Anda di halaman 1dari 11

II.

FIQH

PELAKSANAAN JENAZAH
A. Sebelum dan Sesudah Kematian
Kehidupan dan kematian bagi makhluk-Nya yang bernyawa merupakan suatu
keniscayaann. Setiap yang bernyawa, pasti akan mati, termasuk manusia. Namun, tidak sedikit
manusia yang tidak sadar bahwa hidup di dunia ini hanya sesaat, akhirnya akan mengalami
kemantian. Setiap kehidupan pasti diakhiri dengan kematian. Manusia tidak pernah tahu tentang
umurnya, kecuali Allah Swt.
Dalam al-Qur’an, istilah yang berhubungan dengan kematian antara lain; wafat dan maut.
Maut dalam bahasa artinya mati atau terpisahnya ruh dari jasad atau badan. Ruh dalam bahasa
artinya jirm atau dzat yang tidak bisa dilihat atau diraba. Sedangkan ruh atau jirm ini adalah
makhluk yang kekal tapi ada yang mengkekalkanya yaitu Allah yang Maha Kekal. Ruh adalah
makhluk ghaib, makanya disaat keluarnya ruh dari jasad tidak ada seorangpun yang
mengetahuinya. Ruh bukan benda atau materi, makanya ia tidak terkena hukum kehancuran. Jika
seseorang mati, jasadnya hancur dimakan tanah di pekuburan, tapi ruhnya tidak mati, ia
berpindah dari satu alam ke alam yang baru, dari alam dunia ke alam akhirat, ke alam ghaib yang
disebut alam Barzakh“Dan di hadapan mereka (ahli kubur) ada Barzakh sampai hari mereka
dibangkitkan” (QS. al-Mukminun ayat:100). Dzat yang ghaib seperti ruh tempatnya di alam yang
ghaib pula.
Menurut pendapat ahli tafsir, makna alam barzakh ialah suatu tempat di antara dunia dan
akhirat sebelum manusia dikumpulkan di Padang Mahsyar setelah hari kebangkitan atau boleh
juga dikatakan alam barzakh adalah dinding pembatas antara waktu setelah kematian seseorang
sehingga waktu dibangkitkannya. Jadi siapa yang mati bermakna dia telah memasuki alam
Barzakh atau alam kubur.
Maut bukan akhir dari kehidupan. Maut adalah adalah awal kehidupan yang baru. Jadi
maut bukan kesudahan, kehancuran atau kemusnahan. Maut adalah suatu peralihan dari suatu
dunia ke dunia lainnya. Jadi, kematian tidak bisa dihindari dari seseorang. Tetapi harus dihadapi.
Yang ditakutkan manusia bukan menghadapi kematian, tapi apa yang akan dihadapi setelah
kematian itu datang. Oleh karena itu orang yang semasa hidupnya banyak menabur dan
menanam kebaikan, maka kematian baginya adalah sebuah pintu yang membawanya masuk
kedalam kehidupan baru yang jauh lebih baik dan lebih indah dari kehidupan di dunia. Itulah
yang diyakini orang yang beriman dan sering berbuat baik, baginya kematian itu akan
mengantarkan mereka ke taman surga Firdaus yang mengalir di bawahnya sungai sungai,
sehingga kematian bagi mereka tidak terasa. Maka hadapilah kematian dengan iman, dan
lakukanlah kebaikan sebelum kematian itu tiba.
1. Cara Menghadapi Orang Sedang Sakaratul-Maut
Tentu sebelum datang kematian, manusia pasti mengalami sakaratul maut, artinya saat
terpisahnya jasad dengan ruh. Apabila keadaan si sakit sudah berakhir dan memasuki pintu
maut, yakni saat-saat meninggalkan dunia yaitu ihtidhar (detik-detik kematian), maka
disunahkan bagi keluarganya melakukan beberapa hal:
a. Orang yang sakit diletakkan dalam posisi berbaring di atas rusuk kanan menghadap kiblat,
seperti membaringkan mayat di liang lahad. Jika tidak mampu maka diletakkan dalam
posisi berbaring di atas rusuk kiri. Jika tidak mampu juga maka dibentangkan di atas
punggungnya, kedua telapak kakinya ke arah kiblat, dan kepalanya diangkat sedikit agar
wajahnya menghadap ke arah kiblat, seperti posisi mayat yang dimandikan.Keadaan ini
bukan sesuatu yang wajib, melainkan dianjurkan saja. Bila keadaan orang yang sakaratul
maut dalam keadaan berbaring di atas punggung, maka keadaan demikian dibiarkan.

16
b. Mengajarinya atau menuntunnya untuk mengucapkan kalimat “laa ilaaha illallah” dengan
suara tenang, tidak dipaksa dan bisa didengar orang yang sakit. Tujuannya adalah
mengingatkan si sakit kepada Allah. Dari Abu Sa’id al-Khudzri RA: sesungguhnya
Rasulullah SAW bersabda: “Ajarilah orang yang hampir mati di antara kalian dengan
kalimat “laa illaaha illallah” (HR Muslim).
c. Dianjurkan agar dibacakan Surat Yasin kepada orang yang sedang sakarat. Berdasarkan
hadits dari Ma’qal bin Yasar RA., ia barkata: sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:
“Bacakanlah kepada orang yang hampir mati di antara kamu (yakni surat Yasin) (HR Abu
Dawud, Ibnu Majah, dengan sanad-sanad majhul tapi tidak didhaifkan oleh Abu Dawud)
d. Disukai bagi yang sedang sakaratul maut untuk berprasangka baik kepada Allah. Yaitu
berharap rahmat Allah, selalu mengingat kemurahan dan luas pengampunan-Nya. Dari
Jabir bin Abdullah RA., bahwa ia mendengar tiga hari sebelum meninggal Rasulullah
SAW, beliau bersabda tiga hari sebelum wafat beliau: “Jangan sekali-kali salah seorang
di antara kamu meninggal dunia melainkan dalam keadaan dia berbaik sangka kepada
Allah Ta’ala.” (HR Muslim)
2. Terhadap orang yang baru meninggal dunia
a. Disunahkan menutup kedua matanya. Dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah SAW
mendatangi rumah Abu Salamah (pada hari wafatnya), dan beliau mendapatkan kedua
mata Abu Salamah terbuka lalu beliau menutupnya. Beliau bersabda: “Sesungguhnya
tatkala ruh dicabut, maka pandangan mata akan mengikutinya’ (HR Muslim)
b. Mengikat kepala mayit secara vertikal dari arah dagu dengan kain yang dilingkarkan di
atas kepala. Hal ini bertujuan agar mulut mayat tertutup dan tidak bisa dimasuki udara.
c. Hendaknya tangan mayit diposisikan seperti orang yang shalat.
d. Melemaskan sendi sendi tangan dan kaki mayat dengan cara menekuk persendian tersebut
berulang kali. Tindakan ini bertujuan agar jasad mayat tidak kaku sehingga sulit
dimandikan.
e. Melepaskan pakaian mayat yang dikenakan ketika meninggal, sebab pakaian tersebut bisa
mempercepat proses pembusukan.
f. Menutup jasadnya dengan kain tipis. Kedua ujung kain dilipat ke bawah kepala dan kaki
agar tidak tersingkap ketika tertiup angin. Dari Aisyah RA., ia berkata: “Bahwasannya
ketika Rasulullah SAW meninggal dunia ditutupi dengan kain hibaroh (yakni kain bergaris
hitam putih yang terbuat dari katun).” (HR. Bukhari-Muslim)
g. Menaruh sesuatu yang agak berat di atas perut mayit agar perutnya tidak membesar.
Diriwayatkan bahwa pembantu Anas RA wafat, lalu beliau bekata: “Letakkanlah besi di
atas perutnya agar perutnya tidak membesar (HR al-Baihaqi)
h. Menghadapkan mayit kearah kiblat dengan tata cara seperti di atas
i. Memperbanyak do’a-do’a yang berisi permohonan ampunan dan rahmat untuknya,
j. Bagi ahli warisnya diharuskan menyegerakan membayar hutang-hutannya atau sangkut
paut yang berurusan dengan keuangan terhadap manusia, begitu pula melaksanakan
wasiatnya jika terdapat wasiat. Dari Abu Hurairah, ia berkata: sesungguhnya Rasulullah
SAW bersabda: “Diri orang mukmin itu tergantung (tidak sampai ke hadhirat Allah)
karena hutangnya, hingga dibayar (HR at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dengan isnad shahih)
3. Mempersiapkan Mayat
Hukum mempersiapkan mayat fardhu kifayah terbagi atas 4 bagian:
 Memandikan mayat
 Mengkafankan mayat
 Menyolatkan mayat
 Memakamkan mayat
a. Memandikan Mayat
Paling minimal memandikan mayit adalah dengan menghilangkan najis yang ada
pada tubuhnya, kemudian meratakan air keseluruh tubuh, mulai dari rambut sampai pada

17
bagian-bagian yang sulit dimasuki air. Hal ini dilakukan oleh yang memandikan mayat
tanpa niat. Adapun tata cara memandikan yang paling sempurna adalah sebagai berikut:
1) Niat memandikan; tidak ditemukan dalil yang kuat tentang adanya niat khusus untuk
memandikan jenazah. Memandikan jenazah merupakan perkara fardhu khifayah
(wajib), namun niat seseorang yang terdapat dalam hatinya sudah memadai sebagai
niat untuk memandikan jenazah. Bila ingin, boleh juga dibaca:

2) Mayit diletakkan di tempat yang tinggi seperti dipan atau balai agar tidak terkena
percikan air atau basuhan yang telah mengalir dari tubuhnya dengan posisi tidur
terlentang seraya menghadap kiblat, tengkuk diangkat sedikit agar air dapat mengalir
3) Dimandikan di tempat yang tertutup dan tidak boleh ada yang masuk kecuali yang
memandikan dan pembantunya dan caranya agar tubuh mayat ditutup atau dilapisi
dengan kain tipis agar auratnya atau sesuatu yang buruk dalam tubuhnya tidak
terlihat.Sesuai dengan hadits dari Aisyah RA., ia berkata: Ketika para sahabat ingin
memandikan jenazah Rasulullah SAW, mereka berbeda pendapat. Mereka berkata:
“Kami tidak tahu apakah kami membuka pakaiannya sebagaimana kami membuka
pakaian saudara kami yang meninggal?”. Ketika mereka sedang berselisih pendapat,
Allah telah menidurkan mereka sampai sampai dagu mereka tertunduk ke dada.
Kemudian berkata seseorang dari sebelah rumah dan mereka tidak mengetahui siapa
dia, dia berkata: Mandikanlah Nabi dengan berpakaian. (HR Bukhari Muslim)
4) Apabila ketika memandikan melihat sesuatu yang bagus pada diri mayat, maka boleh
untuk dibicarakan. Namun sebaliknya apabila melihat sesuatu yang buruk pada diri
mayit, maka tidak boleh dibicarakan, sebab hal itu termasuk ghibah .
5) Pada waktu memandikan diusahakan bagi yang memandikan dan pembantunya
sedapat mungkin tidak melihat pada aurat mayat. Sebagimana tidak boleh melihat
aurat orang hidup maka bagi yang sudah mati lebih mulia untuk tidak dilihatnya
6) Dimandikan dengan air bersih dan dingin dicampur dengan bidara
7) Perut mayit ditekan dengan tangan kiri agar kotoran yang ada di dalam perutnya
keluar, atau dengan cara didudukkan. Kemudian menuangkan air dan membersihkan
kotoran. Hal ini dilakukan agar kotoran tidak keluar lagi setelah dimandikan.
8) Mayat direbahkan telentang kembali untuk dibersihkan aurat depan dan belakangnya,
dan daerah sekitarnya dengan tangan kiri yang telah terbungkus kain
9) Kemudian mengambil kain berikutnya untuk membersihkan gigi dengan jari telunjuk
dan membersihkan lubang hidungnya dari kotoran.
10) Mayat diwudhukan sebagaimana orang yang masih hidup dengan melaksanakan
rukun dan sunah wudhu. Dan yang perlu diperhatikan adalah ketika berkumur atau
saat memasukkan air ke hidung, jangan sampai air masuk ke dalam yaitu dengan cara
kepala mayit hendaknya agak diangkat.
11) Membasuh kepala, jenggot mayat juga dibasuh dan disisir perlahan-lahan. Jika ada
rambut yang rontok sunnat diambil dan nanti diletakkan di dalam kain kafan.
12) Kemudian membasuh anggota badan depan mayat yang sebelah kanan mulai dari
leher sampai ujung kakinya. Kemudian dilanjutkan pada bagian yang sebelah kiri.
13) Mayit dimiringkan ke kiri untuk dibasuh bagian belakang mulai dari tengkuk sampai
ujung kaki. Kemudian dimiringkan ke kanan untuk dibasuh bagian yang sebelahnya.
Semua basuhan di atas disunnatkan memakai air bidara atau sejenisnya
14) Basuhan kedua memakai air murni (tanpa campuran) sebagai pembilas (pembersih).
Pembasuhan ini dilakukan dari kepala sampai ke kaki sebanyak tiga kali

18
15) Basuhan ketiga memakai air yang sudah dicampur sedikit kapur barus yang sekira
tidak sampai merubah keadaan air, begitu pula pembasuhan ini dilakukan tiga kali.
Sesuai dengan hadist dari Ummu ‘Athiyyah RA “Nabi menemui kami sedangkan
kami kala itu tengah memandikan putrinya (Zainab), lalu beliau bersabda:
Mandikanlah dia tiga kali, lima kali, atau lebih dari itu. Jika kalian memandang perlu,
maka pergunakan air dan daun bidara. Dan buatlah di akhir mandinya itu tumbuhan
kafur atau sedikit darinya. Dan jika kalian sudah selesai memandikannya, beritahu
aku. Setelah selesai memandikan kami pun memberitahu beliau. Maka beliau
melemparkan kain kepada kami seraya bersabda: pakaikanlah ini sebagai penutup
tubuhnya. Ia berkata: Beliau bersabda: mulailah dengan anggota tubuhnya yang kanan
serta anggota-anggota wudhunya.” (HR. Bukhari Muslim)
16) Dilunakkan sendi-sendinya agar mudah disiapkan dalam pengafanan.
17) Lalu dikeringkan tubuhnya dengan handuk dengan seksama sampai tidak ada lagi air
di tubuhnya yang bisa membasahi kafannya.
Orang yang Memandikan Mayat
1) Jika mayat itu laki-laki maka harus dimandikan oleh orang laki-laki dan yang lebih
utama memandikannya adalah keluarganya. Jika tidak ada keluarganya atau tidak
mampu memandikannya maka dimandikan oleh orang lain yang biasa memandikan
mayat. Jika tidak ada orang laki-laki maka yang boleh memandikan mayat laki-laki
adalah istrinya dan setelah itu mahram-mahramya yang perempuan.
2) Sebaliknya jika mayat itu perempuan maka yang memandikannya harus perempuan
dan yang lebih utama memandikannya adalah keluarganya. Jika tidak ada
keluarganya atau tidak mampu memandikannya maka dimandikan oleh orang
perempuan lain yang biasa memandikan mayat. Jika tidak ada orang perempuan maka
yang memandikannya adalah suaminya dan setelah itu mahram-mahramya yang laki
laki.
3) Jika tidak ada laki laki yang memandikan mayat laki laki atau tidak ada perempuan
yang memandikan mayat perempuan, maka mayat dikafankan tanpa dimandikan
hanya cukup ditayamumkan, hal ini demi kehormatan mayat agar tidak dilihat
auratnya karena haram seorang laki laki melihat atau menyentuh aurat perempuan
yang bukan mahramnya dan begitu pula sebaliknya.
b. Mengafankan Mayat
1) Mengafankan mayat hukumnya fardhu kifayah bagi mayat. Sesuai dengan hadist dari
Ibnu Khuzaimah RA., ia berkata: Ada seorang yang Ihram (melakukan haji) bersama
Nabi SAW, lalu ia jatuh tersungkur dari unta hingga wafat. Beliau bersabda:
“Mandikanlah dia dengan air dan gunakanlah daun bidara, dan kafankan dia dengan
dua lembar kainnya (kain ihramnya), jangan kalian berikan dia wangi-wangian,
jangan tutup kepalanya, karena dia akan dibangkitkan pada hari kiamat nanti dengan
bertalbiyah yaitu mengucapkan ”Labbaikallahumma Labaik.” (HR Bukhari Muslim)
2) Minimal mengafani mayit cukup dengan menutup auratnya dengan selembar kain.
Diriwayatkan bahwa Mush’ab bin Umair mati shahid dalam perang Uhud, sedangkan
ia hanya meninggalkan sehalai kain. Jika digunakan untuk menutup mukanya maka
kakinya akan nampak. Jika digunakan untuk menutup kakinya maka mukanya akan
nampak. Rasulullah SAW bersabda: “Tutupkanlah kain itu pada bagian yang dekat
kepalanya dan letakkanlah pada kedua kakinya idzkhir” (HR Bukhari Muslim).
Idzkhir adalah sejenis tanaman yang meiliki aroma seperti mawar.
3) Sedangkan bentuk maksimal mengafani mayat laki-laki adalah dengan menggunakan
tiga helai kain, setiap helai kain bisa menutup seluruh tubuhnya tanpa baju atau
kupian atau sorban (tutup kepala). Dari Aisyah RA., ia berkata: “Rasulullah SAW
dikafani dengan menggunakan tiga lapis kain yamani yang berwarna putih tanpa
qamis (baju) dan surban.”(HR Bukhari Muslim).

19
Dan cara yang paling sempurna mengafankan mayat perempuan yaitu dengan 5
helai kain: kebaya, kerudung, baju kurung (gamis), dan dua lapis kain putih. Dari Laila
binti Qanif Atsaqofiyah, ia berkata: Pernah aku bersama orang yang memandikan Ummu
Kultsum putri Rasulullah SAW di waktu wafatnya, maka yang pertama diberikan pada
kami oleh Rasulullah SAW untuk mengkafaninya ialah kain, kemudian baju, dan
selanjutnya kerudung kemudian baju luar, seterusnya ia (mayat) dimasukkan ke dalam satu
lembar kain. Rasulullah SAW duduk di depan pintu bersama kafannya. Beliau
memberikanya satu per satu (HR. Ahmad dan Abu Daud dengan sanad baik)
Cara Mengafankan Mayat
1) Sebelum mayit diangkat dari tempat pemandian, kain-kain kafan yang telah dibubuhi
wewangian (diukup) disiapkan.
2) Setelah itu kafan yang terbaik digelar dan disebar diatasnya kayu cendana dan kapur
barus. Kemudian digelar lagi kafan yang kedua dan ketiga dengan disebarkan kayu
cendana dan kapur barus.
3) Lalu mayat setelah dimandikan dan dikeringkan dengan handuk diletakkan dalam
keadaan terlentang, kedua tangannya diletakkan di atas pusarnya seperti dalam posisi
shalat yaitu tangan yang kanan di atas yang kiri.
4) Kemudian lubang hidungnya, mulutnya, telinganya, matanya, jidat dan ketiaknya,
serta kedua aurat depan dan belakang, begitu pula sela-sela jari baik kaki atau pun
tangan, dan luka yang berlubang ditutup dengan kapas yang telah diberi kayu cendana
dan kapur barus.
5) Setelah hal-hal tersebut selesai dilakukan dengan sempurna, kain kafan mulai ditutup
dengan urutan sebagai berikut: pertama kain kafan sebelah kiri, kemudian kain kafan
sebelah kanan. Sebelah kiri lagi, kemudian sebelah kanan. Demikian seterusnya.
6) Selanjutnya, ujung masing-masing kain kafan yang berada pada sisi kepala dan kaki
mayit disatukan, kemudian diikat erat-erat dengan tali, agar tidak sampai lepas pada
saat di bawa ke pemakaman.
c. Shalat Janazah
Shalat atas mayat hukumya fardhu kifayah secara ijma’ menurut hadist yang
diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah RA ia berkata: “Dari Imron bin Hushain RA, bahwa
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya saudara kalian An-Najasyi telah meninggal
dunia, mari kita bersama menshalatkanya”” (HR Muslim)
Syarat shalat atas mayat:
1) Suci dari hadast besar dan kecil
2) Suci badan, pakaian dan tempat dari najis
3) Menutup aurat
4) Menghadap kiblat
5) Dan disyaratkan pula mayat yang akan disholatkan harus sudah dimandikan
Jadi tidak sah seseorang melakukan shalat atas mayat tanpa melaksanakan syarat-
syarat tersebut. Syarat syarat ini harus dilakukan olehnya, karena yang dilakukan adalah
shalat. Dan kata shalat (sembahyang) telah disebut Allah dalam Al-Quran tentang shalat
atas mayat:”Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang
mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya.
Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam
keadaan fasik.” (Qs at-Taubah ayat: 84)
Rukun shalat atas mayat
1) Niat sewaktu melakukan takbiratul ihram, sebagaimana niat shalat yang lain. Yang
terpenting dalam niat adalah menyebutkan keinginan menyolati atas mayat (laki-laki,
perempuan, anak-anak atau amwat lebih dari satu mayat), tanpa harus menyebutkan
nama si mayat.

20
2) Berdiri bagi yang mampu berdiri. Hal ini sama dilakukan seperti dalam melakukan
shalat lima waktu
3) Bertakbir 4 kali takbir dan takbiratul ihram termasuk salah satu dari empat takbir.
Sesuai dengan hadist Rasulullah SAW dari Jabir bin Abdullah RA., ia berkata:
sesungguhnya Rasulullah SAW shalat atas Ashhamat an-Najasyi, maka beliau
bertakbir empat kali” (HR. Bukhari Muslim)
4) Membaca Surat Al-Fatihah setelah takbir pertama. Dari Ibnu Abbas RA.: ia
melakukan shalat atas jenazah, maka ia membaca Surat Al-Fatihah. Ia berkata:
“Ketahuilah sesungguhnya itu adalah sunah (sunah Nabi yang harus diikuti)” (HR
Bukhari). Sedang menurut riwayat secara umum: “bahwa tidak sah shalat bagi yang
tidak membaca Surat Al-Fatihah. Dari Ubadah bin As-Shamit, Rasulullah SAW
bersabda: “Tidak sah shalat bagi yang tidak membaca Surat Al-Fatihah” (HR
Bukhari Muslim)
5) Membaca shalawat atas Nabi SAW dan keluarganya setelah takbir kedua. Dari Abu
Umamah bin Sahl RA.: Sesungguhnya salah seorang sahabat Nabi SAW telah
dikabarkan kepadanya: Yang menjadi sunnah dalam shalat jenazah adalah imam
bertakbir (yang pertama) lalu membaca Al-Fatihah secara pelan, kemudian (pada
takbir kedua) bershalawat kepada Nabi SAW, kemudian (pada takbir ketiga)
mendoakan jenazah. Tidak boleh membaca Al-Qur`an kecuali pada takbir yang
pertama. Kemudian mengucapkan salam secara pelan” (HR asy-Syafi’i, al-Baihaqi)
6) Membaca do’a atas mayat setelah takbir ketiga. Dari Abu Hurairah RA., Rasulullah
SAW bersabda: “Jika kalian shalat atas mayat maka berikhlaslah dalam do’a baginya”
(HR Abu Dawud, Ibnu Majah). Sedikitnya do’a atas mayat membaca
(allahumaghfirlahu allahumarahmhu), dan sempurna do’a sesuai dengan riwayat dari
Auf bin Malik RA,ia berkata: Rasulullah SAW shalat atas jenazah, aku hafal do’a
yang dibacakan Rasulullah SAW bagi janazah. Beliau berdo’a:

(Ya Allah, ampunilah dosa-dosanya, kasihanilah ia, lindungilah ia, dan maafkanlah ia.
Muliakanlah tempat kembalinya, lapangkan kuburnya. Bersihkanlah ia dengan air,
salju, dan air yang sejuk, dan bersihkanlah ia dari segala kesalahan, sebagaimana
Engkau telah membersihkan pakaian putih dari kotoran. Gantilah rumahnya -di dunia
dengan rumah yang lebih baik di akhirat serta gantilah keluarganya di dunia dengan
keluarga yang lebih baik, dan istri di dunia dengan istri yang lebih baik. Masukkanlah
ia ke dalam surga-Mu dan lindungilah ia dari siksa kubur atau siksa api neraka).
Sampai- sampai aku berharap menjadi mayat karena doa Rasulullah SAW (HR
Muslim)
Bila Shalat Ghaib dibaca pada takbir ketiga:

21
Bila yang meninggal adalah anak-anak, pada takbir ketiga dibaca:

7) Takbir keempat; adakalanya dibacakan doa untuk orang yang ditinggalkan.

8) Mengucapkan salam setelah takbir. Dari Ali RA., Rasulullah SAW bersabda: “Kunci
shalat adalah bersuci, tahrimnya adalah takbir dan tahlilnya adalah taslim.” (HR. Abu
Dawud, at-Tirmidzi dengan isnad shahih)
Sunah-Sunah Shalat Atas Mayat
1) Shalat dilakukan dengan 3 shaf. Dari Malik bin Hubairah RA., Rasulullah SAW
bersabda: “Tidak ada seorang muslim pun yang meninggal lalu ia disholati oleh tiga
shaf kaum muslimin melainkan ia diampuni.” – yaitu wajib baginya surga karena doa-
doa mereka. (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi)
2) Jika janazahnya laki-laki, maka posisi imam harus berada tepat lurus di muka kepala
mayat. Jika jenazahnya perempuan, maka posisi imam berada tepat lurus di tengah
tengah tubuh mayat (pantat mayat).Sebagaimana diriwayatkan dari Anas bin Malik
RA sesungguhnya ia menyolati jenazah seorang lelaki, ia berdiri di bagian yang lurus
dengan kepala jenazah dan jenazah seorang wanita ia berdiri pada posisi tengah
jenazah. Al-’Ala` bin Ziyad berkata: “(Wahai Anas!) apakah demikian Rasulullah
SAW menyolati jenazah wanita berdiri pada posisi tengannya dan janazah laki-laki
beliau berdiri di bagian yang lurus dengan kepalanya?” Anas menjawab: “Iya” (HR
Abu Dawud, At-Tirmidzi – hadits hasan)
3) Mengangkat kedua tangan ketika takbir empat kali, sejajar dengan bahu dan setelah
itu meletakkannya dibawah dada dan di atas pusar sebagaimana dalam shalat yang
lain. Dan semua bacaan dilakukan dengan secara pelan-pelan (sirr) walaupun shalat
janazah dilakukan di malam hari.
4) Dari Abu Umamah bin Sahl RA, ia berkata: “Tuntutan sunah dalam shalat janazah
adalah membaca pada takbir pertama Ummul Qur’an (Fatihah) dengan pelan (sirr),
kemudian bertakbir tiga kali dan mengucapkan salam di akhir” (HR Nasa’i)
5) Membaca ta’awudh (a’udhubillah) sebelum Fatihah. Allah berfirman: “Apabila kamu
membaca Al Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan
yang terkutuk.” (Qs An-Nahl ayat: 98)
6) Tidak membaca do’a iftitah setelah takbir dan pula tidak membaca Surat Al-Qur’an
setelah Al-Fatihah, hal ini karena secara prinsip, shalat janazah itu dikerjakan secara
ringkas dan cepat
7) Disunahkan membaca do’a lainnya sebagai tambahan bagi mayat setelah takbir
ketiga. Sesuai dengan hadist yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah
berdo’a atas janazah: “Ya Allah ampunilah orang yg masih hidup di antara kami dan
orang yg sudah meninggal, orang yg sekarang ada dan orang yg tdk hadir, anak kecil
di antara kami dan orang dewasa, lak-lali dan perempan kami. Ya Allah siapa yg

22
engkau hidupkan di antara kami maka hidupkanlah ia di atas Islam dan siapa yg
engkau wafatkan di antara kami maka wafatkanlah dia di atas iman. (HR Ahmad, Abu
Dawud)
8) Jika mayat itu anak kecil belum dewasa (belum baligh) disunahkan setelah takbir
ketiga medoakan kedua orang tuanya dengan membaca doa: (seperti di atas) Artinya:
Ya Allah jadikanlah anak ini sebagai pendahulu bagi kedua orang tuanya dan
tabungan, simpanan, nasihat, itibar dan syafaat bagi keduanya, beratkanlah timbangan
mereka di akhirat, berikanlah kesabaran di hati-hati mereka, janganlah dijadikan
fitnah bagi mereka dan berikanlah bagi mereka pahalanya. Dari Mughirah bin
Syu’bah RA, Rasulullah saw bersabda: “Anak yang mati keguguran disholatkan dan
berdo’a bagi kedua orang tuanya dengan afiah dan rahmah” (HR al-Hakim)
9) Membaca do’a setelah takbir keempat dengan do’a: (seperti di atas) Artinya: Ya Allah
berikanlah bagi kami pahalanya, janganlah dijadikan fitnah bagi kami sesudahnya,
ampunilah kami dan dia (mayat). Ya Allah berikanlah kepada kami kebaikan di dunia
dan kebaikan di akhirat dan lindungilah kami dari siksa neraka. Dari Abdullah bin
Abi Aufa RA sesungguhnya ia shalat atas jenazah anak perempuannya, ia berdiri
setelah takbir yang keempat sejenak beristighfar untuk kedua orang tuanya dan
berdo’a. Lalu ia berkata: demikianlah Rasulullah SAW telah berbuat” (HR Shahih al-
Hakim)
Hal-hal terkait dengan shalat jenazah:
1) Shalat Ghaib
Ghaib artinya tidak hadir atau tidak ada. Jadi yang dimaksud dengan shalat ghaib
adalah shalat yang dilakukan untuk jenazah atau mayat yang berada di negeri atau
daerah lain, baik dekat maupun jauh. Adapun dalil yang mengisyaratkan shalat ghaib
adalah sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim:
“bahwasanya pada suatu hari, Nabi SAW memberitahu para shahabat tentang
kematian Najasyi. Lalu, Nabi SAW mengajak para shahabat untuk bershalat atas
Najasyi. Mereka shalat di belakang beliau. (HR Bukhari Muslim). Diperbolehkan
menyolatkan mayat yang sudah dikubur dengan syarat jika yang menyalatkan mayat
termasuk orang yang wajib menyalatkannya dan dia tidak mendapat kesempatan
untuk menyolatkannya disaat mayat tsb hadir untuk dishalatkan sebelum dikubur.
Dari Ibnu Abbas RA, ia menyatakan bahwa Rasulullah SAW lewat dekat sebuah
kuburan yang baru semalam dikuburkan. Rasulullah SAW bertanya: “Kapan
dibuburkan?”. Mereka menjawab: “Tadi malam”. Beliau bertanya lagi: “Kenapa
kalian tidak memberitahukan kepadaku?”. Mereka menjawab: “Kami kuburkan ia
tengah malam yang sangat gelap karena itu kami tidak mau membangunkan engkau”.
Lalu Nabi berdiri, kami berbaris di belakang beliau untuk shalat. Ibnu Abbas berkata:
“Dan aku termasuk orang yang berbaris. Maka beliau shalat.” (HR Bukhari Muslim).
Hadits-hadist di atas merupakan hujjah yang disunahkan shalat ghaib ketika
mendengar berita kematian seorang muslim yang lain.
Cara melakukan sholat ghaib sama dengan shalat janazah hadir yaitu dilakukan secara
berjama’ah, menghadap kiblat, meskipun yang meninggal dunia tidak berada di arah
kiblat. Janazah yang disholati itu seorang maupun banyak, perempuan maupun laki-
laki, niat, takbir empat kali, dan membaca bacaan seperti bacaan sholat jenazah hadir.
Lalu diakhiri dengan salam.
2) Mati Syahid
Mati syahid ialah orang yang wafat dalam peperangan melawan musuh demi
membela agama, negara dan bangsa atau orang yang mati dalam peperangan melawan
penjajahan. Orang yang mati syahid hukumnya haram dimandikan dan dishalatkan,
cukup dikafankan saja, dan yang lebih afdhal jika dikafankan dengan pakaian yang
dipakai waktu peperangan setelah dibersihkan najisnya kecuali darahnya. Dari Jabir
RA, ia berkata: Rasulullah SAW memerintahkan untuk menguburkan orang orang

23
yang mati shahid dalam peperangan Uhud dengan darah-darah mereka, tidak
dimandikan dan tidak pula disholatkan. (HR Bukhari)
3) Mati Keguguran (As-Saqt)
Mati keguguran ialah anak bayi atau janin yang keluar dari rahim ibunya dalam
keadaan tidak bernyawa. Hukumnya sbb:
a) Jika bayi itu keluar dalam keadaan hidup walaupun sejenak kemudian mati maka
hukumnya seperti hukum mayat dewasa wajib dimandikan, dikafankan dan
disholatkan.
b) Jika bayi (janin) keluar dalam keadaan tidak bernyawa dan sudah berusia lebih
dari 4 bulan, maka wajib baginya dimandikan, dikafankan dan dikubur tanpa
disholatkan.
c) Jika bayi (janin) keluar dalam keadaan tidak bernyawa dan belum berusia 4 bulan
maka cukup baginya dibungkus dengan kain lalu dikuburkan tanpa dimandikan,
tanpa dikafankan dan tanpa disholatkan.
d. Menguburkan / Memakamkan Mayat
Memakamkan mayat hukumnya fadhu kifayah baik mayat itu muslim atau kafir
secara ijma’, Karena merupakan suatu penganiayan dan penghinaan jika dibiarkan mayat
manusia seperti seperti bangkai binatang, dan penghormatan terhadap manusia baik
muslim atau kafir adalah satu dasar ajaran Islam. Adapun mayat seorang Muslim lebih
utama jika dimakamkan di pemakaman muslimin, sebagaimana Rasulullah SAW
memakamkan mayat di pemakaman al-Baqi’ di Madinah. Hal ini dilakukannya agar
mendapat do’a dari orang yang melewati dan para peziarah.
Cara memakamkan mayat
1) Cara pertama paling minimal, mayat diletakan dengan menghadap ke kiblat dan
dimiringkan kesamping kanan di sebuah lubang yang dapat terhindar dari bau dan
terjaga dari binatang buas.
2) Cara kedua paling sempurna penguburan mayat yaitu, dengan meluaskan dan
menggali kuburan sedalam empat hasta (kurang lebih 2 meter). Dari Hisyam bin Amir
RA: sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda kepada mereka (para sahabat) pada
waktu peperangan Uhud: “Galilah (lubang) agak dalam dan luaskanlah, ” (HR Abu
Dawud – hadits hasan)
3) Dibuatkan lubang lahad (lubang penyimpanan mayat) di dasar kuburan sebelah
kanan.Dari Saad bin Abi Waqqash RA, ia berkata saat-saat sebelum wafatnya:
“Buatkanlah bagiku lubang lahad, lalu uruklah tanah kepadaku sebagaimana yang
telah dilakukan oleh Rasulullah SAW” (HR Muslim)
4) Setibanya di pekuburan, mayat dikeluarkan mulai dari kepalanya secara perlahan-
lahan. Bagi orang yang memasukkannya ke dalam pemakaman.
Hadits dari Abu Dawud dan at-Tirmidzi dari Ibnu Umar RA, ia berkata:
sesungguhnya Rasulullah SAW jika memasukan mayat kedalam liang kubur beliau
berkata:
‫بسم اهلل وعلى ملة رسول اهلل‬
“Dengan nama Allah dan sesuai dengan tuntunan agama Rasulullah”
5) Setelah itu mayat diletakan di lubang tsb dalam keadaan miring ke kanan serta
menghadap kiblat, tidak tengkurup dan tidak pula terlentang, sama seperti posisi
sewaktu tidur. Dari al-Barra’ bin Azib RA, Rasulullah SAW bersabda: “Jika kamu
hendak tidur, maka berwudhulah seperti wudhu untuk shalat, kemudian berbaringlah
diatas rusuk kanan dan katakanlah: Allahumma aslamtu wajhi ilaika.. dst (HR
Bukhari Muslim)
6) Lalu dibuatkan bantalan dari tanah dibawah pipinya dan dibuka kafannya bagian
kepala sekedar kelihatan pipinya kemudian ditempelkan pada tanah setelah itu ditutup

24
dengan papan atau batu agar tidak terkena reruntuhan tanah yang akan dimasukkan,
lalu ditutup dengan tanah secara pelan sambil mengharap baginya rahmat dari
Allah.Sebgaimana hadist diatas dari Saad bin Abi Waqqash RA,ia berkata saat-saat
sebelum wafatnya: “Buatkanlah bagiku lubang lahad, lalu uruklah tanah kepadaku
sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW” (HR Muslim)
7) Pada saat menutup (menguruk mayat) disunahkan bagi para hadirin yang ada di
sekitarnya mengambil tiga genggam tanah. Pada saat pelemparan genggaman:pertama
membaca:
‫َخلَقْنَا ُك ْممِنْهَا‬ (“Dari bumi atau tanah Kami menjadikan kamu”).Pada saat pelemparan

genggaman kedua membaca: ‫نُعِيدُ ُكمْوَفِيهَا‬ (“Dan kepada bumi atau tanah Kami akan
mengembalikanmu”). Dan pada pelemparan genggaman ketiga membaca:
َ‫أُخْرَىتَا َرةًنُخْرِجُ ُك ْممِنْهَاو‬ (“Dan dari bumi Kami akan membangkitkan kamu pada waktu
yang lain”). Seusui dengan hadits dari Abu Hurairah RA, ia berkata: bahwa
Rasulullah SAW shalat atas janazah, kemudian ikut menguburkannya lalu beliau
mengambil tiga genggam tanah dan melemparkannya kearah kepala mayat. (HR
Shahih Ibnu Majah). Dari Abu Umamah RA, ia berkata: ketika Rasulullah SAW
meletakah janazah Umu Kalstum (puteri Rasulullah SAW) ke dalam kubur, beliau
berkata: “inha khalaqnakum wa fiha nu’idukum wa minha nukhrijukum taratan
ukhra”. Artinya: “Dari bumi atau tanah Kami menjadikan kamu, Dan kepada bumi
atau tanah Kami akan mengembalikanmu, Dan dari bumi Kami akan membangkitkan
kamu pada waktu yang lain” (HR Ahmad, hadits dhaif digunakan sebagai kebaikan)
8) Adapun adzan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri adalah jaiz (boleh dilakukan
atau tidak)
9) Setelah proses pemakaman selesai, hadirin juga disunnatkan membaca do’a memohon
kepada Allah ketetapan iman bagi mayat dan beristighfar baginya.Hal ini seusai
dengan hadits dari Ustman bin Affan RA, ia berkata: bahwa Rasulullah SAW jika
selesai menguburkan seseorang, beliau berdiri lalu berkata: beristighfarlah kalian bagi
saudaramu (mayat) dan mohonlah kepada Allah ketetapan baginya, sesungguhnya ia
(mayat) sekarang akan ditanya” (HR Abu Dawud, al-Baihaqi dengan isnad baik). Dari
‘Amr bin al-‘Ash RA ketika datang kepadanya kematian, ia berkata: “Jika kalian
telah memakamkan saya, maka lemparkanlah tanah ke arahku kemudian berdirilah di
sekitar kuburku sekedar selama waktu menyembelih seekor unta lalu dibagi-bagikan
dagingnya, sehingga saya dapat merasa tenang bertemu dengan kalian dan saya dapat
memikirkan apa-apa yang akan saya jawabkan kepada utusan-utusan (malaikat) Allah
(HR Muslim)
e. Ziarah Kubur
Ziarah kubur sunah bagi laki-laki menurut ijma ulama, sesuai dengan hadits
Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Dawud. Pada awal sejarah Islam pernah
beliau melarang umat Islam untuk berziarah kubur. Beliau khawatir umat Islam
mengkultuskan kuburan, berlaku syirik, atau bahkan menyembah kuburan. Tapi selelah
keimanan umat Islam meningkat dan kuat. Maka Rasulullah SAW tidak khawatir lagi.
Dari Abdullah bin Buraidah RA dari ayahnya, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:
“Aku dulu melarang kamu berziarah kubur. Sekarang, aku anjurkan melakukanya. Sebab
bisa mengingatkan kita kepada akhirat”.
Ziarah kubur makruh bagi perempuan kecuali ziarah ke kuburan Rasulullah SAW,
para nabi dan awliya shalihin. Dan tidak makruh jika aman dari fitnah, sesuai dengan
hadits Nabi SAW dari Aisyah RA ia berkata “Wahai Rasulullah bagaimana aku berkata
ketika ingin menziarahi kubur? Beliau bersabda “katakanlah salam atas ahli kubur dari
orang orang mukminin dan muslimin, semoga Allah memberi rahmat bagi orang orang

25
yang terdahulu dan terbelakang, dan sesungguhnya kami akan menyusul kalian”. (HR
Muslim)
Disunahkan bagi penziarah berdiri dimuka kuburan dan memberi salam kepadanya:
”As-salamu ’alaikum daru qaumin mukminin wa inna insyaallah bikum lahiqun.”Dari
Aisyah RA, ia berkata: bahwa Nabi SAW ketika keluar ke pemakaman al-Baqi’ beliau
besabda: salam atas ahli kubur dari orang-orang mukminin, dan sesungguhnya kami akan
menyusul kalian. Ya Allah ampunilah bagi ahli Baqi’ al-Gharqad” (HR Bukhari Muslim).
Ziarah kubur adalah perbuatan dan tradisi baik. Selain merupakan sunah juga untuk
mengenang jasa dan berbalas budi orang. Orang yang tak mengenangnya bukan
dikatagorikan orang baik. Jelasnya, ziarah sudah menjadi tradisi yang mendarah-daging.
Tahun demi tahun berjalan, dan ziarah demi ziarah pasti menyertainya. Dan andai kata kita
lupa, atau lalai melakukannya, kita akan segera merasa, ada sesuatu yang ganjil atau
kurang mantap dalam diri kita. Ziarah kubur sudah menjadi kebutuhan hidup kita, ibarat
kita butuh makan, butuh minum, butuh menghirup udara segar, butuh tidur, butuh istirahat,
butuh senyum, butuh salam, butuh menyayangi dan disayangi.
Di samping itu, tradisi berziarah ini sangat baik dan terpuji demi mengingatkan kita
semua, bahwa satu hari hidup kita pasti akan berakhir di pekuburan. Semua kemegahan
hudup, rela tak rela, harus ditinggalkan dan kita harus terima babak baru perjalanan
menghuni liang kubur yang luasnya sekitar 1 x 2 meter saja.
Dari Ibnu Abbas RA., Imam besar Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW
dan sahabatnya pernah melewati salah satu kuburan muslimin. Setelah memberi salam
kepada ahli kubur, tiba-tiba Rasulullah berhenti di dua kuburan. Kemudian beliau
berpaling kepada sahabatnya dan bersabda, “Kalian tahu bahwa kedua penghuni kuburan
ini sedang diazab di dalam kubur. Mereka tidak diazab karna dosa-dosa mereka yang
besar. Akan tetapi mereka diazab karna dosa-dosa mereka yang kecil.
Yang pertama diazab karna suka berbuat namimah (mengupat) dan yang kedua
diazab karna tidak beristinja’ (tidak cebok setelah hadats kecil)”. Kemudian Rasulullah
SAW memetik dua tangkai pohon dan ditancapkanya di kedua kuburan tersebut. Sahabat
bertanya apa maksud dari yang telah dilakukan Rasulullah SAW itu. Beliau bersabda :
“Allah memberi keringanan azab bagi kedua penghuni kubur tersebut selagi tangkai pohon
itu basah, belum kering.”.
Sekarang, jika Allah memberi keringanan azab kepada ahli kubur karna istighfar
sebatang pohon, istighfar seekor binatang, istighfar sebuah batu, pasir dan krikil atau
benda-benda jamad lainnya yang tidak berakal. Apalagi istighfar kita sebagai manusia
yang berakal dan beriman kepadaNya.
Disunahkan bagi penziarah membacakan bagi ahli kubur ayat ayat suci al-Qur’an
dan mendo’akanya karena do’a bisa memberi manfaat bagi mayat, sedang pembacaan doa
setelah pembacaan al-Qur’an akan lebih cepat diterima.

26

Anda mungkin juga menyukai