Anda di halaman 1dari 4

Menurut Santre ‘eksistensi mendahului esensi’

beranggapan bahwa eksistensi ada sebelum esensi sehingga mereka focus untuk membuat suatu
yang ada menjadi eksis. Eksistensialisme adalah filsafat yang menunjukkan kebebasan seutuhnya
dari manusia.
Pandangan eksistensialisme pertama kali di kemukakan oleh Kierkegaard, namun
pandangan ini menjadi terkenal setelah di kemukakan oleh Jean-Paul Sartre. Eksistensi pada
sartre artiya bahwa manusia itu sadar bahwa ia ada dan berada. Ia “bereksistensi” karena ia
menyadari dirinya berhadapan dengan kekosongan.
1. Latar belakang
Filsafat selalu lahir dari suatu krisis. Filsafat esistensialisme muncul akibat dari krisis
idealisme dan meterialisme. Pandangan materialisme mengatakan bahwa manusia pada akhirnya
sama dengan benda-benda mati. Pada akhirnya manusia hanyalah sesuatu yang
material.
Manusia memang lebih unggul dari pada benda-benda mati, namun eksistensi manusia sama saja
dengan benda-benda mati ataupun makhluk hidup lainnya. Hal inilah yang ditentang oleh kaum
eksistensialisme sehingga muncul filsafat eksistensialis. Paham eksistensialis
mengatakan
bahwa, manusia berada di dunia berbeda dengan benda dan makhluk lain. Manusia sebagai
subjek yang menyadari setiap hal, sedangkan hewan dan tumbuhan serta benda mati adalah objek
yang disadari. Sementara kaum materialisme tidak memandang manusia secara keseluruhan.
Idealisme memandang manusia hanya sebatas kesadaran atau subjek. Sementara
meterialisme memandang materi (kejasmanian) sebagai keseluruhan dari manusia. Padahal hal
Sita Simon Salu ( IMMI 2013 )
(00000004523)
2
tersebut hanyalah sebagian dari aspek manusia. Mereka tidak memandang manusia sebagai
subjek. Hal inilah yang dianggap para penganut eksistensialisme sebagai suatu hal yang keliru.
Eksistensialime juga didorong oleh reaksi terhadap dunia pada umumnya. Keadaan dunia yang
tidak menentu, penuh dengan teka-teki, ketakutan, kebencian, kemunafikan, sehingga
menimbulkan krisis. Sementara agama dianggap tidak mampu memberikan makna
bagi
kehidupan. Manusia menjadi gelisah dan terancam oleh eksistensinya sendiri, sehingga filsof
melihat pada dirinya dan mengharap ada pegangan yang dapat mengeluarkan dari krisis tersebut.
Kemudian tampillah eksistensialime yang menjadikan manusia sebagai subjek dan sekaligus
objek.
2. Manusia dipandang dalam ekstensialisme Sartre
Eksistensialisme menyatakan bahwa keberadaan manusia dan benda lain tidaklah sama.
Manusia dan makhluk yang lain sama-sama tinggal di bumi, tetapi yang menjadi perbedaannya
ialah tentang keberadaannya. Manusia mengalami keberadaannya di dunia dan
menyadari
dirinya berada di dunia. Manusia menghadapi dunia dengan mengerti apa yang dihadapinya itu.
Manusia mengerti kegunaan pohon, batu, dan salah satu diantaranya ialah ia mengerti bahwa
hidupnya mempunyai arti. Artinya, manusia adalah subyek yang menyadari atau pribadi yang
sadar. Hal lain yang disadarinya disebut obyek.
Bagi Sarte, eksistensi manusia mendahului esensinya. Filsafat eksistensialisme
membicarakan cara manusia berada di dunia ini. Dengan perkataan lain filsafat ini menempatkan
cara wujud manusia sebagai tema sentral pembahasannya. Cara itu hanya khusus ada pada
manusia karena hanya manusialah yang bereksistensi. Binatang, tumbuhan, bebatuan memang
ada, tetapi mereka tidak dapat disebut bereksistensi (Drijarkara, 1966:57). Hal ini berbeda dari
tumbuhan, hewan, dan bebatuan yang esensinya mendahului eksistensinya, seandainya mereka
mempunyai eksistensi.
Jika seseorang membuat suatu barang, misalnya buku, ia mestinya telah mempunyai
konsep tentang buku yang akan dibuatnya itu. Kemudian dibuatnyalah buku sesuai dengan
konsep yang telah ada. Konsep buku merupakan buku pada masa praeksisten dilihat dari sudut
terwujudnya buku. Kita tidak dapat membayangkan seseorang dapat membuat buku tanpa
Sita Simon Salu ( IMMI 2013 )
(00000004523)
3
didahului oleh suatu konsep tentang buku. Dapatlah dikatakan sekarang bahwa konsep buku
merupakan esensi buku, sedangkan wujud buku adalah eksistensinya. Jelaslah sekarang bahwa
kehadiran buku itu ditentukan oleh pembuatnya, yaitu manusia. Maka untuk buku tersebut
berlaku esensi mendahului eksistensi.
Bila kita berpikir bahwa Tuhan adalah pencipta, maka kita akan membayangkan bahwa
Tuhan mengetahui secara persis apa yang diciptakan-Nya. Jadi, konsep sesuatu yang akan
diciptakan Tuhan itu telah ada sebelum sesuatu itu diciptakan (diadakan). Jika demikian, maka
bagi manusia pun berlaku konsep esensi mendahului eksistensi. Ini bila Tuhan yang menciptakan
manusia. Ide seperti ini ada dalam agama. Sarte menyatakan bahwa semua itu berlawanan
dengan kenyataan.
Eksistensialisme menyatakan Tuhan tidak ada, maka tinggal satu yang ada yaitu,
eksistensinya mendahului esensinya. Itu adalah manusia yang oleh Heidegger disebut realitas
manusia. Hal yang maksud adalah bahwa manusia adalah yang pertama dari semua yang ada,
menghadapi dirinya, menghadapi dunia, dan mengenal dirinya sesudah itu. Bila manusia sebagai
seorang eksitensialis melihat dirinya sebagai seorang tidak dapat dikenal, itu karena dia mulai
dari ketiadaan. Dia tetap tidak akan ada, sampai suatu ketika ia ada seperti yang diperbuatnya
terhadap dirinya. Oleh karena itu, tidaklah ada kekhususan kemanusiaan karena tidak ada Tuhan
yang mempunyai konsep tentang manusia. Hal ni dianggap penting oleh Sartre karena bila
eksistensi mendahului esensinya berarti manusia harus bertanggung jawab untuk apa ia ada.
Sartre menjelaskan karena manusia mula – mula sadar bahwa ia ada, itu berarti manusia
menyadari bahwa ia menghadapi masa depan, dan ia sadar ia berbuat begitu. Hal ini menekankan
suatu tanggung jawab pada manusia. Eksistensi manusia bukan sekedar hendak menjelaskan
keadaan beradanya ditengah manusia dan bukan manusia. Lebih dari itu, ia handak menjelaskan
tanggungjawab yang seharusnya dipikul manusia.
Eksistensi manusia menunjukkan kesadaran manusia, terutama pada dirinya sendiri
bahwa ia berhadapan dengan manusia. Bila manusia menyadari dirinya berhadapan dengan
sesuatu, menyadari ia telah memilih untuk berada, pada waktu itu juga dia ia
telah
bertanggungjawab untuk memutuskan bagi dirinyadan bagi keseluruhan manusia, dan pada saat
Sita Simon Salu ( IMMI 2013 )
(00000004523)
4
itu pula manusia merasa tidak dapat melepaskan diri dari tanggung jawab menyeluruh.Dalam
ekstensialisme manusia tidak memiliki apa pun saat dilahirkan. Manusia selama kehidupannya
merupakan hasil dari kalkulasi komitmen di masa lalu. Sehingga manusia mendefinisikan dirinya
berdasarkan hal yang telah dia lakukan dan dia capai. Manusia memiliki kebebasan
dan
kehidupan ini bedasarkan pada otoritas manusia.
Menurut Sartre, ada 2 kategori manusia menjalani kehidupan di dunia:
a. Secara autentik
b. Dalam kepercayaan buruk  percaya adanya Tuhan dan kodrat
Sartre tidak menggunakan ateisme sebagai dasar dari pandangannya, namun bagi
Sartre
kepercayaan kepada Tuhan dan segala hal supranatural lainnya merupakan pilihan manusia
dalam rangka menentukan esensinya. Saat manusia menemukan esensinya, manusia
dapat
mengerti tujuan hidupnya. Manusia itu merdeka, bebas. Ia harus bebas menentukan,
memutuskan. Kenyataan manusia adalah nasibnya diserahkan kepada dirinya sendiri

Anda mungkin juga menyukai