Anda di halaman 1dari 20

Pertanyaan kelompok tiga

A.1 Trikotomi

Trikotomi adalah konsep yang memiliki pandangan bahwa natur manusia terdiri dari tiga bagian,
yaitu tubuh, jiwa dan roh. Pandangan ini berdasarkan pada pengertian bahwa, Allah menciptakan
manusia, dengan memberikan tiga unsur utama di dalam diri manusia yaitu tubuh, jiwa dan roh.
Sebagaimana juga dalam pandangan para filsuf Yunani, memandang bahwa tubuh, jiwa dan roh
adalah satu kesatuan, yang ada dalam manusia yang hidup.

Tubuh adalah unsur lahiriah manusia, unsur daging yang dapat dilihat, didengar, disentuh, dan
sebagainya

Jiwa adalah unsur batiniah manusia yang tidak dapat dilihat. Jiwa manusia meliputi beberapa
unsur, pikiran, emosi (perasaaan) dan kehendak. Dengan pikirannya, manusia dapat berpikir,
Dengan perasaannya manusia dapat mengasihi dan dengan kehendaknya, manusia dapat
memilih.

Roh adalah prinsip kehidupan manusia. Roh adalah nafas yang dihembuskan oleh Allah ke
dalam manusia dan kembali kepada Allah, kesatuan spiritual dalam manusia. Roh adalah sifat
alami manusia yang 'immaterial' yang memungkinkan manusia berkomunikasi dengan Allah,
yang juga adalah Roh.

Pencetus awal dari teori ini adalah Irenius yang mengajarkan bahwa orang percaya memiliki tiga
komponen di dalam diri mereka: tubuh, jiwa dan roh, sedangkan orang yang tidak percaya hanya
memiliki jiwa dan tubuh.Teolog lain yang dikaitkan dengan konsep ini adalah Apollinarius yang
beranggapan bahwa manusia terdiri dari tubuh, jiwa dan roh atau akal budi. (Pneuma atau nous).
Sebenarnya pemikiran trikotomi ini berasal dari filsafat yunani, khususnya pandangan Plato yang
juga melihat manusia itu terdiri atas tiga unsur. Plato dan para filsuf Yunani lainnya
menempatkan anti tesis yang tajam antara hal-hal yang terlihat dan yang terlihat. menurut
mereka dunia substansi material bukan diciptakan oleh Allah melainkan secara kekal
bertentangan dengan Allah.

Kebanyakan para penganut teori ini mendasarkan pandangannya pada perkataan Paulus dalam I
Tesalonika 5:23 dan penulis Ibrani dalam Ibrani 4:12 yang secara jelas menyebutkan tiga unsur
tersebut yang berbunyi demikian:

"Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya, dan semoga roh (πνευμα, spirit),
jiwa(ψυχη, soul) dan tubuhmu (σωμα, body) terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada
kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita." I Tes. 5:23

"Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam daripada pedang bermata dua manapun; ia
menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum,; ia sanggup
membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita." Ibr. 4:12

A.2 Dikotomi

Dikotomi adalah pandangan yang percaya bahwa natur manusia terdiri dari dua bagian saja, yaitu
tubuh dan roh (jiwa termasuk di dalamnya). Pandangan ini merupakan pandangan yang paling
populer sepanjang sebagian besar sejarah gereja. Konsep dikotomi ini di anut sejak sekitar awal
mula pemikiran Kristen. Menyusul konsili di konstantinopel pada tahun 381, pendapat ini
menjadi makin populer sehingga dapat dikatakan menjadi kepercayaan yang secara resmi
diterima oleh gereja

Kebanyakan para penganut teori ini mendasarkan pandangannya pada argumentasi berikut ini:

1. Ketika Allah menciptakan manusia, Allah menghembuskan ke dalam manusia hanya satu
prinsip saja, yaitu jiwa/napas yang hidup. Kej. 2:7

Para penganut dikotomi memandang istilah jiwa dan roh di dalam Alkitab bukan sebagai dua
substansi yang berbeda, tetapi merupakan istilah yang sering dipakai secara bergantian/bisa
dipertukarkan oleh penulis Alkitab, misalnya dalam Mat. 6:25; 10:28 (Manusia disebut dengan
istilah tubuh dan jiwa) dan Pkh. 12:7; I Kor. 5:3,5 (manusia disebut dengan istilah tubuh dan
roh). Contoh lainnya adalah Kej. 41:8; Maz. 42:6; Mat. 20:28; 27:50; Yoh. 12:27; Ibr. 12;23;
Why. 6:9.
2. Penyebutan jiwa dan roh secara bersamaan seperti dalam I Tesalonika 5:23 dan Ibrani 4:12,
tidak harus ditafsirkan sebagai adanya dua substansi yang berbeda. Sebab jika ditafsirkan
demikian, maka manusia tidak hanya dibagi dalam tiga substansi saja, melainkan lebih, misalnya
dalam Mat. 22:37 menyebutkan secara bersamaan hati, jiwa dan akal budi (pikiran).

3. Pada umumnya kesadaran manusia hanya menunjukkan adanya dua bagian dalam diri
manusia, yaitu unsur yang badaniah/jasad (yang dapat dilihat) dan unsur rohaniah (yang tidak
dapat dilihat) .

B. Pandangan Alkitab Terhadap Unsur Pembentuk Manusia

Jika diselidiki dengan lebih jelas maka akan ditemukan bahwa Alkitab tidak melukiskan manusia
secara ilmiah dan faktanya. Alkitab juga tidak memakai bahasa Ilmiah yang baku. Alkitab
memakai istilah seperti jiwa, roh dan hati sebagai padanan kata yang bisa saling menggantikan.
Hal ini karena bagian tubuh tidak secara terutama dilihat dari sudut pandang perbedaan dan
kesalingterkaitan mereka dengan bagian-bagian yang lain, tetapi untuk menandai atau
menekankan aspek-aspek yang berbeda dari manusia yang utuh, di dalam hubngannya dengan
Allah. Anthony A. Hoekema dalam bukunya yang bejudul Manusia:Ciptaan Menurut Gambar
Allah mengatakan bahwa “Alkitab pertama-tama tidak tertarik pada bagian-bagian yang
membentuk manusia atau struktur psikologisnya tetapi lebih pada hubungan-hubungan yang
didalamnya manusia berdiri”

Yang menjadi awal permasalahan dalam Alkitab adalah ketika sampai pada Kejadian 2:7 “Ketika
Itulah Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu dan tanah dan menghembuskan napas
hidup kedalam hidungnya ; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup”. Dalam ayat
ini dengan gamblang dijelaskan akan konsep pembentukan manusia. Ayat ini juga berisi bukti-
bukti akan susunan elemen natur manusia dimana rumusan tubuh manusia adalah debu tanah +
napas hidup = makhluk (manusia) hidup atau jiwa yang hidup (Merupakan pegangan yang kuat
bagi penganut Dikotomi). Namun ada dua ayat yang tampaknya bertentangan dengan pernyataan
dikotomis dari Alkitab yaitu 1Tes 5:23 "Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu
seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada
kedatangan Yesus Kristus" dan satu lagi dalam Ibr 4:12, "Sebab Firman Allah hidup dan kuat
dan lebih tajam dari pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan
jiwa dan roh, sendi-sendi dan sunsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati
kita.". Dari ayat ini seolah-olah tubuh, jiwa dan roh di tempatkan pada porsi yang berbeda.
(Merupakan pegangan yang kuat bagi penganut trikotomi)

Rupanya yang menjadi inti permasalahan dalam pandangan unsur konstituen manusia terdapat
pada kata Jiwa/nephes(PL)/Psyche(PB) dan Roh/Ruach(PL)/ pneuma(PB). Paham trikotomi
menyebutkan hal ini sebagai suatu substansi yang harus dibedakan sementara paham dikotomi
memandang kata ini sebagai suatu padanan karena Alkitab sering menggunakan kata ini secara
bergantian.

Lihatlah hasil penjabaran berikut ini untuk kata jiwa dan kata roh:

a. Kata Jiwa Dalam Alkitab

Tiga kata Ibrani dalam Perjanjian Lama dan satu dalam kata Yunani dalam Perjanjian Baru yang
menggambarkan tentang jiwa. Yaitu:

a. Neshamah diterjemahkan sekali dalam Yesaya 57:16, "padahal Akulah yang membuat nafas
hidup.

b. Nedibah diterjemahkan sekali dalam Ayub 30:16, bagian pertama "Oleh sebab itu jiwaku
hancur dalam diriku."

c. Nephes adalah merupakan kata lain dalam perjanjian Lama yang diterjemahkan dengan
"nyawa", "mahluk" atau "jiwa", berasal dari nasphash yang berarti "untuk bernapas". Muncul
752 kali dan diterjemahkan dengan 43 kata yang berbeda.

d. Psuche adalah merupakan ucapan kata Yunani dalam Perjanjian Baru yang dinyatakan
sebanyak 105 kali dan diterjemahkan dalam enam kata yang berbeda. Psuche mempunyai arti
yang sama dengan nephes dalam bahasa Ibrani.

B. Kata Roh dalam alkitab

Dari kata ruach, digunakan 377 kali dalam Perjanjian Lama, menunjuk kepada percikan tenaga
yang hakiki bagi kehidupan eksistensi individual. Dalam Alkitab pada umumnya sering
diterjemahkan sebagai :
a. "roh", "angin", atau "napas" (Kejadian 8:1)

b. Digunakan juga untuk menunjuk kepada vitalitas (Hakim 15:19), keberanian (Yosua 2;11),
kemarahan atau amarah (Hakim 8:3), watak (Yesaya 54:6), sifat tabiat (Yehezkiel 11:19), dan
tempat emosi (I Samuel 1:15).

c. Sering digunakan untuk menyatakan Roh Allah, seperti yang terdapat dalam Yesaya 63:10.

d. Pneuma adalah kata yang sama dalam Perjanjian Baru Pneuma menunjuk kepada 'suasana
hati', 'sikap', atau 'keadaan perasaan' (Roma 8:15, I Kor 4:21, II Tim 1:7, I Yoh 4:6), pelbagai
aspek kepribadian (Gal 6:1, Roma 12:11).

Dari penjabaran diatas maka paham trikotomi yang mengatakan bahwa “Jiwa adalah unsur
batiniah manusia yang tidak dapat dilihat. Jiwa manusia meliputi beberapa unsur, pikiran, emosi
(perasaaan) dan kehendak.dapat terbantahkan karena terkadang kata roh pun diangkat untuk
mengungkap hal itu.

Telaah Louis berkhof terhadap Alkitab dalam bukunya tentang Teologi Sistematika (Doktrin
manusia) mengungkapkan seperti ini.

Mari kita perhatikan paralelisme yang dipakai dalam Luk 1:46-47; "Jiwaku memuliakan Tuhan
dan hatiku bergembira karena Allah Juruselamatku." Alkitab menyebut manusia sering dengan
istilah "tubuh dan jiwa" (Mat 6:25; 10:28) dan di bagian lain disebutkan "tubuh dan roh" (Pkh
12:7; 1Kor 5:3,5). Kematian sering disebut sebagai berhentinya jiwa (Kej 35:18; 1Raj 17:21; Kis
15:26) dan juga berhentinya roh (Mzm 31:5; Luk 23:46; Kis 7:59). Lebih jauh lagi, baik "jiwa"
maupun "roh" dipakai untuk menunjukkan elemen bukan materi dari orang mati (1Pet 3:19; Ibr
12:23; Why 6:9; 20:4). Perbedaan Alkitab yang penting adalah demikian: kata "roh"
menunjukkan elemen spiritual dalam diri manusia sebagai prinsip kehidupan dan tindakan yang
mengatur tubuh; sedangkan istilah "jiwa" menunjuk elemen yang sama sebagai subjek dari
tindakan di dalam diri manusia, dalam Perjanjian Lama, Mzm 10:1,2; 104:1; 146:1; Yes 42:1;
band. juga dengan Luk 12:19. Dalam berbagai keadaan secara khusus kata itu menunjuk
kedalaman diri manusia sebagai tempat kedudukan perasaan manusia. Semua ini selaras dengan
Kej 2:7: "Dan Tuhan Allah ... menghembuskan ke dalam hidungnya nafas hidup; dan manusia
menjadi makhluk yang hidup." Jadi dapatlah dikatakan bahwa manusia mempunyai roh, yang
juga adalah jiwa. Jadi Alkitab menunjukkan hanya dua saja elemen konstitusional dalam natur
manusia yaitu tubuh dan roh atau jiwa. Pernyataan Alkitab ini juga selaras dengan kesadaran diri
manusia. Kendatipun manusia sadar akan kenyataan bahwa dirinya terdiri dari elemen-elemen
material dan spiritual, tak ada seorangpun yang sadar ia memiliki roh yang berbeda dengan jiwa”

III. KESIMPULAN

Dari hasil penjabaran diatas maka penulis lebih berpihak konsep dikotomi karena memang
demikian yang diajarkan oleh Alkitab (Matius 10:28 ; 1 Korintus 7:34). Alkitab mengajarkan
bahwa jiwa dan roh bukan dua elemen manusia yang berbeda, tetapi satu kesatuan dan dipakai
secara bergantian. Ambil contoh, di dalam 1 Korintus 7:34, kata “jiwa” di dalam terjemahan
Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) diterjemahkan spirit di dalam King James Version (KJV) yang
dalam bahasa Yunani adalah pneuma, lalu kata “jiwa” di dalam Matius 10:28 menurut
terjemahan LAI diterjemahkan soul di dalam KJV yang dalam bahasa Yunani adalah psuchē .
Lalu, Tuhan Yesus dan Paulus sama-sama tidak memisahkan pengertian antara jiwa dan roh

Penulis melihat beberapa hal yang merupakan kelemahan dari konsep trikotomi, diantaranya
bahwa konsep trikotomi membedakan jiwa dan roh tanpa landasan Alkitab yang kuat. Kemudian,
jika konsep trikotomi mendefenisikan jiwa adalah menyangkut Pikiran, emosi dan kemauan.
Benarkah? Apakah roh tidak ada pengetahuan, tidak ada emosi, tidak ada kemauan? Apakah roh
tidak mempunyai fungsi intelektualitas, tidak mempunyai fungsi benci-kasih?. Allah itu roh atau
jiwa? Jika Allah itu Roh, apakah Allah tidak memiliki intelektualitas, emosi, dan kemauan? Pada
kenyataannya adalah Allah memiliki unsur-unsur itu. Ia memilki intelektualitas, emosi dan
kemauan.

Pertanyaan kelompok lima

Pendekatan saintifik adalah pendekatan yang wajib digunakan pada pembelajaran di Sekolah,
baik Sekolah Dasar maupun Sekolah Menengah, berdasarkan aturan Kurikulum 2013.
Pendekatan saintifik merupakan kerangka ilmiah pembelajaran yang diusung oleh Kurikulum
2013. Langkah-langkah pada pendekatan saintifik merupakan bentuk adaptasi dari langkah-
langkah ilmiah pada sains. Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah,
karenanya Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan saintifik dalam pembelajaran.
Pendekatan saintifik diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang
memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan pelararan induktif (inductive
reasoning) dibandingkan dengan penalaran deduktif (deductiv reasoning).

Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik.
Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian
menarik simpulan secara keseluruhan. Sejatinya, penalaran induktif menempatkan bukti-bukti
spesifik ke dalam relasi ide yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena
unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum. Metode
ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau gejala,
memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya.

Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-
bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran
yang spesifik. Metode ilmiah pada umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data
melalui observasi atau ekperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian
memformulasi, dan menguji Hipotesis.

Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik[

Menurut Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013 lampiran IV, proses pembelajaran terdiri atas
lima pengalaman belajar pokok yaitu:

 mengamati;
 menanya;
 mengumpulkan informasi/eksperimen;
 mengasosiasikan/mengolah informasi; dan
 mengkomunikasikan.

Mengamati
Mengamati merupakan metode yang mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran
(meaningfull learning). Kegiatan belajar yang dilakukan dalam proses mengamati adalah
membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat). Kompetensi yang
dikembangkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, mencari informasi

Menanya

Menanya merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan
tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan
informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke
pertanyaan yang bersifat hipotetik). Kompetensi yang dikembangkan adalah mengembangkan
kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis
yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.

Mengumpulkan Informasi/Eksperimen

Mengumpulkan informasi/eksperimen merupakan kegiatan pembelajaran yang berupa


eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/kejadian/aktivitas, dan
wawancara dengan narasumber. Kompetensi yang dikembangkan dalam proses mengumpulkan
informasi/ eksperimen adalah mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat
orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi
melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang
hayat.

Mengasosiasikan/Mengolah Informasi

Mengasosiasikan/mengolah informasi merupakan kegiatan pembelajaran yang berupa


pengolahan informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan
mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan
informasi. Kompetensi yang dikembangkan dalam proses mengasosiasi/mengolah informasi
adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan
menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.

Mengkomunikasikan

Mengkomunikasikan merupakan kegiatan pembelajaran yang berupa menyampaikan hasil


pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media
lainnya. Kompetesi yang dikembangkan dalam tahapan mengkomunikasikan adalah
mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan
pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan
benar.

Pertanyaan kelompok enam

Menurut KBBI

1. A. im·pli·ka·si n 1 keterlibatan atau keadaan terlibat: -- manusia sbg objek percobaan


atau penelitian semakin terasa manfaat dan kepentingannya; 2 yg termasuk atau
tersimpul; yg disugestikan, tetapi tidak dinyatakan: apakah ada
B. Pengertian Implikasi
pengertian implikasi menurut para ahli :

Arti implikasi adalah :


Pengertian implikasi dalam bahasa indonesia adalah efek yang ditimbulkan di masa
depan atau dampak yang dirasakan ketika melakukan sesuatu.

Pengertian implikasi adalah AKIBAT LANGSUNG yang terjadi karena suatu hal
misalnya penemuan atau karena hasil penelitian. Kata implikasi memiliki makna yang
cukup luas sehingga maknanya cukup beragam. Implikasi bisa didefinisikan sebagai
suatu akibat yang terjadi karena suatu hal. Implikasi memiliki makna bahwa sesuatu yang
telah disimpulkan dalam suatu penelitian yang lugas dan jelas. Kata-kata ini lebih banyak
diartikan dalam penelitian yang telah jelas.

2. A. -- imperatif/im·pe·ra·tif/ /impératif/ 1 a bersifat memerintah atau memberi komando;


mempunyai hak memberi komando; bersifat mengharuskan: hukum baru itu kelak harus
berwibawa sebagai kekuatan -- yang harus dihormati; 2 n Ling bentuk perintah untuk
kalimat atau verba yang menyatakan larangan atau keharusan melaksanakan perbuatandl
pertanyaan itu?;
B. Imperatif berasal dari kata bahasa Latin imperare yang artinya adalah
memerintah.[1][2] Bahasa etika tingkat praktis sering kali menggunakan pola-pola
imperatif, yang dinyatakan dengan tujuan positif atau tujuan negatif dan diungkapkan
secara singular atau universal.[1] Banyak imperatif yang memiliki sifat hipotetis.
Immanuel Kant berpendapat bahwa di samping imperatif hipotesis, etika memerlukan
dan memperlihatkan juga suatu bentuk Imperatif kategoris.[1] Apakah ada bentuk
imperatif kategoris atau tidak yang mengikat kita tanpa adanya syarat.[1] Hal itu harus
diserahkan kepada putusan penafsir untuk menafsirkan maksudnya.[1] Namun bahwa
kebanyakan bentuk analisis kontemporer mengubah imperatif etis menjadi sebagai
hipotetis dan prudensial atau bijaksana (jika ingin sukses, naikkan harga dan jangan
turunkan harga), hipotetis dan aproatori (jika anda jujur, saya akan senang), atau hipotetis
dan disprobatori (jika anda bohong, anda akan dihukum).[1] Oswalt berbicara tntang
imperatif energi yang rupanya bagi dia terletak di dasar etika maupun semua kegiatan
praktis.[1]

Pertanyaan kelompok delapan

1. Sadari bahwa anda sedang mengalami ketidakstabilan Emosi (BT)

Kunci utamanya adalah menyadari bahwa anda sedang dilanda gejolak emosi. Bila anda
tahu anda sedang marah, setidaknya anda bisa menolong diri sendiri untuk meredakan
kemarahan. ketidakstabilan Emosi (BT) biasanya tidak gampang dijabarkan dengan jelas,
tetapi begitu anda mengalami suasana hati yang runyam, segera sadari keadaan itu. Sadari
juga efek dari ketidakstabilan Emosi (BT): mutu kerja merosot, kehilangan kustomer,
negoisasi gagal, dan banyak lagi yang buruk. Jadi, cepat atasi bad mood anda sebelum
mengganggu kerja anda berkepanjangan.

2. Tenangkan diri anda

Saat anda sudah sadar bahwa anda sedang kebakaran dalam api ketidakstabilan Emosi
(BT).Sekarang, tenangkan diri anda. Tarik nafas dalam-dalam berulang kali sampai
ketegangan dalam diri anda reda. Lakukan relaksasi sederhana, misal, bernafas secara
teratur sambil memejamkan mata,dengarkan musik, Coba reguklah 1 gelas air putih, atau
manjakan diri anda Atau berdoa agar anda diberi kesabaran,

3. Selesaikan persoalan anda sesegera mungkin/cari jalan keluar

ketidakstabilan Emosi (BT), biasanya disebabkan oleh adanya persoalan. Maka


menyelesaikan persoalan adalah pemecahan yang jitu. Jika anda bertengkar, segera
selesaikan, berdamailah dan saling maaf-memaafkan. Bila anda berbeda pendapat dengan
kolega atau atasan, lakukan diskusi dengan kepala dingin. Jika acara anda berantakan,
lakukan janji ulang dan susun rencana baru. Jangan biarkan persoalan terus
menggantung, itu memperpanjang penderitaan ketidakstabilan Emosi (BT) anda.

4. Bergerak, bergerak, dan bergeraklah

Jangan berdiam diri. Bergeraklah. Lakukan olahraga ringan. Buat diri anda berkeringat
dan lelah. Bila anda diam saja, maka "ulat-ulat" emosi akan terus menggerogoti pikiran
anda dan membuat anda terbayang-bayang hal yang tidak-tidak. Bergerak, bergerak, dan
bergeraklah.

5. Segarkan diri anda.

Intinya sama dengan bergerak, lakukan sesuatu agar diri anda segar. Minum air putih
banyak-banyak. Cuci muka dengan air segar. Makan dan minumlah sesuatu yang alami
dan segar, seperti jus jeruk. Tetapi jauhi alkohol. Ia takkan banyak membantu, malah
memperburuk saja. Jauhi gula, cokelat, makanan yang mengenyangkan, softdrink, dan
sebagainya. Ini justru membuat anda kenyang, malas dan mengantuk. Kondisi demikian,
alih-alih menjernihkan pikiran anda, malah memperbesar "bad mood" anda saja.

6. Jauhi amarah, pikiran dan emosi negatif lain.


Marah dan emosi-emosi negatif itu menghabiskan energi. Bila anda merasa "bad mood"
sedang menyerang, kuatkan hati untuk tidak marah. Bersabarlah. Coba pandang wajah
"bad mood" anda di cermin. Tak menyenangkan bukan?

7. Bergembiralah dengan teman-teman anda.

Sebaliknya, dekati teman-teman anda yang bisa memberikan kegembiraan. Temukan


"refreshing" di sana. Tertawa dan tersenyumlah bersama mereka. Cegah "bad mood"
dengan membina hubungan yang baik dan sehat dengan teman-teman anda. Hidup ini
lebih mudah dilalui bersama mereka yang ceria ketimbang yang murung. Jangan
tenggelam dalam kesedihan.

8. Coba lah lebih sabar dan toleransi kepada keadaan

Sabar adalah menerima dengan ikhlas apa yang terjadi, karena keikhlasan diri atau
pikiran akan membuat emosi kita lebih dapat di kontrol,

9. Berusahalah untuk lebih menikmati hidup ini.

Ya, semua "kecelakaan" atau kekacauan itu adalah bagian dari hidup. Terimalah itu apa
adanya. Jangan berburuk sangka pada hidup ini. Pasti ada pelajaran di balik semua
kesulitan. Nikmati saja.
Pertanyaan kelompk Sembilan
Istilah perkembangan sering digunakan secara “interchangeably” dengan kata
pertumbuhan, artinya kedua istilah itu dipakai secara silih berganti dengan maksud yang
sama. Sebenarnya kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang berbeda.
Berdasarkan padangan John Dewey, bahwa manusia adalah makhluk hidup, dan hidup
itu merupakan suatu proses pertumbuhan. Sedangkan perkembangan adalah perubahan
kualitatif sesuatu sehingga membuahkan hasil atau menfaat bagi pihak lain.1 Dengan
demikian antara pertumbuhan dan perkembangan memiliki pengertian yang berbeda.
Manusia sejak dalam kandungan sudah ditentukan polanya, dan tiap-tiap sel tubuh
berkembang sesuai dengan garis perkembangannya masing-masing. Dalam Buku
Psikologi Pendidikan, pengertian pertumbuhan adalah perubahan kuantitatif pada materil
sesuatu sebagai akibat dari adanya pengaruh lingkungan. Perubahan kualitatif ini dapat
berupa pembesaran atau pertambahan dari tidak ada menjadi ada, dari kecil menjadi
besar, dari sedikit menjadi banyak, dari sempit menjadi luas, dan sebagainya. Ini berarti,
bahwa peretumbuhan itu hanya berlaku pada hal-hal yang bersifat kuantitatif, karena
tidak selamanya materil itu kuantitatif. Matril dapat terdiri dari bahan-bahan kuantitatif
seperti misalnya atom, sel, kromoson, rambut, molekul dan lain-lain, dapat pula materil
terdiri dari bahan-bahan kuantitatif seperti kesan, keinginan, ide, gagasan, pengetahuan,
nilai, dan lain-lain. Jadi materil itu terdiri dari kualitas dan kuantitas.

Berdasarkan pengertian di atas, maka yang dimaksud dengan pertumbuhan pribadi adalah
sebagai perubahan kuantitatif pada materiil pribadi, sebagai akibat dari adanya pengaruh
lingkungan. Materiil pribadi yang dimaksud adalah seperti; sel, kromoson, butir darah,
rambut, lemak, tulang, tidak dapat dikatakan berkembang, melainkan bertumbuh atau
tumbuh. Begitu juga materiil pribadi seperti; kesan keinginan, ide, pengetahuan nilai,
selama tidak dihubungkan dengan fungsinya, maka tidak dapat dikatakan berkembang,
melainkan bertumbuh atau tumbuh. Kaitannya dengan pertumbuhan, bahwa peristiwa
pertumbuhan pribadi manusia adalah bertolak dari peristiwa hereditas (sifat turun-
temurun). Manusia terbentuk dari materiil yang lemah . Materiil yang dimaksud adalah
materiil genetis. Pertumbuhan genetis manusia tidak jauh berbeda dengan pertumbuhan
genetis pada hewan, karena keduanya merupakan organisme.

Pertumbuhan manusia mencakup dua aspek perubahan, yaitu perubahan kuantitatif dan
perubahan kualitatif. Perubahan kuantitatif mencakup “division” dan dan memperbanyak
kromoson, sel-sel, penambahan jumlah gigi, rambut, pembesaran materiil jasmaniah.
Jadi, adanya perubahan struktur pisik adalah merupakan pertumbuhan secara kuantitatif.
Selanjutnya, dengan perubahan struktur fisiologis maka dapat menyebabkan adanya
perubahan emosional. Perubahan emosional ini dapat menumbuhkan perangai pribadi
manusia. Deferensiasi struktur dan akumulasi pengalaman menghasilkan rekasi-reaksi
emosional yang lebih kompleks. Perubahan fungsi-fungsi fisiologis seperti otak dan
sistem saraf menghasilkan pertumbuhan kapasitas itntelektual atau kecakapan untuk
melakukan sesuatu. Hal inilah yang disebut dengan pertumbuhan kualitatif pada diri
manusia.3

Adapun yang disebut dengan perkembangan, sebagaimana telah disebutkan di atas,


bahwa pertumbuhan dan perkembangan tidak sama. Perkembangan adalah merupakan
suatu perubahan, dan perubahan ini tidak bersifat kuantitatif, melainkan kualitatif.
Perkembangan tidak ditekankan pada segi materiil, mnelainkan pada segi fungsional.
Dengan demikian, perkembangan adalah perubahan kualitatif daripada fungsi-fungsi
kepribadian manusia berhubungan dengan aspek jasmaniah dan aspek kejiwaan.4
Pertanyaan kelompok dua belas
Pertanyaan kelompok dua belas
1. Faktor Internal
Yaitu faktor yang ada dalam diri siswa itu sendiri yang meliputi pembawaan dan potensi
psikologis tertentu yang turut mengembangkan dirinya sendiri.
Faktor Genetika (HEREDITAS)
Hereditas merupakan “totalitas karakeristik individu yang diwariskan orang tua kepada
anak, atau segala potensi baik fisik maupun psikis yang dimiliki individu sejak masa
konsepsi sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gen-gen.
Pada masa konsepsi (pembuahan ovum oleh sperma), seluruh bawaaan hereditas individu
dibentuk dari 23 kromosom (pasangan xx) dari ibu dan 23 kromosom (pasangan xy) dari
ayah. Dalam 46 kromosom tersebut terdapat beribu-ribu gen yang mengandung sifat-sifat
fisik dan psikis individu atau yang memnentukan potensi-potensi hereditasnya.
Masa dalam kandungan dipandang sebagai periode yang kritis dalam perkembangan
kepribadian individu, sebab tidak hanya sebagai saat pembentukan pola-pola kepribadian,
tetapi juga sebagai masa pembentukan kemampun-kemampuan yang menentukan jenis
penyesuaian individu terhadap kehidupan setelah kelahiran.
Pengaruh gen terhadap kepribadian, sebenarnya tidak secara langsung karena dipengaruhi
gen secara langsung adalah kualitas system syaraf, keseimbangan biokimia tubuh, dan
struktur tubuh.
Dengan demikian faktor internal bisa dibagi menjadi 2 macam yaitu faktor fisiologis dan
faktor psikologis.
a) Faktor Fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik
individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam. Pertama, keadaan tonus
jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas belajar
seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif
terha¬dap kegiatan belajar individu. Sebalikrtya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan
menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal.
Oleh karena keadaan tonus jasmani sangat memengaruhi proses belajar, maka perlu ada
usaha untuk menjaga kesehatan jasmani. Cara untuk menjaga kesehatan Jasmani antara
lain adalah:
1) menjaga pola makan yang sehat dengan memerhatikan nutrisi yang masuk ke dalam
tubuh, karena kekurangan gizi atau nutrisi akan mengakibatkan tubuh cepat lelah, lesu,
dan mengantuk, sehingga tidak ada gairah untuk belajar; 2)
rajin berolahraga agar tubuh selalu bugat dan sehat;
3) istirahat yang cukup dan sehat.
Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran
fungsi fisiologi pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama
pancaindra. Pancaindra yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar
dengan baik pula. Dalam proses belajar, pancaindra merupakan pintu masuk bagi segala
informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia, sehingga manusia dapat mengenal
dunia luar. Pancaindra yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan
telinga. Oleh karena itu, baik guru maupun siswa perlu menjaga pancaindra dengan baik,
baik secara preventif maupun yang,bersifat kuratif, dengan menyediakan sarana belajar
yang memenuhi persyaratan, memeriksakan kesehat¬an fungsi mata dan telinga secara
periodik, mengonsumsi makanan yang bergizi, dan lain sebagainya.
b) Faktor Psikologis
Dalam hal kejiwaan, kapasitas Mental, Emosi, dan Intelegensi setiap orang itu berbeda.
Kemampuan berpikir mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar,
memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan
berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu kemampuan intelektual tinggi,
kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara seimbang sangat
menentukan keberhasilan dan kecerdasan dalam perkembangan sosial anak.
Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama
dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja yang
berkemampuan intelektual tinggi, berbeda dengan anak yang mempunyai daya intelektual
kurang, mereka selalu tampak murung, pendiam, mudah tersinggung karenanya suka
menyendiri, tingkat kecerdasan yang lambat dan temperamen.
Bebera¬pa faktor psikologis yang utama memengaruhi proses belajar adalah kecerdasan
siswa, motivasi, minat, sikap, dan bakat.
- Kecerdasan/inteligensi siswa
Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampu¬an psiko-fisik dalam mereaksi
rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan
demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-
organ tubuh yang lain. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak
merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu
sendiri sebagai pengendali tertinggi (executive control) dari hampir seluruh aktivitas
manusia.
Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa,
karena itu menenentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi tingkat inteli¬gensi
seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar.
Sebaliknya, semakin rendah tingkat inteligensi individu, semakin sulit indivi¬du itu
mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari orang lain,
seperti guru, orangtua, dan lain sebagainya. Sebagai faktor psikologis yang penting dalam
mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan
perlu dimiliki oleh setiap calon guru atau guru profesional, sehingga mereka dapat
memahami tingkat kecerdasan siswanya.
Pemahaman tentang tingkat kecerdasan individu dapat diperoleh oleh orangtua dan guru
atau pihak-pihak yang berkepentingan melalui konsultasi dengan psikolog atau psikiater.
Sehingga dapat diketahui anak didik berada pada tingkat kecerdasan yang mana, amat
superior, superior, rata¬rata, atau mungkin lemah mental. Informasi tentang taraf
kecerdasan seseorang merupakan hal yang sangat berhar¬ga untuk memprediksi
kemampuan belajar seseorang. ¬Pemahaman terhadap tingkat kecerdasan peserta didik
akan membantu mengarahkan dan merencanakan bantuan yang akan diberikan kepada
siswa.
- Motivasi
Motivasi adalah salah satu faktor yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa.
Motivasilah yang mendo¬rong siswa inginn melakukan kegiatan belajar. Para ahli
psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif,
mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi
juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas
dan arah perilaku seseorang. Dari sudut sumbernya, motivasi dibagi menjadi dua, yairu
motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motiva¬si intrinsik adalah semua faktor yang
berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu.
Seperti seorang siswa yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk
membaca, karena memba¬ca tidak hanya menjadi aktivitas kesenangannya, tapi bisa jadi
juga telah menjadi kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik memiliki
pengaruh yang lebih efektif, karena motivasi intrinsik relatif lebih lama dan tidak tergan-
tung pada motivasi dari luar (ekstrinsik).
Menurut Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk dalam motivasi intrinsik
untuk belajar antara lain adalah:
1. Dorongan ingin tahu dan ingin menyelediki dunia yang lebih luas;
2. Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju;
3. Adanya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari
orang-orang penting, misal¬kan orangtua, saudara, guru, atau teman-teman, dan lain
sebagainya;
4. Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengeta¬huan yang berguna bagi
dirinya, dan lain-lain.
Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar diri individu tetapi memberi
pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, reladan
guru orangtua, dan lain sebagainya. Kurangnya respons dari lingkungan secara positif
akan memengaruhi semangat belajar seseorang menjadi lemah.
- Minat
Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau
keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003), minat bukanlah
istilah yang populer dalam psikologi disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai
faktor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan
kebutuhan.
Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi,
karena memberi penga¬ruh terhadap aktivitas belajar. Karena jika seseorang tidak
memiliki minat untuk belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar.
Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu
membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan
dipelajarinya.
Untuk membangkitkan minat belajar siswa tersebut, banyak cara yang bisa digunakan.
Antara lain, pertama, dengan membuat materi yang akan dipelajari semenarik mungkin
dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi, desain pembelajaran yang
membebaskan siswa untuk mengeksplor apa yang dipelajari, melibatkan seluruh domain
belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun
performansi guru yang menarik saat mengajar. Kedua, pemilihan jurusan atau bidang
studi. Dalam hal ini, alangkah baiknya jika jurusan atau bidang studi dipilih sendiri oleh
siswa sesuai dengan minatnya.
- Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu dapat memeng¬aruhi keberhasilan proses
belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan
untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang,
peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif (Syah, 2003). Sikap siswa
dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan
guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengan tisipasi munculnya sikap
yang negatif dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang
profesional dan bertanggung jawab terhadap profesi yang dipilihnya. Dengan
profesionalitas, seorang guru akan berusaha membe¬rikan yang terbaik bagi siswanya;
berusaha mengembangkan kepribadian sebagai seorang guru yang empatik, sabar, dan
tulus kepada muridnya; berusaha untuk menyajikan pelajar¬an yang diampunya dengan
baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan
tidak menjemukan; meyakinkan siswa bahwa bidang srudi yang dipelajari bermanfaat
bagi diri siswa.
- Bakat
Faktor psikologis lain yang memengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara umum,
bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang
untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Syah, 2003). Berkaitan
dengan belajar, Slavin (1994) mendefinisi¬kan bakat sebagai kemampuan umum yang
dimiliki seorang siswa untuk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemam¬puan
seseorangyang menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar
seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya,
maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kernungkinan besar ia akan
berhasil.
Pada dasarnya, setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi
belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu, bakat juga diartikan
sebagai kemampuan dasar individu untuk melaku¬kan tugas tertentu tanpa tergantung
upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah memiliki bakat tertentu, akan lebih
mudah menyerap segala informasi yang berhubung¬an dengan bakat yang dimilikinya.
Misalnya, siswa yang berbakat di bidang bahasa akan lebih mudah mempelajari bahasa-
bahasa lain selain bahasanya sendiri.
2. Faktor Eksternal
Yaitu hal – hal yang datang atau ada diluar diri siswa/peserta didik yang meliputi
lingkungan (khususnya pendidikan) dan pengalaman berinteraksi siswa tersebut dengan
lingkungan. faktor eksternal yang memengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua
golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.
1) Lingkungan sosial
1. Lingkungan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan masya¬rakat tempat tinggal
siswa akan memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak
pengang¬guran dan anak telantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa, paling
tidak siswa kesulitan ketika memer¬lukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat
belajar yang kebetulan belum dimilikinya.
2. Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar.
Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan
keluarga, semuanya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan
antara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu
siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.
3. Lingkungan sosial sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas
dapat memengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan yang harmonis antara
ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di sekolah. maka
para pendidik, orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan memahami bakat yang
dimili¬ki oleh anaknya atau peserta didiknya, antara lain dengan mendukung, ikut
mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai
dengan bakat¬nya.

Anda mungkin juga menyukai