Anda di halaman 1dari 13

Makalah Fiqih

Mengurus Jenazah
Dosen Pengampu : Rosanita Dewi Harahap M.Pd

Disusun Oleh :
Reena Pooja Hasyimi (12140323793)
Rendi Eko Putra (12140314938)
1E KOM

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU 2021
PEKANBARU
KATA PENGANTAR

Assalamuallaikum wr.wb

Puji syukur kehadirat allah swt yang senantiasa melimpahkan rahmat dan
karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul kajian model
penelitian sejarah yang di bimbing oleh ibu dosen Rosanita dewi harahap,M.Pd.

Makalah yang di tulis penulis ini berbicara tentang, penulis menuliskannya


dengan mengambil dari beberapa sumber baik dari buku maupun internet dan membuat
gagasan dari beberapa sumber yang ada.

Penulis berterima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu penulis
dalam penyelesaian makalah ini, hingga tersusun makalah yang sampai di hadapan
pembaca saat ini. Penulis juga menyadari bahwa makalah yang penulis tulis ini masih
banyak kekurangan. Karna itu sangat di harapkan bagi pembaca untuk menyampaikan
saran atau kritik yang membangun demi tercapainya makalah yang lebih baik.

Wassalamuallaikum wr.wb

Pekanbaru, oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI

COVER ..................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .............................................................................................. 1
DAFTAR ISI ............................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 3
A. Latar Belakang ................................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 3
C. Tujuan ................................................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 4


2.1 Dalil Tentang Kematian ..................................................................................... 4
2.2 Tata Cara Mengurus Jenazah ............................................................................. 7

BAB III PENUTUP ..................................................................................................11


3.1 Kesimpulan .........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kematian merupakan hal yang pasti pada setiap makhluk yang bernyawa
termasuk manusia. Menurut WHO (World Healt Organization) kematian
merupakan hilangnya tanda kehidupan secara permanen. Menurut Undang-Undang
RI No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pasal 117 yang berisi “Seseorang
dinyatakan mati apabila fungsi sistem jantung-sirkulasi dan sistem pernafasan
terbukti telah berhenti secara permanen, atau apabila kematian batang otak telah
dapat dibuktikan.”

Dalam Al-Qur’an Surat Ali ‘Imran(3) ayat 185 terdapat kutipan yang berarti :
Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Sebagai makhluk hidup, tidak akan
mengetahui kapan dan dimana kematian akan tiba. Tetapi ketika kematian datang
bagi seorang muslim, tentu saja ada kewajiban bagi yang masih hidup. Kewajiban
tersebut yaitu mengurus jenazah dari memandikan, mengkafani, mensholatkan dan
menguburkannya.

B. Rumusan Masalah
1. Sebutkan Dalil Tentang Kematian
2. Bagaimana Tata Cara Mengurus Jenazah

C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Dalil-Dalil Tentang Kematian
2. Untuk Mengetahui Tata Cara Mengurus Jenazah
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Dalil Tentang Kematian

Sebelum menggali petunjuk al-Qur-an tentang kematian, dan untuk


memahami makna kematian yang Allah telah tetapkan bagi makhluk-Nya,
diperlukan pemahaman tentang arti kematian menurut kebahasaan dalam
pandangan ulama.

Kehidupan dan kematian bertentangan seperti pertentangan cahaya dan


kegelapan, dingin dan panas. Karena itu kamus-kamus bahasa Arab mendefiniskan
salah satu dari keduanya dengan lawan kata bagi yang lain. Pengertian al-maut
atau mawatan atau muwat menurut bahasa Arab, berasal dari kata ‫مات ي موت موت ا‬
yang berarti lawan kata dari hayat (hidup). Sedangkan menurut al-Azharī dari al-
Lathī; bahwa al-maut merupakan makhluk Allah swt. Sibawih mengelompokkan
al-maut ke dalam fi‟il mu‟tal yang aslinya adalah ‫ وِ م ت‬menurut‫تيمُعَْ ََ تومَ وِِ ممو ت‬
wazan .

Aḥmad Idrīs Ibn Zakariyyā mengartikan kata al-maut secara bahasa


sebagai “Hilangnya kekuatan dari sesuatu, dan hilang itu berarti mati; lawan
katanya adalah hidup (ḥayy). Ia mendasari pengertian ini kepada kandungan
makna sebuah hadis: “Siapa yang memakan (buah) dari kayu yang tidak baik ini,
jangan dekati masjid kami. Jika dipaksa juga memakannya, maka kekuatannya
hendaknya dimatikan (dihilangkan).”

Al-Jurjānī memberikan pengertian al-maut dalam ta‟rīfāt-nya dengan:


memaksa dan memalingkan hawa nafsu dari semua keinginannya, maka
barangsiapa yang mematikan hawa nafsunya maka sungguh ia telah hidup dengan
petunjuk Allah swt. Lebih lanjut al-maut dibagi menjadi 4 macam, sebagai berikut:
a. Al-maut al-abyaḍ; adalah lapar, karena lapar menerangi batin dan
memutikan wajah hati, barangsiapa mati perutnya maka hidup
kecerdasannya.

b. Al-maut al-aḥmar; adalah memalingkan keinginan nafsu.

c. Al-maut al-aḥḍar; adalah berpakaian dengan baju tambalan yang tak


berharga, karena hidupnya penuh dengan sifat qana‟ah (merasa cukup
dengan apa yang dikaruniakan swt).

d. Al-maut al-aswad; sabar menghadapi perlakuan mahluk, dan lebur ke


dalam kekuasaan Allah swt karena menyaksikan siksaan darinya, dan
melihat leburnya af‟āl dalam af‟āl Kekasihnya Allah swt.

Berbeda dari Muḥammad Ismā‟il Ibrāhīm, ia mengartikan kata al-maut


sebagai “terpisahnya kehidupan dari sesuatu, lalu menjadi mati. Bumi dapat
dikatakan mati jika sunyi dari kehidupan, sehingga ia menjadi vakum. Sementara
al-Asfahanī membagi arti mati secara bahasa menjadi lima bagian, yakni:

a) hilangnya kekuatan hidup pada makhluk (QS. al-Rūm [30]: 19, QS. Qāf
[50]: 11)

b) hilangnya kekuatan rasa (haissiyah), seperti ucapan Mariam ketika akan


melahirkan Nabi „Isā as: “Celakalah diriku, lebih baik aku mati sebelum
ini” (QS. Maryam [19]: 23)

c) hilangnya kekuatan akal (bodoh), seperti QS. al-An‟ām [6]: 122)

d) munculnya ketakutan yang menggerogoti hidup seperti bahaya


kematian, tetapi belum datang juga (QS. Ibrāhīm [14]: 17)

e) tidur dalam (QS. al-Zumar[39]: 42).

Secara istilah, al-Qur-an tidak mendefinisikan kata maut dalam arti


kematian secara biologis. Dari sudut ini kematian manusia tidak ada perbedaannya
dengan kematian makhluk lain. Jadi kata maut, sebagaimana dikemukakan oleh
al-Asfahanī, dikhususkan kepada manusia, karena dikaitkan dengan kehidupan
yang abadi di akhirat kelak. Menurutnya, kematian merupakan akhir dari
kehidupan di dunia dan merupakan tanda menuju kebahagiaan yang abadi. Mati
berarti perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain, sehingga merupakan
awal kehidupan yang baru bagi manusia. Manusia dalam kehidupannya di dunia
dan dalam kematiannya mirip dengan telur dan anak ayam. Kesempurnaan wujud
anak ayam meninggalkan tempatnya selama di dalam telur. Demikian juga
manusia, kesempurnaan hidupnya hanya dapat dicapai melalui perpindahannya
dari tempat ia hidup di dunia menuju kehidupan yang abadi di akhirat, maka
terlebih dahulu ia akan menempuh kematian. Sedangkan pandangan Ibn Kathīr,
kematian menurutnya adalah segala sesuatu yang ada di bumi itu binasa dan zat
yang kekal hanyalah Allah yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.

Sesungguhnya makna kematian menurut ayat-ayat al-Qur‟an dan Hadits


adalah berpisahnya ruh dengan jasad untuk sementara waktu yang telah ditentukan
oleh Allah swt atau juga perubahan keadaan, bahwa ketika jiwa terpisah dari raga,
maka ia akan menerima pahala dan siksa, dan bahwa terpisahnya nyawa dari badan
berarti hilangnya kekuatan dan daya nyawa atas badan.

Manusia menganggap kematian adalah sesuatu yang menakutkan. Namun,


keadaan sebenarnya mengenai kehidupan di alam barzakh hanya diketahui oleh
Allah sendiri. Kemudian Allah memberikan gambaran melalui nas al-Qur‟an dan
nabi menjabarkan kembali perkara yang masih kurang jelas dari ayat-ayat
alQur‟an yang menjadi hadis nabi. Manusia mulai diingatkan agar mempersiapkan
diri untuk menempuhnya dengan jalan memperbanyak amalan kebajikan dan
menjauhi kemungkaran agar terjamin keselamatannya kelak.
2.2 Tata Cara Mengurus Jenazah

1. Hal-hal yang harus dilakukan setelah seseorang meninggal.

Apabila menjumpai seseorang yang telah menghembuskan nafasnya yang


terakhir, maka diharuskan untuk melakukan hal-hal seperti berikut:

- Segera memejamkan mata sang mayat dan mendoakannya

- Menutup seluruh badan sang mayat dengan pakaian selain yang


dikenakannya.

- Menyegerakan pengurusan jenazah hingga proses pemakamannya bila telah


nyata kematiannya.

2. Memandikan mayat

Apabila seorang meninggal dunia, maka wajib bagi sekelompok muslim


untuk segera memandikannya. Dalam memandikan mayat, hendaknya
menjaga hal-hal sebagai berikut:

- Memandikan tiga kali lebih sesuai dengan yang dibutuhkan

- Hendaklah memandikan dengan hitungan ganjil (3 kali, 5 kali, 7 kali, dan


seterusnya)

- Hendaklah air yang digunakan untuk memandikan dicampurkan dengan


sabun atau sejenisnya

- Pada akhir memandikannya hendaknya mencampuri airnya dengan parfum,


kapur barus, atau sejenisnya

- Menguraikan rambutnya

- Memulai memandikannya dari sebelah kanan, dan anggota badan yang


dibasuh ketika berwudhu
- Hendaklah yang memandikan mayat laki-laki adalah orang laki-laki, dan
yang yang memandikan mayat perempuan adalah orang-orang perempuan

- Cara memandikannya dengan menggunakan kain pembersih atau


semisalnya. Lalu digosok-gosokkan di bawah kain penutup, setelah
pakaiannya dilepaskan. Dianjurkan untuk memotong kukunya jenazah,
mencukur bulu ketiak dan kemaluan, menyisir rambut jenazah. Lalu
menyekanya dengan handuk.

3. Mengkafani Jenazah

Setelah usai memandikan jenazah, maka diwajibkan mengkafaninya.


Kafan yang digunakan utuk membungkus jenazah hendaklah mencukupi
untuk menutup seluruh tubuhnya. Mengkafani jenazah dilakukan dengan cara:
dianjurkan mengkafani dengan 3 helai kain kafan yang berwarna putih bagi
jenazah laki-laki, dan 5 helai kain kafan untuk jenazah perempuan. Kain kafan
tersebut dibubuhi wewangian kemudian membalut jenazah dengan kain kafan
tersebut.

Pada lapis yang pertama dibubuhi wewangian khusus, kemudian letakkan


jenazah diatas kafan tersebut dalam posisi terlentang. Lalu letakkan kapas
yang telah dibubuhi wewangian pada selakangan jenazah. Hendaklah
menyediakan kain yang telah dibubuhi kapas untuk menutupi aurat jenazah
dengan melilitkannya (seperti popok) kemudian hendaklah membubuhi
wewangian pada lekuk wajah jenazah. Kemudian lembaran pertama dilipat
dari sebelah kanan terlebih dahulu, menyusul lembaran kedua dan ketiga
seperti halnya lembaran yang pertama. Kemudian menambatkan tali-tali
pengikatnya yang berjumlah tujuh utas tali. Lalu gulung lebihan kain kafan
pada ujung kepala dan kakinya agar tidak lepas ikatannya, kemudian lipat kea
rah kaki dan arah kepala
Jenazah wanita dikafani dengan lima helai kain yaitu kain sarung untuk
menutupi bagian bawahnya, kerudung untuk menutupi bagian kepalanya, baju
kurung (yang terbuka sisi kanan dan kirinya) serta dua helai kain yang
digunakan untuk menutupi sekujur tubuhnya.

4. Menyolatkan Jenazah

Mensholatkan jenazah orang Islam adalah fardhu kifayah. Mensholatkan


jenazah dengan cara sebagai berikut:

- Imam hendaklah berdiri setentang dengan kepala jenazah, apabila


jenazahnya laki-laki, dan berdiri tepat pada bagian tengah jenazah
apabila jenazahnya perempuan

- Kemudian imam takbir empat kali. Setelah takbir pertama, membaca


taawudz, kemudian surat al-fatihah

- Pada takbir kedua, membaca sholawat nabi sebagaimana yang biasa


dibaca dalam tashyahud

- Kemudian setelah takbir ketiga, membaca doa. Setelah takbir keempat


juga membaca doa lalu mengucapkan sekali salam kekanan. Pada setiap
takbir mengangkat kedua tangan.

5. Penguburan Jenazah

Menguburkan jenazah dengan cara memasukkan jenazah ke liang lahat


dari arah kaki kuburan, lalu diturunkan kedalam liang kubur secara perlahan,
jika tidak memungkinkan boleh menurunkan dari arah kiblat. Dalam
meletakkan jenazah kedalam liang kubur, hendaknya membaringkan jenazah
dengan posisi lambung kanan dibawah dan wajahnya menghadap kea rah
kiblat. Sementara kepala dan kedua kainya bertumpu pada sisi kanan dan
menghadap kiblat.
Dimustahabkan (disukai) bagi orang yang mengantar jenazah ke
pemakaman untuk melemparkan tiga kali genggaman tanah dengan kedua
tangannya usai penutupan liang lahatnya. Hal-hal yang disunahkan sesudah
pemakaman jenazah adalah seperti berikut:

Pertama: meninggikan kuburan sekadar sejengkal dari permukaan tanah


dan tidak diratakan dengan tanah, agar dikenali makamnya dan tidak
ditelantarkan.

Kedua: hendaknya gundukan tanah lebihan dibentuk seperti punuk.

Ketiga: hendaknya member tanda pada makam dengan batu atau


sejenisnya agar diketahui bagi keluarganya.

Keempat: hendaklah salah seorag berdiri di samping kuburan jenazah


untuk memohonkan kemantapan dalam menjawab setiap Tanya dalam
kubur dan ampunan bagi jenazah, seraya menyuruh kepada yang hadir
untuk melakukan hal yang sama.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kematian adalah Berpisahnya roh dari tubuh dan dikeluarkannya jiwa dari
badan dan kemudian dipalingkan dari alam indra dan dihadapkan kepada Allah
SWT, dalam keadaan yang tidak tentu waktu, sedangkan tubuh dalam kesehatan
yang sempurna dan anggota tubuh dalam keadaan yang sempurna, roh
meninggalkan tubuh tanpa sebab apapun, kecuali kehendak Allah telah lebih
dahulu menetapkan suatu ketetapan yang pasti berlaku yaitu kematian orang yang
di diami oleh roh itu.

Didunia ini Manusia melakukan penyucian diri dengan dirinya sendiri. Diri
Manusia artinya Tubuh dan Ruh Manusia sekaligus yang mendapat siksa tidak
hanya Ruh, tapi juga Tubuh Manusia. Ketika Manusia berbuat dosa yang dicemari
bukan Ruh saja, tetapi juga Jasadnya. Dan kematian adalah kewajaran dalam hidup
dan kesadaran akan kematian mampu menelurkan Individu-individu yang matang
secara Spiritual dan jangan menjadikan kematian sosok yang asing tetapi manusia
harus menggaulinya, merenunginya, dan menjadikannya sebagai bagian dari hidup
manusia, karena manusia semua pasti mati, setiap yang berjiwa, kata Allah Swt,
pasti mengalami kematian entah kapan dan dengan cara seperti apa.

Tata cara dalam mengurus jenazah perlu diperhatikan seperti apa dan
bagaimana prosedur yang harus dilakukan, mengingat jenazah tersebut akan
dikubur dan ruhnya akan bertemu dengan Rabbnya, maka sebisa mungkin kondisi
dari jenazah tersebut harus dalam keadaan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Muhdlor, Ahmad Zudhi. Kamus al-Ashri: Arab-Indonesia, Yogyakarta: Yayasan Ali


Maksum, 1996.
Qaṭṭān, Mannā Khalīl. Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an, diterj Mudzakir, AS.Cet. V, Jakarta
PT. Pustaka Litera Antar Nusa, 2000.
Sa‛id bin Muḥammad Dāib Ḥawwā. al-Mustakhlaṣ fī Tazkiyat al-Anfūs, Jakarta:
Robbani Press, 1999.
Shihab, M. Quraish. Menjemput Maut Bekal Perjalanan menuju Allah SWT,
Tanggerang: Lentera Hati, 2005.
Tuntunan Lengkap Mengurus Jenazah, M. Nashiruddin Al-Albani, Gema Insani,
Jakarta, 1999.
Buku P3KMI terbitan IAIN Surakarta 2012

gus-aam.blogspot.com/2012/.../makna-kematian-menurut-sains-filosof/

Anda mungkin juga menyukai