Anda di halaman 1dari 23

TUGAS RINGKASAN

TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK DAN HUMANISTIK

NAMA DAN NIM:

SANTA THERESIA SITINJAK (A1C116003)


SHABRINA NUR HAFIZHAH (A1C116037)
AYU AZURA FARIZA (A1C116065)

DOSEN PENGAMPU:
Dra. M. DWI WIWIK ERNAWATI, M.Kes

MINARNI, S.Pd, M.Si

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2017
PEMBAHASAN

1. TEORI HUMANISTIK

Humanistik adalah aliran dalam psikologi yang muncul pada 1950-an


sebagai reaksi terhadap behaviorisme dan psikoanalisis. Aliran ini secara
eksplisit memberikan perhatian pada dimensi manusia dari psikologi dan
konteks manusia dalam pengembangan teori psikologis. Permasalahan ini
dirangkum dalam lima postulat psikologi humanistis dari James Bugental
(1964), sebagai berikut:

1. Manusia tidak dapat direduksi menjadi komponen-komponen.

2. Manusia memiliki konteks yang unik dalam dirinya.

3. Kesadaran manusia menyertakan kesadaran akan diri dalam konteks orang


lain.

4. Manusia mempunyai pilihan-pilihan dan tanggung jawab.

5. Manusia bersifat intensional, mereka mencari makna, nilai, dan memiliki


krearivitas.

A. Defenisi

Psikologi humanistis atau disebut juga dengan nama psikologi


kemanusiaan adalah suatu pendekatan yang multifalset terhadap pengalaman
dan tingkah laku manusia, yang memusatkan perhatian pada keunikan dan
aktualisasi diri manusia. Bagi sejumlah ahli psikologi humanistis ia merupakan
alternatif, adapun bagi sejumlah ahli psikologi humanistis lainnya merukan
perlengkap bagi penekanan tradisional behaviorisme dan psikoanalisis. Situs
www.geocities.com/masterptvpsikologi menyebutkan bahwa psikologi
humanistis berdasarkan kepada keyakinan bahwa nilai-nilai etika merupakan
daya psikologi yang kuat dan ia merupakan penentu asas kelakuan manusia.
Adapun Charlotte Buhler-pemimpin internasional dan juru bicara senior
psikologi humanistis menekankan ciri-ciri psikologi humanistis berikut ini
sebagai hal-hal yang mendasar, yaitu mencoba menemukan jalan masuk ke arah
studi dan pemahaman individu sebagai keseluruhan. Berhubungan erat dengan
eksistensialisme yang menjadi landasan filosofinya dan terutama dengan
pengalaman intensionalitas sebagai inti diri dan motivasi individu. Konsep
tentang manusia yang paling sentral ialah kreativitas.

B. Psikologi Humanistik

Abraham Maslow (1908-1970) dapat dipandang sebagai bapak dari


psikologi humanistik. Gerakan ini merupakan gerakan psikologi yang merasa
tidak puas dengan psikologi behavioristik dan psikoanalisis, dan mencari
alternatif psikolog yang fokusnya adalah manusia dengan ciri-ciri eksistensinya.
Ia tertarik pada apa yang dikemukakan oleh Adler, dan ia sendiri dijadikan
contoh teori Adler tentang rasa inferior dan kompensasi (Schultz dan Schultz,
1992). Namun kompensasinya semula tidak dapat dicapainya dan ia pindah
menekuni buku dan dalam hal ini ia berhasil.

Gerakan psikologi humanistik mulai di Amerika Serikat pada tahun 1950


dan terus berkembang. Para tokohnya berpendapat bahwa psikologi terutama
psikologi behavioristik mendehumanisasi manusia. Sekalipun psikologi
behavioristik menunjukkan keberhasilannya yang cukup spektakuler dalam
bidang-bidang tertentu, namun sebenarnya gagal untuk memberikan sumbangan
dalam pemahaman manusia dan kondisi eksistensinya.

C. Ciri-ciri psikologi yang berorientasi humanistik

1. Memusatkan perhatian pada person yang mengalami dan karenanya berfokus


pada pengalaman sebagai fenomena primer dalam mempelajari manusia.

2. Menenkankan pada kualitas-kualitas yang khas manusia, seperti kreativitas,


aktualisasi diri, sebagai lawan dari pemikiran tentang manusia yang mekanistis
dan reduksionistis.

3. Menyadarkan diri pada kebermaknaan dalam memilih masalah-masalah yang


akan dipelajari dan prosedur-prosedur penelitian yang akan digunakan.

4. Memberikan perhatian penuh dan meletakkan nilai yang tinggi pada


kemuliaan dan martabat manusia serta tertarik pada perkembangan potensi yang
inheren pada setiap individu (Misiak dan Sexton, 1988). Selain Maslow sebagai
tokoh dalam psikologi humanistik, jug Carl Rogers (1902-1987) yang terkenal
dengan client-centered therapy.
D. Konseling dan Terapi

Psikologi humanistis meliputi beberapa pendekatan ontuk konseling dan


psikoterapi. Pada pendekatan-pendekatan awal ditemukan teori perkembangan
dari Abraham Maslow, yang menekankan padahierarki kebutuhan dan motivasi,
psikologi eksistensial dari Rollo May yang mempelajari pilihan-pilihan manusia
dan aspek tragis dari keeksistensian manusia dan terapi person-centered atau
client-centerd dari Carl Rogers yang memusatkan seputar kemampuan klien
untuk mengarahkan diri sendiri (self-direction) dan memahami perkembangan
diri sendiri. Teori humanistik juga mempunyai pengaruh besar pada bentuk lain
dari terappi yang populer, seperti Harvey JackinsRe-evaluation Counseling
dan studi dari Carl Rogers.

Asosiasi humanistis optimis bahwa pandangan dunia telah salah mengerti


mengenai teori humanistis. Dalam respons mereka terhadap Seligman &
Csikzentmihalyi, Borhart & Greening mencatat bahwa seiring dengan self-
actualization dan individual fulfillment, psikologi humanistis juga telah
memublikasikan karya ilmiah mengenai isu dan topik sosil seperti promosi
perdamaian internasional, kesadaran akan holocaust, pengurangan kekerasan,
dan promosi akan kesejahteraan sosial dan keadilan untuk semua.

Usaha dari para ahli psikologi humanistis dan positif untuk menjelaskan
tingkah laku manusia sering kali berarti bahwa teori-teori tersebut tidak dapat
dibuktikan salah, namun bukan berarti pula bahwa teori-teori ini benar adanya.
Sebagai contoh, teori psikologi Adler dapat menjelaskan hampir semua tingkah
laku sebagai tanda bahwa seorang telah mengatasi perasaan inferior mereka.
Sebaliknya, dengan tingkah laku yang sam juga dapat berlaku sebagai tand
bahwa seorang individu gagal mengatasi perasaan inferior.

E. Implikasi Teori Belajar Humanistik

1. Guru sebagai Fasilitator

Psikologi humanstik memeberi perhatian atas guru sebagai fasilitator


yang berikut ini adalah berbagai cara untuk memeberi kemudahan belajar dan
berbagai kualitas si fasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari
beberapa guidenes (petunjuk).

2. Ciri-ciri Humanistik Mengenai Guru-guru yang Baik dan Kurang Baik


Menurut Hamacheek, guru-guru yang efektif tampaknya adalah guru-
guru yang manusiawi. Mereka mempunyai rasa humor, adil, menarik, lebih
demokratis daripada autokratik, dan mereka mampu berhubungan dengan
mudah dan wajar dengan para siswa, baik secara perorangan ataupun secara
kelompok. Guru yang tidak efektif jelas kurang memiliki rasa humor, mudah
menjadi tidak sabar, menggunakan komentar-komentar yang melukai dan
mengurangi rasa ego, kurang terintegrasi cenderung bertindak agak otoriter dan
biasanya kurang peka terhadap kebutuhan-kebutuhan siswa mereka.

Combs dan kawan-kawan percaya bahwa apabila guru-guru merasa


tentram terhadap diri mereka sendiri dan terhadap kemampuan mereka, mereka
akan dapat memberikan perhatiannya kepada orang lain, dan apabila mereka
mempunyai perasaan bahwa mereka tidak mempunyai bekal yang cukup,
mereka mungkin akan memberikan respons pada siswa-siswa mereka dengan
cara mengembangkan aturan-aturan yang kaku dan bersifat otoriter dan
peraturan-peraturan itu digunakan untuk melindungi konsep diri masing-
masing. Guru-guru yang mempercayai bahwa setiap siswa itu mempunyai
kemampuan untuk belajar akan mempunyai perilaku yang lebih positif terhadap
siswa-siswa mereka.

Sesungguhnya guru adalah makhluk biasa. Guru sejati bukanlah makhluk


yang berbeda dengan siswa-siswanya. Ia bukan makhluk yang serba hebat. Ia
harus dapat berpartisipasi di dalam semua kegiatan yang dilakukan oleh siswa-
siswanya dan yang dapat mengembangkan rasa persahabatan secara pribadi
dengan siswa-siswanya dan tidak merasa perlu merasa kehilangan kehormatan
karenanya. Rasa was-was takut dalam keadaan tertentu adalah hal yang wajar.

F. Aplikasi Psikologi Humanistik pada Pendidikan

Guru-guru cenderung berpendapat bahwa pendidikan adalah warisan


kebudayaan, pertanggungjawaban sosial, dan bahan pengajaran yang khusus.
Mereka percaya bahwa masalah ini tak dapat diserahkan begitu saja kepada
siswa. Pada tipe ini, guru memberikan tekanan akan perlunya sesuatu rencana
pelajaran yang telah disiapkan dengan baik, materi yang tersusun dengan logis,
dan tujuan instruksional yang tertentu, dan mereka mempunyai kecenderungan
untuk memperoleh jawaban yang benar. Guru senang pada suatu pendekatan.
2. TEORI BELAJAR KONTRUKTIVISME

A. Pembelajaran Menurut Paradigma Kontruktivistik


Menurut Suparno, paham kontruktivistik pengetahuan merupakan
kontruksi (bentukan) dari orang yang mengenal sesuatu (skemata).
Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain karena
setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya.
Seseorang yang belajar berarti membentuk pengertian atau
pengetahuan secara aktif dan terus-menerus. Konstruksi berarti bersifat
membangun. Dalam konteks filsafat pendidikan, kontruktivisme adalah
suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.
Kontruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pembelajaran
konstektual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit
demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalaui konteks yag terbatas dan
tidak secara tiba-tiba.
Adapun menurut Tran Vui, kontruktivisme adalah suatu filsafat
belajar yang dibangun atas pengalaman-pengalaman sendiri. Sedangkan
teori kontruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan
terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan
kemampuannya untuk menemukan keinginan atau kebutuhanya tersebut
dengan bantuan fasilitasi orang lain.
Dari keterangan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa teori
kontruktivisme memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar
menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain
yang dierlukan guna mengembangkan dirinya. Sedangkan, tujuan teori
kontruktivisme adalah sebagai berikut.
a) Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan
dan mencari sendiri pertanyaannya.
b) Membantu sisiwa untuk mengembangkan pengertian dan
pemahaman konsep secara lengkap.
c) Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang
mandiri. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar
itu.

Adapun karakteristik/ciri pembejalaran secara kontruktivisme adalah


sebagai berikut.
a) Memberi peluang kepada pembelajar untuk membina pengetahuan
baru melalui keterlibatannya dalam dunia sebenarnya.
b) Mendorong ide-ide pembelajar sebagai panduan merancang
pengetahuan.
c) Mendukung pembelajaran secara koperatif.
d) Mendorong dan menerima usaha dan hasil yang diperoleh
pembelajar.
e) Mendorong pembelajar mau bertanya dan berdialog dengan guru.
f) Menanggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting
dengan hasil pembelajaran.
g) Mendorong inkuiri pembelajar melalui kajian dan eksperimen.

Kontruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru. Apa


yang dilalui dalam kehidupan manusia selama ini merupakan himpunan
dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Hal ini menyebabkan
seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Pendekatan kontruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti
pembelajar aktif membina pengetahuan berdasarkan pengalaman yang
sudah ada. Dalam konteks pembelajaran, pembelajar seharusnya
membina sendiri pengetahuan mereka.

Kontruktivisme sebagai deskripsi kognitif manusia sering


diasosiasikan dengan pendekatan pedogogi yang mempromosikan
learning by doing. Teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia
untuk belajar menemukan kompetensi diri, pengetahuan atau teknologi,
dan hal lain yang diperlakukan guna mengembangkan dirinya. Menurut
asalnya, teori kontruktivisme bukanlah teori pendidikan. Teori ini berasal
dari disiplin filsafat, khususnya filsafat ilmu. Menurut teori ini
pembentukan pengetahuan terjadi sebagai hasil kontruksi manusia atas
realitas yang dihadapinya. Dalam perkembangan kemudian, teori ini
mendapat pengaruh dari disiplin psikologis yang mendorong
terbentuknya pengetahuan. Menurut kaum kontruktivis, belajar
merupakan proses aktif siswa mengkontruksi pengetahuan. Proses
tersebut dicirikan oleh beberapa hal sebagai berikut.

a) Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan siswa


dari apa uang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami.
Konstruksi makna ini dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia
punyai.
b) Kontruksi makna merupakan suatu proses yang berlangsung
terusmenerus seumur hidup.
c) Belajar bukan kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih
berorientasi pada pengembangan berpikir an pemikiran dengan
cara membentuk pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil
dari perkembangan, melainkan perkembangan-suatu
perkembangan yang menutut penemuan dan pengaturan
kembali pemikiran seseorang.
d) Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skemata
seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih
lanjut. Situasi disekuilibrium merupakan situasi baik untuk
belajar.
e) Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman belajar dengan
dunia fisik dan lingkungan siswa.
f) Hasil belajar siswa tergantung pada apa yang sudah
diketahuinya.

B. Tokoh-Tokoh Teori Belajar Kontruktivisme


a. Driver dan Bell
Driver dan Bell mengajukan karakteristik teori belajar
kontruktivistik sebagai berikut.
1) Siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif, tetapi
memiliki tujuan.
2) Belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses
keterlibatan siswa.
3) Pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar,
melainkan dikontruksi secara persolnal.
4) Pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan
melibatkan pengaturan situasi kelas.
5) Kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan
seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber.
b. J.J Piaget
Berikut ini adalah tiga dalil pokok piaget dalam kaitannya dengan
tahap perkembangan intelektual atau tahap perkembangan
kontruktivisme kognitif atau biasa juga disebut tahap
perkembangan mental, yaitu sebagai berikut.
1) Perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap
beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama.
Setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan
dengan urutan yang sama.
2) Tahap-tahap tersebut didefenisikan sebagai suatu cluster dari
operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan,
pembuatan, hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang
menunjukkan adanya tingkah laku intelektual.
3) Gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh
keseimbangan (equibiration), proses pengembangan yang
menguraikan ineraksi antara pengalaman (asimilasi) dan
struktur kognitif yang timbul (akomodasi).

Selanjutya, piaget yang dikela sebagai kontruktivis,


menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam
pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Menurut
Ruseffendi, asimilasi adalh penyerapan informasi baru dalam
pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali
struktur pikiran karena adanya informasi baru sehingga
informasi tersebut mempunyai tempat. Penegrtian tentang
akomodasi yang lain seperti yang dikemukakan oleh
Suparno adalah proses mental yang meliputi pembentukan
skema baru yang cocok dengan rangsangan baru atau
memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan
rangsangan itu.

c. Vigotsky
Berbeda dengan kontruktivisme kognitif yang dikemukakan oleh
piaget, kontruktivisme sosial dikembangakan oleh vigotsky
memiliki pengertian bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam
interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemu atau
discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks
sosial budaya seseorang. Teori ini merupakan teori sosiogenesis,
yang membahas tentang faktor primer (kesadaran sosial) dan faktor
sekunder (individu), serta pertumbuhan kemampuan. Peserta didik
berpartisipasi dalam kegiatan sosial tanpa makna,kemudian terjadi
internalisasi atau pengendapan dan pemaknaan atau kontruksi
pengetahuan baru, serta perubahan (transformasi) pengetahuan.
Tingkat perkembangan kemampuan aktual terjadi secara mandiri
dan kemampuan potensial melalui bimbingan orang dewasa. Proses
kontruksi pengetahuan dilakukan secara bersama-sama dengan
bantuan yang diistilahkan degan scaffolding, misalnya dengan
memberikan petunjuk, pedoman, bagan/gambar, prosedur, atau
balik-an. Teori ini melandasi munculnya pembelajaran
kolaboratif/koperatif, pembelajaran berbasis masalah (PBL), dan
pembelajaran kontekstual.
Menurut teori ini, pengetahuan ada dalam pikiran manusia
dan merupakan interpetasi manusia terhadap pengalamannya
tentang dunia, bersifat perspektif, konvensional, tentatif, dan
evolusioner. Pengetahuan/konsep baru dibangun secara bertahap
dari waktu ke waktu dalam konteks sosial. Peserta didik
berinteraksi dengan materi pengetahuan dan mengintegrasikan info
lama dengan info baru dan kesadaran tentang apa yang dipelajari
(metakognitif) prinsip teori ini adalah sebgai berikut.
a) Pembelajaran sosial: peserta didik belajar melalui interaksi
dengan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.
b) Zona perkembangan terdekat: peserta didik lebih mudah
belajar konsep jika konsep itu berada pada zona
perkembangan terdekat mereka.
c) Pemagagan kognitif: peserta didik secara bertahap
memperoleh keahlian melalui interaksinya dengan orang lain
yang telah menguasai bidangnya.
d) Scaffolding: peserta didik diberikan tugas-tugas kompleks,
sulit dan realitas untuk kemudian diberikan bantuan
secukupnya untuk menyelesaikan tugas-tugas tersebut.

Menurut kontruktivise sosial, pengetahuan dibangun oleh


siswa sendiri dan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid,
kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
Peserta didik aktif mengkontruksi secrateru-menerus sehingga
selalu terjadi perubahan konsep lmiah. Peran guru hanya
sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses
kontruksi berjalan lancar.

d. Tasker
Tasker mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar
kontruktivisme sebagai berikut.

1) Peran aktif dalam mengkontruksi pengetahuan secara


bermakna.
2) Pentingnya membuatkaitan antara gagasan dalam
pengontruksian secara bermakna.
3) Mengaitakan antara gagasan dan informasi baru yang
diterima.

e. Wheatley
Wheatley mendukung pendapat di atas dengan mengajukan dua
prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar
kontruktivisme, yaitu sebagai berikut.
1) Pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara
aktif oleh struktur kognitif siswa.
2) Fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu
pengorganisasian melalui pengalaman nyata yag dimiliki
anak.

Kedua pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya


keterlibatan anak secara aktif dalam proses pengaitan
sejumlah gagasan dan pengontruksian ilmu pengetahuan
melalui lingkungannya.

f. Hanbury
Hanbury mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitanya dengan
pembelajaran, yaitu sebagai berikut.
1) Siswa mengontruksi pengetahuan dengan cara
mengintegrasikan ide yang mereka miliki.
2) Pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa
mengerti.
3) Strategi siswa lebih bernilai.
4) Siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling
bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan
temannya.
C. Unsur Penting dlam Lingkungan Pembelajaran
Kontruktivisme
Widodo menyimpulkan tentang lima unsur penting dalam lingkungan
pembelajaran yang kontruktivis sebagai berikut.
a) Memerhatikan dan memanfaatakan pengetahuan awal siswa
Kegiatan pembelajaran ditujukan untuk membantu siswa dalam
mengontruksi pengetahuan. Siswa didorong untuk mengentruksi
pengetahuan baru dengan memanfaatkan pengetahuan awal yang
telah dimilikinya. Oleh karena itu, pembelajaran harus
memerhatikan awal siswa dan memanfaatkan teknik-teknik untuk
mendorong agar terjadi perubahan konsepsi pada diri siswa.
b) Pengalaman belajar yang autentik dan bermakna
Segalakegiatan yang dilakukan di dalam pembelajaran dirancang
sedemikian rupa sehingga bermakna bagi siswa. Oleh karena itu,
minat, sikap, dan kebutuhan belajar siswa benar-benar dijadikan
bahan pertimbangan dalam merancang dan melakukan
pembelajaran. Hal ini dapat terlihat dari usaha-usaha untuk
mengaitkan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari, penggunaan
sumber daya dari kehidupan sehari-hari, dan juga konsep
penerapan.
c) Adanya lingkungan sosial yang kondusif
Siswa diberi kesempatan untuk bisa berinteraksi secara produktif
dengan sesama siswa maupun dengan guru. Selain itu, juga ada
kesempatan bagi siswa untuk bekerja dalam berbagai konteks
sosial.
d) Adanya dorongan agar siswa bisa mandiri
Siswa didorong untuk bisa bertanggung jawab terhadap proses
belajarnya. Oleh karena itu, siswa dilatih dan diberi kesempatan
untuk melakukan refleksi dan mengatur kegiatan belajarnya.
e) Adanya usah untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah
Sains bukan hanya berupa produk (fakta, konsep, prinsip, dan
teori), namun juga mencakup proses dan sikap. Oleh karenaitu,
pembelajaran sains juga harus bisa melatih dan memperkenalkan
siswa tentang kehidupan ilmuan.

D. Aspek-aspek Pembelajaran Kontrutivistik


Fornot mengemukakan aspek-aspek pembelajaran kontruktivistik
berupa adaptasi (adaptation, konsep pada lingkungan (the concept of
envieroment), dan pembentukan makna (the construction of meaning).
Dari ketiga aspek tersebut, oleh J.Piaget mengemukakan adaptasi
terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses, yaitu asimilasi dan
akomodasi.
1) Proses asimilasi
Proses asimilasi adalah proseskognitif ketika seseorang
mengintegritaskan yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi
dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan
mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema
yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus-menerus.
Asimilasi tidak akan menyebabkan peubahan/pergantian skemata,
tetapi perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses
individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri
dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang.
2) Proses akomodasi
Proses akomodasi dalam menghadapi rangsanagn atau pengalaman
seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru
dengan skemata yang sudah ada. Pengalaman yang baru itu bisa
saja sama sekali tidak cocok dengan skemata yang telah ada.
Dalam keadaan demikian, orang akan mengadakan akomodasi.
Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok
dnegan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah
ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.

Menurut Piaget, adaptasi merupakan suatu keseimbangan


antara asimilasi dan akomodasi. Bila proses asimilasi seseorang
tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap ligkungannya, terjadilah
ketidakseimbangan (dsequilibirium). Akibat ketidakseimbangan
itu, tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang ada akan
mengalami atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan
intelektual ini merupakan proses terus-menerus tentang keadaan
ketidakseimbangan dan keadaan seimbang (disequilibrium-
equilibrium). Akan tetapi, bila terjadi keseimbangan, individu akan
berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya.
E. Tujuan dan Hasil Belajar Menurut Paradigma Kontruktivistik
Menurut Santyasa, tujuan belajar menurut paradigma
kontruktivistik mendasarkan diri pada tiga fokus belajar sebagai berikut.
Proses
Fokus yang pertama adalah proses yang mendasarkan diri
pada nilai sebgai dasar untuk memersepsikan apa yang
terjadi apabila siswa diasumsikan belajar. Nilai tersebut
didasari oleh asumsi bahwa dalam belajar siswa hendaknya
mengembalikan siswa ke fitrahnya sebagai manusia
dibandingkan hanya menganggap mereka belajar hanya dari
apa yang dipresentasikan oleh guru. Implikasi nilai tersebut
melahirkan komitmen untuk beralih dari konsep pendidikan
berpusat pada kurikulum menuju belajar lebih berfokus pada
upaya bagaimana membantu para siswa melakukan revolusi
kognitif.
Transer belajar
Fokus yang kedua adalah transefer belajar yang
mendasarkan diri pada premis siswa dapat menggunakan
dibandingkan hanya dapat mengingat apa yang dipelajari.
Satu nilai yang dapat dipetik dari premis tersebut bahwa
meaningful learning harus diyakini memiliki nilai yang lebih
baik dibandingkan dengan rote learning, dan deep
understanding lebih baik dibandingkan senseless
memorization. Konsep belajar bermakna sesungguhnya telah
dikenal sejak munculnya psikologi Gestal dengan salah satu
pelopornya Whertheimer. Tanda pemahaman mendalam
adalah kemampuan mentransfer apa yang dipelajari ke dalam
situasi baru.
Bagaimana belajar
Fokus yang ketiga adalah bagaimana belajar (how to learn)
memiliki nilai yang lebih penting dibandingkan dengan apa
yang dipelajari (what to learn). Alternatif pencapaian
learning how to learn adalah dengan memberdayakan
keterampilan berpikir siswa. Dalam hal ini, diperlukan
fasilitas belajar untuk keterampilan berpikir. Belajar berbasis
keterampilan berpikir merupakan dasar untuk mencapai
tujuan belajar bagaimana belajar.

F. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Kontruktivistik


a. kelebihan
Dalam proses membina pengetahuan baru, pembelajar
berpikir untuk menyelesaikan masalah, menjalankan ide-
idenya, dan membuat keputusan.
Karena pembelajar terlibat secara langsung dalam membina
pengetahuan baru, pembelajar lebih paham dan dapat
mengaplikasikannya dalam semua situasi.
Karena pembelajar terlibat langsung secara aktif, pembelajar
akan mengingat semua konsep lebih lama.
Pemebelajar akan lebih memahami keadaan lingkungan
sosialnya, yang diperoleh dari interaksi dengan teman dan
guru dalam membina pengetahuan baru.
Karena pembelajar terlibat secara langsung secara terus-
menerus, pembelajar akan paham, ingat,yakin, dan
berinteraksi dengan sehat. Dengan demikian, pembelajar
akan merasa senang belajar dan membina pengetahuan baru.

b. Kelemahan

Peran guru sebagai pendidik kurang mendukung.


Karena cakupannya lebih luas, lebih sulit dipahami.

G. Implikasi Teori Kontruktivistik dalam Pembelajaran

Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar kontruktivisme, Tyler


mengajukan beberapa saran yang berkaitan dnegan rancangan pemelajaran
sebagai berikut.

Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan


gagasannya dengan bahasa sendiri.
Memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir tentang
pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif.
Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru.
Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang
telah dimiliki siswa.
Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka.
Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
SOAL DAN JAWABAN

1) Terdapat tiga gelombang teori belajar yaitu 1) Teori behavioristik atau S-


R, 2) Teori belajar pertumbuhan kognitif, 3) Teori belajar humanistik.
Jelaskan penekanan konsep masing-masing kelompok teori belajar diatas.

Jawaban

1) Teori behavioristik umumnya teori ini digunakan pada usia bayi dengan
menekankan pada perubahan perilaku melalui hubungan stimulus-respon (S-R),
reinforcement (penguatan) yang biasanya menggunakan stimulus hadiah atau
hukuman. Tokoh dari teori belajar behavioristik adalah Pavlov, Watson,
Skinner, Wull, Guthrie dan Thorndike.

2) Teori belajar pertumbuhan kognitif umumnya teori ini digunakan untuk


anak-anak dan remaja dengan menekankan pada kemampuan kecerdasan
intelektual dan kemampuan bahasa melalui pemikiran. Teori belajar
pertumbuhan kognitif berusaha menjelaskan dalam belajar orang-orang berpikir.
Tokoh dari teori belajar pertumbuhan kognitif adalah Piaget, Bruner dan
Ausebel.

3) Teori belajar humanistik pada dasarrnya memiliki tujuan belajar untuk


memanusiakan manusia. Oleh karena itu proses belajar dapat dianggap berhasil
apabila si pembelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Teori
belajar humanistik umumnya digunakan untuk orang dewasa yang menekankan
pada perubahan perilaku yang melibatkan perubahan kebiasaan, pikiran, nilai-
nilai, kepribadian, keyakinan dan penggunaan pengalaman dalam kehidupan
serta sinergitas antara pikiran dan perasaan. Tokoh teori belajar humanistik
adalah Malcom S. Knowles, Arthur W. Combs, Abraham Maslow dan Carl
Rogers.

2) Uraikan pandangan Carl Rogers, tokoh psikologi humanistic yang


mendukung konsep andragogi. Uraikan juga pandangan Maslow yang
mendukung konsep andragogi
Jawaban

Carl roger adalah seorang ahli ilmu jiwa humanistik yang menganjurkan
perluasan penggunaan teknik psikoterapi di bidang pembelajaran. Menurut
pendapatnya , peserta belajar dan fasilitator hendaknya memiliki pemahaman
yang dalam mengenai dirinya melalui pengalaman kelompok yang lebih
intensif. Pendekatan ini lebih dikenal dengan istilah latihan sensitivitas dan
sering pula disebut kelompok T (T-groups), kelompok temu karya/wicara,
kelompok laboratorium, lokakarya intensif, analisis transaksional, dan latihan
hubungan masyarakat. Menurut Rogers, latihan sensitivitas dimaksudkan untuk
membantu peserta belajar berbagi rasa dalam penjajagan sikap dan hubungan
interpersonal di antara mereka. Semula latihan sensitivitas diselenggarakan
untuk para fasilitator dan tenaga administrasi, kemudian atas anjuran Rogers
latihan itu juga diselenggarakan dikalangan siswa-siswa sekolah lanutan dan
sekolah tinggi dengan metode yang sama. Rogers menyebut sistem tersebut
pembelajaran yang berpusat pada peserta belajar, satu sebutan yang
merefleksikan konsep dasarterapi yang berpusat pada klien.

Rogers mengemukakan ada tiga unsur penting dalam belajar berpengalaman


(experimential learning).

1) Peserta belajar hendaknya dihadapkan pada masalah nyata yang ingin


dicari penyelesaiannya.

2) Apabila kesadaran akan masalah telah terbentuk, maka terbentuk pulalah


sikap terhadap masalah tersebut. Pada tahap ini, sikap terbentuk melalui proses
kenyataan-penerimaan-pengertian empatik.

3) Adanya sumber belajar, baik manusia maupun bahan tertulis/tercetak.

Pandangan Abraham maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri


individu ada dua hal: (1) suatu usaha yang positif untuk berkembang, dan (2)
kekuatan untuk melawan dan menolak perkembangan itu. Maslow
mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi
kebutuhan yang bersifat hierarkis. Pada diri setiap orang terdapat berbagai
perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang , takut untuk
mengambil kesempatan, takut dengan apa yang sudah ia miliki, dan sebagainya.
Tetapi disisi lain, seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah
keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah
kepercayaan diri menghadapi dunia luar, dan pada saat itu juga ia dapat
menerima diri sendiri. Menurut Abraham yang terpenting dalam melihat
manusia adalah potensi yang dimilikinya misalnya keterampilan membangun
dan menjaga hubungan yang hangat dengan orang lain, bagaimana mengajarkan
kepercayaan, penerimaan, kesadaran, memahami perasaan orang lain, kejujuran
interpersonal, dan pengetahuan interpersonal lainnya.

3) apa perbedan sumber belajar dan bahan ajar ?

Jawab :

Dalam kegiatan penyusunan perangkat pembelajaran Sering dijumpai istilah


bahan ajar ataupun sumber belajar, sepintas kedua istilah tersebut sering di
anggap memiliki pengertian yang sama. Terdapat dua istilah yang sering
digunakan untuk maksud yang sama namun sebenarnya memiliki pengertian
yang sedikit berbeda,. Untuk itu, maka berikut ini akan dijelaskan terlebih
dahulu tentang pengertian sumber belajar dan bahan ajar. Istilah sumber belajar
(learning resource), umumnya yang diketahui hanya perpustakaan dan buku
sebagai sumber belajar. Padahal secara tidak terasa apa yang mereka gunakan,
dan benda tertentu adalah termasuk sumber belajar. Sumber belajar ditetapkan
sebagai informasi yang disajikan dan disimpan dalam berbagai bentuk media,
yang dapat membantu siswa dalam belajar sebagai perwujudan dari kurikulum.
Bentuknya tidak terbatas apakah dalam bentuk cetakan, video, format perangkat
lunak atau kombkombinasi dari berbagai format yang dapat digunakan oleh
siswa ataupun guru. Sumber belajar memiliki beberapa jenis yaitu lingkungan
atau tempat, benda, orang, bahan, dan buku. Dari uraian tentang pengertian
sumber belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar merupakan bagian
dari sumber belajar. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan
untuk membantu guru/instruktor dalam melaksanakan kegiatan belajar
mengajar. Bahan yang dimaksud bisa berupa Bahan tertulis maupun bahan tidak
tertulis.Bahan ajar atau teaching-material, terdiri atas dua kata yaitu teaching
atau mengajar dan material atau bahan. Dalam pengerian lain bahan ajar
merupakan seperangkat materi/substansi pembelajaran (teaching material) yang
disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan
dikuasai siswa dalam kegiatan pembelajaran. Dengan bahan ajar
memungkinkan siswa dapat mempelajari suatu kompetensi atau KD secara
runtut dan sistematis sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua
kompetensi secara utuh dan terpadu. Beberapa macam Bahan ajar yaitu :

1. Media tulis,

2. Audio visual, elektronik, dan

3. Interaktif terintegrasi yang kemudian disebut sebagai medienverbund (bahasa


jerman yang berarti media terintegrasi) atau mediamix.

4) Menurut anda apa saja permasalahan pendidikan di Indonesia dan


bagaiman solusinya ?

Jawab :

1. Masalah mendasar pendidikan di indonesia

Masalah pertama adalah bahwa pendidikan, khususnya di Indonesia,


menghasilkan manusia robot. Kami katakan demikian karena pendidikanyang
diberikan ternyata berat sebelah, dengan kata lain tidak
seimbang.Pendidikan ternyata mengorbankan keutuhan, kurang seimbang antara
belajar yang berpikir (kognitif) dan perilaku belajar yang merasa (afektif). Jadi
unsur integrasi cenderung semakin hilang, yang terjadi adalah disintegrasi.
Padahal belajar tidak hanya berfikir. Sebab ketika orang sedang belajar, maka
orang yang sedang belajar tersebut melakukan berbagai macam kegiatan, seperti
mengamati, membandingkan, meragukan, menyukai, semangat dan sebagainya.

Masalah kedua adalah sistem pendidikan yang top-down (dari atas ke bawah)
atau kalau menggunakan istilah Paulo Freire (seorang tokoh pendidik dari
Amerika Latin) adalah pendidikan gaya bank. Sistempendidikan ini sangat tidak
membebaskan karena para peserta didik (murid) dianggap manusia-manusia
yang tidak tahu apa-apa Jadi hubungannya adalah guru sebagai subyek dan
murid sebagai obyek. Model pendidikan ini tidak membebaskan karena sangat
menindas para murid.

Yang ketiga, dari model pendidikan yang demikian maka manusia yang
dihasilkan pendidikan ini hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan
bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Manusia sebagai objek (yang
adalah wujud dari dehumanisasi) merupakan fenomena yang justru bertolak
belakang dengan visi humanisasi, menyebabkan manusia tercerabut dari akar-
akar budayanya (seperti di dunia Timur/Asia)

2. Kualitas pendidikan di Indonesia

a. Rendahnya sarana kualitas fisik

b. Rendahnya kualitas guru

c. Rendahnya kesejahteraan guru

d. Rendahnya prestasi siswa

e. Kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan

f. Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan

g. Mahalnya biaya pendidikan

Untuk mengatasi masalah-masalah, seperti rendahnya kualitas sarana fisik,


rendahnya kualitas guru, dan lain-lain seperti yang telah dijelaskan diatas,
secara garis besar ada dua solusi yaitu:

a. Solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang


berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistempendidikan sangat
berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di
Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme
(mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan
tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.

b. Solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait
langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah
kualitas guru dan prestasi siswa. Solusi untuk masalah-masalah teknis
dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas
sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi
peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai
pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa,
misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi
pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan
sebagainya.

Maka dengan adanya solusi-solusi tersebut diharapkan pendidikan di Indonesia


dapat bangkit dari keterpurukannya, sehingga dapat menciptakan generasi-
generasi baru yang berSDM tinggi, berkepribadian pancasila dan bermartabats.

5) Apa pengaruh penerapan kontuktivisme dalam pembelajaran kimia ?

Jawaban :

1. Pendekatan konstruktivis adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan


bahwa individu akan belajar dengan baik apabila mereka secara aktif
mengkonstruksi pengetahuan dan pemahaman.

2. Hasil belajar kimia adalah kemampuan y-kemampuan yang dimiliki siswa


setelah menerima pengalaman belajar kimia.

Identifikasi Masalah

Kurangnya pemahaman siswa dalam belajar kimia.

Hasil belajar kimia siswa masih tergolong rendah.

Strategi yang biasa diterapkan guru belum dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.

Kurangnya partisipasi siswa dalam belajar.

Batasan Masalah

Pendekatan pembelajaran yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan


konstruktivis.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Abu & S, Widodo. 2013. PSIKOLOGI BELAJAR. Jakarta: Rineka


Cipta

Jahja, Yudrik. 2011. PSIKOLOGI PERKEMBANGAN. Jakarta: Prenadamedia


Group

Sani, Abdullah, Ridwan. 2015. INOVASI PEMBELAJARAN. Jakarta: Bumi


Aksara

Thobrini, M. 2015. BELAJAR & PEMBELAJARAN TEORI DAN PRAKTIK.


Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Waigito, Bimo. 2012. PENGANTAR PSIKOLOGI UMUM. Jakarta: Andi

Anda mungkin juga menyukai