Eksistensialisme
Eksistensialisme berasal dari kata latin “eksistere” yakni “ex” yang berarti keluar dan
“sitere” yang berarti membuat, berdiri. Sehingga eksistensi dapat dikatakan sebagai apa yang ada,
apa saja yang dialami, dan apa yang memiliki kualitas. Secara singkat, eksistensi menekankan
tentang keberadaan. Eksistensi juga bisa berarti sesuatu yang eksis, sesuatu yang memiliki wujud,
keberadaan dan sesuatu yang menekankan pada apa sesuatu itu, atau kesadaran bahwa kita ada dan
bahwa kita adalah makhluk yang bertindak, memilih dan mengekspresikan dalam proses bertindak
dan memilih secara bertanggung jawab. Dalam kenyataan tidak akan ada sesuatu yang mempunyai
ciri atau karakter eksistere selain manusia. Hanya manusialah yang bisa keluar dari dirinya dan
melampaui keterbatasan biologis serta lingkungan fisiknya. Akan tetapi, beberapa pengertian
tersebut belum cukup untuk menjelaskan pengertian dari eksistensi yang sesungguhnya. Kata
eksistensi yang banyak digunakan oleh para eksistensialis selalu saja dihubungkan dengan konteks
manusia. Namun satu pertanyaan kunci dari semua ini adalah, bagaimana caranya agar manusia
bisa keluar dan bereksistensi dari dirinya?
Simone de Beuvoir
Simone dan Sartre sudah saling kenal sejak mereka bertemu di kampus. Mereka berdua
sangat sering terlihat bersama di sebuah kafe. Simone merupakan seseorang yang paling dekat
dengan Sartre walaupun mereka tidak pernah menikah dan tidak pernah hidup bersama. Dalam
bukunya “The Second Sex” Simone memberikan sesuatu yang berbeda pada eksistensialisme
dengan mengatakan bahwa wanita tidak dilahirkan sebagai wanita tapi mereka menjadi wanita.
Maksudnya adalah bahwa wanita cenderung dapat menerima pandangan pria tentang apa itu
wanita. Menjadi apa yang pria harapkan adalah sebuah pilihan. Tetapi wanita itu bebas, mereka
dapat memutuskan sendiri apa yang mereka inginkan, mereka tidak mempunyai esensi dan tidak
ada cara yang diberitahukan oleh alam bahwa mereka harus menjadi apa.
Albert Camus
Albert Camus menggunakan sebuah mitos yang berasal dari Yunani, yaitu Sisyphus untuk
menjelaskan sebuah keabsurdan manusia. Sisyphus diberikan hukuman karena telah menipu para
dewa dengan menggulingkan batu besar ke puncak gunung. Ketika dia sudah sampai puncak, batu
tersebut menggelinding ke bawah lagi dan ia harus mulai lagi dari ulang. Sisyphus harus
melakukan ini secara berulang-ulang selama-lamanya. Kehidupan manusia sama dengan tugas
Sisyphus yang tidak ada gunanya, tidak berarti dan tidak ada jawaban yang bisa menjelaskan
semuanya. Tapi Camus tidak berpikir untuk harus putus asa, tidak harus untuk bunuh diri.
Sebaliknya, kita harus bisa mengakui bahwa Sisyphus bahagia. Kenapa? Karena ada sesuatu dalam
perjuangan yang sia-sia tersebut yang membuat hidup ini layak untuk bisa dijalani.