Anda di halaman 1dari 29

TEORI PSIKOLOGI EKSISTENSIAL

DAN TRANSPERSONAL
Dosen Pengampu Mata Kuliah: Prof. Dr. Ni Ketut Suarni, MS

Oleh :
Kelompok 6

Hendra Pratisnojati Shoheh Muttaqin (1929041030)


Ni Putu Ayu Sartikawati (1929041033)
Karseno (1929041039)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2019
A. TEORI BELAJAR EKSISTENSIAL
1. Pengertian Teori Psikologi Eksistensial
Para eksistensialis menafsirkan keberadaan (existence) menurut
etimologinya. Istilah existence berasal dari bahasa latin yaitu existo, yang terdiri
dari kata ex dan sistere yang berarti muncul, menjadi atau hadir. Aliran
eksistensialis memahami bahwa eksistensi manusia seharusnya dipahami bukan
sebagai kumpulan substansi-substansi, mekanisme-mekanisme, atau pola-pola
statis, melainkan sebagai “gerak” atau “menjadi”, sebagai sesuatu yang “mengada”.
Psikologi eksistensial yaitu kajian ilmu pengetahuan yang mempelajari
mengenai usaha perilaku manusia untuk memahami manusia dengan mengatasi
jurang pemisah antara subjek dan objek. Psikologi eksistensial dilaksanakan dalam
berbagai variasi yang satu sama lain memiliki inspirasi atau cara yang berbeda.
Psikologi eksistensial menekankan pada berbagai implikasi falsafah hidup
dalam menghayati kehidupan di dunia ini dan berfokus pada situasi kehidupan
manusia di alam semesta yakni mengenai kesadaran diri, mengenai kebebasan
untuk menentukan hidup dan nasibnya sendiri, tanggung jawab pribadi pada orang
di sekitarnya, kecemasan yang ada dalam batin, usaha menemukan makna
kehidupan, komunikasi dengan manusia lain, kematian yang pasti terjadi, serta
kecenderungan untuk berkembang sebaik mungkin.
Aliran atau gerakan eksistensialisme merupakan suatu aliran yang menitik
beratkan pada eksistensi manusia. Manusia yang dimaksud bukanlah hanya berupa
ciri-ciri fisiknya (misalnya tubuh dan tempat tinggalnya), tetapi juga seluruh
momen yang hadir pada saat itu (misalnya perasaan senangnya, kecemasannya,
kegelapannya, dan lainnya). Manusia eksistensial lebih sekedar manusia alam
(suatu organisme/alam, objek) seperti pandangan behaviorisme, akan tetapi
manusia sebagai “subjek” serta manusia dipandang sebagai satu kesatuan yang
menyeluruh, yakni sebagai kesatuan individu dan dunianya. Manusia tidak dapat
dipisahkan sebagai manusia individu yang hidup sendiri tetapi merupakan satu
kesatuan dengan lingkungan dan habitatnya secara keseluruhan. Manusia (individu)
tidak mempunyai eksistensi yang dipisahkan dari dunianya dan dunia tidak
mungkin ada tanpa ada individu yang memaknakannya. Individu dan dunia saling
menciptakan atau mengkonstitusikan (co-constitute). Dikatakan saling
menciptakan (co-constitutionality), karena musia dengan dunianya memang tidak
bisa dipisahkan satu dari yang lainnya. Tidak ada dunia tanpa ada individu, dan
tidak ada individu tanpa ada dunia.

2. Pengembang Teori Psikologi Eksistensial


a. Soren Aabye Kiekeegaard
Inti pemikirannya adalah eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang statis
tetapi senantiasa menjadi, manusia selalu bergerak dari kemungkinan menuju
suatu kenyataan, dari cita-cita menuju kenyataan hidup saat ini. Jadi
ditekankan harus ada keberanian dari manusia untuk mewujudkan apa yang ia
cita-citakan atau apa yang ia anggap kemungkinan.
b. Ludwig Binswanger
Binswanger mendefinisikan analisis eksistensial sebagai analisis
fenomenologis tentang eksistensi manusia yang aktual. Tujuannya ialah
rekonstruksi dunia pengalaman batin.
c. Rollo May
Konsep dasar yang digunakan May merupakan konsep dasar eksistensialisme
yaitu: Mengada-dalam-Dunia (Being in the-World).Perasaan terisolasi dan
keterasingan-diri daridunia diderita tidak hanya oleh individu yang terganggu
secara patologis, tetapi juga oleh banyak idividu di masyarakat
wilayah modern. Alienasi adalah penyakit zaman ini, dan dia Ketidak
mengadaan (Nonbeing) kesadaran pada gilirannya
juga dapat membawa manusia pada kesadaran akan sesuatu yang
menakutkan: yaitu ketidakmengadaan (non-beig) atau ketiadaan (nothingness).
d. Friedrich Nietzsche
Menurutnya manusia yang berkesistensi adalah manusia yang mempunyai
keinginan untuk berkuasa (will to power), dan untuk berkuasa manusia harus
menjadi manusia super (uebermensh) yang mempunyai mental majikan bukan
mental budak. Dan kemampuan ini hanya dapat dicapai dengan penderitaan
karena dengan menderita orang akan berfikir lebih aktif dan akan menemukan
dirinya sendiri.
e. Medard Boss
Menurutnya hakikat khas eksistensi manusia atau ada-di-dunia. Sebagaimana
ditegaskan Boss, “Manusia menyingkapkan (menjelaskan) dunia”. Manusia
adalah “wilayah yang diterangi di mana segala sesuatu yang harus ada benar-
benar dapat bersinar, muncul dan hadir sebagai gejala (fenomen), yakni
sebagai sesuatu yang memperlihatkan dirinya” (1963, hlm. 70).
f. Karl Jaspers
Memandang filsafat bertujuan mengembalikan manusia kepada dirinya
sendiri. Eksistensialismenya ditandai dengan pemikiran yang menggunakan
semua pengetahuan obyektif serta mengatasi pengetahuan obyektif itu,
sehingga manusia sadar akan dirinya sendiri. Ada dua fokus pemikiran Jasper,
yaitu eksistensi dan transendensi.
g. Martin Heidegger
Inti pemikirannya adalah keberadaan manusia diantara keberadaan yang lain,
segala sesuatu yang berada diluar manusia selalu dikaitkan dengan manusia
itu sendiri, dan benda-benda yang ada diluar manusia baru mempunyai makna
apabila dikaitkan dengan manusia karena itu benda-benda yang berada diluar
itu selalu digunakan manusia pada setiap tindakan dan tujuan mereka.
h. Jean Paul Sartre
Menekankan pada kebebasan manusia, manusia setelah diciptakan
mempunyai kebebasan untuk menetukan dan mengatur dirinya. Konsep
manusia yang bereksistensi adalah makhluk yang hidup dan berada dengan
sadar dan bebas bagi diri sendiri, benar dan mana yang tidak benar, tetapi
seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya
masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar.
3. Aliran-aliranya/Nama Teori dan Konsep-konsep Teori serta
Penjelasanya
Secara historis Psikologi eksistensial merupakan suatu aliran yang masih
baru dan tidak cukup sistematis untuk ditintau secara menyeluruh mengenai definisi
maupun perkembangannya secara tepat. Aliran atau gerakan eksistensialisme
merupakan suatu aliran yang menitik beratkan pada eksistensi manusia. Manusia
dipandang sebagai “subjek” serta manusia dipandang sebagai satu kesatuan yang
menyeluruh, yakni sebagai kesatuan individu dan dunianya. Tidak ada dunia tanpa
ada individu, dan tidak ada individu tanpa ada dunia.Pandangan dalam Psikologi
Eksistensial meliputi :
a. PANDANGAN TENTANG HIDUP
Eksistensialis menilai bahwa manusia tidak dapat dijelaskan dengan
kompleksitas sistem-sistem rasional. Psikologi eksistensial tidak
mengkonsepsikan tingkah laku sebagai akibatdari perangsang dari luar dan
kondisi-kondisi badaniah dalam manusia. Konsep eksistensial perkembangan
yang paling penting adalah konsep tentang menjadi. Eksistensi tidak pernah
statis, tetapi selalu berada dalam proses menjadi sesuatuyang baru, mengatasi
diri sendiri. Tujuannya adalah untuk menjadi manusia sepenuhnya, yakni
memenuhi semua kemungkinan dalam kehidupannya. Kepribadian adalah
cara manusia menuju individu yang Menjadi, individu yang bisa menentukan
siapa, menjadi apa, dan bagaimana menjadi dirinya yang mampu
mempergunakan potensinya dengan maksimal.
Eksistensi adalah manusia tidak hidup sendiri dan berada dalam diri sendiri,
melainkan berada dalam dunianya. Ada-dalam-dunia adalah struktur dasar
mengadanya manusia. Kata sambung disini menunjukkan bahwa
mengadanya manusia tidak bisa terlepas dan tidak dapat terrealisasi tanpa
dunianya. Tidak mungkin manusia dilepaskandari dunianya dan sebaliknya
tidak mungkin dunia dilepaskan dari manusia yang mengkonstitusikannya
(menciptakan atau memaknainya). Dunia yang dimaksud bukan hanya
sebagai lingkungan fisik namun juga dunia pribadi individu tersebut.
Eksistensi adalah ”milik pribadi”. Tidak ada dua individu yang identik. Tidak
ada pula dua pengalaman yang identik. Oleh sebab itu eksistensi adalah milik
pribadi yang keberadaannya tidak tergantikan oleh siapa pun.
Eksistensi mendahului esensi. Kalimat terkenal ini dinyatakan oleh Sartre.
Kalimat ini bermakna bahwa nasib dan takdir manusia, struktur hidup
manusia, dan juga konsepsi tentang manusia, adalah dipilih dan ditentukan
sendiri oleh manusia. Bahwa eksistensi manusia merupakan produk dari
kebebasan manusia itu.
Eksistensi adalah tentang ke-otentik-an. Menurut Heiddeger (1962) dan
Sartre (1966), eksistensi sebagian besar manusia adalah tidak otentik karena
dikuasai oleh kekuatan massa atau oleh pesona benda dan mengabaikan hati
nurani. Kebalikannya, eksistensiyang otentik adalah eksistensi yang setiap
perilakunya berasal dari hati nurani dan pilihan bebasnya sendiri.
b. PANDANGAN TENTANG MANUSIA
Tubuh berdasarkan kesadaran, pusat kendali : internal (intensionalitas), tabiat
manusia : baik (suara Hati), posisi manusia didunia : bebas indeterministik.
Para eksistensialis memahami manusia bukan semata-mata sebagai ‘ada’
yang selalu statis (sama), melainkan sebagai suatu perwujudan (penjadian)
yang secara berkesinambungan selalu berkembang dan berubah seiring
dengan perkembanganya mulai dari dalam kandungan sampai dengan
manusia tersebut meninggal. Aksioma dasar eksistensialis mengenai
pandangan tentang manusia adalah bahwa “Manusia yang ada didunia tidak
dapat terikat oleh dunia”, hal itulah yang digunakan untuk menerangkan dan
melakukan analisis tentang akar masalah manusia yang merupakan subjek
sentral dari manusia dalam dunia.Menurut Blocher Konsep dasar
eksistensialistik adalah tentang kerinduan manusia untuk mencari sesuatu
yang penting, sesuatu yang bermakna dalam dirinya. Sesuatu yang paling
bermakna di dalam diri seseorang adalah eksistensi dirinya. Perhatian yang
lebih besar terhadap pribadi, terhadap manusia daripada terhadap sistem yang
formal. Konsep identitas menjadi sesuatu yang perlu diperhatikan dalam
kehidupan manusia.
c. PANDANGAN TENTANG MASALAH
Menurut pendekatan eksistensial, yang merupakan Masalah-masalah dalam
eksisteni manusia adalah keterbatasan individu dalam mengaktualisasi diri,
perasaan tidak bermakna, perasaan takut, putus asa, keterbatasan kreativitas,
perasaan terancam, takut akan kematian, ataupun permasalahan lainya yang
berasal dari dalam diri yang merupakan dampak pengaruh dari luar.
Terdapat 3 besaran masalah yang dianut oleh gerakan eksistensialis, yang
memandang bahwa masalah-masalah yang dialami manusia itu berasal dari
kondisi manusia. Konsep utama dalam pemaknaan masalah adalah mengenai
:
1) Kesadaran Diri
Kecenderungan manusia untuk dapat sadar dan menyadari dirinya
sendiri, dimana berada, serta kekuatan atau potensi apa yang dimiliki
adalah menjadi kerangka dasar manusia. Semakin kuat kesadaran itu,
maka semakin kuat dan semakin besar pula kebebasan yang ada pada diri
manusia tersebut. Setiap manusia memiliki kebebasan untuk menentukan
dirinya sehingga terbentuk suatu kondisi yang ideal.
2) Kebebasan, Tanggung Jawab, Dan Kecemasan
Kesadaran atas kebebasan manusia dan tanggung jawabnya berpotensi
menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia.
Kecemasan tersebut dapat diakibatkan oleh kesadaran atas keterbatasan-
keterbatasanya dan kecenderungan yang berujung pada suatu kondisi
(rasa) ingin mengakhiri hidupnya (bunuh diri). Pendekatan
eksistensialis meletakan kebebasan diri sesuai dengan keinginan dari
tiap-tiap pribadi
3) Pencitraan Makna Kehidupan
Manusia adalah unik, dalam arti bahwa manusia akan terus berusaha
untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan
memberikan makna bagi kehidupanya. Menjadi manusia juga berarti
menghadapi kesendirian ; manusia lahir dalam kesendirian, maka
manusia juga akan mati dalam kesendirian pula. Kegagalan dalam
menghadapi kesendirian, berarti gagal pula dalam menciptakan
hubungan kehidupan, oleh karena itu sifat demikian akan menimbulkan
kondisi-kondisi isolasi, depersonalisasi, alineasi, keterasingan, dan
kesepian. Akumulasi dari ketidak berfungsian manusia dalam menyikapi
kehidupan maka pada taraf tertentu akan mengakibatkan manusia itu
menjadi “sakit”. Masalah yang dipandang sebagai kegagalan
menggunakan kebebasan untuk mewujudkan segala potensi yang
dimiliki seseorang.
4. Teori Eksistensial Menurut Ludwig Binswanger dan Medard Boss
Pokok teori Ludwig Binswanger yaitu mengenai psikologi eksistensial,
yang berfokus pada hal analisis eksistensial. Menurut Binswanger, analisis
eksistensial merupakan kajian psikologis untuk mengungkapkan eksistensi manusia
pada taraf empiris. Analisis eksistensial sangat berbeda dengan metode ilmiah yang
pada umumnya bercorak kuantitatif, atau yang lebih menekankan pada perhitungan
statistic dan pendekatan medis. Berdasarkan pada ciri-cirinya, pendekatan
eksistensial lebih tepat disebut pendekatan kualitatif. Disebut pendekatan kualitatif
karena bukan hanya tidak menggunakan pengukuran dan perhitungan statistik
(kuantitatif), tetapi karena penekanannya pada pendekatan yang
bersifat intersubjektif.
Ada beberapa dasar teori yang dikemukakan oleh Ludwig Binswanger, yaitu :
 Fenomenologi
Fenomenologi merupakan studi mendalam dan menyeluruh tentang fenomena.
Fenomena sendiri adalah seluruh isi kesadaran, yaitu benda-benda, kausalitas,
hubungan, peristiwa, hasil pemikiran, fantasi, citraan, kenangan, perasaan-
perasaandan lain sebagainya. Fenomenologi berupaya untuk membiarkan
pengalaman- pengalaman tersebut muncul dalam kesadaran sehingga dapat
didiskripsikan tanpa ada bias. Hal ini dapat dilakukan dengan membuka diri
terhadap pengalaman- pengalaman, dan menerimanya. Fenomenologi juga
merupakan pendekatan interpersonal, yang menggunakan sekelompok peneliti
untuk menggabungkan perspektif sehingga terbentuk pemahaman yang lebih
menyeluruh tentang fenomena yang disebut intersubjektivitas.

 Eksistensi
Sartre mengatakan “eksistensi kita mendahului esensi kita” ,esensi manusia
adalah kebebasan manusia. Manusia memiliki pilihan mengenai bagaimana
menjalani hidup dan membentuk serta menentukan siapa diri kita. Manusia
masing-masing memiliki “modal” yang beranekaragam, namun memiliki
kesamaan tugas untuk membentuk diri sendiri.
 Dasein
Dasein adalah istilah yang banyak digunakan oleh kalangan eksistensialis
dalam mengartikan eksistensi manusia. Sebutan lain untuk dasein yaitu
diartikan sebagai keterbukaan (openness) oleh Heidegger. Sedangkan Sartre
mengartikan Dasein sebagai ketiadaan (nothingness). Unsur utama dalam
dasein menurut Heidegger yaitu kepedulian (sorge).
 Keterlemparan (throwness)
Keterlemparan yang dimaksud yaitu kita ada di alam semesta ini bukan
karena keinginan kita sendiri. Kita seperti sudah ter- setting secara sosial.
Ketika kita membiarkan diri kita menjadi budak masyarakat, disitulah kita
mengalamike- terjatuhan (fallness). Binswanger mengikuti filosof Martin
Buber, menambahkan satu catatan yang lebih positif dalam ide ke-terjatuh-an
ini. Jika dasein adalah keterbukaan maka manusia harus saling terbuka satu
sama lain, kita tidak bisa menutup diri sebagaimana yang dikehendaki oleh
sebagian eksistensialis. Binswanger melihat potensi ini sebagai bagian
intrinsic dari dasein.
 Kecemasan (Anxiety)
Eksistensialisme terkenal karena keyakinannya bahwa hidup itu sulit. Dunia
fisik mampu member kesengsaraan sebagaimana juga bisa menawari kita
kesenangan, dunia social bisa mengiring kita pada kekecewaan. Kecemasan
bukanlah gangguan semestara yang bisa dihilangkan oleh nasihat ataupun
terapis. Dia adalah bagian dari hakikat anda sebagai manusia.
 Rasa bersalah (Guilt)
Rasa bersalah adalah kekecewaan terhadap suatu yang telah kita lakukan atau
yang belum sempat kita lakukan yang membuat orang lain sengsara. Disaat
kita hanya memilih jalan selamat tanpa berkeinginan atau berusaha untuk
mewujudkan disanalah rasa sesal yang mendalam muncul.
 Kematian (Death)
Saat menyadari bahwa betapa cepat kematian maka kita jadi tahu bahwa
waktu yang terbuang tidak akan pernah kembali lagi.
 Keontetikan (Autotenticity)
Jalan hidup yang baik disebut jalan hidup yang otentik yang mengerti bahwa
kita sadar akan diri kita sendiri. Artinya kita hidup dengan keterlibatan, kasih
sayang dan komitmen.
 Ketidak ontetikan (Inautotenticity)
Orang yang hidup tidak otentik lagi telah menukar keterbukaan dengan
ketertutupan, kedinamisan dengan statis, kemungkinan dengan aktualitas.
Maka orang yang jalan hidupnya tidak otentik bukan lagi menjadi namun apa
adanya
Struktur Eksistensial
1. Ada-di-Dunia (Dasein)
Daseinsanalysis ialah penjelasan secara cermat tentang hakikat khas eksistensi
manusia atau ada-di-dunia. Sebagaimana ditegaskan Boss, “Manusia
menyingkapkan (menjelaskan) dunia”. Manusia adalah “wilayah yang diterangi di
mana segala sesuatu yang harus ada benar-benar dapat bersinar, muncul dan hadir
sebagai gejala (fenomen), yakni sebagai sesuatu yang memperlihatkan dirinya”
(1963, hlm. 70). Ada-di-Dunia merupakan eksistensi manusia yang didasarkan
pada seluruh struktur eksistensi manusia yang bukan milik atau sifat seseorang,
bukan bagian dari ada manusia seperti ego pada Freud atau anima pada Jung. Dunia
dimana manusia memiliki eksistensi meliputi tiga wilayah: (1) lingkungan biologis
atau fisik (Umwelt), (2) lingkungan manusia (Mitwelt), (3) sang manusia sendiri
termasuk badannya (Eiqenwelt).
2. Ada-melampaui-dunia (Kemungkinan-kemungkinan dalam Manusia)
Analisis eksistensial memakai pandangan lain selain bahwa manusia ada di
dunia, memiliki dunia, dan ingin melampaui dunia (Binswanger). Binswanger tidak
mengartikan dunia lain (surga) melainkan ia mengungkapkan begitu banyak
kemungkinan yang dimiliki manusia untuk mengatasi dunia yang disinggahinya
dan memasuki dunia baru. Apabila ia menyangkal atau membatasi kemungkinan-
kemungkinan yang penuh dari ekstensinya, atau membiarkan dirinya dikuasai oleh
orang lain atau oleh lingkungan, maka manusia itu hidup dalam suatu eksistensi
yang tidak autentik. Manusia bebas memilih salah satu dari keduanya.
3. Dasar Eksistensi
Salah satu batas kebebasan manusia adalah dasar eksistensi ke mana orang-
orang “dilemparkan”. Kondisi “keterlemparan” ini, yakni cara manusia
menemukan dirinya dalam dunia yang menjadi dasarnya. Manusia harus hidup
sampai nasibnya berakhir untuk mencapai kehidupan yang autentik. Apabila orang
lahir sebagai seorang wanita, maka dasar eksistensinya tidak akan sama dengan
dasar eksistensi seorang laki-laki.
4. Rancangan-Dunia
Rancangan-dunia adalah istilah yang digunakan Binswanger untuk menyebut
pola yang meliputi cara ada-di-dunia seorang individu. Rancangan dunia seseorang
menentukan cara bagaimana ia akan bereaksi terhadap situasi-situasi khusus serta
ciri sifat dan simtom macam mana yang akan dikembangkannya. Rancangan-dunia
tertanam atau membekas pada segala sesuatu yang dilakukan individu. Batas-batas
dari rancangan tersebut mungkin sempit dan mengerut atau mungkin lebar dan
meluas.
5. Cara-cara Ada-di Dunia
Ada banyak cara yang berbeda untuk ada-di-dunia. Setiap cara
merupakanDasein yang memahami, menginterpretasikan , dan mengungkapkan
dirinya, misalnya berbicara tentang cara dwirangkap yang dicapai oleh dua insan
yang saling jatuh cinta. “Saya” dan “Kamu” menjadi “Kita”. Inilah cara autentik
untuk menjadi manusia. Satu cara jamak digambarkan oleh Binswanger sebagai
dunia hubungan-hubungan formal, kompetisi, dan perjuangan. Seorang individu
yang hidup untuk dirinya sendiri telah memilih suatu cara tunggal dalam
eksistensi, sedangkan orang yang menjadikan dirinya tenggelam di tengah orang
banyak telah memilih cara anonimitas. Biasanya, orang tidak hanya memiliki satu
cara eksistensi, tetapi banyak.
6. Eksistensial
Eksistensial merupakan sifat-sifat yang melekat dalam setiap eksistensi
manusia. Sifat-sifat tersebut diantaranya yaitu:
a. Spasialitas Eksistensi
Spasialitas tidak sama dengan ruang fisik (physical space). Keterbukaan
dan kejelasan merupakan sifat spasialitas yang sejati dalam dunia
manusia.
b. Temporalitas Eksistensi
Temporalitas bukan waktu dan juga bukan serangkaian titik sekarang
yang tanpa akhir seperti dalam fisika. Waktu pada manusia juga
bersifat dapat didatakan. Kita menggunakan kata-kata, seperti
“sekarang”, “dahulu”, dan “kapan” untuk menunjukkan waktu sekarang,
waktu lampau, dan waktu yang akan datang.
c. Badan
Badan didefinisikan sebagai ruang lingkup badaniah dalam pemenuhan
eksistensi manusia. Badan tidak terbatas pada apa yang ada dalam kulit
tetapi meluas sepanjang hubungan individu dengan dunia.
d. Eksistensi Manusia di Dunia sebagai Milik Bersama
Psikologi eksistensial kadan-kadang dituduh bersifat solipsistik, yakni
memandang setiap individu hidup tertutup dalam dunia pribadinya
sendiri tidak tahu-menahu tentang dunia tempat orang lain hidup.
Eksistensi manusia tidak pernah bersifat pribadi, kecuali dalam kondisi
patologis tertentu. Eksistensi manusia selalu merupakan berbagai dunia
satu sama lain.
e. Suasana Hati atau Penyesuaian (Attunement)
Suasana hati Merupakan suatu eksistensial yang sangat penting karena
menjelaskan mengapa keterbukaan kita pada dunia mengembang dan
menyusut, dan mengapa keterbukaan kita itu menjelaskan gejala-gejala
yang berbeda dari waktu ke waktu. Apa yang diamati dan direspon
seseorang tergantung pada suasana hati orang itu pada saat itu. Apabila
suasana hati tiba-tiba berubah dari harapan mejadi keputusasaan, maka
kecerahan dunia meredup dan keterbukaannya menyusut.

Dinamika Kepribadian
Psikologi eksistensial menolak konsep mengenai kausalitas, yaitu dualisme
antara jiwa dan badan, serta pemisahan individu dari lingkungannya. Psikologi
eksistensial mengkonsepsikan tingkah laku sebagai kebebasan yang dimiliki oleh
tiap individu untuk memilih, dan hanya ia sendiri yang bertanggung jawab terhadap
eksistensinya. Bukan sebagai makhluk yang terdiri dari insting- insting, kebutuhan-
kebutuhan, maupun dorongan- dorongan fisiologis semata. Apapun yang dilakukan
oleh manusia merupakan pilihannya sendiri dengan segala konsekuensinya

5. Teori Eksistensial Menurut Rollo May


Psikologi Eksistensial yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari usaha
perilaku manusia untuk memahami manusia dengan mengatasi jurang pemisah
antara subjek dan objek. Psikologi Eksistensial sangat menekankan implikasi-
implikasi falsafah hidup dalam menghayati makna kehidupan manusia di dunia ini.
a. Konsep dasar yang digunakan May merupakan konsep dasar eksistensialisme
yaitu:
1. Mengada-dalam-Dunia (Being in the-World)
Perasaan terisolasi dan keterasingan-diri daridunia diderita tidak hanya oleh
individu yang terganggu secara patologis, tetapi juga oleh banyak idividu di
masyarakat wilayah modern. Alienasi adalah penyakit zaman ini, dan dia
termanifestasikan di ketiga ini: (1) keterpisahan dari alam, (2) kekurangan
hubungan antarpribadi yang bermakna, dan (3) ketersaingan dari diri yang
autentik. Kalau begitu, munusia sebenarnya mengalami tiga mode mengada-
dalam-dunia sekaligus, yaitu: Umwelt atau lingkungan di sekitar kita,
Minwelt atau hubungan kita dengan orang lain, dan Eigenwelt atau
hubungan kita dengan diri sendiri.
2. Ketidak mengadaan (Nonbeing)
Kesadaran pada gilirannya juga dapat membawa manusia pada kesadaran
akan sesuatu yang menakutkan: yaitu ketidakmengadaan (non-beig) atau
ketiadaan (nothingness). Rasa takut pada kematian atau ketidak mengadaan
sering kali mendorong kita untuk hidup secara defensif dan menerima
sedikit dari kehidupan ketimbang jika kita mengonfrontasikan diri dengan
masalah ketidak mengadaan kita.
b. Konsep dasar kepribadian
Konsep Kepribadian Psikologi Eksistensial Rollow May terdiri dari tiga bagian
yaitu:
1. Umwelt atau lingkungan disekitar kita adalah dunia objek dan benda, dan
akan tetap eksis sekalipun manusia tidak menyadarinya. Maksudnya adalah
dunia alamiah dengan hukum-hukum alamiahnya, mencakup didalamnya
dorongan-dorongan biologis dan fenomena alamiah.
2. Minwelt atau hubungan kita dengan orang lain. Maksudnya kita sebagai
manusia yang bersosial hendaknya harus berhubungan dengan orang lain
sebagai manusia, bukan sebagai benda.
3. Eigenwelt mengacu kepada hubungan seseorang dengan dirinya sendiri. Ini
adalah sebuah dunia yang jarang di eksplorasi para teoretisi kepribadian.
Hidup dalam Eigenwelt berarti menjadi sadarakan dirinya sebagai makhluk
manusia dan memeluk siapa diri kita saat berhubungan dengan dunia benda
dan dunia manusia.
4. Kecemasan normal diidentifikasikan sebagai sebagai sesuatu yang
proporsional bagi ancaman, tidak melibatkan represi, dan bisa ditentang
secara konstruktif di tingkatan sadar.
5. Kecemasan neurotik diidentifikasikan sebagai reaksi tidak proporsional
terhadap ancaman, melibatkan represi, dan bentuk-bentuk konflik
intrapsikis lainnya, dan diatur oleh beragam jenis pemblokiran aktivitas dan
kesadaran.
6. Rasa Bersalah
Rasa bersalah muncul ketika manusia menyangkal potensinya gagal
memahami secara akurat kebutuhan sesamanya atau masih tetap bersikukuh
dengan ketergantungan mereka kepada dunia alamiah. Rasa bersalah
ontologis memiliki efek positif maupun negatif terhadap kepribadian. Rasa
bersalah bisa untuk mengembangkan kerendahan hati yang sehar,
membenahi dengan orang lain, menggunakan secara kreatif potensi-potensi
kita.
c. Intensionalitas
Struktur yang memberikan makna bagi pengalaman dan mengizinkan manusia
untuk melakukan pilihan terhadap masa depan disebut intensionalitas. Tanpa
intensionalitas manusia tidak bisa memilih atau bertindak berdasarkan pilihan
tersebut. Tindakan mensyaratkan intensionalitas sama seperti intensionalitas
mensyaratkan tindakan, keduanya tidak terpisahkan.
d. Kepedulian, cinta, dan keinginan
May mendefinisikan cinta sebagai kesenangan terhadap kehadiran orang lain
dan penegasan terhadap nilai dan perkembangan mereka sama seperti dirinya
sendiri. Tanpa perhatian cinta pun tidak akan ada selain hanya perasaan
sentimentil kosong atau nafsu seksual tak terkendali.
1. Seks adalah fungsi biologis yang dapat dipuaskan lewat hubungan kelamin
atau peredaan seksual lainnya.
2. Eros adalah hasrat psikologis yang mencari prokresi atau kreasi melalui
sebuah penyatuan kekal dengan pribadi yang dicintai.
3. Filia yaitu persahabatan intim nonseksual di antara dua pribadi.
4. Agape adalah cinta yang aluistik. Sejenis cinta spiritual yang mengandung
resiko bermain sebagai tuhan.
5. Kebebasan dan takdir
May mengakui dua bentuk kebebasan yang pertama kebebasan eksistensial,
yang kedua kebebasan esensial. Dua bentuk kebebasan, yaitu:
1) Kebebasan Esistensial adalah kebebasan bertindak yaitu kebebasan
untuk melakukan sesuatu berdasarkan pilihan-pilihan yang
dibuatnya.
2) Kebebasan esensial yaitu kebebasan mengada. Takdir bukan berarti
sesuatu yang sudah diatur atau ditetapkan. Takdir adalah destinasi
manusia, terminus, dan tujuan. Takdir tidak bias dihapus, namum
kita dapat memilih bagaimana cara kita merespons bagaimana kita
akan hidup dari talenta-talenta dalam diri sendiri yang tidak
menentang kita”.
6. Implementasi dalam Pembelajaran
Implementasi praktek konseling eksistensial-humanistik didasari oleh
dalil-dalil yang dikembangkan dari suatu survai atas karya-karya para penulis
psikologi eksistensial, berasal dari Frankl (1959,1963), May (1953, 1958, 1961),
Maslow (1968), Jourard (1971), Bugental (1965), Berikut dalil Penerapan Pada
Praktek Konseling :
a) Dalil 1 : Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari diri yang menjadikan
dirinya mampu melampaui situasi sekarang dan membentuk basis bagi
aktivitas-aktivitas berpikir dan memilih yang khas manusia.
b) Dalil 2 : Kebebasan dan tanggung jawab
Manusia adalah makhluk yang menentukan diri, dalam arti bahwa dia
memiliki kebebasan untuk memilih di antara altematif-altematif. Karena
manusia pada dasamya bebas, maka dia harus bertanggung jawab atas
pengarahan hidup dan penentuan nasibnya sendiri.
Pendekatan eksistensial meletakkan kebebasan, determinasi diri, keinginan,
dan putusan pad a pusat ke beradaan manusia. Jika kesadaran dan kebebasan
dihapus dari manusia, maka dia tidak lagi hadir sebagai manusia.
c) Dalil 3: Keterpusatan dan kebutuhan akan orang lain
Setiap individu memiliki kebutuhan untuk memelihara keunikan tetapi pada
saat yang sama ia memiliki kebutuhan untuk keluar dari dirinya sendiri dan
untuk berhubungan dengan orang lain serta dengan alam. Kegagalan dalam
berhubungan dengan orang lain dan dengan alam menyebabkan ia kesepian
dan mengalamin keterasingan.
d) Dalil 4 : Pencarian makna
Salah satu karakteristik yang khas pada manusia adalah per-juangannya
untuk merasakan arti dan maksud hidup. Manusia pada dasarnya selalu
dalam pencarian makna dan identitas pribadi.
e) Dalil 5 : Kecemasan sebagai syarat hidup
Kecemasan adalah suatu karakteristik dasar manusia. Kecemasan tidak perlu
merupakan sesuatu yang patologis, sebab ia bisa menjadi suatu tenaga
motivasi yang kuat untuk pertumbuhan. Kecemasan adalah akibat dari
kesadaran atas tanggung jawab untuk memilih.

f) Dalil 6: Kesadarau atas kematian dan non-ada


Kesadaran atas kematian adalah kondisi manusia yang mendasar, yang
memberikan makna kepada hidup. Frankl (1965) sejalan dengan May
menyebutkan bahwa kematian memberikan makna kepada keberadaan
manusia. Jika kita tidak akan pernah mati, maka kita bisa menunda tindakan
untuk selamanya. Akan tetapi, karena kita terbatas, apa yang kita lakukan
sekarang memiliki arti khusus.
g) Dalil 7 Perjuangan untuk aktualisasi diri
Manusia berjuang untuk aktualisasi diri, yakni kecenderungan untuk menjadi
apa saja yang mereka mampu. Setiap orang memiliki dorongan bawaan
untuk menjadi seorang pribadi, yakni mereka memiliki kecenderungran
kearah pengembangan keunikan dan ketunggalan, penemuan identitas
pribadi, dan perjuangan demi aktualisasi potensi-potensinya secara penuh.
PROSES KONSELING TEORI KONSELING EKSISTENSIAL
Ada tiga tahap dalam proses konseling eksistensial-humanistik.
a) Tahap pendahuluan, konselor membantu klien dalam hal mengidentifikasi dan
mengklarifikassi asumsi mereka terhadap dunia. Klien diajak untuk
mendefinisikan dan menanyakan tentang cara mereka memandang dan
menjadikan eksistensi mereka bisa diterima.
b) Tahap tengah dari konseling eksistensial, klien didorong semangatnya untuk
lebih dalam lagi meneliti sumber dan otoritas dari system nilai mereka. Proses
eksplorasi diri ini biasanya membawa klien ke pemahaman baru dan beberapa
restrukturisasi dari nilai dan sikap mereka. Klien mendapatkan cita rasa yang
lebih baik akan jenis kehidupan macam apa yang mereka anggap pantas.
c) Tahap terakhir dari konseling eksistensial berfokus pada menolong klien
untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka
sendiri. Sasaran terapi adalah memungkinkan klien untuk bisa mencari cara
pengaplikasian nilai hasil penelitian dan internalisasi dengan jalan yang
kongkrit. Biasanya klien menemukan kekuatan mereka dan menemukan jalan
untuk menggunakan kekuatan itu demi menjalani eksistensi kehidupannya
yang memiliki tujuan.
B. TEORI BELAJAR TRANSPERSONAL
1. Pengertian Teori Psikologi Transpersonal
Secara harafiah kata transpersonal berasal dari kata ”trans” = melewati
dan”personal”= pribadi. Kepribadian dalam bahasa Inggris adalah personality;
sementara personality berasal dari kata persona yang berarti topeng. Transpersonal
dalam banyak literatur berarti melewati atau melalui "topeng", dengan kata lain
melewati tingkat personal.
Daniel (2005) berpendapat bahwa psikologi transpersonal adalah suatu
cabang psikologi yang memberi perhatian pada studi terhadap keadaan dan proses
pengalaman
manusia yang lebih dalam dan luas, atau suatu sensasi yang lebih besar dari
koneksitas
terhadap orang lain dan alam semesta, atau merupakan dimensi spiritual.
Friedman dan Pappas (2006) berpendapat bahwa psikologi transpersonal
dibangun dari perspektif psikologis yang berbeda, yang pada umumnya
memandang psikologi sebagai sesuatu yang berguna namun tidak lengkap dan
terbatas. Bahkan, termasuk pula pendekatan psikologi yang lain, seperti kearifan
beragam budaya berkaitan dengan psikopatologi dan kesehatan mental, serta
beragam keadaan kesadaran (states of consciousness). Psikologi transpersonal
bukanlah seperangkat kepercayaan, dogma, atau agama, namun merupakan suatu
upaya untuk membawa tingkatan pengalaman manusia sepenuhnya menuju wacana
dalam psikologi.

Secara etimologi, transpersonal sendiri berakar dari kata trans dan personal.
Trans artinya di atas (beyond, over) dan personal adalah diri. Sehingga dapatlah
dikatakan bahwa transpersonal membahas atau mengkaji pengalaman di luar atau
batas diri, seperti halnya pengalaman-pengalaman spiritual.
Di tahun 1992, setelah melakukan penelahan atas kurang lebih 40 definisi,
maka Lajoie dan Saphiro, dua orang pionir utama psikologi transpersonal,
merangkum dan merumuskan pengertian psikologi transpersonal yang lebih sesuai
untuk kondisi saat ini:
Transpersonal psychology is concerned with the study of humanity’s highest
potential, and with the recognition, understanding, and realization of unitive,
spiritual, and transcendent states of consciousness.
Psikologi transpersonal mempunyai perhatian terhadap studi potensial tertinggi
umat manusia dan dengan pengakuan, pemahaman dan perealisasian keadaan-
keadaan kesadaran yang mempersatukan, spiritual dan transenden.

2. Pengembang Teori Psikologi Transpersonal


a) William James
James menekankan bahwa sifat manusia yang khas ditemukan dalam
kehidupan dinamis arus kesadaran manusia. Baginya kesadaran merupakan
kunci untuk mengetahui pengalaman manusia, khususnya agama. Untuk
menafsirkan agama, orang harus melihat isi kesadaran keagamaan. James
melihat kesadaran keagamaan sebagai hal yang subjektif. Bagi dia kebenaran
harus ditemukan, bukan melalui argument logis, akan tetapi melalui
pengamatan atas data pengalaman. Maka jalan lapang menuju kesadaran
keagamaan adalah melalui pengalaman keagamaan yang diungkapkan orang.
Pengalaman keagamaan yang hanya didasarkan pada dalil dan aturan yang
menjadi sumber pengalaman agama hanya akan menciptakan pemahaman
agama yang kering dan tanpa penghayatan. Pengalaman hanya akan dilakukan
atas dasar formalitas dan rutinitas belaka. Model pemahaman seperti ini bisa
jadi akan semakin menjauhkan seorang penganut agama tertentu dari inti dasar
atau nilai substansial dari tuntunan agama. Oleh karenanya, untuk mengetahui
makna osikologis agama, seorang pengkaji perilaku keagamaan seharusnya
tidak mulai dengan kategori-kategori ilmiahnya sendiri, dan menggunakannya
sebagai model untuk membuat pengalaman manusia menjadi cocok
dengannya, tetapi membiarkan pengalaman berdiri sendiri, dan mengambil
arti apa adanya sebagaimana yang diungkapkan orang sebagai luapan hidup
batinnya.

b) Maurice Bucke
Richard kanada atau Maurice bucke (1837-1902). Ia mencoba menawarkan
gagasan tentang psikologi pertama yang menempatkan model kesadaran
manusia dan realitas sebagai elemen transpersonal yang terbuka dan
melestarikan dogma agama meskipun penelitian yang ia lakukan didasarkan
pada pengalaman hidupnya. Pada tahun 1872 ia memiliki pengalaman mistik
yang singkat, kemudian ia dipandang sebagai kesadaran kosmis.
c) Carl Gustav Jung
Ia lahir di Kesswill 26 Juli 1875, Jung lulus pada tahun 1900 sebagai dokter
dirumah sakit terkenal Burgholzli di Zurich. Dan menikah dengan Emma
Rauschenbach tahun 1903. Mereka dikaruniai tiga orang putri dan satu anak
laki-laki, keluarga mereka tinggal di kusnacht, kota satelit dari zurich. Mereka
menetap disana sampai akhir hayatnya.
Teori Jung dari kepribadian karena tekanannya yang kuat pada dasar-dasar ras
dan filogenetik kepribadian. Jung melihat kepribadian individu seperti produk
dan wadah sejarah leluhur.
a) Struktur kepribadian yaitu: ego, ketidaksadaran pribadi, kesadaran
kolektif.
b) Dinamika kepribadian yaitu: energy psikis, nilai-nilai psikis, daya
konstlelasi suatu kompleks, Prinsip ekuivalensi, prinsip entropi,
penggunaan energy.
c) Perkembangan kepribadian yaitu: kausalitas versus teleology,
sinkronisitas, hereditas, tahap-tahap perkembangan, progresi dan regresi,
proses individual, fungsi transenden, sublimasi dan represi,
perlambangan.
d) Abraham Maslow
Konsep utama yang sering kali dibawa Abraham Maslow adalah aktualisasi
diri (self actualization) dan pengalaman puncak (peak experience). Orang
yang telah tumbuh dewasa dan matang secara penuh adalah orang yang telah
mencapai aktualisasi diri, yaitu yang mengalami secara penuh gairah tanpa
pamrih, dengan konsentrasi penuh dan mencapai apa yang disebut sebagai
manusia yang sempurna (insane kamil). Orang yang tidak lagi tertekan pada
perasaan cemas, perasaan risau, tidak aman, tidak terlindungi, sendirian, tidak
dicintai adalah orang yang telah terbebaskan dari metamotivasi. Yaitu orang
yang dapat tergolong untuk mencapai nilai yang lebih tinggi dan bernilai bagi
dirinya, yang tidak dapat diturunkan dengan hanya sekedar alat yang
mencakup keberadaan, keindahan, kesempurnaan dan keadilan. Abraham
Maslow mendasarkan teorinya tentang aktualisasi diri pada sebuah asumsi
dasar, bahwa manusia pada hakikatnya memiliki peluang untuk dapat
mengembangkan dirinya. Perkembangan yang sangat baik ditentukan oleh
kemampuan manusia untuk tingkat aktualisasi diri.
e) Charles T. Tart
Ia dikenal sebagai seorang parapsikologist, yang berusaha memadukan apa
yang disebut sebagai pengalaman-pengalaman spiritual (ia menggunakan
istilah d-ASC) dengan sains. Seperti ungkapannya:
“I have a deep conviction that science, as a method of sharpening
and refining knowledge, can be applied to the human experiences we
call transpersonal or spiritual, and that both science and our
spiritual, and that both science and our spiritual traditions will be
enriched as a result”.
Lantas ia meletakan dasar-dasar teori untuk pengintegrasian kedua hal
tersebut, sembari memaparkan karakteristik keduanya, syarat, kapan dan
bagaimana antara spiritual dan sains bisa menyatu. Manusia, menurut Charles
T. Tart, berusaha mendapatkan apa yang disebut d-ASC, sebuah perubahan
kesadaran, dimana dirinya merasa terbuka, menyatu dengan alam semesta, ada
aliran energi di seluruh tubuhnya, merasakan bahwa dunia adalah satu, penuh
cinta, dan waktu seakan berhenti. Hanya saja, beberapa mendapatkannya
melalui drugs (LSD, heroin ganja), yang mempunyai dampak kerusakan fisik.
Padahal, lagi-lagi menurutnya, ada beberapa teknik non-drugs yang bisa
digunakan (semisal meditasi dan ritual-ritual keagamaan lainnya) yang lebih.

3. Aliran-aliran / Nama Teori Psikologi Transpersonal


1) Kelompok Mistis magis
Kelompok pertama adalah kelompok mistis-magis. Menurut kelompok ini
kesadaran transpersonal bersesuaian dengan kesadaran para dukun dan
shaman masa lalu. Pandangan ini dianut oleh para aktivis New Age, dan
salah satunya gerakan teosofi yang dipimpin oleh Helena Blavatsky.
Seringkali romantisme dari kelompok ini menyulitkannya untuk
berinteraksi dengan arus utama psikologi.
2) Kelompok psiko-fisiologis
Kedua adalah kelompok tingkat kesadaran alternatif yang biasanya
menolak konsep-konsep perkembangan, tahap-tahap dan praktik
peningkatan kesadaran. Mereka lebih suka meneliti keadaan kesadaran
sementara secara psiko-fisiologis dengan memelajari keadaan-keadaan
fisik seseorang yang berada dalam keadaan transpersonal. Kelompok ini
bersama kelompok ekoprimitivisme menganjurkan penggunaan media
(seperti zat-zat kimia atau psikotropika) untuk pencapaian keasadaran
transpersonal. Tokoh yang cukup penting dalam kelompok ini adalah
Stanislav Grof yang menggunakan LSD untuk psikoterapinya. Setelah
penggunaan LSD dilarang pemerintah, Grof kemudian menggunakan
teknik pernapasan (pranayama) dari tradisi Timur, yang disebutnya sebagai
Holotrophic Breathwork.
3) Kelompok transpersonalis postmodern
Kelompok ketiga, kelompok transpersonalis posmodern. Mereka
menganggap keasadaran transpersonal, sebenarnya merupakan keadaan
yang biasa. Kita, manusia modern, menganggapnya seolah luar biasa,
karena kita membuang kondisi kesadaran seperti ini. Kelompok ini
menerima kisah-kisah para dukun shamanisme dan mistikus dalam
semangat relativisme pluralistik. Mereka justru mengecam filsafat
perennial yang mengungkapkan pengalaman mistik sebagai totaliter dan
fasistik karena mengagungkan hierarki.
4) Kelompok integral.
Kelompok psikologi transpersonal yang keempat adalah kelompok
integral. Kelompok ini menerima hampir semua fenomena kesadaran yang
diteliti oleh ketiga kelompok tadi. Yang berbeda, kelompok ini juga
menerima konsep-konsep psikologi transpersonal dari aliran pramodern
dan posmodern. Salah seorang tokohnya adalah Ken Wilber, yang nanti
akan dibahas pada bab khusus. Kelompok pertama, kedua dan ketiga
merupakan kelompok yang berada–bahkan bersebarangan–dengan agama
formal. Helena Blavastky, yang berada pada kelompok yang pertama,
misalnya, mengharuskan para anggotanya untuk tidak memiliki
kecenderungan kepada agama tertentu.

4. Teori Transpersonal Menurut Jhon Davis Ph.d


Menurut jhon davis Ph.d (dosen psikologi transpersonal di departemen
metropolitan state college denver ada 6 konsep dasar psikologi transpersonal:
1) Pengalaman puncak, yakni istilah yang mula-mula dipakai oleh maslow.
Ia bermaksud meneliti pengalaman mistikal serta pengalaman-pengalaman
lain pada keadaan kesehatan psikologis yang optimal, tetapi ia merasa
bahwa konotasi-konotasi keagamaan dan spiritual akan terlalu membatasi.
Oleh karena itu mulai menggunakan pengalaman puncak sebagai istilah
yang netral. Penelitian tentang pengalaman puncak telah mengidentifikasi
frekuensi, factor-faktor pemicu, factor-faktor psikososial, yang berkaitan
dengannya, dan konsekuensi dari pengalaman puncak.
2) Transendensi diri, yakni keadaan yang disitu rasa tentang diri meluas
melalui defenisi-defenisi sehari-hari dan citra-citra diri kepribadian
individual bersangkutan. Transendensi diri mengacu langsung akan suatu
koneksi, harmoni atau kesatuan yang mendasar dengan orang lain dan
dengan alam semesta.
3) Kesehatan optimal, yang melampaui apa yang dimungkinkan dalam
pendekatan-pendekatan lain dalam psikologi. Kesehatan jiwa biasanya
dilihat sebagai penanganan yang memadai dari tuntutan-tuntutan
lingkungan dan pemecahan konflik-konflik pribadi, namun pandangan
psikologi transpersonal juga memasukan kesadaran, pemhaman diri, dan
pemenuhan diri.
4) Kedaruratan spiritual, yakni suatu pengalaman yang mengganggu yang
disebabkan oleh suatu pengalaman (atau ‘kebangkitan”) spiritual. Pada
umumnya, psikologi transpersonal berpendapat bahwa krisis-krisis
psikologis dapat menjadi bagian dari suatu kebangkitan yang sehat dan
bahwa kejadian-kejadian itu tidak selalu merupakan tanda-tanda
psikopatologi.
5) Spektrum perkembangan, yakni suatu pengertian yang memasukkan
banyak konsep psikologi dan filsafat kedalam kerangka transpersonal.
Secara filosofis, model ini adalah contoh dari filsafat perennial. Pandangan
ini mengisyaratkan adanya tingkatan-tingkatan realitas dari tingkat
material melalui tingkat yang berturutan mencakup sifat-sifat dari tingkat-
tingkat sebelumnya bersama-sama sifat-sifat yang muncul.
6) Meditasi, yakni berbagai praktek untuk memusatkan atau menenangkan
proses-proses mental dan memupuk keadaan transpersonal. Sama seperti
conditioning merupakan metode kunci dalam behaviorisme, interprestasi
serta katarsis merupakan metode kunci dalam psikoanalisa, maka meditasi
adalah metode kunci bagi metode psikologi transpersonal.

5. Teori Kebangkitan Spiritual


Salah satu topik psikologi transpersonal yang paling populer didiskusikan
dan diteliti adalah spiritual emergence (kebangkitan spiritual). Tapi, disini perlu
kita luruskan terlebih dulu bahwa ‘spiritualitas’ yang dibahas dalam psikologi
transpersonal bukanlah istilah yang berkaitan dengan praktik perdukunan, santet,
jin atau makhuk halus. Namun menurut Jaenudin (2012) spiritualitas lebih diartikan
sebagai rupa-rupa keterhubungan manusia dengan sesama makhluk, dengan alam,
maupun dengan Tuhan (pengalaman keberTuhanan).
Fenomena Spiritual biasanya terjadi pada orang-orang usia dewasa/paruh
baya. Terdapat berbagai istilah untuk spiritual emergence, antara lain spiritual
crises, positive disintegration, mystical, nadir experience, dsb.
Rudolf Otto, mengajukan konsep numinous experience atau pengalaman
keberTuhanan. Pengalaman ini adalah pengalaman dimana seseorang speechless,
tidak dapat berkata-kata karena merasakan kehadiran Tuhan yang begitu dekat
dengannya.
Jung, memiliki konsep synchronicity atau meaningful coincidence. Yaitu
ketika seseorang yang mengalami kebetulan-yang-bukan-kebetulan belaka, atau
kebetulan yang penuh makna. Hal-hal yang sering kita bilang “kebetulan” kadang
tidak sesederhana istilahnya, ada semacam mekanisme makrokosmos sehingga
momentum “kebetulan” tersebut terjadi.
Pengalaman spiritual lain adalah near death experience (NDE). Anda tentu
pernah mendengar seseorang yang telah dinyatakan meninggal, tiba-tiba ia bernafas
dan hidup kembali. Sekembalinya orang tersebut dari kematian, ia dapat
menceritakan derngan jelas berbagai hal yang ia lihat di alam baka (alferlife). Hal
itu kemudian mempengaruhi kepribadiannya, cara pandangnya terhadap dunia, dan
perilaku-perilakunya. (ada contoh film menarik tentang fenomena Near death
experience: judulnya Heaven is for real).
Grof dan Grof melihat berbagai peristiwa paranormal sebagai fenomena
spiritual seperti out of body experince, dan kewaskitaan.

6. Implementasi Psikologi Transpersonal


Beberapa teknik yang dapat diterapkan dalam psikologi transpersonal,
diantaranya :
a) Teknik Visualisasi
Teknik visualisasi menggunakan imajinasi tentang tempat kedamaian (Gregor,
2005 & Sugiarto, 2004). Terlebih dahulu individu menemukan tempat
kedamaiannya, tempat yang membuatnya merasa nyaman, menggambarkan
materi dalam bentuk rangkaian gambar yang berkaitan satu sama lain. Teknik
visualisasi menggunakan imajinasi untuk mengarahkan kondisi individu pada
suasana perasaan yang damai, tenang dan nyaman. Individu diarahkan untuk
berada pada suatu tempat yang membuatnya merasa damai sampai benar-benar
terasa seolah-olah tubuhnya berada di sana. Kemudian individu melihat,
merasakan, mendengarkan serta membayangkan keseluruhan keadaan di tempat
kedamaiannya tersebut. Visualisasi yang dilakukan secara teratur akan masuk
ke dalam alam bawah sadar individu, sehingga setiap individu melakukan
visualisasi, imajinasi tentang keadaan di tempat kedamaian tersebut segera
muncul ke alam sadarnya.
b) Teknik Afirmasi
Teknik afirmasi menurut Efendi (2006) dan Gregor (2005), merupakan daya
cipta manusia dalam upaya mencapai apa yang diharapkan dalam hidup,
mengarah pada perubahan sikap dan kebiasaan yang dimulai dari dalam dan
akhirnya tampil ke luar. Mengacu pada pernyataan pribadi yang diucapkan
dalam bentuk waktu saat ini, mengungkapkan pernyataan-penyataan positif
tentang diri secara verbal, kemudian diminta merasakan dan membayangkan
kembali ketika berhasil meraih tujuan dan harapannya dengan baik. Pikiran
bawah sadar tidak mengetahui perbedaan antara imajinasi dan kenyataan.
Individu menciptakan zona kenyamanan yang lebih luas dalam pikirannya saat
berhasil menempatkan tujuan di pikiran bawah sadar, membayangkan hasil
akhir yang diinginkan dan merasakan keyakinan dalam dirinya. Individu
berhasil mengatasi keraguannya dengan membayangkan hasil akhir yang
dicapainya Individu yang berhasil melakukan teknik afirmasi, yaitu membuat
pernyataan dan tujuan dalam diri secara positif, serta membayangkannya
kembali secara mendalam, berdampak pada perkembangan kesehatan individu
yang lebih baik. Dengan memanfaatkan pikiran bawah sadar, individu mampu
mengatasi keraguan, rasa takut, dan hambatan-hambatan pribadi lainnya dengan
mengafirmasikan pikiran-pikiran dan tujuan-tujuan positif dalam hidupnya
(Gregor, 2005; Hawari, 2004).
c) Teknik Release
Release berfungsi melatih individu menyadari dan menyelami perasaan yang
menekan, kemudian melepaskan perasaan yang menekan tersebut. Menurut
Sheperd (2003), segala sesuatu yang terjadi, perasaan dan pikiran negatif yang
selama ini dimiliki seperti kuatir, cemas, takut, sedih, dan marah bersumber dari
dalam diri individu. Dengan menggunakan teknik release, individu dapat
menemukan makna hidup yang lebih dalam, merasa lebih bebas dan lebih
tenang, juga dapat mengatasi gangguan perasaan dan pikiran-pikiran negatif
yang dimiliki, serta menjadikannya optimis dalam menghadapi hidup (Wilber,
2000; Damasio,1999). Menurut Rueffler (1995), individu mencoba mencari
makna hidup yang lebih dalam dengan cara mengenali, menerima,
mentransformasi, mengintegrasikan pola pikir lama yang membatasi, dan
emosi-emosi yang mengikutinya. Dengan demikian, individu mempunyai
kemampuan untuk mengenali, menerima, mentransformasi dan akhirnya
mengintegrasikan pola pikirnya tersebut. Saat individu membuka dan
menguraikan kembali permasalahannya dimasa lampau satu persatu, individu
menyadari apa yang menyebabkan munculnya perasaan marah, takut, dan
lainnya. Individu yang tidak menganggap apa yang terjadi pada dirinya berasal
dari pengaruh luar, tidak akan terpengaruh hal yang merusak diri. Keberhasilan
dalam melakukan release dapat membuka kesadaran tertinggi pada individu,
menuju kebebasan diri yang tidak ternilai harganya. Selain itu release juga dapat
digunakan sebagai pain management, yaitu untuk mengurangi rasa nyeri, mual,
pusing, sariawan dan gejala preokupasi simptomatik lainnya.

Teori-teori transpersonal pada umumnya membahas masalah-masalah


klien yang berkaitan dengan pencarian makna hidup, spiritualitas serta hal-hal
lainnya yang bersifat transendental. Agama dan kepercayaan adalah sebagian dari
kajian terkini teori-teori transpersonal. Memanfaatkan kerangka kerja yang
disediakan oleh teori transpersonal, pekerja sosial diharapkan mampu memberikan
penilaian yang lebih baik atas klien-klien mereka. Selain itu, pekerja sosial juga
dapat mengintegrasikan nilainilai spiritual klien ke dalam proses penanganan
masalah yang telah disepakati antara klien dan pekerja sosial. Dalam konteks
pekerjaan sosial, spiritualitas dapat dikait-kaitkan dengan proses assessment dan
intervensi klien. Dengan menjadi sensitif atas kondisi spiritualitas klien, pekerja
sosial tentunya akan mampu melihat klien dengan lebih utuh, yang pada gilirannya
akan berdampak positif terhadap isu-isu keberfungsian klien.
Penerapan teori-teori transpersonal pada lingkup mikro dapat dilihat
misalnya pada penggunaan teknik-teknik meditasi yang telah banyak
dikembangkan dewasa ini. Canda menyatakan, setidaknya terdapat tiga jenis
meditasi yang telah dikembangkan oleh para ahli dalam kaitannya dengan praktik
pekerjaan sosial. Ketiganya adalah: concentrative, mindfulness dan contemplative.
Menjelaskan jenis-jenis meditasi ini, Canda menulis:
Concentrative meditation focuses awareness on a single object.
Mindfulness meditation attends nonjudgmentally to internal and external stimuli
without being caught up in them. Contemplative meditation opens and surrenders
oneself to a higher self, God, or benevolent other.
Pada lingkup makro, teori-teori transpersonal dapat menyediakan
kerangka kerja yang komprehensif bagi pekerja sosial untuk memahami dinamika
kesejahteraan sosial masyarakat. Dengan pemahaman yang utuh, pekerja sosial
dapat memanfaatkan modal sosial yang dimiliki masyarakat untuk tujuan
meningkatkan serta mempertahankan keberfungsiannya. Selain memanfaatkan
modal sosial yang telah tersedia di tengah masyarakat, teori-teori transpersonal juga
memudahkan pekerja sosial untuk merancang programprogram pencegahan
masalah, khususnya yang berkaitan tengan agama, kepercayaan dan spiritualitas.
Pekerja sosial, dengan demikian, dapat membangun kerja sama dengan para tokoh
agama dan tokoh masyarakat dalam rangka menciptakan kondisi sosial yang
kondusif bagi perkembangan keberfungsian setiap anggota masyarakat
Konsep eksistensial perkembangan yang paling penting adalah konsep
tentang menjadi. Eksistensi tidak pernah statis, tetapi selalu berada dalam proses
menjadi sesuatu yang baru, mengatasi diri sendiri. Tujuannya adalah untuk
mTaenjadi manusia sepenuhnya, yakni memenuhi semua kemungkinan Dasein.
Menjadi orang dan menjadi dunia selalu berhubungan, keduanya
merupakan mitra menjadi (co-becoming, Strauss). Orang menyingkap
kemungkinan-kemungkinan dari eksistensinya melalui dunia, dan sebaliknya dunia
tersingkap oleh orang yang ada di dalamnya. Manakala bila yang satu tumbuh dan
berkembang maka yang juga harus tumbuh dan berkembang begitu pula sebaliknya
apabila yang satu terhambat maka yang juga terhambat. Bahwa kehidupan berakhir
dengan kematian sudah merupakan fakta yang diketahui oleh setiap orang.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/people/search?utf8=%E2%9C%93&q=tokoh+eksisten
sialisme , diunduh ( 15/11/2019)

https://www.academia.edu/38035271/PSIKOLOGI_KOGNITIF_DAN_TRANSP
ERSONAL, diunduh ( 15/11/2019)

https://www.academia.edu/38036187/MIND_MAP_13_2_PSIKOLOGI_TRANS
PERSONAL diunduh ( 15/11/2019)

http://rizqiaarifa.blogspot.com/2017/05/makalah-psikologi transpersonal , diunduh


( 15/11/2019)
https://dosenpsikologi.com/konsep-psikologi-eksistensial-2,diunduh( 15/11/2019)

https://ferryguidance.blogspot.com/2013/05/teori-eksistensial-humanistik.html ,
diunduh ( 7/11/2019)

https://manklucky.blogspot.com/2012/09/aliran-eksistensialis-dalam
psikologi.html , diunduh ( 15/11/2019)

Ridho, Miftahur. 2016. PSIKOLOGI TRANSPERSONAL DAN MASALAH


SOSIAL: REVIEW ATAS POSISI PRAKTEK KONSELING SOCIAL
YANG SENSITIVE ATAS ISUISU SPIRITUAL (SPIRITUALLY
SENSITIVE PRACTICE). Lentera, Vol. XVIII, No. 2, 2016

Fourianalistyawati. Endang. 2011. PSIKOTERAPI TRANSPERSONAL DALAM


KAJIAN ISLAM UNTUK MENINGKATKAN KESEHATAN MENTAL
PSYCHO IDEA.

https://jusmansantung13.wordpress.com/2014/12/22/teori-psikologi-eksistensial-
rollo-may/ 11/11/2019

http://manklucky.blogspot.com/2012/09/aliran-eksistensialis-dalam-psikologi.html
1 /12/2019

https://sugithewae.wordpress.com/2012/05/10/psikologi-eksistensial/1/12/2019

https://dosenpsikologi.com/konsep-psikologi-eksistensial2

https://www.academia.edu/30255991/Biografi_Medard_Boss 1/12/2019

Anda mungkin juga menyukai