Anda di halaman 1dari 7

Nama : Yustitan Syahrizal Putra Salim

NIM : 1200150106

Upacara Pemakaman Jawa

Deskripsi:
Saya mengangkan pembahasan adat upacara pemakaman jawa di karenakan di
dekat rumah saya sempat ada yang meninggal dan di kubur dengan adat
pemakaman jawa.

ABSTRACT

Mati dalam bahasa Jawa disebut dengan pejah. Konsepsi orang Jawa tentang
kematian dapat dilihat dari konsepsi mereka tentang kehidupan. Bagaimana cara
orang Jawa melihat kehidupan akan sangat terkait dengan bagaimana orang
mempersepsikan tentang kematian. Orang Jawa seringkali merumuskan konsep
aksiologis bahwa urip iki mung mampir ngombe (hidup ini cuma sekedar mampir
minum). Atau dengan konsep yang lain, urip iki mung sakdermo nglakoni (hidup ini
cuma sekedar menjalani) atau nrima ing pandhum (menerima apa yang menjadi
pemberianNya). Menurut pemahaman orang Jawa, setiap manusia telah digariskan
oleh takdir. Baik atau buruk, bahagia atau derita, kaya atau miskin adalah buah dan
ketentuan takdir yang harus diterima dengan sikap legawa. Sedangkan sikap legawa
adalah situasi batin yang muncul karena suatu sikap nrima ing pandhum itu sendiri,
kemampuan diri untuk menerima segala bentuk kehidupan yang ada sebagaimana
adanya (Layungkuning, 2013: 100-101). Sedangkan secara etimologi/harfiah mati itu
terjemahan dan bahasa Arab mata yamutu-mautan. Yang memiliki beberapa
kemungkinan arti, di antaranya adalah berarti mati, menjadi tenang, reda, menjadi
usang, dan tak berpenghuni (Munawwir, 1997: 1365-1366).

Upacara pemakaman Jawa adalah ritual yang memiliki tempat penting dalam budaya
Jawa. Upacara ini dilakukan untuk menghormati dan mengantarkan almarhum ke
alam baka. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang upacara
pemakaman Jawa, termasuk makna budaya dan agama, berbagai langkah yang
terlibat dalam upacara tersebut, dan simbolisme di balik setiap langkah. Selain itu,
makalah ini akan membahas perubahan yang terjadi pada upacara akibat
modernisasi.Sedikit bercerita dulu waktu saya masih SD kelas 4 kakek saya
meninggal dan di lakukan upacara pemakaman jawa lalu saya tidak memperhatikan
kenapa harus dilakukan seperti itu namun saat kemarin di dekat rumah saya ada
yang meniggal dan mereka menggunakan upacara pemakaman suku jawa akhirnya
saya mencoba untuk izin foto dan bertanya tanya tapi tidak boleh jadi saya mencoba
tanya ke teman saya yang orang jawa asli yogya apakah dia bersedia membantu saya
untuk pembuatan paper ini beruntung sekali dia bilang iya namun dia tidak mau di
videokan dan mau tidak mau saya hanya bisa merekam suaranya saja.

Upacara pemakaman Jawa adalah ritual rumit yang melibatkan beberapa langkah.
Sebelum upacara pemakaman yang sebenarnya, beberapa upacara pra-pemakaman
dilakukan, termasuk memandikan dan mendandani almarhum dengan pakaian baru,
memasukkan jenazah ke dalam peti mati, dan menghiasi peti mati dengan bunga dan
dekorasi lainnya. Prosesi pemakaman melibatkan pengangkutan peti mati dari
rumah almarhum ke situs pemakaman, di mana musik tradisional Jawa dimainkan,
dan pelayat berjalan di samping peti mati. Upacara di tempat pemakaman
melibatkan beberapa langkah, termasuk meletakkan peti mati di tanah kuburan,
mempersembahkan makanan, bunga, dan barang-barang lainnya kepada almarhum,
menurunkan peti mati ke tanah, dan berdoa untuk jiwa almarhum.

Upacara pemakaman Jawa memiliki makna budaya dan agama yang signifikan,
karena dilakukan untuk menghormati almarhum dan mengirim mereka ke alam baka.
Orang Jawa percaya bahwa arwah orang yang meninggal harus dibimbing ke akhirat
dan arwah mereka harus diredakan agar tidak menjadi arwah yang gelisah. Upacara
tersebut juga merupakan acara sosial penting yang memberikan kesempatan bagi
keluarga, teman, dan anggota komunitas untuk berkumpul dan menyampaikan
belasungkawa.

Setiap langkah dalam upacara pemakaman Jawa memiliki simbolisme tersendiri.


Ritus pra-pemakaman dilakukan untuk mempersiapkan almarhum untuk perjalanan
mereka ke alam baka, dan persembahan yang dibuat selama langkah ini
dimaksudkan untuk menenangkan arwah almarhum. Prosesi pemakaman
dimaksudkan untuk memandu arwah almarhum ke tempat pemakaman, dan musik
tradisional Jawa yang dimainkan selama prosesi dipercaya dapat membantu arwah
almarhum melanjutkan perjalanan ke alam baka. Sesajen makanan dimaksudkan
untuk menopang semangat almarhum di akhirat, sedangkan bunganya
melambangkan keindahan hidup, dan barang-barang lainnya melambangkan minat
dan hobi almarhum. Doa-doa yang dipanjatkan pada saat upacara di tempat
pemakaman dimaksudkan untuk membimbing arwah almarhum ke alam baka.

PENDAHULUAN

Upacara pemakaman adalah aspek penting dari setiap budaya di seluruh dunia.
Dalam budaya Jawa, upacara pemakaman merupakan peristiwa penting yang
memiliki makna religi dan budaya yang kuat, Upacara pemakaman Jawa adalah ritual
yang memiliki tempat penting dalam budaya Jawa, Upacara pemakaman Jawa juga
adalah ritual rumit yang melibatkan beberapa langkah dan dilakukan selama
beberapa hari. Upacara ini dilakukan untuk menghormati dan mengantarkan
almarhum ke alam baka. termasuk makna budaya dan agama, berbagai langkah yang
terlibat dalam upacara tersebut, dan simbolisme di balik setiap langkah. Dan
Upacara tersebut dilakukan oleh tim yang terdiri dari individu-individu yang
berpengalaman dalam adat dan tradisi yang terkait dengan upacara tersebut.

Kematian di dalam kebudayaan apapun hampir pasti disertai acara ritual. Ada
berbagai alasan mengapa kematian harus disikapi dengan acara ritual. Masyarakat
Jawa memandang kematian bukan sebagai peralihan status baru bagi orang yang
mati. Segala status yang disandang semasa hidup ditelanjangi digantikan dengan
citra kehidupan luhur. Dalam hal ini makna kematian bagi orang Jawa mengacu
kepada pengertian kembali ke asal mula keberadaan (sangkan paraning dumadi).
Kematian dalam budaya Jawa selalu dilakukan acara ritual oleh yang ditinggal mati.
Setelah orang meninggal biasanya dilakukan upacara doa, sesaji, selamatan,
pembagian waris, pelunasan hutang dan sebagainya (Layungkuning, 2013: 98-99).

Dalam sudut pandang Islam sesungguhnya Allah swt adalah dzat yang menciptakan
manusia yang memberikan kehidupan dengan dilahirkannya ke dunia, kemudian
menjemputnya dengan kematian untuk mengahadap kembali kepada-Nya. Itulah
garis yang telah ditentukan oleh Allah kepada makhluk-Nya, tidak ada yang
dilahirkan ke dunia ini lantas hidup untuk selamanya. Roda dunia ini terus berputar
dan silih berganti kehidupan dan kematian di muka bumi ini, hukum ini berlaku bagi
siapapun tidak membedakan jenis kelamin laki-laki atau perempuan, tua atau muda,
miskin atau kaya, rakyat atau pejabat. Pendeknya segala macam perbedaan kasta
dan status sosial semua harus tunduk kepada hukum alam yang telah ditentukan
Allah swt (sunnatullah). Penulis menyatakan bahwa kematian merupakan sebuah
fenomena, karena kematian terus terjadi berulang-ulang, dengan objek yang sama
yaitu manusia. Semua manusia pasti akan dijemput oleh kematian.
Saya dan anda tentu juga manusia yang berarti bahwa saya dan juga anda akan
menjumpai kematian itu. Mungkin anda lebih dulu menjumpai kematian dari pada
saya, atau sebaliknya saya lebih akhir dijemput oleh kematian dan pada anda. Yang
pasti ketika kematian itu sudah datang menjemput, maka tak seorangpun dapat
menghindarinya. Sebagaimana firman Allah swt dalam surat al-Jum’ah ayat 8 yang
artinya “Katakanlah. Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka
sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan
dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia
beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. Sadar atau tidak sesungguhnya
setiap hari manusia sudah diberikan gambaran dan pelajaran oleh Allah swt tentang
kelahiran dan kematian yang akan dialami oleh semua manusia. Simak saja aktifitas
manusia dari mulai bangun tidur kemudian tidur kembali.

Bangun dan tidur merupakan gambaran metaforis akan kelahiran manusia. Oleh
karena itu Rasulullah mengajarkan doa kepada manusia ketika bangun tidur dengan
mengatakan: “Alhamdulillahi, alladzi ahyana ba „da ma amatana wa ilaihinnusyur”
Artinya: “Segala puji bagimu ya Allah, yang telah menghidupkan kembali diriku
setelah kematianku, dan hanya kepada-Mu nantinya kami semua akan berpulang
kepada-Mu”. Demikian indahnya untaian doa tersebut, dan begitu dalam makna dan
pesan doa tersebut. Bahwa setiap pagi adalah hari kelahiran dan sebaliknya setiap
malam adalah malam kematian (Hidayat, 2005: 4-6).

Karena setiap malam ketika seseorang tidur sesungguhnya telah mengalami


kematian sesaat sampai orang tersebut bangun kembali. Hal ini pula tersirat dalam
doa menjelang tidur yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw, sebagaimana berikut:
“Bismika Allahumma Ahya wa Amut”, yang artinya: Ya Allah dengan Asma-Mu aku
menjalani hidup dan dengan Asma-Mu pula aku menjalani kematian (malam ini).
Membahas tentang kematian secara psikologis menimbulkan suatu pengaruh
kejiwaan antara menerima dan keterpaksaan dalam menghadapi kematian tersebut.
Akan terasa sedih ketika manusia dijemput oleh kematiannya sedangkan ia dalam
keadaan terlena oleh kehidupan dunia sementara kematian menjadi penghalangnya
untuk mencintai dan menikmati segala fasilitas yang menggiurkan dan
menyenangkan berupa harta benda, pangkat jabatan dan sebagainya. Oleh karena
itu sering kali kesadaran tersebut memunculkan sebuah protes psikologis berupa
penolakan terhadap kematian, bahwa masing-masing orang tidak mau mengalami
kematian. Setiap orang berusaha menghindari semua jalan yang mendekatkan diri
dari pintu kematian, mendambakan dan membayangkan keabadian. Pemberontakan
dan penolakan terhadap kematian ini kemudian melahirkan dua madzhab psikologi
kematian,

yaitu (Hidayat, 2005: xvi-xvii): 1. Madzhab relegius, yaitu mereka yang menjadikan
agama sebagai rujukan bahwa keabadian setelah mati itu ada, dan untuk
memperoleh kebahagiaan yang abadi seseorang yang beragama menjadikan
kehidupan akhirat sebagai objek dan target yang paling utama. Kehidupan dunia
layak untuk dinikmati, akan tetapi itu bukan tujuan akhir dari sebuah proses
kehidupan. Sehingga apapun yang dilakukan ketika hidup di dunia adalah merupakan
inventaris seseorang untuk dinikmati kelak di akhirat. 2. Madzhab sekuler, yaitu
mereka yang tidak peduli dan tidak yakin akan adanya kehidupan setelah kematian.
Namun secara psikologis keduanya memiliki kesamaan yaitu spirit heroisme yang
mendambakan keabadian hidup agar dirinya dapat dikenang sepanjang masa. Untuk
memenuhi keinginan itu seseorang ingin menyumbangkan sesuatu yang besar dalam
hidupnya untuk keluarga, masyarakat, bangsa dan dunia. Maka setiap orang
berusaha untuk meninggalkan warisan bagi orang lain. Ketika al-Qur’an berbicara
tentang kematian, banyak perspektif yang bisa digunakan dalam memahami makna
kematian itu sendiri. Kalau selama ini alQur’an lebih dipahami secara literal dan
tekstual, maka pemahaman akan kematian hanya sekedar manusia dapatkan dari
apa yang terdapat dalam bunyi teks itu sendiri. Jika manusia pahami al-Qur’an secara
kontekstual maka al-Qur’an akan banyak memberi pemahaman yang beragam
mengenai hakekat kematian. Mungkin manusia akan memperoleh banyak informasi
tentang arti dan hidup dan mati baik yang tersirat maupun yang tersurat.

Ada korelasi antara upacara kematian dalam ajaran Islam yang telah dipraktikkan
oleh Rasulullah SAW dengan ritual kematian yang berlaku di dalam masyarakat Jawa.
Kehadiran Islam kemudian memberikan pengaruh sinergis antara upacara kematian
dalam ajaran Islam dengan tradisi yang sudah ada pada masa Hindu-Budha. Di sinilah
al-Qur’an dimaksudkan bukan bagaimana individu atau kelompok orang memahami
al-Qur’an (penafsiran), tetapi bagaimana al-Qur’an itu disikapi dan direspon oleh
masyarakat Muslim dalam realitas kehidupan seharihari menurut konteks budaya
dan pergaulan sosial. Apa yang dilakukan adalah merupakan panggilan jiwa yang
merupakan kewajiban moral untuk memberikan penghargaan, penghormatan dan
cara memuliakan kitab suci yang diharapkan pahala dan berkah dan alQur’an
sebagaimana keyakinan umat Islam terhadap fungsi al-Qur’an yang dinyatakan
sendiri secara beragam. Oleh karena itu maksud yang dikandung bisa saja sama
tetapi ekpresi dan ekspektasi masyarakat terhadap al-Qur’an antara kelompok,
golongan, etnis dan antar bangsa satu dan yang lainnya bisajadi berbeda (Mansyur,
dkk, 2007: 49-50).
BUDAYA DAN AGAMA

Upacara pemakaman Jawa kental dengan makna budaya dan agama. Upacara ini
dilakukan untuk menghormati almarhum dan mengirim mereka ke alam baka. Orang
Jawa percaya bahwa arwah orang yang meninggal harus dibimbing ke akhirat dan
arwah mereka harus diredakan agar tidak menjadi arwah yang gelisah. Upacara
dilakukan dengan cara yang mencerminkan kepercayaan ini.

Upacara pemakaman Jawa juga merupakan cara bagi masyarakat untuk berkumpul
dan memberikan penghormatan kepada almarhum. Upacara tersebut merupakan
acara sosial penting yang memberikan kesempatan bagi keluarga, teman, dan
anggota komunitas untuk berkumpul dan menyampaikan belasungkawa.

SEBELUM UPACARA PEMAKAMAN

Sebelum upacara pemakaman yang sebenarnya, beberapa upacara pra-pemakaman


dilakukan. Ritual ini termasuk memandikan dan mendandani almarhum dengan
pakaian baru, memasukkan jenazah ke dalam peti mati, dan menghiasi peti mati
dengan bunga dan dekorasi lainnya. Selain itu, keluarga almarhum akan menyiapkan
sesajen dan mengundang tamu ke upacara tersebut.

Jika beragama islam sebelum upacara pemakaman jenazah di mandikan terlebih


dahulu lalu di bungkus dengan kain kafan dan tidak di masukan ke peti mati
melainkan di masukan ke keranda,

Maksud dari kain putih yang hanya selembar tersebut adalah kita datang ke bumi
dengan posisi telanjang dan bersih lalu hanya di tutupi selembar kain dan saat kita
kembali pun juga harus seperti itu karena dalam islam tubuh kita hanya pinjaman
sementara untuk di bumi dan harus di kembalikan sepenuhnya dan seutuhnya
kepada yang maha kuasa di alam kubur sana

Membasuh dan membalut tubuh menandakan pembersihan jiwa. Pakaian baru itu
melambangkan perjalanan baru almarhum ke alam baka. Persembahan yang
dilakukan pada langkah ini dimaksudkan untuk menenangkan arwah almarhum.

PROSESI UPACARA PEMAKAMAN

Prosesi pemakaman melibatkan pengangkutan peti mati dari rumah almarhum ke


situs pemakaman. Selama prosesi, musik tradisional Jawa dimainkan, dan pelayat
berjalan di samping peti mati. Prosesi tersebut juga dapat melibatkan penari dan
musisi tradisional. (tidak wajib jika tidak mampu)

Ada juga prosesi pemakaman jawa yang di sebut dengan Brobosan proses sebelum
pemakamannya sama dengan yang sebelumnya dan pembeda dari brobosan dimana
sebelum di kubur peti diangkat setinggi tingginya di halaman rumah lalu di bacakan
doa doa dan setelah doa doa selesai anak dan cucunya harus berjalan di bawah peti
mati searah jarum jam selama 3 kali dan urutannya harus dari anak laki laki tertua,
anak perempuan, cucu laki laki dan cucu perempuan, upacara tradisional ini
menyimbolkan penghormatan dari keluarga yang masih hidup kepada orang tua dan
leluhur mereka terkadang juga ada yang menyebar uang koin ke depan sebagai adab
baik dari orang yang meninggal untuk yang masih hidup agar di doakan semoga
lancar

Prosesi pemakaman dimaksudkan untuk memandu arwah almarhum ke tempat


pemakaman. Musik tradisional Jawa yang dimainkan selama prosesi diyakini dapat
membantu arwah almarhum melanjutkan perjalanan ke alam baka.

UPACARA PEMAKAMAN SAAT DI TANAH MAKAM

Upacara di tempat pemakaman melibatkan beberapa langkah. Pertama, peti mati


diletakkan di tanah pemakaman, dan persembahan diberikan kepada almarhum.
Persembahan itu termasuk makanan, bunga, dan barang-barang lain yang dinikmati
almarhum semasa hidup. Selanjutnya, peti mati diturunkan ke tanah, dan doa
dipanjatkan untuk jiwa almarhum. Akhirnya, para pelayat akan memberikan
penghormatan kepada almarhum.

Saat di tanah makam biasanya orang orang berkumpul lalu membantu prosesi
pemakaman hingga selesai. Jenazah akan di bawa menggunakan keranda lalu
keranda di letakan di sebelah lobang makam setelah itu jenazah di keluarkan dari
keranda dengan cara di gendong berbarengan dan jenazah di bawa ke lobang
makam lalu jenazah di “oper” ke orang yang ada di dalam lobang makam untuk di
letakan di dalam dan di posisikan dengan benar setelah itu jenazah di adzankan oleh
anak laki laki tertua dari keluarga tersebut setelah di adzankan tanah makan di
pasangkan kayu terlebih dahulu gunanya untuk meng “support” tanah agar tidak
ambles ke dalam setelah di berikan kayu nanti akan ada yang “membuang” tanah
dari luar lobang makam ke dalam dan orang yang di dalam lobang makam akan
memadatkan tanah dengan cara di injak injak gunanya agar saat hujan tanah tidak
gampang meluap dan merusak makam dari jenazah, setelah semua sudah selesai
akan di bacakan doa doa oleh pak ustad dan penanaman batu nisan.

Sajian makanan tersebut dimaksudkan untuk menopang arwah almarhum di akhirat.


Bunga-bunga melambangkan keindahan hidup, dan barang-barang lainnya
melambangkan minat dan hobi almarhum. Doa-doa yang dipanjatkan pada langkah
ini dimaksudkan untuk membimbing arwah almarhum menuju akhirat.

MAKNA DAN SIMBOLIS DARI SETIAP LANGKAH

Setiap langkah dalam upacara pemakaman Jawa memiliki simbolisme tersendiri.


Berikut ini adalah makna simbolis di balik setiap langkah:

SEBELUM PEMAKAMAN
Upacara pra-pemakaman dilakukan untuk mempersiapkan almarhum untuk
perjalanan mereka ke alam baka. Membasuh dan membalut tubuh menandakan
pembersihan jiwa. Pakaian baru itu melambangkan perjalanan baru almarhum ke
alam baka. Persembahan yang dilakukan pada langkah ini dimaksudkan untuk
menenangkan arwah almarhum.

PROSESI UPACARA PEMAKAMAN

Prosesi pemakaman dimaksudkan untuk memandu arwah almarhum ke tempat


pemakaman. Musik tradisional Jawa dimainkan selama pemakaman

UPACARA PEMAKAMAN SAAT DI TANAH MAKAM

Upacara di situs pemakaman melibatkan beberapa persembahan yang diberikan


kepada almarhum. Sajian makanan tersebut dimaksudkan untuk menopang arwah
almarhum di akhirat. Bunga-bunga melambangkan keindahan hidup, dan barang-
barang lainnya melambangkan minat dan hobi almarhum. Doa-doa yang dipanjatkan
pada langkah ini dimaksudkan untuk membimbing arwah almarhum menuju akhirat.

Anda mungkin juga menyukai