Anda di halaman 1dari 22

Tugas Pertemuan 09

MNETODELOGI PENELITIAN KUALITATIF

Ditulis Oleh :
NILAM TANTRI
2266290002

Dosen : Dr. I NYOMAN SURNA, M.Psi

UNIVERSITAS PERSADA INDONESIA Y.A.I


FAKULTAS ILMU PSIKOLOGI
PROGRAM DOKTOR ILMU PSIKOLOGI
JAKARTA
2022
Tugas :

PELAJARI KAJIAN FALSAFAH EKSISTENSIALISME MU;LAI DARI HALAMAN 1 SAMPAI 13

TUGAS :

1. KERJAKAN SOAL YANG TERDAPAT PADA HALAMAN 9 SAMPAI 12

2. KERJAKAN SOAL NO 1 SAMPAI 5 YANG TERDAPAT PADA HALAMAN 32

3. KERJAKAN SOAL NO 1 SAMPAI 6 YANG TERDAPAT PADA HALAMAN 49

Jawaban No. 1

Psychology Humanistik mendasari kajian dan ajarannya atas keterbatasan


psikoanalisis dan behaviorisme dalam upaya memahami perilaku manusia secara
utuh. Psikologi Humanistik tidak mendasari ajarannya pada kajian sebuah teori
tunggal atau sebuah system tunggal, namun didasarkan pada kajian dari berbagai
pemikiran dan merupakan sebuah Gerakan yang mampu menjawab esensi manusia.
Masmalow menamakan psikologi humanistik didasarkan pada pandangan filsafat
eksistensialisme. Maslow yang mempelopori psikologi humanistic berupaya
menggali dan meramu ajaran eksistensialis yang dijadikan acuan dalam upaya
memberlakukan manusia sesuai dengan esensi dan nilai kemanusiaan.

Intisari ajaran eksistensilisme antara lain sebagai berikut :

a) Setiap manusia sebagai individu baik pria maupun perempuan adalah unik
dalam diri sendiri dan permasalahannya.
b) Setiap manusia baik pria maupun perempuan memiliki kebebasan sepenuh-
penuhnya dan bertanggung jawab aras kebebasannya.’
c) Setiap manusia baik pria maupun perempuan mengukir dan menentukan
masa depannya sendiri dan itulah eksistensi manusia. Masa depan manusia
tidaklah ditentukan oleh faktor hereditas dan lingkungan. Setiap manusia
membangun dan memperjuangkan masa depannya sendiri dan atas
kekuatannya sendiri.
d) Setiap manusia baik pria maupun perempuan di dalam menjalani kehidupan
pasti dihadapkan oleh pilihan-pilihan. Manusia harus mampu menentukan
pilihan apa yang baik dan apa yang buruk dan jika telah diputuskan mana
yang baik atau buruk dan memilih satu diantaranya barulah keputusan itu
menjadi bermakna.
e) Setiap manusia baik pria maupun perempuan wajib menjalani subjektivitas
kehidupannya dan menjadi kewajibannya dan bukan sebuah keharusan.
Manusia menjadi bermakna jika manusia mampu menjalani kewajibannya
sebagai manusia artinya manusia menjalani tugas kehidupannya dalam
pengertian manusia wajib mengoptimalkan potensi dirinua sesuai dengan
kemampuannya.
f) Kehidupan manusia dalam menjalani proses kehidupan akan menjadi
bermakna jika kehidupan ini dihayati dan bukan sekedar dipikiran saja,
melainkan sebagaimana kita hayati makin mendalam penghayatan kita
tentang perihal kehidupan, makin bermaknalah kehidupannya. Penghayatan
sifatnya subjektif dan bukan sesuatu yang dipaksakan dan dirasionalisasi
oleh rasio yang menjadi sebuah penalaran yang logis.
g) Setiap manusia baik pria maupun perempuan senantiasa dihadapkan dengan
situasi batas dan tidak pernah dan tidak mungkin dihindari dan itulah
eksistensi diri manusia dan secara tidak disadari merupakan tugas yang
harus dijalani dan sekaligus menunjukkan ketidakberdayaan manusia serta
tidak merupakan pilihan manusia.
h) Setiap manusia baik pria maupun perempuan tidak mungkin berhenti pada
kenyataan-kenyataan faktual dan itulah eksistensi manusia dan eksistensi itu
jugalah sekaligus sebagai sebuah kebebasan.
i) Setiap manusia baik pria maupun perempuan dalam menjalani kehidupan
pasti tidak dapat menghindari diri dari manusia lainnya yang memiliki
subjektivitas diri masing-masing. Kecenderunagan mempertahankan
subjektivitas diri akan berpeluang memunculkan pertengkaran.
j) Manusia nenjadi sempurna jika manusia menjadi komuni dari YANG
MAHA SEMPURNA. Tidak pernah manusia mampu menjadi manusia
yang sempurna di dalam menjalani proses kehidupannya, kecuali manusia
mampu menghayati bahwa adanya kemampuan yang sempurna di luar
dirinya yang disebut sebagai YANG MAHA KUASA.

Eksistensialisme merupakan paham yang menempatkan manusia pada titik sentrum


dari segala relasi kemanusiaan. Eksistensialisme berakar dari upaya untuk bangkit
dari segala hegemoni untuk menemukan eksistensi dan esensi diri. Untuk
menemukan eksistensi diri tersebut manusia harus sadar karena tidak ada makhluk
lain yang bereksistensi selain manusia. Sartre dalam hal ini menempatkan eksistensi
manusia mendahului esensi. Eksistensi pada esensialnya menunjukkan kepada
kesadaran manusia (l’etre-pour-soi), karena manusia berhadapan dengan dunia
dimana dia berada sekaligus memikul tanggung jawab untuk diri dan masa depan
dunianya. Kebebasan adalah esensi manusia, biasanya manusia yang bebas selalu
menciptakan dirinya. Manusia yang bebas dapat mengatur, memilih dan dapat
memberi makna pada realitas.

Eksistensialisme menekankan keunikan dan kedudukan pertama eksistensi,


pengalaman kesadaran yang dalam dan langsung. Desakan yang pokok atau
pendorong adalah untuk hidup dan untuk diakui sebagai individual. Jika seorang
manusia diakui seperti itu, ia akan memperoleh arti dan makna dalam kehidupan.
Tempat bertanya yang paling penting bagi seorang manusia adalah kesadarannya
yang langsung, dan kesadaran tersebut tak dapat dimuat dalam sistem atau dalam
abstraksi. Pemikiran yang abstrak condong untuk menjadi impersonal dan
menjauhkan seorang dari rasa manusia yang kongkrit dan rasa berada dalam siatuasi
manusia.

Realitas atau wujud (being) adalah eksistensi yang terdapat dalam ‘I’ dan bukan
dalam ‘it’. Oleh sebab itu, pusat pemikiran dan arti adalah dalam eksistensi seorang
pemikir. Bagi filosof Denmark, Soren Kierkegaard umpamanya, manusia yang
menganggap bahwa pandangan hidupnya ditetapkan oleh akalnya adalah orang
yang meletihkan dan tidak berpandangan jauh; ia gagal untuk memahami fakta yang
elementer bahwa ia bukannya pemikir yang murni, akan tetapi ia adalah seorang-
orang yang ada (existing individual).

Kelompok eksistensialis membedakan antara eksistensi dan esensi.

• Eksistensi berarti keadaan yang aktual, yang terjadi dalam ruang dan waktu;
eksistensi menunjukkan kepada ‘suatu benda yang ada di sini dan sekarang’.
Eksistensi berarti bahwa jiwa atau manusia diakui adanya atau hidupnya.
Tetapi bagi kelompok eksistensialis, kata kerja ‘to exist’ mempunyai isi
yang lebih positif dan lebih kaya daripada kata kerja ‘to live’. Kadang-
kadang orang mengatakan tentang orang yang hidup kosong dan tanpa arti
bahwa ‘ia tidak hidup, ia hanya ada’. Kelompok eksistensialis mengubah
kata tersebut dan mengatakan ‘orang itu tidak ada, ia hanya hidup’. Bagi
mereka eksistensi berarti kehidupan yang penuh, tangkas, sadar, tanggung
jawab, dan berkembang.

• Esensi adalah sebaliknya dari eksistensi, yakni sesuatu yang membedakan


antara suatu benda dan corak-corak benda lainnya. Esensi adalah yang
menjadikan benda itu seperti apa adanya, atau suatu yang dimiliki secara
umum oleh macam-macam benda. Esensi adalah umum untuk beberapa
individu dan kita dapat berbicara tentang esensi secara berarti walaupun
tidak ada contoh benda itu pada suatu waktu. Kita membedakan antara
benda itu apa?, dan itukah benda itu?. Yang pertama adalah esensi, yang
kedua adalah eksistensi. Benda yang saya pegang di tangan saya, esensinya
adalah pensil; dan pensil ini, yang saya rasakan dengan indra saya, ada
(exist).

Jika seseorang telah memahami ide atau konsep esensi suatu benda, ia akan dapat
memikirkannya tanpa memperdulikan tentang adanya. Bagi Plato dan beberapa
pemikir lainnya konsep ‘mansia’ mempunyai realitas yang lebih daripada seorang
manusia yang bernama John Doe; mereka mengatakan partisipasi dalam ide atau
bentuk (form) atau esensi, yakni kemanusiaan, adalah menjadikan seseorang itu
manusia. Para eksistensialis menolak pandangan Plato tersebut dan mengatakan
bahwa ada suatu hal yang tak dapat dikonsepsikan, yaitu tindakan pribadi untuk ada
(personal act of existing). Mereka menegaskan bahwa eksistensi adalah keadaan
yang pertama.

Eksistensialisme memberi tekanan kepada inti kehidupan manusia dan


pengalamannya, yakni terhadap kesadarannya yang langsung dan subyektif.
Eksistensialis berkata: Tak ada pengetahuan yang terpisah dari subyek yang
mengetahui. Inti kehidupan manusia dengan keadaan hati, kekhawatiran dan
keputusan-keputusannya menjadi pusat perhatian. Eksistensialisme menentang
segala bentuk obyektivitas dan impersonalitas dalam bidang-bidang yang mengenai
manusia.

Obyektivitas sebagaimana yang diekspresikan dalam sains modern dan masyarakat


industri Barat oleh ahli-ahli filsafat dan psikologi, cenderung untuk menganggap
manusia sebagai nomor dua sesudah benda. Kehidupan pada umumnya dan
manusia pada khususnya selalu diberi interpretasi-interpretasi secara obyektif dan
impersonal dan akibatnya kehidupan menjadi dangkal dan tidak berarti. Sebaliknya,
eksistensialisme menekankan kehidupan dalam manusia dan tidak takut kepada
introspeksi. Ia memunculkan kembali persoalan-persoalan tentang individualitas
dan personalitas manusia. Ia merupakan pemberontakan manusia terhadap usaha-
usaha yang menganggap sepi atau menindas keistimewaan pengalamannya yang
subyektif.

Eksistensialis mengatakan bahwa kebenaran adalah pengalaman subyektif tentang


hidup. Kita mengalami kebenaran dalam diri kita, kebenaran tentang watak manusia
dan takdir manusia bukannya suatu hal yang dapat diraba dan dikatakan dengan
konsep-konsep yang abstrak atau dengan proposisi (pernyataan).

Pendekatan yang bersifat rasional semata-mata hanya akan menghadapi prinsip-


prinsip universal yang menyedot seseorang dalam kesatuan atau sistem yang
menyeluruh. Karena eksistensialis menekankan kepada aspek yang kongkrit dan
intim dari pengalaman manusia, atau sesuatu yang istimewa dan personal, maka
mereka akan memilih ekspresi dengan sastra atau benda-benda seni lain, yang akan
memungkinkan mereka untuk melukiskan perasaan dan keadaan hati manusia.

Pengakuan Terhadap Kemerdekaan dan Pertanggungjawaban

Penekanan terhadap pentingnya eksistensi pribadi dan subyektivitas telah


membawakan penekanan terhadap pentingnya kemerdekaan dan rasa tanggung-
jawab. Aliran determinisme yang bermacam-macam baik yang didasarkan atas
biologi atau lingkungan, tidak menjelaskan persoalan secara keseluruhan. Dalam
eksistensialisme perkataan tidak diarahkan kepada jenis manusia pada umumnya,
atau lembaga-lembaga manusia dan hasil-hasilnya, atau kepada alam yang bersifat
impersonal, akan tetapi kepada pribadi-pribadi, pilihan-pilihan dan keputusan
keputusannya.

Kemerdekaan bukannya sesuatu yang harus dibuktikan atau dibicarakan,


kemerdekaan adalah suatu realitas yang harus dialami. Manusia mempunyai
kemerdekaan yang sangat besar yang dapat dimanfaatkan jika ia dapat mema-
haminya. Kemerdekaan akan melaksanakan tuntutan watak-inti dari manusia serta
mengeksresikan jiwanya yang riil dan otentik. Ia menghadapi pilihan-pilihan,
menetapkan keputusan-keputusan serta bertanggung jawab tentang semua itu. Di
atas semua itu, manusia harus menerima tanggung jawab tentang keputusan-
keputusan yang telah membantu menjadikannya sebagaimana halnya sekarang.

Pemikiran Kierkegaard tentang Eksistensi Manusia

Kritik Kierkegaard atas idealisme Hegel, obyektivitas ilmu pengetahuan, dan


moralitas masyarakat pada waktu itu, sebenarnya dilandasi oleh keyakinan
ontologisnya bahwa eksistensi manusia pada prinsipnya adalah individual, personal
dan subyektif. Skema ideal dan obyektif dari idealisme dan ilmu hanya cocok untuk
menjelaskan esensi dan struktur dasariah gejala-gejala infra human (realitas di luar
manusia) atas sesuatu yang bersifat fisik, tetapi tidak dapat diberlakukan begitu saja
pada eksistensi manusia. Peristiwa dan pengalaman eksistensial manusia yang
kongkret, individual, subyektif, dan faktual memerlukan pendekatan yang khas,
spesifik, dan bersifat human (manusiawi). Pendekatan itu haruslah bersifat
individual dan subyektif. Menurut Kierkegaard, eksistensi manusia bukanlah suatu
“ada” yang statis, melainkan suatu “menjadi” yakni perpindahan dari
“kemungkinan” kepada “kenyataan”. Perpindahan ini adalah suatu yang bebas,
karena pemilihan manusia. Jadi eksistensi manusia adalah suatu eksistensi yang
dipilih dalam kebebasan. Setiap tindakan manusia tidak semata-mata didasarkan
pada rasio, tapi juga pilihan bebas, emosi spontan bahkan pertimbangan-
pertimbangan yang tidak rasional yakni adanya keterlibatan yang memungkinkan
manusia menjadi aktor dalam panggung kehidupan. Setiap manusia
mengkonstitusikan (menciptakan) diri dan dunianya melalui pilihan bebasnya, yang
dipilih dan diputuskan sendiri oleh manusia—individu—itu sendiri.

Eksistensi aktual seorang individu adalah eksistensi yang bersumber dari satu inti,
yakni eksistensi dirinya. Realitas dari luar dirinya boleh mempunyai kekuatan yang
memaksa individu atau mempunyai pengaruh besar atas individu itu, tetapi sumber
keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu perbuatan, terletak pada
diri individu itu sendiri. Eksistensi menuntut manusia bertahan sebagai subyek,
sebagai pribadi dengan jati dirinya sendiri. Bereksistensi adalah berani mengambil
keputusan dan mengadakan pilihan yang bersifat menentukan kehidupan. Yang
dibutuhkan manusia dalam hidup ini adalah suatu passion, suatu antusiasme, suatu
gairah, suatu semangat dan keyakinan pribadi, yang dilandasi oleh kehendak bebas
dan afeksi (emosi). Bereksistensi berarti berupaya untuk semakin mewujudkan diri,
semakin menjadi individu yang otentik. Semakin otentik berarti semakin menjadi
makluk rohani.

Proses ini, menurut Kierkegaard dilalui lewat tiga tahap; Estetik, Etik, dan
Religius.

Tahap Estetik

Tahap estetik digambarkan dalam kehidupan estetikus yang menganggap bahwa


“kebosanan adalah akar dari kejahatan (Boredom is the root of all evil). Sehingga
tujuan utama eksistensi manusia haruslah untuk menghindari kebosanan dan
memenuhi kehidupan dengan pengalaman yang menarik dan baru. Orientasi hidup
manusia sepenuhnya diarahkan untuk mendapatkan kesenangan. Manusia dikuasai
oleh naluri-naluri seksual (libido) oleh prinsip-prinsip kesenangan yang hedonistik,
dan bertindak menurut suasana hati (mood),. Kemauannya adalah mengikatkan diri
pada kecenderungan yang menjadi trend masyarakat dan zamannya.

Kierkegaard mengambil sosok Don Juan sebagai model manusia estetis, yang hidup
sebagai hedonis dan tidak mempunyai komitmen dan keterlibatan apapun dalam
hidupnya. Ia tidak mempunyai passion dalam menyikapi dan menindaklanjuti suatu
persoalan. Tidak ada cinta dan tidak tertarik untuk mengikatkan diri dalam suatu
perkawinan karena menghambat petualangan dan kebebasan, dan bisa mengurangi
kesenangan. Dalam jangka panjang, kehidupan estetis memecah diri. Seorang
estetikus lebih bergantung dibandingkan yang ia sadari. Di dalam kenyataan,
kebosanan menampakkan dirinya bukan hanya sebagai kebosanan pada benda,
tempat atau orang lain, tetapi dalam rasa yang lebih menghancurkan, kebosanan
dengan diri sendiri. Muncullah melainkan dan kemudian putus asa, yang pada akhir
hidupnya hampir tidak bisa lagi menentukan pilihan karena semakin banyaknya
alternatif yang ditawarkan masyarakat dan zamannya. Sifat hakiki bentuk eksistensi
estetis ialah tidak adanya ukuran moral yang umum yang telah ditetapkan, dan tidak
adanya kepercayaan keagamaan yang menentukan. Yang ada hanya keinginan
untuk menikmati seluruh pengalaman emosi dan nafsu tetapi membenci segala
pembatasan yang mengharuskannya untuk memilih. Tetapi ia akan sampai kepada
kesadaran, bahwa bagaimanapun keadaannya adalah terbatas, sehingga ia akan
sampai kepada keputusasaan atau pindah ke bentuk eksistensi berikutnya, yaitu
dengan suatu perbuatan memilih.

Tahap Etis

Tahap etis adalah berkonsentrasi pada komitmen tegas yang dibutuhkan untuk
menghindari bahaya tahap estetis. Setelah manusia menikmati fasilitas dunia, maka
ia juga memperhatikan dunia batinnya. Di sini ada semacam “pertobatan”. Dalam
konteks semacam ini individu mulai menerima kebajikan-kebajikan moral dan
memilih untuk mengikatkan diri padanya. Prinsip kesenangan (hedonisme) dibuang
jauh-jauh dan sekarang ia menerima dan menghayati nilai-nilai kemanusiaan yang
bersifat universal. Dengan kata lain, sudah mulai ada passion dalam menjalani
kehidupan berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan. Lebih dari itu, pedoman hidupnya
adalah nilai-nilai kemanusiaan yang lebih tinggi dan berani menyatakan “tidak”
pada setiap trend yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan zamannya—
sejauh trend itu tidak sesuai dengan suara hati dan kepribadiannya. Manusia yang
sudah dalam tahap ini akan melawan segala penyimpangan ketidakadilan dan
kezaliman serta apa saja yang menentang keluhuran nilai-nilai kemanusiaan.

Gaya hidup etis terkait kehidupan etik dengan menggunakan hubungan perkawinan
sebagai contohnya. Perpindahan dari eksistensi yang estetis ke eksistensi yang etis
ini oleh Kierkegaard digambarkan seperti orang yang meninggalkan kepuasaan
nafsu-nafsu seksualnya yang bersifat sementara dan masuk ke dalam status
perkawinan dengan menerima segala kewajibannya sehingga muncullah
keberlanjutan dan stabilitas. Pengulangan aktivitas sehari-hari dan tanggung jawab
di dalam perkawinan menjadi sumber komitmen dan kepuasan yang dalam.
Kierkegaard sendiri, melihat kehidupan sebagai sesuatu yang dibentuk oleh
keterputusan (disjunction) oleh sebuah situai either/or. Orang tidak dapat
menempatkan dirinya di dalam pencarian kesenangan estetis dan berharap
mengembangkan dan mendapatkan stabilitas internal, dimana tanpa hal itu orang
akan merasakan dirinyabergerak ke jurang ketidakbermaknaan.

Jika demikian ia juga sampai pada eksisitensi etis, atau menolaknya dan dengan
suatu perbuatan pindah ke eksistensi berikutnya, yaitu eksistensi religius.
Perpindahan ini harus dilakukan dengan iman. Pengalaman tentang kehidupan
estetik mungkin menyiapkan orang sebuah perbaikan pada tahap etik, dan tahap
etik mungkin menyiapakan orang ke tahap religius, tetapi tak ada jaminan bahwa
gerak maju akan terjadi dan tidak bersifat otomatis. Tiga tahap ini berbeda satu
sama lain, sehingga sebuah pilihan dan komitmen yang pasti, dituntut untuk
menyelesaikan transisi ini.

Tahap Religius

Eksistensi religius adalah penegasan ketundukan orang dan kebergantungan pada


Tuhan yang transenden tetapi merupakan sumber eksistensi personal. Dalam
bentuknya yang paling tinggi, tahap eksistensi religius membentuk keyakinan
seseorang bahwa Tuhan telah bertindak melalui Yesus Kristus untuk menebus dosa
manusia (yakni, menebus keterasingan manusia dari Tuhan) dan untuk memberkahi
orang dengan kedamaian, makna, dan kehidupan abadi. Menurut Kierkegaard,
keyakinan Kristen bukanlah sesuatu yang dapat diverifikasi, dibuktikan secara
meyakinkan, atau dirasionalkan, sehingga menyakinkan setiap orang bahwa
keyakinan Kristen sangat mungkin, jika bukan betul-betul pasti. Agama Kristen
menawarkan harapan dan makna yang akhirnya bergantung pada gerak keyakinan
yang melewati batas akal. Menurut Kierkegaard, manusia adalah individu bagi
dirinya sendiri, tetapi manusia juga individu di hadapan Tuhan. Hubungan antara
manusia dengan Tuhan adalah sesuatu yang unik. Hal ini dijelaskan Kierkegaard
dalam karyanya Fear and Trembling. Kierkegaard menggunakan tokoh Perjanjian
Lama Abraham, untuk menggambarkan bahwa orientasi gaya kehidupan agama
sangat berbeda dari gaya kehidupan estetik ataupun etik. Ketika Abraham mentaati
perintah Tuhan untuk mengorbankan anaknya Ishak, ia tidak digerakkan oleh
keinginan akan kesenangan dan kebaharuan, juga tidak digerakkan oleh konsep
tugas rasionalistik, abstrak, atau hukum moral universal. Akan tetapi responnya
adalah pada Tuhan yang transenden dan personal, yang mungkin mengarahkan
orang ke jalanjalan yang menentang kriteria eksistensi estetik dan norma etika
rasionalistik atau moralitas konvensional.

Menjadi manusia berkeyakinan seperti Abraham secara kualitatif berbeda dari


manusia estetik atau etik. Perbedaan itu ada dan dikonstitusikan terutama oleh
kesadaran bahwa orang itu makhluk Tuhan yang unik, dan bahwa ketundukkan
orang adalah pada-Nya dan bukan pada kesenangan, kebaharuan, opini publik,
negara, atau konsep etika rasionalistik. Sebab pada waktu itu Abraham langsung
berhadapan dengan Yang Mutlak, dengan Allah pribadi, yang perintah-perintahNya
bersifat mutlak, dan tidak dapat diukur dengan patokan akal manusia. Religiusitas
dalam agama Kristen, kebahagiaan tidak dapat diusahakan secara langsung, tetapi
dicapai melalui kesengsaraan. Di bawah bimbingan Kristus orang harus belajar
menderita. Keputusan itu berada di tangan Allah. Allah menyatakan diriNya di
dalam kesadaran manusia. Artinya: orang dapat menjadi sadar akan dosanya dan
sadar bahwa ia terasing dari Allah serta memerlukan Allah, akan teta/.,pi jawaban
manusia terhadap pernyataan Allah itu adalah suatu perbuatan yang mengandung
risiko, suatu perbuatan iman kepada seorang Tokoh yang di luar jangkauan akalnya.
Perbuatan iman bukan perbuatan yang dapat dilakukan sekali untuk selama-
lamanya, tetapi perbuatan yang harus terus-menerus diulangi.
Jawaban No. 2

Jelaskan secara singkat Riwayat hidup Maslow

Jawab :

Abraham Harold Maslow lahir pada 1 April 1908 di Brooklyn, New York, Amerika
Serikat. Ia adalah anak sulung dari tujuh bersaudara yang lahir dari orang tua
imigran Yahudi Rusia. Karena latar belakang keluarganya, Maslow kecil kerap
dianiaya dan diintimidasi oleh geng-geng di daerahnya. Akibat masa kecilnya yang
tidak bahagia dan kesepian, ia menjadi sering menghabiskan waktu di perpustakaan
bersama buku-buku. Dari situlah, Maslow mengembangkan kecintaannya pada
membaca, dan kehidupannya pun semakin membaik. Ketika bersekolah di Boys
High School, ia bergabung ke banyak klub akademik dan menjadi editor untuk
beberapa majalah sekolah. Setelah lulus, Maslow sekolah hukum di City College of
New York (CCNY). Namun, karena sadar bahwa minatnya ada pada psikologi, ia
kemudian pindah ke University of Wisconsin dan bertemu dengan Harry Harlow,
yang menjadi mentornya.

Dari universitas ini pula, Maslow memperoleh tiga gelar dalam bidang psikologi,
yaitu sarjana pada 1930, magister pada 1931, dan doktor pada 1934. Semasa kuliah,
ia menikah dengan Bertha Goodman pada 1928, dan mempunyai dua anak. Setelah
meraih gelar doktor, Abraham Maslow kembali ke New York dan bekerja di
Columbia Teachers College. Dari 1937 sampai 1951, Maslow mengajar di
Brooklyn College, di mana ia banyak dipengaruhi oleh pemikiran psikolog Gestalt
Max Wertheimer dan antropolog Ruth Benedict. Pada periode ini, Maslow mulai
melakukan pengamatan yang kemudian menjadi cikal bakal untuk teori-teorinya di
bidang psikologi.

Selama 1950-an, Abraham Maslow mengembangkan pemikiran yang kemudian


dikenal sebagai aliran psikologi humanistik. Teorinya, termasuk hierarki kebutuhan
dan aktualisasi diri, menjadi subjek fundamental dalam gerakan humanis. Berikut
ini beberapa hal yang membedakan teori Maslow dengan teori-teori psikologi yang
populer saat itu. Maslow merasa teori psikoanalitik Freud dan teori perilaku Skinner
terlalu fokus pada aspek negatif atau patologis dari keberadaan. Maslow juga
merasa bahwa teori-teori tersebut mengabaikan semua potensi dan kreativitas yang
dimiliki manusia. Teori Maslow lebih terfokus pada memaksimalkan kesejahteraan
dan mencapai potensi penuh seseorang. Dari 1951 hingga 1969, Maslow adalah
ketua departemen psikologi di Brandeis University di Massachusetts.

Pada akhir 1950-an, psikologi humanistik menjadi semakin populer dan Maslow
dianggap sebagai pelopornya. Bahkan, atas kontribusinya itu, ia menerima
penghargaan Humanist of the Year dari American Humanist Association pada
1967.Abraham Maslow meninggal karena serangan jantung pada 1970 dalam usia
62tahun.

Jelaskan secara singkat esensi ajaran psikologi humanistik.

Jawab :

Maslow yang mempelopori psikologi humanistik berupaya menggali dan meramu


ajaran eksistensialis yang dijadikan acuan dalam upaya memberlakukan manusia
sesuai dengan esensi dan nilai kemanusiaan. Beberapa pandangan yang
diketengahkan oleh Maslow dalam upaya memahami esensi manusia sebagai
berikut :
1. The Individual as an Integrated Whole. Salah satu aspek yang fundamental
dalam ajaran psikologi humanistik adalah setiap individu haruslah dipahami
sebagai pribadi yang unik, terintegrasi dan terorganisasikan secara utuh.
Mansia ternyata dipahami dalam perspektif yang parsial dan mengabaikan
hakekat manusia secara utuh dan tidak memahami manusia sebagai manusia
yang unik. Pendekatan yang demikian dicontohkan oleh Maslow dimana
psikonalisis dan behaviorisme ketika mempelajari hutan, namun yang
dipelajari hanya pohon saja dan mestinya yang dipelajari adalah hakekat dan
fungsi hutan itu sendiri dan pohon hanya salah satu unsur saja yang terdapat
di dalam hutan.
2. Irrelevance of Animal Research. Psikologi humanistik mendasari
kajiannya bahwa terdapat perbedaan yang sangat hakiki antara perilaku
binatang dengan manusia. Dengan lain perkataan bahwa manusia sangat
melebihi hakekat binatang dan manusia sesungguhnya tidak dapat
disamakan dengan binatang. Terdapat esensi yang melampaui kehidupan
binatang dan inilah perbedaan secara tajam dengan pendekatan
behaviorisme. Behaviorisme berupaya mengidentikan perilaku binatang
dengan manusia, hasil penelitian terhadap binatang diimplimentasikan dan
digeneralisasikan kepada manusia. Maslow menegaskan bahwa manusia
memiliki keunikan dan sangat berbeda dengan semua binatang.
Behaviorisme sebetulnya memberlakukan manusia bukan sebagai manusia
dan tidak lebih dari sekedar mesin belaka.
3. Man’s Inner Nature. Teori Freud berargumentasi bahwa pada dasarnya
manusia itu memiliki karakter jahat dan jika dorongan-dorongan dari dalam
diri manusia tidak dapat dikontrol, maka akan menimbulkan perbuatan
merusak dan berperilaku jahat terhadap orang lain dan juga terhadap diri
sendiri. Psikologi humanistik memilki pandangan yang berbeda, bahwa
manusia seseungguhnya adalah baik dan atau setidak-tidaknya mengandung
karakteristik yang sifatnya netral.
4. Man’s Creative Potential. Sebuah keunggulan manusia adalah mampu
membuat karya kreatif dan inilah menjadi dasar dalam membangun
kerangka berpikir psikologi humanistik. Setiap manusia sejak dilahirkan
memiliki potensi kreatif, dan diumpamakan sebagai pohon yang pasti
mengembangkan daun, burung bertumbuh sayap dan siap terbang dan
manusia memiliki potensi kreatif. Kreatifitas secara fungsional dimiliki
manusia secara universal yang mengantarkan manusia untuk
mengekspresikan dirinya.
5. Emphasis on Psychological Health. Maslow secara konsisten
berargumentasi bahwa individu yang sehat mentalnya sajalah yang mampu
mengaktualisasikan diri. Maslow mengistilahkan sebagai ”healthy human
being’s functioning”, modes of living, or his “life’s goals”.Pribadi yang
sehat mental akan mampu mengakualisasikan diri sebagai ekspresi tertinggi
dalam kehidupan manusia. Manusia akan dapat dipahami melalui hasil
karyanya dan itu merupakan ekspresi dari potensi manusia. Psikologi
humanistik mengetengahkan konsep ”self-fulfillment” sebagai inti dan
dasar dalam kehidupan manusia dan tidak mungkin manusia dapat dipahami
hanya dengan mempelajari aspek neurotik saja dari kehidupan manusia
secara utuh.

Maslow mengerengahkan beberapa asumsi dasar dalam upaya memahami hakekat


manusia. Secara skematis Maslow mengemukakan sebagai berikut:

1. Freedom-Determination. Maslow berargumentasi bahwa perilaku


manusia tidak ditentukan oleh faktor di luar dirinya, namun ditentukan
oleh faktor internal yang terdapat di dalam diri individu. Hakekat manusia
secara esensial adalah bebas dan atas kebebasannya manusia bertanggung
jawab atas semua perilaku yang diperbuatnya. Kebebasan adalah
manifestasi diri pribadinya, apakah itu berkenaan dengan pemenuhan
kebutuhannya, bagaimana menentukan dan melakukan pilihan upaya
mewujdukan aktualisasi diri.
2. Rationality-Irrationality. Prinsip dasar yang menjadi acuan dalam upaya
memahami manusia adalah manusia haruslah dipahami sebagai individu
yang rasional dan bukan makhlusk yang irasional. Pendekatan pemahaman
manusia oleh Maslow dipandang sebagai pribadi yang irrasional akan
berdampak pada pemahaman bahwa manusia akan senantiasa
diperhadapkan oleh terjadinya konflik diantara pemenuhan kebutuhan
yang beragam.
3. Holism- Elementalism. Salah satu prinsip dasar dalam upaya memahami
manusia dalam perspektif psikologi humanistik adalah ”individual as
integrated whole”. Setiap individu sebagai sebuah totalitas dan dengan
demikian dapatlah dijadikan kajian ilmiah dalam upaya mempelajari
hakekat manusia.
4. Constitutionalism- Environmentalism. Banyak konsep yang berupaya
menggagas tentang pentingnya peran lingkungan dan pribadi secara
bersama-sama dalam menentukan perilaku dan juga masa depan manusia.
Maslow memiliki pandangan yang berbeda dan lebih menekankan faktor
pribadi dibandingkan dengan faktor lingkungan. Bahkan jika dipelajari
lebih mendalam tentang konsep B-motives dan self- actualization, ternyata
Maslow sangat menekankan makna pribadi dalam mencapai tahap
aktualisasi diri dan bukan faktor lingkungan. Maslow mengakui pengaruh
lingkungan semasa awal perkembangan kepribadian, namun kemudian
dalam proses perkembangannya dikemudia hari diri pribadilah yang
menentukannya.
5. Subjectivity-Objectivity. Pendekatan eksistensialis dan fenomenologi yang
menekankan esensi ”here-and now” juga menjadi acuan Maslow yang
dijadikan dasar asumsinya. Ajaran tersebut juga menjadi dasar ajaran
Rogers. Maslow meyakini bahwa pengalaman subjektif ”subjective
experience” menjadi hal mendasar jika memahami hakekat manusia, jika
dibandingkan kalau hanya mempelajari perilaku manusia yang dapat
diamati.
6. Proactivity- Reactivity. Secara tegas Maslow menolak faktor determinasi
dari luar diri pribadi dalam menentukan perilaku. Setiap pribadi yang
bertindak tidaklah sekedar hanya sebagai jawaban terhadap stimulus
eksternal, melainkan didasarkan pada kebutuhan internal. Secara tegas
Maslow mengemukakan pandangannya tentang psikologi humanistik
bahwa manusia tidak mungkin dapat dipahami secara utuh jika
menggunakan pendekatan tradisional. Manusia sifatnya Unkowable,
sehingga dibutuhkan pendekatan yang komprehensip dan holistik.

Jelaskan secara singkat tentang Jenjang Kebutuhan Maslow

Jawaban :
Hierarki kebutuhan maslow merupakan teori interdisiplin yang berguna untuk
membuat prioritas asuhan keperawatan. Hirarki kebutuhan dasar manusia temasuk
lima tingkat prioritas. Dasar paling bawah atau tingkat pertama termasuk kebutuhan
fisiologis, seperti udara, seks, air dan makanan. Tingkat kedua yaitu kebutuhan
keamanan dan perlindungan, termasuk juga kemanan fisik dan psikologis. Tingkat
ketiga berisi kebutuhan akan cinta dan memiliki, termasuk didalamnya hubungan
pertemanan, hubungan sosial, dan hubungan cinta. Tingkat keempat yaitu
kebutuhan akan penghargaan diri termasuk juga kepercayaan diri dan nilai diri.
Tingkat terakhir merupakan kebutuhan untuk aktualisasi diri yatitu keadaan
pencapaian potensi dan mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan
beradaptasi dengan kehidupan.

Ada lima tingkatan kebutuhan dasar menurut Abraham Maslow yaitu:

1. Kebutuhan Fisiologis (Phisiological Needs) adalah kebututuhan yang


memiliki prioritas tertinggi dalam Hirarki Maslow. Sehingga seseorang
yang belum memenuhi kebutuhan dasar lainnya akan lebih dulu memenuhi
kebutuhan fisiologisnya. Kebutuhan ini memiliki delapan macam seperti:
kebutuhan oksigen, cairan, makanan, eliminasi urin, istirahat, aktivitas,
kesehatan temperatur tubuh, dan seksual.

2. Keselamatan dan Rasa Aman (Safety and Security Needs) adalah


kebutuhan yang perlu mengidentifikasi jenis ancaman yang bisa
membahayakan bagi manusia. Maslow memberi contoh hal-hal yang bisa
memuaskan kebutuhan keselamatan dan keamanan seperti tempat dimana
orang dapat merasa aman dari bahaya misalnya tempat penampungan
seperti rumah yang memberikan perlindungan dari bencana cuaca.

3. Kebutuhan akan rasa cinta (Social Needs) setelah seseorang memenuhi


kebutuhan fisiologis dan keamanan, mereka menjadi termotivasi oleh
kebutuhan akan cinta seperti keinginan untuk berteman, keinginan untuk
mempunyai pasangan dan anak, kebutuhan untuk menjadi bagian sebuah
keluarga, sebuah perkumpulan, dan lingkungan mayarakat. Cinta dan
keberadaan mencakup beberapa aspek dari seksualitas dan hubungan
dengan manusia lain dan juga kebutuhan untuk memeberi dan mendapatkan
cinta.

4. Kebutuhan harga diri (Esteem Needs) memiliki dua komponen yaitu:


a. Menghargai diri sendiri (self respect) adalah kebutuhan yag memiliki
kekuatan, penguasaan, kompetensi, prestasi, kepercayaan diri,
kemandirian, dan kebebasan. Orang membutuhkan pengetahuan
tentang dirinya sendiri, bahwa dirinya berharga mampu mengusai tugas
dan tantangan hidup.
b. Mendapat penghargaan dari orang lain (respect from others) adalah
kebutuhan penghargaan dari orang lain, ketenaran, dominasi, menjadi
orang penting, kehormatan dan apresiasi. Kebutuhan harga diri apabila
tidak terpuaskan maka akan menimbulkan canggung, lemah, pasif,
tergantung pada orang lain, penakut, tidak mampu mengatasi tuntutan
hidup dan rendah diri dalam bergaul. Menurut Maslow penghargaan
diri dari orang lain hendaknya diperoleh berdasarkan penghargaan diri
kepada diri sendiri. Orang seharusnya memperoleh harga diri dari
kemampuan diri sendiri, bukan dari ketenaran ekternal yang tidak dapat
dikontrolnya, yang membuatnya tergantung kepada orang lain.

5. Kebutuhan aktualisasi diri (Self-Actualization) adalah keinginan untuk


memperoleh kepuasan dengan diri sendiri (Self -ffulfiment), untuk
menyadari smeua potensi dirinya, untuk menjadi apa saja yang dia dapat
melakukannya dan untuk menjadi kreatif dan bebas mencapai puncak
prestasi potensinya. Kebutuhan aktualisasi diri ini yatitu kebutuhan untuk
ingin berkembang, ingin berubah, ingin mengalami transformasi menjadi
lebih bermakna. Kebutuhan ini merupakan puncak dari hirarki kebutuhan
manusia yaitu perkembangan atau perwujudan potensi dan kapasitas secara
penuh. Maslow berpendapat bahwa manusia dimotivasi untuk menjadi
segala sesuatu yang dia mampu untuk menjadi yang diinginkan. Walaupun
kebutuhan lainnya terpenuhi, namun apabila kebutuhan aktualisasi diri tidak
terpenuhi maka seseorang akan mengalami kegelisahan, ketidaksenagan
atau frustasi.

Jelaskan secara singkat apakah pemenuhan kebutuhan harus berjenjang


seperti yang dirumuskan oleh Maslow?

Jawab :

Tergantung dimana dan bagaimana teori ini diaplikasikan pada setting tertentu,
sehingga tidak harus berjenjang seperti yang dirumuskan oleh Maslow.

Mari kita gunakan analogi sederhana seperti ini : Indonesia, yang mayoritas
masyarakatnya muslim, mengenal puasa (fasting) sebagai suatu hal yang diyakini
dapat membawa umatnya pada sebuah pemenuhan tentang makna kehidupan
manusia, dimana Maslow menyebutnya sebagai aktualisasi diri. Karena dengan
puasa, kita dapat memaknai banyak nilai baik-buruk terhadap sesama makhluk
hidup, semesta bahkan hubungan vertikal terhadap Tuhan dan menjadi individu
yang aktual secara raga dan rohani. Padahal, bukan kah makan agar tidak lapar
adalah kebutuhan paling dasar untuk memenuhi kebutuhan fisiologis dalam teori
ini? Kok bisa ya, tiba-tiba "melompat" tahapannya dan luar biasanya, masyarakat
kita tetap dapat hidup dan bertahan dengan konsep yang sederhananya,
berkebalikan dengan pemahaman yang diusung Maslow?

Perlu diingat bersama bahwa sebagian besar teori psikologi dunia, termasuk di
Indonesia berasal dari tokoh-tokoh dan pemikiran barat. Tidak hanya Maslow,
tokoh besar psikologi seperti Wundt, Freud, Ericson, Piaget dll tentunya banyak
meneliti tentang psikologi yang berakar dari pola pikir dan kebiasaan barat.
Bagaimana dengan di Indonesia? Saat ini, banyak psikolog dan ilmuwan psikologi
dalam negeri yang gencar mengembangkan indigenous psychology. Salah satu
penggeraknya ialah CICP (Center of Indigenous and Cultural Psychology) di
Fakultas Psikologi UGM. Cabang ini yang tugasnya "menggodog" ulang teori lama,
salah satunya yang dari barat bahkan menemukan teori lokal yang sangat sesuai
dengan jati diri masyarakatnya dan sifatnya kekinian.

Dan sekali lagi, bukan berarti teori Maslow tidak relevan ya, bisa saja pada
penelitian lain, dibelahan dunia lain, dengan budaya, konsep pikir dan karakter khas
masyarakatnya teori ini masih saja cocok.

Jelaskan secara singkat Orientasi Pengembangan Potensi

Jawab :

a. Masing-masing individu mempunyai apa yang dinamakan ”essential inner


nature” yang instinctoid, instinsik, terberi, natural, yang kesemuanya
merupakan materi kasar dan bukan hasil yang telah selesai. Pengertian dari
Inner nature ialah : kemampuan, bakat, struktur anatomis, aspek fisiologis,
cacat yang diperoleh individu sebelum dan sesudah dilahirkan, dasar-dasar
tempramennya maupun trauma-trauma yang dialaminya.
b. Potensi harus ditinjau dari aspek perkembangannya. ’Inner natre” dapat
dibentuk dan diaktualisasikan atau dihambat perkembangannya oleh
determinan yang ekstra-psikis seperti kebudayaan, lingkungan, pendidikan dan
lain sebagainya.
c. Inner nature merupakan bahan dasar yang biologis dan bersifat instinctual,
tetapi merupakan suatu yang lemah dan sangat berbeda dengan binatang.
Authentic Self didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk bisa
mendengarkan suara-suara yang berasal dari dalam, artinya seseorang
mengenal apa yang sebenarnya diinginkan oleh diri sendiri ataupun tidak
(mendengarkan suara dalam diri pribadi.
d. Kekuatan dalam mendengarkan diri sendiri merupakan kekuatan dinamis yang
dapat mendorong agar diri kita menjadi terbuka. Dorongan-dorongan tersebut
merupakan dorongan untuk berkembang, mengaktualisasi diri dan mencari
identitas diri.
e. Biasanya hanya sebagian inner nature yang dapat berkembang menuju
kedewasaan. Individu disatu pihak secara objektif atau secara subjektif
menerima apa yang tersedia secara potensial, tetapi perkembangan dirinya juga
merupakan hasil kreasi yang bersangkutan.
f. Sehat secara psikologis terutama bagi orang dewasa disebut juga ”Self
fulfillment, emotional maturity, productiveness, authenticity, full humanness
atau aktualisasi diri.
g. Psikologi humanistic menjelaskan bahwa “ Inner nature yang dimiliki oleh
setiap individu layak dikembangkan.

Jawaban No.3

Jelaskan secara singkat Riwayat hidup Rogers

Jawab :

Carl Ransom Rogers lahir pada 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois, pinggiran
Chicago. Ayahnya adalah insinyur sipil, sementara ibunya bekerja sebagai ibu
rumah tangga. Dilahirkan sebagai anak keempat dari enam bersaudara, sejak kecil
mulai mengembangkan kecerdasan yang tidak biasa: sudah berbicara sebelum tiba
di taman kanak-kanak. Studinya dilakukan di lingkungan keagamaan dan
tradisional sebagai anak lelaki altar di rumah pendeta Jimpley. Bertahun-tahun
kemudian, dia akan pindah ke New York untuk mulai belajar Pertanian, suatu
disiplin yang dengan cepat dia tinggalkan untuk belajar Sejarah dan Teologi.

Selama tahun-tahun itu, perjalanan ke Beijing untuk berpartisipasi dalam


konferensi Kristen membuatnya ragu-ragu akan kepercayaannya sebagai seorang
religius. Pengalaman itu membantunya untuk mendaftar dalam program Psikologi
Klinis di Universitas Columbia. Dia mendaftar di Teachers College di universitas
yang sama menerima gelar master pada tahun 1928, menjabat sebagai direktur
Masyarakat untuk Pencegahan Kekejaman Anak di Rochester. Tiga tahun
kemudian dia akan mendapatkan gelar PhD.
Sementara itu, ia menikah pada tahun 1924 dengan Helen Elliot, seorang wanita
yang memiliki anak lelaki dan perempuan, masing-masing bernama David dan
Natalie. Pada awal 1939, Rogers akan menerbitkan buku pertamanya yang
berjudul Perawatan Klinis Masalah Anak, hasil dari banyak penelitian berdasarkan
teori-teori seperti yang dari Otto Rank dan arus seperti eksistensialisme. Pekerjaan
itu akan berfungsi untuk mendapatkan kursi Psikologi Klinis di Ohio State
University. Tiga tahun kemudian dia menerbitkan buku lain, Konseling dan
Psikoterapi, di mana dasar-dasar terapi yang berpusat pada klien didasarkan -
berdasarkan pada pemahaman dan penerimaan terapis - dan apa yang posteriori
akan menjadi pilar Psikologi Humanistik.

Pada tahun 1944 ia akan kembali ke kota asalnya di mana ia akan melakukan
berbagai terapi dan penyelidikan yang akan ditulisnya Terapi yang berpusat pada
klien pada tahun 51, bekerja sebagai semacam pelengkap dan spesialisasi dari
pekerjaan sebelumnya. Bertahun-tahun sebelumnya, pada usia 47 tahun, ia akan
mencapai salah satu pencapaian terbesar sepanjang hidupnya: diangkat sebagai
Presiden American Psychological Association. Rogers tidak pernah berhenti
tumbuh secara profesional dan bergerak maju dengan berbagai studi. Pada tahun
1956 ia menjadi Presiden American Academy of Psychotherapists dan pada tahun
1957 ia memperoleh kursi Psikologi dan Psikiatri di University of Wisconsin,
menerbitkan Tentang Menjadi Orang.

Pada 1964 ia meninggalkan pengajaran untuk pindah ke Institut Ilmu Perilaku Barat
di California. Tiga tahun kemudian ia akan mempublikasikan hasil pengalamannya
di departemen psikiatri dengan buku itu Hubungan Terapi dan Dampaknya:
Sebuah Studi tentang Skizofrenia. Saya juga akan menemukanPusat Studi Orang
dan Institut Perdamaian, fokus pada resolusi konflik. Selama tahun-tahun
terakhirnya ia tinggal di San Diego (California), menyelingi terapi dengan
konferensi dan kegiatan sosial. Dia menerapkan teorinya dalam situasi seperti
penindasan politik dan konflik nasional, yang membawanya untuk membuat
lokakarya pendekatan yang berfokus pada komunikasi antar budaya dengan
bertemu dengan Protestan di seluruh dunia. Akhirnya dia meninggal mendadak pada 4
Februari 1987 di usia 85 tahun.Transendensi karya Carl Rogers dalam kehidupan
membantunya memiliki beberapa kontinator studinya di Psikologi Humanistik.

Jelaskan secara singkat Pandangan Rogers Tentang Hakekat Manusia

Jawab :

Pada dasarnya di dalam kedalaman yang paling dalam di dalam diri manusia
bersemi tujuan-tujuan kehidupan, yang berupaya bergerak melangkah ke depan,
membangun realistic dan terpendam sesuatu yang dapat dipercaya. Rogers
mengakui bahwa setiap pribadi memiliki energi psikis yang secara aktif
menggerakkan untuk mencapai tujuan dimasa depan dan digerakan oleh dorongan
internal dan bukan kekuatan yang bersumber dari luar.
Rogers juga menegaskan ajaran agama bahwa pada dasarnya setiap manusia pada
hakekatnya berdosa dan memiliki benih kejahatan. Rogers menyetujui dimana
banyak manusia mengekspresikan semua jenis bibit kejahatan yang terdapat dalam
dirinya, namun sesungguhnya semua kejahatan tersebut tidak menggambarkan
esensi manusia yang sesungguhnya. Selain itu semua manusia yang memiliki
integritas religius pasti memiliki kepekaan dan menghargai hakekat kemanusiaan,
disamping itu tanggung jawab secara personal, kooperatif dan memiliki
kematangan. Atas dasar inilah Rogers juga memberi dasar dan pengembangan
psikologi humanistik dan disebut juga ”humanistic movement in personology”.

Jelaskan secara singkat tentang actualizing tendency as Life’s Master Motive

Jawab :

Pandangan Rogers yang memiliki perspektif positif tentang hakekat manusia, maka
Rogers mengajukan hipotesis bahwa semua perilaku manusia digerakkan dan
diarahkan oleh sesuatu yang bersifat tunggal, motif yang menyatu tersebut sebagai
”actualizing tendency”. Dengan demikian motif yang mendasar dalam kehidupan
manusia adalah upaya aktualisasi diri, memelihara atau upaya meningkatkan diri
pribadi sehingga mampu mengembangkan yang terbaik yang merupakan hakekat
kemanusiaan. Rogers mengemukakan bahwa manusia pastilah berupaya
menanggapi prestasi sebagai upaya mengembangkan seluruh potensi dirinya
sebagai manusia.

Beberapa karakteristik yang menunjukkan kecenderungan aktualisasi diri sebagai


berikut :
1. Bersumber dari proses fisiologis yang melekat di dalam tubuh manusia (ini
adalah fakta biologis dan bukan kecenderungan psikologis). Pada setiap
tingkatan kebutuhan manusia dimana kecenderungan yang dibawa sejak
lahir tidak hanya tertuju pada upaya pemeliharaan dan pemenuhan
kebutuhan dasar seperti kebutuhan akan udara, makanan, air, istirahat dan
lain sebagainya, namun juga bagaimana organisme berupaya meningkatkan
kualitas melalui upaya mengembangkan dan terjadinya perbedaan organ
tubuh dan fungsinya dan itulah yang menandakan terjadinya pertumbuhan
secara regenerasi.
2. Kecenderungan aktualisasi diri tidak terkandung maksud dan tujuan untuk
meredakan ketegangan. Rogers berpandangan bahwa semua bentuk
perilaku dimotivasi oleh kebutuhan individu untuk berkembang dan
meningkatkan kualitas potensi. Selain itu kecenderungan aktualisasi diri
adalah bentuk yang secara umum yang melekat di dalam kehidupan semua
makhluk dan bukan hanya pada manusia, tetapi juga pada binatang dan
itulah esensi kehidupan. Menurut Rogers semua pengalaman yang diperoleh
dapat dijadikan dasar dalam upaya meningkatkan penilaian hidup secara
lebih positif. Setiap pribadi akan memperoleh kepuasan batin dari seluruh
pengalaman hidup yang sifatnya positif ” Organismic valuing process”,
sebaliknya pengalaman yang negatif perlu di tolak dan akan berpengaruh
terhadap makna kehidupan. Self actualizing tendency adalah apa yang
menjadi daya dorong bagi sebuah kehidupan, termasuk di dalamnya semua
perubahan kearah peningkatan bagi diri pribadi kearah nilai kehidupan yang
kompleks, kecukupan bagi diri sendiri dan kematangan.

Jelaskan secara singkat fenomenologi dalam perspektif Rogers

Jawab :

Pendekatan fenomenologi menjadi acuan dasar Rogers dalam upaya memahami


kepribadian. Secara substantif Rogers memberi acuan tentang apa yang
sesungguhnya individu itu secara factual dan itu eksis di dalam diri pribadi yang
disebut ”internal frame of reference” atau dunia subjektif, dunia yang dibagun
berdasarkan persepsi diri pribadi, termasuk segala sesuatu yang berbeda di dalam
kesadaran baik sebagai perempuan maupun pria yang dibangun saat itu.

Psikologi fenomenologi menyatakan bahwa fenomenologi menjadi dasar dan


dokrin dasar yang dijadikan acuan dalam upaya memahami esensi manusia. Setiap
individu menafsirkan realitas menurut dunia pribadinya yang berdasarkan
pengalaman subjektifnya. Rogers memfokuskan kepada ”Psychological reality”
yang menjadi dasar dalam upaya memahami hakekat perilaku yang diperoleh
berdasarkan pengamatan atas ”internal frame of reference”, yang berupaya
menjelaskan mengapa individu berpikir, merasakan dan berperilaku dan ini menjadi
sangat penting dalam upaya mengetahui bagaimana individu merasakan dan
menginterpretasi dunianya.

Jelaskan secara singkat asumsi dasar dalam memahami hakekat manusia

Jawab :

Rogers mendasari pemahaman perilaku manusia dengan mengajukan beberapa


asumsi yang relatif sama dengan Maslow. Rogers mengetengahkan asumsi dasar
sebagai berikut :

1. Freedom – Determination, berdasarkan pengalaman dalam melaksanakan


terapi baik secara individu maupun kelompok tidaklah mungkin bagi klien
menyangkal realitas kehidupannya dan yang merupakan pilihan pribadinya.
Kebebasan dalam teori ini adalah bagian integral dari konsep master motive,
dan kecenderungan aktualisasi diri. Kecenderungan aktualisasi diri dapat
diterjemahkan menjadi : a) Pribadi mampu mengatasi dan memberlakukan
sebuah kondisi yang berharga dan menempatkan dalam permulaan
kehidupan; b) Pribadi lebih menyadari dan terbuka terhadap pengalaman
baru dan c) memiliki kebebasan dan menjadi pribadi kreatif dan mampu
memetakan tujuan kehidupannya. Pencapaian pengalaman dan penghayatan
kebebasan merupakan esensi puncak dalam perjalanan kehidupan, individu
mengetahui secara pasti bahwa dirinya bebas dan berupaya menemukan
nilai sebuah kebebasan dan menjadi kenyataan dalam menjalani kehidupan
setiap saat.
2. Rationality – Irrationality, Essensi terdalam diri manusia adalah manusia
digerakkan oleh kemampuan berpikir yang rasional. Perilaku manusia yang
irrasional yang ditampakkan pada setiap hari termasuk perilaku merusak,
pembunuhan, perang, perkosaan, kebijakan administrasi sebagai dampak
dari kehidupan manusia yang tidak selaras dengan esensi ”true inner
nature”. Jika kondisi lingkungan sosial mengijinkan manusia berperilaku
sesuai dengan hakekat dirinya dan rasionalitas akan membimbingnya dalam
melakukan perbuatan.

3. Holism-Elementalism, pribadi haruslah dipandang sebagai sebuah kesatuan


yang utuh dan holistik. Dalam perspektif perkembangan manusia yang
dimulai dari masa bayi yang menampakkan rentang kehidupan yang
tampaknya tidak berbeda, namun dalam proses perkembangannya akan
menunjukkan perbedaan antara ’self’ sebagai hasil interaksi dengan
lingkungannya. Sebagaimana halnya dengan ’self concept’ muncul dan
mencapai puncaknya ketika adanya upaya secara berkelanjutan mencapai
keutuhan diri dan konsistensi diri.

4. Constututionalism -Environmentalism, asumsi Rogers terkait aspek


constitutionalism dengan tidak mengesampingkan aspek environmentalism.
Konsep dasar Rogers tentang human nature, man’s inner nature, man’s true
self, dan man’s innate potential kesemuanya konsep tersebut implikasinya
didasarkan pada aspek biologis dalam perkembangan manusia dan
kepribadian.

5. Subjectivity- Objectivity, merupakan asumsi dasar dan menjadi kunci dalam


upaya memahami perilaku manusia. Fenomenologi juga medasari ajaran
pada dunia subjective dari individu. Rogers mengemukakan bahwa
kehidupan pribadi sesungguhnya mengalami perkembangan, sangat pribadi,
sangat rahasia, memiliki dunia subjektif yang merupakan pusat dalam
kehidupan manusia. Perilaku manusia sangat tidak mungkin dapat disentuh
dan dipelajari tanpa memahami yang hanya didekati dari perspective
objectivity dan aspek lingkungan semata.
6. Proactivity-Reactivity, manusia pada dasarnya adalah pribadi yang proaktif
dan bukan reaktif. Peran faktor lingkungan yang memfasilitasi
perkembangan manusia dalam upaya aktualisasi diri. Secara psikologis
manusia menerima stimulus eksternal dan kemudian mengelolanya dan
bukan hanya sekedar bereaksi atas stimulus eksternal.

7. Homeostasis – Heterostasis, kecenderungan aktualisasi diri secara esensial


bersumber dari konsep heterostatik. ”Actualizing tendency” menunjuk pada
perkembangan yang mengarah pada pertumbuhan, peningkatan dan
aktualisasi diri. Setiap manusia secara naluriah mencari stimulus, mecari
tantangan baru, mencari peluang dalam upaya mengembangan diri secara
optimal.
8. Knowability – Unknowability, dalam perspektif fenomenologi aspek
Unknowability menjadi dasar dalam upaya memahami esensi manusia.
Subjectivity menunjukkan bahwa setiap individu diletakkan atas dasar
bangunan pengalaman dari dunia pribadinya, baik sebagai pria maupun
perempuan yang secara potensial hanya dialah yang memahami diri
pribadinya. Setiap pribadi memiliki dunia pribadi dan itu merupakan
pengalaman yang sifatnya pribadi dan atas dasar itulah dapat dijadikan
acuan dalam memahami esensi manusia secara personal.

Jelaskan secara singkat pandangan Rogers tentang esensi hidup yang


bermakna : The Fully Functioning Person.

Jawab :

Fully functioning adalah istilah yang digunakan Rogers untuk menyatakan bahwa
individu telah mengembangkan dan menggunakan kemampuan dan talentanya,
merealiasikan semua potensinya dan mengembangkan dan membangun
pengetahuannya secara komprehensip dan memiliki pengalaman yang bermakna.
Rogers mengemukakan lima karakteristik bagi pribadi yang berfungsi secara penuh
sebagai berikut :

1. Openness to experience (terbuka terhadap pengalaman). Terbuka terhadap


pengalaman baru sangat bertentangan dengan perilaku defensif. Pribadi
yang berfungsi secara penuh akan mampu mengelola secara rasional
perasannya dan mampu membuat penilaian dan secara bijaksana
berperilaku sesuai dengan kondisi dan situasi yang dihadapinya.

2. Existential Living, dalam setiap Langkah kehidupannya senantiasa


menunjukkan perbedaan dan berbeda dari perjalanan kehidupan
sebelumnya. Pribadi yang menunjukkan kesejatian dirinya sebagai pribadi
yang baik akan merefleksikan kehidupan yang penuh toleransi, fleksibel,
mampu beradaptasi dengan baik sesuai dengan pedoman normatif yang
terdapat di dalam dirinya, tulus, jujur dan spontan dalam memberi pendapat
yang mampu membanguna manusia lain.
3. Organismic Trusting, dimensi utama untuk menggambarkan kehidupan
yang baik dan bermakna adalah ketika seseorang membuat keputusan dan
secara khusus dalam upaya membuat keputusan dia dalam situasi tertentu
dan biasanya setiap orang mendasarkannya pada norma yang dianutnya dan
bagaimana seseorang memberi penilaian terhadap orang lain. Berperilaku
bijaksana dan mampu membangun sesama berdasarkan nilai-nilai
kemanusiaan.

4. Experirntial freedom, Aspek ini menunjuk pada kehidupan yang bermakna


termasuk di dalamnya dialami dan dihayati makna kebebasan dalam
menjalani kehidupan. Kebebasan yang dimaksud adalah kemampuan untuk
mementukan pilihan dan tanggung jawab atas pilihan. Pribadi yang
berfungsi secara penuh ditandai oleh kemampuannya menentukan pilihan
atas dasar pedoman normatif yang terdapat di dalam dirinya, dia merupakan
agen penentu pilihan dan apapun yang terjadi itu adalah pilihannya.

5. Creativity, menjadi hal yang sangat mendasar yang mesti ditampilkan oleh
pribadi yang berfungsi secara penuh ”fully fuctionong person’. Pribadi yang
kreatif memiliki kecenderungan mengembangkan nilai-nilai budaya dan
juga dalam waktu yang bersamaan mampu menikmati kebutuhan yang
terdalam di dalam dirinya.

Anda mungkin juga menyukai