Anda di halaman 1dari 23

Nama : Rahmad Simanungkalit

NPM : 21. 396


Tugas : Konsentrasi 2a
Dosen : Pdt. Dr. Petrus. N. B. Pardede

MAKNA KEMATIAN DALAM AGAMA ISLAM

I. Pendahuluan
Allah Ta’ala berfirman dalam QS Al A’raaf [7] : 34 “Tiap-tiap umat mempunyai
batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya
barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya”. Tiap bangsa, negara, kedudukan,
kejayaan, bahkan kehidupan setiap makhluk; termasuk manusia mempunyai batas waktunya.
Diperhadapkan dengan konteks kehidupan, ini artinya kehidupan di dunia pun mempunyai
batas waktunya – mati. Baik hidup dan mati adalah benar-benar dalam kuasa Allah Swt.,
sebagaimana yang tertulis dalam ayat-ayat Al-Qur’an sebagai berikut:
“Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah
menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali,
kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?” (QS Al Baqarah [2]: 28).
“Katakanlah: “Jika kamu (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus
untukmu di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginilah kematian(mu), jika kamu
memang benar”. (QS Al Baqarah [2]: 94).
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat
sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan
ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain
hanyalah kesenangan yang memperdayakan”. (QS Al ‘Imran [3]: 185).
“Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum
kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan
mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah
itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. Seperti
itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu
mengambil pelajaran” (QS Al A’raaf [7] : 57).
“Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas
segala sesuatu, Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di
antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”
(QS Al Mulk [67] : 1-2).

Masih banyak lagi ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang memberitakan tentang kematian.
Jelaslah bahwa dalam agama Islam, baik hidup dan mati mutlak berada dalam kuasa Allah
Swt., dan tidak ada makhluk apa pun itu yang luput dari kuasa-Nya. Kematian mempunyai
makna kemusnahan – kemusnahan; pembusukan tubuh (kecuali mereka yang dikehendaki
oleh Allah Swt.), hilangnya roh dari tubuh (jasad); berhentinya aktifitas, baik biologis, akal

1
pikiran, emosional; intinya berhenti dari semua aktifitas kehidupan manusia holistik. Namun
kemtiaan bukanlah akhir dari segalanya – kematian bukanlah kefanaan, melainkan proses;
jembatan selanjutnya menuju alam “kehidupan” berikutnya – kehidupan akhirat yang kekal.

II. Pembahasan
2.1. Terminologi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “mati” berarti sudah hilang nyawanya; tidak
hidup lagi; tidak bernyawa; … tidak berasa lagi; … diam atau berhenti; … tidak bergerak;
tidak berkegiatan.1
Sedangkan Dalam bahasa Arab kata “mati” berasal dari kata Al-Mawtu yang berarti
“rusak”. Sedangkan, amaatahu adalah Allah menjadikannya tidak bisa merasakan apa-apa
dan juga tidak sadar, namun ruhnya masih tetap ada; sebagaimana firman-Nya dalam QS.
Al-Baqarah (2):259, yang mana kata amaatahu dalam ayat tersebut adalah Allah
menjadikannya tidak bisa merasakan apa-apa. Hal ini sama halnya dengan yang terjadi
terhadap ashaabulkahfi. Sedangkan lafaz al-mautu ialah orang yang mati, maksudnya orang-
orang kafir yang terbelenggu oleh kekufurannya yang lekat dalam hatinya, sehingga
tidak bisa tagi diharapkan untuk mendengarkan yang disertai dengan renungan, yang
kemudian diikuti dengan sikap tunduk terhadap seruan. Lalu, untuk lafaz al-maait,
sebagaimana dikatakan oleh Muhammad bin Yazid “orang yang meninggal dunia lalu
istirahat bukanlah mayit, akan tetapi mayit itu adalah mayit yang masih hidup.
Sesungguhnya mayit itu adalah orang yang hidup namun sedih hatinya, susah dan tipis
harapannya”. Dalam pada itu sebagian orang berpendapat bahwa kata al-maait adatah
orang yang mati. Sedang al-mait dan al-mayyit adalah orang yang belum meninggal
dunia. Lalu dia pun bersyair: Barangsiapa yang masih memiliki ruh, itulah mayit, sedang
al-mayyit tak lain adalah orang yang digotong ke kubur pada surat At-Anbiyaa' ayat 34,
kata al-maut maksudnya ialah permutaannya yang berupa berbagai penderitaan yang berat,
sedang yang menemuinya ialah nyawa yang berpisah dengan badan. Adapun firman-Nya,
dalam QS At-A’laa [87]: 13, kata laa yamuutu dalam ayat tersebut adalah (tidak mati)
sehingga ia terbebas dari semua penderitaan. Adapun firman-Nya dalam QS Al-A’raaf [7]:
57, mayyit yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah “tandus”, yang maksudnya ialah
daerah yang tandus.2

1
Harimurti Kridalaksana (peny.), Kamus Besar Bahasa Indonesia: Edisi Keempat, (Jakarta: Gramedia, 2008),
888.
2
M. Dhuha Abdul Jabbar dan N. Burhanudin, Ensiklopedia Makna Al-Qur’an: Syarah Alfaazhul Qur’an,
(Bandung: Fitrah Rabbani, 2012), 647.

2
Terlepas dari berbagai ragam konteks kematian, dalam Islam tema tentang kematian
dipahami kembali ke Tuhan dan bertanggung jawab atas tindakan seseorang. Al-Quran dan
hadits menjelaskan bahwa seseorang hanya memiliki satu kehidupan dan satu kesempatan
untuk mempersiapkan dirinya untuk akhirat. Karena itu, kematian adalah ujung yang
memberi tujuan dan makna bagi kehidupan individu yang sedang dalam perjalanan kembali
ke Tuhan. Bagi yang telah mati akan dibangkitkan pada Hari Penghakiman untuk
penghakiman bagaimana mereka menjalani hidup dan penghakiman Allah Swt., menentukan
mereka akan masuk surga atau neraka.3
Berbagai interpretasi kematian oleh umat Islam selama berabad-abad telah
menghasilkan tema eskatologi yang kompleks dan dibagi menjadi: mayoritas Muslim dan
pandangan mistik gnostik. Perspektif mayoritas menganut ajaran Al-Qur'an saat mereka
ditransmisikan melalui Muhammad. Ajaran ini memperingatkan dan membimbing orang
percaya jauh dari dosa dan mengingatkan mereka tentang pahala dan siksa di akhirat.
Sedangkan pandangan mistik gnostik menjunjung tinggi esoteris pemahaman tentang
kematian yang langsung, pribadi, dan tanpa perantara. Pemahaman seperti ini dicapai melalui
praktik mistik dan melalui penemuan visioner. Penganut paham mistikus mengklaim bahwa
mereka yang telah mengalami kematian saat hidup, menggambarkan bagaimana jiwa mereka
berangkat dari tubuh mereka dan dunia materi dan melakukan perjalanan ke ranah kematian.
Di sana mereka telah melihat misteri Hari Penghakiman dan mengalami Tuhan atribut
kekuatan dan keagungan. Dengan demikian, kepercayaan mereka dalam Al-Qur'an dan ajaran
Nabi adalah berdasarkan wawasan pribadi yang mereka peroleh melalui perjalanan kematian.
Beberapa Muslim menafsirkan kematian sebagai pengorbanan diri dan sebagai ekspresi dari
Iman. Mereka mengacu pada Quran, yang menganggap mereka yang mati di jalan Islam dan
demi umat Islam lainnya untuk tetap hidup. Orang seperti itu (syahid, atau syahid), mirip
dengan anak-anak yang tidak bersalah, lolos dari tahap perantara antara kematian dan
kebangkitan (barzakh) dan masuk surga budaya menghargai para martir—mereka yang mati
pada jalan Islam—telah ditegakkan di kalangan Muslim Syiah selama berabad-abad. Dalam
analisis terakhir kaum mistikus, bagi umat Islam, kehidupan dan kematian saling
berhubungan melalui kerentanan seseorang terhadap realitas gaib yang ada disampaikan oleh
Nabi atau dialami oleh kehidupan mistik masing-masing individu.4

2.2. Hakekat Ajaran Islam: Aqidah Islam dan Lima Rukun Islam
3
Firoozeh Papan-Matin, “Death”, dalam Encyclopedia of World Religions: Encyclopedia of Islam, peny. Juan
E. Campo, (New York: Facts On File, 1950), 185.
4
Matin, “Death”, 186.

3
Tidak dapat dinafikan, baik hidup maupun mati, mutlak berada dalam kuasa Allah
Swt. Dalam memahami dan mengimani kuasa Allah Swt. akan kehidupan, kematian, hari
kiamat, kebangkitan, surga – neraka, dan lain sebagainya, diharuskan setiap umat muslim
mengetahui dan mengimani ajaran dalam Islam itu, agar selamat dari siksaan api neraka yang
kekal. Adapun hakekat dari ajaran Islam adalah sebagai berikut:

2.2.1. Aqidah Islam: Rukun Iman


Umat Islam memahami bahwa Islam adalah pandangan hidup sekaligus dasar dari
setiap kehidupan makhluk secara holistik. Aqidah adalah keyakinan yang dianut oleh setiap
manusia terhadap sesuatu hal yang menjadi dasar aktivitas dan pandangan hidupnya. Makna
aqidah dalam Islam ditemukan dari kata ahad dan sebagainya merupakan dari penjelmaan
konsep akidah tersebut. Aqidah memiliki kriteria tersendiri yang berbeda dengan kriteria
yang lain, yakni memiliki logika kebenaran yang dapat diterima secara umu, sesuai dengan
fitrah manusia, keyakinan tidak boleh bercampur sedikitpun dengan keraguan, aqidah
mendatangkan ketentraman jiwa dengan Al-Khaliq, aqidah yang benar menolak segala hal
yang bertentangan dengan keyakinan dan memiliki tingkat keyakinan yang kokoh terhadap
Allah Swt.5
Aqidah erat kaitannya dengan iman. Mengutip pendapat Al-Ghazali membagi iman
menjadi tiga aspek, yaitu Pertama, ucapan lidah atau mulut, karena lidah adalah penerjemah
dari hati, akan tetapi bayi yang baru lahir telah mengakui adanya Allah SWT dengan
pengakuan jiwa, bukan pengakuan dengan lidah. Kedua, pembenaran hati dengan cara i’tiqad
dan taqlid bagi orang awam atau manusia pada umumnya. Sedangkan secara kasyaf
membuka hijab bagi orang khawash. Ketiga, amal perbuatan yang dihitung dari sebagian
iman karena melengkapi dan menyempurnakan iman sehingga bertambah dan berkurangnya
iman seseorang adalah dari amal perbuatannya.6 Sedangkan menurut pendapat Nasruddin
Razak, aqidah ialah iman atau kepercayaan. sumbernya yang asasi ialah Qur’an. Iman ialah
segi teoritas yang dituntut pertama-tama dan terdahulu dari segala sesuatu untuk dipercayai
dengan suatu keimanan yang tidak boleh dicampuri oleh keraguan dan dipengaruhi
persangkaan. Ia ditetapkan dengan positif oleh saling membantunya teks-teks dan ayat-ayat
Qur’an kemudian adanya konsensus kaum muslimin yang tak pernah berubah, bertolak sejak
penyiaran Islam pertama di masa Rasulullah hingga kini. Ayat-ayat Qur’an tersebut menuntut
kepada manusia untuk memiliki kepercayaan itu, yang pula merupakan seruan utama setiap

5
Nurzanah, dkk., Studi Islam-1: Akidah dan Akhlak, (Medan: UMSU Press, 2018), 3-5.
6
Nurzanah, Studi, 10.

4
Rasul yang diutus Allah sebagai yang dinyatakan Qur’an dalam pembicaraannya mengenai
para Nabi dan Rasul. Rasulullah SAW menerangkan “Iman ialah engkau percaya
(membenarkan dan mengakui) kepada Allah dan Malaikat-Nya dan dengan menjumpai-Nya
dan dengan Rasul-rasul-Nya dan engkau percaya dengan hari kebangkitan” (HR. Bukhary
dan Muslim).7 Selanjutnya sebagaimana Razak mengutip pendapat Abul A’la Maududi,
seorang pemikir Islam pada abad 20 menerangkan tentang hakikat hubungan antara iman dan
Islam, sebagai berikut “Hubungan antara Islam dengan iman adalah laksana hubungan pohon
dengan uratnya. Sebagaimana pohon kayu tidak dapat tumbuh tanpa uratnya, demikian
pulalah, mustahil bagi seseorang yang tidak memiliki iman untuk memulai dirinya menjadi
seorang Muslim”.8
Dari penjelasan iman tersebut, orang yang beriman adalah orang mengakui dan
meyakini aqidah Islam itu sendiri. Dengan demikian untuk memahami dan mengakui
keberadaan kematian, maka harus bertitik tolak dari aqidah itu sendiri. Adapun aqidah Islam
yang dimaksud adalah Rukun Iman, yaitu:
1. Iman Kepada Allah SWT
Rukun iman yang pertama ialah iman kepada Allah SWT. Iman kepada Allah SWT
adalah yang paling pokok dan mendasari seluruh ajaran Islam dan ia harus duyakinkan
dengan ilmu yang pasti seperti ilmu yang terdapat dalam kalimat syahadat “laaa ilaaha
ilallaah”. Ialah yang menjadi awal dan inti dari akhir dari seluruh seruan Islam sebagaimana
wasiat Raasulullah SAW kepada sahabat Mu’adz ketika beliau mengutus sahabat ke negeri
Yaman: “Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum Ahli Kitab, maka hendaklah
engkau mengawali dakwahmu kepada mereka “penyaksian bahwa tidak ada Tuhan melainkan
Allah”.9
Dalam Rukun Iman yang pertama ini, Allah – nama daripada Tuhan dan landasan
pokoknya adalah Lailaha illalloh, untuk menemukan adanya Tuhan dapat ditempuh dengan
rasio. Tapi untuk menemukan siapa Tuhan dan bagaimana Tuhan harus melalui wahyu dari
Tuhan (QS. al-Mulk 10). Untuk mengenal Allah dapat diketahui dengan mengenal segala
cipataan-Nya (QS. Ali Imran 190-193 dan mengenai sifat-sifat-Nya (QS. al-A’rap 180) –
sifat-sifat Allah yang tercantum dalam asmaulhusna (nama-nama Allah yang baik – 99). 10
Pada prinsipnya Qur’an sebagai sumber pokok ajaran Islam telah memberikan pedoman bagi

7
Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung: Alma’arif, 1973), 153-154.
8
Razak, Dienul, 154.
9
Razak, Dienul, 164.
10
Miftah Faridl, Pokok-pokok Ajaran Islam, (Bandung: PUSTAKA, 1982), 56-57.

5
umat Muslim dalam menganl Allah SWT demikian pula dikemukakannya bukti-bukti yang
pasti tentang kekuasaan-Nya bersama seluruh sifat kegaungan-Nya.11

2. Iman Kepada Malaikat


Iman kepada malaikat adalah masalah aqidah yang kedua sesudah iman kepada
Allah Swt. Pengetahuan tentang malaikat hanya semata-mata berdasarkan Qur’an dan
keterangan-keterangan Nabi. Malaikat adalah makhluk gaib yang tidak dapat manusia
mengenal hakikatnya. Hanya iman yang menetapkan bahwa Malaikat ada, sebab Allah
dengan perantaraan Qur’an dan nabi menerangkan tentang adanya dan tentang sifat-sifatnya.
Al-Qur’an menerangkan bahwa Malaikat adalah hamba Allah yang mulia, tidak pernah
durhaka, tidak maksiat dan tidak pernah menentang perintah Allah. Mereka tidak butuh
makan dan minum, selalu taat terhadap segala perintah Allah yang diamanatkan kepadanya
(QS. Al-Anbiya’ [21]:26-27 dan QS. At-Tahrim [66]:6).12
Ada sepuluh tugas dari malaikat, delapan diantaranya yang berhubungan dengan
kematian dan kebangkitan adalah (1) Malaikat Israfil - tugasnya: Meniup sangkakala pada
hari kiamat. (2) Malaikat Izrail- tugasnya: Mencabut nyawa semua makhluk hidup. (3)
Malaikat Munkar - tugasnya: Menanyai orang di dalam kubur. (4) Malaikat Nakir - tugasnya:
Menanyai orang yang sudah dikubur. (5) Malaikat Raqib - tugasnya: Mencatat amal baik
manusia semasa hidupnya. (6) Malaikat Atid - tugasnya: Mencatat amal buruk manusia. (7)
Malaikat Malik - tugasnya: Menjaga pintu neraka dan (8) Malaikat Ridwan - tugas: Menjaga
pintu surga.13

3. Iman Kepada Rasul


Para Rasul berkewajiban menyampaikan risalah dan wahyu yang diterimanya itu
kepada manusia karena itulah iman kepada para Rasul berarti mempercayai bahwa Allah
telah memilih di antara manusia menjadi utusan-utusan-Nya dengan tugas risalah kepada
manusia sebagai hamba-hamba Allah dengan wahyu yang diterimanya dari Allah SWT untuk
memimpin manusia ke jalan yang lurus dan untuk keselamatan dunia dan akhirat. 14 Aspek
keyakinan kepada Rasul dapat disimpulkan sebagai berikut: [1] Setiap mu’min wajib kepada
seluruh Rasul Allah (QS. al-Baaqarah 177;285). [2] Setiap umat sebelum nabi Muhammad
11
Razak, Dienul, 165.
12
Razak, Dienul, 176-177.
13
Adi Al-Makassari, “Sebutkan Nama-nama Malaikat Beserta Tugasnya?”,
https://umma.id/channel/answer/post/sebutkan-nama-nama-malaikat-beserta-tugasnya-491558, dikunjungi 01
Nopember 2021.
14
Razak, Dienul, 181.

6
pasti ada Rasulnya (QS. Yunus 47; QS. an-Nahl 63). [3] Nabi/Rasul terdiri dari manusia jenis
pria (QS. an-Nisa 63; QS. al-Anbiya 7). [4] Missi setiap Rasul adalah sama, yaitu
menyampaikan ajaran tauhid (QS. al-Anbiya 25; QS. an-Nahl 36; QS. asy-Syura 13). [5]
masing-masing Rasul mempunyai kelebihan-kelebihan tertentu (QS. al-Baqarah 253). [6]
Setiap Rasul menggunakan bahasa kaumnya (QS. Ibrahim 4). [7] Sifat wajib setiap rasul
adalah shiddiq (benar), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan ajaran) dan
fathonah (cerdas).15
Keistimewaan Muhammad SAW dalam Islam karena beliau adalah Pertama,
Nabi/Rasul terakhir. Tidak akan datang lagi Nabi dan Rasul sesudahnya. Kedua, beliau
adalah Nabi/Rasul internasional. Risalahnya universal ditujukan kepada seluruh manusia,
semua ras, bangsa dan bahasa, sampai ke ujung zaman. Ketiga, Muhammad SAW adalah
semulia-mulia Nabi dan Rasul daripada Nabi/Rasul-rasul terdahulu.16

4. Iman Kepada Kitab-kitab


Risalah Allah ialah wahyu-wahyu Allah kepada para rasul yang diutus kepada setiap
bangsa dan umat manusia sepanjang sejarah. Rasul-rasul yang menerima wahyu-wahyu itu
adalah manusia-manusia pilihan Allah di antara kelompok-kelompok manusia yang memiliki
ciri-ciri khas dan karakteristik dalam segi-segi rohaniah dan jasmaniah wahyu-wahyu yang
diterima oleh para Rasul itulah yang dinamai “Shuhuf” atau “Kitab”. Setiap Rasul yang
diutus Allah kepada manusia, dipersenjatai dengan Kitab. Kitab itulah yang menjadi
pedoman pemimpin baginya, dan Kitab itulah yang menjadi kamus atau undang-undang buat
manusia yang dipimpinnya. Maka wajib hukumnya beriman kepada kitab-kitab Allah,
menjadi salah satu dari rukun iman. Pengingkaran terhadap salah satu kitab Allah, sama
artinya pengingkaran terhadap seluruh kitab Allah. Mengingkari kitab Allah sama pula
artinya mengingkari kepada para Rasul, para Malaikat dan kepada Allah sendiri. Sebab itu
wajib beriman kepada kitab yang diturunkan kepada nabi Ibrahim, taurat yang diturunkan-
Nya kepada Nabi Musa, Zabur yang disampaikan kepada Nabi Daud, Injil yang diwahyukan
kepada Nabi Isa putra Maryam dan terakhir kitab Al-Quran yang dinuzulkan kepada Nabi
Muhammad SAW.17
Jumlah kitab-kitab itu tidak pernah disebut angkanya dalam Al-Qur’an, akan tetapi
nama kitab-kitab yang sampai kepada manusia terbatas. Hal tersebut hanya diketahui

15
Faridl, Pokok, 66.
16
Razak, Dienul, 194.
17
Razak, Dienul, 196-197.

7
sebagaimana yang tersebut dalam Al-Qur’an dan yang diberitakan oleh Nabi – yang diketahui
manusia adalah nama-nama yang disebut sebelumnya. Mengenai kitab agama lain, tidak
dapat dikatakan dengan tegas bahwa kitab-kitab itu adalah palsu seluruhnya, apakah di antara
ayat-ayatnya adalah firman Allah, Al-Qur’an sebagai standar untuk menilainya. Bila ada
persamaannya dengan ayat-ayat Al-Qur’an, maka dapat diduga bahwa ayat-ayat dari kitab-
kitab itu mungkin firman Allah.18

5. Iman Kepada Hari Akhirat (Qiamat)


Salah satu Rukun Iman yang berkaitan langsung dengan peristiwa kematian dan
kebangkitan adalah rukun Iman kepada hari akhirat (qiamat). Rukun Iman ini adalah hal yang
paling “berat” dari segala macam aqidah dan kepercayaan manusia. Sejak dari zaman purba,
manusia telah mempercakapkan dan mendiskusikannya sampai pada saat ini. Demikian
esensialnya hal ini, manakala meneliti ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi, maka
setiap ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits nabi mempersoalkan Iman dan Islam, pastilah
tekanannya kepada dua hal, yaitu iman kepada Allah dan iman kepada hari akhir.19
Bagi umat Muslim sendiri esensial dari Rukun Iman – Hari Kiamat ini sendiri
memiliki nama-namanya – tercatat ada 22 nama. Beberapa nama-nama hari kiamat yang
eksplisit berhubungan dengan topik tulisan ini adalah yaumul qiyamah (hari kebangkitan),
yaumul fasli, yaumul hisab, yaumul fathi, yaumul jam’i dan yaumul ba’tza (hari – keputusan,
perhitungan, pengadilan, pengumpulan dan kebangkitan). Mengenai kapan hal tersebut terjadi
hanya Allah SWT yang mengetahui (QS. Luqman 34; al-A’raf 187). Menurut beberapa hadits
Nabi, adapaun ciri-ciri hari kiamat adalah penjahat menjadi pemimpin orang yang baik,
kemewahan yang di luar batas, pertempuran besar anatara dua kelompok, banyak yang
mengaku adalah anabi yang mendapat wahyu, banyak bencana alam, fatwa-fatwa ulama
jahat, hilangnya ahli agama, banyak fitnah kepada umat Islam, para anak menganggap
orangtuanya sebagai bawahan, turunnya Isa as, turunnya Dajjal, turunnya Imam Mahdi,
matahari terbit dari Barat dan lain sebagainya. Sedangkan dalam Al-Qur’an digambarkan
alam yang rusak total, di mana bumu dan langit diganti (QS. Ibrahim 48; al-Qiyamah 6-25;
al-Mursalat 8-11; an-Naba’ 17-20; an-nazi’ah 6-14 dan 42-44, 99; 1 – 6; 70; 43.69:13-18 dan
56’1-3).20

18
Razak, Dienul, 197.
19
Razak, Dienul, 204.
20
Faridl, Pokok, 72.

8
6. Iman Kepada Qadha dan Qadar
Iman kepada qadha dan qadar adalah tiang iman yang keenam atau rukun iman
yang terakhir. Qadha dan qadar dalam pembicaraan sehari-hari selalu disebut dengan takdir.
Rukun iman yang terakhir ini kalau orang tidak hati-hati, tidak didasari dengan iman dan
ilmu yang benar dapat mengakibatkan seseorang tergelincir ke dalam aqidah dan cara hidup
yang fatal. Kekeliruan umum orang terhadap qadha dan qadar atau pada takdir ialah “Segala
nasib baik dan buruk seseorang atau muslim/kafirnya manusia, telah ditetapkan secara pasti
oleh Allah. Manusia adalah ibarat robot Allah. Maka segala kenyataan hidup haruslah
diterima apa adanya dengan sabar”. Oleh sebab itu untuk memahami qadha dan qadar perlu
studi Al-Qur’an yang mendalam.21

2.2.2. Rukun Islam


Di samping aqidah Rukun Iman, di dalam Islam juga dikenal Lima Rukun Islam,
yang dipercaya menolong/membantu manusia dalam memahami kematian dan keselamatan
Allah Swt., pada hari kiamat (siksaan api neraka), yaitu:
1. Percaya pada satu Tuhan, yakni bersaksi bahwa tidak ada tuhan, kecuali Tuhan dan
Muhammad adalah utusan Tuhan.
2. Menjalankan salat dengan benar.
3. Menyerahkan zakat.
4. Melaksanakan puasa Ramadhan,
5. Membayar seperlima dari barang rampasan.22
Sebagaimana dikutip Toshihiko Izutsu, Kelima Rukun Islam tersebut diriwayatkan
dalam hadits:
“(Utusan Tuhan bersabda): Aku diperintahkan untuk memenangi orang-orang
sehingga mereka mengaku “Tiada tuhan, kecuali Tuhan dan Muhammad adalah
Utusan Tuhan”, dan menjalankan shalat, dan menyerahkan zakat. Siapa saja yang
melaksanakan itu maka telah menyerahkan kepadaku darahnya dan harta
bendanya sehingga tidak boleh diganggu kecuali karena beberapa alasan
dibenarkan oleh Islam. Mengenai perhitungan terhadap manusia, Tuhan sendiri
dapat menanganinya”.23

Riwayat hadits tersebut menyaksikan kalimat syahadat (bersaksi tentang Keesaan


Tuhan dan tentang kenabian Muhammad) bagi umat Muslim yang bertujuan mengatur tata
cara kehidupan beragama yang telah disebutkan tidak lain adalah syarat formal dalam Islam.
21
Razak, Dienul, 214.
22
Toshihiko Izutsu, Konsep Kepercayaan dan Teologi Islam: Analisis Semantik Islam dan Iman, (Yogyakarta:
Tiara Wacana Yogya, 1994), 66.
23
Izutsu, Konsep, 66.

9
Hal yang sangat penting dan menarik di sini adalah bagaimana malaikat Jibril bertanya
kepada Muhammad tentang apakah agama (din) itu.24 Rasulullah memberikan defenisi
sebagai berikut:
1. Islam adalah kamu menyembah Tuhan dan tidak menyekutukan sesuatu pun
dengan-Nya, kamu melaksanakan shalat, membayar zakat dan melaksanakan
puasa Ramadhan.25
2. Kepercayaan iman adalah kamu percaya kepada Tuhan, Malaikat-Nya, Kitab-
kitab-Nya, pertemuan dengan Dia di akhirat, utusan-Nya dan hari kebangkitan.
3. Kesempurnaan ihsan, yakni menjadi Muslim yang sempurna ialah kamu
menyembah Tuhan selalu seakan-akan kamu melihat-Nya, apabila kamu tidak
melihat-Nya, maka Dia melihatmu.26

2.3. Kematian: Tiada yang Tahu kecuali Allah Swt.


Dalam Al-Qur’an – QS Lukman [31]: 34 disebutkan:
Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-
lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun
yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok [1187]. Dan tiada
seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Mengutip pendapat Wahabah Az-Zuhaili, dalam bukunya yang berjudul Fiqh Islam
wa Adillatuhu, Ayat di atas menjelaskan bahwa tidak ada seorang pun yang dapat
meramalkan kapan kematian akan terjadi pada dirinya, di negerinya sendiri atau di
negeri orang. Ini menandakan bahwa kematian bisa terjadi dimana saja dan kapan saja.
‘Aidh al-Qarni menafsirkan ayat tersebut bahwa hanya Allah Swt. yang mengetahui
kapan Hari Kiamat akan terjadi. Dia Pula yang menurunkan air dari awan, tidak ada
yang mampu mengerjakan semua itu selain Dia. Dia Maha Esa yang mengetahui apa
yang dikandung dalam rahim para ibu hamil. Dia mengetahui apa yang diperoleh setiap
individu, dan mengetahui apa yang dilakukan individu itu pada keesokan hari, padahal
individu tersebut tidak mengetahuinya.27
Ayat ini pun merupakan hujjah bagi orang yang suka menunda-nunda pekerjaan dan
selalu mengucapkan: “Aku akan bertaubat besok saja,” atau “Aku akan bertaubat besok lusa.”

24
Izutsu, Konsep, 66-67.
25
Izutsu, Konsep, 67. Hal yang berbeda namun sangat penting di sini adalah “dan ibadah haji ke Mekkah apabila
ada sarana untuk ke sana”.
26
Izutsu, Konsep, 67.
27
Ozi Setiadi, “Kematian Dalam Perspektif Al-Qur’an”, Al-Ashriyyah, Bogor, Vol. 4, No. 1 (Oktober 2017),
72.

10
Kemudian mengutip pendapat Sayyid Quthb dalam bukunya yang berjudul Tafsir Fi Zhilalil
Quran mengemukakan terkait ayat di atas bahwa menurutnya manusia sama sekali tidak
mengetahui tentang hakikat apa yang dia upayakan dan usahakan, sehingga ia meraih
hasilnya, baik berupa kebaikan ataupun keburukan, manfaat ataupun mudharat,
kemudahan ataupun kesulitan, sehat ataupun sakit dan ketaatan ataupun kemaksiatan. Jadi,
usaha yang dimaksudkan oleh Allah dalam ayat itu lebih umum dari sekedar meraih
keuntungan harta benda dan materi semata-mata ataupun sesuatu yang semakna
dengannya.28
Selanjutnya mengutip pendapat Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul Tafsir
Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Quran, menjelaskan dalam tafsir al-Misbah
bahwa masa depan seseorang, yakni besok, dan masa depan seseorang yang terjauh tidak
akan ada yang mengetahuinya secara rinci, apalagi hal-hal yang berada di luar diri kamu.
Ini menandakan bahwa memang tidak ada yang dapat mengetahui kapan kematian itu
akan terjadi mengingat kematian bukanlah sesuatu yang ada pada diri seseorang, melainkan
di luar dari dirinya. Artinya, kematian adalah hak perogatif yang dimiliki oleh Allah Swt.,
sehingga hanya Allah Swt. yang tahu kapan hamba-Nya akan mati. Meski kematian adalah
hak prerogatif Allah Swt. dan tidak ada satu makhlukpun yang dapat mengetahuinya,
tetapi Allah Swt. memberikan sebab-sebab kematian. Ini menandakan ke-Maha Besaran
Allah Swt.29

2.3. Proses Sakratul Maut


Salah satu dari Rukun Iman, yaitu iman kepada malaikat Allah Swt. Menurut
keterangan Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abiddunya; ketika umur manusia yang
dikaruniakan Allah kepada manusia itu habis, di saat itulah akan datang seorang tamu yang
mulia Malakul Maut (‘Izrail as) namanya, mendatangi di sampingnya dan bermaksud
mencabut nyawa seseorang. Bukan main rasa sakit dan beratnya sakratuul maut itu. Tak ada
seorang pun di dunia yang bisa mengatasi rasa sakit tersebut apabila nyawa seseorang itu
sudah sampai tenggorokan (kerongkongan). Bagi orang mukmin akan dicabut nyawanya
pelan-pelan dan secara halus oleh malaikat Izrail as. Namun, meski dengan cara pelan dan
halus, tetapi tetap menyakitkan. Terlebih jikalau yang dicabut nyawanya adalah orang kafir

28
Setiadi, “Kematian”, 73.
29
Setiadi, “Kematian”, 73.

11
dan durhaka. Sudah barang tentu dengan cara kasar, dan keras sekali. Sehingga dirasakannya
sakitnya keluarnya ruh (nyawa) itu seperti sakitnya tiga ratus (300) kali pukulan pedang.30
2.4. Barzakh: Tahanan di Alam Kubur (Barzakh) Sebagai Bentuk Pra-Pengadilan
Menurut Al-Qur’an dan Hadits, tahanan di alam kubur (barzakh) itu adalah hak,
yakni benar-benar ada dan terjadi. Sebagai bukti dan kenyataan bahwa orang-orang yang
telah mati ditanam dan dikuburkan. Orang-orang mati sudah berada di alam kubur (barzakh)
disebut sebagai tahanan karena mereka “berdiam” di alam kubur sebagai kelanjutan hidup
setiap manusia (calon terdakwa dalam sidang Mahkamah di padang Mahsyar Hari Kiamat),
setelah mengalami hidup pada dua tahap, yaitu pada masa di kandungan sebelum dilahirkan
dan pada masa hidup di dunia yang fana. Mereka yang berada di alam barzakh adalah calon
terdakwa dalam sidang Mahkamah di padang Mahsyar itu diputusi untuk menjalani hukuman
siksa di Neraka atau dibebaskan dan selamat untuk menerima pahala di Surga itu nanti,
ditentukan dari keadaan hidupnya di atas dunia yang sebentar, sementara dan fana ini. Sebab
kehidupan dunialah yang sebentar, sementara dan fana ini. Sebab kehidupan dunialah sebagai
ladangnya akhirat. Di dunialah untuk menentukan apakah manusia itu iman atau kultur,
apakah manusia itu saleh atau durhaka, apakah manusia itu melakukan kemaksiatan atau
bertaqwa kepada Allah, dan sebagainya, hingga manusia itu menemui ajalnya (mati).31
Semua manusia pasti akan maerasakan kematian, dan di hari kiamat nanti semua
pahala akan disempurnakan. Sehingga siapa yang dapat dijauhkan dari Neraka dan
dimasukkan ke dalam Surga, maka dialah orang yang beruntung. Kehidupan di alam dunia
yang fana ini hanyalah kesenangan yang memperdayakan. Ini telah diingatkan dalam QS. Ali
Imran [3]: 185;
““Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat
sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan
ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain
hanyalah kesenangan yang memperdayakan”. (QS Al ‘Imran [3]: 185)”.32

Setelah manusia mati; ruhnya akan berpisah dari tubuhnya, kemudian menjadi
kakulah dan tak berdaya lagi. Apabila ia adalah seorang mu’min atau mu’minat – muslim
atau muslimat, maka segeralah kaum kerabat, sanak famili dan keluarga serta handai tolan
muslimin dan muslimat berdatangan (berta’ziah) dengan maksud memberikan penghormatan
yang terakhir, karena akan dibawa pergi ke suatu alam yang lebih luas, yaitu di alam barzakh.
Setelah ia dimandikan, dikafani (dibungkus), dan dishalati, lalu diiring menuju pekuburan.

30
M. Ali Chasan Umar, Mahkamah di Padang Mahsyar, (Semarang: Toha Putra, 1979), 18.
31
Umar, Mahkamah, 16-17.
32
Umar, Mahkamah, 17.

12
Sesudah itu dimasukkanlah mayat itu ke liang kubur yang cukup hanya sesosok tubuh saja,
kemudian ditimbun dengan tanah. Selanjutnya dibacakan tahlil dan didoakan serta ada yang
ditalkinkan (bagi kebanyakan penguburan jenazah). Setelah selesai para pengantar sama
pulang meninggalkannya, maka sendirilah ia dalam kubur dalam keadaan seorang diri yang
diliputi dengan kegelapan, kedukaan, kecemasan, ketakutan dan kesedihan (dalam konteks
mayat tersebut dimukai Allah). Di alam kubur itu lalu roh dikembalikan dalam tubuhnya,
dan dihidupkan kembali untuk menghadapi hal ihwal kubur, gelapnya kubur, ular-ularnya,
siksa kubur, maupun berbagai pertanyaan dalam kubur.33
Dalam riwayat Abu Dawud, diriwayatkan: “Keduanya (Munkar dan Nankir)
bertanya kepadanya: Siapa Tuhanmu dan apa agamamu dan siapa laki-laki yang dibangkitkan
dan diutus di tenga-tengah kamu? (Maksudnya: Nabi Muhammad Saw). Orang muslim akan
menjawab: Tuhanku ialah Allah, agamaku ialah Islam dan orang yang dibangkitkan di
tengah-tengah kami ialah Rasulullah. Sedangkan orang kafir pada ketiga pertanyaan itu hanya
dapat menjawab: Tidak tahu”. Selanjutnya tidak jauh berbeda, riwayat Dailami
meriwayatkan; ketika orang kafir memberi jawaban “tidak tahu”, lalu kedua malaikat tersebut
(Munkan dan Nankir) memukul orang kafir tersebut dengan kedua tiang, suatu pukulan
sehingga berkobarlah api menyala dalam kuburnya dan disempitkan kuburnya, hingga ia
terhimpit berpatahan tulang-belulangnya.34
Pada prinsipnya tahanan di alam kubur merupakan barometer untuk menentukan
selamat atau celakanya dalam persidangan Mahkamah di padang Mahsyar. Kalau dalam
tahanan di alam kubur itu selamat, kelak dalam Mahkamah akan selamat juga, dan jika dalam
tahanan di alam kubur sudh tersiksa seperti dipukuli dengan palu dari besi atau dihimpit liang
kuburnya sampai porak poranda tulang rusknya, maka kelak dalam persidangan Mahkamah
Allah di padang Mahsyar nanti akan menemui kecelakaan dan kebinasaan total.35

2.5. Esensi Kematian Dalam Al-Qur’an


Mati menurut Al-Qur’an adalah terpisahnya ruh dari jasad, sedangkan hidup
yakni bertemunya ruh dengan jasad. Setiap manusia mengalami saat berpisahnya ruh dari
jasadnya apabila ajal tiba menjemputnya. Islam memberikan gambaran positif tentang
kematian. Kehidupan dan kematian merupakan tanda-tanda kebesaran Allah Swt. Kehidupan
dan kematian adalah sebagai ujian bagi manusia, agar ia dapat mengambil pelajaran
berharga dari keduanya dan meneruskan perjalanan hidup di dunia ini dengan baik berbekal
33
Umar, Mahkamah, 18-19.
34
Umar, Mahkamah, 20.
35
Umar, Mahkamah, 21.

13
amal-amal shalihnya yang diridhai oleh Allah Swt. Adapun tujuan hidup manusia di
dunia ini semata-mata hanya untuk mengabdikan dirinya kepada Allah serta menyembah-
Nya. Hidup dan kematian manusia bukanlah tanpa makna dan manfaatnya, tetapi yang
paling utama adalah untuk lulus dari ujian-ujian Tuhan sehingga menggapai predikat
manusia bertaqwa dan yang diridhai Allah SWT untuk masuk ke dalam syurga-Nya.
Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Mulk ayat 2; Artinya: “Yang
menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih
baik amalnya.” (Q.S Al-Mulk[67]:2.36
Ruh memiliki empat tempat. Dalam kandungan ibu, dalam kehidupan dunia,
dalam alam barzakh atau alam kubur dan pada hari bangkit (yaumul baats). Semuanya
memiliki perbedaan, namun hubungan ruh dan jasad pada hari akhirlah yang abadi dan paling
tinggi. Hal ini dapat dilihat dari penjelasan berikut: (1) Dalam kandungan ibu, jasad tidak
hidup tetapi berkembang. (2) Dalam kehidupan dunia. (3) Dalam alam barzakh, di sini ruh
bergabung dengan jasad untuk menerima pertanyaan kubur dan secara masing-masing (ruh
dan jasad) merasakan siksa atau bahagia. (4). Terkahir, yaitu dalam surga atau neraka. Di
surga jiwa tidak diwajibkan melakukan tugas-tugas, termasuk tugas ibadah dan tidak
meninggalkan sisa berupa kotoran saat makan dan minum.37
Al-Qur’an biasa dikonfrontasikan sebagai pasangan yang saling melengkapi.
Bahkan dalam al-Qur’an, jumlah kata al-mawt dan yang seakar dengannya sebanyak jumlah
kata al-hayah dan yang seakar dengannya, yakni seratus empat puluh lima (145) kali.
Penyebutan kata mati dan hidup dari sekian banyak kodrat dan kuasa agaknya disebabkan
karena kedua hal ini merupakan bukti yang paling jelas tentang kuasa-Nya dalam konteks
manusia. Hidup tidak dapat diwujudkan oleh selain-Nya dan mati tidak dapat ditampik oleh
siapa pun. Keduanya tidak dapat dilakukan. Secara sederhana, Al-Qur’an turut
mengemukakan pengertian yang hampir sama tanpa terdapat perubahan maksud. Al-Qur’an
menunjukkan bahwa setiap makhluk yang bernyawa (ruh) pasti mati, bahkan alam dunia pun
akan diakhiri dengan mati (kiamat). Oleh karena itu, kematian adalah suatu kepastian, dan
tiada satu pun yang dapat melarikan diri daripadanya; dan bahkan mati yang akan
mendatanginya. Di sini Al-Qur’an justru menyifatkan mati sebagai sunnah Allah Swt., yang
umum bagi segala kejadian.38

36
Miskahuddin, “Kematian Dalam Perspektif Psikologi Qur’ani”, Al-Mu’ashirah, Banda Aceh, Vol 16 No. 1
(Januari 2019), 82.
37
Setiadi, “Kematian”, 75-76.
38
Umar Latif, “Konsep Mati Dan Hidup Dalam Islam: Pemahaman Berdasarkan Konsep Eskatologis”, Al-
Bayan, Banda Aceh: Vol. 22 No. 34, (Juli-Desember 2016), 32.

14
Tegasnya kematian adalah berpisahnya ruh (nyawa) dengan tubuh (jasad) untuk
sementara waktu yang telah ditentukan, jadi mati itu adalah ketika ruh meninggalkan tubuh
dan ke luar dari dalamnya yang telah dicabut oleh malaikat Izrail (pencabut nyawa). Adapun
terpisahnya ruh dengan tubuh itu bukanlah untuk selama-lamanya, akan tetapi perpisahan itu
hanyalah dalam waktu sementara saja. Sebab setelah manusia itu mati kemudian dimandikan,
dikafani, dishalati dan dikuburkan, maka ruh yang telah berpisah dengan tubuh tersebut nanti
akan kembali lagi memasuki tubuhnya. Di dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa setelah manusia
itu mati dan dikuburkan maka ia akan dihidupkan kembali sebagaimana firman Allah SWT
Surat Al-Baqarah ayat 28 dan 56, juga Qs. Al-Hajj:7.39
Mati menjadi titik pemisah di antara dua perkara, yakni masa, keadaan dan
kehidupan dunia menuju kepada masa, keadaan dan kehidupan akhirat yang abadi. la
bertindak sebagai pintu ke alam akhirat (hayah al-akhirah).Ini memberikan implikasi bahwa
sekiranya kematian tidak berlaku sudah tentu persoalan-persoalan yang berkaitan dengan
alam akhirat tidak akan berlaku. Dengan berlakunya kematian, keadilan di alam akhirat yang
abadi mulai dilaksanakan dan kiamat (al-qiymah) bagi setiap manusia pun telah dimulai.
Dengan demikian, bahwa mati dianggap sebagai perpindahan dari suatu kejadian dalam
bentuk hidup kepada suatu kejadian yang lain berdasarkan keterangan Allah dalam QS. Al-
Waaqi’ah (56):61 “untuk menggantikan kamu dengan orang-orang yang seperti kamu (dalam
dunia) dan menciptakan kamu kelak (di akhirat) dalam keadaan yang tidak kamu ketahui”.40
Rasulullah sendiri pernah mengatakan bahwa sesungguhnya dunia itu merupakan
belenggu (penjara) bagi orang yang beriman. Kalau analoginya dunia adalah bermakna
kehidupan jasad seseorang dan keimanan adalah ruh yang besemayam di dalamnya, maka
Artinya bahwa terlepasnya kehidupan di dunia ini merupakan kata kunci untuk menyibak
hakikat dari kematian itu sendiri. Jika demikian maka sesungguhnya kehidupan adalah
hakikat dari kematian itu sendiri. Karena kematian itu sesungguhnya adalah proses untuk
menuju suatu kehidupan yang lebih hakiki, yaitu kehidupan akhirat yang kekal abadi.
Persoalan kematian sebenarnya adalah persoalan materi dan bukan pada persoalan ruh.
Karena ruh itu yang membuat suatu materi itu menjadi hidup. Tanpa ruh segala hal yang
berupa materi adalah mati. Sebagaimana Abdul karim mengutip pendapat Syekh Siti Jenar
menyatakan bahwa “dunia ini adalah alam kematian”. Dunia adalah alam kubur dan raga
adalah sebuah terali besi yang menahan jiwa berada di dunia dan merasakan kesusahan hidup
di dunia, seperti rasa haus, lapar, dan sedih. Hidup sesungguhnya hanyalah sebuah persiapan
39
Abdul Karim, “Makna Kematian Dalam Perspektif Tasawuf”, Esoterik, Kudus-Jawa Tengah: Vol. 1 No. 1,
(Juni 2015), 26-27.
40
Latif, “Konsep”, 33.

15
untuk memasuki kehidupan yang sebenarnya. dan jika tidak siap, maka jiwa akan
terperangkap ke dalam alam kematian kembali yang bersifat mayit atau bangkai. Hidup yang
sebenarnya adalah hidup tanpa raga, karena raga telah banyak menimbulkan kesesatan. Raga
adalah kerangkeng bagi diri atau jiwa yang menyebabkan manusia hidup dalam banyak
penderitaan.41
Ruh manusia diklasifikasi kepada dua hal, antara yang “baik” dan yang “jahat”,maka
para malaikat yang ditugaskan untuk mengambil ruh tersebut juga dikatakan terdiri dari dua
kategori, yaitu malaikat rahmat dan malaikat azab. Adapun Malaikat rahmat ditugaskan
mengambil ruh orang-orang yang baik dan taat (ahl al-ta’ah), sementara malaikat azab juga
mengambil ruh orang-orang yang jahat dan ingkar (ahl al-ma’siyah). Untuk memperjelas hal
ini secara umum, Latif mengutip pendapat Ali ibn Abi Thalib mengklasifikasikan manusia di
dunia ini kepada dua golongan;
1. Orang yang bersenang-senang dan terdiri dari orang-orang kafir.
2. Orang yang melepaskan diri dari beban orang-orang mukmin, yang dengan
kematiannya itu dapat melepaskan diri dari dunia dan ujian-ujiannya.42
Berdasarkan klasifikasi di atas, sekiranya dibiarkan manusia tanpa kematian,
tentulah mereka akan senantiasa berupaya mengarahkan kepada setiap perbuatan yang
mengadung dosa dan maksiat. Karena itu, mati bermaksud untuk menjadi peringatan (wa’id)
bagi manusia. Berdasarkan uraian di atas, maka ketentuan mati dan hidup merupakan
persoalan yang berhubungan dengan hikmah Allah SWT dalam konteks yang begitu dinamis
dan praktis sebagai bentuk pertanggungjawaban:
1) Allah menciptakan mati dan hidup bermaksud untuk menguji,
membedakan dan menentukan manusia berdasarkan amalan dan perbuatan
mereka terhadap perintah dan larangan yang Allah Swt., kemukakan untuk
diberikan pembalasan.
2) Menghindari dunia ini yang tampak sempit lantaran dipenuhi oleh
keturunan manusia yang banyak.
3) Sebagai peringatan (wa’id) kepada semua makhluk, khususnya manusia
dan jin supaya dengan demikian, mereka senantiasa menjaga diri dalam
setiap perbuatannya.43

41
Karim, “Makna”, 43-44.
42
Latif, “Konsep”, 34.
43
Latif, “Konsep”, 34.

16
Adapun alasan Allah merahasiakan tentang kematian dan kehidupan lantaran
disebabkan sebagai berikut:
1. Sekiranya manusia mengetahui datangnya kematiannya atau adanya
kehidupan, maka dimungkinkan bahwa manusia gagal dalam tugasnya sebelum
ajalnya tiba. Untuk itu, adalah suatu rahmat dan perbuatannya menjadi faktor
penggerak dalam kehidupan.
2. Kejahilan itu sebagai sesuatu yang berbentuk pendidikan kerana sekiranya
diketahui tiba waktunya ajal, sudah tentu manusia tidak menjadi sombong.
Keadaan ini tidak mendatangkan kesempurnaan dari segi aspek spiritual dan
tingkat kemuliaan sebagai langkah untuk mengatasi kehinaan seorang hamba
atau manusia.44
Satu makna kematian yang diajarkan oleh orang-orang suci sepanjang sejarah
dan bersumber dari Rasulullah Saw., yaitu kematian sebagai proses penyucian. Manusia
berasal dari Allah dalam keadaan suci, kemudian kembali kepada-Nya seharusnya dalam
keadaan suci pula. Jika semua itu masih saja belum terhapuskan dosa-dosa kita,
pembersihan yang terakhir adalah ampunan Allah Swt., dan kasih sayang-Nya. Marilah
kita pahami kematian sebagai penyucian supaya kita tidak usah takut mati. Kematian
merupakan sesuatu yang pasti terjadi bagi setiap individu. Tidak ada seorangpun yang dapat
menghindar dan lari dari kematia. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S An-Nissa:78
yang Artinya: “Ingatlah, mau tidak mau kematian akan menjemput Anda. Anda tidak
mungkin lari darinya. Di mana pun anda berada, kematian akan menjemput”. Anda jangan
pernah bisa membayangkan bisa menghindarinya sekalipun banteng dan baja mengelilingi
anda.” (Q.S An-Nisaa [4]:78).45

2.6. Eskatologis Dalam Kematian


Al-Qur’an dengan jelas dan pasti telah memiliki informasi, jawaban yang benar
dengan memberikan kodifikasi dalam sketsa adanya alam barzakh, hari kebangkitan, dan
kehidupan neraka dan syurga. Investasi ketiga alam ini diyakini al-Qur’an sebagai
sesuatu yang pasti, dengan pertimbangan, bahwa fase ketiga alam ini akan dilalui
berdasarkan periode kedua alam sebelumnya, yakni kematian dan kehidupan. Ketiga – mati,
bangkit dan hidup di surga atau neraka dapat dilihat dari ayat-ayat berikut ini:

44
Latif, “Konsep”, 34.
45
Miskahuddin, “Kematian”, 89.

17
“Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam, supaya
diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka, Barangsiapa yang
mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan
barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat
(balasan)nya pula”. (QS Al Zalzalah [99]: 6-8).46
“Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: "Bilakah terjadinya?" Katakanlah:
‘Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak
seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat
berat (huru haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan
datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba’. Mereka bertanya kepadamu seakan-akan
kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang
bari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (QS.
Al-A’raaf [7]: 187).47
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang
tiada putus-putusnya”. (QS At Tiin [95]: 4-6).48

Dalam tahapan kehidupan manusia, konsep kematian merupakan perihal yang diberi
nilai kepada sesuatu yang signifikan. Perhatian pada konsep ini dan merupakan bagian yang
sama berhubungan secara langsung dengan eksistensi manusia pada periode-periode
berikutnya, adalah kaitannya dengan konsep penciptaan. Dalam kerangka penciptaan,
posisi Tuhan adalah pengendali secara mutlak. Penciptaan hanya menandai awal kekuasaan
Tuhan terhadap segala sesuatu yang diciptakan. Semua urusan manusia, sampai yang terkecil
dan tak berarti sekalipun semuanya dalam pengawasan ketat Allah. Dan, yang paling penting
mengenai hal ini adalah bahwa Tuhan, menurut Al-Qur’an adalah Tuhan yang Maha Adil,
yang tidak pernah berbuat dhalim (zulm) terhadap siapapun (termanifestasi dalam asma’ al-
husna). Tentu saja persoalan ini telah memberikan simulasi awal, bahwa Tuhan sendiri, pada
hakikatnya, bersifat etis, maka relasi Tuhan dan manusia tentu juga harus bersifat etik.
Dengan kata lain, Tuhan bertindak terhadap manusia dengan cara etik, yaitu sebagai Tuhan
Keadilan dan Kebaikan, demikian pula manusia diharapkan merespon tindakan Ilahiah ini

46
Latif, “Konsep”, 35. Ay. 6 “pekerjaan mereka”, maksdunya ada di antara mereka yang putih mukanya dan
ada pula yang hitam dan sebagainya. Keterangan ayat 7; Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika turun
surat Al Insaan ayat 8 kaum Muslimin menganggap bahwa orang yang bershadaqah sedikit tidak akan
memperoleh pahala dan menganggap pula bahwa orang yang berbuat dosa kecil seperti berbohong, mengumpat,
mencuri penglihatan dan sebangsanya tidak tercela serta menganggap bahwa ancaman api nereka dari Allah
disediakan bagi orang yang berbuat dosa besar. Maka turunlah ayat ini (S.99:7,8) sebagai bantahan terhadap
anggapan mereka itu, (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Sa'id bin Jubair.)
47
Latif, “Konsep”, 35. Dapat juga dilihat dalam Al-Zumarayat 68-69; Al-Namlayat 87.
48
Latif, “Konsep”, 35. Dapat juga dilihat dalam Al-Hadidayat 12-15; Al-A’rafayat 44-45. Keterangan ayat 5;
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa firman Allah S.95:5 mengandung arti ke tingkat pikun (seperti bayi
lagi). Oleh karena itu Rasulullah saw. ditanya tentang (kedudukan) orang yang telah pikun itu. Maka Allah
menurunkan ayat selanjutnya (S.95:6) yang menegaskan bahwa mereka yang beriman dan beramal shalih
sebelum pikun akan mendapat pahala yang tidak putus-putusnya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari al-'ufi
yang bersumber dari Ibnu Abbas).

18
juga dengan cara yang etis. Dikarenakan Tuhan adalah sang Pencipta, maka tuntutan kepada
manusia hanya bersyukur dan atau beriman. Sekiranya tuntutan itu diterima oleh manusia
dengan baik, tentu balasan yang setimpal di kemudian hari akan ia terima. Demikian pula,
sekiranya tuntutan itu ia tolak, maka balasan Tuhan pun akan ia terima di kemudian hari.
Pada dataran di mana manusia cenderung menolak tuntutan Tuhan di sini, Allah merupakan
Tuhan yang keras, yang akan membalas di hari Pengadilan, yang balasannya sangat pedih
(shadid al-iqab), Tuhan yang membalas dendam (dhu intiqam), yang kemarahan-Nya
(ghadhab) akan melemparkan siapa saja ke dalam kebinasaan; “Makanlah di antara rezki
yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas padanya, yang
menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. Dan barangsiapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku,
maka sesungguhnya binasalah ia”. (QS. Thaahaa [20]: 81).49
Pokok persoalan eskatologis dalam kematian adalah adanya Hari Pengadilan sebagai
sebuah lembaga hukum yang akan dimintai keterangan hukum (pertanggungjawaban). Oleh
karena itu, pasca kematian merupakan rantai kehidupan selanjutnya yang bertujuan untuk
dimintai tanggungjawab – “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu,
siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun” (QS Al-Mulk [67]: 2).50 Tegasnya, Barzakh adalah periode antara kematian
seseorang dan Hari Penghakiman. Disebut juga dengan “Pemisahan”, tempat di mana waktu
tidak memiliki arti. Rasulullah membuat gambaran yang jelas tentang penderitaan orang yang
meninggal yang dibawa ke kuburan. “Ketika peti mati telah siap dan orang-orang
mengangkatnya ke atas bahu mereka, jika tubuhnya adalah milik orang yang berbudi luhur,
ia mendesak, 'Bawa aku ke depan, bawa aku ke depan.' Tetapi jika itu adalah tubuh orang
yang melakukan kejahatan, itu berkata, 'Kutukan! Kemana kau membawaku? 'Jeritannya
didengar oleh semua orang kecuali manusia, dan jika mereka bisa mendengarnya, mereka
akan melakukannya lemah”.51 Selain itu, Barâzîkhul - imân diartikan sebagai pembatas antara
“keraguan” dan “keyakinan”. Barzakh juga berarti alam yang dilalui manusia setelah
kehidupan di dunia menjelang akhirat kelak', yaitu alam kubur sebelum manusia akan
dihimpun kelak di hari berbangkit. Orang yang telah meninggal dikatakan berada di alam
barzakh karena ia terhalang untuk kembali ke dunia dan belum sampai pada alam akhirat. 52
Setelah orang mati dikuburkan, jenazah bahkan bisa mendengar langkah kaki para pelayat
49
Latif, “Konsep”, 35.
50
Latif, “Konsep”, 36.
51
Diane Morgan, Essential Islam: A Comprehensive Guide To Belief and Practice, (California-USA: ABC-
CLIO, 2010), 52.
52
Muhammad Iqbal, “Barzakh”, dalam Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata; A-J, peny. Quraish Shihab
(Jakarta: Lentera Hati, 2007), 136.

19
yang pergi. Di kuburan, orang-orang baik akan mengalami cakrawala yang luas, bau manis,
dan kering, kehangatan yang nyaman, tetapi kejahatan akan terasa sesak, dingin, dan bau.
Setiap orang akan bertemu malaikat Izrail, malaikat maut, yang bertanggung jawab untuk
mengambil jiwa dari tubuh. Orang yang berbudi luhur akan dengan lembut jiwa mereka
disingkirkan; yang berdosa akan dicabut dengan kejam. Jiwa orang-orang yang telah
meninggal melayang-layang di sekitar tubuh untuk sementara waktu dan tampaknya dapat
melihat segala sesuatu yang terjadi; namun, ia tidak dapat berkomunikasi dengan yang
hidup. Beberapa saat sebelum saat kebangkitan yang sebenarnya, dan ketika tubuh masih di
dalam kuburan, dua malaikat bernama Munkar dan Nakir akan mempertanyakan jiwa tentang
aktivitas, iman, dan nabi.53

III. Refleksi Teologis: Relasi Hakekat Ajaran Islam Dan Kematian


Dalam tahapan kehidupan manusia, konsep kematian merupakan perihal yang diberi
nilai kepada sesuatu yang signifikan. Perhatian pada konsep ini dan merupakan bagian yang
sama berhubungan secara langsung dengan eksistensi manusia pada periode-periode
berikutnya, adalah kaitannya dengan konsep penciptaan. Dalam kerangka penciptaan,
posisi Tuhan adalah pengendali secara mutlak. Penciptaan hanya menandai awal kekuasaan
Tuhan terhadap segala sesuatu yang diciptakan. Semua urusan manusia, sampai yang terkecil
dan tak berarti sekalipun semuanya dalam pengawasan ketat Allah. Dan, yang paling penting
mengenai hal ini adalah bahwa Tuhan, menurut Al-Qur’an adalah Tuhan yang Maha Adil,
yang tidak pernah berbuat dhalim (zulm) terhadap siapapun (termanifestasi dalam asma’ al-
husna). Tentu saja persoalan ini telah memberikan simulasi awal, bahwa Tuhan sendiri, pada
hakikatnya, bersifat etis, maka relasi Tuhan dan manusia tentu juga harus bersifat etik.
Dengan kata lain, Tuhan bertindak terhadap manusia dengan cara etik, yaitu sebagai Tuhan
Keadilan dan Kebaikan, demikian pula manusia diharapkan merespon tindakan Ilahiah ini
juga dengan cara yang etis. Dikarenakan Tuhan adalah sang Pencipta, maka tuntutan kepada
manusia hanya bersyukur dan atau beriman. Sekiranya tuntutan itu diterima oleh
manusia dengan baik, tentu balasan yang setimpal di kemudian hari akan ia terima. Demikian
pula, sekiranya tuntutan itu ia tolak, maka balasan Tuhan pun akan ia terima di kemudian
hari. Pada dataran di mana manusia cenderung menolak tuntutan Tuhan--di sini, Allah
merupakan Tuhan yang keras, yang akan membalas di hari Pengadilan, yang balasannya

53
Morgan, Essential, hlm. 52-53.

20
sangat pedih (shadid al-iqab), Tuhan yang membalas dendam (dhu intiqam), yang
kemarahan-Nya (ghadhab) akan melemparkan siapa saja ke dalam kebinasaan.54
Iman seseorang akan rusak jika tidak percaya kepada hari akhir. Seluruh rukun iman
adalah satu kesatuan yang  tidak boleh diyakini secara parsial. Khusus iman kepada hari
akhir, itu tidak sekadar mengetahui bahwa dunia ini akan sampai kepada kehancuran. Akan
tetapi lebih daripada itu, beriman kepada keberadaan pengadilan Allah berikut sanksi-
sanksinya yang diberikan. Pasalnya, setelah bumi ini dihancurkan, Allah akan memeriksa
semua amalan manusia selama hidup di dunia. Pada waktu itulah manusia ditentukan
golongan-golongan yang disesuaikan dengan amal ibadahnya. Jadi, masa depan setiap
manusia ditentukan setelah hari akhir, apakah dia mendapat tempat yang baik atau
sebaliknya, mendapat tempat yang buruk di akhirat nanti. Jadi, baik dan buruk akan diterima
sebagai balasan seluruh kerjanya selama masa hidup yang ditentukan oleh mahkamah Allah.
Fungsi iman kepada hari akhir, agar manusia mawas diri. Ia juga harus memanfaatkan
kehidupan di dunia semaksimal mungkin guna mengumpulkan bekal. Iman kepada hari akhir
akan membuat manusia berhati-hati dalam bertingkah laku. Ia akan takut kepada Allah SWT
karena yakin perbuatannya pasti akan dimintai pertanggungjawaban kelak. "Kalau tidak
percaya hari akhir, nanti terlena dengan kehidupan dunia. Iman kepada hari akhir juga erat
kaitannya dengan takwa. Iman kepada hari kebangkitan akan menggerakkan manusia
bersungguh-sungguh menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Itu esensi
takwa. Hari akhir adalah peristiwa yang dahsyat. Manusia saat itu hanya mementingkan
dirinya sendiri. Mereka tak peduli lagi dengan urusan keluarga terdekatnya. Tidak ada yang 
bisa menyelamatkan manusia pada hari itu selain rahmat dan kasih sayang Allah. Allah SWT
berfirman dalam QS. Luqman (31): 33, “Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan
takutlah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan
seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikit pun. Sesungguhnya janji Allah
adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan
(pula) penipu (setan) memperdayakan kamu dalam (menaati) Allah”. Makna iman – taqwa di
sini pada hari akhir agar manusia memiliki pedoman hidup dan kepastian akan hari kiamat
akan terjadi (QS. Al-Baqarah [2]:4).55

IV. Kesimpulan
54
Latif, “Konsep”, 35.
55
Hafidz Muftisany (ed), “Hari Kebangkitan Itu Ada”, dalam https://republika.co.id/amp/npgroe5, dikunjungi
01 Desember 2021.

21
Makna hakiki kematian dalam Islam adalah mutlak kuasa Allah Swt. Tak ada satu
makhluk pun bisa terhindar dari kematian, kecuali Allah Swt., berkehendak. Kematian
menjadi peristiwa yang pasti terjadi bagi setiap makhluk yang bernyawa. Makna kematian
dalam Islam adalah terpisahnya ruh dari (tubuh). Rukun Iman dan Rukun Islam adalah
prinsip dasar dan perbuatan yang harus diamalkan umat Muslim agar mereka selamat dari
siksaan neraka, sebab kematian bukanlah akhir dari segalanya. Bagi umat Muslim
mempercayai, malaikat Munkar-Nankir akan mempertanyakan prinsip iman dan amal
perbuatan mereka nantinya di alam barzakh. Apa yang terjadi di alam barzakh menjadi tolak
ukur dalam pengadilan di padang Mahsyar. Prinsipnya; kematian di dalam Islam, kematian
bukanlah akhir dari kehidupan melainkan tahapan dari kehidupan berikutnya dalam
memasuki pintu akhirat untuk melanjutkan proses kehidupan selanjutnya, yaitu surga.
Oleh karena kematian pasti akan terjadi, maka kematian dalam Islam mempunyai
kehancruan fisik (tubuh), berpisahnya ruh dari tubuh, perpindahan dari satu alam ke alam
lainnya, penyucian bagi orang-orang yang bertaqwa kepada Allah Swt., dan siksaan bagi
orang-orang kafir serta orang-orang yang tidak bertaqwa/dilaknat oleh Allah Swt. Pemisahan
antara orang yang bertaqwa dan orang kafir berlangsung melalui Pengadilan Allah Swt., yang
merupakan Pengadil yang sejati. Maka dari itu dapat dikatakan tidak ada kehidupan yang
indah dan yang kekal bila tidak selamat di akhirat. Bahkan dalam Al-Qur’an, tema kematian
dinilai sebagai proses selanjutnya dalam menuju kehidupan yang abadi setelah kematian.
Pada hari Penghakiman, semua orang akan berbaris di belakang orang yang mereka
ikuti. Muslim, tentu saja, akan mendukung Muhammad. Penyembah matahari akan berbaris
di belakang matahari, dan penyembah bulan di belakang bulan. Orang yang sangat jahat akan
segera dikirim ke Neraka. Selebihnya, setelah Penghakiman selesai, akan melintasi jembatan
yang disebut Sirat. Yang paling bajik akan meluncur dengan ringan di atas jembatan
langsung ke surga; sisanya akan menyusul. Saat mereka berjalan, jembatan menjadi setipis
silet dan bergerigi. Orang-orang jahat jatuh ke dalam nyala api neraka; sisanya berhasil
mencapai surga. Betapa pun menakutkannya Hari Akhir, bagaimana pun, masih ada harapan:
jangan pernah putus asa akan rahmat Allah yang menenangkan, kecuali mereka yang tidak
beriman (QS. 12:87). “Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan
menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu
langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum.
Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan” (QS.
Al A’raaf [7] : 40).
Daftar Pustaka

22
Faridl, Miftah, Pokok-pokok Ajaran Islam, Bandung: PUSTAKA, 1982.
Iqbal, Muhammad “Barzakh”, dalam Quraish Shihab (peny.), Ensiklopedia Al-Qur’an:
Kajian Kosakata; A-J, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), 136.
Izutsu, Toshihiko, Konsep Kepercayaan dan Teologi Islam: Analisis Semantik Islam dan
Iman, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1994.
Jabbar, M. Dhuha Abdul/N. Burhanudin, Ensiklopedia Makna Al-Qur’an: Syarah Alfaazhul
Qur’an, Bandung: Fitrah Rabbani, 2012.
Kridalaksana, Harimurti (peny.), Kamus Besar Bahasa Indonesia: Edisi Keempat, Jakarta:
Gramedia, 2008.
Latif, Umar, “Konsep Mati Dan Hidup Dalam Islam: Pemahaman Berdasarkan Konsep
Eskatologis”, Al-Bayan 22 (2016): 32-36.
Matin, Firoozeh Papan, “Death”, dalam Juan E. Campo, peny., Encyclopedia of World
Religions: Encyclopedia of Islam, (New York: Facts On File, 1950), 185-186.
Miskahuddin, “Kematian Dalam Perspektif Psikologi Qur’ani”, Al-Mu’ashirah 16, (2019):
82, 89.
Morgan, Diane, Essential Islam: A Comprehensive Guide To Belief and Practice, California-
USA: ABC-CLIO, 2010.
Nurzanah, dkk., Studi Islam-1: Akidah dan Akhlak, Medan: UMSU Press, 2018.
Razak, Nasruddin, Dienul Islam, Bandung: Alma’arif, 1973.
Setiadi, Ozi, “Kematian Dalam Perspektif Al-Qur’an”, Al-Ashriyyah 4 (2017): 72-73, 75-76.
Umar, M. Ali Chasan, Mahkamah di Padang Mahsyar, Semarang: Toha Putra, 1979.

Adi Al-Makassari, “Sebutkan Nama-nama Malaikat Beserta Tugasnya?”,


https://umma.id/channel/answer/post/sebutkan-nama-nama-malaikat-beserta-tugasnya-
491558, dikunjungi 01 Nopember 2021.
Hafidz Muftisany (ed), “Hari Kebangkitan Itu Ada”, dalam
https://republika.co.id/amp/npgroe5, dikunjungi 01 Desember 2021.

23

Anda mungkin juga menyukai