Anda di halaman 1dari 12

Filsafat Manusia

Di Susun Oleh :

1. Latifah Dewi Nurrodiah (221420008)


2. Najwa Pitriani Permata Sari (221420009)
3. Tialika Nurul Faradella (221420010)
Pembahasan
Metode dan
Momen
Karakteristik Filsafat Kelupaan Akan Ada
Eksistensial
Manusia

Filsafat Eksistensial
Das Man Cyberspace
Martin Heidegger

Relevansi
Martin Heidegger Dasein Eksistensialisme
Heidegger
Metode dan Karakteristik Filsafat Manusia
Dalam perspektif Zainal Abidin, filsafat manusia menggunakan metode sintesis dan reflektif,
serta mempunyai Karakteristik ekstensif intensif, dan kritis. Penggunaan metode sintesis dalam
filsafat manusia, yaitu menggabungkan pengalaman dan pengetahuan ke dalam satu visi,
misalnya dari sistem-sistem besar, yaitu :
1. filsafat Bergon tentang "daya penggerak hidup (elan vital)“
2. filsafat Schopenhauer tentang "kehendak“
3. filsafat Hegel tentang "roh“
4. filsafat Casiser tentang "Animal simbolicum“
5. filsafat materialis tentang hakikat "materi" dan sebagainya. Dengan metode sintesis maka
tercapailah visi menyeluruh dan rasional tentang (hakikat) manusia.

Sedangkan karakteristik filsafat manusia secara umum yakni hercirikan ekstensif, intensif, dan
kritis. Ciri ekstensif filsafat manusia dapat kita saksikan dari luasnya jangkauan atau
menyeluruhnya objek kajian yang digeluti oleh filsafat ini.
Filsafat Eksistensial Martin Heidegger

⃗ Statement di atas diungkapkan oleh Martin Heidegger dalam karya monumentalnya,


Being and Time yang mengantarkan dirinya menjadi salah seorang eksistensialis utama
abad ke- 20. Bagi Heidegger, pemaknaan terhadap manusia harus dilihat secara ontologis,
yakni kehadiran manusia dalam pentas kehidupan sudah menjadikan dirinya sebagai care
atau concern (Sorge), keprihatinan atau keterlibatan dengan segala hal yang berada di
sekelilingnya.
Martin Heidegger: Sekilas Penghampiran
Biografis

⃗ Martin Heidegger, namanya dipuja sekaligus dikutuk. Dipuja karena kesuksesan


teoretisnya menggeser kekeraskepalaan filsafat Barat. Dikutuk karena keterlibatan
politisnya dalam rezim totaliter Nazi, Namun terlepas dari pro-kontra seputar orientasi
politiknya, gagasan orsinil Heidegger tetap saja menggetarkan sejarah filsafat Barat.
Kelupaan Akan Ada

⃗ Dalam tilikan Heidegger, tradisi filsafat Barat lalai membedakan antara "Ada" (Being)
dengan "a" besar dan "adaan" (being). "Ada" ditafsirkan sama dengan "adaan". Rumah,
jalan, dan pohon, misalnya semuanya "ada". Namun "Ada" sendiri bukanlah rumah, jalan
atau pohon itu sendiri. "Ada" adalah sesuatu yang melampaui sekaligus menyelubungi
"adaan". Filsafat Barat telah terjangkiti gejala "kelupaan Ada". Amnesia ontologis yang
mengakibatkan filsafat Barat terlena lalu lalai akan pertanyaan filosofis sesungguhnya.
Das Man: Manusia Inautentik

⃗ Menurut Heidegger, kondisi manusia selalu terentang antara dua eksistensi: autentik dan
inautentik. Modus eksistensi autentik adalah kesadaran bahwa akulah yang harus
menentukan pilihanku sendiri sementara modus eksistensi inautentik adalah hilangnya
kesadaran akan aku yang autentik. Satu kata yang mampu merangkum semua aktivitas
keseharian hubungan manusia dengan dunia seisinya adalah Sorge (care atau concern)
yang berarti kekhawatiran, perhatian, kepedulian, maupun pemeliharaan.
⃗ Sorge mencakup tiga komponen yaitu terlempar di dunia (faktisitas), larut dalam
keseharian (kejatuhan), dan mengantisipasi masa depan (eksistensialitas atau
pemahaman). Di antara tiga clemen Sorge tersebut, manusia menjadi manusia inautentik
atau das Man apabila ia larut dalam rutinitas keseharian. Dengan istilah das Man,
Heidegger hendak menunjukkan 'keterjatuhan' (Verfallensein) manusia 31 yakni bahwa
manusia pada awal mulanya berada dalam kondisi "lari" dari dirinya sendiri dan
terperangkap dalam eksistensi yang anonim dan tidak autentik.
Dasein: Manusia Autentik

⃗ Sebagaimana telah diungkapkan bahwa pengertian Dasein adalah keberadaan manusia


yang terlempar di dalam dunia, begitu saja tanpa tahu dari mana dan mau ke mana.
Heidegger menyebut fakta ini dengan faktisitas (Faktizitat), yakni kenyataan bahwa kita
ada di dunia ini bersifat niscaya. Kita tidak pernah ditanya lebih dahulu mau atau tidak
hidup di dunia ini, juga kita diberitahu ke mana harus begerak di dunia ini. Kita ada
begitu saja, kita 'di sana', di dalam dunia.
Momen Eksistensial: Berjumpa dengan Kecemasan

⃗ Heidegger membicarakan suatu momen eksistensial atau momen autentik yaitu ketika
manusia mengalami apa yang disebut Angst, kecemasan. Dalam makna elementer,
kecemasan itu muncul tatkala prahara menyentuh kehidupan kita, entah itu berupa
penyakit, kekalahan, kejatuhan, kemiskinan, kegagalan atau kematian.Prahara itu
melahirkan guncangan yang meruntuhkan wawasan, prinsip, dan kepercayaan yang kita
anut selama ini dan saat itulah siapa diri kita yang sesungguhnya tersibak.

⃗ Prahara tersebut menelanjangi kita dari kenyamanan psikologis palsu yang sebelumnya
kita asumsikan begitu saja sebagai fondasi yang kokoh. Ternyata di hadapan prahara itu
diri kita rapuh, fondasi keyakinan kita hancur berkeping-keping.
Realitas Wajah Masyarakat Era Informasi/Cyberspace

⃗ Di dalam era informasi atau cyberspace, menurut James Gleick kebanyakan manusia
terperangkap pada apa yang disebut kecepatan. Gleick melihat kecepatan sebagai bentuk
ekstasi, yaitu hanyutnya manusia di dalam kecepatan dan percepatan perubahan sebagai
akibat dari perkembangan teknologi mutakhir. Ekstasi dijelaskan Gleick sebagai kondisi
kebebasan dan pemenjaraan dalam waktu yang bersamaan. Artinya kecepatan telah
membebaskan manusia dari berbagai hambatan dan konstrain dunia.

⃗ Nyaris kebanyakan manusia melakukan segala sesuatu dengan cepat: bekerja cepat,
bicara cepat, menonton cepat, dll Dalam kondisi demikian, keseketikaan merupakan
hukum di dalam jaringan dan di dalam kehidupan emosi manusia, dan mereka di kelilingi
oleh benda-benda instan: kopi instan, mebel instan, makan instan, dll yang bersifat instan.
Relevansi Eksistensialisme Heidegger bagi
Masyarakat Abad ke-21/

⃗ masyarakat abad ke-21 terutama di belahan Barat dan sebagian belahan Timur, yang larut
dalam gaya hidup instan, pemuasan hasrat konsumtif dan tanpa sadar menjadikan diri
mereka sendiri sebagai komoditas sosial sehingga tidak tersisa lagi ruang untuk
berefleksi, pengambilan jarak terhadap kehidupan dan kemampuan menciptakan makna
seperti yang dititahkan oleh Heidegger mengenai kesejatian manusia (Dasein).

⃗ Filsafat eksistensialisme Heidegger mengajarkan manusia untuk kontemplasi supaya


dapat berjarak terhadap keadaan-keadaan rutinitas kehidupan sehari-hari yang acapkali
membuat manusia terlena dalam kehampaan.
誰か聞きたい?
Dare ka kikitai?

apakah ada yang ingin bertanya ?

Anda mungkin juga menyukai