Eskatologi
Istilah Eskatologi berasal dari bahasa Yunani, Dapat dikatakan bahwa kehidupan orang percaya tidak
eschatos yang mempunyai arti hal-hal yang terakhir, diarahkan pada kehidupan di dunia ini, tetapi pada apa
sedangkan logos mempunyai arti ilmu atau doktrin. yang akan datang. Harapan orang percaya Kristus
Sehingga jika digabungkan kata ini mempunyai arti harus didorong ke masa depan, yang merupakan akhir
“doktrin tentang akhir zaman”. Apa yang dimaksud, zaman; saat penuaian untuk membedakan antara yang
tentu saja, merujuk pada semua peristiwa yang terjadi baik dan yang jahat (Mat. 13: 39-40,49; 24: 3; 28:20).
sebelum, selama, dan setelah kedatangan Tuhan Zaman ini disebut, dalam Efesus 1:10, zaman
Yesus yang kedua. Eskatologi adalah studi tentang kepenuhan untuk menyatukan semua hal dalam Kristus
segala sesuatu yang terjadi sebelum atau bahkan sebagai kepala, baik di surga maupun di bumi. Karena
setelah kedatangan Yesus yang kedua. Eskalotogi itu, dalam 1 dan 2 Tesalonika dan 1 Korintus 15 kita
juga memiliki perluasan makna dalam hubungan diberitahu oleh rasul Paulus, agar harapan orang
dengan individu. Dalam kaitan dengan individu, beriman diarahkan pada akhir zaman. Kembalinya
maka yang dibicarakan adalah hal-hal yang berkaitan Kristus adalah datangnya penghakiman atas yang
dengan kematian fisik, kekekalan, dan sesuatu yang hidup dan yang mati. Karena itu kedatangan Kristus
disebut “masa antara” (intermediate state) yaitu suatu yang kedua kali bukanlah peristiwa yang tidak ada
masa antara sesudah kematian seseorang dan sebelum hubungannya dengan kehidupan sehari-hari saat ini.
kebangkitan kembali. Segala sesuatu di dunia ini kemudian akan dibuka
tutupnya, disingkapkan kedoknya, di hadapan Allah.
Kematian Fisisk
Dalam penjelasan konsep kematian dapat mendefenisikan kematian
termasuk peristiwa yang paling lumrah; manusia ditetapkan untuk mati
hanya satu kali saja (Ibrani 9:27), tidak bisa dibantah. Kematian jasmani.
Apabila tubuh terpisah dari roh, itulah yang disebut dengan kematian
jasmani. Pada saat mati secara jasmaniah maka badan atau tubuh akan
mengalami kerusakan dan terjadi proses pembusukan yang tidak
terelakkan lagi. Kematian menyebabkan keberadaan dan kehidupan
manusia di dunia ini menjadi hilang atau lenyap; berakhir dan tidak ada
lagi. Tubuhnya yang sudah menjadi jazad atau mayat akan segera
membusuk, binasa, dan habis.
Kematian Jiwa atau Rohani
Kematian secara rohani ini pasti terjadi tetapi relatif bukan suatau
keharusan orang bisa mengalami kematian Rohani dan tidak, tetapi jika
hal ini dialami oleh manusia dianggap sebagai suatu pemberontakan
manusia terhadap Allah. Sehingga roh dan jiwa manusia terpisah dari
Allah untuk selamanya. Maka sangat jelas bahwa kematian kedua itu di
sebabkan oleh ketidaktaatan manusia sendiri. Setiap orang yang
memberontak terhadap Allah pada akhir kehidupannya ia akan
mengalami hukuman kematian, dalam arti berpisah dengan Allah untuk
selamanya
Hubungan Kematian dengan Dosa
Pandangan teologis telah lama memahami bahwa ada kaitan antara
peristiwa kematian dengan kedosaan manusia. Dasar biblis dari
pemahaman tersebut dapat dilihat pada Kitab Kejadian 2:16; 3:19 dan
Roma 5:12. Maka, sesuai dengan persyaratan kovenan yang Allah
adakan dengan Adam, Allah mengutuk mereka. Mereka tidak mati
pada hari itu, setidaknya mereka tidak mati secara jasmani, tetapi
mereka menjadi rusak secara rohani. Dan kerusakan rohani inilah
esensi kematian rohani. Dalam Roma 7:14-25, Paulus menamakannya
“natur dosa” kita. Ia menjelaskan hal ini dengan mengatakan bahwa
dosa ada di dalam tubuh kita dan bahkan mengendalikan akal budi
kita., kematian rohani berlaku atas semua keturunan Adam dan Hawa
yang dikandung secara alami. Perikop-perikop seperti Yohanes 3:5-7,
Roma 8:10, dan Kolose 2:13 mengindikasikan bahwa setiap manusia,
kecuali Yesus, lahir ke dunia ini dalam keadaan mati rohani. Seperti
dikatakan Paulus dalam Roma 5:12-19, Adam adalah wakil kita, dan
karena itu kita semua menerima hukumannya.
Kitab Suci memahami bahwa kematian terjadi akibat dosa.
Pemahaman ini secara eksplisit dinyatakan oleh Paulus
sebagai berikut. “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke
dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut,
demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang,
karena semua orang telah berbuat dosa” (Rm. 5:12). Maut
adalah “upah dari dosa” (Rm. 6:23). Dosa memimpin manusia
kepada kematian (Rm. 6:16). Konsili Trente (1545-1563)
mengajarkan bahwa maut merupakan konsekuensi dari dosa
Adam. Dosa asal umumnya dipahami sebagai dosa yang
bermula dari dosa Adam dan Hawa yang diwariskan turun
temurun kepada bangsa manusia. Akibat dosa asal membuat
manusia kehilangan rahmat kekudusan, terpisah dari Allah,
mengalami derita, kematian, konkupisensi6 (Kej. 3:16), serta
terbelenggu oleh dosa dan kejahatan (Kej. 3:15-16).
Maka dari itu Alkitab jelas menunjuk kepada kematian sebagai sesuatu yang
dibawa kepada dunia manusia oleh karena dosa dan sebagai hukuman atas
dosa. Setelah manusia berdosa karena melanggar perintah Tuhan, maka
manusia pada akhirnya akan kembali menjadi debu. “Dengan berpeluh
engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi
tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau
akan kembali menjadi debu.” (Kej. 3:19). Sehingga kematian tidak
disebutkan sebagai sesuatu yang natural dalam hidup manusia, sekadar
kejatuhan dari sesuatu yang ideal, tetapi jelas sebagai sesuatu yang asing dan
jahat bagi hidup manusia; merupakan sebuah ekspresi dari kemarahan Ilahi
seperti yang dinyatakan pemazmur, “Sungguh, kami habis lenyap karena
murka-Mu, dan karena kehangatan amarah-Mu kami terkejut. Engkau
menaruh kesalahan kami di hadapan-Mu, dan dosa kami yang tersembunyi
dalam cahaya wajah-Mu.” (Mzm. 90: 7,8). Kematian mengisi hati anak
manusia dengan ketakutan dan kegentaran, sebab kematian dirasakan sebagai
sesuatu yang tidak alamiah. Tentu saja semua ini tidak berarti tidak akan ada
kematian dalam arti tertentu bagi ciptaan yang lebih rendah, terlepas dari
dosa, tetapi bagaimana pun juga dosa membawa ikatan belenggu yang
semula asing bagi setiap makhluk. Alkitab menyatakan tentang kematian
sebagai hukuman, sebagai akibat dari pelanggaran yang telah dilakukannya
(Kej. 2: 16,17). Adan Hawa makan dari pohon yang dilarang itu, dan mereka
mati. Roh mereka, bagian mereka yang memiliki persekutuan dengan Allah,
langsung mati. Kematian rohani mereka tampak jelas dari fakta bahwa
mereka lari dari Allah ketika Allah datang kepada mereka di taman.
Konsep Tentang ke Kekalan Jiwa
Dalam hal kematian yang sudah dijelakan sebelumnya dimana
ada kematian jasmani sebagai peristiwa terlepasnya jiwa dari
badan. Dalam Katekismus Gereja Katolik dikatakan bahwa
manusia diciptakan oleh Allah dalam wujud jasmani sekaligus
rohani. Allah menciptakan manusia dengan tubuh dan jiwa.