Anda di halaman 1dari 3

Resume Filsafat Manusia

Disusun oleh : Sebastian Mehitabel (1120700000225)


Kelas D

Manusia dalam Sinaran Filsafat Humanisme


Humanisme mudah dijelaskan melalui sisi sejarah dan sisi aliran-aliran filsafat. Pada sisi
sejarah merupakan gerakan intelektual dan kesusastraan yang muncul pada abad ke-14 masehi
yang muncul di Italia. Tokoh-tokoh yang merupakan pendukung gerakan ini adalah Dante,
Petrarca, Boccaceu, dan Michelangelo. Pada sisi filsafat merupakan Farhan filsafat yang
menjunjung tinggi manusia sehingga manusia memiliki kedudukan yang tinggi dan sentral dalam
teoritis filsafat atau pun kehidupan sehari-hari. Manusia dipandang sebagai ukuran bagi setiap
penilaian dan acuan utama semesta ini. Manusia dianggap sebagai vaber mundi(pekerja atau
pembentuk dunia) bukan sebagai viator mundi(peziarah dunia). Hal ini memaksudkan segala
sesuatu di dunia harus bertolak ukur dan mereferensikan pada manusia itu sendiri bukan pada
kekuatan di luar manusia.
Pada abad ke-14 humanisme sebagai motor pengerak renaisans. Humanisme pada sisi
sejarah dimaksud untuk membangunkan manusia yang dikuasai oleh dogma-dogma gereja. Abad
tersebut dikenal dengan “The Dark age” atau “abad kegelapan” karena pemikiran manusia dibatasi
oleh dogma-dogma gereja yang dimana jika tidak sesuai dengan dogma-dogma gereja dianggap
sesat bahkan dalam catatan sejarah sampai dihukum mati. Maka munculah gerakan kaum
humanisme yang ingin melepaskan manusia dari dogma-dogma gereja yang membatasi pikiran
manusia. Kaum humanisme mengajarkan pemikiran liberal yang dimana manusia punya kuasa
atas eksistensinya sendiri dan masa depannya. Hal ini berlawanan dengan ajaran gereja bahwa
manusia sudah diatur oleh tuhan dan tidak bisa menentukan masa depannya. Namun bukan berarti
kaum humanisme anti-agama karena mereka tidak memungkiri bahwa ada kekuatan ilahi yang
mencampuri kehidupan manusia, mereka percaya dibalik kuasa tuhan manusia masih memiliki
banyak potensi dan kuasa untuk menentukan hidupnya sendiri.
Dalam humanisme manusia merupakan pusat realitas sehingga segala sesuatu yang ada
di realitas harus dikembalikan ke manusia. Maka penilaian serta interpretasi apapun yang
menjadikan manusia sebagai entitas marjinal atau pinggiran tidak dapat dibenarkan. Maka atas
dasar tersebut aliran aliran yang dapat dikategorikan sebagai humanisme adalah marxisme,
pragmatisme, dan eksistensialisme dikarenakan sebagai berikut :
1. Marxisme atau komunisme memprinsipkan mendudukan manusia sebagai pusatnya.
Hal ini karena marxisme menginginkan martabat manusia ditinggikan dan
menghilangkan ketergantunggan pada kaum borjuis, dengan cara alat-alat produksi
dimiliki bersama. Dengan dilakukannya itu dianggap akan adanya keadilan dan
kesejahteraan sosial tercapai. Maka segenap manusia dapat “dimanusiakan”.
2. Pragmatisme dapat disebut humanisme karena seperti yang dikemukakan Protagoras
manusia adalah tolak ukur segala-galanya. Maka manusia dipusatkan sebagai
mentalitas segala-galanya. Pengetahuan, moralitas, seni, produksi, dan bahkan agama
dianggap sesuatu yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa manusia karena hal –hal
tersebut dimaksudkan untuk membuat kehidupan manusia menuju kehidupan yang
lebih baik.
3. Eksistensialisme dianggap sebagai humanisme karena paham ini mengangap tidak ada
sesuatupun di luar dunia manusia. Manusia dianggap bukan subjek melainkan pusat
dunia sehingga manusia bisa mengatakan “tidak” pada kekuatan diluar manusia
dengan mempertegas dirinya sebagai pusat dunia.
Mazhab Psikologi Humanistik
1. Abraham Maslow (1908 - 1970)
Abraham Maslow dikenal dengan teori motivasinya. Teori ini mendalilkan bahwa
perkembangan psikologis manusia didorong oleh hierarki kebutuhannya yaitu
Kebutuhan fisiologis (physiological needs), kebutuhan keamanan (safety needs),
kebutuhan cinta (love & belonging needs), kebutuhan untuk dihargai (esteem needs),
dan aktualisasi diri (self actualization).
2. Erich Fromm (1900-1980)
Menurut Erich Fromm, kebutuhan naluri mendasar dalam prespektif psikoanalisis
humanistik adalah : - Kebutuhan Relasional. - Kebutuhan akan Identitas - Kebutuhan
akan Transedensi - Kebutuhan Berakar - Kerangka orientasi dan pengabdian.
3. Carl R. Rogers (1902 - 1988)
Menurut Rogers semua manusia lahir membawa dorongan untuk meraih sepenuhnya
apa yang diinginkan dan berperilaku secara konsisten menurut diri mereka sendiri.
Rogers berpendapat bahwa ada lima hal penting dalam proses pembelajaran humanistik
yaitu :
a. Hasrat untuk belajar. Adanya rasa ingin tahu dan kemauan manusia dengan alam
sekitarnya.
b. Belajar bermakna. Peserta didik yang belajar memilih apakah kegiatan yang
dilakukan bermanfaat untuk dirinya atau tidak.
c. Belajar tanpa hukuman. Belajar yang terbebas dari ancaman hukuman yang
menyebabkan anak dapat bebas berekspresi sehingga mereka mampu bereksperimen
dan menemukan sesuatu yang baru.
d. Belajar dengan inisiatif sendiri. Menyiratkan tingginya motivasi belajar intrinsik
yang dimiliki peserta didik . Dengan banyak berinisiatif, anak mampu mengarahkan
dirinya sendiri, menentukan pilihannya, serta berusaha menimbang secara mandiri atas
hal yang baik bagi dirinya.
e. Belajar dan perubahan, sebagai pelajar tentunya harus belajar untuk dapat
menghadapi situasi duniayang terus berubah dan berkembang.
Pandangan Dilthey tentang manusia memang berbau humanisme. Menurutnya, gejala
manusia itu sangat unik dan tidak bisa begitu saja disamakan dengan gejala alam lainnya. Manusia
adalah subjek, bukan objek. Manusia adalah Roh (Geist), yang tidak dapat diobjektifkan secara
sewenang-wenang tanpa menghapuskan kerohaniannya. Manusia adalah makhluk yang bukan
hanya masuk dalam kategori “alam”, tetapi juga “hidup” (Leben). Seseorang hidup dengan
pengalamannya, pemikirannya, nilai-nilainya, imajinasinya, harapannya. Menerapkan metode
ilmu-ilmu alam pada gejala manusia, hanya merampas keunikan, subjektivitas, dan kerohanian
manusia.
Pandangan Dilthey tentang Geisteswissenchaften dan Verstehen-nya cukup besar
pengaruhnya. Sehingga kita bisa mengenal nama-nama seperti Max Weber, William James, Carl
Rogers, atau Abraham Maslow. Mereka semua mengembangkan dan mempraktekkan Verstehen
di dalam ilmu-ilmu sosiologi, ekonomi, antropologi, dan psikologi. Mereka disebut sebagai para
“Ilmuwan Humanis” dan ilmunya disebut sebagai “Ilmu-ilmu Humanistik”.
Abraham Maslow, Max Weber dan yang lainnya tidak sepenuhnya setuju dengan
bipolarisasi antara Geisteswissenchaften dan Naturwissenchaften model Dilthey. Satu hal yang
menjadi trade mark mereka adalah: Manusia yang menjadi “objek” telaah ilmu-ilmu mereka,
diperlakukan secara hormat sebagai “subjek”. Maka definisi ilmu-ilmu humanistik adalah ilmu-
ilmu yang menempatkan manusia sebagai subjek, sedemikian rupa sehingga manusia tetap
dijunjung tinggi nilai dan martabat kemanusiaannya.

Anda mungkin juga menyukai