Anda di halaman 1dari 9

Menjelang Ajal

Menjelang ajal adalah sebuah proses berakhirnya


perjalanan hidup seseorang dalam dunia. Semua
individu akan mendekati ajalnya dengan
pengalaman hidup yang unik, dengan kekuatan serta
kelemahan, dan dengan beberapa isu psikososial dan
spiritual yang terpecahkan dan tak terpecahkan
(Kemp, 2009).
BUDAYA

Budaya adalah kata sederhana dengan pengertian


kompleks yang mencakup seluruh wilayah aktivitas
manusia. Secara spesifik, budaya didefinisikan
sebagai pola kompleks dari makna, kepercayaan, dan
tingkah laku bersama yang dipelajari dan diperoleh
oleh kelompok orang selama perjalanan sejarah.
Budaya mencerminkan keseluruhan dari tingkah
laku manusia, termasuk nilai, sikap, dan cara-cara
berhubungan dan berkomunikasi satu dengan yang
lain.
Pandangan Budaya Jawa terhadap
Seseorang Menjelang Ajal
 Proses menjelang kematian dalam budaya Jawa dikenal
dengan istilah lelaku. Menurut pemahaman penulis lelaku
lansia Jawa sudah dimulai ketika secara medis lansia
tersebut sudah tidak bisa disembuhkan lagi meskipun
sudah berulang kali berobat ke dokter. Bahkan seringkali
dokter memberikan saran kepada keluarga untuk dirawat di
rumah.
 Setelah mempelajari kitab Primbon Betaljemur
Adammakna yang berisi tentang pengalaman menjelang
kematian, penulis menemukan tanda-tanda yang menyertai
kematian lansia Jawa adalah sebagai berikut:
1. Pergelangan tangan sudah lemas, tidak mau melakukan tindakan apa- apa,
termasuk tidak mau makan dan sulit tidur
2. Sudah mengeluarkan air besar yang biasa disebut tinja kalong dan ke
Sembilan lubang tubuh mengeluarkan angin
3. Otot-otot pergelangan kaki sudah melemas, keringat keluar dari sekujur tubuh
4. Kulit tidak berbunyi ketika diraba, denyut nadi semakin melemah dan dari
telinga sudah tidak terdengar suara apapun
5. Ada perubahan besar pada perilaku yang berbeda dari kebiasaan sehari-hari,
misalnya bergurau secara berlebihan
6. Muncul juga keinginan untuk dipenuhi segala keinginan tetapi setelah
dikabulkan tidak perhatikan
7. Sering merasa kecewa dalam kehidupan keseharian, baik dalam hal makan
atau pekerjaan-pekerjaan yang lain
8. Bermimpi membuat rumah dan mendiaminya. Kualitas rumah tersebut
tergantung kualitas hidup pemimpinya. Kalau kualitas hidupnya baik, maka
rumah yang dibangun juga indah, demikian juga sebaliknya
9. Merasakan jenuh melihat situasi kehidupan, sering bermimpi berjalan ke arah
utara dan bertingkah laku seperti anak-anak
10. Dalam berelasi dengan orang lain mengalami perubahan yang mencolok,
misalnya yang semula menyukai keramaian berubah menjadi lebih senang
menyendiri, yang semula sering marah-marah menjadi lebih sabar.
Pandangan Budaya Jawa terhadap Seseorang
Menjelang Ajal
• Kitab Primbon Sangkan Paraning Manungsa, juga menyebutkan
tanda-tanda yang terjadi sebelum meninggal tersebut adalah:

• Wajah pucat, telinga mengerut, Pembicaraan sudah tidak runtut


atau clemang-clemong, ora sabahene (seperti bukan kehendaknya
sendiri), Membuang kotoran tanpa terkendali, baik kencing atau
membuang air besar, Kaki linu, inginnya hanya tidur dan
bermalas-malasan seperti wanita hamil, Menginginkan makanan
yang pedas-pedas dan setelah makan merasa mengantuk sehingga
cenderung malas bekerja dan sering sakit-sakitan, dan Ada
perasaan rindu pada saudara-saudara yang sudah meninggal,
sehingga menyebabkan rasa sedih karena mengingat yang sudah
meninggal tersebut.
Pandangan Budaya Nias Terhadap Seseorang Menjelang
Ajal

Masyarakat Nias merupakan salah satu suku yang memiliki


adat- istiadat atau kebiasaan-kebiasaan dalam hidup
bermasyarakat. Masyarakat Nias melakukan praktik
kebudayaan terhadap lansia yang menjelang ajal yakni
Fangotome’o (kata benda), yang artinya seorang lansia
yang menjelang ajal dijadikan tamu. Budaya fangotome’o
ini sangat dijunjung tinggi di Nias karena menandakan
bahwa seorang anak ingin memenuhi kebutuhan
emosional atau psikologis orang tuanya dengan melakukan
ritual ini. Masyarakat Nias berasumsi bahwa setelah
melakukan praktik ini, lansia atau orangtua akan bahagia
menghadapi kematiannya dan beberapa orang percaya
bahwa lansia akan sembuh dari penyakitnya.
Pandangan Budaya Cina terhadap
Seseorang Menjelang Ajal
Pada orang china hidup dan mati merupakan sebuah
kontradiksi yang tidak terpecahkan dalam kehidupan
manusia, tetapi orang Cina pun menemukan jalan
keluar dengan menekankan rasa kebersamaan
keluarga. Dengan dicerita- kan kembali pada setiap
Malam Tiongciu, mitos kuno Chang E ini
diharapkan menjadi sarana mengingatkan setiap
orang Cina, terutama anak-anak, agar menghargai
setiap anggota keluarga, sebab manusia pada suatu
saat akan mati, dan tidak dapat hidup kembali.
Ritual pemujaan Bulan yang dilakukan para raja zaman purbakala Budaya China pada
p
akhir musim gugur mungkin dapat ditafsirkan sebagai upaya untuk memohon anugerah
kemampuan hidup abadi dari Dewi Bulan, atau lebih tepatnya memperoleh ema- nasi
Bulan yang dikatakan paling kuat atau sakti pada malam purnama, yakni agar dapat
hidup abadi atau, paling tidak, panjang umur.

Rakyat jelata pun berusaha mengumpul- kan semua anggota


keluarga untuk membagi kue bulan pada Malam Tiongciu,
dengan harap- an keluarganya sebagai sebuah keutuhan
dapat kekal, dalam arti tidak ada yang mati, sebagaimana
bulan yang makin besar dan memudar terus menerus tanpa
mengenal kematian. Selain itu, kesadaran akan kematian ini
telah menjadi unsur penyemaian serta perkembangan agama
Tao tradisional Tiong- hoa yang bertujuan mengarahkan agar
manusia menjadi dewa yang tidak mengenal kematian
melalui meditasi dan bantuan obat- obatan.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai