Anda di halaman 1dari 4

A.

Sejarah Eksistnsial

Sejarah terbentuknya psikologi eksistensial berangkat dari ilmu pengetahuan empiris tentang
eksistensi manusia yang menggunakan metode fenomenologi. Fokus, direfleksikan dalam tulisan
Heidegger yaitu being and time (1962). Pada dasarnya, hal-hal yang membedakan individu
terdapat pada dunia pengalaman yang dialami seseorang saat lapar, berkata-kata, mengantuk,
atau keterbangkitan seksual, contohnya dalam dunia orang lapar, suatu benda dapat dimakan atau
diasosiasikan dengan makanan. Kepribadian menurut eksistensial adalah cara manusia menuju
individu yang menjadi ,individu yang bisa menentukan siapa menjadi apa dan bagaimana
menjadi dirinya yang mampu mempergunakan potensinya dengan maksimal.
Diawali dengan munculnya eksistensialisme setelah perang dunia II oleh Jean Paul Sartre dan
Albert Camus. Dan kemudian Kierkegaard (1813-1855) membuat tulisan yang lalu
memunculkan psikologi eksistensial. Namun, tokoh psikologi eksistensial yang paling terkenal
adalah Ludwig Binswanger dan Medard Boss. Binswanger yang awalnya adalah pengikut Freud
kemudian menentangnya dan memasukkan teori-teori dari Heidegger ke dalam konsepnya.
Heidegger merupakan pencipta filsafat eksistensial bersama dengan Karl Jaspers. Dari tokohtokoh ini, muncullah teori eksistensial yang menolak konsep tentang kausalitas, dualisme antara
jiwa dan badan, serta pemisahan orang dari lingkungannya.
Teori dalam Eksistensial
Binswanger dan Boss menentang teori yang mengatakan bahwa kepribadian merupakan
sekumpulan sifat yang tetap pada manusia. Bagi para eksistensialis, kepribadian itu bersifat
dinamis, sebab mereka percaya konsep dasein : being-in-the-world (Bahwa manusia tidak
memiliki eksistensi terlepas dari dunia dan dunia tidak memiliki eksistensi terlepas dari
manusia). Dasein dibagi ke dalam 3 wilayah, yaitu Umwelt, Mitwelt, dan Eignwelt. Manusia
memiliki kebebasan untuk memilih, dan hanya ia sendiri yang bertanggung jawab atas
eksistensinya. Ia dapat menentukan sendiri akan jadi apa dan apa yang akan dilakukannya.

Dasein: Being-in-the-world (being-in-the-world) adalah keseluruhan dari eksistensi manusia,


Artinya, manusia tidak memiliki eksistensi terlepas dari dunia dan dunia tidak memiliki
eksistensi terlepas dari manusia.
Being-in-the-world memiliki 3 wilayah utama, yaitu:
Umwelt (lingkungan). Lingkungan sekitar atau dunia natural, lingkungan fisik seseorang,
Misal: kebutuhan biologis, naluri, dan dorongan.
Mitwelt (dunia bersama). Dunia hubungan interpersonal, Misal: hubungan seseorang dengan
orang lain, lingkungan manusia.
Eignwelt (dunia milik sendiri). Hubungan diri dengan dirinya sendiri, baik secara fisik
maupun psikologis. Biasanya merupakan kesadaran diri, sesuatu yang khas pada diri manusia.
Ada 4 mode eksistensi yang dikemukakan oleh Binswanger, yaitu:
-Dual mode

:saya dan kamu menjadi kita.

-Plural mode
perjuangan.
-Singular mode
-Anonymity
orang.

: hubungan-hubungan formal dengan orang lain, kompetisi, dan


: untuk dirinya sendiri.
: seseorang memilih untuk menenggelamkan dirinya dalam keramaian

Menurut Boss, ada beberapa karakteristik yang berbeda pada setiap eksistensi manusia, yaitu:
Spatiality of exixtence, yaitu keterbukaan dan kejelasan hubungan seseorang dengan orang
lain, tidak diartikan dalam jarak. Misal: seseorang mungkin lebih terbuka dengan teman jauh
ketimbang dengan tetangganya.
Temporality of existence, memiliki atau tidak memiliki waktu untuk melakukan sesuatu, tidak
sama diartikan dengan jam atau hari di kalender.
Human exixtence in a shared world, eksistensi manusia selalu berbagi dunia dengan orang
lain, ini hanya dialami dalam kondisi patologis tertentu.
Mood, or attunement, apa yang kita respon dan persepsikan terhadap dunia tergantung pada
suasana hati pada saat itu.
Guilt, rasa bersalah dimulai sejak lahir.
Mortality, kematian menganugrahkan pada kita tanggung jawab untuk membuat setiap
momen dari eksistensi kita dan untuk mengisi eksistensi itu pada kemampuan terbaik kita.

Menurut Binswanger, world-design adalah istilah untuk mode dari being-in-the-world


seseorang. World-design menentukan keduanya, bagaimana orang akan bereaksi dalam situasi
yang spesifik, dan apa jenis dari karakter traits yang akan mereka kembangkan. Pada umumnya,
orang memiliki lebih dari satu rancangan dunia.
Human Potential, yaitu ketika psikolog eksistensial berbicara authenticity, mereka
menunjuk pada realiasi seseorang demi terpenuhinya kehidupannya. Ketika kita menyangkal
eksistensi diri kita untuk didominasi orang lain atau dengan lingkungan, kita tinggal dalam
eksistensi inauthentic. Dan sebagai manusia, kita bebas untuk memilih jenis kehidupan yang
lain.
Kondisi keterlemparan ini, yakni cara manusia menemukan dirinya dalam dunia yang
menjadi dasarnya, merupakan nasibnya. Seseorang yang terlempar ke eksistensi yang berbeda
akan mengambil jalan lain untuk tujuannya. Ini disebut ground of existence.
Binswanger mengusulkan bahwa eksistensi dapat diganti pada level yang baru, yaitu
being-beyond-the-world. Dalam bentuk eksistensi ini, kehidupan abadi dan aman. Seseorang
dengan world-design yang penuh dengan kegelisahan dan rasa bersalah dan yang menemukan
eksistensinya dipenuhi dengan singular mode, mungkin memiliki pengalaman being-beyond-theworld sangat sedikit.

Perbedaan psikologi eksistensial dengan sistem psikologikal lainnya ialah :


1.

Psikologi eksistensial menolak gagasan kausalitas, dualisme pikiran dan tubuh, dan
pemisahan individu dengan lingkungan. Tidak ada hubungan antara sebab akibat dengan
keberadaan manusia yang ada hanyalah tindakan dan pengalaman. Apa yang terjadi pada
masa kanak-kanak bukanlah penyebab tingkah lakunya dimasa dewasa. Psikologi
eksistensial dengan tegas menentang dualisme dari pikiran dan tubuh yang mengatakan
bahwa kita menjelaskan pengalaman dan tingkah laku dalam bentuk-bentuk eksternal
misalnya stimulus lingkungan atau keadaan tubuh, seperti yang Straus (1963)
mengatakan bahwa manusialah yang berpikir bukan otak

2.

Merupakan tugas dari psikologi untuk menjelaskan dan mengambarkan fenomena secara
hati-hati dan selengkap mungkin, karena fenomena adalah fenomena bukan tiruan dari
yang lain.

3.

Karena penolakannya terhadap kekuatan yang tidak terlihat maka psikologi eksistensial
merupakan teori kecurigaan, teori yang menunjukkan bahwa sesuatu yang tidak terlihat
menghasilkan apa yang terlihat.

4.

Psikologi eksistensial secara kuat menentang pandangan yang menganggap manusia


sebagai benda yang dapat diatur, dikontrol, dan keberadaan mereka. Ketakutan atau
kekhawatiran dan ancaman akan ketidakberdayaan dan kesalahan merupakan ciri-ciri
mutlak dari keberadaan manusia.

Perkembangan kepribadian dalam ranah eksistnsialis


Becoming. proses menjadi (becoming) sesuatu yang baru, untuk menjadi manusia seutuhnya. Hal
ini memang merupakan hal yang mustahil, tapi manusia harus melakukan yang terbaik untuk
mencapai hasil yang maksimum. Hal penting dari mortality adalah tanggung jawab manusia
untuk membuat setiap momen kehidupan lebih berarti. Bahkan, human existence bisa disebut
sebagai being-unto-death, pengetahuan manusia terhadap kematian, tidak memberikan pilihan
apapun kecuali hidup dalam seperti suatu hubungan permanen.
Psikologi eksistensial sering disebut dengan solipsistic (solipsism) adalah pernyataan di mana
hanya self yang ada dan self hanya bisa mengenal dirinya sendiri karena psikologi eksistensial
banyak berfokus pada pengalaman individual. Manusia mengungkap keeksistensiannya melalui
dunia dan begitu pula sebaliknya.
Psikologi Eksistensial tidak berfokus pada genetik, pembelajaran dan fisiologis manusia untuk
menjelaskan perilaku manusia.Walaupun terkadang kita bisa berperilaku seperti diri kita pada
masa kecil, motivasi kita berperilaku berbasis pada being-in-the-world sekarang.

Anda mungkin juga menyukai