Anda di halaman 1dari 2

Abidin, Filsafat Manusia, 25-34

Sarwono, Berkenalan dengan Aliran-aliran tokoh Psikologi, 87-90


Dalam buku Berkenalan dengan Aliran-aliran tokoh psikologi, Daripada membahas mengenai
masalah apa itu arti jiwa, orang-orang dengan aliran fungsionalisme lebih memilih untuk
mengkaji mengenai apa fungsi dari jiwa. Salah satu tokoh terkenalnya ada John Dewey. Dalam
ilmu pendidikannya, ia mengemukakan tentang learning by doing. Menurut Dewey – yang
bersikap pragmatis ini – segala sesuatu yang dilakukan harus memiliki tujuan. Ia berpendapat
bahwa berpikir bukanlah hanya untuk berpikir saja, akan tetapi harus ada tujuan untuk perubahan
dalam buah pikirannya itu. Pemikirannya ini berlawanan dengan teori elementisme.
Tokoh lainnya yang beraliran fungsionalisme adalah James R. Angell. Sejak tahun 1906, ia
menjabat sebagai presiden APA (American Psychological Assosiation). Dalam papernya, ia
menuliskan 3 pandangannya terhadap fungsionalisme :
1. Fungsionalisme adalah psikologi tentang mental operation yaitu aktivitas bekerjanya
jiwa, yang merupakan lawan dari psikologi tentang elemen elemen mental.
2. Fungsionalisme adalah psikologi tentang kegunaan dasar dari kesadaran, yang meyakini
bahwa jiwa merupakan jembatan antara lingkungan dan kebutuhan organisme. Untuk
keadaan biasa, ketika tidak darurat, maka yang berfungsi adalah kebiasaan (habits).
3. Fungsionalisme adalah psikofisik, yaitu psikologi yang membahas mengenai keseluruhan
organisme (terdiri dari badan dan jiwa). Ia juga memelajari tentang hal hal yang ada di
luar kesadaran, yaitu kebiasaan dan hal-hal setengah sadar.
Kemudian, tokoh selanjutnya adalah James McKeen Cattell. Dua tokoh fungsionalisme
sebelumnya berasal dari Chicago, sedangkan tokoh ini mewakili kelompok Columbia. Kelompok
ini berfokus pada institut perguruan dan ciri khas dari aliran ini adalah kebebasan dalam
mempelajari tingkah laku. Kelompok ini juga memilki dua pandangan mengenai
fungsionalisme :
1. Fungsionalisme tidak perlu menganggap manusia sebagai dualisme, karena manusia
dianggap suatu keseluruhan yang dianggap kesatuan.
2. Fungsionalisme tidak perlu untuk memelajari deskriptif tentang tingkah laku, karena
yang paling utama adalah fungsi dari tingkah laku tersebut. Yang menjadi fokus harusnya
adalah hubungan antara satu tingkah laku dengan tingkah laku lainnya atau hubungan
tingkah laku dengan lingkungannya.
Karena bersifat pragmatis dan praktis, aliran ini berkembang dengan cepat di Amerika dan
memicu munculnya cabang-cabang dari psikologi lain seperti psikologi abnormal, psikologi
forensik, psikologi klinis, dan semacamnya. Catell juga merupakan murid dari Wundt, yang di
kemudian hari berpendapat bahwa perbedaan individual bisa dipelajari tanpa menggunakan
metode instropeksi. Tentu saja hal ini ditentang oleh Wundt, namun, secara diam-diam, ia tetap
melakukan berbagai percobaan dan akhirnya menemukan alat untuk mengukur kemampuan
individual yang disebut psikotes.
Sedangkan, dalam buku filsafat manusia, membahas mengenai humanisme. Yaitu
gerakan intelektual dan kesusatraan yang menjadi motor penggerak kebudayaan modern,
terutama di Eropa. Paham ini menjunjung tinggi nilai dan martabat manusia dan menyatakan
bahwa manusia adalah pusat dari realitas. Kemudian, manusia juga merupakan tolak ukur, dan
sebagai pencipta dari dunia itu sendiri, bukan sekedar penziarah yang datang ke bumi ini.
Munculnya Gerakan ini terjadi karena dirasakannya pada abad pertengahan, manusia terlalu
terkurung dalam dogma agamis dan gerejani, situasi pada saat itu meyakini bahwa yang berbeda
dari dogma agamis adalah orang yang sesat. Dengan adanya humanisme, manusia diharapkan
mampu membebaskan akal budi dari gereja. Abad pertengahan adalah abad di mana otonomi,
kreativitas, dan kemerdekaan berpikir manusia dibelenggu oleh kekuasaan gereja, bahkan abad ini sering
disebut “abad kegelapan” karena akal budi manusia tertutup dogma-dogma gereja.

Aliran-aliran yang termasuk dalam humanism ada tiga. Yang pertama adalah marxisme,
yang bermaksud menundukkan manusida pada pusat kehidupan secata teoritis. Martabat dan
kemanusiannya dijunjung tinggi. Namun, untuk mewujudkannnya dibutuhkan revolusi atau
perombakan sistem sosial besar-besaran. Aliran ini menghendaki pemilikan Bersama atas alat-
alat produksi – berbeda dengan kapitalisme yang dianggapnya serakah karena aliran tersebut
ingin menguasai secara pribadi alat-alat produksinya – demi menghilangkan berbagai penindasan
dan ketidakadilan akibat tidak meratanya pemegang kekuasaan alat-alat produksi tersebut. Aliran
yang kedua adalah pragmatisme, yaitu menjadikan manusia sebagai tolak ukur bagi segala-
galanya dan memiliki posisi sentral dalam relitas. Dan yang terakhir adalah eksistensialisme,
yaitu aliran yang meyakini bahwa tiada dunia lain di luar dunia manusia. Manusia merupakan
subjek atau individu yang konkret, dan merupakan pusat dunia sehingga kekuatan apapun tidak
mampu menghapus kedudukan individu sebagai pusat dari dunianya.
Dalam kata ‘paideia’ dari Bahasa Yunani, humanisme berusaha menempatkan liberal
dalam sarana utama Pendidikan. Mereka menganggap bahwa liberal mampu membebaskan
manusia dari kekuatan diluar dirinya dan menjadikan manusia lebih manusiawi. Kebebasan yang
diperjuangkan adalah kebebasan yang berkarakter manusiawi (dalam batas alam, sejarah, dan
masyarakat). Sekalipun humanism menentang gereja, bukan berarti mereka anti agama.
Humanisme tetap mempercayai nilai-nilai agama akan tetapi berusaha tetap menanamkan nilai
manusiawinya.
Humanisme juga menjangkau ilmu pengetahuan yang biasa dikenal dengan ilmu
humanistic Menurut Wilhelm Dilthey, Geisteswissenchaften merupakan ilmu tentang manusia,
yaitu mengenai ‘roh’. Namun roh yang dimaksud disini adalah ilmu-ilmu sosial seperti hukum,
psikologi, dan antropologi. Ilmu-ilmu ini membahas mengenai ekspresi-ekspresi manusia,
Dengan metode Verstehen, gejala yang diungkap bukanlah gejala alam atau fisik, tetapi gejala
hidup yang keberadaannya dimaknai oleh dirinya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai