0%(1)0% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
5 tayangan2 halaman
Kematian dianggap sebagai bagian alami dari kehidupan oleh masyarakat Jawa. Mereka meyakini bahwa jiwa orang yang meninggal akan melanjutkan kehidupannya di alam baka, bukan berarti berakhirnya eksistensi. Oleh karena itu, tradisi seperti penguburan, ziarah kubur dilakukan untuk mempertahankan hubungan antara yang hidup dengan yang meninggal.
Kematian dianggap sebagai bagian alami dari kehidupan oleh masyarakat Jawa. Mereka meyakini bahwa jiwa orang yang meninggal akan melanjutkan kehidupannya di alam baka, bukan berarti berakhirnya eksistensi. Oleh karena itu, tradisi seperti penguburan, ziarah kubur dilakukan untuk mempertahankan hubungan antara yang hidup dengan yang meninggal.
Kematian dianggap sebagai bagian alami dari kehidupan oleh masyarakat Jawa. Mereka meyakini bahwa jiwa orang yang meninggal akan melanjutkan kehidupannya di alam baka, bukan berarti berakhirnya eksistensi. Oleh karena itu, tradisi seperti penguburan, ziarah kubur dilakukan untuk mempertahankan hubungan antara yang hidup dengan yang meninggal.
KEMATIAN di dalam kebudayan apapun hampir selalu disikapi dengan ritualisasi.
Entah apapun wujud ritualisasi itu. Ada alasan mengapa kematiam disikapi dengan ritualisasi. Dalam berbagai kebudayan kematian juga dianggap bukan sebagai bentuk akhir atau titik lenyap dari kehidupan. Peristiwa kematian juga ditangkap dengan sudut pandang dan pengertian yang berbeda-bedaoleh setiap orang. Baik dengan ketakutan , kecemasan, pasrah atau keikhlasan. Semua orang pasti tahu suatu saat akan mati, entah bagaimana caranya atau seperti apa matinya. Dan setiap orang pasti akan merasakan kematian , walaupun arti “merasakan” itu tidak sama dengan dipersepsi oleh orang yang hidup. Kematian adalah salah satu bagian dari kehidupan yang pasti di jalani , sama seperti kelahiran. Bedanya adlah yang pertama menandai akhir dari suatu kehidupan sedangkan yang terakhir menandai awal dari suatu kehidupan. Kelahiran dan kematian bias diandaikan seperti ujung dari seutas tali yang bernama kehidupan, berbeda titik tetapi terentang sepanjang usia. Dan di tengahnya itulah kehidupan yang ada dan berbeda. Kematian adalah suatu misteri. Banyak yang tidak tahu seperti apa dunia sesudah kematian. Tetapi banyak juga yang percaya bahwa ada “kehidupan lain” setelah kematian. Kematian adalah suabuah misteri yang tidak dapat diungkapkan dan tidak terelakan . fenomena ini hanya bisa dibicarakan dalam skala iman atau kepercayaan. Masyarak jawa dalam dalam pengertian ini dapat dilihat juga memercayai adanya dunia lain sesudah mati. Banyak juga yang percaya bahwa kematian adalah akhir dari segalanya dan akhir dari eksistensi seseorang, dan setelah itu yang ada adalah ketiadaan. Banyak juga yang percaya bahwa kematian adalah awal dari suatu kehidupan baru dalam suatu bentuk siklus. Apapun kepercayaan yang dianut, taka da seorang pun yang tahu seperti apa situasi dan kondisi sesudah kematian. Masyarakat jawa memandang kematian bukan sebagai peralihan status baru bagi orang yang mati. Mereka (orang yang mati) diangkat lebih tinggi dibandingkan dengan orang-orang yang masih hidup . segala status yang disandang semasa hidup ditelanjangi digantikan dengan citra kehidupan luhur. Dalam hal ini makna kematian dikalangan orang jawa mengacu pada pengertian kembali ke asal mula keberadaan (sangkan paraning dumadi). Kematian dalam kebudayan jawa (juga dalam kebudayan lain) hampir selalu disikapi bukan sesuatu yang selesai. Titik. Kematian selalu meninggalkan ritualisasi yang diselenggarakan oleh yang ditinggal mati. Setelah orang mati, maka ada pengeburan yang disertai doa-doa, sesajian, selamatan, pembagian waris, pelunasan, utang, dan seterusnya. Oleh karena penyebab kematian, maka pengertian mati juga diberi istilah yang berbeda-beda. Ada mati wajar, mati sial, mati konyol, dan sebagainya. Masing-masing pengertian mati ini selalu berkaitan erat dengan konstruksi sosial dari masyarakat yang melingkupinya. Dalam masyrakat Jawa kematian juga melahirkan apa yang disebut ziarah atau tilik kubur. Hal ini semakin menegaskan bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya iakatan antara si mati dan yang hidup dipertautkan kembali lewat aktivitas ziarah kubur. Tradisi ini secara tersirat juga menimbulkan sebuah pengharapan bagi yang masih hidup bahwa yang telah mati, yang telah berada di dunia sana dapat meyalurkan berkah dan pangetsu kepada yang masih hidup. Hal ini dipandang dapat menjadi salah satu factor keberhasilan bagi kehidupan orang yang telah ditinggalkan si mati. Baik keberhasilan material maupun spiritual.
Kematian Dalam Ajaran Buddhis Biasa Disebut Lenyapnya Indra Vital Terbatas Pada Satu Kehidupan Tunggal Dan Bersamaan Dengan Fisik Kesadaraan Proses Kehidupan