Anda di halaman 1dari 50

PAHAM KATOLIK TENTANG

STATUS PERSONA MANUSIA

Alfonsus Gaspar Bani (22101006)


Blasius Toni Lahagu (221010010)
Daniel Depan Pratama (221010011)
Fransiskus Radu Rengga (221010013)
Gregorius Gilberto Casadei (221010014)
Georgius Segunar Padel Seda (221010015)
Pendahuluan
 Siapakah manusia itu? Pertanyaan ini merupakan
sebuah pertanyaan mendasar dan paling utama dalam
sejarah hidup manusia.
 Banyak pemikir dari zaman klasik sampai dengan
zaman modern berusaha untuk menjawab pertanyaan
tersebut.
 Kendati demikian, pertanyaan tentang manusia tidak
pernah berhasil dikupas secara tuntas. Dan pertanyaan
ini tentunya akan menjadi sebuah pertanyaan yang terus
muncul sepanjang masa.
 Karena itu, manusia dikatakan sebagai makhluk yang
paling sulit dimengerti.
 Manusia dilukiskan sebagai bagian integral dari dunia. Ia
adalah makhluk istimewa yang merupakan puncak dan
pusat dari seluruh ciptaan.
 Ia hidup dalam hubungan dengan ciptaan lainnya, dan
mempunyai hubungan khusus dengan Allah Sang Pencipta.
 Sebagai makhluk ciptaan yang istimewa, manusia memiliki
keunikan yang tidak dimiliki oleh makhluk ciptaan lainnya.
 Oleh Allah, manusia dianugerahi martabat akal budi, hati
nurani dan kehendak bebas.
 Dengan akal budinya, manusia melampaui seluruh alam.
Dengan ini, manusia mempunyai kemampuan untuk
menentukan dirinya sendiri, dan memiliki cara berada yang
khas dibandingkan dengan makhluk ciptaan yang lain.
 Manusia sebagai mahkluk ciptaan yang mulia dan istimewa
memiliki nilai intrinsik yakni martabat, yang membuatnya
bernilai mengatasi segala harga.
Pengertian Individu

1. Makhluk Infrahuman
Setiap makhluk hidup merupakan
individualitas tersendiri.
Syarat sebagai individu adalah mempunyai
identitas diri yang tidak terbagi sehingga bisa
dibedakan dari yang lain.
Bagi makhluk infrahuman pengertian individu
dikaitkan dengan jenis.
Individu dikaitkan dengan tiga ciri, yakni
bersifat kuantitatif, numerik, dan seragam.
2. Manusia
Individu manusia terkait dengan keunikan.
Keunikan itu berakar pada dimensi rohani.
Individualitas manusia berhubungan dengan
kualitas, bukan menurut jenis, numerik atau
bersifat seragam.
Manusia menentukan diri dan kekhasan
dirinya sendiri.
Dalam perkembangan selanjutnya,
“persona” tidak dipahami lagi sebagai
topeng, melainkan sebagai kualitas-kualitas
pribadi yang ada dalam diri seseorang, yakni
jati diri.
Manusia menjadi pribadi atau individu
karena jiwa dan badannya bersatu.
Persona
1. Arti Persona
Secara etimologis, kata persona berasal dari
bahasa Yunani – Prosopon – yang berarti topeng.
Dalam tradisi seni drama masyarakat Yunani
para pemain sandiwara harus mengenakan
topeng ketika memainkan peran tokoh tertentu.
Lewat topeng sang aktor/aktris menghadirkan
watak tokoh yang dimainkan.
2. Tiga Pandangan Filosofis tentang Persona
a. Pandangan Ontologis
• Dalam pandangan ontologis tekanan manusia
sebagai pribadi diletakkan pada rasionalitas
dan individualitas.
• Artinya, manusia dilihat sebagai makhluk
rasional yang bersifat individual.
• Substansi persona manusia dipandang dalam
dua macam yakni makhluk yang berpikir dan
manusia yang memiliki kodrat sebagai
individu.
b. Pendekatan Psikologis
Pendekatan ini menempatkan pribadi manusia pada
aspek fisik.
Fokus perhatian psikologi adalah emosi dan afeksi.
Psikologi meletakkan pribadi manusia pada
kejiwaannya.
Pintu pemahaman psikologis dibukakan oleh Rene
Descartes: “Cogito ergo sum” – aku berpikir
karena aku ada.
Dalam ungkapan ini, konsep persona diletakkan
pada jiwa.
Jaminan tentang keberadaan manusia pada
kejiwaannya.
c. Pendekatan Dialogis
Pendekatan ini menghubungkan pribadi
manusia dengan hubungan antara satu
manusia dengan manusia yang lainnya.
Dalam pandangan ini manusia adalah
makhluk relasional.
Pribadi setiap manusia terbentuk melalui
relasi, yakni relasi jiwa dan badan, relasi
individu dengan masyarakat, sebaliknya
relasi masyarakat dengan individu.
3. Nilai-Nilai Absolut Pribadi
• Esensi manusia sebagai pribadi menyangkut
empat hal mendasar, yaitu kesadaran akan diri,
bersifat otonom, transendental dan komunikatif.
• Manusia sebagai pribadi adalah makhluk yang
sadar akan diri sendiri.
• Kesadaran ini berasal dari aspek kerohaniannya.
• Melalui kesadaran, manusia mempertimbangkan
kualitas kehendaknya, mengenal siapa dirinya,
dan mengakui dirinya sebagai makhluk yang
unik.
Manusia mempunyai kemampuan untuk
menentukan dirinya, ini sering disebut sebagai
sifat otonom manusia.
Manusia adalah makhluk yang bebas.
 Kebebasan melekat dalam diri manusia
karena manusia memiliki ruang untuk
bergerak mengembangkan dirinnya dan
berpartisipasi membangun dunianya menurut
keunikannya.
Otonomi manusia membuat manusia mampu
mempertanggungjawabkan perbuatannya
Manusia memiliki sifat transendensi yang
memampukan manusia untuk menguasai ruang
dan waktu.
 Sifat transendental merupakan modal bagi
manusia untuk mengatasi persoalan-persoalan
hidup serta memungkinkannya masuk dalam
dunia abadi dan absolut, yakni kehidupan
religius.
 Melalui hal tersebut, tansendensi diri merupakan
perwujudan dari partisipasi manusia dalam
keilahian Sang Pencipta.
Lewat komunikasi, setiap pribadi sadar
bahwa ia merupakan bagian dari orang lain.
Manusia menyadari bahwa keberadaannya
bermakna berkat kehadiran orang lain dan
karena berpartisipasi dalam pengakuan
keberadaan yang lain.
Ia sadar bahwa dalam berhubungan dengan
orang lain ada cinta di samping kebencian,
ada persahabatan di sisi permusuhan, ada
kepedulian di samping keacuhan.
 Kedua, akal budi. Akal budi adalah elemen persona
yang paling hakiki.
 Akal budi merupakan keistimewaan manusia
dibandingkan dengan makhluk lainnya.
 Aristoteles adalah orang pertama yang menempatkan
akal budi sebagai wujud kodrat manusia melalui
definisinya tentang manusia bertuliskan, homo est
animal rationale.
 Artinya, manusia adalah binatang yang berakal budi.
Akal budi merupakan dasar untuk melahirkan ide-ide.
 Akal budi setiap orang tidak sama, hal ini tampak
dalam pengertian yang dimiliki oleh setiap orang
tentang suatu hal berbeda-beda.
 Apa yang diungkapkan pikiran melalui kata-kata adalah
ungkapan pribadi yang mendalam dari seseorang.
4. Beberapa Elemen Persona
Ada enam elemen dasar yang mengungkapkan
pribadi seseorang, yaitu karakter, akal budi,
kebebasan, nama, suara hati dan perasaan.
Pertama, karakter. Setiap manusia mempunyai
karakter yang unik.
Karakter merupakan kebiasaan hidup seseorang.
Kebiasaan ini melekat dalam diri seseorang dan
tidak bisa diubah dengan mudah, yang oleh Martin
Buber disebut karakter alamiah.
Karakter alamiah terbentuk melalui melalui
lingkungan di mana seorang hidup yang
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor eksternal
seperti latar belakang budaya dan pendidikan.
Ketiga, kebebasan. Setiap pribadi mempunyai
kebebasan, ini dapat dilihat ketika seseorang
memutuskan suatu pilihan, ia memilih sesuatu karena
dirinya sendiri, bukan orang lain.
Dalam proses pengambilan keputusan, seseorang
harus menentukan pilihannya menurut suara hatinya.
Sebelum mengambil keputusan seseorang juga bisa
menerima masukan dari luar agar keputusannya
jernih. Namun, orang lain hanya berperan dalam
memberikan masukan saja.
Subjek yang mengambil keputusan hanyalah dia
sendiri, itu berarti keputusan hanya ada di tangannya.
Di sinilah sifat personal kebebasan terlihat.
Keempat, nama.
Nama merupakan perwujudan dan pengejawantahan
sekaligus menjadi identitas pribadi seseorang.
Menyebut nama tidak sekedar mengeluarkan bunyi,
melainkan mengandung makna pengakuan terhadap
eksistensi pemilik nama.
 Menyebut nama seseorang dengan baik adalah
mengakui orang yang bersangkutan. Sebaliknya,
melecehkan nama seseorang sama dengan
melecehkan pribadi pemilik nama.
Dalam berbagai kebudayaan, nama mengandung arti
yang penting, sehingga banyak suku yang
melakukan ritual baik bersifat agamis maupun
bersifat kultural.
Kelima, suara hati. Suara hati ada dalam diri
seseorang, sehingga suara hati tidak bersifat
massal.
Suara hati selalu bersifat personal, karena ia
melekat pada diri seseorang. Tidak ada
seorangpun dari pihak luar dapat mengetahui
kedalaman suara hati seseorang, selain dirinya
sendiri.
 Pembentukan mutu suara hati terkait dengan
latarbelakang pendidikan, pendidikan dan
budaya seseorang.
 Suara hati adalah pedoman hidup bagi setiap
orang dalam mengambil keputusan.
Manusia sebagai Persona dalam Paham
Katolik
Martabat manusia adalah dasar dan hak asasi
yang dimiliki oleh setiap orang yang berasal
secara kodrati dari Allah.
 Martabat manusia bukan dilihat hanya
berasal dari sisi tertentu saja, melainkan pada
seluruh diri manusia.
Ia adalah sebuah realitas yang personal.
Persona berarti manusia adalah pribadi yang
utuh, persona juga berarti manusia adalah
seorang individu yang tidak ada duanya.
Keenam, perasaan. Perasaan merupakan
ungkapan lubuk hati yang mendalam dari setiap
pribadi.
Ketika seseorang merasa senang atau sedih dan
mengungkapkan perasaan senang atau sedihnya
itu, ia mengungkapkan diri.
 Perasaan tidak dibicarakan secara bersama,
melainkan dihubungkan dengan pribadi.
 Karena perasaan berhubungan dengan pribadi
seseorang, maka menghargai perasaan seseorang
juga berarti menghargai harkat dan martabatnya
sebagai manusia.
Pemahaman iman Katolik tentang martabat
manusia dalam moral Kristiani adalah pemahaman
rasional dalam terang Iman (Wahyu).
Kebenaran biblis tentang manusia sebagai gambar
dan rupa Allah adalah keyakinan iman yang
membantu rasio memahami pribadi manusia.
Jika manusia adalah gambar Allah, maka itulah
yang disebut manusia dalam totalitas pribadinya.
Dengan mengacu pada Gaudium et Spes, Louis
Janssens mengemukakan sejumlah konsep tentang
pribadi manusia: manusia adalah subyek yang
berelasi, makluk bertubuh dan makhluk sejarah.
1. Dasar Martabat Manusia sebagai Persona
a. Manusia sebagai Gambar dan Citra Allah
 Allah menciptakan manusia menurut gambaran-Nya
agar manusia dapat mengenal-Nya secara lebih
mendalam dan berbalik untuk memuji dan
menyembah-Nya.
 Dalam Kitab Suci, dinyatakan bahwa manusia
diciptakan oleh Allah maka di sini Allah bertindak
sebagai sumber kehidupan yang pertama dan utama
bagi manusia (bdk. Kej 1: 27).
 Seluruh diri dan pribadi manusia adalah berasal dari
Allah dan manusia tetap berada pada eksistensinya
sebagai makhluk ciptaan Allah.
 Sehingga tugas utama manusia dan seluruh hidupnya
adalah mengembangkan diri sebagai citra Allah.
Manusia sebagai gambar dan citra Allah pada
hakekatnya bersumber pada Allah, Sang
Penciptanya.
Karena itu martabat manusia merupakan
suatu yang kudus, suci, menghormati
martabat seseorang sebagai manusia adalah
juga menghormati kedaulatan Allah yang
berdaulat.
Dengan perkataan lain, tak mungkin seorang
Allah yang berdaulat kalau ia tidak
menghormati martabat seorang sebagai
manusia.
Manusia sebagai gambar dan citra Allah bukan
dalam arti bahwa manusia adalah foto Allah
melainkan dalam arti pembagian dan
pelaksanaan tugas kepada manusia.
Keinginan Allah yaitu agar manusia semakin
sanggup menjalankan tugasnya secara baik dan
efisien sebagai penguasa dunia dan rekan kerja
Allah.
 Dengan menguasai dan mengerjakan segala
sesuatu, manusia menunjukkan hakekat diri
sebagai gambar Allah, sehingga ketika manusia
menjalankan tugasnya, ia sebenarnya
menjalankannya atas nama Allah (bdk. Kol 3:
17).
b. Manusia sebagai Partner Allah dalam Karya Penciptaan
 Menurut teologi antropologi, ada tiga aspek dasariah
dalam hidup manusia yaitu manusia pembangun, pencinta
dan pendosa.
 Dalam konteks manusia pembangun kita ditemukan dalam
Kitab Suci, bahwa manusia diciptakan untuk bekerja demi
membangun hidupnya.(bdk. Kej 2:15; 3:17), dengan
menaklukan bumi dan mengolahnya dan memelihara
kepada Allah.
 Karena itu manusia merupakan citra Allah, maka segala
perkembangan yang diusahakan manusia, sejauh sungguh
bersifat manusiawi membawa dunia lebih dekat kepada
tujuannya yaitu Allah Pencipta. Karena itu setiap tindakan
kerja dan keputusan untuk mengambil jalan hidup harus
secara benar sesuai dengan kehendak Allah yang mencipta
dan mencintai.
c. Manusia Memiliki Akal Budi dan Suara Hati
 Akal budi dan suara hati yang dimiliki oleh setiap
manusia membuat manusia mampu dengan sadar
untuk melakukan sesuatu yang ia kehendaki dan siap
untuk dipertanggungjawabkannya.
 Manusia secara sadar mempertanggungjawabkan apa
yang diperbuatnya. Melalui hal tersebut manusia
adalah mahkluk istimewa yang diciptakan Allah.
 Dengan akal dan budi manusia mampu mengatasi
segala keterbatasan menuju kepada suatu yang tak
terbatas.
 Di sana ia berkomunikasi dan membuka dirinya bagi
objek di luar dirinya. Semua ini terjadi dalam taraf
kebebasan sebgai pribadi yang otonom yang memiliki
akal budi dan suara hati.
d. Manusia Memiliki Kebebasan
 Manusia diciptakan Allah masing-masing dilengkapi
dengan kehendak bebas sebagai pribadi yang
otonom.
Pribadi yang bebas dan otonom bukan merupakan
sebuah pemberian dari manusia lain kepada pribadi
tertentu, melainkan sebagai suatu yang berasal dari
Allah dan berada secara kodrati dalam setiap
manusia.
Dalam realitas kesadarannya tersebut manusia
dimampukan untuk memiliki dan memutuskan
sesuatu secara bebas dan tidak terikat oleh realitas di
luar dirinya dan di dalam manusia ingin memperoleh
kebaikan dan memenuhi keinginan pribadinya.
2. Makna Status Persona Manusia dalam Terang
Iman
a. Manusia Pribadi yang Bertubuh
Manusia adalah pribadi yang bertubuh. Ini
berarti manusia bertanggungjawab penuh atas
kehidupan yang telah diterima dari Allah.
Sebagai pribadi yang bertubuh, segala
dimensi tubuh itu turut membentuk
keberadaannya sebagai manusia (corpore et
anima unus).
Apa saja yang menyangkut tubuh, menyentuh
kepribadian manusia seutuhnya.
Menyerang tubuh manusia adalah menyerang
pribadi manusia itu sendiri.
 Dimensi tubuh dari person menjadi landasan
beberapa tuntutan moral.
Orang harus memelihara kesehatan dan
keutuhan tubuhnya, maupun tubuh orang lain.
Semua kejahatan yang mengancam kesehatan
dan melawan keutuhan tubuh manusia harus
dilawan, misalnya pengudungan, atau
penganiayaan fisik dan mental.
b. Manusia sebagai Subjek
Manusia adalah makhluk yang bertubuh, jiwa
dan ber-roh.
Manusia tidak hanya terkurung dalam
tubuhnya sendiri, tetapi juga mampu
bertransendensi atas diri sendiri dan
lingkungan sekitarnya.
Hidup dan keberadaan manusia sebegitu kaya
sehingga dapat disoroti dari pelbagai sudut
pandang.
 Dalam sudut pandang moral, banyak perbuatan manusia
terkait dengan tindakan baik buruk.
 Dalam bertindak, manusia bebas melakukan pilihan. Tanpa
kebebasan tidak ada kesengajaan, tidak ada penilaian moral
dan segi etika.
 Hal ini mau menekankan bahwa kehidupan moral Kristen
tidak terlepas dari penaggilan mengikuti Kristus yang selalu
dinamis.
 Hal ini mau mengingatkan bahwa manusia diundang untuk
menata diri menjadi lebih dewasa serta penuh sebagai
pribadi.
 Maka tindakan manusia mesti dinilia dalam keseluruhan
integritas dan totalitas dirinya. Tindakan manusia mesti
dinilai dalam keseluruhan intergritas dan totalitas pribadi.
 Dengan kata lain, pribadi manusia merupakan tolak ukur
dalam menemukan apakah suatu tindakan benar secara moral.
Selain itu, dari lubuk hati yang terdalam
manusia dituntut untuk menemukan hukum
yang tidak diterima dari dirinya sendiri,
melainkan harus ditaatinya.
Dalam konteks ini, manusia dituntut untuk
mendengarkan suara hatinya ketika melakukan
suatu tindakan.
Suara hati manusia mengantarnya untuk
bertindak penuh tanggungjawab.
Berkatnya, manusia juga dituntut untuk
membangun kebaikan bersama serentak
berjalan bersama untuk mencari kebenaran
dalam terang iman.
Di samping itu, manusia hanya akan disebut
sebagai pribadi yang bebas apabila ia
berpaling pada kebaikan dan kebenaran.
 Artinya, dengan menyadari dirinya sebagai
subjek moral, ia dituntut untuk bertindak
menurut pilihannya yang sadar, bebas dan
bertanggungjawab.
Dengan demikian manusia dihantar untuk
sampai pada titik yang paling fundamental
yakni pencinta kebaikan dan kebenaran.
c. Manusia Makhluk yang Berelasi
Manusia adalah makhluk sosial yang hidup
untuk dirinya sendiri.
Cara berada manusia di dunia ini, berbeda
dengan ada-adaan yang lainnya, dengan
maksud bahwa manusia tidak hanya
bergantung pada dirinya sendiri untuk menjadi
pribadi yang utuh, tetapi selalu terarah
bersama yang lainnya.
Dengan kata lain, manusia menemukan
dirinya sebagai pribadi yang berharga bagi
sesamanya.
 Dalam pandangan Visi Triniter iman Kristiani, secara
khusus memberi landasan teologis bagi fakta relasional
manusia, bahwa manusia adalah makhluk yang
berelasi.
 Relasi yang dibangun manusia pada dasarnya tidak
terikat pada diri sendiri tetapi mencapai tujuan
membangun cinta dan kebaikan bersama dalam lingkup
masyarakat ataupun komunitas dimana ia berada.
 Keberadaan manusia tidak mendahului relasi, tetapi
lahir dari relasi dan dihidupi oleh relasi. Menjadi
pribadi manusia berarti secara ensensial terarah kepada
orang lain.
 Keterarahan kepada orang lain mempunyai implikasi
moral yang luas. Dalam saling ketergantungan manusia
mempunyai tanggung jawab timbal balik.
Sebagai makhluk relasional, manusia butuh hidup
dalam kelompok sosial dengan struktur tertentu
yang menopang martabat manusia dan kesejatraan
umum.
Dimensi relasional dalam diri manusia mencapai
tingkat tertinggi dalam hubungan kita dengan
Allah dalam iman, harapan dan kasih.
Setiap pribadi punya makna dan nilai abadi. Aspek
ini penting bagi moral, karena semua relasi harus
menemukan sumbernya dalam Allah.
Sesungguhnya keyakinan dasar dari iman kita
adalah bahwa hidup manusia akan mencapai
kepenuhannya dalam mengetahui, mencintai dan
melayani Allah dalam kesatuan dengan sesama.
d. ManusiaPribadi yang Menyejarah
Manusia pada hakekatnya adalah makhluk
yang menyejarah.
Ia hidup tidak berasal dari dirinya sendiri
melainkan berasal dari dan dalam sejarah
yang panjang.
Dalam perjalanan sejarah hidupnya, manusia
memaknai dan menghayati jadi dirinya
sebagai makhluk yang menyejarah dengan
masa lalu, kini dan menghubungkannya
kepada masa yang akan datang.
Sebagai pribadi yang menyejarah, manusia
tidak hanya hidup di saat sekarang ini
melainkan bertumbuh dan berkembang sesuai
perjalanan waktu.
 Melalui pengalaman hidup yang dialaminya
dalam sejarah hiudpnya, manusia dituntut
untuk merefleksikan diri bahwa sebagai
pribadi yang tidak hidup disaat sekarang
melainkan terus bertumbuh dan terarah pada
masa depan.
Dalam arti ini, sejarah merupakan gerakan
procedural yang terdiri dari dua momen yakni,
momen sebelum dan sesudah, yang mana setiap
momen sejarah beranjak dari masa kini ke masa
mendatang.
Masa kini adalah sebuah momeng yang harus
dilalui dan dihadapi oleh manusia pada saat
sekarang dalam kesehariannya.
Sedangkan masa depan merupakan sebuah arah
yang harus dituju oleh manusia dengan segala
proses yang harus dilalui dan dituju.
Dengan demikian, masa depan adalah sebuah
proyeksi bagi manusia yang sekaligus memuat
harapan baginya.
Maka dari itu, segala historitas manusia selalu
bermakna dan terarah pada nilai hidupnya
sebagai pribadi yang menyerajarah. Makna
hidup manusia dibagi dalam tiga poin penting
yakni:

A. Kesaksian: Objektivitas menyejarahnya


manusia selalu terarah pada seluruh
aktivitasnya. Hal ini meliputi pengalaman
hidup masa lalu, kini dan tetap terarah menuju
masa depan.
 B.Penyebaran nilai; Sejarah hidup manusia tidak terbatas
pada penilaian masa lalu, tetapi selalu terarah pada masa
depan. Karena itu, menggali nilai di balik sejarah demi
mengembangkan kehidupan manusia merupakan pengkajian
nilai sejarah. Nilai ini tidak bersifat tertutup melainkan
terbuka bagi banyak orang. Karena bersifat inklusif, maka
nilai sejarah terbuka untuk disebarluaskan dengan demikian
nilai tersebut juga menadi bagian dari sejarah.

 C. Realitas: kemungkinan-kemungkinan cara berada


manusia. Kemungkinan tidak hanya dipertahankan pada saat
ini tetapi dapat diteruskan pada generasi mendatang. Maka
dalam konteks ini, ketika berbicara tentang masa lalu
sebagai realitas memang tidak ada, yang ada adalah
kemungkinan bahwa masa lalu bisa dijadikan sebagai acuan.
Maka dalam konteks sejarah hidup manusia
merupakan seluruh aktivitas hidupnya. Peran
badan dan jiwa sangat penting dalam
menjalan seluruh aktivitas hidupnya.
Karena itulah kesatuan keduanya membentuk
suatu komponen yang penting dalam
membentuk sejarah hidup manusia.
Dengan demikian, sejarah adalah hasil dari
aktivitas-aktivitas jasmani dan rohani
manusia dalam kurun waktu tertentu
Pandangan Magisterium Gereja
1. Paus Yohanes XXIII (Pacem In Terries) (1963)
 Dalam ensikliknya mengenai “Pacem In Terris”, Paus Yohanes
XXIII, mengatakan bahwa hak asasi manusia adalah hak yang
dimiliki oleh manusia.
 Hak ini bukan diberikan kepada orang lain tetapi hak asasi ini
diterima dari sang pencipta. Karena itu manusia dituntut untuk
menghormatinya secara wajar.
 Tindakan-tindakan yang tidak menghormati kehidupan
merupakan salah satu dosa karena merebut hak Allah atas
kehidupan dan kematian.
 Ensiklik ini memahami ketidakterpisahkanya hak dan
kewajiban sebagai berikut: hak manusia untuk hidup dan
didalamnya juga terkandung kewajiban untuk memelihara
kehidupan.
2. Paus Yohanes Paulus II (Evangelium Vitae) (1995)
 Paus Yohanes Paulus II, dalam ensikliknya
Evangelium Vitae (Injil tentang kehidupan) atau
dikenal juga dengan Injil tentang martabat hidup
manusia “Injil tentang kasih Allah kepada manusia,
injil tentang martabat hidup pribadi manusia dan injil
tentang kehidupan adalah injil yang satu dan tak
terpisahkan”.
 Evangelium Vitae meringkaskan inti ajaran katolik
mengenai martabat hidup pribadi manusia sebagai
berikut: “Manusia diberi martabat yang sangat luhur,
berdasarkan ikatan mesra yang mempersatukannya
dengan Sang Pencipta: dalam diri manusia terrpancar
gambar Allah sendiri dan hidup itu selalu merupakan
sebuah harta yang tak ternilai
 Beliau juga menekankan penghormatan
terhadap nilai hidup dan martabat manusia.
Bahwa hidup manusia itu harus dihormati,
dibela, dijunjung tinggi, dikasihi dan dilayani.
Mengenai nilai hidup manusiawi yang tidak
dapat diganggu gugat, sekaligus suatu seruan
mendesak, ditujukan kepada setiap orang, demi
nama Allah semua orang diajak untuk
menghormati, mencintai dan melayani
kehidupan, tiap hidup manusiawi.
Hanya dalam arah inilah anda akan menemukan
keadilan, perkembangan, kebebasan yang sejati,
damai dan kebahagiaan.
3. Donum Vitae
Ajaran kongregasi iman ini secara garis besar
menggaris bawahi bahwa hidup manusia adalah
anugerah dari Allah Pencipta yang harus dihormati
dan dihargai dengan nilai yang tak terhingga dan
harus dipertanggungjawabkan.
Penghargaan harus dilakukan sejak awal
keberadaannya. ”Manusia harus dihormati sebagai
pribadi (persona) sejak saat pertama kali
keberdaannya.”
Paus Yohanes Paulus II melarang keras manusia
untuk melakukan tindakan yang melecehkan
pribadi manusia karena menurutnya bertentangan
dengan penghormatan pribadi manusia.
5. Dignitas Personae (2008)
Dignitas Personae hadir untuk menegaskan
kembali Donum Vitae dan Evangelium Vitae.
 Menurut instruksi Dignitas Personae
manusia harus dihormati dan di perlakukan
sebagai pribadi sejak saat pembuahan, dan
karena itu dari saat yang sama hak-haknya
sebagai seseorang harus diakui, di antaranya
di tempat pertama adalah hak tak tergoyahkan
dari setiap makhluk makhluk tak berdosa
yang hidup.
Fokus instruksi ini lebih kepada penghargaan
martabat manusia sejak awal embrio.
Sejak awal penciptaan manusia adalah
pribadi yang berharga dan bermartabat.
Penghormatan atas martabat ini adalah
karena setiap orang membawa martabatnya
sendiri yang terukir dalam dirinya sendiri.
Martabat seseorang harus diakui di setiap
manusia dari konsepsi hingga kematian
alami.

Anda mungkin juga menyukai