Anda di halaman 1dari 18

Psikologi : Perspektif Humanistik

I. PENGERTIAN
Psikologi humanistik atau disebut juga dengan nama psikologi kemanusiaan adalah suatu pendekatan yang
multifaset terhadap pengalaman dan tingkah laku manusia, yang memusatkan perhatian pada keunikan dan
aktualisasi diri manusia. Bagi sejumlah ahli psikologi humanistik ia adalah alternatif, sedangkan bagi sejumlah
ahli psikologi humanistik yang lainnya merupakan pelengkap bagi penekanan tradisional behaviorisme dan
psikoanalis (Misiak dan Sexton, 2005). Psikologi humanistik berdasarkan kepada keyakinan bahwa nilai-nilai
etika merupakan daya psikologi yang kuat dan ia merupakan penentu asas kelakuan manusia. Keyakinan ini
membawa kepada usaha meningkatkan kualitas manusia seperti pilihan, kreativitas, interaksi fisik, mental dan
jiwa, dan keperluan untuk menjadi lebih bebas. Situs yang sama menyebutkan bahwa psikologi humanistik juga
didefinisikan sebagai sebuah sistem pemikiran yang berdasarkan kepada berbagai nilai, sifat, dan tindak tanduk
yang dipercayai terbaik bagi manusia.
Psikologi humanistik dapat dimengerti dari tiga ciri utama, yaitu, pertama psikologi humanistik menawarkan
satu nilai yang baru sebagai pendekatan untuk memahami sifat dan keadaan manusia. Kedua, ia menawarkan
pengetahuan yang luas akan kaedah penyelidikan dalam bidang tingkah laku manusia. Ketiga, ia menawarkan
metode yang lebih luas akan kaedah-kaedah yang lebih efektif dalam pelaksanaan psikoterapi. Pokok persoalan
dari psikologi humanistik adalah pengalaman subjektif manusia, keunikannya yang membedakan dari hewanhewan, sedangkan area-area minat dan penelitian yang utama dari psikologi humanistik adalah kepribadian yang
normal dan sehat, motivasi, kreativitas, kemungkinan-kemungkinan manusia untuk tumbuh dan bagaimana bisa
mencapainya, serta nilai-nilai manusia Dalam metode-metode studinya, psikologi humanistik menggunakan
berbagai metode mencakup wawancara, sejarah hidup, sastra, dan produk-produk kreatif lainnya. (Misiak dan
Sexton, 2005).
Aliran ini secara eksplisit memberikan perhatian pada dimensi manusia dari psikologi dan konteks manusia
dalam pengembangan teori psikologis. Permasalah ini dirangkum dalam lima postulat Psikologi Humanistik dari
James Bugental (1964), sebagai berikut:
1.

Manusia tidak bisa direduksi menjadi komponen-komponen.

2.

Manusia memiliki konteks yang unik di dalam dirinya.

3.

Kesadaran manusia menyertakan kesadaran akan diri dalam konteks orang lain.

4.

Manusia mempunyai pilihan-pilihan dan tanggung jawab.

5.

Manusia bersifat intensional, mereka mencari makna, nilai, dan memiliki kreativitas.

Pendekatan humanistik ini mempunyai akar pada pemikiran eksistensialisme dengan tokoh-tokohnya seperti
Kierkegaard, Nietzsche, Heidegger, dan Sartre.
II. SEJARAH HUMANISTIK
Psikologi humanistik merupakan salah satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, dengan
akar pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan. Pada akhir tahun 1950an, para ahli psikologi, seperti : Abraham Maslow, Carl Rogers dan Clark Moustakas mendirikan sebuah
asosiasi profesional yang berupaya mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti tentang :
self (diri), aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta, kreativitas, hakikat, individualitas dan sejenisnya.
Kehadiran psikologi humanistik muncul sebagai reaksi atas aliran psikoanalisis dan behaviorisme serta
dipandang sebagai kekuatan ketiga dalam aliran psikologi.
Psikoanalisis dianggap sebagai kekuatan
pertama dalam psikologi yang awal mulanya datang dari psikoanalisis ala Freud yang berusaha memahami
tentang kedalaman psikis manusia yang dikombinasikan dengan kesadaran pikiran guna menghasilkan
kepribadian yang sehat. Kelompok psikoanalis berkeyakinan bahwa perilaku manusia dikendalikan dan diatur
oleh kekuatan tak sadar dari dalam diri.
Kekuatan psikologi yang kedua adalah behaviorisme yang dipelopori oleh Ivan Pavlov dengan hasil
pemikirannya tentang refleks yang terkondisikan. Kalangan Behavioristik meyakini bahwa semua perilaku
dikendalikan oleh faktor-faktor eksternal dari lingkungan.
Dalam mengembangkan teorinya, psikologi humanistik sangat memperhatikan tentang dimensi manusia dalam
berhubungan dengan lingkungannya secara manusiawi dengan menitik-beratkan pada kebebasan individu untuk

mengungkapkan pendapat dan menentukan pilihannya, nilai-nilai, tanggung jawab personal, otonomi, tujuan
dan pemaknaan. Dalam hal ini, James Bugental (1964) mengemukakan tentang 5 (lima) dalil utama dari
psikologi humanistik, yaitu: (1) keberadaan manusia tidak dapat direduksi ke dalam komponen-komponen; (2)
manusia memiliki keunikan tersendiri dalam berhubungan dengan manusia lainnya; (3) manusia memiliki
kesadaran akan dirinya dalam mengadakan hubungan dengan orang lain; (4) manusia memiliki pilihan-pilihan
dan dapat bertanggung jawab atas pilihan-pilihanya; dan (5) manusia memiliki kesadaran dan sengaja untuk
mencari makna, nilai dan kreativitas.
Terdapat beberapa ahli psikologi yang telah memberikan sumbangan pemikirannya terhadap perkembangan
psikologi humanistik. Sumbangan Snyggs dan Combs (1949) dari kelompok fenomenologi yang mengkaji
tentang persepsi. Dia percaya bahwa seseorang akan berperilaku sejalan dengan apa yang dipersepsinya.
Menurutnya, bahwa realitas bukanlah sesuatu yang yang melekat dari kejadian itu sendiri, melainkan dari
persepsinya terhadap suatu kejadian. Dari pemikiran Abraham Maslow (1950) yang memfokuskan pada
kebutuhan psikologis tentang potensi-potensi yang dimiliki manusia. Hasil pemikirannya telah membantu guna
memahami tentang motivasi dan aktualisasi diri seseorang, yang merupakan salah satu tujuan dalam pendidikan
humanistik. Morris (1954) meyakini bahwa manusia dapat memikirkan tentang proses berfikirnya sendiri dan
kemudian mempertanyakan dan mengoreksinya. Dia menyebutkan pula bahwa setiap manusia dapat
memikirkan tentang perasaan-persaannya dan juga memiliki kesadaran akan dirinya. Dengan kesadaran dirinya,
manusia dapat berusaha menjadi lebih baik. Carl Rogers berjasa besar dalam mengantarkan psikologi
humanistik untuk dapat diaplikasian dalam pendidikan. Dia mengembangkan satu filosofi pendidikan yang
menekankan pentingnya pembentukan pemaknaan personal selama berlangsungnya proses pembelajaran dengan
melalui upaya menciptakan iklim emosional yang kondusif agar dapat membentuk pemaknaan personal tersebut.
Dia memfokuskan pada hubungan emosional antara guru dengan siswa
Berkenaan dengan epistemiloginya, teori-teori humanistik dikembangkan lebih berdasarkan pada metode
penelitian kualitatif yang menitik-beratkan pada pengalaman hidup manusia secara nyata (Aanstoos, Serlin &
Greening, 2000). Kalangan humanistik beranggapan bahwa usaha mengkaji tentang mental dan perilaku
manusia secara ilmiah melalui metode kuantitatif sebagai sesuatu yang salah kaprah. Tentunya hal ini
merupakan kritikan terhadap kalangan kognitivisme yang mengaplikasikan metode ilmiah pendekatan
kuantitatif dalam usaha mempelajari tentang psikologi.
Sebaliknya, psikologi humanistik pun mendapat kritikan bahwa teori-teorinya tidak mungkin dapat
memfalsifikasi dan kurang memiliki kekuatan prediktif sehingga dianggap bukan sebagai suatu ilmu (Popper,
1969, Chalmers, 1999).
Hasil pemikiran dari psikologi humanistik banyak dimanfaatkan untuk kepentingan konseling dan terapi, salah
satunya yang sangat populer adalah dari Carl Rogers dengan client-centered therapy, yang memfokuskan pada
kapasitas klien untuk dapat mengarahkan diri dan memahami perkembangan dirinya, serta menekankan
pentingnya sikap tulus, saling menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu individu mengatasi masalahmasalah kehidupannya. Rogers menyakini bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang
dihadapinya dan tugas konselor hanya membimbing klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers,
teknik-teknik asesmen dan pendapat para konselor bukanlah hal yang penting dalam melakukan treatment atau
pemberian bantuan kepada klien.
Selain memberikan sumbangannya terhadap konseling dan terapi, psikologi humanistik juga memberikan
sumbangannya bagi pendidikan alternatif yang dikenal dengan sebutan pendidikan humanistik (humanistic
education). Pendidikan humanistik berusaha mengembangkan individu secara keseluruhan melalui pembelajaran
nyata. Pengembangan aspek emosional, sosial, mental, dan keterampilan dalam berkarier menjadi fokus dalam
model pendidikan humanistik ini.
III. CIRI-CIRI DAN TUJUAN PSIKOLOGI HUMANISTIK

Sebagai suatu paradigma, psikologi humanistik mempunyai ciri-ciri tertentu. Empat ciri psikologi yang
berorientasi humanistik sebagai berikut : (Misiak dan Sexton, 2005)
Memusatkan perhatian pada person yang mengalami dan karenanya berfokus pada pengalaman sebagai
fenomena dalam mempelajari manusia
Menekankan pada kualitas-kualitas yang khas manusia, seperti memilih, kreativitas, menilai, dan realisasi diri,
sebagai lawan dari pemikiran tentang manusia yang mekanistik dan reduksionistik
Menyandarkan diri pada kebermaknaan dalam memilih masalah-masalah yang akan dipelajari dan prosedurprosedur penelitian yang akan digunakan serta menentang penekanan yang berlebihan pada objektivitas yang
mengorbankan signifikansi.
Memberikan perhatian penuh dan meletakkan nilai yang tinggi pada kemuliaan dan martabat manusia serta
tertarik pada perkembangan potensi yang inheren pada setiap individu. Memang individu sebagaimana dia
menemukan dirinya sendiri serta dalam hubungannya dengan individu-individu lain dan dengan kelompokkelompok sosial.

Sedangkan Charlotte Buhlerpemimpin internasional dan juru bicara senior psikologi humanistik
menekankan ciri-ciri psikologi humanistik berikut ini sebagai hal-hal yang mendasar, yaitu: (dalam Misiak dan
Sexton, 2005)
Mencoba menemukan jalan masuk ke arah studi dan pemahaman individu sebagai keseluruhan.
Berhubungan erat dengan eksistensialisme yang menjadi landasan filosofisnya dan terutama dengan pengalaman
intensionalitas sebagai inti diri dan motivasi individu.
Konsep tentang manusia yang paling sentral adalah kreativitas.
IV. KONSELING DAN TERAPI
Psikologi humanistik meliputi beberapa pendekatan untuk konseling dan psikoterapi. Pada pendekatanpendekatan awal ditemukan teori perkembangan dari Abraham Maslow, yang menekankan pada hirarki
kebutuhan dan motivasi, psikologi eksistensial dari Rollo May yang mempelajari pilihan-pilihan manusia dan
aspek tragis dari keksistensian manusia, dan terapi person-centered atau client-centered dari Carl Rogers, yang
memusatkan seputar kemampuan klien untuk mengarahkan diri sendiri (self-direction) dan memahami
perkembangan diri sendiri.
Pendekatan-pendekatan lain dalam konseling dan terapi psikologi humanistik adalah Gestalt therapy, humanistic
psychotherapy, depth therapy, holistic health, encounter groups, sensitivity training, marital and family
therapies, body work, dan the existential psychotherapy dari Medard Boss. Teori humanisitk juga mempunyai
pengaruh besar pada bentuk lain dari terapi yang populer, seperti Harvey Jackins Re-evaluation Counselling
dan studi dari Carl Rogers. Seperti yang disebutkan oleh Clay.
Psikologi humanistik cenderung untuk melihat melebihi model medikal dari psikologi dengan tujuan membuka
pandangan non-patologis dari seseorang. Kunci dari pendekatan ini adalah pertemuan antara terapis dan klien
dan adanya kemungkinan untuk berdialog. Hal ini seringkali berimplikasi terapis menyingkirkan aspek
patologis dan lebih menekankan pada aspek sehat dari seseorang. Tujuan dari kebanyakan terapi humanistik
adalah untuk membantu klien mendekati perasaan yang lebih kuat dan lebih sehat terhadap diri sendiri, yang
biasa disebut self-actualization. Semua ini adalah bagian dari motivasi psikolgi humanistik untuk menjadi ilmu
dari pengalaman manusia, yang memfokuskan pada pengalaman hidup nyata dari seseorang.
V. TEORI HUMANISTIK
Psikolog humanistik mencoba untuk melihat kehidupan manusia sebagaimana manusia melihat kehidupan
mereka. Mereka cenderung untuk berpegang pada prespektif optimistik tentang sifat alamiah manusia. Mereka
berfokus pada kemampuan manusia untuk berfikir secara sadar dan rasional untuk dalam mengendalikan hasrat
biologisnya, serta dalam meraih potensi maksimal mereka. Dalam pandangan humanistik, manusia bertanggung
jawab terhadap hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah sikap
dan perilaku mereka.
VI. TOKOH-TOKOH HUMANISTIK
Sebagaimana behaviorisme dan psikoanalisis, psikologi humanistik pun mempunyai tokoh-tokoh yang terkenal,
yang pemikiran-pemikiran dan teori-teorinya memberikan kontribusi yang cukup besar demi perkembangan
psikologi humanistik. Dari tokoh-tokoh tersebut, ada dua orang tokoh yang berperan besar dalam pembentukkan
serta perkembangan psikologi. Kedua tokoh tersebut adalah Abraham Maslow dan Carl Rogers. Oleh karena
peran mereka yang signifikan itu maka penulis pada tulisan berikut akan mencoba bercerita mengenai biografi
singkat berserta teori-teori yang diciptakan dari kedua tokoh psikologi humanistik tersebut.
1. Abraham Maslow
Abraham Maslow dilahirkan di Brooklyn, New York, pada tahun 1908 dan wafat pada tahun 1970 dalam
usia 62 tahun. Maslow dibesarkan dalam keluarga Yahudi dan merupakan anak tertua dari tujuh bersaudara.
Masa muda Maslow berjalan dengan tidak menyenangkan karena hubungannya yang buruk dengan kedua
orangtuanya. Semasa kanak-kanak dan remaja Maslow merasa bahwa dirinya amat menderita dengan perlakuan
orangtuanya, terutama ibunya. Keluarga Maslow amat berharap bahwa ia dapat meraih sukses melalui dunia
pendidikan. Untuk menyenangkan kemauan ayahnya, Maslow sempat belajar di bidang Hukum tetapi kemudian
tidak dilanjutkannya. Ia akhirnya mengambil bidang studi psikologi di University of Wisconsin, dimana ia
memperoleh gelar Bachelor tahun 1930, Master tahun 1931, dan Ph.D pada tahun 1934.
Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik. Maslow percaya bahwa manusia
tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan
hari ini adalah teori tentang Hierarchy of Needs (Hirarki Kebutuhan). Menurut Maslow, manusia termotivasi
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau
hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri).
Hierarchy of needs (hirarki kebutuhan) dari Maslow menyatakan bahwa manusia memiliki 5 macam kebutuhan

yaitu physiological needs (kebutuhan fisiologis), safety and security needs (kebutuhan akan rasa aman), love
and belonging needs (kebutuhan akan rasa kasih sayang dan rasa memiliki), esteem needs (kebutuhan akan
harga diri), dan, self-actualization (kebutuhan akan aktualisasi diri). Berikut penjelasannya
Kebutuhan Fisiologis
Jenis kebutuhan ini berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar semua manusia seperti, makan, minum,
menghirup udara, dan sebagainya. Termasuk juga kebutuhan untuk istirahat, buang air besar atau kecil,
menghindari rasa sakit, dan, seks. Jika kebutuhan dasar ini tidak terpenuhi, maka tubuh akan menjadi rentan
terhadap penyakit, terasa lemah, tidak fit, sehingga proses untuk memenuhi kebutuhan selanjutnya dapat
terhambat. Hal ini juga berlaku pada setiap jenis kebutuhan lainnya, yaitu jika terdapat kebutuhan yang tidak
terpenuhi, maka akan sulit untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.
Kebutuhan akan Rasa Aman
Ketika kebutuhan fisiologis seseorang telah terpenuhi secara layak, kebutuhan akan rasa aman mulai muncul.
Keadaan aman, stabilitas, proteksi, dan keteraturan akan menjadi kebutuhan yang meningkat. Jika tidak
terpenuhi, maka akan timbul rasa cemas dan takut sehingga dapat menghambat pemenuhan kebutuhan lainnya.
Kebutuhan akan Rasa Kasih Sayang
Ketika seseorang merasa bahwa kedua jenis kebutuhan di atas terpenuhi, maka akan mulai timbul kebutuhan
akan rasa kasih sayang dan rasa memiliki. Hal ini dapat terlihat dalam usaha seseorang untuk mencari dan
mendapatkan teman, kekasih, anak, atau bahkan keinginan untuk menjadi bagian dari suatu komunitas tertentu
seperti tim sepakbola, klub peminatan, dan seterusnya. Jika tidak terpenuhi, maka perasaan kesepian akan
timbul.
Kebutuhan akan Harga Diri
Kemudian, setelah ketiga kebutuhan di atas terpenuhi, akan timbul kebutuhan akan harga diri. Menurut Maslow,
terdapat dua jenis, yaitu lower one dan higher one. Lower one berkaitan dengan kebutuhan seperti status, atensi,
dan reputasi. Sedangkan higher one berkaitan dengan kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi, prestasi,
kemandirian, dan kebebasan. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka dapat timbul perasaan rendah diri dan
inferior.
Kebutuhan akan Aktualisasi Diri
Kebutuhan terakhir menurut hirarki kebutuhan Maslow adalah kebutuhan akan aktualisasi diri. Jenis kebutuhan
ini berkaitan erat dengan keinginan untuk mewujudkan dan mengembangkan potensi diri.
2. Carl Ransom Rogers
Carl Ransom Rogers dilahirkan pada 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois dan meninggal dunia di La Jolla,
California, pada 4 Februari 1987 sewaktu berumur 85 tahun. Sewaktu remaja, Rogers tidak memiliki banyak
teman sehingga menyebabkan ia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk membaca.. Ia pernah belajar di
bidang agrikultur dan sejarah di University of Wisconsin. Di tempat tersebut Rogers mengikuti berbagai
aktivitas, termasuk menjadi delegasi untuk Persidangan Antarabangsa Persekutuan Pelajar Kristian di China.
Pada tahun 1924 ia menerima ijazah pertama dalam bidang sejarah dan menikah pada tahun yang sama. Pada
tahun 1928 ia memperoleh gelar Master dalam bidang psikologi dari Columbia University dan kemudian
memperolehi gelar Ph.D di di bidang klinis dan psikologi pendidikan pada tahun 1931.
Pada tahun 1931 pula Rogers bekerja di Child Study Department of the Society for the prevention of Cruelty to
Children (bagian studi tentang anak pada perhimpunan pencegahan kekerasan tehadap anak) di Rochester, NY.
Pada masa-masa berikutnya ia sibuk membantu anak-anak bermasalah/nakal dengan menggunakan metodemetode psikologi. Pada tahun 1939, ia menerbitkan satu tulisan berjudul The Clinical Treatment of the Problem
Child, yang membuatnya mendapatkan tawaran sebagai profesor pada fakultas psikologi di Ohio State
University. Dan pada tahun 1942, Rogers menjabat sebagai ketua dari American Psychological Society.
Carl Rogers adalah seorang psikolog humanistik yang menekankan perlunya sikap saling menghargai dan tanpa
prasangka (antara klien dan terapis) dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya.
Rogers menyakini bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas
terapis hanya membimbing klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers, teknik-teknik assessment
dan pendapat para terapis bukanlah hal yang penting dalam melakukan treatment kepada klien. Hasil karya
Rogers yang paling terkenal dan masih menjadi literatur sampai hari ini adalah metode konseling yang disebut
Client-Centered Therapy. Dua buah bukunya yang juga sangat terkenal adalah Client-Centered Therapy(1951)
dan On Becoming a Person (1961).
Naisaban (2004) menyebutkan bahwa Rogers dianggap penting tidak hanya sebagai teoretisi tapi juga sebagai
praktisi psikoterapi. Konsep mengenai kepribadian dan terapi berkisar pada gagasan dan kepercayaan bahwa
predominasi (keunggulan) mendasar diri yang subjektif dan bahwa manusia hidup dalam dunia pribadi dan
subjektif. Rogers mengatakan bahwa individu mempunyai seperangkat persepsi yang terorganisir dari dirinya
serta hubungannya dengan orang lain. Konsep diri tidak berkeping-keping tetapi suatu gestalt dengan suatu
pole koheren dan terpadu. Sebagai tambahan pada konsep diri, individu mempunyai Ideal Self, yaitu apa yang

diinginkan, cita-cita atau dianggap seharusnya demikian. Rogers memakai ketidaksesuaian antar konsep diri
dengan Ideal Self sebagai ukuran ketidakmampuan menyesuaikan diri.
Rogers berpendapat bahwa sering ada ketidaksesuaian antara konsep diri seseorang dengan kenyataan. Orangorang muda terkena rasa cemas bila konsep dirinya tidak sesuai dengan kenyataan. Bila pengalaman tidak
mendukung pandangan seseorang atas dirinya sendiri, maka ia mungkin akan mengerahkan berbagai mekanisme
pertahanan diri. Rogers yakin bahwa ada penyesuaian psikologis bila konsep diri ada dalam posisi sedemikian
rupa sehingga semua pengalaman organisme membaur ke dalam hubungan yang konsisten dengan konsep diri.
Roges terkenal dengan teori non-directive therapy yang berpusat pada klien (Naisaban, 2004). Teori terapi ini
berpusat pada klien atau terapi non-directive, yang dikembangkan selama bertahun-tahun sesudah masa perang,
di Universitas Chicago. Teknik ini pada prinsipnya memberikan kesempatan pada individu yang tidak mampu
menyesuaikan diri agar mau berbicara kepada seorang konselor, yang mirip dengan cara klien bercakap-cakap
dengan pengacaranya, yaitu duduk dan bertatap muka. Terapis berperan seminimal mungkin selama percakapan
klinis itu, dan terapis sendiri berusaha mengembangkan satu iklim penerimaan yang hangat dan memungkinkan,
sehingga klien merasa bebas untuk berbicara. Dengan bebas berbicara dan mengungkapkan diri, klien akan
sampai pada suatu pemahaman diri sendiri Kadang terapis berusaha untuk menjelaskan ungkapan-ungkapan
pasien dengan mengulanginya sambil memberi tekanan atau mengubahnya untuk mengemukakan hal-hal yang
penting dan berarti, tetapi penafsiran diberikan seminimal mungkin. Dengan berbicara dan mengungkapkan diri,
klien itu menyembuhkan diri sendiri. Asumsi bahwa individu dapat sampai pada tahap mengenal diri sendiri ini
tumbuh dalam keyakinan Rogers. Ia berkeyakinan juga bahwa penyebab ketidakyakinan klien menyesuaikan
diri, karena peran di atas diputarbalikkan, terapis lebih banyak berperan daripada klien.
Rogers sangat percaya dan optimis terhadap sifat alami manusia. Dia yakin bahwa dorongan paling dasar adalah
aktualisasi, yaitu memelihara, menegakkan, mempertahankan diri, dan meningkatkan diri sendiri. Dia percaya
bahwa dengan memberikan satu kesempatan, individu akan berkembang dalam gerak maju dan punya car-cara
untuk menyesuaikan diri. Namun, banyak nilai dan sikap bukan merupakan buah dari pengalaman langsung diri
sendiri, akan tetapi merupakan introyeksi dari orang tua, guru, dan teman, dan menyebabkan terjadinya
simbolisasi yang menyimpang atau yang diputarbalikkan yang menyebabkan terjadinya intergrasi yang salah
atau tidak wajar dalam jati dirinya. Sebagai akibatnya, banyak individu terbelah, tidak bahagia, dan tidak
mampu merealisasikan secara penuh potensi-potensinya. Oleh karena itu, proses penyuluhan non-direktif
memungkinkan individu bisa menemukan perasaannya yang sejati mengenai kehormatan dirinya yang positif
serta kondisi-kondisi harga dirinya (Naisaban, 2004).
VII. IMPLEMENTASI HUMANISTIK
Sosok guru yang humanistik
Ketika dunia dihentak gelombang pergeseran nilai-nilai kehidupan, muncullah gerakan mengembalikan sistim
pendidikan ke sebuah setting yang lebih manusiawi. Pendidikan diharapkan memotivasi manusia untuk menjadi
dirinya sendiri. Lebih lanjut, pendidikan perlu menghantar seseorang untuk memahami siapa dirinya dan
bukannya membentuk manusia sesuai forma yang telah direncanakan. Peserta didik dibiarkan mengenal dan
menjadi dirinya sendiri. Ketika dia sudah mengenal dirinya, tentu dia bisa menentukan pilihan dan arah
hidupnya. Maka sangat naif jika seorang ayah yang berprofesi sebagai dokter mengharapkan anaknya menjadi
dokter, padahal anak tersebut tidak terlalu mahir di bidang eksakta. Atau, seorang ibu yang berprofesi akuntan
menginginkan anak-anaknya juga menjadi akuntan, padahal mereka sangat tidak berminat dalam mengelola
usaha dan uang.
Begitu pula di sekolah. dalam konteks pendidikan yang humanistik, seorang guru dituntut memiliki hubungan
emosional yang positif dengan anak didik. Kehangatan dan kelemahlembutan adalah sikap utama yang perlu
ditonjolkan. Daripada menjadi seorang pendikte isi buku di dalam kelas, sebaiknya seorang guru menyajikan
materi-materi secara imajinatif serta kreatif dalam memfasilitasi proses pembelajaran. Hal ini dapat dilakukan
dengan menjajaki kesan-kesan para siswa akan proses pembelajaran yang difasilitasi oleh guru bersangkutan.
Di samping itu, guru pun perlu menaruh kepercayaan bahwa para murid pun bisa mempelajari bahan-bahan
yang telah didiskusikan bersama, memberikan pujian kepada siswa yang berhasil mendapat nilai bagus, serta
memotivasi siswa yang agak lamban dalam menyerap pelajaran.
Sistem pembelajaran yang humanistik
Ibarat sebuah kapal, lembaga pendidikan (apa pun visi dan misinya) tentu memiliki arah dan tujuan yang jelas.
Di mana-mana menjamur berbagai lembaga pendidikan dengan latar belakang yang beragam jika dilihat dari
namanya. Ada yang terkesan nasionalis karena memakai label negeri, ada pula yang terkesan religius karena
memasang nama agama di belakangnya, seperti SMAK (Sekolah Menengah Atas Katolik), UII (Universitas
Islam Indonesia), dan sebagainya.
Namun demikian, konteks lembaga pendidikan tersebut sebetulnya tidak bisa ditebak hanya dengan membaca
kover luarnya saja. Perlu penelitian lebih lanjut, apakah sekolah itu benar-benar mengajarkan nilai-nilai

Kristiani karena memakai nama Katolik? Apakah universitas tersebut benar-benar kumpulan orang Muslim
karena memakai nama Islam?
Terlepas dari pertanyaan-pertanyaan itu, secara universal, apa pun nama dan bentuk lembaga pendidikan
tersebut, perlu diterapkan beberapa elemen berikut ini : 1. Partisipasi. Dalam dunia pendidikan, partisipasi
mampu menghidupkan suasana yang interaktif. Dua belah pihak, guru dan siswa, perlu saling peduli, saling
sharing, melakukan negosiasi, dan sama-sama bertanggung jawab atas proses dan output pendidikan. Hal ini
penting agar di akhir tahun, ketika terjadi kegagalan studi, maka tidak terjadi saling tuding antara para pihak
yang memiliki kepedulian terhadap dunia pendidikan (guru, siswa, orangtua siswa, ahli kurikulum, NGO, dan
masyarakat luas). 2. Integrasi. Di sini, perlu ditekankan interaksi, interpenetrasi, serta integrasi pemikiran,
perasaan dan tindakan. Membangun manusia yang seutuhnya berarti membangun manusia yang konsisten dalam
ketiga hal tersebut.3. Keterkaitan. Bahwa materi yang diajarkan perlu memiliki hubungan yang erat dengan
kebutuhan hidup dasar peserta didik serta berpengaruh nyata untuk mereka, baik secara emosional maupun
secara intelektual. 4.Transparansi dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. Para siswa pun berhak
mengetahui bahwa pada akhir pelajaran, mereka harus memahami hal-hal tertentu yang mampu meningkatkan
pengetahuan mereka. Dari sini, semakin nyata bahwa siswa perlu tahu ke mana mereka diarahkan dalam sebuah
pelajaran. Banyak guru kurang menekankan bagian ini, dan langsung masuk ke inti pembahasan, padahal hal
ikhwal menjelaskan tujuan adalah termasuk hal inti pula. 5. Terakhir, tentu saja tujuan sosial dari
pendidikan. Karena pendidikan adalah sebuah sarana menyiapkan manusia untuk untuk berkarya dalam
masyarakat, maka pendidikan perlu menekankan penempaan akal dan mental peserta didik, agar mampu
menjadi sosok intelektual yang berbudaya.
Membangun sistem pendidikan yang humanistik memang tidak mudah. Namun, karena berkaitan dengan
persiapan sumber daya manusia, maka pendidikan yang humanistik sudah merupakan keharusan. Pendidikan
yang humanistik memerlukan guru yang profesional, murid yang partisipatif, orangtua yang selalu berdialog
dengan guru dan anak didik, serta masyarakat luas yang memiliki kontrol sosial yang ketat terhadap proses
pendidikan. *
VIII. APLIKASI
Carl Roger sebenarnya tidak begitu banyak memfokuskan kepribadian. Teknik terapi lebih banyak mewarnai
berbagai karya akademiknya. Mula-mula corak konseling ini disebut non-directive therapy, kemudian
digunakan Client Centered therapy dengan maksud individualitas konseling yang setaraf dengan individualitas
konselor. Menurut Rogers, dalam teknik ini ingin diciptakan suasana pembicaraan yang permisif.
Dalam dunia psikologi Rogers selalu dihubungkan dengan metode psikoterapi yang dikemukakan dan
dikembangkannya. Terapi yang dikemukakannya itu dinamakan: non-directive therapy atau client centered
therapy.
Non-directive therapy ini menjadi popular karena:
1.

Secara historis lebih terikat kepada psikologi daripada kedokteran

2.

Mudah dipelajari

3.

Untuk mempergunakannya dibutuhkan sedikit atau tanpa pengetahuan mengenai diagnosis dan
dinamika kepribadian

4.

Lamanya perawatan lebih singkat jika dibandingkan misalnya dengan terapi secara psikoanalistis.

Dasar dari teknik ini adalah manusia mampu memulai sendiri arah perkembangannya dan menciptakan
kesehatan dan menyesuaikannya. Sebab itu, konselor harus mempergunakan teknisnya untuk memajukan
tendensi perkembangan klien tidak secara langsung tetapi dengan menciptakan kondisi perkembangan yang
positif dengan cara permisif. Konselor sebanyak mungkin membatasi diri dengan tidak memberikan nasihat,
pedoman, kritik, penilaian, tafsiran, rencana, harapan, dan sebagainya.
Dengan cara ini, konselor dapat membantu klien untuk mengemukakan pengertiannya dan rencana hidupnya.
Untuk memungkinkan pemahaman ini konselor diharapkan bersifat dan bersikap:
1.

Menerima (Acceptance)

Sikap terapis yang ditujukan agar klien dapat melihat dan mengembangkan diri apa adanya.
1.

Kehangatan (Warmth)

Ditujukan agar klien merasa aman dan memiliki penilaian yang lebih positif tentang dirinya.
1.

Tampil apa adanya (Genuine)

Kewajaran yang perlu ditampilkan oleh terapis agar klien memiliki sikap positif.
1.

Empati (Emphaty)

Menempatkan diri dalam kerangka acuan batiniah (internal frame of reference), klien akan memberikan
manfaat besar dalam memahami diri dan problematikanya.
1.

Penerimaan tanpa syarat (Unconditional positive regard)

Sikap penghargaan tanpa tuntutan yang ditunjukkan terapis pada klien, betapapun negatif perilaku atau sifat
klien, yang kemudian sangat bermanfaat dalam pemecahan masalah.
1.

Transparansi (Transparancy)

Penampilan terapis yang transparan atau tanpa topeng pada saat terapi berlangsung maupun dalam
kehidupan keseharian merupakan hal yang penting bagi klien untuk mempercayai dan menimbulkan rasa
aman terhadap segala sesuatu yang diutarakan.
1.

Kongruensi (Congruence)

Konselor dan klien berada pada hubungan yang sejajar dalam relasi terapeutik yang sehat. Terapis
bukanlah orang yang memiliki kedudukan lebih tinggi dari kliennya.
Kondisi-kondisi yang memungkinkan klien mengubah diri secara konstruktif mengharuskan klien dan terapis
berada dalam kontak psikologis. Dengan demikian, akan dapat dilihat perubahan yang terjadi dalam proses
terapi antara lain :
1.

Klien akan mengekspresikan pengalaman dan perasaannya tentang kehidupan, dan problem yang
dihadapi.

2.

Klien akan berkembang menjadi orang yang dapat menilai secara tepat makna perasaannya.

3.

Klien mulai merasakan self concept antara dirinya dan pengalaman mereka.

4.

Klien sadar penuh akan perasaan yang mengganggu.

5.

Klien mampu mengenal konsep diri dengan terapi yang tidak mengancam.

6.

Ketika terapi dilanjutkan, konsep dirinya menjadi congruence.

7.

7. Mereka mengembangkan kemampuan dengan pengalaman yang dibentuk oleh unconditional


positive regard.

8.

Mereka akan mengevaluasi pengalaman-pengalamannya sehingga mampu berelasi sosial dengan baik.

9.

Mereka menjadi positif dalam menghargai diri sendiri.

Setelah terapi, klien akan mendapatkan insight secara mendalam terhadap diri dan permasalahannya.
1.

Mereka menjadi terbuka terhadap pengalaman dan perasaannya sendiri.

2.

Dalam pengalamannya sehari-hari mereka bisa mentransendensikan, jika diperlukan.

3.

Mereka menjadi kreatif. Mereka merasa dalam hidup menjadi lebih baik, juga dalam hubungan dengan
orang lain.

Kelemahan atau kekurangan pandangan Rogers terletak pada perhatiannya yang semata mata melihat
kehidupan diri sendiri dan bukan pada bantuan untuk pertumbuhan serta perkembangan orang lain. Rogers

berpandangan bahwa orang yang berfungsi sepenuhnya tampaknya merupakan pusat dari dunia, bukan seorang
partisipan yang berinteraksi dan bertanggung jawab di dalamnya.
Selain itu gagasan bahwa seseorang harus dapat memberikan respon secara realistis terhadap dunia sekitarnya
masih sangat sulit diterima. Semua orang tidak bisa melepaskan subjektivitas dalam memandang dunia
karena kita sendiri tidak tahu dunia itu secara objektif.
Rogers juga mengabaikan aspek-aspek tidak sadar dalam tingkah laku manusia karena ia lebih melihat pada
pengalaman masa sekarang dan masa depan, bukannya pada masa lampau yang biasanya penuh dengan
pengalaman traumatik yang menyebabkan seseorang mengalami suatu penyakit psikologis.

1.
2.
3.
1.

2.

3.

4.
5.

6.

Sejarah Psikologi
Sejarah Psikologi bahkan ilmu pengetahuan yang kita kenal kebanyakan berpusat dari perkembangan awal
sejarah eropa dari masa yunani, romawi hingga akhir abad 19 yang kemudian menyebar ke berbagai belahan
dunia Pendekatan dan orientasi ilmu dalam dunia psikologi bermula dari filsafat masa Yunani, yaitu masa
transisi dari pola pikir animisime ke natural science, yaitu pengetahuan bersumber dari alam. Pada masa ini
perilaku manusia berusaha diterangkan melalui prinsip-prinsip alam atau prinsip yang dianalogikan dengan
gejala alam.
Sepanjang masa kekaisaran romawi, perdebatan mengenai manusia bergeser dari topik kehidupan yang luas,
hubungan antara manusia dengan lingkungannya /alam, ke arah pemahaman tentang kehidupan secara lebih
spesifik, yaitu hubungan antara aspek-aspek di dalam diri manusia itu sendiri.
Pengertian Psikologi
Psikologi mempunyai arti.
Ilmu Jiwa, tingkah laku, perilaku.
Ilmu tentang kehidupan mental (The science of mental life).
Tingkah laku manusia, apa, mengapa dan bagaimana yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan, factor-faktor
apa yang mendorong manusia, memikirkan, merasakan dan melakukan sesuatu.
Aliran dalam psikologi
Aliran Strukturalisme
Tokohnya Wilhelm Wundt. Untuk mempelajari gejala-gejala kejiwaaan kita harus mempelajari isi dan struktur
jiwa seseorang. Aliran Strukturalisme Tokoh WILHELM WUNDT berpendapat. Untuk mempelajari gejala
kejiwaan kita harus mempelajari isi dan struktur dari jiwa seseorang, Objek utama dalam psikologi adalah
kesadaran. Pengalaman -pengalaman kesadaran di bagi atas 2 bagian yaitu pengindraan dan perasaan
Aliran Fungsionalisme
Tokohnya William james (1842-1910). Mempelajari fungsi / tujuan akhir aktivitas, semua gejala psikis
berpangkal pada pertanyaan dasar yaitu, apakah gunanya aktivitas itu. Jiwa seseorang diperlukan untuk
melangsungkan kehidupan dan berfungsi untuk menyesuaikan diri- Lebih menekankan apa tujuan atau akhir
dari suatu aktivitas. Penekanan pada fungsi mental bukan hanya penjabaran elemen-elemen mental (fisiologis).
Aliran Gestalt
Tokohnya max Werthwimer (1880-1943). Bahwa dalam alat kejiwaan tidak terdapat jumlah unsur-unsurnya
melainkan Gestalt (keseluruhan) dan tisap-tiap bagian tidak berarti dan bisa mempunyai arti kalau bersatu dalam
hubungan kesatuan.
Aliran Psikoanalisa
Tokohnya Sigmund Freud (1856-1939). Kehidupan manusia di kuasai oleh alam ketidak sadaran, mengunakan
metode gunung es.
Aliran Behaviorisme
Tokohnya John Broadus Watson (1878-1958) Mempelajari tingkah laku, tingkah laku yang nyata, yang terbuka,
yang dapat di ukur secara obyektif.Ilmu tentang tingkah laku, rangsang, kebiasaan, belajar.
Tingkah laku Tertutup : Tingkah laku, kontraksi otot-otot sekresu kelenjar (gerakan-gerakan yang lemah),
berpikir (tidak bergerak-gerak secara halus sekali selama kita berfikir).
Aliran Humanisme
Tokohnya Carl Roger dan Abraham Maslow. Mengukur Keunikan pengalaman manusia. Dasar pemikiran,
manusia itu bebas, rasional dengan perkembangan pribadi, dan sangat berbeda dengan binatang.
Berikut penjabaran mengenai Aliran humanisme/humanistic.
Aliran ini muncul sebagai kritik terhadap pandangan tentang manusia yang mekanistik ala behaviorisme dan
pesimistik ala psikoanalisa. Oleh karenanya sering disebut sebagai the third force (the first force is behaviorism,
the second force is psychoanalysis).
Aliran humanistik merupakan salah satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, dengan akar
pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan. Pada akhir tahun 1950-an,
para ahli psikologi, seperti : Abraham Maslow, Carl Rogers dan Clark Moustakas mendirikan sebuah asosiasi
profesional yang berupaya mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti tentang : self
(diri), aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta, kreativitas, hakikat, individualitas dan sejenisnya.
Aliran humanistic berasumsi bahwa pada dasarnya manusia memiliki potensi-potensi yang baik, minimal lebih
banyak dari pada buruknya. Aliran ini memfokuskan telaah kualitas-kualitas insani. Yakni kemampuan khusus
manusia yang ada pada manusia, seperti kemampuan abstraksi, aktualisasi diri, makna hidup, pengembangan
diri, dan rasa estetika. Kualitas ini khas dan tidak dimiliki oleh makhluk lain. Aliran ini juga memandang

manusia sebagai makhluk yang otoritas atas kehidupannya sendiri. Asumsi ini menunjukan bahwa manusia
makhluk yang sadar dan mandiri, pelaku yang aktif yang dapat menentukan hampir segalanya.
Hasil pemikiran dari aliran humanistik banyak dimanfaatkan untuk kepentingan konseling dan terapi, salah
satunya yang sangat populer adalah dari Carl Rogers dengan client-centered therapy, yang memfokuskan pada
kapasitas klien untuk dapat mengarahkan diri dan memahami perkembangan dirinya, serta menekankan
pentingnya sikap tulus, saling menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu individu mengatasi masalahmasalah kehidupannya. Rogers menyakini bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang
dihadapinya dan tugas konselor hanya membimbing klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers,
teknik-teknik asesmen dan pendapat para konselor bukanlah hal yang penting dalam melakukan treatment atau
pemberian bantuan kepada klien.
Selain memberikan sumbangannya terhadap konseling dan terapi, psikologi humanistik juga memberikan
sumbangannya bagi pendidikan alternatif yang dikenal dengan sebutan pendidikan humanistik (humanistic
education). Pendidikan humanistik berusaha mengembangkan individu secara keseluruhan melalui pembelajaran
nyata. Pengembangan aspek emosional, sosial, mental, dan keterampilan dalam berkarier menjadi fokus dalam
model pendidikan humanistik ini.
Adapun prinsip utama dalam aliran ini adalah.
Memahami manusia sebagai suatu totalitas. Oleh karenanya sangat tidak setuju dengan usaha untuk mereduksi
manusia, baik ke dalam formula S-R yang sempit dan kaku (behaviorisme) ataupun ke dalam proses fisiologis
yang mekanistis. Manusia harus berkembang lebih jauh daripada sekedar memenuhi kebutuhan fisik, manusia
harus mampu mengembangkan hal-hal non fisik, misalnya nilai ataupun sikap.
Metode yang digunakan adalah life history, berusaha memahami manusia dari sejarah hidupnya sehingga muncul
keunikan individual.
Mengakui pentingnya personal freedom dan responsibility dalam proses pengambilan keputusan yang
berlangsung sepanjang hidup. Tujuan hidup manusia adalah berkembang, berusaha memenuhi potensinya dan
mencapai aktualitas diri. Dalam hal ini intensi dan eksistensi menjadi penting. Intensi yang menentukan
eksistensi manusia
Melalui mind, manusia mengekspresikan keunikan kemampuannya sebagai individu, terwujud dalam aspek
kognisi, willing, dan judgement. Kemampuan khas manusia yang sangat dihargai adalah kreativitas. Melalui
kreativitasnya, manusia mengekspresikan diri dan potensinya.
Pandangan humanistic banyak diterapkan dalam bidang psikoterapi dan konseling. Tujuannya adalah
meningkatkan pemahaman diri.
Kehadiran psikologi humanistik muncul sebagai reaksi atas aliran psikoanalisis dan behaviorisme serta
dipandang sebagai kekuatan ketiga dalam aliran psikologi. Psikoanalisis dianggap sebagai kekuatan pertama
dalam psikologi yang awal mulanya datang dari psikoanalisis ala Freud yang berusaha memahami tentang
kedalaman psikis manusia yang dikombinasikan dengan kesadaran pikiran guna menghasilkan kepribadian yang
sehat. Kelompok psikoanalis berkeyakinan bahwa perilaku manusia dikendalikan dan diatur oleh kekuatan tak
sadar dari dalam diri.
Kekuatan psikologi yang kedua adalah behaviorisme yang dipelopori oleh Ivan Pavlov dengan hasil
pemikirannya tentang refleks yang terkondisikan. Kalangan Behavioristik meyakini bahwa semua perilaku
dikendalikan oleh faktor-faktor eksternal dari lingkungan.
Tokoh dalam aliran humanistik
1. Carl Rogers (1902 1988)

Lahir di Illinois dan sejak kecil menerima penanaman yang ketat mengenai kerja keras dan nilai agama
Protestan. Kelak kedua hal ini mewarnai teori-teorinya. Setelah mempelajari teologi, ia masuk
Teachers College di Columbia Uni, dimana banyak tokoh psikologi mengajar. Di Columbia Uni ia
meraih gelar Ph.D.

Rogers bekerja sebagai psikoterapis dan dari profesinya inilah ia mengembangkan teori humanistiknya.
Dalam konteks terapi, ia menemukan dan mengembangkan teknik terapi yang dikenal sebagai Clientcentered Therapy. Dibandingkan teknik terapi yang ada masa itu, teknik ini adalah pembaharuan
karena mengasumsikan posisi yang sejajar antara terapis dan pasien (dalam konteks ini pasien disebut
klien). Hubungan terapis-klien diwarnai kehangatan, saling percaya, dan klien diberikan diperlakukan
sebagai orang dewasa yang dapat mengambil keputusan sendiri dan bertanggungjawab atas
keputusannya. Tugas terapis adalah membantu klien mengenali masalahnya, dirisnya sendiri sehingga
akhrinya dapat menemukan solusi bagi dirinya sendiri.

Keseluruhan pengalaman eksternal dan internal psikologis individu membentuk organisma. Organisma
adalah kenyataan yang dihayati individu, dan disebut sebagai subjective reality, unik dari satu individu
ke individu lainnya. Self (diri) berkembang dari organisma. Semakin koheren organisma dan self,
semakin sehat pribadi tersebut dan sebaliknya.

Sebagaimana ahli humanistic umumnya, Rogers mendasarkan teori dinamika kepribadian pada konsep
aktualisasi diri. Aktualisasi diri adalah daya yang mendorong pengembangan diri dan potensi individu,
sifatnya bawaan dan sudah menjadi cirri seluruh manusia. Aktualisasi diri yang mendorong manusia
sampai kepada pengembangan yang optimal dan menghasilkan cirri unik manusia seperti kreativitas,
inovasi, dan lain-lain.

2. Abraham Maslow (1908-1970)


Maslow dikenal dengan teori motivasinya. Teori ini mengasumsikan bahwa perkembangan psikologis manusia
didorong oleh hirarki kebutuhannya, yaitu physiological needs, safety needs, love & belonging needs, esteen
needs, dan self-actualization.
Maslow (1969) menyebut aliran humanistic sebagai "koalisi berbagai sempalan psikologi ke dalam suatu filsafat
tunggal". Esensi filsafat tunggal itu, sebagaimana disebutkan Maslow, berwujud pengakuan bahwa species
manusia memiliki ciri-ciri dan kesanggupan-kesanggupan yang unik ; terdapat nilai-nilai utama universal yang
menjadi bagian dari alam biologis manusia, naluriah dan tidak dipelajari ; tujuan utama segenap upaya manusia
adalah realisasi diri atau aktualisasi diri - yakni pengungkapan dan penggunaan kemungkinan-kemungkinan dan
kesanggupan-kesanggupan secara penuh.
Perkembangan aliran humanistic/humanisme
,
Di Inggris, John Cohen, guru besar psikologi di Universitas Menchester, menentang orientasi psikologi yang
menonjol pada zamannya, khususnya psikologi yang reduksionistik, dan menghimbau reorientasi psikologi
melalui bukunya yang berjudul Humanistic Psychology. Ia menjelaskan posisi humanistiknya dengan
mengatakan bahwa "subjek studi psikologi tidak lain adalah manusia ; psikologi bukanlah bagian dari fisiologi.
Langkah pertama kita karenanay haruslah mempelajari apa yang khas pada manusia".
Di Jerman, Albert Wellek, bekas guru besar psikologi dan direktur Institut Psikologi Univrsitas Mainz, secara
konsisten menunjukan penekanan pada unsure-unsur humanistic dalam tulisan-tulisannya, khususnya tulisantulisannya di lapangan kepribadian di mana in memberikan sumbangan-sumbangannya yang palingbesar.
Di Amerika, psikologi humanistic memperoleh dukungan pertama-tama dari para psikoterapis, para ahli
psikologi klinis dan para ahli psikologi yang menaruh perhatian pada teori kepribadian, tetapi lambat laun ia
memperoleh pengikut dari kalangan-kalangan lain, yakni kalangan-kalangan akademis dan eksperimantal. Tesis
humanistic Maslow, seperti dikatakn Maslow sendiri, tampik pertamakali sebagai "argument di dalam keluarga
para psikologi", kemudian berubah menjadi "suatu filsafat hidup baru yang komprehensif","suatu
Weltanschauung humanistic" yang menarik perhatian banyak ahli psikologi. Penerbitan buku kumpulan
karangan dengan judul Humanistic Viewpoint in Psychology yang diedit oleh F.T.Severin, (1965), membantu
psikologi humanistic melalui konseptualisasi yang dikemukakannya. Penerbitan buku-buku lain, yakni bukubuku teks psikologi umum maupun buku-buku tentang studi-studi khusus yang berlandaskan pada titik pandang
humanistic berlangsung pada tahun 1960-an. Pengangkatan Maslow sebagai presiden Perhimpunan Psikologi
Amerika pada tahun 1969 merupakan tanda bahwa tema-tema humanistic yang didukungnya memperoleh
pengakuan dan repek dari para ahli psikologi Amerika. Pada tahun 1970, Perhimpunan Psikologi Amerika
menyetujui pembentukan Devisi Psikologi Humanistik (devisi ke-32). Maksudnya adalah "untuk menerapkan
konsep-konsep, teori-teori, dan filsafat Psikologi Humanistik pada penelitian, pendidikan, dan penerapanpenerapan profesionalo pada psikologi ilmiah". Carmi Harari, seorang ahli psikologi klinis, terpilih sebagai
presiden pertama ketika devisi baru.

Tabel Psikologi Humanistik

TOKOH

ANTESIDEN

ZEITGEIST

POKOK BAHASAN

METODE

Abraham Maslow (1908-1970) : Maslows Hierarchy of Needs

Carl Roger (1902-1987) : Positive Regards, Self-Actualization here and now

Viktor Frankl (1905-1997) : Will of Meaning

Ketidakpuasan pada aliran psikologi behaviorisme dan psikoanalisa pada masa itu

Protes terhadap aliran mekanisme dan materialisme barat

Terjadi Dehumanisasi, Depersonalisasi, dan Deindividulisasi

Psikologi Humanistik berfokus pada kesadaran, kesadaran atas fenomenologis. Manusia


adalah sesuatu yang kompleks dan tidak dapat diobjektifkan dan juga digeneralisasikan.

Terapi Individu / Konseling (Carl Roger&Abraham Maslow)

10

TUJUAN

KONTRIBUSI

KRITIK

2.1

Logostherapy (Viktor Frankl)

Mengembangkan potensi manusia tidak terbatas dan bertanggung jawab

Mengembangkan diri secara menyeluruh atau utuh (holistik)

Awal muncul dan berkembangnya psikologi positif

Muncul banyaknya konseling dan terapi (Carl Roger: Client Centered Therapy,
Abraham Maslow: Group Counseling)

Adanya pendidikan alternatif yang biasa disebut pendidikan humanistic

Tidak memiliki metode-metode yang empiris

Fokus yang terlalu luas karena setiap individu berbeda

Ide belum jelas dan bersifat subjektif

Tokoh Humanistik
2.1.1 Abraham Harold Maslow

Lahir pada 1 April 1908 di Brooklyn, New York . Maslow adalah anak sulung dari tujuh bersaudara yang lahir
dari imigran Yahudi Rusia. Pada masa kecilnya, ia dikenal sebagai anak yang kurang berkembang dibanding
anak lain sebayanya. Selepas SMU Dia mengambil studi hukum di City College of New York (CCNY), sebelum
minatnya kemudian beralih pada bidang psikologi, yang dipelajarinya hingga meraih gelar PhD pada tahun 1934
di University of Wisconsin. Pada tahun 1937 hingga tahun 1951, Maslow memperdalam ilmunya di Brooklyn
College. Maslow menjadi pelopor aliran humanistik psikologi yang terbentuk pada sekitar tahun 1950 hingga
1960-an. Maslow menjadi profesor di Universitas Brandeis dari 1951 hingga 1969, dan menjadi resident fellow
untuk Laughlin Institute of California. Pada tahun 1967, Asosiasi Humanis Amerika menganugerahkan gelar
Humanist of the Year. Pada tanggal 8 juni 1970 Ia meninggal karena serangan jantung.

2.1.2

Carl Rogers

Rogers lahir di Oak Park, Illinois, pada, 8 Januari 1902. Pada umur 12 tahun keluarganya mengusahakan
pertanian dan Rogers menjadi tertarik kepada pertanian secara ilmiah. Pertanian ini membawanya ke perguruan
tinggi. Setelah menyelesaikan pelajaran di University Of Wisconsin pada 1924 dia lalu masuk Union
Theological Seminary di New York City, di mana dia mendapat pandangan yang liberal dan filsafat mengenai
agama. Kemudian pindah ke Teachers College of Coulmbia; di sana dia terpengaruh oleh filsafat John Dewey
serta mengenal psikologi klinis dengan bimbingan L. Hollingworth. Dia mendapat gelar M.A. pada 1928 dan
doctor pada 1931 di Coulmbia.
Pada tahun 1940 Rogers menerima tawaran untuk menjadi guru besar di Ohio State University. Perpindahan dari
pekerjaan klinis ke suasana akademis ini dirasa oleh Rogers sangat tajam. Karena rangsangan-rangsangannya
dia merasa terpaksa harus membuat pandangan pandangannya dalam psikoterapi itu menjadi jelas. Dan ini
dikerjakannya pada 1942 dalam buku: Counseling and psychotherapy. Pada tahun 1945 Rogeres menjadi
Mahaguru psikologi di In. of Chicago, yang dijabatnya hingga kini. Tahun 1946-1957 menjadi President
Psychological Association. Rogers meninggal dunia pada tanggal 4 Pebruari 1987 karena serangan jantung.
2.1.3

Viktor Frankl

11

Viktor E. Frankl dilahirkan di Wina, Austria pada tanggal 26 Maret 1905.


Frankl menikah pada 1942 dengan istri pertamanya, Tilly Grosser .Pada bulan September tahun 1942 Frankl,
istrinya , ayah, ibu, dan saudaranya, semua ditangkap dan dibawa ke kamp konsentrasi di Theresienstadt di
Bohemia.Ayah meninggal di sana karena kelaparan, ibu dan saudara tewas di Auschwitz tahun 1944. Istri
meninggal di Bergen-Belsen tahun 1945. Pada bulan April 1945, Frankl dibebaskan setelah tiga tahun
mendekam di kamp konsentrasi, dan ia kembali ke Wina. Pada 1945 ia menulis bukunya yang terknal di seluruh
dunia yang berjudul "Ein Psychologe erlebt das Konzentrationslager" (terjemahan harafiahnya: "Seorang
Psikolog Mengalami Kamp Konsentrasi"; Terjemahan bahasa Inggrisnya: Man's Search for Meaning atau,
Manusia mencari Makna). Pada 1946 ia ditunjuk untuk mengelola Poliklinik neurology Wina, dan ia bekerja
di situ hingga 1971. Frankl menerbitkan lebih dari 30 buah buku dan menjadi terkenal terutama sebagai pendiri
logoterapi.
Hobinya termasuk pendakian gunung, dan di 67 dia memperoleh's pilot lisensi. Frankl memegang Solo
Penerbangan Sertifikat dan lencana Gunung Panduan dari Klub Alpine "Donauland". Pada 1930, Frankl
menerima gelar doktor dalam bidang kedokteran, dan dipromosikan menjadi asisten. Frankl menikah untuk
kedua kalinya pada tahun 1947 dengan Eleonore Schwindt "Elly" , dan memiliki seorang putri, Gabriele. Pada
tahun 1948, Frankl menerima gelar Ph.D. dalam filsafat. Pada tahun yang sama, ia diangkat menjadi profesor
neurologi dan psikiatri di Universitas Wina. Pada tahun 1950, ia mendirikan dan menjadi presiden Austria
Kedokteran Masyarakat untuk Psikoterapi. Frankl terus mengajar di Universitas Wina hingga 1990, saat ia 85.
Pada tahun 1992, teman-teman dan anggota keluarga mendirikan Viktor Frankl Institute. Pada tahun 1995, dia
menyelesaikan otobiografinya, dan pada tahun 1997, ia menerbitkan karya terakhirnya, Man's Search for
Ultimate Meaning. Dia memiliki 32 buku atas namanya, dan mereka telah diterjemahkan ke dalam 27 bahasa.
2.1.4

Rollo May

Rollo May lahir April 21, 1909, di Ada, Ohio. kecilnya tidak terlalu menyenangkan: Orang tuanya tidak akur
dan akhirnya bercerai, dan adiknya mengalami gangguan psikotik. Setelah bertugas di Michigan State singkat
(ia diminta untuk meninggalkan karena keterlibatannya dengan majalah mahasiswa radikal), dia menghadiri
Oberlin College di Ohio, di mana ia menerima gelar sarjananya. Setelah lulus, dia pergi ke Yunani, di mana ia
mengajar bahasa Inggris di Anatolia College selama tiga tahun. Selama periode ini, ia juga menghabiskan waktu
sebagai seniman keliling dan bahkan belajar singkat dengan Alfred Adler.
Ketika ia kembali ke AS, ia masuk Seminari Teologi Union dan menjadi berteman dengan salah seorang guru,
Paul Tillich, teolog eksistensialis, yang akan memiliki dampak besar pada pemikirannya. Mei menerima BD-nya
pada tahun 1938. Mei menderita TBC, dan harus menghabiskan tiga tahun di sanatorium. Ini mungkin titik balik
hidupnya. Sementara ia menghadapi kemungkinan kematian, ia juga mengisi jam kosong dengan membaca. Di
antara literatur yang dia baca adalah tulisan-tulisan Soren Kierkegaard, penulis religius Denmark yang banyak
terinspirasi dari gerakan eksistensial, dan memberikan inspirasi bagi teori May. Dia melanjutkan studi
psikoanalisis di White Institute, di mana ia bertemu orang-orang seperti Harry Stack Sullivan dan Erich Fromm.
Dan akhirnya, ia pergi ke Universitas Columbia di New York, di mana pada 1949 ia menerima PhD pertama
dalam psikologi klinis bahwa lembaga yang pernah diberikan.
Setelah menerima PhD, ia melanjutkan mengajar di berbagai sekolah unggulan. Pada 1958, ia menyunting,
dengan Ernest Angel dan Henri Ellenberger, Keberadaan buku, yang memperkenalkan psikologi eksistensial ke
Amerika Serikat. Dia menghabiskan tahun-tahun terakhir hidupnya di Tiburon, California, sampai ia meninggal
pada Oktober 1994. Rollo May adalah seorang psikolog amerika yang terkenal dengan teori eksistensial
fenomenologi dan takdir. Dia percaya bahwa manusia itu adalah makhluk yang bebas namun tetap saja ada
keterbatasan yang tidak bisa dijangkaunya seperti kematian, dan itulah yang disebut dengan takdir. Nah, Rollo
May mencetus teori ini berdasarkan kasus yang ia rasakan dan menjelaskan bahwa ada prinsip dasar
(kecemasan, Rasa Bersalah, Intensionalitas, kebebasan & takdir, Love & Will, dan Mitos) dan tahap
perkembangan (Kepolosan, Pemerontakan, Awan dan Kreatif) dari eksistensial fenomenologi dan takdir
2.1.5

Charlotte Buhler

Charlotte Buhler lahir di Jerman 20 desember 1893 dan meninggal pada 3 februari 1974.
Charlotte Buhler secara konsisten menekankan ciri-ciri psikologi humanistik sebagai hal-hal yang mendasar
yang mana konsep tentang manusia yang paling sentral adalah kreativitas. Psikologi humanistik penting bagi
psikologi pendidikan.
2.2

Antesiden

Psikologi Humanistik merupakan salah satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, dengan
akar pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan.Kehadiran psikologi
humanistik muncul sebagai reaksi atas aliran psikoanalisis dan behaviorisme serta dipandang sebagai kekuatan
ketiga dalam aliran psikologi. Psikologi humanistik atau disebut juga dengan nama psikologi kemanusiaan
adalah suatu pendekatan yang multifaset terhadap pengalaman dan tingkah laku manusia, yang memusatkan

12

perhatian pada keunikan dan aktualisasi diri manusia. Bagi sejumlah ahli psikologi humanistik ia adalah
alternatif, sedangkan bagi sejumlah ahli psikologi humanistik yang lainnya merupakan pelengkap bagi
penekanan tradisional behaviorisme dan psikoanalis.
2.3

Zeitgeist

Terjadi Dehumanisasi, Depersonalisasi, dan Deindividulisasi


2.3.1 Dehumanisasi yaitu, setelah pengaruh psikologi behviorisme yang menganggap manusia sebagai robot
yang mekanik yang segala perbuatannya sudah terprogram dan terprediksi. Psikologi humanistic
mengembalikannya sebagai manusia sebagai suatu yang utuh dan bisa menentukan apapun yang mereka
lakukan.
2.3.2 Depersonalisasi yaitu, pengaruh psikologi behavioristik yang mengnggap manusia sama seperti hewan
yang bisa dibentuk dan diprediksi tingkah lakunya. Psikologi Humanistik mengembalikan pemikiran bahwa
manusia tidaklah sama dengan hewan dan manusialah objeknya.
2.3.3 Deindividulisasi yaitu, setelah pengaruh psikologi psikoanalisa yang menganggap sekumpulan orang bisa
mewakili sebagian besar orang lainnya dimana pun itu. Psikologi Humanistik mengubah pemikiran tersebut
karen tiap manusia memiliki keunikkan sendiri-sendiri.
2.4

Pokok Bahasan

Psikologi humanistik atau disebut juga dengan nama psikologi kemanusiaan adalah suatu pendekatan yang
multifaset terhadap pengalaman dan tingkah laku manusia, yang memusatkan perhatian pada keunikan dan
aktualisasi diri manusia. Bagi sejumlah ahli psikologi humanistik ia adalah alternatif, sedangkan bagi sejumlah
ahli psikologi humanistik yang lainnya merupakan pelengkap bagi penekanan tradisional behaviorisme dan
psikoanalis.
Psikologi humanistik dapat dimengerti dari tiga ciri utama, yaitu, psikologi humanistik menawarkan satu nilai
yang baru sebagai pendekatan untuk memahami sifat dan keadaan manusia. Kedua, ia menawarkan pengetahuan
yang luas akan kaedah penyelidikan dalam bidang tingkah laku manusia. Ketiga, ia menawarkan metode yang
lebih luas akan kaedah-kaedah yang lebih efektif dalam pelaksanaan psikoterapi. Pokok persoalan dari psikologi
humanistik adalah pengalaman subjektif manusia, keunikannya yang membedakan dari hewan-hewan,
sedangkan area-area minat dan penelitian yang utama dari psikologi humanistik adalah kepribadian yang normal
dan sehat, motivasi, kreativitas, kemungkinan-kemungkinan manusia untuk tumbuh dan bagaimana bisa
mencapainya, serta nilai-nilai manusia Dalam metode-metode studinya, psikologi humanistik menggunakan
berbagai metode mencakup wawancara, sejarah hidup, sastra, dan produk-produk kreatif lainnya.
Ciri-ciri dan Tujuan Psikologi Humanistik

Memusatkan perhatian pada person yang mengalami dan karenanya berfokus pada pengalaman sebagai
fenomena dalam mempelajari manusia

Menekankan pada kualitas-kualitas yang khas manusia, seperti memilih, kreativitas, menilai, dan
realisasi diri, sebagai lawan dari pemikiran tentang manusia yang mekanistik dan reduksionistik

Menyandarkan diri pada kebermaknaan dalam memilih masalah-masalah yang akan dipelajari dan
prosedur-prosedur penelitian yang akan digunakan serta menentang penekanan yang berlebihan pada
objektivitas yang mengorbankan signifikansi.

Memberikan perhatian penuh dan meletakkan nilai yang tinggi pada kemuliaan dan martabat manusia
serta tertarik pada perkembangan potensi yang inheren pada setiap individu.

Kelebihan dan Kelemahan Teori Humanistik

Kelebihan Teori Humanistik


a.

Selalu mengedepankan akan hal-hal yang bernuansa demokratis, partisipatif-dialogis dan humanis.

b.
Suasana pembelajaran yang saling menghargai, adanya kebebasan berpendapat, kebebasan
mengungkapkan gagasan.

13

c.
Keterlibatan peserta didik dalam berbagai aktivitas di sekolah, dan lebih-lebih adalah kemampuan hidup
bersama (komunal-bermasyarakat) diantara peserta didik yang tentunya mempunyai pandangan yang berbedabeda.
Kelemahan Teori Humanistik
a.

Teori humanistik tidak bisa diuji dengan mudah.

b.
Banyak konsep dalam psikologi humanistik, seperti misalnya orang yang telah berhasil
mengaktualisasikan dirinya, ini masih buram dan subjektif.
c.

Psikologi humanistik mengalami pembiasan terhadap nilai individualistis

Psikologi Humanistik berfokus pada kesadaran, kesadaran atas fenomenologis. Manusia adalah sesuatu yang
kompleks dan tidak dapat diobjektifkan dan juga digeneralisasikan. Sebenarnya Eksistensial Humanistik
dengan tokoh Victor Frankl dan Rollo May ini bukan terapi, tetapi filsafat sebagai pendekatan yang berkembang
dari reaksi terhadap dua model besar dalam terapi, yaitu Psikoanalisis dan Behaviorisme.
Dalam pandangan Victor Frankl sebagai tokoh Logo Therapy (Logo Therapy adalah terapi yang menekankan
pada kebermaknaan hidup dengan amalan) yang juga bicara eksistensial humanistic, terapis memasuki dunia
subyektif klien tanpa praduga apapun. Sedang Sigmund Freud memasuki dunia klien dengan memaksakan
pendapatnya dalam bentuk interpretasi.
Teori ini di kembangkan oleh maslow(1908-1970), konsep utama yang dianut adalah usaha untuk mengerti
manusia sebagaimana adanya, mengetahui mereka dari realitasnya, melihat dunia sebagaimana mereka
melihatnya, memahami mereka bergerak dan mempunyai keberadaan yang unik konkrit dan berbeda dari teori
yang abstrak. Psikologi humanistik dapat dimengerti dari tiga ciri utama, yaitu, psikologi humanistik
menawarkan satu nilai yang baru sebagai pendekatan untuk memahami sifat dan keadaan manusia. Kedua, ia
menawarkan pengetahuan yang luas akan kaedah penyelidikan dalam bidang tingkah laku manusia. Ketiga, ia
menawarkan metode yang lebih luas akan kaedah-kaedah yang lebih efektif dalam pelaksanaan psikoterapi.
Humanistik tidak jelas kaitannya dengan ekologi psikologi. Pada satu sisi, Humanistik tempat yang paling
berkuasa atas nilai potensial untuk pengembangan individu. Ini nilai-nilai pengalaman manusia dan
kemampuan manusia untuk melampaui pikiran dengan lingkungan sekitarnya, dengan cara yang kreatif. Jadi
dalam hal Humanistik untuk manusia dan pengalaman. Humanistik adalah ilmu manusia untuk menangkap
pengalaman dalam semua keindahan yang subjektif. Ini yang menyebabkan sebuah penekanan atas berbagai
metode fenomenologi yang bertujuan untuk mendapatkan semaksimal mungkin jati diri manusia.
2.5 Metode
2.5.1 Terapi Individu / Konseling (Carl Roger)
Rogers memiliki pengaruh besar dalam praktek psikotrapi. Dalam terapi Rogers, terapis cendrung bersifat
sportif dan tidak mengarahakan. Terapis beremapti terhadap klien dan memberikan penghargaan yang tulus.
Selama berkecimpung di bidang konseling anak dan psikologi klinis, rogers menyadari bahwa klienlah yang
paling memahami letak permasalahan dan arah terapi seharusnya berlangsung. Rogers juga memadang orang
sebagai sebuah proses perubahan sekumpulan potensi.
Rogers juga berpendapat bahwa ada dua kondisi utama yang diperlukan agar tercipta perubahan kepribadian
dalam psikotrapis :
1.

a.

Pertama, terapis harus bias memperlihatkan perhatian yang tulus terhadap klien.

2.

b.
Kedua, terapis memiliki pemahaman yang empatis dalam arti terapis harus bisa merasakan
ketegangan dan perasaan yang dirasaankan kliennya.

Yang menarik dari metode Rogers ialah selain teknik dan prosedurnya itu sendiri ada juga keberanian Rogers
untuk merekam proses wawancara dalam psikotrapinya untuk kemudian membahasnya bersama teman-teman
sejawatnya atau mahasiswanya. Di masa lalu keterbukaan semacam ini masih langka dan langkah-langkah
Rogers dianggap sebagai printis untuk kemajuan pengembangan metode psikotrapi.
2.5.2

Logostherapy (Viktor Frankl)

Teori dan terapi Viktor Frankl lahir dari pengalamannya selama menjadi tawanan di kamp konsentrasi Nazi. Di
sana, ia menyaksikan banyak orang yang mampu bertahan hidup atau mati di tengah siksaan. Hingga akhirnya

14

dia menganggap bahwa mereka yang tetap berharap bisa bersatu dengan orang-orang yang dicintai, punya
urusan yang harus diselesaikan di masa depan, punya keyakinan kuat, memiliki kesempatan lebih banyak
daripada yang kehilangan harapan.
Frankl menamakan terapinya dengan logoterapi, dari kata Yunani, logos, yang berarti pelajaran, kata, ruh,
Tuhan atau makna. Frankl menekankan pada makna sebagai pegertian logos. Bila Freud dan Addler
menekankan pada kehendak pada kesenangan sebagai sumber dorongan. Maka, Frankl menekankan kehendak
untuk makna sebagai sumber utama motivasi. Logoterapi percaya bahwa perjuangan untuk menemukan makna
hidup dalam hidup seseorang merupakan motivator utama orang tersebut. Logoterapi berusaha membuat pasien
menyadari tanggungjawab dirinya dan memberinya kesempatan untuk memilih, untuk apa, atau kepada siapa
dia merasa bertanggungjawab. Logoterapi tidak menggurui atau berkotbah melainkan pasien sendiri yang harus
memutuskan apakah tugas hidupnya bertanggung jawab terhadap masyarakat, atau terhadap hati nuraninya
sendiri.
Selain itu, Frankl juga menggunakan nos yang berarti jiwa/pikiran. Bila psikoanalisis terfokus pada
psikodinamik, yakni manusia dianggap berusaha mengatasi dan mengurangi ketegangan psikologis. Namun,
Frankl menyatakan seharusnya lebih mementingkan nodinamik, yaitu ketegangan menjadi unsur penting bagi
keseimbangan dan kesehatan jiwa. Bagaimana pun, orang menginginkan adanya ketegangan ketika mereka
berusaha mencapai tujuan. Menurut Frankl logoterapi memiliki wawasan mengenai manusia yang berlandaskan
tiga pilar filosofis yang satu dengan lainya erat hubunganya dan saling menunjang yaitu:
a. Kebebasan berkehendak (Freedom of Will)
Dalam pandangan logoterapi, manusia adalah mahluk yang istimewa karena mempunyai kebebasan. Kebebasan
disini bukanlah kebebasan yang mutlak, tetapi kebebasan yang bertanggungjawab. Kebebasan manusia
bukanlah kebebasan dari (freedom from) kondisi-kondisi biologis, psikologis dan sosiokultural tetapi lebih
kepada kebebasan untuk mengambil sikap (freedom to take a stand) atas kondisi-kondisi tersebut. Kelebihan
manusia yang lain adalah kemampuan untuk mengambil jarak (to detach) terhadap kondisi di luar dirinya,
bahkan manusia juga mempunyai kemampuan-kemampuan mengambil jarak terhadap dirinya sendiri (self
detachment). Kemampuan-kemampuan inilah yang kemudian membuat manusia disebut sebagai the self
deteming being yang berarti manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan sendiri apa yang dianggap
penting dalam hidupnya.
b. Kehendak Hidup Bermakna (The Will to Meaning)
Menurut Frankl, motivasi hidup manusia yang utama adalah mencari makna. Ini berbeda denga psikoanalisa
yang memandang manusia adalah pencari kesenangan atau juga pandangan psikologi individual bahwa manusia
adalah pencari kekuasaan. Menurut logoterapi bahwa kesenagan adalah efek dari pemenuhan makna, sedangkan
kekuasaan merupakan prasyarat bagi pemenuhan makna itu. Mengenal makna itu sendiri menurut Frankl
bersifat menarik (to pull) dan menawari (to offer) bukannya mendorong (to push). Karena sifatnya menarik itu
maka individu termotivasi untuk memenuhinya agar ia menjadi individu yang bermakna dengan berbagai
kegiatan yang sarat dengan makna.
c. Makna Hidup (The Meaning Of Life)
Makna hidup adalah sesuatu yang dianggap penting, benar dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi
seseorang. Untuk tujuan praktis makna hidup dianggap identik dengan tujuan hidup. Makna hidup bisa berbeda
antara manusia satu dengan yang lainya dan berbeda setiap hari, bahkan setiap jam. Karena itu, yang penting
bukan makna hidup secara umum, melainkan makna khusus dari hidup seseorang pada suatu saat tertentu.
Setiap manusia memiliki pekerjaan dan misi untuk menyelesaikan tugas khusus. Dalam kaitan dengan tugas
tersebut dia tidak bisa digantikan dan hidupnya tidak bisa diulang. Karena itu, manusia memiliki tugas yang
unik dan kesempatan unik untuk menyelesaikan tugasnya.
Logoterapi ini sangat erat kaitannya dengan SQ, yang bisa kita kelompokkan berdasarkan situasi-situasi berikut
ini:
a. Ketika seseorang menemukan dirinya (self-discovery). Sadi (seorang penyair besar dari Iran) menggerutu
karena kehilangan sepasang sepatunya di sebuah masjid di Damaskus. Namun di tengah kejengkelannya itu ia
melihat bahwa ada seorang penceramah yang berbicara dengan senyum gembira. Kemudian tampaklah olehnya
bahwa penceramah tersebut tidak memiliki sepasang kaki. Maka tiba-tiba ia disadarkan, bahwa mengapa ia
sedih kehilangan sepatunya sementara ada orang yang masih bisa tersenyum walau kehilangan kedua kakinya.
b. Makna muncul ketika seseorang menentukan pilihan. Hidup menjadi tanpa makna ketika seseorang tak dapat
memilih. Sebagai contoh: seseorang yang mendapatkan tawaran kerja bagus, dengan gaji besar dan kedudukan
tinggi, namun ia harus pindah dari Yogyakarta menuju Singapura. Di satu sisi ia mendapatkan kelimpahan
materi namun di sisi lainnya ia kehilangan waktu untuk berkumpul dengan anak-anak dan istrinya. Dia

15

menginginkan pekerjaan itu namun sekaligus punya waktu untuk keluarganya. Hingga akhirnya dia putuskan
untuk mundur dari pekerjaan itu dan memilih memiliki waktu luang bersama keluarganya. Pada saat itulah ia
merasakan kembali makna hidupnya.
c. Ketika seseorang merasa istimewa, unik dan tak tergantikan. Misalnya: seorang rakyat jelata tiba-tiba
dikunjungi oleh presiden langsung di rumahnya. Ia merasakan suatu makna yang luar biasa dalam kehidupannya
dan tak akan tergantikan oleh apapun. Demikian juga ketika kita menemukan seseorang yang mampu
mendengarkan kita dengan penuh perhatian, dengan begitu hidup kita menjadi bermakna.
d. Ketika kita dihadapkan pada sikap bertanggung jawab. Seperti contoh di atas, seorang bendahara yang
diserahi pengelolaan uang tunai dalam jumlah sangat besar dan berhasil menolak keinginannya sendiri untuk
memakai sebagian uang itu untuk memuaskan keinginannya semata. Pada saat itu si bendahara mengalami
makna yang luar biasa dalam hidupnya.
e. Ketika kita mengalami situasi transendensi (pengalaman yang membawa kita ke luar dunia fisik, ke luar suka
dan duka kita, ke luar dari diri kita sekarang). Transendensi adalah pengalaman spiritual yang memberi makna
pada kehidupan kita.
2.6

Kontribusi

2.6.1 Awal muncul dan berkembangnya psikologi positif


Psikologi yang berkembang dewasa ini dapat disebut sebagai psikologi negatif, karena berkutat pada sisi-negatif
manusia. Psikologi, karena itu, paling banter hanya menawarkan terapi atas masalah-masalah kejiwaan. Padahal,
manusia tidak hanya ingin terbebas dari problem, tetapi juga mendambakan kebahagiaan. Beberapa Psikolog
Humanistik, seperti Abraham Maslow, Carl Rogers, dan Erick Fromm mengembangkan teori dan praktek yang
melibatkan kebahagiaan manusia. Baru-baru ini teori yang dikembangkan oleh para psikolog humanistik ini
telah menemukan dukungan empiris dari studi oleh para psikolog positif, meskipun penelitian ini telah banyak
dikritik. Teori ini lebih berfokus pada kepuasan dengan sumber filosofismenya keagamaan dan psikologi
humanistik.
Psikologi positif berhubungan dengan penggalian emosi positif, seperti bahagia, kebaikan, humor, cinta,
optimis, baik hati, dan sebagainya. Sebelumnya, psikologi lebih banyak membahas hal-hal patologis dan
gangguan-gangguan jiwa juga emosi negatif, seperti marah, benci, jijik, cemburu dan sebagainya. Dalam
Richard S. Lazarus, disebutkan bahwa emosi positif biasanya diabaikan atau tidak ditekankan, hal ini tidak jelas
kenapa demikian. Kemungkinan besar hal ini karena emosi negatif jauh lebih tampak dan memiliki pengaruh
yang kuat pada adaptasi dan rasa nyaman yang subyektif dibanding melakukan emosi positif. Contohnya, pada
saat kita marah, maka ada rasa nyaman yang terlampiaskan, rasa superior, dan sebagainya. Ada suatu penelitian
mengatakan bahwa marah adalah emosi yang dipelajari, sehingga dia akan cenderung untuk mengulangi hal
yang dirasa nyaman. Psikologi positif tidak bermaksud mengganti atau menghilangkan penderitaan, kelemahan
atau gangguan (jiwa), tapi lebih kepada menambah khasanah atau memperkaya, serta untuk memahami secara
ilmiah tentang pengalaman manusia.
2.6.2 Muncul banyaknya konseling dan terapi (Carl Roger: Client Centered Therapy, Abraham Maslow: Group
Counseling)
Dalam konseling humanistik terdapat teknik-teknik konseling , yang mana sebelum mengetahui teknik-teknik
konseling tersebut terdapat beberapa prinsip kerja teknik humanistik antara lain :
1. Membina hubungan baik (good rapport)
2. Membuat klien bisa menerima dirinya dengan segala potensi dan keterbatasannya
3. Merangsang kepekaan emosi klien
4. Membuat klien bisa mencari solusi permasalahannya sendiri.
5. Mengembangkan potensi dan emosi positif klien
6. Membuat klien menjadi adequate
Teknik yang dianggap tepat untuk diterapkan dalam pendekatan ini yaitu teknik client centered counseling,
sebagaimana dikembangkan oleh Carl R. Rogers. meliputi: (1) acceptance (penerimaan); (2) respect (rasa
hormat); (3) understanding (pemahaman); (4) reassurance (menentramkan hati); (5) encouragement (memberi
dorongan); (5) limited questioning (pertanyaan terbatas; dan (6) reflection (memantulkan pernyataan dan

16

perasaan). Melalui penggunaan teknik-teknik tersebut diharapkan konseli dapat (1) memahami dan menerima
diri dan lingkungannya dengan baik; (2) mengambil keputusan yang tepat; (3) mengarahkan diri; (4)
mewujudkan dirinya.
Client centre or Person center ( unconditional positive regard and emphaty) Adalah metode penanaman
pemahaman masalah klien sendiri sehingga dirinya dapat menerima dirinya sepenuhnya dan menjadi seorangan
yang adequate. Untuk mencapai itu konselor hanya menerima apa yang diucapkan oleh klien dan merespon
dengan sikap positif dan ekspesif atau emphatik, dan memberikan penghargaan tak bersarat pada klien. Maka,
jelas pada pendekatan ini yang lebih aktif adalah klien. Karena konselor hanya sebagai cermin, tempatnya
merefleksikan dan melihat proyeksi diri.
Tehnik yang digunakan oleh Abraham Maslow yaitu terapi. Menurut Maslow, tujuan terapi adalah agar klien
memeroleh B-values, atau nilai kebenaran, keadilan, kesederhanaan, dan sebagainya. Untuk mencapai tujuan
tersebut, klien harus bebas dari kebergantungan pada orang lain, supaya dorongan alami menuju pertumbuhan
dan aktualisasi diri menjadi aktif.Meskipun Maslow bukan psikoterapis, dia menganggap bahwa teori
kepribadiannya dapat diterapkan dalam psikoterapi.
Dalam konsep hierarki kebutuhan dinyatakan bahwa jika seseorang masih dapat bergerak pada level kebutuhan
dasar (fisiologis) dan rasa aman melebihi yang lainnya, biasanya merekaa tidak termotivasi untuk mencari
psikoterapis. Sebaliknya, mereka akan berusaha keras untuk memenuhi kebutuhan akan perawatan dan
kesamaan.
Kebanyakan manusia yang membutuhkan terapi adalah mereka yang memiliki kebutuhan tingkat ketiga.Tingkat
kebutuhan ini biasanya dipenuhi dengan baik, tetapi masih kesulutan untuk mendapatkan kasih sayang. Karena
itu, psikoterapi diarahkan kepada proses interpersonal yang hangat dan penuh kasih sayang. Dengan demikian,
klien memperoleh kepuasan dalam memenuhi kebutuhan akan rasa cinta, memperoleh rasa percaya diri, dan
penghargaan diri sendiri. Hubungan yang baik antara klien dan terapis merupakan pengobatan psikologis
terbaik. Hubungan yang saling menerima akan memberikan perasaan patut dicintai dan memvasilitasi
kemampuan mereka untuk mengembangkan hubungan nasihat diluar terapi.
2.6.3 Adanya pendidikan alternatif yang biasa disebut pendidikan humanistik
Salah satu aliran psikologi yang mempunyai peran dalam dunia pendidikan yaitu psikologi humanistik.
Psikologi humanistik banyak memberikan sumbangsih terutama dalam pendidikan alternative. Pendidikan
humanistik berusaha mengembangkan potensi yang ada dalam diri manusia secara maksimal. Setiap aspeknya
dari mulai aspek emosional, social, mental dan keterampilan dalam berkarier menjadi fokus dalam pendidikan
humanistik. Tokoh-tokoh dari psikologi humanistik, diantaranya Abraham Maslow, Carl R Rogers, Arthur
Combs, Aldous Huxley, David Mills dan Stanley Scher.
Abraham H. Maslow (selanjutnya ditulis Maslow) adalah tokoh yang menonjol dalam psikologi
humanistik. Karyanya di bidang pemenuhan kebutuhan berpengaruh sekali terhadap upaya memahami motivasi
manusia. Sebagian dari teorinya yang penting didasarkan atas asumsi bahwa dalam diri manusia terdapat
dorongan positif untuk tumbuh dan kekuatan-kekuatan yang melawan atau menghalangi pertumbuhan. Maslow
berpendapat, bahwa manusia memiliki hierarki kebutuhan yang dimulai dari kebutuhan jasmaniah-yang paling
asasi- sampai dengan kebutuhan tertinggi yakni kebutuhan estetis. Kebutuhan jasmaniah seperti makan, minum,
tidur dan sex menuntut sekali untuk dipuaskan. Apabila kebutuhan ini terpuaskan, maka muncullah kebutuhan
keamanan seperti kebutuhan kesehatan dan kebutuhan terhindar dari bahaya dan bencana. Berikutnya adalah
kebutuhan untuk memiliki dan cinta kasih, seperti dorongan untuk memiliki kawan dan berkeluarga, kebutuhan
untuk menjadi anggota kelompok, dan sebagainya. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan ini dapat
mendorong seseorang berbuat lain untuk memperoleh pengakuan dan perhatian, misalnya dia menggunakan
prestasi sebagai pengganti cinta kasih. Berikutnya adalah kebutuhan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihargai,
dihormati, dan dipercaya oleh orang lain.
Apabila seseorang telah dapat memenuhi semua kebutuhan yang tingkatannya lebih rendah tadi, maka
motivasi lalu diarahkan kepada terpenuhinya kebutuhan aktualisasi diri. Implikasi teori ini dalam bidang
pendidikan sangat penting. Sebagai contoh, seorang guru haruslah memperhatikan mengapa anak-anak tertentu
tidak memiliki motivasi belajar, tidak mengerjakan pekerjaan rumahnya, atau bahkan sulit untuk konsentrasi di
dalam kelas. Mungkin saja kebutuhan si anak di beberapa hirarki mendasar belum terpenuhi, misalanya belum
sarapan pagi, mempunyai masalah di rumah atau pribadi, tidak tidur nyenyak dan sebagainya. Harus
mendengarkan dan mencari tahu penyebabnya sebelum menyalahkan si anak.
2.7

Kritik

Misiak dan Sexton (2005) menyebutkan bahwa sejumlah kritikus memandang psikologi humanistik
sebagai mode, slogan, atau teriakan bersama, ketimbang suatu kekuatan yang nyata. Mereka juga berpendapat
bahwa psikologi humanistik adalah suatu gerakan ngawur yang lemah karena tersusun dari jalinan yang

17

terlalu banyak, terlalu berjauhan dan kadang-kaang berlawanan, sehingga tidak sanggup menghasilkan tindakan
bersama dan pengaruh yang lama.
Sejumlah kritikus lain juga mempesoalkan masalah metodologi yang digunakan oleh psikologi
humanistik. Mereka tidak yakin jika psikologi humanistik memiliki metodologi-perangkat, teknik-teknik, dan
prosedur-prosedur yang memadai untuk menyelidiki masalah-masalah yang seharusnya diselidiki di atas basis
empiris.

18

Anda mungkin juga menyukai