan
kebebasan dan tanggung jawab, seperti konsep teologis tentang anugerah dan
utama dari penelitian dan analisis yang telah dilakukan. b. Implikasi dan Relevansi:
Membahas implikasi dari temuan terhadap pemahaman kita tentang kebebasan dan
4
Applied Mathematics, ‘Konsep Moral Dalam Buku Eksistensialism Ia a Humanism Kerta
Jean Paul Sartre’, 2016, 1–23.
5
Yati Afiyanti, ‘Penggunaan Literatur Dalam Penelitian Kualitatif’, 9.1 (2005), 2003–6.
Hasil dan Pembahasan
Paul Sartre, merupakan suatu pendekatan filsafat yang menekankan pada eksistensi
bahwa manusia memiliki esensi yang tetap atau tujuan yang ditentukan
menciptakan makna dan nilai dalam hidup mereka melalui tindakan dan keputusan
mereka sendiri. Jean-Paul Sartre adalah salah satu tokoh utama dalam gerakan
kebebasan itu sendiri juga membawa tanggung jawab. Karena tidak ada tujuan atau
aturan yang tetap yang mendefinisikan eksistensi manusia, individu harus membuat
pilihan dan bertanggung jawab atas tindakan mereka. Sartre menyatakan bahwa
manusia harus hidup "dalam ketakutan dan gemetar" karena kebebasannya, karena
setiap pilihan dan tindakan yang diambil dapat memiliki konsekuensi moral yang
besar. Dalam konteks isu teologi, hubungan antara eksistensialisme Sartre dengan
Tuhan dalam kehidupan manusia. Dalam tradisi teologi, konsep kebebasan manusia
Namun, dalam pemikiran eksistensialis Sartre, tidak ada tempat untuk Tuhan
atau entitas transcendent lainnya. Manusia ditinggalkan dalam dunia yang absurd
6
A Najib and S A Hudda, ‘Human Being Dalam Diskursus Eksistensialisme Barat Dan Islam:
Komparasi Pemikiran Jean-Paul Sartre, Gabriel Marcel, Mulla’, Jurnal Pemikiran Dan Kebudayaan Islam
Vol. 30 No. 2 Juli 2021, 2021, 91–104.
7
Arie Insany and Babang Robandi, ‘Pemikiran Kritis Filsuf Kierkegaard Tentang Manusia
Eksistensialis Dan Pendidikan’, Jurnal Penel Itian Pendidikan, 22.3 (2022), 343–58.
dan kebebasan mereka terbatas pada realitas manusia itu sendiri. Eksistensialisme
Sartre menekankan bahwa manusia bertanggung jawab secara penuh atas pilihan
dan tindakan mereka, tanpa adanya tujuan atau panduan yang diberikan oleh
entitas ilahi. Dalam perspektif teologi, pandangan Sartre ini bisa menjadi
tetap bergantung pada rahmat dan kehendak Tuhan, sementara yang lain mungkin
teologi.8
mereka sendiri, dan keberadaan mereka dipandang sebagai sesuatu yang tidak
memiliki arti atau tujuan yang jelas sebelum mereka memilih untuk memberikannya
mengambil tanggung jawab penuh atas pilihan mereka dan membangun makna
yang menganggap bahwa takdir manusia telah ditentukan sebelumnya oleh Tuhan
menganggap bahwa takdir manusia telah ditentukan sebelumnya oleh Tuhan atau
dan keputusan yang mereka buat. Dalam teologi eksistensial, manusia dipandang
sebagai makhluk yang bebas dan bertanggung jawab atas hidup mereka. Tuhan
dianggap sebagai kekuatan yang memberikan makna pada kebebasan dan tanggung
jawab manusia, namun Tuhan tidak menentukan takdir manusia secara kaku atau
kemampuan untuk menentukan makna hidup mereka sendiri melalui tindakan dan
keputusan mereka, dan makna hidup ini tidak ditentukan oleh faktor luar seperti
tanggung jawab moral untuk bertindak dengan benar dan mengambil keputusan
yang tepat dalam hidup mereka. Karena manusia memiliki kebebasan untuk
memilih dan bertindak, mereka juga harus bertanggung jawab atas konsekuensi dari
jawab manusia dalam menentukan makna hidup mereka, dan menolak pandangan
Kesimpulan
manusia, kebebasan, dan tanggung jawab pribadi. Jean-Paul Sartre, seorang filsuf
Prancis abad ke-20, merupakan salah satu tokoh utama dalam aliran ini.
9
Arie Insany and Babang Robandi, ‘Pemikiran Kritis Filsuf Kierkegaard Tentang Manusia
Eksistensialis Dan Pendidikan’, Jurnal Penel Itian Pendidikan, 22.3 (2022), 343–58.
10
M Ramadhan, ‘Teologi Kemanusiaan Studi Atas Pemikiran Ali Syariati’, Jurnal
THEOLOGIA, 22.2 (2016) <https://doi.org/10.21580/teo.2011.22.2.609>.
Pandangannya memiliki pengaruh yang kuat dalam teologi dan budaya Barat.
adanya Tuhan atau entitas transcendental yang memberikan makna objektif dalam
tanpa makna inheren atau tujuan tertentu dalam hidup. Oleh karena itu, manusia
menekankan adanya Tuhan sebagai sumber makna dan tujuan hidup manusia.
Dalam teologi Kristen, misalnya, kebebasan manusia diberikan oleh Tuhan, tetapi
digunakan dalam kerangka hubungan yang saling menghormati dan dengan tujuan
Sartre, di sisi lain, menganggap kebebasan manusia sebagai beban yang berat
karena tidak ada pedoman atau pegangan objektif yang ada di luar diri manusia.
Dalam budaya Barat, pengaruh eksistensialisme masih terasa hingga saat ini.
Pemikiran Sartre tentang kebebasan mutlak dan tanggung jawab individu telah
sosial yang dianggap mengekang, dan pencarian makna hidup yang personal.
Namun, di dalam budaya Barat yang kaya akan warisan teologis Kristen,
makna hidup mereka sendiri secara mutlak tanpa acuan kepada Tuhan. Mereka
berpendapat bahwa ada keseimbangan yang sehat antara kebebasan individu dan
Afiyanti, Yati, ‘Penggunaan Literatur Dalam Penelitian Kualitatif’, 9.1 (2005), 2003–6
Insany, Arie, and Babang Robandi, ‘Pemikiran Kritis Filsuf Kierkegaard Tentang
(2022), 343–58
Dan Islam: Komparasi Pemikiran Jean-Paul Sartre, Gabriel Marcel, Mulla …’,
Jurnal Pemikiran Dan Kebudayaan Islam Vol. 30 No. 2 Juli 2021, 2021, 91–104