Anda di halaman 1dari 6

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN EXISTENSIALISME

A. Pengertian Filsafat Pendidikan Existensialisme

Filsafat pendidikan existensilisme adalah suatu aliran tentang pandangan atau pendirian
hidup yang bertitik tolak pada manusia yang konkrit atau nyata.
Aliran ini lebih memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu dan memberi
individu suatu jalan berfikir mengenai kehidupan dan memberi individu suatu jalan berfikir
mengenai kehidupan.
Sedangkan secara umum, eksistensialisme lebih menekankan pilihan kreatif
subjektifvitas pengalaman manusia, dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atau realitas.
Eksistensialisme lebih merujuk pada pengalaman langsung atas realitas dan berbagai
dimensi dari saat sekarang, kesadaran bahwa ia ada dan bahwa ia adalah makhluk yang
bertindak, memilih menciftakan dan mengekpresikan identitas dirinya dalam proses bertindak
dan memilih secara bertanggung jawab, pengalaman keterlibatan yang sangat intim dalam
kehidupan pemenuhan dan kesulitan- kesulitan.

B. Hal Penting yang Berkenaan Dengan Eksistensialisme

Hal penting yang berkenaan dengan eksistensialisme antara lain :


1. Exsistensi mendahului esensi
2. Seorang individu tidak memiliki watak esensial, tidak memiliki identitas diri selain yang terlibat
dalam tindak pemilihan
3. Kebenaran adalah subjektifitas
4. Abstraksi tidak dapat mencerap maupun mengkomunikasikan realitas dari eksistensi individual.
5. Filsafat harus mengkaitkan dirinya dengan kesulitan-kesulitan dan keadaan batin manusia
seperti kecemasan dan katakutan
6. Alam semesta tidak memiliki arah atau sekema rasional
7. Alam semesta tidak memberikan aturan-aturan moral aturan di bentuk oleh manusia dalam
kontek tanggungb jawab
8. Tindakan individu tidak dapat diramalkan
9. Individu memiliki kebebasan berkehendak sepenuhnya
10. Individu tidak bisa tidak harus memuat pilihan-pilihan
11. Seorang individu dapat menjadi seseorang yang sama sekali berbeda dari diri yang sebenarnya

C. Aliran Pemikiran Eksistensialisme

Pendapat Parkay terdapat dua aliran pemikir :


1. Aliran theistik (bertuhan)
Aliran ini menunjukan bahwa manusia memiliki rasa kerinduan terhadap wujud sempurna,
Tuhan
2. Aliran Atheistik (tidak ber Tuhan)
Aliran ini menunjukan bahwa manusia harus mempunyai suatu fantasi agar dapat tinggal dalam
berkehidupan tanggung jawab moral, dan ailran ini berfikir bahwa aliran theistik merendahkan
kondisi manusia

D. Pandangan Eksistensialisme dalam Berbagai Aspek

1. Aspek Realitas
a. Filsafat spekulatif menjelaskan tentang hal-hal yang fundamental tentang pengalaman, dengan
berpangkal pada realitas yang lebih dalam yang secara inheren telah ada dalam diri individu
b. Filsafat skeptik menjelaskan tentang pengalaman manusia adalah palsu, tidak ada sesuatupun
yang dapat kita kenal dari realitas
Namun eksistensialisme menolak kedua pandangan tersebut, menurut eksistensialisme realitas
adalah kenyataan hidup itu sendiri untuk menggambarkan realitas, kita harus menggambarkan
apa yang ada dalam diri kita bukan yang ada di luar kondisi kita.
Eksistensi mengakui bahwa apa yang dihasilkan sama cukup asli, namun tidak
memiliki makna kemanusiaan secara langsung
Paham eksistensialisme bukan hanya satu, melainkan terdiri dari berbagai pandangan
yang berbeda-beda. Namun pandangan-pandangan tersebut memiliki beberapa persamaan
sebagai berikut :
 Motif pokok dari filsafat eksistensialisme ialah apa yang disebut “eksistensi” yaitu cara manusia
berada
 Bereksistensi harus diartikan secara dinamis
 Manusia dipandang sebagai makhluk terbuka, realitas yang belum selesai yang masih dalam
proses menjadi
 Eksistensialisme memberi tekanan pada pengalaman konkrit, pengalaman yang eksistensial.

2. Aspek Pengetahuan
Teori pengetahuan eksistensialisme banyak dipengaruhi oleh filsafat fenomenologi, suatu
pandangan yang mengembangkan penampakan benda-benda dan peristiwa –peristiwa
sebagaimana benda-benda tersebut menampakan dirinya terhadap kesadaran manusia
pengetahuan yang di dapat dan sekolah bukan hanya untuk memperoleh pekerjaan atau karir
anak, melainkan untuk dapat dijadikan alat perkembangan dan alat pemenuhan diri, pelajaran di
sekolah akan dijadikan alat untuk merealisasikan diri bukan merupakan suatu disiplin yang kaku
dimana anak harus patuh dan tunduk terhadap isi pelajaran tersebut. Biarkan pribadi anak
berkembang untuk menemukan kebenaran-kebenaran dalam kebenaran.

3. Aspek Nilai
Pemahaman eksistensialisme terhadap nilai, menekankan kebebasan dalam tindakan kebebasan
bukan merupakan tujuan atau suatu cita-cita dalam dirinya sendiri. Melainkan merupakan suatu
potensi untuk suatu tindakan.
Keputusan yang diambil seseorang akan berakibat apa yang telah menjadi
keputusannya. Tindakan moral mungkin juga untuk suatu tujuan, seseorang harus
berkemampuan untuk menciptakan tujuannya sendiri.

4. Aspek Pendidikan
Eksistensialisme sebagai filsafat, sangat menekankan individualitas dalam pemenuhan
diri secara pribadi, setiap individu dipandang sebagai makhluk unik, dan secara unik pula ia
bertangung jawab terhadap nasibnya. Dalam hubungannya dengan pendidikan, sikun pribadi
(1971) mengemukakan bahwa eksistensialisme erat hubungannya dengan pendidikan, karena
keduanya bersinggungan satu dengan yang lainnya pada masalah- masalah yang sama, yaitu
manusia, hidup, hubungannya antar manusia, hakikat kepribadian dan kebebasan pusat
pembicaraan eksistensialisme adalah “keberadaan” manusia, sedangkan pendidikan hanya
dilakukan oleh manusia.
a) Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah untuk mendorong setiap individu agar mampu mengembangkan semua
potensinya untuk pemenuhan diri, setiap individu memiliki kebutuhan dan perhatian yang
spesifik berkaitan dengan pemenuhan tidak ada kurikulumm yang pasti dan ditentukan berlaku
secara umum.
b) Kurikulum
Kaum eksistensialis menilai kurikulum berdasarkan pada apakah hal itu berkontribusi pada
pencarian individu akan makna dan muncul dalam suatu tingkatan kepekaan personal yang
disebut greene, kebangkitan yang luas. Kurikulum yang ideal adalah kurikulum yang
memberikan para siswa kebebasan individu yang luas dalam masyarakat mereka untuk
mengajukan pertanyaan-pertanyaan melaksanakan pencarian-pencarian mereka sendiri, dan
menarik kesimpulan-kesempulan mereka sendiri.
Kurikulum eksistensialis memberikan perhatian yang besar terhadap humaniora dan
seni, karena kedua materi tersebut diperlukan agar individu dapat mengadakan intropeksi dan
mengenalkan gambaran pada dirinya, pelajaran harus di dorong untuk melakukan kegiatan-
kegiatan yang dapat mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan, serta memperoleh
pengetahuan yang diharapkan.
Pelajaran secara perorangan harus menggunakan pengalaman-pengalaman, lapangan
mata pelajaran dan keterampilan intelektual untuk mencapai pemenuhan diri, dan lebih
menekankan pada berfikir reflektif.
c) Proses Belajar Mengajar.
Menurut Kneller (1971) konsep belajar mengajar eksistensialisme dapat diaplikasikan dari
pandangan Martin Burner tentang “dialog” Dialog merupakan percakapan antara pribadi dengan
pribadi dan dimana setiap pribadi merupakan subjek bagi yang lainnya, dan merupakan suatu
percakapan antara “aku” dan “engkau” (Tuhan) sedangkan lawan dari dialog adalah “paksaan”
diamana seseorang memaksakan kehendaknya kepada orang lain sebagai objek. Menurut Buber
kebanyakan proses pendidikan merupakan pelaksanaan.
Selanjutnya Buber menyatakan bahwa hendaknya guru jangan disamakan dengan instruktur,
maka ia hanya akan merupakan perantara sederhana antara materi pelajaran dengan siswa.
Dalam proses belajar mengajar pengetahuan tidak dilimpahkan, melainkan di tawarkan, untuk
menjadikan hubungan antara guru dengan siswa sebagai suatu dialog, maka pengetahuan yang
akan diberikan kepada siswa yang harus menjadi bagian dari pengalaman pribadi guru itu
sendiri. Sehingga guru akan berjumpa dengan siswa sebagai pertemuan antara pribadi dengan
pribadi.
d) Peranan Guru
Menurut pemikiran eksistensialisme kehidupan tidak bermakna apa-apa dan alam semesta
berlainan dengan situasi yang manusia temukan sendiri di dalamnya, meskipun demikian dengan
kebebasan yang kita miliki, masing-masing dari kita harus commit sendiri pada penentuan
makna bagi kehidupan kita.
Sebuah karangan Maxine Greene (Parkay, 1998) seorang filosof terkenal yang hariannya
didasarkan pada eksistensialisme, “kita harus mengetahui kehidupan kita, menjelaskan situasi-
situasi kita jika kita memahami dunia dari sudut pendirian bersama” urusan bersama yang paling
berharga yang mungkin paling bermanfaat dalam mengangkat pencarian pribadi akan makna
merupakan proses edukatif, sekalipun begitu, para guru harus memberikan kebebasan kepaa
siswa memilih dan memberi mereka pengalaman-pengalaman yang akan membantu mereka
menemukan makna dari kehidupan mereka.
Guru hendaknya memberi semangat kepada siswa untuk memikirkan dirinya dalam
suatu dialog guru menanyakan tentang ide-ide yang dimiliki siswa, dan mengajukan ide-ide lain
kemudian membimbing siswa untuk memilih akternatidf-alternatif, sehingga siswa akan melihat,
bahwa kebenaran tidak terjadi pada manusia, lebih dari itu, siswa harus menjadi faktor dalam
suatu drama belajar, bukan penonton.
Guru harus mampu membimbing dan mengarahkan siswa dengan seksama sehingga
siswa mampu berfikir relatif dengan melalui pertanyaan- pertanyaan. Dalam arti, guru tidak
mengarahkan dan tidak memberi instruksi, guru hadir dalam kelas dengan wawasan yang luas
agar betul-betul menghasilkan diskusi tentang mata pelajaran. Diskusi merupakan metode utama
dalam pandangan eksistensialisme, siswa memiliki hak untuk menolak interpretasi guru tentang
pelajaran. Sekolah merupakan suatu forum dimana para siswa mampu berdialog dengan teman-
temannya, dan guru membantu menjelaskan kemajuan siswa dalam pemenuhan dirinya.
Power (1982) mengemukakan beberapa implikasi filsafat pendidikan eksistensialisme
sebagai berikut :
1) Tujuan Pendidikan
Memberi bekal pengalaman yang luas dan komprehensif dalam semua bentuk kehidupan
2) Status siswa
Makhluk rasional dengan pilihan bebas dan tanggung jawab atas pilihannya, suatu kemitmen
terhadap pemenuhan tujuan pribadi
3) Kurikulum
Yang diutamakan adalah kurikulum liberal, kurikulum liberal merupakan landasan bagi
kebebasan manusia, kebebasam memiliki aturan-aturan oleh karena itu, disekolah diajarkan
pendidikan sosial, untuk mengajar “respek” (rasa hormat) terhadap kebebasan untuk semua
respek terhadap kebebasan bagi yang lain adalah esensial kebebasan dapat menimbulkan
konplik.
4) Peranan guru
Melindungi dan memelihara kebebasan akademik, dimana mungkin guru pada hari ini, esok lusa
mungkin menjadi murid
5) Metode
Tidak ada pemikiran yang mendalam tentang metode, tetapi metode apapun yang dipakai harus
merujuk pada cara untuk mencapai kebahagiaan dan karakter yang baik.

Anda mungkin juga menyukai