Anda di halaman 1dari 35

KESIAPAN MENGHADAPI KEMATIAN

Pada pelajaran ini, akan mempelajari tentang bagaimana kesiapan menghadapi kematian.
Hal ini sangat penting agar anda memahami hakekat dan tujuan hidup ini, sehingga dapat
menjalani hidup ini dengan penuh makna sesuai petunjuk Allah.
1. Menghamba Pada Allah
Hidup di dunia hanya sementara. Pepatah mengatakan hidup "bagai makan
transit untuk minum" Karena hidup ini sementara, maka kita harus tahu diciptakannya
manusia tidak lain hanyalah untuk menyembah Allah.

‫َو َم ا َخ َلْقُت اْلِج َّن َو اِإْل ْنَس ِإاَّل ِلَيْعُبُد وِن‬


Artinya: “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah
kepada-Ku (saja)” (QS. Adz-Dzaariyaat: 56).
Beribadah dalam ayat ini memiliki cakupan makna yang luas, tidak terbatas yang
bersifat ritual saja. Tugas kekhalifahan termasuk dalam makna ibadah dan dengan
demikian hakikat ibadah mencakup dua hal pokok, yaitu:
Pertama, kemantapan makna penghambaan diri kepada Allah dalam hati setia
manusia.
Kedua, mengarah kepada Allah dengan setiap gerak pada nurani, pada setiap
anggota badan dan setiap gerak dalam hidup.
Bagi mereka yang diberi umur panjang dan mati ketika sudah berusia lanjut,
akan mengalami kondisi yang lemah sebagaimana pada masa kanak-kanak bahkan
diantaranya ada yang pikun.
Dalam surat yasin (36): 68 artinya: "dan barang siapa yang Kami panjangkan
umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadian (nya). Maka apakah mereka
tidak memikirkan?"
Maksud ayat di atas: Siapa yang dipanjangkan usianya akan dikembalikan
menjadi lemah seperti keadaan semula (kanak-kanak), lupa terhadap apa yang
diketahuinya, ilmu yang dimiliki lenyap dan daya ingat terbatas, tidak ingat yang baru
dilakukan dan diucapkannya, pada akhirnya pasti mati.

2. Amal Ibadah di Usia Lanjut


a. Memperbanyak Do'a
b. Mempergunakan waktu dengan baik
c. Selalu beramal kebaikan
d. Memperbanyak baca al-Qur'an
e. Berakhlakul Karimah
f. Membaca syayyidul Istigfar pada siang hari maupun sore hari
Berikut adalah bacaan doa sayyidul istighfar beserta artinya sebagaimana
diriwayatkan dalam hadis Bukhari:

‫ َو َأَنا َع َلى َع ْه ِد َك َوَو ْع ِد َك َم ا‬، ‫ َخ َلْقَتِنْي َو َأَنا َع ْبُد َك‬، ‫لَّلُهَّم َأْنَت َر ِّبْي َال ِإَلـَه ِإَّال َأْنَت‬
‫ َو َأُب ْو ُء ِب َذْنِبْي‬، ‫ َأُب ْو ُء َل َك ِبِنْع َم ِت َك َع َلَّي‬، ‫ َأُع ْو ُذ ِبَك ِم ْن َش ِّر َم ا َص َنْع ُت‬، ‫اْسَتَطْع ُت‬
‫َفاْغ ِفْر ِلْي َفِإَّنُه َال َيْغ ِفُر الُّذ ُنْو َب ِإَّال َأْنَت‬
g. Membaca shalawat Nabi.
3. Tata cara bimbingan Sakaratul Maut
Sakaratul maut merupakan kondisi orang yang sedang menghadapi saat-saat
kematian. Dalam istilah sehari-hari sakaratul maut sering disebut dengan “sekarat,
menjelang ajaI” Imam Ghazali dalam kitabnya “Ihya Ulumuddin” berkata, “Sakaratul
maut Iebih dahsyat dan pada pukulan pedang, Iebih tajam dan mata gunting dan
gergaji.
Orang yang menjenguk saudaranya yang sakit keras dianjurkan untuk:
1. Menasehati agar selalu sabar dalam meng hadapi cobaan yang diderita.
2. Menasehatkan kepada penderita untuk tetap berbaik sangka kepada Allah Swt.
3. Menganjurkan agar meninggalkan waiat jika ia meninggalkan barang atau hak
milik atas nama dirinya.
4. Jika telah mendekati ajalnya maka hendaknya diajarkan kepadanya untuk
mengucapkan Laa ilaaha illallah.
5. Jika sakitnya semakin berat, maka hendaklah ja dihadapkan ke kiblat.
Apabila seseorang sudah dipastikan meninggal, maka hendaknya segera
dilakukan hal-hal berikut:
1. Memejamkan mata si mayat.
2. Mendo’akannya dengan do’a yang dituntunkan oleh Rasululllah saw
3. Selubungilah mayatnya dengan kain selubung yang bagus.
4. Dibolehkan mencium dan menangisi jenazah sepanjang tidak menjerit-jerit dan
meratap-ratap.
5. Hendaklah keluarga terdekat segera mengurus hutang si mayat jika memiliki
hutang untuk segera dilunasi jika memiliki kelonggaran harta dan diambilkan dan
harta si mayat.
6. Hendaknya si mayat dirawat dengan baik.
7. Memberitahukan kepada kerabat, teman dan tetangga tetangganya. Bagi yang
tertimpa atau mendengar akan kematian saudaranya maka disunahkan untuk
membaca istirja’ yaitu bacaan: innalillahi wainna ilaihi roojiun
8. Hendaknya memberi bantuan kepada keluarga duka baik bantuan secara material
maupun moril untuk meringankan beban keluarga yang ditinggalkan.
9. Seorang tetangga atau saudara yang sudah mendengar kematian saudaranya maka
dianjurkan untuk melakukan ta’ziyah. Ta’ziyah berasal dan kata al-iza’u yang
artinya sabar. Dengan demikian, ta’ziyah adalah menyabarkan dan menghibur
orang yang ditimpa musibah dengan mengucapkan kata-kata atau melakukan
sesuatu yang dapat menghilangkan duka dan meringankan derita mereka.
Ta’ziyah memiliki beberapa keutamaan antara lain adalah:
a. Ta’ziyah dapat menyadarkan din kita bahwa setiap orang akan mati.
b. Mempertebal keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt.
c. Menumbuhkan kesadaran dalam din untuk bertobat dan beramal shalih.
d. Menumbuhkan sikap gotong- royong dan saling tolong menolong dalam
kebaikan.
e. Menghibur keluarga si mayat dan membantu meringankan beban penderitaan
dan kesedihan mereka.
f. Selain ta’ziyah, bagi keluarga terdekatjuga diwajibkan merawat jenazah sesama
muslim.
PERAWATAN JENAZAH

A. Hukum Pengurusan Jenazah


Syariat Islam mengajarkan bahwa setiap manusia pasti akan mengalami kematian yang
tidak pernah diketahui kapan waktunya. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Al-Qur’an
Surat al-Anbiyaa’ (21) ayat 35:
‫ۖٗة‬
‫ُك ُّل َنۡف ٖس َذ ٓاِئَقُة ٱۡل َم ۡو ِۗت َو َنۡب ُلوُك م ِبٱلَّش ِّر َو ٱۡل َخ ۡي ِر ِفۡت َن َو ِإَلۡي َنا ُتۡر َج ُعوَن‬
Artinya: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu
dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya
kepada Kamilah kamu dikembalikan.”
Hukum mengurus jenazah muslim ini adalah fardu kifayah, artinya jika sebagian kaum
muslimin sudah ada yang melaksanakan pengurusan jenazah, maka orang Islam yang lain
tidak terkena dosa. Tetapi apabila tidak ada yang melaksanakan, maka umat dilingkungan
tersebut semua berdosa. Meskipun hukum Merawat jenazah fardlu kifayah, tetapi karena
merupakan ajaran Nabi saw., maka setiap muslim perlu melaksanakannya dengan penuh
ketaatan.
Jika ada salah seorang saudara kita yang meninggal dunia, hendaklah kita ucapkan
kalimat Istirja’yaitu:
Innalillahi wa inna ilaihi rooji’uun
“Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan sesungguhnya kita akan kembali kepada-
Nya.”
Kemudian, apabila seseorang telah dipastikan meninggal maka hal-hal yang perlu
segera dilakukan terhadap jenazahnya adalah:
1. Memejamkan matanya, seraya membaca kalimat istirja’ dan memintakan ampun atas
dosanya;
2. Mensedekapkan di dada dan kakinya diluruskan (apabila sulit disedekapkan atau
diluruskan, bisa diikat menggunakan tali kain);
3. Mulutnya dikatupkan dengan mengikatkan kain dan dagu sampai kepala;
4. Meletakkan jenazah membujur ke arah utara dan badannya diselubungi dengan kain;
5. Menyebarluan berita kematiannya kepada kerabat-kerabat dan handai tolannya;
6. Diperbolehkan menangisi jenazah sewajarnya, selama tidak sampai menjerit-jerit atau
meratapi jenazah,jangan menampar pipi, mengoyak pakaian, dan lain sebagainya;
7. Menyegerakan pelunasan hutang jenazah, baik dibayar dan harta peninggalannya atau
dan pertolongan keluarga itu sendiri;
8. Menyegerakan perawatan jenazah yang terdiri dari memandikan, mengkafani,
menshalatkan dan menguburkan.
B. Memandikan Jenazah
Memandikan jenazah adalah menyiram jenazah dengan air, membersihkan kotorannya,
dan mensucikan dan hadas dan najis menurut ketentuan agama Islam.
1. Cara Memandikan Jenazah
a. Niat karena Allah Swt.
b. Membalut jenazah dengan kain tebal (tidak transparan) untuk menutup auratnya
kemudian melepas baju yang masih dikenakan si mayat, sehingga ketika dimandikan
jenazah dalam keadaan tertutup auratnya.
c. Meletakkan jen’azah membujur dengan kepala kearah utara, kaki ke arah selatan,
atau sesualkan dengan ruang yang tersedia.
d. Meninggikan posisi kepala daripada badannya supaya air tidak masuk ke rongga
mulut dan hidung.
e. Melepaskan perhiasan dan gigi palsunya jika memungkinkan.
f. Membersihkan rongga mulutnya, kuku-kukunya dan seluruh tubuhnya dari kotoran
dan najis.
g. Untuk membersihkan kemaluan dan anus atau bagian-bagian aurat dapat dilakukan
dengan merogohnya.
h. Memulai memandikan dengan membersihkan anggota wudlunya dengan
mendahulukan yang kanan dan menyiramnya hingga rata tiga, lima, tujuh kali atau
sesuai dengan kebutuhan.
i. Pada waktu memandikan hendaknya dengan hati-hati, lembut dan sopan.
j. Pada bagian akhir siraman hendaklah dicampur dengan wangi-wangian seperti kapur
barus atau daun bidara.
k. Mengeringkan badan jenazah dengan handuk dan berilah wangi-wangian. Jika
jenazah berambut panjang, hendaknya rambutnya dikepang jika memungkinkan.
C. Mengkafani Jenazah
Setelah jenazah dimandikan, kewajiban selanjutnya terhadap jenazah adalah
mengkafani (membungkus) jenazah dengan kain.
1. Tata Cara Mengkafani
a. Jenazah yang masih dalam keadaan tertutup diletakkan membujur di atas kain kafan.
b. Lepaskan kain selubung dalam keadaan aurat masih tertutup.
c. Tutuplah lubang hidung, mata, mulut, dan telinga dengan kapas serta lubang- lubang
yang mengeluarkan cairan.
d. Bagi jenazah laki-laki, ditutup dengan 3 (tiga) lapis kain secara rapi dan diikat dengan
simpul di sebelah kiri.
e. Bagi jenazah perempuan yang berambut panjang, hendaklah rambutnya dikepang, bila
memungkinkan.
f. Bagi jenazah perempuan, kenakan (pakaian) 5 (lima) lapis kain, yaitu: kerudung untuk
kepala, baju kurung, kain basahan penutup aurat dan 2 (dua lembar kain penutup
secara rapi, serta diikat dengan simpul disebelah kiri).
g. Taburi seluruh bagian penutup tubuh jenazah dengan kapur barus dan minyak wangi.
h. Setelah jenazah selesai dikafani, tutuplah jenazah dengan kain panjang.
D. Menshalatkan Jenazah
1. Tata Cara Shalat Jenazah
Shalat jenazah dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:
a. Niat ikhlas untuk mencari keridlaan Allah Swt. Hal ini didasarkan pada tuntunan
Rasulullah saw:
« ‫ – رواه أبو داود‬.» ‫ِإَذ ا َص َّلْيُتْم َع َلى اْلَم ِّيِت َفَأْخ ِلُصوا َلُه الُّد َعاَء‬
“Apabila kamu manshalatkan mayit, maka ikhlaskanlah do’a untuknya.” (H.R. Abu
Daud)
Juga berdasarkan pada hadits yang diriwaÿatkan oleh aI-Bukhari dan Muslim:
“Sesungguhnya amal itu bergantung pada niat.”
b. Membaca takbir pertama (Allahu Akbar) seraya mengangkat kedua tangan lalu tangan
kanan memegang tangan kiri dan keduanya diletakkan di dada (bersedekap)
dilanjutkan dengan membaca Al-Fatihah dan shalawat kepada Nabi Muhammad saw.
c. Membaca takbir kedua (Allahu Akbar) seraya mengangkat kedua tangan, kemudian
kembali ke posisi bersedekap, diteruskan dengan membaca do’a.
d. Membaca takbir ketiga (Allahu Akbar) seraya mengangkat kedua tangan, kemudian
kembali ke posisi bersedekap, diteruskan dengan membaca do’a.
e. Membaca takbir keempat (Allahu Akbar) seraya mengangkat kedua tangan, kemudian
kembali ke posisi bersedekap, diakhiri dengan membaca salam seraya memalingkan
muka ke kanan, lalu bacalah salam kedua seraya memalingkan muka ke kiri.
2. Bacaan dalam Shalat Jenazah
a. Takbir pertama membaca al-Fatihah dan membaca shawalat:
Shalawat:
‫ َو َباِر ْك َعلى‬, ‫ َك َم ا َص َّلْيَت َعلى ِاْبَر اِهْيَم َو آِل ِاْبَر اِهْيَم‬، ‫َاّٰل لُهَّم َص ِّل َعلى ُم َحَّمٍد َو َعلى آِل ُمَح َّمٍد‬
‫ َك َم ا َباَر ْك َت َعلى ِاْبَر اِهْيَم َو آِل ِاْبَر اِهْيَم ِاَّنَك َح ِم ْيٌد َمِج ْيٌد‬، ‫ُمَح َّمٍد َو آِل ُم َحَّمٍد‬
b. Takbir kedua membaca doa:

‫َاّٰل لُهَّم اْغ ِفْر َلُه َو اْر َح ْم ُه َو َعاِفِه َو اْعُف َع ْنُه َو َأْك ِر ْم ُنُزَلُه َو َو ِّسْع ُم ْدَخ َلُه َو اْغ ِس ْلُه ِبَم اٍء َو َّثْلٍج َو َبَر ٍد‬
‫َو َنِّقِه ِم َن اْلَخ َطاَيا َك َم ا ُيَنَّقى الَّثْو ُب اَأْلْبَيُض ِم َن الَّدَنِس َو َأْبِد ْلُه َداًرا َخ ْيًرا ِم ْن َداِر ِه َو َأْهاًل َخ ْيًرا‬
‫ِم ْن َأْهِلِه َو َز ْو ًجا َخْيًرا ِم ْن َز ْو ِج ِه َو ِقِه ِفْتَنَة اْلَقْبِرَو َع َذ اَب الَّناِر‬
c. Takbir ketiga membaca doa:
‫َاّٰل لُهَّم اْغ ِفْر ِلَح ِّيَنا َو َم ِّيِتَنا َو َص ِغ ْيِر َنا َو َك ِبْيِر َنا َو َذ َك ِر َنا َو ُأْنَثاَنا َو َش اِهِد َنا َغاِئِبَنا َاّٰل لُهَّم َم ْن َأْح َيْيَتُه‬
‫ِم َّنا َفَأْح ِيِه َع َلى اِإْل ْس اَل ِم َو َم ْن َتَو َّفْيَتُه ِم َّنا َفَتَو َّفُه َع َلى اِإْل ْيَم اِن َاّٰل لُهَّم اَل َتْح ِر ْم َنا َأْج َر ُه َو اَل ُتِض َّلَنا‬
‫َبْع َد ُه‬
Adapun untuk jenazah yang masih kanak-kanak disunahkan bagi yang menshalatkan agar
menambahkan do’a seperti di bawah ini:
‫الَّلُهَّم اْج َع ْلُه َلَنا َس َلًفا َو َفَر ًطا َو َأْج ًرا‬
d. Takbir keempat
‫َالَّس َالُم َع َلْيُك ْم َو َر ْح َم ُة ِهللا َو َبَر َك اُتُه‬
E. Menguburkan Jenazah
Menguburkan jenazah hendaknya disegerakan karena sesuai dengan hadits Nabi saw.
Sebagai berikut.
Dan hadits Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Segerakanlah
penguburan jenazah. Jika ia orang baik, maka kalian menyegerakannya dalam memperoleh
kebaikan. Dan jika ia tidak baik, maka kalian akan melepas yang tidak baik itu dari
bahumu.”(H.R. Jama’ah)
1. Tata Cara Penguburan Jenazah
a. Liang kubur hendaknya dibuat sebaik dan sedalam mungkin
b. Hendaklah mayat dimasukkan ke liang kubur dari arah kaki kubur.
c. Hendaklah mengucapkan Bismillahi wa ‘alaa millati rasuulillah sewaktu
mengangkat dan melaksanakan jenazah di liang kubur
d. Dua atau tiga orang dan keluarga terdekat jenazah dan diutamakan yang tidak dalam
keadaan junub pada malam harinya.
e. Sewaktu memasuki kubur hendaklah melepaskan segala bentuk alas kaki.
f. Khusus untuk jenazah perempuan diturunkan ke dalam liang kubur dibentangkan
kain di atas kuburnya namun untuk rnayat laki-laki tidak perlu.
g. Hendaklah para ta’ziyah ikut menaburkan tanah ke liang kubur sebanyak 3 kali dan
arah kepala.
h. Hendaklah tanah di atas kubur ditinggikan sejangkal (10 cm) dan diberi tanda ala
kadarnya.
i. Setelah sempurna penguburan, hendaklah para ta’ziyah berdiri di sekeliling kubur
untuk mendo’akan keselamatannya.
j. Setelah upacara penguburan di hari-hari kemudian keluarga yang ditinggalkan tidak
perlu mengadakan berbagal upacara seperti tujuh han, empat puluh hari, seratus hari
dan sebagainya.
2. Larangan yang Berkaitan dengan Kuburan
a. Meninggikan timbunan kuburan Iebih dan satu jengkal dan atas permukaan tanah
b. Menembok kuburan sehingga menjadi bangunan.
c. Menulisi kuburan dengan berbagai tulisan nama, keluarga atau hiasan tertentu.
d. Duduk-duduk di atas kuburan.
e. Menjadikan kuburan sebagai bangunan masjid.
f. Berjalan di antara kuburan dengan alas kaki.
g. Mengadzani jenazah pada saat akan dikuburkan.
h. Membaca surat Yasin saat akan meninggal dunia, dan ketika dikuburan baik saat
mayit dikuburkan maupun setelahnya.
i. Berziarah dengan tujuan membaca Al-Quran, dzikir-dzikir dan melakukan shalat di
atas kuburan.
j. Bertawashul kepada Allah dengan perantara orang yang sudah meninggal.
k. Melakukan hal-hal yang menjurus ke arah perbuatan syirik dan tahayul.
F. Ta’ziyah
Ta’ziyah hukumnya sunnat dan merupakan hak muslim terhadap muslim lainnya. Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika seseorang berta’ziyah, antara lain sebagai
berikut:
1. Memberikan bantuan terhadap keluarga yang terkena musibah, baik bantuan moral
maupun material untuk mengurangi beban kesulitan dan kesedihannya
2. Jika yang mendapat musibah termasuk orang yang dekat atau keluarga dekat, hendaklah
menghibur mereka agar tidak berlarut-larut dalam duka dan kesedihan. Selain itu, kita
perlu menganjurkan agar sabar karena semua manusia itu pasti akan meninggal.
3. Ikut menyalatkan jenazah dan mendo’akannya agar mendapat ampunan dan Allah Swt.
dan segala dosanya.
4. Ikut mengantarkan jenazah ke tempat pemakaman untuk menyaksikan penguburannya.
5. Tidak boleh berbicara keras, bercanda, tertawa terbahak-bahak, atau sikap-sikap lain yang
tidak terpuji.
6. Boleh berkabung bagi wanita yang ditinggal mati suaminya.
G. Ziarah Kubur
Ziarah kubur adalah mengunjungi makam (kuburan) kaum muslimin/muslimat.
Tujuannya agar orang yang berziarah itu mengingat mati atau akan mengalami mati. Dengan
demikian, manusia akan sadar bahwa dalam menjalani hidupnya tidak sekedar mengejar
dunia saja, akan tetapi juga memikirkan kehidupan akhirat. Kesadaran tersebut akan
mendorong manusia agar senantiasa menjalani kehidupan dunia dan kehidupan akhirat
secara seimbang. Disyari’atkannya ziarah kubur ini berdasarkan hadits Nabi Muhammad
saw:
Dan manilik hadits Buraidah bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Dahulu aku pernah
melarang kalian dan ziarah kubur, maka telah diizinkan bagi Muhammad berziarah kubur
ibunya. Maka berziarahlah kubur, sebab hal itu mengingatkan akhirat.” (HR. Muslim, Abu
Daud, Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim)

SHALAT BERJAM’AH
A. Pengertian Shalat Berjama’ah
Kata “jama’ah” secara bahasa berarti; banyak, berkumpul. Menurut istilah, “shalat
berjama’ah” adalah shalat yang dikerjakan secara bersama-sama, setidaknya dua orang
hingga tak terbatas banyaknya, salah seorang sebagai imam, dan Iainnya sebagai makmum.
Shalat wajib lima waktu dapat dilakukan secara sendiri (munfarid), tapi Iebih utama
dilakukan secara berjama’ah.
B. Dasar Hukum Shalat Berjamaah
Hukum shalat berjama’ah adalah sunah muakkadah (sunah yang sangat
dikuatkan/sangat dianjurkan untuk dilaksanakan). Diantara dalil tentang perintah mendirikan
shalat secara berjama’ah yaitu:
1. QS. aI-Baqarah/2: 43
2. QS. an-Nisa/4: 102
3. Hadis Nabi saw. Riwayat Abu Daud, Ahmad, dan aI-Aswad ra.
“Jangan kamu lakukan (itu lagi), bila salah seorang kamu sudah shalat di rumahmu,
kemudian masih mendapati imam belum shalat (di masjid), maka hendaklah ikut shalat
bersamanya, maka sesungguhnya itu (yakni shalat kedua) dihitung shalat sunah
baginya.”
C. Kriteria Imam Shalat Jama’ah
Dalam melaksanakan shalat berjama’ah, diperlukan seorang pemimpin yangakan
bertugas memimpin shalat jama’ah tersebut. Adapun kriteria imam shalat jama’ah adalah
sebagai berikut:
1. Orang-orang yang terbaik/pilihan, yaitu orang yang paling bagus penguasan dan
bacaannya terhadap Al-Qur’an
2. Jika sama-sama bagus penguasaan dan bácaannya terhadap Al-Qur’an, maka
berikutnya adalah orang yang paling paham tentang sunah
3. Kemudian orang yang paling senior keislamannya
4. Orang yang paling tua usianya
Ketentuan-ketentuan imam tersebut dengan catatan semuanya memiliki akhlak yang
baik, artinya tidak boleh mengangkat imam dimana para jama’ah membencinya. Pada
dasarnya, imam itu diangkat dan dipilih oleh jama’ahnya, tidak boleh maju dan mengangkat
diri sendiri menjadi imam.
D. Tata Cara Shalat Berjama’ah
Shalat berjama’ah di masjid merupakan salah satu amal yang mulia. Agar ibadah ini
semakin sempurna, ada beberapa petunjuk Nabi Muhammad saw, yang tidak boleh
diabaikan. Yang perlu diperhatikan seorang muslim ketika hendak melakukan shalat
berjama’ah di masjid yaitu:
1. Shalat fardlu berjama’ah sebaiknya dilaksanakan di awal waktu di masjid/mushalla,
2. Sebelum takbir, imam supaya menghadap ke makmumnya, memperhatikan shaf
(barisan) dan mengaturnya terlebih dulu.
Caranya:
a. Imam hendaknya menganjurkan supaya meluruskan dan merapatkan shafnya.
b. Imam juga dituntunkan untuk mengatur shaf dengan menganjurkan pada jama’ah
laki-laki agar shaf depan dipenuhi lebih dulu kemudian shaf berikutnya.
c. Posisi makmum shalat berjama’ah.
1) Jika makmum hanya seorang, maka posisi shafnya berada di sebelah kanan imam.
2) Jika menyusul makmum yang lain, maka hendakIah langsung berdiri di belakang
imam, jangan di kiri imam, kemudian makmum yang disamping imam tadi
mundur ke belakang untuk menyamakan shaf dengan makmum yang Iainnya.
3) Pada dasarnya, jika makmum Iebih dan satu orang, maka makmum berbaris lurus
dan rapat di belakang imam di mana posisi imam berada di tengah. Jika datang
menyusul makmum yang lain, maka hendaklah mengisi shaf bagian kanan terlebih
dulu, baru kemudian shaf sebelah kiri dengan memperhatikan keseimbangan
antara shaf kanan dan kiri.
4) Jika makmum hanya seorang laki-laki dan seorang perempuan, maka posisi
makmum laki-laki di sebelah kanan imam, sedang posisi makmum perempuan di
belakang imam atau makmum laki-laki.
5) Jika makmum laki-laki dan perempuan Iebih dan satu orang, maka posisi
makmum laki-laki di belakang imam dan makmum perempuan di belakang
makmum laki-laki.
6) Jika makmum hanya seorang perempuan maka tidak boIeh berjama’ah berduaan
dengan diimami laki-laki yang bukan mahramnya atau bukan suaminya. Posisi
imam perempuan pada shaf pertama dibagian tengah dan sejajar dengan makmum.
7) Imam perempuan hanya boleh mengimami sesama perempuan dan anak yang
belum baligh. Posisi imam perempuan berada pada shaf pertama di bagian tengah
dan sejajar dengan makmum.
d. Apabila imam sudah bertakbir, maka makmum segera bertakbir dan jangan sekali-
kali mendahulul gerak imam sampai imam sempurna mengerjakannya.
e. Hendaknya makmum memperhatikan dengan tenang bacaan imam dan tidak
membaca apapun kecuali al-Fatihah yang dibaca di dalam hati mengikuti bacaan
imam.
f. Hendaknya imam memperhatikan kemampuan jama’ah, bacaan surat yang dibaca
disesuaikan dengan kondisi jama’ah.
g. Hendaknya imam membaca bacaan shalat dengan dilirihkan (sir) dan ada yang
dinyaringkan (Jahr). Bacaan yang dinyaringkan yaitu bacaan surat al-Fatihah dan
ayat-ayat Al-Qur’an di rakaat pertama dan kedua pada waktu shalat maghrib, isya
dan shubuh.
h. Hendaknya imam mengeraskan bacaan takbir intiqal (berpindah dan rukun ke rukun
yang lain) agar makmum dapat mendengar.
i. Jika ada makmum yang masbuq (terlambat), maka ia harus bertakbir secara
sempurna lalu mengikuti gerakan atau bacaan imam yang terakhir dalam posisi
apapun.
j. Selesai shalat, imam hendaknya duduk/berdiam sejenak untuk istighfar dan berdo’a
lalu menghadap ke jama’ah sebelah kanannya.
E. Cara Mengingatkan Imam yang Lupa
Syari’at Islam memberikan tuntunan tentang cara-cara mengingatkan imam yang lupa
dalam gerakannya, yaitu:
1. Bagi makmum laki-laki, cara mengingatkan imam yang lupa dengan mengucapkan
tashbih (subhanallah)
2. Bagi makmum perempuan, cara mengingatkan imam adalah dengan tepukan tangan
(tashfiq) di tempat terdekat, misal di pahanya atau lengannya.
F. Makmum Masbuq
Yang dimaksud dengan makmum masbuq ialah orang yang mengikuti jama’ah yang
datang kemudian (menyusul), hingga tidak sempat membaca al-Fatihah pada rakaat tersebut.
G. Halangan Shalat Berjama’ah
Shalat berjama’ah dapat ditinggalkan, dan dilaksanakan shalat sendiri (munfarid)
apabila dalam keadaan seperti berikut:
1. Hujan lebat atau angin kencang yang menyusahkan perjalanan ke masjid.
2. Sakit yang cukup parah sehingga sulit untuk ke masjid.
3. Karena lapar dan haus sedangkan makanan sudah tersedia.
4. Ingin buang air besar atau air kecil.
H. Keutamaan/Hikmah Shalat Berjama’ah
Melaksanakan shalat berjama’ah memberikan banyak hikmah, diantaranya yaitu:
1. Allah Swt. akan melipatgandakan pahala bagi mereka yang melaksanakan shalat
berjama’ah.
‫ َص َالُة اْلَج َم اَع ِة َتْفُضُل َص َالَة اْلَفِّذ ِبَس ْبٍع َو ِع ْش ِر ْيَن َد َر َج ًة‬:‫وقال صلى هللا عليه وسلم‬
Dari Ibnu Umar ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Shalat jama’ah itu melebihi
shalat sendirian, dengan (pahala) dua puluh derajat.” (HR. al-Bukhari).
2. Akan dihapuskan kesalahannya dan senantiasa dido’akan malaikat supaya Allah Swt.
memberikan shalawat dan kasih sayang.
3. Mengikat tali persaudaraan (ukhuwah), kebersamaan dan silaturrahmi antar sesama
saudara muslim, sesuai dengan surat at-Taubah/9: 11:
4. Mencegah perbuatan keji dan kemungkaran. Sebagaimana yang disebutkan Allah QS.
Al-‘Ankabut/29: 45
5. Membina kedisiplinan, ada nilai gerakan meninggalkan kemalasan.
6. Melatih kesabaran.
7. Menyebarkan ajaran Islam dikalangan masyarakat.
8. Tidak membedakan status sosial seseorang karena kedudukannya sama di hadapan Allah
Swt.
9. Taat kepada pimpinan selama tidak melakukan kesalahan, apabila salah kita wajib
mengingatkan.
SHALAT JUM’AT

A. Ketentuan Shalat Jum'at


1. Pengertian dan Dasar Hukum Shalat Jum'at
Shalat Jum'at adalah shalat dua raka'at pada waktu dzuhur hari Jum'at yang dilakukan
secara berjama'ah dan dilaksanakan setelah khutbah. Menunaikan ibadah shalat Jum'at
hukumnya fardlu 'ain, yaitu kewajiban yang musti harus ditunaikan oleh setiap orang-perorang
yang telah memenuhi syarat wajib shalat Jum'at. Ketentuan seperti itu didasarkan pada firman
Allah dalam Surat al-Jumu'ah/62 ayat 9.
Kewajiban menunaikan shalat jum'at dikecualikan bagi hamba sahaya, kaum wanita,
anak-anak, orang sakit, dan orang yang sedang berhalangan /udzur, seperti orang yang sedang
dalam bepergian/musafir.
2. Syarat- wajib dan Syarat sah Shalat Jum'at
a. Syarat Wajib Shalat Jum'at
Orang yang wajib mengerjakan shalat Jum'at adalah orang-orang yang memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut, yaitu:
1) Islam
2) Baligh atau dewasa
3) Berakal
4) Sehat (bagi orang sakit atau berhalangan tidak wajib Jum'at)
5) Laki-laki
6) Merdeka
7) Penduduk tetap (mukim) artinya bukan musafir
b. Syarat Sah Shalat Jum'at
Adapun syarat sah shalat jum'at adalah sebagai berikut:
1) Shalat Jum'at diadakan dalam satu tempat tempat tinggal baik di kota maupun di
desa. Tidak sah jika dikerjakan di ladang atau tempat yang jauh dari perkampungan
penduduk.
2) Shalat Jum'at diadakan secara berjama'ah. Mengenai jumlah jama'ah, para ulama
berbeda pendapat. Namun berdasarkan fatwa Tarjih Muhammadiyah tidak ada
pembatasan dalam masalah jumlah. Selagi dilakukan secara berjama'ah dengan
jumlah banyak menurut suatu adat, maka shalat Jum'at itu sah dilakukan.
3) Shalat Jum'at dilaksanakan setelah matahari tergelincir, yaitu saat masuknya waktu
dhuhur.
4) Hendaklah dilaksanakan setelah dua khutbah
3. Sunnah-sunnah shalat jumat
a. Mandi (seperti mandi janabah) memakai pakaian terbaik dan mengenakan wangi-wangian
jika ada.
b. Hendeklah bersegera pergi ke masjid / jamaah jum’at dan berangkat dengan tenang
c. Setelah tiba di masjid, hendaklah melakukan shalat tahiyatul masjid dua rakaat.
d. Orang yang dating terlambat, hendaklah tidak mengganggu anggota jamaah yang sudah
datang lebih awal.
e. Apabila khatib sudah mulai menyampaikan khutbahnya, hendaklah setiap jamaah diam
dengan penuh kekhusu’an sembari memperhatikan khutbah dengan sungguh-sungguh.
4. Tata Cara Shalat Jum'at
Shalat Jum'at harus dilaksanakan sesuai ketentuan yang diajarkan dan dicontohkan
Rasulullah saw. Karena itu, agar kita dapat mengerjakan shalat Jum'at secara benar, maka
perlu mengikuti beberapa ketentuan berikut ini:
a. Shalat Jum'at dikerjakan pada waktu dluhur.
b. Khatib segera naik mimbar untuk memulai khutbah diawali dengan salam.
c. Setelah khatib naik mimbar dan mengucapkan salam, muadzin mengumandangkan adzan.
d. Setelah adzan, khatib memulai khutbah yang pertama (harus terpenuhi syarat dan rukun
khutbah).
e. Setelah khutbah pertama selesai, khatib duduk sejenak sebelum memulai khutbah kedua;
f. Kemudian, khatib berdiri lagi untuk khutbah kedua yang diakhiri dengan do'a.
g. Setelah selesai khutbah kedua, muadzin mengumandangkan iqamah yang menunjukkan
bahwa shalat Jum'at segera dimulai.
h. Imam segera mulai memimpin shalat jumat dan para makmum segera mengikuti imam
untuk shalat secara berjamaah
5. Halangan-halangan Shalat Jum'at (Udzur)
Adapun halangan-halangan yang membolehkan untuk tidak shalat Jum'at dan jama'ah
diantaranya adalah:
a. Ketika turun hujan apabila hujan tersebut akan membasahi pakaiannya dan tidak
menemukan payung atau alat teduh lainnya.
b. Sakit yang memberatkannya untuk melaksanakan ibadah shalat Jum'at serta merawat
orang sakit yang tidak ada perawatannya.
c. Kondisi yang dapat membahayakan diri, harta, dan kehormatannya.
d. Menahan al-Akhbatsain, yaitu menahan buang air kecil dan buang air besar
e. Dalam keadaan safar/perjalanan
f. Sedang sibuk mengurus jenazah
6. Larangan Shalat Jum'at
Larangan bagi orang yang sedang shalat Jum'at pada saat khatib sedang khutbah karena dapat
menjadikan shalat Jumatnya menjadi sia-sia yaitu:
a. Membaca Al-Quran ketika khatib sedang khutbah
b. Membaca buku ketika khatib sedang khutbah
c. Datang ke masjid setelah iqamah
d. Berbicara/bercakap-cakap/bercanda.
e. Menegur orang lain dengan suara.
f. Tidak menyimak yang disampaikan khatib
B. Ketentuan Khutbah
Khutbah Jum'at merupakan sebuah komponen yang penting dalam pelaksanaan shalat
Jum'at, sehingga bagi siapapun yang melaksanakan ritual mingguan ini seharusnya mengerti apa
yang dimaksud dengan khutbah Jum'at terutama seorang yang bertugas menjadi khatib.
1. Syarat-syarat Khutbah Jum'at
Adapun syarat-syarat yang harus diperhatikan ketika berkhutbah yaitu:
a. Hendaknya khutbah itu dimulai sesudah tergelincirnya matahari
b. Khutbah dilaksanakan dengan cara berdiri serta menghadapkan wajahnya kepada jama'ah
shalat Jum'at
c. Hendaknya khatib mengucapkan salam ketika telah berada di atas mimbar
d. Khatib hendaknya duduk di antara khutbah yang pertama dengan khutbah yang kedua.
Ketentuan ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Abdullah bin
'Umar ra, ia berkata:
"Nabi saw. Melakukan dua khutbah dan duduk di antara keduanya." (H.R. al-Bukhari)
e. Hendaknya khatib berkhutbah dengan penuh semangat, disertai dengan suara yang jelas,
terang didengar, atau suara keras tetapi tidak berlebihan,
f. Kedua khutbah dimulai setelah adzan selesai dikumandangkan dan iqamah pun segera
diserukan setelah berakhirnya khutbah yang kedua.
g. Hendaknya khutbah disampaikan secara singkat.
2. Rukun Khutbah Jum'at
Selain syarat khutbah, yang harus diperhatikan dan harus diketahui oleh seorang khatib adalah
rukun khutbah Karena jika salah satu rukun khutbah tidak dilaksanakan atau ditinggalkan,
maka khutbah Jum'at tidak sah Dalam menyampaikan khutbah, baik itu khutbah yang pertama
maupun khutbah yang kedua, hendaknya memuat hal-hal sebagai berikut di bawah ini.
a. Menyampaikan puji-pujian kepada Allah Swt. Berdasarkan
b. Menyampaikan shalawat kepada Nabi Muhammad saw,
c. Mengucapkan kesaksian atau syahadah Berdasarkan pada
d. Mewasiatkan taqwa, yaitu mengajak atau berwasiat untuk dirinya sendiri dan para jama'ah
untuk meningkatkan taqwa kepada Allah Swt., menjauhi segala larangan-Nya dan
menjalankan segala perintah-Nya.
e. Membaca ayat al-Qur’an
f. Memanjatkan doa di akhir khutbah yang kedua
3. Syarat menjadi Khatib
a. Khatib harus seorang laki-laki.
b. Baligh/ dewasa
c. Memiliki pengetahuan yang luas tentang agama.
d. Suci dari hadats dan najis.
e. Menutup aurat
f. Khatib hendaknya berdiri saat menyampaikan khutbah.
g. Khatib harus seorang yang bersemangat.
h. Khatib mengetahui syarat, rukun dan sunnah khutbah.
4. Fungsi Khutbah
Fungsi Khutbah Jum'at antara lain:
a. Untuk mengingatkan kaum muslimin agar lebih meningkatkan iman dan taqwa kepada
Allah swt
b. Untuk mengingatkan kaum muslimin agar lebih meningkatkan amal shaleh dan lebih
memperhatikan mereka yang kurang mampu untuk menegakkan keadilan dan
kesejahteraan dalam masyarakat
c. Untuk mengingatkan kaum muslimin agar lebih meningkatkan kemauan untuk menuntut
ilmu pengetahuan dan wawasan keagamaan
d. Untuk meningkatkan kaum muslimin agar lebih meningkatkan akhlakul karimah dalam
kehidupan pribadi, bermasyarakat berbangsa dan bernegara,
e. Untuk mengingatkan kaum muslimin mengenai ajaran Islam, baik perintah maupun
laranganNya,
f. Mengingatkan kaum muslimin agar rajin dan giat bekerja untuk mengejar kemajuan dalam
menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat
g. Mengingatkan kaum muslimin agar meningkatkan ukhuwah Islamiyah, dan membantu
sesama muslim
C. Keutamaan Ibadah Jum'at
Ada beberapa keutamaan ibadah Jum'at diantaranya adalah:
1. Dapat menghapuskan dosa
2. Terdapat waktu yang mustajab
3. Jika bersegera menghadiri shalat Jum'at, akan memperoleh 3 pahala yang besar
ARIYAH DAN LUQATAH

A. 'Ariyah (Pinjam-meminjam)
1. Pengertian 'Ariyah (pinjam meminjam)
Secara bahasa 'ariyah diambil dari kata 'aara yang artinya pergi dan datang
secara cepat. Secara istilah 'ariyah ialah memberikan suatu barang yang halal kepada
yang lain untuk diambil manfaatya dengan tanpa merusak zatnya, agar zat barang
dapat dikembalikan kepada pemiliknya. Dengan demikian yang dinamakan 'ariyah
yaitu meminjamkan barang tanpa ganti rugi.
2. Landasan hukum pinjam meminjam
Landasan hukum pinjam meminjam terdapat pada Q.S. Al-Maidah/5: 2. Lalu,
awal hukum 'Ariyah adalah sunnah, namun bisa berubah menjadi wajib, maupun
haram. Ariyah dapat menjadi wajib misalnya meminjamkan mobil untuk
mengantarkan orang kecelakaan. Mengapa demikian wajib, karena sebuah darurat
yang harus cegera dilaksanakan, jika tidak dilaksanakan akan mengakibatkan
kematian. 'Ariyah dapat dihukumi haram jika meminjamkan untuk kebutuhan maksiat
sebagai contoh meminjamkan pisau bukan untuk alat memasak namun untuk
membunuh seseorang.
3. Macam-macam 'Ariyah
Pinjam meminjam dapat dikategorikan menjadi 2 macam diantaranya:
a. Ariyah Muqayyad yaitu bentuk pinjam meminjam ada batasannya. Dalam hal
ini baik dibatasi dalam hal waktu, maupun tempat. Misalnya Pak Ahmad
meminjam uang kepada Pak Hamim untuk menebus biaya cicilan motornya,
kemudian Pak Hamim memberikan batasan waktu untuk pengembalian sampai
seminggu kedepan dan Pak Ahmad pun menyanggupinya.
b. Ariyah Mutlaq yaitu bentuk pinjam meminjam tanpa ada suatu batasan. Dalam
hal ini peminjaman tidak ada batas tertentu yang mengikat. Misalnya Ahmad
meminjam buku catatan kepada Zahra, akan tetapi Ahmad memberikan
kebebasan pada Zahra dalam hal pengembaliannya.
4. Rukun dan Syarat Pinjam Meminjam
Rukun 'Ariyah ada 4 yaitu mu'ir (orang yang meminjamkan), Mu’tasir (orang
yang menerima pinjaman), mu’ar (benda yang dipinjamkan), akad atau ijab qabul.
5. Kewajiban Peminjan
Kewajiban peminjam yaitu mengembalikan serta menjaga barang yang dipinjam
dengan secara hati-hati dan tidak merusaknya. Namun dalam pandangan beberapa
ulama menurut Syafi'i dan Abu Hanifah, pemberi pinjaman boleh untuk menarik
kembali barang yang dipinjamkan jika ia menghendakinya.
6. Mengembalikan barang Pinjaman
Si peminjam memiliki kewajiban untuk mengembalikan barang pinjamannya jika ia
telah selesai memanfaatkan barang tersebut. Karena barang pinjaman merupakan
amanah yang harus dikembalikan kepada sang pemiliknya. Sebagaimana firman
Allah dalam Q.S. an-Nisa/4: 58
Begitupun dalam hadits, Rasulullah saw bersabda:
‫آال إن العارية مؤدة‬
“Ketahuilah bahwasanya 'Ariyah (barang pinjaman) adalah barang yang wajib untuk
dikembalikan.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad)
B. Luqathah
1. Pengertian Luqathah
Luqathah menurut bahasa berarti suatu barang yang ditemukan. Sedangkan
menurut Istilah adalah harta/barang yang didapat atau ditemukan di suatu tempat dan
tidak diketahui pemiliknya untuk disimpan dan dimiliki sesudah diumumkan terlebih
dahulu.
2. Hukum Mengambil Luqathah
Hukum pengambilan barang temuan dapat berubah-ubah tergantung pada
kondisi tempat dan kemampuan penemunya, hukum pengambilan barang temuan
antara lain sebagai berikut
a. Wajib, yakni wajib mengambil barang temuan bagi penemunya, apabila orang
tersebut percaya kepada dirinya bahwa ia mampu mengurus benda-benda temuan
itu dengan sebagaimana mestinya dan terdapat sangkaan berat bila benda-benda
itu tidak diambil akan hilang sia-sia atau diambil oleh orang-orang yang tidak
bertanggung jawab. Menurut suatu pendapat, hukum memungut luqathah wajib,
jika luqathah ditemukan ditempat yang tidak aman. Hal ini sesuai dengan firman
Allah Q.S. at-Taubah/9: 71.
b. Sunnat, sunnat mengambil barang temuan bagi penemunya apabila orang tersebut
percaya kepada dirinya bahwa ia mampu mengurus benda-benda temuan itu
dengan sebagaimana mestinya tetapi bila tidak diambil pun barang-barang
tersebut tidak dikhawatirkan akan hilang sia-sia.
c. Makruh, Imam Malik dan kelompok Hanabilah juga sepakat bahwa memungut
barang temuan itu hukumnya makruh, alasannya adalah karena seseorang tidak
boleh mengambil harta saudaranya serta dikhawatirkan orang yang mengambil itu
bersifat lalai menjaga atau memberitahukannya.
d. Haram, bagi orang yang menemukan suatu benda, kemudian dia mengetahui
bahwa dirinya sering terkena penyakit tamak dan yakin betul bahwa dirinya tidak
akan mampu memelihara barang tersebut. Hukum memungut luqathah juga haram
jika berada dikawasan tanah haram (Makkah) Apabila seseorang memungut
luqathah dengan berniat memilikinya, dia harus mengganti karena dia telah
bertindak lalai.
e. Jaiz atau Mubah, jika luqathah ditemukan dibumi tak bertuan atau dijalan yang
tidak dimiliki seseorang atau di selain tanah haram Makkah.
PEREKONOMIAN DALAM ISLAM

A. Ekonomi Islam
1. Pengertian Ekonomi Islam
Ekonomi Islam dalam bahasa arab diistilahkan dengan al-iqtishad al-Islami. Al-
iqtishad seca ra bahasa berarti al-qashdu yaitu pertengahan dan berkeadilan. Maksudnya,
orang yang berlaku jujur, lurus dan tidak menyimpang dan kebenaran. Dengan demikian
yang dinamakan dengan ekonomi Islam adalah penerapan aktifitas yang berkeadilan
dengan sistem ekonomi yang berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunah.

Ekonomi Islam adalah tata aturan yang berkaitan dengan cara berproduksi, distribusi,
dan konsumsi, serta kegiatan lain dalam rangka mencari ma’isyah (penghidupan individu
maupun kelompok) sesuai dengan ajaran Islam (Al-Qur’an dan Al-Hadits).

Tujuan ekonomi Islam adalah segala aturan yang diturunkan Allah SWT dalam
sistem Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta
menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian
pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai kemenangan di
dunia dan di akhirat.

Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof. Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada
tiga sasaran hukum Islam yang menunjukan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi
seluruh umat manusia, yaitu:

1) Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan
lingkungannya.
2) Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek
kehidupan di bidang hukum dan mu’amalah.
3) Tercapainya maslahah (kebaikan bersama) yang merupakan puncak dan tercapaikan
tujuan dan ekonomi Islam.
2. Hukum Ekonomi Islam
Beberapa dasar hukum Islam tersebut diantaranya yaitu:
a. Al-Qur’an
Salah satu pokok ajaran dalam Al-Qur’an selain mengajarkan ketauhidan adalah
tentang masalah muamalah, sehingga dijadikan dasar hukum utama konsep ekonomi
Islam.
b. Hadits
Dasar hukum kedua adalah hadits, hadits merupakan hal- hal yang datang dari
Rasulullah saw. Baik berupa ucapan, perbuatan maupun taqrir. Nabí Muhammad saw.
adalah sosok yang ahli dalam masalah perdagangan. Oleh karena itu, Nabí Muhammad
saw. sangat layak untuk dijadikan panutan pelaku ekonomi modern. Maka, dalam hal ini
hadits dapat dijadikan hukum ekonomi Islam.
c. Ijma
Dasar hukum ekonomi Islam yang ketiga menggunakan Ijma’. Ijma’ yaitu
kesepakatan ulama dalam menentukan suatu perkara. Ijma’ merupakan dasar hukum
yang dapat diterapkan sebab melalui kesepakatan para cendekiawan atau ulama yang
sudah mengeksplor dan memperdalam permasalahan terutama mengenai ekonomi Islam.
d. Qiyas
Merupakan suatu aktifitas para ulama untuk memecahkan permasalahan baru yang
timbul dalam kehidupan sehari-hari dimasyarakat. Dengan merujuk beberapa ketentuan
yang ada, maka qiyas berperan untuk membuat sebuah hukum yang aplikatif.
3. Tujuan Ekonomi Islam
Menurut Muhammad Umar Chapra, seorang ekonomi muslim, tujuan kegiatan
ekonomi tersebut dapat dirumuskan menjadi 4, diantaranya:

a. Memperoleh kesejahteraan ekonomi dalam batas dan norma moral Islam


b. Membina persaudaraan dan menegakkan keadilan universal.
c. Distribusi pendapatan yang seimbang, artinya ekonomi harus merata, maka
ketidakadilan dalam berekonomi tidak dibenarkan dalam Islam
d. Mewujudkan kebebasan manusia dalam konteks kesejahteraan sosial.
4. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam
Dalam hukum ekonomi Islam sebagai aturan yang telah ditentukan syara’, terdapat
prinsip-prinsip yang harus dipenuhi sebagai berikut:
a. Pada asalnya aktivitas ekonomi itu boleh dilakukan sampai ada dalil yang
mengharamkannya.
b. Aktivitas ekonomi itu hendaknya dilakukan dengan suka sama suka
c. Kegiatan ekonomi yang dilakukan hendaknya mendatangkan maslahat dan menolak
madharat
d. Aktivitas ekonomi itu terlepas dan unsur gharar, riba atau kedzaliman yang lainnya.
Gharar adalah suatu yang tidak jelas atau samar-samar. Dalam hal ini ketika bertransaksi
ekonomi harus dipastikan tenlebih dahulu jenis, jumlah, kualitas, keadaan barang atau
produk ekonominya agar tidak ada yang dirugikan.
e. Pninsip akuntabel, artinya dalam melakukan transaksi ekonomi Islam harus tercatat dan
terekam secara jetas. Agar tidak menimbulkan kerugikan atau ketidak hermonisan antara
kedua belah pihak.
5. Cara Membangun Ekonomi Umat
Dalam menumbuhkan ekonomi umat, maka ada 3 aspek, diantaranya adalah:
a. Aspek kultural
Aspek kultural berkaitan dengan budaya, norma, nilai, pandangan hidup dan
kebiasaan yang lama dilakukan oleh orang muslim.
b. Aspek struktural
Aspek struktural merupakan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah yang
berimplikasi kepada masyarakat. Dengan demikian peran organisasi Islam seperti
Muhammadiyah sangatlah penting. Muhammadiyah diharapkan dapat mendorong
pemerintah untuk membuat kebijakan dalam permodalan.
c. Aspek teknis
Aspek teknis merupakan aspek yang berkaitan dengan konsistensi dan keseriusan
dalam pengelolaan bisnis. Faktor kompetensi harus benar-benar diperhatikan agar dapat
bersaing dengan pembisnis yang lainnya.
B. Bank
1. Bank Syari’ah dan Bank Konvensional
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak. Pengertian bank ini hampir mirip dengan pengertian bank
konvensional. Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 bank konvensional adalah
bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Sedangkan bank syari’ah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan pembiayaan dan jasa—jasa lain dalam lalu untas pembayaran serta peredaran
uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah.
2. Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional disajikan dalam tabel
berikut ini:
Bank Syari’ah Bank Konvensional
1. Melakukan investasi-investasi yang 1. Investasi yang halal dan haram
halal. 2. Memakai perangkat bunga
2. Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli 3. Profit oriented
atau sewa 4. Hubungan dengan nasabah dalam
3. Mencari kemakrnuran dunia dan akhirat bentuk hubungan debitor-debitor
4. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk 5. Tidak terdapat dewan sejenis
hubungan kemitraan 6. Tidak ada kewajiban mengelola zakat
5. Penghirnpunan dan penyaluran dana
harus sesuai dengan fatwa Dewan
Pengawas Syari’ah.
6. Kewajiban mengelola zakat

3. Produk Bank Syariah


Produk bank syariah dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Wadi’ah, artinya titipan uang, barang, dan surat-surat berharga atau deposito dan tidak
boleh dimanfaatkan secara tidak benar.
b. Mudlarabah adalah bentuk kerjasama antara kedua belah pihak. Pihak pertama sebagai
modal, sedangkan pihak kedua sebagai pengelola dan keuntungannya dibagi berdasarkan
kesepakatan yang ditentukan keduanya.
c. Musyarakah, suatu akad yang dilakukan oleh kedua belah pihak, untuk meningkatkan
aset bersama dalam rnelaksanakan usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan
bersama.
d. Murabahah, adalah jual beli barang dengan tambahan keuntungan atau cost plus atas
dasar harga pembelian yang pertama secara jujur.
e. Qardl Hasan, adalah pinjaman tanpa suku bunga dan pihak bank.
4. Keunggulan dan Kelemahan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Bank syari’ah memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan antara lain sebagai
berikut:
1) Keunggulan bank syariah adalah:
a. Mekanisme bank syariah didasarkan pada prinsip efisiensi, keadilan, dan
kebersamaan.
b. Tidak mudah dipengaruhi gejolak moneter. Penentuan harga bagi bank bagi hasil
didasarkan pada kesepakatan antara bank dengan nasabah.
c. penyimpanan dana sesuai dengan jenis simpanan dan jangka waktunya, yang akan
menentukan besar kecilnya porsi bagi hasil yang akan diterima penyimpan.
d. Bank syariah lebih mandiri dalam penentuan kebijakan bagi hasilnya
e. Bank syariah relatif lebih mudah merespon kebijakan pemerintah
f. Terhindar dan praktik money laundering
2) Kelemahan bank syari’ah adalah:
a. Terlalu berprasangka baik kepada semua nasabah dan berasumsi bahwa semua orang
terlihat jujur dan dapat dipercaya, sehingga rawan terhadap itikad baik.
b. Metode bagi hasil memerlukan perhitungan rumit, sehinga resiko salah hitung lebih
besar daripada bank konvensioanal.
c. Kekeliruan penilaian proyek berakibat lebih besar daripada bank konvensional.
d. Produk-produk bank syari’ah belum biasa mengakomodasi kebutuhan masyarakat dan
kurang kompetitif, karena manajemen bank syari’ah cenderung mengadopsi produk
perbankan konvensional yang disyari’ahkan, dengan variasi produk yang terbatas.
e. Pemahaman masyarakat yang kurang tepat terhadap kegiatan operasional bank
syariah.
Sedangkan pada bank konvensional memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan
sebagai berikut:
1) Kelebihan Bank Konvensional adalah:
a. Metode bunga telah lama dikenal oleh masyarakat, bank konvensional lebih mudah
menarik nasabah penyimpanan dana sehingga lebih mudah mendapatkan modal.
b. Bank konvensional lebih kreatif dalam menciptakan produk-produk dengan metode
yang telah teruji dan berpengalaman, bank konvensional lebih mengetahui permainan
pasar perbankan dan mencari celah-celah baru dalam mengupayakan ekspansinya.
c. Nasabah penyimpan dana yang telah terbiasa dengan metode bunga cenderung
memilih bank konvensional daripada beralih ke metode bagi hasil yang relatif masih
baru.
d. Dengan banyaknya bank-bank konvensional, persaingan antar bank lebih
menggairahkan yang dapat memacu manajemen untuk bekerja lebih baik.
e. Dukungan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah yang lebih
mapan, sehingga bank dapat bergerak lebih pasti
2) Kelemahan Bank Konvensional adalah:
a. Faktor manajemen, yang ditandai oleh inkonsistensi penyaluran kredit, campur
tangan pemilik yang berlebihan, dan manajer yang tidak professional.
b. Kredit bermasalah, karena prosedur pemberian kredit tidak dipatuhi dan penumpukan
pemberian kredit pada grup sendiri dan kalangan tertentu.
c. Praktik curang, seperti bank dalam bank dan transaksi fiktif
d. Praktik spekulasi yang terlalu ambisius dan tanpa perhitungan
5. Fungsi Bank Syari’ah
Menurut Dr. Amir Machmud dalam menelaah perkembangan bank syariah ada
empat fungsi, yaitu:
a. Mendukung strategi pengembangan ekonomi regional
b. Memfasilitasi segmen pasar yang belum terjangkau
c. Menarik nasabah yang tidak berminat dengan bank konvensional
d. Memfasilitasi distribusi manfaat barang modal untuk kegiatan produksi melalui sewa
menyewa (Ijarah)
6. Koperasi Syariah
Koperasi syari’ah adalah badan usaha koperasi yang menjalankan usahanya dengan
prinsi-prinsip syari’ah. Apabila koperasi memiliki unit usaha produktif simpan pinjam,
maka seluruh produk dan operasionalnya harus dilaksanakan dengan mengacu kepada
fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia. Dalam koperasi syari’ah
memiliki sebuah tujuan, fungsi, landasan serta prinsip koperasi syari’ah. Adapun uraiannya
sebagai berikut:
a. Tujuan koperasi syariah
Tujuan koperasi syari’ah dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1) Mensejahterakan ekonomi anggotanya sesuai dengan norma dan moral Islam
2) Menciptakan persaudaraan dan keadilan sesama anggota.
3) Membàntu saudara yang kesulitan memiliki modal
b. Fungsi koperasi syari’ah
1) Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan anggota pada khususnya,
dan masyarakat pada umumnya, guna meningkatkan kesejahteraan social
ekonominya;
2) Memperkuat kualitas sumber daya insani anggota, agar menjadi lebih amanah,
professional (fathonah), konsisten, dan konsekuen (istiqomah) di dalam menerapkan
prinsip-prinsip ekonomi Islam dan prinsip-prinsip syari’ah Islam;
3) Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang
merupakan usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi;
4) Sebagai mediator antara menyandang dana dengan penggunan dana, sehingga
tercapai optimalisasi pemanfaatan harta;
5) Menguatkan kelompok-kelompok anggota, sehingga mampu bekerjasama melakukan
kontrol terhadap koperasi secara efektif.
6) Mengembangkan dan memperluas kesempatan kerja.
7) Menumbuhkan-kembangkan usaha-usaha produktif anggota
c. Landasan Koperasi Syariah
1) Berlandaskan Pancasila dan UUD 1945
2) Berasaskan kekeluargaan
3) Berlandaskan syari’ah Islam yaitu Al-Qur’an dan As-Sunah dengan saling tolong
menolong dan menguatkan.
d. Prinsip Koperasi Syari’ah
1) Manusia diberi kebebasan bermuamalah selama bersama dengan ketentuan syari’ah
2) Manusia merupa kan khalifah Allah dan pemakmur di muka bumi
3) Menjunjung tinggi keadilan serta menolak setiap bentuk riba dan pemusatan sumber
dana ekonomi pada segelintir orang atau sekelompok orang saja.
4) Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
5) Keputusan ditetapkan secara musyawarah dan dilaksanakan secara konsisten dan
konsekuen.
6) Pengeloiaan dilakukan secara transparan dan professional
7) Pembagian SHU dilakukan secara adil, sesuai dengan besarnya jasa usaha masing-
masing anggota.
JUAL BELI SESUAI SYARI’AT ISLAM

A. Jual Beli
1. Pengertian dan Dasar Hukum Jual Beli
Menurut bahasa jual beli berasal dan kata ba’a yabi’u bai’an artìnya menukar
sesuatu dengan sesuatu. Menurut istilah jual beli adalah suatu transaksi tukar menukar
barang atau harta yang mengakibatkan pemindahan hak milik sesuai dengan syarat dan
rukun tertentu. Dasar hukum jual beli bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits, didalam
Al-Qur’an sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. al-Baqarah/2: 275
‫ٰو ْۚا‬
‫َو َأَح َّل ٱُهَّلل ٱۡل َبۡي َع َو َح َّر َم ٱلِّر َب‬
“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
Sabda Rasulullah saw.:
“Pendapatan yang paling utama dan seorang adalah hasil usaha sendiri dan hasil jual
beli yang mabrur”.
2. Syarat dan Rukun Jual Beli
a. Rukun Jual Beli
Adapun rukun dan syarat jual beli sebagai berikut:
1. Ada penjual dan pembeli
2. Ada barang atau harta yang diperjual-belikan
3. Ada uang atau alat pembayaran yang sah, yang digunakan sebagai penukar barang
4. Ada lafal ijab qabul, yaltu sebagal bukti akan adanya kerelaan dan kedua belah
pihak.
b. Syarat Sah Jual beli
Syarat barang yang diperjual-belikan:
1. Barang itu suci, artinya bukan barang najis.
2. Barang itu bermanfaat.
3. Barang itu milik sendiri atau milik orang lain yang telah mewakilkan untuk
menjualnya.
4. Barang itu dapat diserahterimakan kepemilikannya.
5. Barang itu dapat diketahui jenis, ukuran, sifat dan kadarnya.
Syarat Penjual dan Pembeli:
1. Berakal sehat, orang yang tidak sehat pikirannya atau idiot (bodoh), maka akad jual
belinya tidak sah.
2. Atas kemauan sendiri, artinya jual beli yang tidak ada unsur paksaan.
3. Sudah dewasa (baligh), artinya akad jual beli yang dilakukan oleh anak-anak jual
belinya tidak sah, kecuali pada hal-hal yang sifatnya sederhana atau sudah menjadi
adat kebiasaan. Seperti jual beli es, permen dan lain-lain.
4. Keadaan penjual dan pembeli itu bukan orang pemboros terhadap harta, karena
keadaan mereka yang demikian itu hartanya pada dasarnya berada pada
tanggungjawab walinya.
3. Jual Beli yang Terlarang
a. Jual bell yang sah tapi terlarang, antara lain:
1) Jual beli yang harganya di atas/di bawah harga pasar dengan cara menghadang
penjual sebelum tiba di pasar.
2) Membeli barang yang sudah dibeli atau dalam proses tawaran orang lain.
3) Jual beli barang untuk ditimbun agar dapat dijual dengan harga yang sangat mahal,
sedangkan masyarakat sangat membutuhkan.
4) Jual beli untuk alat maksiat, misalnya jual beli senjata tajam untuk menyakiti orang
lain. Sebagaimana firman Allah Swt. QS. Al-Maidah/5: 2
5) Jual beli dengan cara menipu, misalnya membeli parsel buah dan sisi depan maupun
samping terlihat bagus akan tetapi pada kenyataannya kejelekan buah tersebut
disembunyikan di sisi bawah oleh penjual.
6) Jual beli barang yang bukan miliknya atau hasil curian.
Seperti sabda Rasulullah saw, yang diniwayatkan oleh at-Tirmidzi:
“Jangan menjual sesuatu yang tidak ada padamu”
b. Jual beli terlarang dan tidak sah
1) Jual beli sperma binatang
2) Menjual anak ternak yang masih dikandungan dan belum jelas wujudnya.
3) Menjual kembali barang yang dibeli sebelum diserahkan kepada pembelinya.
4) Menjual buah-buahan yang belum nyata wujudnya nanti. Jual beli ini dilarang
dengan alasan mengandung unsur ketidakpastian yang mungkin akan rusak sebelum
panen.
5) Menjual daging bangkai binatang
6) Menjual khamr atau minuman keras dan sejenisnya (narkoba, narkotika, dll)
B. Khiyar
Khiyar menurut bahasa artinya memilih yang terbaik, sedangkan menurut istilah khiyar
ialah memilih antara melangsungkan akad jual beli atau membatalkan atas dasar
pertimbangan yang matang dan pihak penjual dan pembeli. Maksudnya, baik penjual atau
pembeli mempunyai kesempatan untuk mengambil keputusan apakah meneruskan jual beli
atau membatalkannya dalam waktu tertentu atau karena sebab tertentu.
Hukum khiyar adalah boleh sejauh memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan.
Khiyar akan dihukumi haram dan dilarang apabila ditujukan untuk penipuan.
Jenis-jenis Khiyar
Khiyar terbagi menjadi 3 macam, yaitu:
a. Khiyar Majlis, yaitu memilih untuk melangsungkan atau membatalkan akad jual beli
sebelum keduanya berpisah dan tempat akad.
b. Khiyar syarat, yaitu khiyar yang dijadikan syarat waktu akad jual beli, maksudnya si
pembeli atau si penjual boleh memilih antara meneruskan atau mengurungkan jual
belinya selama persyaratan itu belum dibatalkan setelah mempertimbangkan dalam dua
atau tiga hari.
c. Khiyar aibi, yaitu memilih melangsungkan akad jual beli atau mengurungkannya
bilamana terdapat bukti cacat pada barang.
C. Musyarakah
1. Pengertian Musyarakah
Menurut bahasa syirkah artinya: persekutuan, kerjasama atau bersama-sama.
Menurut istilah syirkah adalah suatu akad dalam bentuk kerjasama antara dua orang atau
lebih dalam bidang modal atau jasa untuk mendapatkan keuntungan bersama. Dasar hukum
dan musyarakah diantaranya QS. an-Nisa/4: 12
Rukun dan syarat Musyarakah
a. Dua belah pihak yang berakad dengan syarat orang yang melakukan syirkah harus
cakap dalam mengelola hartanya
b. Objek akad yang mencakup modal dan pekerjaan. Syaratnya adalah benda syirkah harus
halal dan diperbolehkan oleh agama.
c. Akad (Ijab Qabul) dengan syarat ada aktivitas pengelolaan
2. Macam-macam Musyarakah
a. Syirkah amlak (syirkah kepemilikan) syirkah amlak terwujud karena wasiat atau
kondisi lain yang menyebabkan kepemilikan suatu asset oleh dua orang atau lebih.
b. Syirkah uqud (syirkah kontrak atau kesepakatan), syirkah uqud terjadi karena
kesepakatan dua orang atau lebih kerjasama dalam syirkah modal untuk usaha,
keuntungan dan kerugian ditanggung bersama. Syirkah uqud dibedakan menjadi
empat macam:
1. Syirkah ‘inan (harta)
2. Syirkah a’mal (serikat kerja/syirkah ‘abdan)
3. Syirkah wujuh (syirkah keahlian)
4. Syirkah muwafadah
Pada perbankan, penerapan musyarakah dapat berwujud hal-hal berikut ini:
1. Pembiayaan proyek. Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan
dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai
proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan dana
tersebut bersama hasil yang telah disepakati.
2. Modal ventura. Pada lembaga keungan khusus yang dibolehkan melalui
investasi dalam kepemilikan perusahaan, musyarakah diterapkan dalam skema
modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka tertentu dan setelah
itu bank melakukan investasi atau menjual sebagian sahamnya, baik secara
singkat maupun bertahap.
D. Mudlarabah
1. Pengertian dan Hukum Mudlarabah
Mudlarabah secara bahasa berasal dan kata “Dlaraba” yang artinya berpergian atau
berjalan. Sedangkan menurut istilah adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh dua
orang dimana pemilik modal menyerahkan modalnya kepada pengelola dengan ketentuan
bagi hasil kedua belah pihak. Namun kerugian ditanggung oleh pemilik modal. Hukum
mudlarabah dalam perdagangan Islam adalah mubah (boleh), dimana dalam hal ini dapat
meningkatkan perekonomian masyarakat secara drastis karena semua saling tolong-
menolong dan bahu-membahu antar satu sama lain. Sebagaimana firman Allah dalam QS.
al-Baqarah/2: 283.
2. Rukun dan Syarat Mudlarabah
a. Rukun mudlarabah
Rukun mudlarabah adalah sebagai berikut:
1. Pemilik modal dan orang yang menjalankan modal
2. Uang atau barang yang dijadikan modal
3. Jenis usaha atau pengelolaan harta
4. Serah terima antara pemilik modal dan pengelola modal
b. Syarat mudlarabah
1. Pemilik modal dan pengembang modal keduanya sama-sama baligh.
2. Modal harus diketahui secara jelas agar diketahui jumlahnya dan dapat diindahkan
antara modal dan keuntungan
3. Jenis usahanya dan tempatnya jelas, dan ini harus disepakati oleh kedua belah
pihak, baik pemberi modal maupun pengelola modal.
4. Pembagian keuntungan kedua belah pihak harus sudah disepakati bersama diawal,
sehingga tidak ada kecemburuan satu sama lain.
5. Pengelola modal tidak diperbolehkan menyalahgunakan modal untuk kepentingan
pribadi.
6. Kedua belah pihak tidak mencampuradukkan masalah pribadi dengan kesepakatan
pengelolaan bisnis yang berlaku.
3. Pembatalan Mudlarabab
Dalam mudlarabah bisa batal jika terdapat beberapa hal, diantaranya:
a. Salah satu syarat mudlarabah tidak terpenuhi
b. Pengelola modal meninggalkan tugas utamanya sebagai pengembang modal.
c. Apabila ada salah satu dan pemilik modal atau pemberi modal meninggal dunia.
4. Macam Mudlarabah
Macam-macam mudlarabah dapat dibagi beberapa sebagai berikut:
a. Mudlarabah muthlaqah (mudlarabah secara mutlak)
Mudlarabah mutlak adalah bentuk kerjasama antara pemilik modal dengan pengelola
modal namun tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis, waktu, tempat atau daerah bisnis
yang diinginkan. Kontrak mudlarabah muthlaqah dalam perbankan syariah biasa
digunakan untuk tabungan ataupun pembiayaan lain-lain.
b. Mudlarabah musytarakah
Mudlarabah musytarakah adalah salah satu bentuk akad mudlarabah dengan pengelola
dana (mudharib) turut menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi,
hal tersebut diperlukan karena mengandung unsur kemudahan dalam pengelolaannya
serta dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi para pihak.
c. Mudlarabah muqayyadah (mudlarabah terikat)
Mudlarabah muqayyadah adalah bentuk kerjasama antara pemilik modal dengan
pengelola modal namun dibatasi oleh pemilik modal baik dan spesifikasi jenis, waktu
dan daerah bisnis.
E. Murabahah
1. Pengertian dan Hukum Murabahah
Murabahah adalah transaksi penjualan kedua belah pihak mengenai barang dengan
menyatakan harga perolehan dan keuntungan yang disepakati. Pembayaran atas akad jual
bell dapat dilakukan secara tunal maupun kredit. Perbedaan dengan hal penjualan yang lain
yaitu bahwa penjual memberitahu kepada pembeli harga barang pokok yang dijualnya serta
jumlah keuntungan yang diperoleh. Contoh: pembelian rumah secara kredit.
2. Ketentuan Murabahah
a. Jual beli murabahah harus dilakukan atas barang yang telah dimiliki atau hak
kepemilikan telah berada di tangan penjual.
b. Adanya kejelasan informasi mengenai besarnya modal (harga pembeli) dan biaya-biaya
lain yang lazim dikeluarkan dalam jual beli.
c. Ada informasi yang jelas tentang hubungan baik nominal maupun persentase sehingga
diketahui oleh pembeli sebagai salah satu syarat sah murabahah.
d. Dalam sistem murabahah, penjual boleh menetapkan syarat kepada pembeli untuk
menjamin kerusakan yang tidak tampak pada barang, tetapi Iebih baik syarat seperti ¡tu
tidak ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai