Anda di halaman 1dari 17

Filsafat Eksistensialisme|Mahmuddin Siregar

FILSAFAT EKSISTENSIALISME JEAN-PAUL SARTRE

Oleh Mahmuddin Siregar


Dosen Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum IAIN Padangsidimpuan
e-mail: mahmuddinsiregar@gmail.com

Abstract
Jean Paul-Sartre was born and raised in a society that is changing the
way of thinking. Changes that covers all aspects of life and can not be
controlled and supervised by anyone. This situation is compounded by
the state of World War II so that the people of Europe are in a state of
fear, oppressed and threatened. It is no wonder, when the Europeans
are hypocritical to be able to save themselves. This is where Jean-Paul
Sartre emerged with thoughts completely free both in doing meupun
behave. He is promoting human liberty to do. However, the freedom of
man is bound by other human freedom. Therefore, the presence of
others restrict a person's freedom. Sartre Pemikiarn even deny the
existence of God. Therefore, Sartre was one of the pioneers of the
atheist philosophy.

Kata Kunci : Filsafat Eksistensialisme, Jean Paul-Sartre, Perang Dunia II,


Kebebasan Berbuat, Atheisme.

A. Pendahuluan Kesalahan itu dirumuskan oleh seorang


Eksistensialisme adalah sebuah aliran eksistensialis terkemuka, Rene Le Senne,
filsafat dewasa ini yang pengaruhnya sangat terletak pada konsep “ detotalisasion” yang
luas. Aliran ini berhasil meninggalkan memiliki arti de sama dengan memungkiri
menara gading filsafat itu sendiri dan dan total sama dengan keseluruhan. Artinya,
meresapi banyak bidang di luar filsafat materialisme memungkiri manusia secara
seperti psikologi, seni lukis, sastra, drama keseluruhan karena ia hanya materi
dan sebagainya. Dikatakan bahwa aliran ini (berdialektik atau tidak).2 Lebih lanjut, dia
muncul sebagai reaksi terhadap aliran mengatakan bahwa memang pada manusia
materialisme yang gagal dalam terdapat unsur yang disebut dengan materi
memancangkan ide-idenya di kalangan atau unsur jasmani. Karenanya, manusia
masyarakat moderen dan sifat filsafat dapat ditimbang seperti besi atau batu.
tradisionalisme itu sendiri yang nota bene Manusia tumbuh seperti tumbuh-tumbuhan,
aliran ini termasuk di dalamnya.1 mempunyai darah dan daging seperti hewan
dan oleh karenanya manusia dapat berbicara
1
Harorld H. Titus, dkk, Persoalan-persoalan
2
Filsafat, Terj. dari Living Issues in Philosophy karangan H. Driyarkara S. J., Percikan Filasafat (Jakarta:
H.M. Rasyidi (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hal. 382. Pembangunan, 1978), hal. 59.

30
Yurisprudentia Volume 1 Nomor 2 Desember 2015

tentang manusia selaku ahli kimia, atau ahli bahwa manusia hanya bisa berdiri sebagai
ilmu hayat. Manusia dapat berkata bahwa subjek karena menghadapi objek. Jadi,
manusia ada di bawah hukum-hukum alam, manusia hanya berdiri sebagai manusia
kimia dan biologi. Semua itu adalah benar, karena bersatu dengan realitas di
akan tetapi tidaklah benar benar bahwa sekitarnya.5
semua itu sudah semuanya, bahwa itulah Kedua aliran di atas, materialisme dan
seluruh manusia, bahwa itulah hakikat idealisme, bertentangan dengan manusia
manusia. Kesalahan ini lebih nampak jika sebagai keseluruhan. Oleh sebab itu,
yang dipandang itu bukan teori melainkan keduanya terbentur kepada realitas manusia
perbuatan atau lebih tepat perlakuan. Coba dan selalu jatuh pada kontradiksi dalam
dipikirkan bila seseorang diperlakukan menerangkan macam-macam seni hidup
sebagai hewan, jika seseorang dianggap dan manusia. Untuk mengatasi kemacetan yang
diperlakukan sebagai kerbau.....Terang ditimbulkan oleh kedua aliran ini, maka
bukan, kesalahannya.3 Rene, juga, eksistensialisme muncul ke permukaan
mengakui bahwa memang benar, manusia dengan pandangan yang berbeda dengan
itu mempunyai aspek jasmani. Akan tetapi, kedua aliaran tadi.
sifat kejasmanian atau kematerialan itu Di lain pihak dikatakan bahwa
hanya aspek, jadi tidak sama dengan seluruh keberadaan aliran eksistensialisme adalah
manusia. Inilah yang dia maksud dengan merupakan pemberontakan terhadap
detotalisasi. Artinya, kesalahan yang beberapa sifat dari filsafat tradisional dan
memandang bagian atau unsur sebagai masyarakat moderen karena rasionalisme
keseluruhan itu diabaikan dan dimungkiri. Yunani atau tradisi filsafat klasiknya yang
Pandangan yang demikian tidak mungin berpandangan spekulatif tentang manusia
benar. seperti pandangan Plato dan Hegel.6 Dalam
Sebetulnya, eksistensialisme bukan “sistem-sistem” tersebut, jiwa individual
hanya reaksi terhadap materialisme tetapi atau sipemikir hilang dalam universal.
juga merupakan reaksi terhadap idealisme.4 Eksistensialisme adalah suatu protes
Materialisme memandang sudut bawah terhadap konsep-konsep “akal” dan “alam”
manusia dan memandang sudut itu sebagai yang ditekankan pada periode pencerahan
keseluruhan. Di lain pihak, idealisme (Enlightenment) pada abad kedelapan belas.
memandang sudut atas manusia, yakni Penolakan untuk mengikuti suatu aliran,
kesadaran, pikiran dan menganggap aspek penolakan terhadap kemampuan sesuatu
ini sebagai seluruh manusia. Lalu, di kumpulan keyakinan, khususnya
manakah letak kesalahan aliran idealisme kemampuan sistem, rasa puas terhadap
ini. Kesalahannya adalah ia memandang filsafat tradisionalis yang bersifat dangkal,
manusia hanya sebagai subjek dan akhirnya
hanya sebagai kesadaran. Idealisme lupa

3 5
Ibid. Ibid., hal. 62.
4 6
Ibid. Harorld H. Titus dkk, Loc. Cit.

31
Filsafat Eksistensialisme|Mahmuddin Siregar

akademik dan jauh dari kehidupan, semua Tulisan ini akan mencoba membahas
itu adalah pokok dari eksistensialisme.7 tentang filsafat eksistensialisme dari sudut
Pemberontakan terhadap alam yang pemikiran tokoh Sartre dengan
impersonal (tanpa kepribadian) dari zaman mengemukakan sub-sub bahasan yang
industri moderen atau zaman teknologi serta berkenaan dengan situasi dan keadaan aliran
gerakan massa pada zaman sekarang adalah, filsafat yang menyebabkan munculnya
juga, pemicu timbulnya aliran ini. Dalam aliran ini dalam bab pendahuluannya
masyarakat industri, manusia condong sebagaimana telah dikemukakan di atas,
untuk ditundukkan untuk kepentingan yang berkenaan dengan riwayat hidup
mesin. Manusia berada dalam bahaya Sartre, pandangan filsafat eksistensialisme
karena dijadikan sebagai alat komputer atau yang dianut oleh Sartre dan diakhiri dengan
objek. Manusia, hanya, dinilai dari tindakan kesimpulan yang merupakan jawaban
luarnya dengan anggapan bahwa dia, hanya, terhadap pertanyaan yang muncul dari judul
sebagai bagian dari proses fisik.8 Di ini, yaitu apa pandangan filsafat
samping itu, protes terhadap gerakan- eksistensialisme Sartre.
gerakan totaliter baik gerakan fasis,
komunis dan lain-lainnya yang condong
untuk menghancurkan atau B. Riwayat Hidup Jean-Paul Sartre
menenggelamkan perorangan di dalam
Jean-Paul Sartre dilahirkan di Paris pada
kolektif atau massa adalah merupakan salah
tahun 1905 serta belajar di kota itu. Dia
satu penyebab timbulnya gerakan ini.
dibesarkan oleh kakeknya, Charles
Eksistensialisme menyajikan sikap atau
Schweiszer. Pada tahun 1924-1928, Sartre
pandangan yang menekankan kepada
belajar di Ecole Normale Superieur. Sejak
eksistensi manusia, artinya kualitas-kualitas
masa sekolah, Sartre terkenal sebagai murid
yang membedakan antara individual dan
yang gemar menyendiri dan membaca.
tidak membicarakan manusia secara abstrak
Sebagai seorang anak yang lemah pisiknya,
atau membicarakan alam-alam atau dunia
Sartre segan bergaul dengan teman-
secara umum. Inilah yang menjadi daya
temannya yang sering memperlakukannya
tarik aliran ini yang penuh dengan
dengan kekerasan. Dengan menyendiri, dia
dinamika; penuh dengan lukisan-lukisan
menghabiskan waktunya untuk membaca
yang kongkrit yang tidak dimiliki oleh
dan membaca. Setelah dia menammatkan
aliran-aliran filsafat sebelumnya. Aliran ini
pelajarannya dari sekolah tersebut (1929),
dipelopori, antara lain, oleh Martin
Sartre mengambil profesi sebagai guru di
Heidegger, Gabriel Marcel, Nietzsche,
Lycees, Prancis, profesi ini, hanya, dia
Kierkegaard, Sartre dan lain-lain.
jalani selama 5 tahun karena pada tahun
1933 sampai dengan tahun 1935, dia
7
Walter Kaufmann, Existentialism from meneruskan pendidikannya ke program
Dostoevsky To Sartre (New York: New American Library,
1975), hal 12.
8
doktoralnya di Jerman sebagai mahasiswa
Harold H. Titus, Loc. Cit.

32
Yurisprudentia Volume 1 Nomor 2 Desember 2015

peneliti pada Institut Francais di Berlin dan Setelah Perang Dunia II, namanya
di Universitas Freiburg. Tahun 1938 terbit semakin dikenal oleh masyarakat luas
novelnya yang berjudul La Nausee di sebagai seorang pemikir ulung melalui
samping bukunya yang berjudul majallahnya, Les Temps Modernes (Era
Transcendence de L’Ego (edisi Bahasa Moderen). Majallah ini dia kelola bersama
Inggris terbit tahun 1957 dengan judul The dengan kedua teman karibnya, Maurice
Transcendence of The Ego; an Existential Merleu-Ponty dan Simone de Beauvoir.
Theory of Conciousness). Tahun berikutnya Kalau Soren Kierkegaard dianggap sebagai
,1939, terbit novelnya yang berjudul Le pendiri aliran eksistensialisme, maka Sartre
Mur. Sejak saat itu muncul karya-karyanya adalah pelopor tersiarnya aliran
yang lain dalam bidang filsafat. Pada Perang eksistensialisme sebagai semacam mode,
Dunia II (1939-1941), dia menjalani wajib sebab Sartre bukan hanya sebagai seorang
militer dengan menggabungkan diri dengan filosof tetapi juga sebagai seorang
tentara Prancis dan gerakan pembebasan. pengarang yang ulung melalui buku-buku
Dalam perang ini, dia menjadi salah seorang roman serta sandiwara-sandiwaranya seperti
pemimpin pertahanan. Pada tahun 1940, dia bukunya yang berjudul The Wall, yang
ditangkap oleh Jerman. Setelah dibebaskan, merupakan sejarah singkat tentang
dia kembali ke Paris dan meneruskan eksistensialisme klasik dan sandiwaranya
karyanya sebagai pengajar dalam bidang yang berjudul La nausse. Yang melukiskan
filsafat sampai tahun 1944. Dalam waktu keadaan seseorang yang sekonyong-
inilah, dia menyelesaikan bukunya yang konyong menghadapi hidup dan keadaan
terkenal L’Etre et Le Neant pada tahun 1943 sekitarnya sebagai sesuatu yang
(edis Bahasa Inggris terbit tahun 1953 memuakkan. Dalam roman ini digambarkan
dengan judul Being and Nothingness. Sejak tentang seseorang yang sedang berada di
terbit dua karyanya ini, Sartre mulai yardin public (Taman umum). Tiba-tiba
mendapat perhatian kalangann filsafat. dengan tak disangka-sangka terbukalah
Dalam gerakan politik, bersama baginya realitas yang sebenarnya; bangku
kawan-kawannya, Albert Gamus dan yang diduduki, lapangan rumput hijau yang
Maurice Merleau-Ponti, dia bekerja sama menarik, pohon-pohon, bunga-bunga atau
dengan Partai Komunis Prancis. Sartre apa saja yang ada di sekitarnya seakan-akan
adalah penyokong gerakan-gerakan yang diliputi oleh awan yang menghilangkan rupa
berhaluan kiri dan pembela kebebasan dan bentuk. Semuanya hilang artinya. Pada
manusia. Dia mengatakan “ manusia tidak saat itu, manusia berhadapan dengan
mempunyai sandaran keagamaan atau tidak keadaan yang bercampur-baur tanpa aturan,
dapat mengandalkan pada kekuatan dirinya tanpa arti; apakah taman, apakah bangku,
sendiri”.9 apakah rumputan, apakah pohon-pohon dan
apakah bunga-bunga di sekitarnya itu,
semua tak berarti.
9
Ibid., h. 395.

33
Filsafat Eksistensialisme|Mahmuddin Siregar

Untuk lebih jelasnya, ide Sartre ini halnya dengan lampion-lampion yang
digambarkan dengan ungkapan lain dengan bercahaya, pakaian, lagu-lagu, gera-gerik
memandang suatu pesta yang meriah riang manusia; semua itu merupakan suatu
gembira. Alangkah indahnya hiasan-hiasan susunan atau konstruksi yang disebut
yang beraneka warna, indahnya bunga- dengan pesta, karena apakah?. Karena
bunga yang terpasang, indahnya lampu- manusia membuat demikian, karena
lampu pesta dengan sinarnya yang terang- manusia membuat konstruksi itu. Dan jika
benderang, lagu-lagu yang mendebarkan ada gangguan seperti dalam contoh di atas,
hati; semua serba gembira, serba senang. maka hancurlah konstruksi itu seperti
Alangkah bahagianya orang yang dirayakan konstruksi tiap-tiap manusia. Dan bila
dengan pesta yang serba mewah itu, ialah manusia mendobrak konstruksi itu, maka
pengantin puteri yang menunggu datangnya apakah yang akan terbuka?. Pada dasarnya,
pengantin laki-laki. Akan tetapi tidak ada satu ketentuanpun, tidak ada
bayangkanlah.... sedang rasa bahagia dan ketetapan. Semua bisa menjadi semua dan
rasa riang-gembira itu memuncak, semua bisa terjadi. Tidak ada sedikit
sekonyong-konyong datanglah telegram ikatanpun, tidak ada hukum, tidak ada
yang mengabarkan bahwa pengantin pria norma dan tidak ada moral. Tidak ada arti,
tergilas kreta api dan meninggal seketika itu tidak ada tujuan, semua menggila. Dalam
juga......Maka bagaimanakah mempelai hal yang demikian, manusia mengalami
puteri itu menghadapi pesta itu?. Semua kesepian yang sehebat-hebatnya, kesepian
membalik kesedihan, kesedihan yang tak yang tak terhinggaseakan-akan terjun dalam
terhingga; cahaya lampu-lampu pesta yang alam kubur. Pada saat inilah, manusia
terang-benderang tak berarti lagi, musik mengalami dirinya sendiri, eksistensinya
yang riang gembira tak berarti lagi sendiri dan seluruh realitas sebagai sesuatu
baginya....bahkan semua seolah-olah yang membebani dengan berat. Dia merasa
menantang, mengancam dan menjadi keras tertindas, tergilas dan pada dasarnya
tak terhingga dan meremukkan.10 demikianlah keadaan manusia yang
Artinya, semua keadaan yang ada sebenarnya. Inilah yang dia maksud dengan
pada pesta itu adalah hasil dari suatu nausee.11
konstruksi, karena dibuat demikian. Bunga Bahasan ini akan lebih
an-sich tidak ada sangkut pautnya dengan disempurnakan atau dilanjutkan pada
hari pesta. Bunga yang tumbuh di tengah- bahasan tentang pemikiran filsafat Sartre
tengah sampah tidak berupa hiasan. Bunga pada bab berikutnya. Hal ini disinggung
menjadi sesuatu yang menggembirakan karena berkaitan dengan isi buku romannya
karena dipasang oleh manusia dengan cara yang berjudul La Nausee.
tertentu, pada saat yang tertentu dan dengan Di antara karya-karya filsafat Sartre
maksud yang tertentu pula. Demikian juga yang terkenal adalah l’ Etre et Le naent

10 11
N. Driyarkara S. J., Op. Cit., hal. 73-74. Ibid., hal. 75.

34
Yurisprudentia Volume 1 Nomor 2 Desember 2015

yang lebih dikenal dalam Bahasa Inggrisnya Nausee, demikian Sartre, muncul pada
Being and Nothingness dan dipublikasikan saat manusia menghadapi keadaan yang
pada tahun 1943.12 Buku ini membicarakan sebenarnya itu merasa tak tahan, putus asa
tentang alam, bentuk-bentuk eksistensinya dan tak ada harapan. Apakah yang
atau being. Existentialism and Humanism diharapkan?. Dia harus bertindak, manusia
yang diterjemahkan dari bahasa aslinya tak bisa tidak harus berbuat dan dia niscaya
(Prancis) L’existentialisme est un berbuat dengan merdeka. Akan tetapi untuk
Humanisme yang dipublikasikan pada tahun apakah?. Apakah tujuannya?. Tidak ada
1946. Buku ini telah diterjemahkan ke sama sekali. Dia sa berbuat dengan merdeka
dalam berbagai bahasa dengan judul yang sedang kemerdekaan itu adalah hukuman.
bervariasi; di Amerika diberi judul Manusia itu dijatuhi hukuman yang berupa
Existentialism, di Jerman Lst der kemerdekaan (condamne a etre lebre).
Existenzialismus ein Humanismus. Buku Artinya, manusia berbuat, pada dasarnya,
lainnya adalah Marxism and Existentialism tanpa arti dan tanpa tujuan sama sekali. Hal
yang merupakan buku tentang kritik Sartre inilah yang dimuakkan itu dan itu tidak
terhadap pemikiran dialektik yang diperlukan oleh manusia, barang yang tidak
diterjemahkan dari judul aslinya Critique de berarti bagi manusia karena bahkan
Raison Dialectique (Precede de Question de bertentangan dengan kecenderungan manuia
Methode) dan dipublikasikan pada tahun itu sendiri. Sartre mengatakan bahwa jika
1960. Buku lainnya adalah The Wall dan orang memandang betul-betul maka seluruh
L’etre et le Neant yang diterjemahkan ke realitas dan manusia itu sendiri adalah
dalam Bahasa Inggris dengan judul Self amorph (tanpa aturan, tanpa ketentuan,
Deception (penipuan diri sendiri). Pada tanpa warna, tanpa rupa). Dapatkah
tahun 1960, dia menolak hadiah Nobel dikatakan bahwa manusia tanpa ketentuan
dalam bidang kesusastraan. Jean-Paul Sartre sama sekali. Andaikata demikian, manusia
meninggal dunia pada tahun 1980. tidak bisa berfikir, tidak bisa mengerti, tidak
bisa menguraikan.13 Dalam hal ini, Sartre
C. PEMIKIRAN FILSAFAT JEAN- tidak bisa menulis paparan yang panjang-
PAUL SARTRE lebar. Pernyataan Sartre di atas tidaklah
Sebagimana telah dikemukakan pada sub-
benar sama sekali. Paling sedikit ada
bab terdahulu bahwa sebahagian dari
ketentuan dimana manusia dapat mengerti,
pemikiran Sartre telah disinggung pada saat
dapat berfikir dan bahwa manusia mencari
membicarakan tentang buku romannya yang
arti. Itulah ketentuan yang tidak bisa hilang
berjudul La Nausee yang banyak
bagaimanapun manusia memandang.
menggambarkan tentang pemikiran filsafat
Andaikata pada manusia tidak ada dorongan
eksistensialismenya namun hal itu belum
untuk mencari arti dan tujuan dari adanya,
sampai kepada bahasan akhirnya.
arti dan tujuan yang fundamental, yang

12
Hazel E. Barnes, An Exintentialist Ethnics
13
(New York: Alfred A. Knopf, 1968), hal. 29. N. Driyarkara S. J., Op. Cit., hal. 76.

35
Filsafat Eksistensialisme|Mahmuddin Siregar

terpokok, yang terakhir, yang menjadi harapannya menjadi kenyataan, dia harus
tujuan dari semua tujuan, bagaimanakah dia berusaha.16
menyebut nausee. Hal ini merupakan Apabila orang telah sampai ke tingkat
pertanda bahwa manusia itu pada dasarnya kebebasan yang seperti ini, dia akan
mau atau tidak mau mencari yang merasakan nikmat ketenteraman jiwa dan
sebaliknya dari nausee.orang tidak bisa akan terlepas dari segala kekhawatiran. Di
putus asa kalau tidak ingin yang sebaliknya sinilah letak dalamnya hadis Nabi SAW
dari yang menyebabkan putus asa. Orang yang berbunyi:” penyembah dirham dan
tidak akan mengatakan bahwa hidup berupa dinar akan berputus asa”.17
kegelapan, andaikata dia tidak mencari Pemikiran filsafat lainnya dari Sartre
cahaya yang terang. adalah l’etre en-soi. Etre berarti ada atau
Ibn Atha’ullah as-Sakandari sangat berada atau juga sesuatu yang ada.18 Untuk
tepat sekali dalam menyatakan pengertian memahami pengertian en-soi, terlebih
kebebasan ketika dia menasehati muridnya dahulu kata sebaliknya L’etre-pour soi yang
dengan mengatakan:” anda tidak harus diartikan dengan pengada yang sadar akan
putus asa ketika kehilangan sesuatu dan diri sendiri. Jadi L’etre-en soi adalah
tidak terlalu tergantung kepada adanya pengada yang tidak sadar akan diri sendiri.19
sesuatu. Orang yang memperoleh sesuatu, Dalam etre-pour soi atau pengada yang
dia akan sangat tergantung kepadanya. Jika sadar terdapat subjek dan objek. Kedua
dia kehilangan apa yang dimilikinya, dia unsur ini terdapat dalam diri pengada yang
akan bersedih hati. Dia akan membuktikan sadar itu. Jadi, seolah-olah terdapat
ketaatannya atas sesuatu yang adanya keduaan. Artinya, yang berupa subjek
menggembirakan atau hilangnya adalah pengada yang sadar dan yang berupa
14
menyedihkan hal ini”. objek adalah dia sendiri, sekedar untuk
Lebih lanjut Ibn Atha’ullah as- disadari. Kenyataan ini tidak tidak terdapat
Sakandari mengatakan:” hendaknya anda dalam etre-en soi. Artinya, tidak ada subjek
dapat menerima kesedihan seperti anda dan tidak ada objek. Oleh karenanya L’etre-
dapat menerima kegembiraan”.15 Pengertian en-soi gelap bagi sendiri (Il est opque a lui-
seperti ini, kata at-Taftazani, adalah meme) kjarena padat dengan diri sendiri.
pengertian positif, bukan pengertian negatif. Jadi etre-en-soi adalah masif; artinya
Pengertian ini membekali orang dengan tertutup, tanpa hubungan dengan apapun
keluhuran yang membuatnya teguh dalam juga. Dalam pengada yang sadar (etre-pour
perjuangan hidup dan tidak tunduk kepada soi) mempunyai hubungan dengan lain-
hallusinasi dan di siang bolong. Jika dia lainnya, sebab dia sadar tentang lain-
ingin mencapai cita-citanya dan membuat lainnya, misalnya kita sadar tentang dunia
luar, tentang sesama manusia dan lain
14
Abu al-Wafa at-Taftazani, Islam dan Filsafat
16
Eksistensial Terj. dari al-Islam wa al-Fikri al-Wujudi oleh Ibid., hal. 32.
17
Rifyal Ibid.
18
Ka’bah (Jakarta: Minaret, 1987), hal. 31. N. Driyarkara S. J., Loc. Cit.
15 19
Ibid., hal. 31-32. Ibid., hal. 78.

36
Yurisprudentia Volume 1 Nomor 2 Desember 2015

sebagainya. Hal ini tidak diketemukan berarti manusia menyadari bahwa dia selalu
dalam etre-en-soi, dia bersifat buta. Tentang berada dalam peralihan. Di sinilah terletak
ini hanya dapat dikatakan bahwa dia ada, kerumitan manusia itu; demikian Sartre.
lain tidak. Timbulnya pun secara kebetulan, Manusia itu,setelah menyadari dirinya, dia
jadi tidak memerlukan keterangan sama membantahnya, menyangkalnya. Dia
sekali. Hal ini berkaitan dengan bantahan membantah itu dengan mengalih, menuju
Sartre terhadap Tuhan sebagai pencipta kepada yang lain. Manusia selalu menuju
dunia ini. Dia mengatakan:” andaikata etre- kepada yang lain. Setelah yang lain itu
en-soi (pengada yang tidak sadar)diciptakan tercapai, pada waktu itu pula dia
oleh Tuhan, maka ujud ini ada di dalam diri menyangkalnya. Jadi, manusia itu selalu
Tuhan atau di luar-Nya. Jika di dalam-Nya berubah, selalu meluncur, selalu menuju
maka belum tercipta, dan jika di luar-Nya kepada. Hakikat penyangkalan itu dapat
maka bukan ciptaan sebab berdiri sendiri”.20 dirumuskan dalam kalimat ini: Yang ada
tidak dimaui, yang dimaui belum ada. Jadi,
Bagi Sartre, karena manusia itu pengada
manusia itu laksana orang yang mengejar
yang sadar (letre-pour-soi),persoalannya
bayangannya. Menurut Sartre, itulah hakikat
menjadi rumit. Pertama, dia sadar. Dari sini
manusia.
muncul tanggung jawab. Karena tanggung
jawab, manusia harus menentukan. Dari sini Dalam filsafat ini kelihatan suatu dilema.
timbul kesendirian (kesepian), lalu rasa Karena kesadarannya, manusia berbuat.
takut muncul. Kemudian, Sartre Berbuat berarti berubah. Apa yang dicapai,
menambahkan lagi dari kesadaran itu pasti diingkari. Manusia harus berbuat
muncul penyangkalan (neantiser). Manusia sementara dia sudah mengetahui hasil
itu selalu menyangkal. Sadar berarti sadar perbuatannya tidak akan memuaskan
akan sesuatu, yaitu sadar akan sesuatu yang dirinya. Seolah-olah berbut itu adalah
terletak di luar kesadaran itu. Ini berarti, dia hukuman yang tak terelakkan bagi manusia.
berhubungan dengan sesuatu yang berada di Di sini, tergambarlah suatu filsafat putus
luar dirinya, sesuatu yang bukan dirinya. asa. Untuk apa mengejar sesuatu padahal
Sampai di sini belum ada kejanggalan. Akan sudah diketahui bahwa sesuatu itu dicapai,
tetapi, Sartre kemudian menambahkan sadar dia akan mengingkarinya. Jadi, semua usaha
tentang sesuatu berarti menyangkal telah diketahui akan berakhir sia-sia, tetapi
sesuatu.21untuk ini, Sartre menggunakan toh manusia harus berbuat. Menurut Sartre,
istilah neantiser. Dengan kesadaran itu itulah hukuman bagi manusia. Manusia
manusia menyadari bahwa dia tidak berdiri harus demikian. Dia dihukum oleh oleh
sendiri. Dalam kenyataannya, manusia itu kesadarannya. Dia harus meluncur terus
termuat dalam kompleks perbuatan. Tentang sampai dia terengah-engah kepayahan.
berbuat, manusia sadar dia berbuat. Itu Untuk membebaskan diri dari hukuman itu
hanya ada dua kemungkinan: menjadi yang
20
Ibid. tak berkesadaran (en-soi, hewan,
21
N. Drijarkara S.J., Op. Cit., hal. 80.

37
Filsafat Eksistensialisme|Mahmuddin Siregar

tetumbuhan, batu) atau bunuh diri. Menjadi konsep tentang dirinya. Itu adalah manusia,
en-soi tidak mungkin, yang mungkin adalah yang oleh Heidegger disebut realitas
bunuh diri. manusia. Apa yang kita maksud dengan
mengatakan eksistensi mendahului esensi
Sastre tidak membedakan realitas
pada manusia?. Kita maksudkan bahwa
sebagai realitas dan realitas sebagai ide.
manusia adalah yang pertama dari semua
Kita dapat mengatakan bahwa realitas
yang ada; menghadapi dirinya, menghadapi
sebagai ide ada di dalam pikiran Tuhan dan
dunia dan mengenal dirinya sesudah itu.
realitas sebagai realitas di luar Tuhan serta
Bila manusia sebagai seorang eksistensialis
di luar pun tidak perlu berarti berdiri sendiri
melihat dirinya sebagai tidak dapat dikenal,
dengan sepenuhnya. Kita harus mengakui
itu karena dia mulai dari ketiadaan. Dia,
bahwa barang-barang yang betul-betul ada
tetap, tidak ada sampai suatu ketika dia ada
itu dalam arti berdiri sendiri. Dan jika
seperti yang diperbuatnya terhadap dirinya
dipikir terus, nyatalah kepada kita bahwa
sendiri. Oleh karena itu, tidaklah ada
barang-barang tersebut digerakkan oleh
kekhususan kemanusiaan karena tidak ada
Sang Pencipta.
Tuhan yang mempunyai konsep tentang
Bila kita berfikir bahwa Tuhan adalah manusia.22 Formula ini dianggap amat
pencipta maka kita akan membayangkan penting oleh Sartre karena bila eksistensi
bahwa Tuhan mengetahui secara persis apa manusia mendahului esensinya berarti
yang akan diciptakan-Nya. Jadi, konsep manusia harus bertanggung jawab terhadap
sesuatu yang akan diciptakan oleh Tuhan itu untuk apa dia ada.
telah ada sebelum sesuatu yang akan
Sastre menjelaskan, karena manusia
diciptakan oleh Tuhan itu telah ada sebelum
mula-mula sadar bahwa dia ada, itu berarti
sesuatu itu diciptakan (diadakan). Jika
manusia menyadari bahwa dia mengahadapi
demikian, maka bagi manusia pun berlaku
masa depan dan dia sadar dia berbuat
formula esensi mendahului esensi. Ini bila
begitu. Hal ini menekankan suatu tanggung
Tuhan yang menciptakan manusia. Ide
jawab pada manusia. Inilah yang dianggap
seperti ini ada pada agama, juga pada
sebagai ajaran pertama dan utama dari
filsafat Diderot, Voltaire, Kant dan ,
filsafat eksistensialisme. Bila manusia
bahkan, Plato. Nah, Sartre menyatakan
bertanggung jawab atas dirinya sendiri, itu
bahwa itu semua berlawanan dengan
bukan berarti dia bertanggung jawab hanya
kenyataan.
atas dirinya sendiri, tetapi juga pada seluruh
Eksistensime yang atheis, yang saya manusia. Dengan tegas, Sartre menyatakan :
adalah salah seorang tokohnya, menyatakan “When we say that man choose himself, we
bahwa bila Tuhan tidak ada maka tinggal do mean that every one of us must choose
satu yang ada yang eksistensinya himself; but by that we also mean that in
mendahuluinya esensinya, suatu ada yang
22
adanya sebelum dia dapat dikenal dengan Paula Rothenberg den Karsten Struhl,
Philosophy Now (New York: Random Inc., 1972, hal. 36.

38
Yurisprudentia Volume 1 Nomor 2 Desember 2015

choosing for himself he choose for all men. borjuis, tetapi juga mengenai manusia itu
For in effect, of all there is not one which is sendiri.25
not creative, at same time, of an image of
Sartre adalah filosof ateis. Itu
man such as he believes he ought to be. To
dinyatakannya secara terang-terangan.
choose between this or that is at same time
Konsekwensinya pandangan ateis itu ialah
to affirm the value of that which is chosen;
tuhan tidak ada, atau sekurang-kurangnya
for we are unable ever to choose the worse.
manusia bukanlah ciptaan Tuhan. Oleh
What we choose is always the better; and
karena itu, konsepnya tentang manusia ialah
nothing can be better for us unless it is
manusia bukan ciptaan Tuhan. Dari
better for all. If, moreover, existence
pemikiran ini dia menemukan bahwa
precedes essense and we will to exist at the
eksistensi manusia mendahului esensinya.
same time as we fashion our image, that
Pendapat ini amat janggal sebab biasanya
image is valid for all for the entire epoch in
sesuatu harus ada esensinya lebih dahulu
which we find ourselves. Our renponsibility
sebelum keberadaannya (eksistensinya).
is thus much greater than we had supposed,
for it concerns mankind as a whole.23 Pendapat ini dijelaskan dengan ilustrasi
berikut. Jika seseorang ingin membuat suatu
Tampak bagi kita bahwa pendapat Sartre
barang, misalnya buku, dia mestinya telah
tentang eksistensi manusia bukan sekadar
mempunyai konsep (image atau apalah
hendak menjelaskan keadaan beradanya
namanya) tentang buku yang akan
manusianya manusia di tengah manusia dan
dibuatnya itu. Selanjutnya, dibuatnyalah
bukan manusia, lebih dari itu hendak
buku sesuai dengan konsep yang telah ada
menjelaskan tanggung jawab manusia yang
padanya. Dalam konteks pembicaraan ini,
seharusnya dipikul oleh manusia.
konsep buku merupakan buku pada masa
Munculnya fikiran ini tidaklah
pra-eksistensinya. Jelaslah sekarang bahwa
mengherankan bila kita membayangkan
kehadiran buku itu ditentukan oleh
keadaan dunia pada ketika itu, khususnya
pembuanya, yaitu manusia. Maka untuk
Eropa Barat tempat Sastre hidup. Di Eropa
buku berlaku esensi mendahului eksistensi.
Barat hidup dinikmati dan dinikmatkan
Ini, tentulah, formula biasa. Yang tidak
dengan cara yang sehebat-hebatnya.24
biasa ialah eksitensi mendahului esensi
Keadaan ini merupakan pengaruh berbagai
sebagaimana yang diajarkan oleh
sitem pemikiran yang hidup ketika itu.
eksitensialisme itu untuk manusia.
Keadaan ini diperburuk oleh pengaruh
Perang Dunia Kedua sehingga Heineman Seandainya pemikiran ini diajukan untuk
menyatakan bahwa krisis abad ke-20 menekankan tanggung jawab manusia, itu
menimpa seluruh lapangan dan hubungan. tidaklah sulit jika dia percaya kepada
Krisis itu tidak hanya mengenai kebudayaan Tuhan.

23 25
Ibid., hal. 37. R.F. Beerling, Filsafat Dewasa Ini Terjemahan
24
Ibid., hal. 86. Hasan Amin (Jakarta: Balai Pustaka, 1966), hal. 47.

39
Filsafat Eksistensialisme|Mahmuddin Siregar

Eksistensi manusia menunjukkan basically and completely free”.28 Oleh


kesadaran manusia, terutama pada dirinya karena itu, menurut Sartre, manusia itu tidak
sendiri bahwa dia berhadapan dengan dunia. solider tapi soliter.dia memikul berat dunia
Dari konsep ini muncullah ciri lain hakikat seorang diri. Kenyataan manusia, nasibnya
keberadaan manusia. Orang eksistensialis diserahkan kepada dirinya sendiri tanpa
berpendapat bahwa salah satu watak bantuan orang lain dan harus
keberadaan manusia ialah takut.26 Takut itu mempertanggung jawabkannya. Dalam
datang dari kesadaran manusia tentang memutuskan, saya tidak mempunyai bukti
wujudnya di dunia. Sartre menyatakan, bila atau alasan bahwa putusan saya itu benar.
manusia menyadari dirinya berhadapan Hanya sayalah yang menjamin putusan itu
dengan sesuatu, menyadari dia telah benar tanpa bantuan orang lain dan saya
memilih untuk berada, pada waktu itu juga harus mempertanggung jawabkannya pada
dia telah bertanggung jawab untuk orang lain sebagai sesama manusia yang
memutuskan bagi dirinya sendiri dan bagi juga memiliki kebebasannya masing-
keseluruhan manusia dan pada saat itu pula masing. Apabila kebebasan itu merupakan
manusia merasa tidak dapat melepaskan diri kondisi bagi penjelmaan eksistensi kita
dari tanggung jawab menyeluruh.27 sebagai pribadi, sedangkan kebebasan itu
sekaligus disertai keharusan kita untuk
Pemikiran filsafat eksistensialisme Sartre
memikul tanggung jawab pada orang lain
adalah La Liberte atau kemerdekaan
sebagai sesama pemilik kebebasan, maka
manusia. Manusia itu bebas, merdeka. Oleh
dapat disimpulkan bahwa kebebasan itu
karena itu, dia harus bebas menentukan dan
akhirnya dibatasi oleh kehadiran orang lain.
memutuskan. Dalam menentukan dan
Manusia tidak mungkin mempertahankan
memutuskan, dia bertindak sendirian tanpa
monopoli atas dunianya karena dunia itu
orang lain yang menolong atau bersamanya.
dihuninya bersama orang lain. Menurut
Manusia memiliki kebebasan sepenuhnya,
analisa Sartre, berbagi dunia dengan orang
sebab tanpa kebebasan tidak mungkin
lain itu merupakan penghambat bagi
manusia membuat rancangan bagi
usahanya untuk memberi wujud pada
eksistensinya serta berusaha memberi wujud
eksistensinya sesuai dengan rancangannya
pada apa yang dirancangnya bagi dirinya.
sendiri. Ini menimbulkan takut. Takut
Mana mungkin hal ini terjadi bila manusia
bukanlah suatu suasana batin yang biasa,
tidak memiliki kebebasan?. Maka Sartre
melainkan suatu suasana batin yang pokok.
menegaskan bahwa manusia harus
Kita tidak pernah mengetahui dengan tepat
menyadari kebebasan penuh demi memberi
terhadap apa kita takut. Takut itu datangnya
makna pada eksistensinya. Dia
tiba-tiba dan secara tiba-tiba pula dia
mengatakan;”Human reality is free,
menghilang. Seolah-olah manusia itu takut
26
kepada yang tidak ada seperti orang yang
A.K. Bierman dan James A. Could, Philosophy
for a New Generation (New York: The Macmillan Co.,
28
1973), hal. 602. Fuad Hassan, Pengantar Filsafat Barat
27
Op. Cit., hal. 38 (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1996), hal. 159.

40
Yurisprudentia Volume 1 Nomor 2 Desember 2015

takut pada gelap. Takut itu, sebenarnya, terus-menerus. Di sinilah letak kemerdekaan
adalah takut kepada wujud. Wujud itulah manusia.
yang mengasingkan kita dan membuat kita
Cara yang lebih sederhana untuk
menjadi terpencil.29 Manusia tidak seperti
memahami pemikiran filsafat Sartre ini
mesin yang bisa berjalan jika digerakkan
adalah dengan mengambil contoh lain,
oleh bahan bakar. Manusia lain, dia
misalnya pak Karto dengan
bergerak dengan inisiatifnya sendiri atau dia
membandingkannya dengan batu hitam A.
sendirilah yang menggerakkan dirinya
Batu hitam A tetaplah batu hitam A
sendiri. Kemerdekaan manusia dalam
disebabkan benda tersebut tidak sadar akan
kehidupannya mempunyai kedudukan yang
dirinya sendiri. Karena tidak sadar maka dia
sentral. Tanpa kemerdekaannya, manusia
masif tidak membuat lobang di dalamnya.
bukanlah manusia lagi.
Dia adalah en-soi. Sebaliknya, pak Karto
Sartre menghantam tiap-tiap bentuk sadar akan dirinya sendiri Dan seolah-olah
determinisme –suatu aliran filsafat yang membuat lobang di dalamnya. Dia tidak
berpendapat bahwa manusia itu tidak dapat masif, dia berlobang atau
bebas/merdeka karena dia dipastikan secara berkesadaran dan dalam kesadaran itu,
mekanis seperti mesin atau paling sedikit manusia mengubah diri dengan
secara psikologis, misalnya karena nafsu- meninggalkan dia seperti apa adanya.
nafsunya. Semua itu nonsens, kata Sartre. Dapatkah kita mengatakan bahwa dia itu
Jika aku menjerumuskan kesusilaanku, itu adalah dia?. Jawabannya adalah dapat
karena saya mau. Jika aku tidak mau, tak namun awasilah betul-betul, dia itu sedang
berdayalah dorongan-dorongan yang ada ditinggalkan, sedang dibukankan; jadi sudah
dalam diriku. Jika aku jatuh cinta, itu karena bukan dia. Manusia, di tiap-tiap saat, adalah
dengan merdeka aku telah memilih jatuh dia akan tetapi sebagai bukan dia.
cinta.
Hubungannya dengan kemerdekaan
Dengan kemauannya, dengan terletak pada kenyataan bahwa dia itu tidak
kemerdekaannya, dengan perbuatannya; pernahlah dia. Batu A tetaplah A dan tidak
manusia selalu membuat dirinya. Dia selalu bisa tidak merupakan A secara mutlak, tak
membuat, membuat, terus-menerus mungkin berlainan. Tapi bagaimanakah
membuat, membuat dan tak ada habisnya. dengan mnusia. Di atas sudah jelas bahwa
Manusia itu, kata Sartre, merupakan manusia selalu meniadakan dirinya, dia
pengada yang tidak pernah identik dengan selalu bukan dia. Hal ini terjadi karena dia
dirinya sendiri. Pada tiap-tiap saat, dia tidak terikat (merdeka).
adalah bukan atau kebukanan. Artinya, dia
Namun, sebaliknya, kata Sartre manusia
selalu membukan. Sartre mengistilahkannya
tidak bisa apa saja. Tukang cukur tidak bisa
dengan manusia itu adalah aneantisation
sebentar lagi berubah menjadi penerbang
29
atau ahli atom. Kemerdekaan manusia itu
0p. Cit., hal. 223-224.

41
Filsafat Eksistensialisme|Mahmuddin Siregar

terikat oleh dan dalam situasi tertentu. meneropong problem kebebasan manusia
Perubahannya hanya berjalan dalam dalam bereksistensi.31
kemungkinan-kemungkinan yang ada pada
Begitu besarnya arti kebebasan
situasi yang tertentu dan dalam situasi-
(kemerdekaan) bagi Sartre sampai dia
situasi tertentu itu dia bebas secara mutlak,
beranggapan bahwa tatapan mata itu
tergantung pada dirinya sendiri dan
merampok kebebasan manusia dalam
bertanggung-jawab kepada dirinya sendiri.
berbuat. Artinya, kebebasan seseorang amat
Kesadaran akan tanggung-jawab itu, dipengaruhi oleh orang lain dan hal itu
kadang-kadang, menyebabkan rasa takut, dipandang oleh Sartre sebagai sesuatu yang
rasa khawatir, was-was. Dari sini dapat merampas kemerdekaan seseorang. Sebagai
dimengerti pemikiran Sartre bahwa manusia contoh dikemukakan olehnya dengan
itu mengertinya dalam ketakutan. Hal ini tampilnya seseorang (orang lain) di depanku
disebabkan oleh kemerdekaan manusia itu sebagai dia yang memandangku; dia
untuk menentukan sesuatu yang akan menatapku lekat-lekat seperti mau
dikerjakan atau diperbuat tanpa pertolongan mengoyak, menelanjangiku dengan
orang lain. Sartre mengatakan:” bahwa tatapannya dan mau merenggut
dalam kemerdekaannya, manusia itu sendiri kebebasanku. Hal ini terjadi karena orang
sama sekali. Kami tidak akan memungkiri menatap itu menjadikan Sartre sebagai
bahwa dalam menentukan itu, manusia objek seakan-akan dia itu benda serta
bertindak sendiri. Akan tetapi, bila yang keberadaannya ada pada orang itu (en-soi)
ditentukan itu perbuatan baik bukankah dan hal inilah yang ditentang oleh filsafat
manusia insyaf juga bahwa tiap-tiap eksistensialisme.
manusia lain akan menyetujuinya. Pemikiran filsafat yang diajukan Sartre
Tanggung-jawab yang besar dirasakan, akan ini juga telah dipraktekkan oleh ahli-ahli
tetapi keinsyafan bahwa perbuatan itu baik teologi Islam. Hal ini terjadi pada saat
menyebabkan manusia merasa bersatu pemecahan masalah antara nasib (al-jabr)
dengan sesama manusia. Bahkan dengan dan pilihan bebas (al-ikhtiyar) dengan
seluruh bangsa manusia, bahwa penerapan analisa yang dapat menenangkan
perbuatannya akan dibenarkan oleh seluruh hati. Konsep tersebut sebagaimana
dunia”.30 Inilah yang menjadi titik tolak dikemukakan oleh asy-Syahrastani dengan
ajaran Eksistensialisme. Kesadaran ini mengutip pernyataan al-Asy’ari yang
adalah hasil tempaan pengalaman- menyatakan bahwa:” manusia berkuasa atas
pengalaman Sartre yang dia hadapi selama perbuatannya ketika dia menemukan dalam
menjalani tugas kemiliterannya. dirinya perbedaan kemestian antara gerak
Penderitaan, kekejaman perang,
penganiayaan dan segala bentuk penderitaan
eksistensi manusia menghantar Sartre untuk 31
F. X. Muji Sutrisno dan F. Budi Hardiman,
Para Filsuf Penentu Gerak Jaman (Yogyakarta: Kanisius,
30
Ibid., hal. 86-87. 1992), hal. 101.

42
Yurisprudentia Volume 1 Nomor 2 Desember 2015

gementar dan takut dan antara gerak pilihan sebagaimana yang dipunyai oleh Mu’tazilah
bebas dan kemauan”.32 (al-Qur’an dan Hadis mutawatir). Di sinilah
Manusia, menurut Asy’ari, tidak sanggup terlihat dengan jelas bahwa ajaran-ajaran
melalaikan kemauan dan kesanggupan Kristiani tidak memberi bekas atau
melakukan perbuatan pilihan bebas yang dia pengaruh apa-apa dalam diri Sartre.
rasakan dalam dirinya. Ada perbuatan- Al-Taftazani melihat kekhawatiran
perbuatan yang terpaksa dia terima seeperti Sartre itu diakibatkan oleh perasaan
perasaan gemetar yang datang sendiri menyeleweng dari norma-norma tertentu
sewaktu dalam keadaan sakit. Jelasnya, al- yang diyakini orang dapat menyadarkannya
Asy’ari berkeyakinan bahwa tidak ada akan kemanusiaannya. Kehidupan manusia,
pilihan bebas mutlak atau menerima nasib sebenarnya, adalah konflik terus menerus
mutlak.33 Dalam hal ini, kata at-Taftazani, antara kecenderungan, perasaan dan
al-Asy’ari lebih realitas dari pada Sartre, keinginan-keinginan di satu pihak dengan
karena al-Asy’ari tidak memastikan prinsip-prinsip moral atau keadaan
kebebasan absolut tanpa batas sebagaimana masyarakat di lain pihak. Sewaktu tidak
halnya Sartre yang menyebut kebebasan mau terikat dengan norma-norma ini, dia
sebagai semacam kemestian. merasa khawatir.34
Kebebasan untuk berbuat atau memilih Pemikiran filsafat Sartre yang lain adalah
sikap bila dikaitkan dengan pandangan L’ atrui (sesama manusia atau tepatnya ada
Mu’tazilah, nampaknya sikap Sartre lebih bersama). Dalam hidup sehari-hari, kita ada
bersesuaian walaupun terdapat perbedaan bersama dengan sesama manusia; kita
yang kecil. Mu’tazilah memandang manusia bergaul, bersenda gurau, makan bersama,
itu, memang, bebas dalam berbuat. Artinya, bertindak bersama; kita cinta, kita bersama-
manusia itu sendirilah yang menentukan sama merasa sedih atau bahagia. Dalam
pilihannya sendiri tanpa intervensi Tuhan. semua itu, kita mengalami atau menghayati
Dia bebas untuk memilih antara yang baik bahwa kita berada bersama dengan sesama
dan yang buruk karena manusia itu sendiri manusia.
dapat mengetahuinya. Namun, kata aliran Sartre berpendapat bahwa hubungan
Mu’tazilah, kemampuan manusia untuk dengan sesama manusia itu merupakan
mengetahui kedua hal di atas ada batasnya. unsur yang mutlak dalam hidup kita. Ada
Sartre, tentu, tidak melibatkan Tuhan dalam bersama itu bukanlah sesuatu yang hanya
segala tindak-tanduknya. Artinya, dia bebas insidentil, hanya kebetulan, bisa terjadi.
sama sekali, tanpa bantuan orang lain. Di Sartre mengatakan, sebab ada bersama
sinilah, menurut hemat penulis, munculnya adalah sesuatu yang niscaya. Kelebihan
kemerdekaan dalam ketakutan ala Sartre, Sartre dibandingkan dengan filosof-filosof
sebab dia tidak mempunyai rujukan sama eksistensialis yang lain adalah bergaul dan
sekali yang dapat dijadikan sandaran ada bersama itu merupakan konflik atau

32
Abu al-Wafa at-Taftazani, Op. Cit., hal. 25.
33 34
Ibid., hal.25-26. Ibid., hal. 27.

43
Filsafat Eksistensialisme|Mahmuddin Siregar

permusuhan terus menerus, karena, pada tidak mengherankan bila manusia itu saling
dasarnya, hal itu merupakan hakekat hidup mengintip, incar-mengincar, rebut-merebut
bersama.35 dan mencoba saling mengobjekkan (l’enfer,
Sebagai bahan bandingannya c’est les autres).
dikemukakan pendapat tokoh eksistensialis Dalam situasi hubungan dengan
yang lain yaitu Gabriel Marcel. Dia semacam itu, orang dapat mempunyai dua
mengatakan bahwa ada bersama dan hidup kecenderungan. Pertama, saya bisa taat
bersama itu, pada hakekatnya, adalah kepada orang lain dengan membuat diriku
cinta.36 Namun di lain pihak, kita melihat objek baginya, seperti terjadi dalam cinta
adanya benci, rasa permusuhan. Itu semua dan masokisme. Kedua, saya juga bisa
hanyalah perkosaan dari apa yang memberlakukan diri sebagai objek bagi saya
seharusnya (cinta). Tidak mungkin ada yang bertindak sebagai subjek seperti benci,
pembencian dan permusuhan, jika sadisme dan seksualitas.
seharusnya itu, pada hakekatnya, bukanlah Relasi banci itulah relasi dengan sesama
cinta. sehingga sesama merupakan neraka
Sartre menerangkan pemikirannya itu (l’enfer) bagiku, kata Sartre. Aku tak bisa
dengan mengatakan:” dalam semua menerima sesama sebagai subjek, apalagi
perjumpaan, semua pergaulan, manusia hidup bersamanya, katanya lebih lanjut.
selalu mencoba merendahkan orang lain Kesadaran bahwa subjek bertemu subjek
untuk dijadikan objeknya.menjadikan objek senantiasa teralihkan karena sesama di
berarti menjadikan barang untuk bawah tatapan mataku adalah objek. Ini
kepentingannya, untuk kesenangannya, berarti mematikan subjektifitas orang lain.38
untuk kepuasannya sendiri. Itulah yang Sartre ternyata takut kehilangan
selalu yang dituju oleh setiap manusia eksistensinya karena manusia lain adalah
dalam semua perjumpaannya dengan musuh atau manusia yang tidak
sesama manusia”.37 Dia melukiskan memperdulikan manusia lainnya. Dengan
manusia lain itu adalah regard (pandangan) kata lain, manusia takut kepada ketiadaan
yang hendak merendahkan dirinya menjadi (nothingness) dan kematian yang
objeknya. Merasa kecil, bimbang, malu dan menunggunya. Penulis melihat jalan pikiran
lain-lain terjadi karena regard menjadikan semacam ini amat berpengaruh di barat
diri seseorang menjadi objek. Dan pada abad XX ini dimana kepentingan
sebaliknya, aku sendiripun selalu mencoba individu menempati segala-galanya di atas
mangobjekkan manusia lain. Jadi, hidup kepentingan lainnya.
bersama pada hakekatnya adalah mencoba Pengamatan penulis ini, tentunya,
memandang tanpa dipandang, mencoba didukung oleh kenyataan hidup mereka
makan tanpa dimakan. Oleh karenanya, yang memang benar-benar bebas sehingga
lepas dari kontrol agama Kristen yang
35
N. Driyarkara S. J., Op. Cit., 87.
36 38
Ibid., hal. 88. F.K. Mudji Sutrisno dan F. Budi Hardiman,
37
Ibid. Op. Cit., hal. 103.

44
Yurisprudentia Volume 1 Nomor 2 Desember 2015

banyak mereka anut. Di samping itu, Kemajuan industri dan ilmu pengetahuan
ketidak-acuhan antara seseorang dengan di Eropa yang tidak ditopang oleh ajaran-
orang lainnya di kalangan mereka amat ajaran agama (karena agama Kristen tidak
dominan sehingga tidak terlihat peranan mampu mengimbanginya) menyebabkan
agama Kristen itu sendiri di tengah-tengah timbulnya berbagai aliran yang cenderung
mereka. merendahkan martabat manusia itu sendiri.
Aliran ini timbul karena agama Kristen
D. Kesimpulan
tidak mampu mewarnai kehidupan
Dari beberapa kajian yang dapat
masyarakat barat pada waktu itu baik
diketengahkan dalam kajian ini, kiranya
selama perang maupun sesudah perang. Hal
dapat ditarik kesimpulan bahwa filsafat
itu terlihat dengan jelas pada pandangan
eksistensialisme Sartre diperoleh dari
filsafat Sartre tentang kebebasan dan
suasana perang dunia ke dua; perang yang
keberadaan manusia itu sendiri yang
tidak mengindahkan hakekat manusia itu
ternyata tidak tahan uji terhadap kenyataan
sendiri. Harga nyawa ayam lebih baik dari
yang ada.
harga nyawa manusia serta keberadaannya
Sartre amat rumit mengemukakan
di tengah-tengah masyarakat manusia. Hal
pandangan filsafatnya serta mengarah
ini ditambah lagi dengan perkembangan
kepada atheisme (pengingkaran adanya
pemikiran filsafat yang berkembang pada
Tuhan).
saat itu.

Daftar Kepustakaan

Barnes, Hazel E., An Existentialist Ethics, New York, Alfred A. Knopf, 1968.

Beerling, R.F., Filsafat Dewasa Ini Terjemahan Hasan Amin, New York, Balai
Pustaka, 1966.

Bierman, A.K., James A. Could, Philosophy for a New Generation (New York, The
Macmillsn Co., 1973.

Hassan, Fuad, Pengantar Filsafat Barat, Jakarta, Dunia Pustaka Jaya, 1996.
-------, Berkenalan dengan Eksistensialisme, Jakarta, Dunia Pustaka Jaya (1973),
Cetakan V,1992.

Kaufmann, Wolter, Existentialism from Dostoevsky To Sartre, New York, New


American Library, 1975.

45
Filsafat Eksistensialisme|Mahmuddin Siregar

Sarte, J-P, Existentialism and Human Emotion, Terjemahan B. Frechman, New York,
Philosophical Library, 1948.

Sutrisno, F.X. Muji dan F. Budi Hadiman, Para Filsuf Penentu Gerak Zaman,
Yogyakarta, Kanisius, 1992.

S.J. N. Driyarkara, Percikan Filsafat, Jakarta, Pembangunan, 1978.

At-Taftazani, Abu al-Wafa, Islam dan Filsafat Eksistensial Terj. dari al-Islam wa al-
Fikri al- Wujudi oleh Rifyal Ka’bah, Jakarta, Minaret, 1987.

Titus, Harold H., dkk., Persoalan-persoalan Filsafat Terj. dari Living Issues in
Philosophy oleh H.M. Rasyidi, Jakarta, Bulan Bintang, 1984.

46

Anda mungkin juga menyukai