MINILEARNING 5
PENTINGNYA MEMILIKI AQIDAH
YANG TEPAT
https://www.youtube.com/watch?v=fMrvO3085FI
Simak video di atas dengan cermat, terutama dari awal sampai menit ke lima
Gus Baha dengan cerdas dan sederhana menggambarkan siapa Allah, yg menjadi
pokok sandaran aqidah Islam.
PENGERTIAN AQIDAH
Secara etimologis, aqidah berarti berakar dari kata ‘aqada – ya’qidu – ‘aqidatan.
Aqdan berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi
‘aqidah berarti keyakinan. Relevansi antara arti kata '‘aqdan dan '‘aqidah berarti
keyakinan itu tersimpul dengan kokoh di dalam hati, bersifat mengikat dan
mengandung perjanjian
Lanjutan
Dari definisi diatas terdapat beberapa hal yang mesti diperhatikan secara seksama
agar mendapat pemahaman yang proporsional.
Pertama, setiap manusia memiliki fitrah mengakui kebenaran, indera untuk
mencari kebenaran, akal untuk menguji kebenaran dan wahyu untuk menjadi
pedoman dalam menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Dalam
beraqidah hendaknya manusia menempatkan fungsi masing-masing instrumen
tersebut pada posisi yang sebenarnya.
Kedua, keyakinan yang kokoh itu mengandaikan terbebas dari segala
pecampuradukan dengan keragu-raguan walaupun sedikit. Keyakinan hendaknya
bulat dan penuh, tiada berbaur dengan syak dan kesamaran. Oleh karena itu untuk
sampai kepada keyakinan itu manusia harus memiliki ilmu; yakni sikap menerima
suatu kebenaran dengan sepenuh hati setelah meyakini dalil-dalil kebenarannya
Lanjutan.
Ketiga, aqidah tidak boleh tidak harus mampu mendatangkan ketentraman jiwa
kepada orang yang meyakininya. Dengan demikian, hal ini mensyaratkan adanya
keselarasan dan kesejajaran antara keyakinan yang bersifat lahiriyah dan
keyakinan yang bersifat bathiniyah. Sehingga tidak didapatkan padanya suatu
pertentangan antara sikap lahiriah dan bathiniyah.
Keempat, apabila seseorang telah meyakini suatu kebenaran, konsekwensinya ia
harus sanggup membuang jauh-jauh segala hal yang bertentangan dengan
kebenaran yang diyakininya itu.
RUANG LINGKUP AQIDAH
Iman Kepada Allah Swt. Inti dari iman kepada Allah Swt. Adalah tauhid :
mengesakan Allah baik dalam zat, sifat dan af’al-Nya. Disamping itu Allah
memiliki al-asma’ al-husna dan ash-shifah, nama-nama dan sifat-sifat-Nya
sebanyak 99 (sembilan puluh sembilan) macam, dan semua ini menunjukkan
kemaha sempurnaan-Nya. Oleh karena itu di sini kita mengenal ada dua metode
untuk mengimani asma’ al-husna dan ash-shifah Allah yaitu 1) metode itsbat;
mengimani bahwa Allah memiliki nama-nama dan sifat yang menunjukkan
kemahasempurnaan-Nya, misalnya Allah maha mendengar, maha melihat, maha
mengetahui, maha bijkasana dll, dan 2) metode nafy; menafikan atau menolak
segala nama-nama dan sifat yang menunjukkan ketidaksempurnaan-Nya, misal
menafikan adanya makhluk yang menyerupai Allah, menolak anggapan bahwa
Allah memiliki anak atau orang tua dan lain-lain
lanjutan
Pada hakekatnya nabi dan rasul adalah manusia biasa seperti umumnya. Yang
membedaknnya adalah karena ia menerima wahyu dari Allah (Q.S. al-Kahfi : 110).
Apabila ia tidak dibebani kewajiban untuk menyampaikan wahyu itu maka disebut
Nabi. Jika ia diikuti dengan tanggung jawab menyampaikan wahyu maka ia disebut
Rasul. Jadi Nabi belum tentu rasul, sedangkan rasul sudah pasti nabi.
Tidak diketahui secara pasti berapa jumlah nabi dan rasul secara keseluruhan. Yang jelas
setiap umat manusia dalam kurun waktu tertentu diutus seorang nabi dan atau rasul
(Q.S. Yunus : 47). Al-Quran hanya menyebutkan sejumlah 25 orang saja dalam ayat-
ayatnya. Nabi dan rasul itu tersebar di beberapa surat seperti : al-An’am : 83-86
sebanyak 18 orang, 7 orang lagi disebutkan di ayat yang terpisah; Hud : 50, Hud : 84,
Ali Imran : 33, al-Anbiya’ : 85, dan al-Fath : 29. Sekalipun secara pasti hanya tersebut
25 orang saja di dalam al-Qur’an, umat Islam tetap diwajibkan meyakini semua
keberadaan nabi dan rasul yang diterangkan di dalamnya, dan sebagian lagi dan ini yang
terbanyak tidak diceritakan di dalamnya (Q.S. al-mukmin : 78)
lanjutan
Seluruh rasul yang diutus pada tiap zaman dan tempat pada dasarnya mengemban
tugas berat yang sama, yakni menegakkan kalimah tauhid la ilaha illa Allah (Q.S.
al-Anbiya : 25). Dalam mengemban tugas ini ternyata tidak semua rasul memiliki
kesabaran yang sangat tinggi, kecuali mereka yang diberi gelar ulul azmi; para
rasul yang sangat sabar, teguh hati dan tabah dalam menjalankan misinya (Q.S. al-
Ahqof : 35). Mereka itu adalah Muhammad, Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa (Q.S.
al-Ahzab : 7)
lanjutan
Umat Islam yang hidup di zaman ini tentu wajib mengimani Rasulullah
Muhammad saw sebagai rasul terakhir. Dia adalah utusan Allah untuk
menyempurnakan risalah-risalah yang pernah disampaikan oleh rasul-rasul
terdahulu. Risalah penyempurna itu adalah Islam (Q.S. al-Maidah : 3). Maka
hanya Islamlah yang akan diterima sebagai agama yang diridhai di sisi Allah
(Q.S. ali-Imran : 19). Oleh karena itu kecintaan dan ketaatan kepadanya harus
ditunjukkan bagi siapa saja yang ingin selamat di dunia dan akhirat (Q.S. ali-
Imran : 31, al-Ahzab : 21).
IMAN KEPADA HARI AKHIR
Beriman kepada hari akhir merupakan keimanan yang pokok, setelah beriman
kepada Allah Swt. (Q.S. al-Baqarah : 62 dan 177). Sebab bila Allah adalah tempat
asal muasal segala makhluk, maka harus ada suatu masa tempat perjumpaan dan
kembali semua makhluk itu kepada asalnya. Dengan demikian hari akhir
merupakan bukti bagi kenyataan bahwa Allah adalah Tuhan Yang Awal dan Yang
Akhir. Hari akhir merupakan konsekuenis logis dari perintah moral yang
dibebankan kepada manusia di dunia, agar mereka melihat bagaimana hasil
pekerjaan mereka
IMAN KEPADA QODHO DAN QODAR
Iman kepada qhada dan qadar Allah berarti meyakini akah kehendak, ketetapan
dan ketentuan Allah terhadap segala sesuatu. Allah Swt. berkuasa untuk
menentukan ukuran, susunan, aturan, undang-undang terhadap segala sesuatu,
termasuk hukum kausalitas yang berlaku bagi segala yang ada baik yang hidup
maupun yang mati (Q.S. al-Ra’du :8) (Q.S. al-Hijr : 21) (Q.S. al-Qamar : 49)
(Q.S. al-Hasyr : 3)
Iman kepada qhada dan qadar meliputi
empat hal :
al-Ilmu; Keyakinan bahwa Allah Swt. Maha Mengatahui atas segala sesuatu. Dia
mengetahui segala hal yang telah, sedang dan akan terjadi. Tak ada sesuatupun yang
luput dari ilmu-Nya (Q.S. al-Hajj: 70) (Q.S. al-Hasyr : 22) (Q.S. al-An’am : 59).
Al-Kitabah ; keyakinan bahwa Allah Swt. Telah menuliskan segala sesuatu di Lauh
Mahfudz tentang apa saja yang terjadi di masa lalu, sekarang dan akan datang (Q.S.
al-Hajj : 70) (Q.S. al-Hadid : 22)
Al-Masyi’ah ; keyakinan bahwa Allah Swt. Memiliki kehendak penuh atas segala
sesuatu yang ada di alam semsta. Kehendak-Nya bersifat mutlak (Q.S. al-
Insaan : 30) (Q.S.at-Takwir : 28-29)
Al-Khalq ; Keyakinan bahwa Allah Swt. Telah menciptakan segala sesuatu. Di luar
Allah Yang Maha Pencipta adalah makhluk (Q.S. az-Zumar : 62) (Q.S. al-Furqan :
2) (Q.S. ash-Shaffat : 96)
lanjutan
Ada dua hal yang harus dipahami kaitannya dengan keberadaan manusia dalam
masalah ini. Manusia adalah makhluk musayyar dan mukhayyar. Sebagai
makhluk musayyar manusia tidak mempunyai kebebasan untuk menolak atau
menerima ketentuan Allah, seperti tidak dapat menolak mengapa ia dilahirkan
sebagai perempuan atau laki-laki, warna kulit, kelahiran dan kematiannya. Dan
sebagai makhluk mukhayyar manusia mempunyai kebebasan untuk menolak dan
menerima. Ia memiliki kekuatan untuk berbuat baik atau buruk (Q.S. al-Baqarah :
222) (Q.S. at-Taubah : 46).
lanjutan