Anda di halaman 1dari 9

KEMATIAN Etika Berikut ini beberapa konsep tentang mati (dikutip dari Veatch, Robert M.

: Death Dying and Biological Revolution, Our Last Quest for Responsibility, Yale University Press, New Haven and London, 1989). 1. Mati sebagai berhentinya darah mengalir

Konsep ini bertolak dari criteria mati berupa berhentinya jantung. Dalam PP No. 18 tahun 1981 dinyatakan bahwa mati adalah berhentinya fungsi jantung dan paru-paru. Namun criteria ini sudah ketinggalan zaman. Dalam pengalaman kedokteran, teknologi resusitasi telah memungkinkan jatung dan paru-paru yang semula terhenti dapat dipulihkan kembali. 2. Mati sebagai saat terlepasnya nyawa dari tubuh

Konsep ini menimbulkan keraguan karena, misalnya, pada tindakan resusitasi yang berhasil, keadaan demikian menimbulkan kesan seakan-akan nyawa dapat ditarik kembali. 3. Hilangnya kemampuan tubuh secara permanen

Konsep inipun dipertanyakan karena organ-organ berfungsi sendiri-sendiri tanpa terkendali karena otak telah mati. Untuk kepentingan transplantasi, konsep ini menguntungkan. Namun, secara moral tidak dapat diterima karena kenyataannya organ-organ masih berfungsi meskipun tidak terpadu lagi. 4. Hilangnya manusia secara permanen untuk kembali sadar dan

melakukan interaksi sosial Bila dibandingkan dengan manusia sebagai makhluk social, yaitu individu yang mempunyai kepribadian, menyadari kehidupannya, kemampuan mengingat, mengambil keputusan, dan sebagainya, maka penggerak dari otak, baik secara fisik maupun sosial, makin banyak dipergunakan. Pusat pengendali ini terletak dalam batang otak. Olah karena itu, jika batang otak telah mati, dapat diyakini bahwa manusia itu secara fisik dan social telah mati. Dalam keadaan seperti ini, kalangan medis sering menempuh pilihan tidak meneruskan resusitasi, DNR ( do not resuscitation). Yang penting dalam penentuan saat mati di sini adalah proses kematian tersebut sudah tidak dapat dibalikkan lagi (irreversibel), meski menggunakan teknik penghidupan kembali apapun. Sumber : Hanafiah, M. Jusuf, Amri Amir. Etika Kedokteran & Hukum
Kesehatan. 1999. Jakarta: EGC. Amir, Amri. Bunga Rampai Hukum Kesehatan. 1995. Medan: Fakultas Kedokteran USU.

Hukum SK IDI NO. 336/PB/A.4/88 seseorang dinyatakan mati bila fungsi spontan pernapasan dan jantung telah berhenti secara pasti (ireversibel) atau apabila terbukti telah terjadi kematian batang otak. Kriteria Mati/Meninggal : Berhentinya kehidupan secara permanen Konsep henti napas dan denyut jantung Konsep brain death Konsep brain stem death

Sumber : DIKTAT

Agama Islam Islam memberikan ajaran bahwa semua yang hidup pasti akan menemui ajal atau kematian. Kematian tidak akan bisa dicegah dan dielakkan. Umur seseorang ada yang dipanjangkan dan sebaliknya dipendekkan. Bahkan, panjang atau pendek umur seseorang berada pada wilayah takdir Allah. Tidak akan ada seorangpun yang mengetahui tentang kepastian umur itu. Kematian oleh sementara ulama didefinisikan sebagai ketiadaan hidup, atau antonim dari hidup. Kematian pertama dialami oleh manusia sebelum kelahirannya, atau saat sebelum Allah menghembuskan ruh kehidupan kepadanya; sedang kematian kedua, saat ia meninggalkan dunia yang fana ini. Kehidupan pertama dialami oleh manusia pada saat manusia menarik dan menghembuskan nafas di dunia, sedang kehidupan kedua saat ia berada di alam barzakh, atau kelak ketika ia hidup kekal di hari akhirat. Kematian dalam agama-agama samawi mempunyai peranan yang sangat besar dalam memantapkan akidah serta menumbuhkembangkan semangat pengabdian. Tanpa kematian, manusia tidak akan berpikir tentang apa sesudah mati, dan tidak akan mempersiapkan diri menghadapinya. Karena itu, agamaagama menganjurkan manusia untuk berpikir tentang kematian. Rasul Muhammad saw, misalnya bersabda, Perbanyaklah mengingat pemutus segala kenikmatan duniawi (kematian).

Dapat dikatakan bahwa inti ajakan para Nabi dan Rasul setelah kewajiban percaya kepada Tuhan, adalah kewajiban percaya akan adanya hidup setelah kematian. Dari Al-Quran ditemukan bahwa kehidupan yang dijelaskannya bermacammacam dan bertingkat-tingkat. Ada kehidupan tumbuhan, binatang, manusia, jin, dan malaikat, sampai ke tingkat tertinggi yaitu kehidupan Yang Mahahidup dan Pemberi Kehidupan. Di sisi lain, berulang kali ditekankannya bahwa ada kehidupan di dunia dan ada pula kehidupan di akhirat. Yang pertama dinamai AlQuran al-hayat ad-dunya (kehidupan yang rendah), sedangkan yang kedua dinamainva al-hayawan (kehidupan yang sempurna). Sesungguhnya negeri akhirat itu adalah al-hayawan (kehidupan yang sempurna (QS Al-Ankabut [29]: 64) Dijelaskan pula bahwa, Kesenangan di dunia ini hanya sebentar, sedang akhirat lebih baik bagi orangorang bertakwa, dan kamu sekalian (yang bertakwa dan yang tidak) tidak akan dianiaya sedikitpun (QS Al-Nisa 14]: 77) Betapa kehidupan ukhrawi itu tidak sempurna, sedang di sanalah diperoleh keadilan sejati yang menjadi dambaan setiap manusia, dan di sanalah diperoleh kenikmatan hidup yang tiada taranya. Satu-satunya jalan untuk mendapatkan kenikmatan dan kesempurnaan itu, adalah kematian, karena menurut Raghib Al-Isfahani: Kematian, yang dikenal sebagai berpisahnya ruh dari badan, merupakan sebab yang mengantar manusia menuju kenikmatan abadi. Kematian adalah perpindahan dari satu negeri ke negeri yang lain, sebagaimana diriwayatkan bahwa, Sesungguhnya kalian diciptakan untuk hidup abadi, tetapi kalian harus berpindah dan satu negeri ke negeri (yang lain) sehingga kalian menetap di satu tempat. (Abdul Karim AL-Khatib, I:217) Kematian walaupun kelihatannya adalah kepunahan, tetapi pada hakikatnya adalah kelahiran yang kedua. Kematian manusia dapat diibaratkan dengan menetasnya telur-telur. Anak ayam yang terkurung dalam telur, tidak dapat mencapai kesempurnaan evolusinya kecuali apabila ia menetas. Demikian juga manusia, mereka tidak akan mencapai kesempurnaannya kecuali apabila meninggalkan dunia ini (mati). Ada beberapa istilah yang digunakan Al-Quran untuk menunjuk kepada kematian, antara lain al-wafat (wafat), imsak (menahan). Dalam surat Al-Zumar (39): 42 dinyatakan bahwasanya, Allah mewafatkan jiwa pada saat kematiannya, dan jiwa orang yang belum mati dalam tidurnya, maka Allah yumsik (menahan) jiwa yang ditetapkan baginya kematian, dan melepaskan yang lain (orang yang tidur) sampai pada batas waktu tertentu.

Ar-Raghib menjadikan istilah-istilah tersebut sebagai salah satu isyarat betapa Al-Quran menilai kematian sebagai jalan menuju perpindahan ke sebuah tempat, dan keadaan yang lebih mulia dan baik dibanding dengan kehidupan dunia. Bukankah kematian adalah wafat yang berarti kesempurnaan serta imsak yang berarti menahan (di sisi-Nya)? Memang, Al-Quran juga menyifati kematian sebagai musibah malapetaka (baca surat Al-Ma-idah [5]: 106), tetapi agaknya istilah ini lebih banyak ditujukan kepada manusia yang durhaka, atau terhadap mereka yang ditinggal mati. Dalam arti bahwa kematian dapat merupakan musibah bagi orang-orang yang ditinggalkan sekaligus musibah bagi mereka yang mati tanpa membawa bekal yang cukup untuk hidup di negeri seberang. Kematian juga dikemukakan oleh Al-Quran dalam konteks menguraikan nikmatnikmat-Nya kepada manusia. Nikmat yang diakibatkan oleh kematian, bukan saja dalam kehidupan ukhrawi nanti, tetapi juga dalam kehidupan duniawi, karena tidak dapat dibayangkan bagaimana keadaan dunia kita yang terbatas arealnya ini, jika seandainya semua manusia hidup terus-menerus tanpa mengalami kematian. Muhammad Iqbal menegaskan bahwa mustahil sama sekali bagi makhluk manusia yang mengalami perkembangan jutaan tahun, untuk dilemparkan begitu saja bagai barang yang tidak berharga. Tetapi itu baru dapat terlaksana apabila ia mampu menyucikan dirinya secara terus menerus. Penyucian jiwa itu dengan jalan menjauhkan diri dari kekejian dan dosa, dengan jalan amal saleh. Bukankah Al-Quran menegaskan bahwa, Mahasuci Allah Yang di dalam genggaman kekuasaan-Nya seluruh kerajaan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu siapakah di antara kamu yang paling baik amalnya, dan sesungguhnya Dia Mahamulia lagi Maha Pengampun (QS Al-Mulk [67]: 1-2) Demikian terlihat bahwa kematian dalam pandangan Islam bukanlah sesuatu yang buruk, karena di samping mendorong manusia untuk meningkatkan pengabdiannya dalam kehidupan dunia ini, ia juga merupakan pintu gerbang untuk memasuki kebahagiaan abadi, serta mendapatkan keadilan sejati. Sumber : http://kolom.blogdetik.com/kematian-dalam-islam-al-quran/ Katolik Seperti agama-agam lain, agama Katolik memandang kematian badan manusia sebagai dari awal dari kehidupan yang sesungguhnya. Kematian badan manusia bukan merupakan akhir dari kehidupan. Mungkin yang berbeda adalah pandangan tentang eksistensi jiwa setelah kematian badan. Agama Katolik percaya akan kehidupan kekal (Surga) dan kematian kekal (Neraka). Selain Surga dan Neraka juga ada tempat yang disebut Tempat Penyucian. Tempat Penyucian adalah suatu tempat atau keadaan sementara bafi

jiwa orang-orang saleh yang berada dalam keadaan dosa ringan atau tidak berdosa berat. Wujud tempat penyucian : Siksa Kutuk Sementara Kutuk yang dimaksud adalah belum boleh memandang Wajah Allah atau suatu keadaan sementara. Kutuk tidak dimaksud kutukan kekal yaitu Neraka. Siksa Sementara Yang dimaksud adalah keadaan penyucian atau suatu siksaan untuk menyucikan. Objek penyucian : Dosa ringan yang belum diampuni di dunia semasa hidupnya Siksa dosa sementara

Tempat atau keadaan penytucian tidak berlangsung sampai Pengadilan Akhir. Sehingga yang ada pada akhir jaman hanya ada dua tempat atau keadaan yaitu Surga dan Neraka. Tempat atau keadaan penyucian itu berlangsung sampai semua dosa dan sisa dosa dihapuskan. Setelah itu jiwa-jiwa tersebut diangkat ke Surga.

Neraka Neraka adalah suatu tempat atau keadaan menderita selama-lamanya karena berada dalam dosa berat. Jiwa-jiwa tersebut terkutuk sehingga mereka tidak bisa memandang wajah Allah. Semua Kitab Suci menyebut tempat atau keadaan tersebut sebagai api yang tidak terpadamkan, suatu penderitaan kekal, terbakar dalam api karena kesalahan mereka sendiri. Wujud Neraka : Siksa Kutukan Kekal Yang dimaksud adalah suatu pengucilan atau dikucil dari pandangan Allah karena kesalahannya sendiri (Mt. 25:41, Pergilah daripada-Ku... ; Mt. 25:12, Aku tidak mengenal kamu) Siksa Indra Yang dimaksud adalah siksaan yang datang dari luar yang menimpa dirinya. Dalam haln ini Neraka dilukiskan sebagai api yang tidak terpadamkan, tangis dan kertak gigi.

Sifat Neraka Kekal Oleh Kitab Suci dilukiskan sebagai api kekal, kejijikan kekal, kebinasaan abadi, penderitaan kekal, tempat ulat tidak mati (Dan. 12:2 ; Kebij. 14:9 ; Yudith 16:21 ; Mt. 25:46 ; Mrk. 9:46 ss) Tidak Sama Bahwa orang-orang yang terkutuk itu disiksa dengan siksaan yang berbeda menurut kejahatannya (Mt. 11:22 ; Lk. 20:47) Surga Surga adalah suatu tempat atau keadaan bahagia adikodrati (melampaui kodrat), keadaan bahagia yang sempurna, keadaan bahagia yang terletak pada memandang wajah Allah yang merupakan sumber kebahagiaan, sumber cinta kasih. Berbahagialah orang yang suci hatinya karena mereka akan memandang wajah Allah (Mt. 5:8). Tidak ada mata yang pernah melihat, tidak adda telinga yang pernah mendengar dan tidak terpikirkan oleh manusia apa yang disediakan oleh Allah untuk mereka yang mencintai Beliau (I Kor. 2:9). Cf. II Kor. 12:4 ; Rom. 2:7 ; Rom. 8:18 ; I Kor. 13:12 ; dan lain-lain. Sifat Kebahagiaan Surgawi Abadi Bahwa kebahagiaan di Surga adalah kebahagiaan yang tidak berhenti, kebahagiaan tanpa berakhir, kebahagiaan Super Temporer (kebahagiaan yang melampaui waktu), kebahagiaan kekal. Dikatakan, orang kudus akan memasuki kehidupan kekal (Mt. 25:46). Paulus melukiskannya sebagai kemah kota yang tidak binasa (I Kor. 9:25). Oleh Petrus melukiskannya sebagai mahkota kemuliaan yang tak akan pernah layu (I Petr. 5:4) Tidak Sama Gradasi kebahagiaan di Surga bagi setiap orang adalah berbeda. Kebahagiaan seorang bayi tentu tidak sama dengan kebahagiaan seorang kakek atau seorang nenek. Semua merasakan kebahagiaan secara penuh menurut ukurannya masing-masing bagaikan gelas yang berbeda besar kecilnya tetapi semua diisi secara penuh. Sumber : DIKTAT

Buddha

Makna kematian dalam agama Buddha adalah akhir dari kehidupan yang sekarang, pindah ke alam lain (baru), melanjutkan proses tumimbal lahir, sebelum mencapai Kebebasan Mutlak (Nibbana). Setelah kematian, kemudian membawa serta seluruh catatan mengenai perbuatan yang dilakukan selama hidup (apabila belum mencapai arahat), dalam pikiran bawah sadar. Proses kematian merupakan rusaknya salah satu dari organ tubuh yang vital, sehingga kehidupan tidak dapat berlanjut (otak, jantung, paru-paru, ginjal,jantung, sistem pencernaan, sistem peredaran darah, sistem syaraf). Pada saat kematian, batin/jiwa (nama) meninggalkan jasmani/fisik (rupa) untuk melanjutkan proses tumimbal akhir patisandhi vinnyana. Dalam gama Buddha, manusia setelah mengalami kematian akan terlahir kembali sebagai berikut : Terlahir kembali sebagai manusia Terlahir di alam menderita o o o o Alam neraka Alam hewan Alam peta (setan) Alam asura (jin)

Terlahir di alam Dewa/Brahma (Surga)

Cara kematian atau meninggal dunia menurut Buddha tergantung dalam keadaan-keadaan sebagai berikut : Tergantung Kamma yang bersangkutan o o Mudah atau sulit Tersiksa atau nyaman

Dapat memilih waktu yang sesuai o Untuk orang suci (Santa)

Sumber : DIKTAT

Kristen Dalam agama Kristen, kematian bukanlah termasuk dalam ciptaan Allah. Kematian itu sendiri adalah hasil dari dosa manusia yang berontak terhadap Sang Pencipta. Ciptaan, yang mana dalam konteks ini adalah manusia, mau tidak mau, suka tidak suka, ataupun rela tidak rela, bergantung penuh pada

Sang Pencipta. Oleh karena kebergantungan inilah manusia dapat hidup karena kebergantungan menjadi sumber kehidupan ciptaan. Pemberontakan manusia sebagai ciptaan dinamakan dosa, sekaligus sumber kematian karena lepasnya dari Sang Pencipta. Jadi kematian Bukan berasal dari Allah. Kematian seharusnya sudah hadir saat itu juga ketika manusia berontak tehadap Allah, tetapi oleh anugerah Allah manusia ditopang hidup lebih lama. Topangan Allah yang terbatas inilah yang membatasi umur manusia. Jadi kematian secara aktual datang ketika topangan Allah kepada manusia agar tetap hidup ini berakhir. Dalam firman Allah disebutkan : Whoever sheds mans blood, by man his blood shall be shed, for in the image of God has He made man. (Genesis 9:6) Kita adalah pengelola hidup kita sendiri, bukanlah sebagai pemilik. Sebuah tujuan yang kekal ; dikhususkan, dan dimiliki oleh Allah diciptakan menurut gambar Allah : hidup kita memiliki nilai intrinsik dan tak terukur. ini adalah sumber dari konsep 'kesucian hidup'. Orang memiliki harkat dan martabat yang diberikan oleh Tuhan.

Sumber : DIKTAT

Hindu Agama Hindu percaya bahawa penjelmaan dan kematian adalah sebagai pandangan jiwa beralih daripada satu badan ke satu laluan untuk mencapai Nirwana, iaitu syurga. Kematian adalah satu peristiwa yang menyedihkan. Manakala sami-sami Hindu menekankan pengebumian adalah satu penghormatan dan tanda peringatan kepada si mati.

Masyarakat Hindu membakar mayat mereka, percaya bahawa pembakaran satu mayat menandakan pembebasan semangat dan api adalah mewakili shiva, iaitu dewa pemusnah. Ahli-ahli keluarga akan berdoa di sekeliling badan secepat mungkin selepas kematian. Orang akan cuba mengelak daripada menyentuh mayat. Hal ini, kerana ia adalah dianggap sebagai lambang memalukan si mayat tersebut. Mayat biasanya dimandikan dan dipakaikan dengan pakaian putih, adalah salah satu pakaian tradisional orang India. Jika si isteri mati sebelum suaminya, dia dipakaikan pakaian pengantin. Manakala seorang janda akan dipakaikan sari yang berwarna putih atau berwarna pucat. Badan dihiasi dengan cendana, bunga-bunga dan kalungan-kalungan bunga. Selepas itu, Vedas atau Bhagavad Gita ataupun sivapuranam, iaitu Kitab suci Hindu akan dibaca . Orang yang berkabung diketuai olah anak sulung lelaki ataupun anak lelaki bongsu,

akan menerangi beberapa umpan api dengan mengelilingi mayat, demi mendoakan pemergian jiwa. Selepas pembakaran mayat, keluarga akan dihidangkan dan bersembahyang dalam rumah mereka. Orang yang berkabung akan mandi dengan sepenuhnya sebelum memasuki rumah selepas pengebumian. Seorang sami akan melawat dan melakukan upacara sembayang untuk si mati pada hari ke 16 sebagai tujuan mententeramkan si mati. Biasanya, satu kalungan dijemur atau bunga-bunga diletakkan pada gambar si mati adalah menunjukkan tanda penghormatan bagi mengingati mereka. 'Shradh' adalah upacara sembahayang setahun selepas kematian orang. Ini diadakan setahun sekali bagi memperingati mereka. Sami juga berpesan kepada ahli keluarga bahawa pemberian makanan kepada masyarakat miskin adalah satu tanda ingatan kepada si mati.
1. http://www.staffspasttrack.org.uk/exhibit/ilm/Mourining%20and% 20Remembrance/Types%20of %20funerals/Hindu%20Funerals.htm 2. http://www.epdpnews.com/Old%20achive/Singam.html

Anda mungkin juga menyukai