Anda di halaman 1dari 2

Tradisi yang dilakukan oleh banyak masyarakat Jawa, khususnya dalam menghadapi

peristiwa kematian hamper sama persis dengan apa yang digambarkan oleh Cliford Geertz
dalam bukunya The Religion of Java. Bahwa ketika terjadi kematian di sebuah keluarga, maka
hal yang pertama harus dilakukan adalah memanggil modin (kiyai) dan selanjutnya
menyampaikan berita kematian tersebut di sekitar daerahnya. Ketika kematian terjadi pagi atau
siang maka pemakaman dilaksanakan secepat mungkin sesudah kematian. Tetapi ketika berita
itu datang malam hari maka bisa dilaksanakan ketika keesokan harinya. Segera setelah adannya
pengumuman para warga dan tetangga akan lekas pergi ke rumah orang yang meninggal
tersebut. Setiap perempuan membawa sebaki beras, yang telah diambil sejumput oleh orang
yang sedang beduka untuk disebarkan ke luar pintu, kemudian segera ditanak untuk slametan.
Orang laki-laki membawa alat-alat menggali tanah dan pembuat nisan serta usungan/keranda
untuk membawa mayat ke tempat pemakaman, dan lembaran papan untuk diletakan di liang
lahad. Dalam kenyataannya hanya sekitar beberapa orang saja yang membawa atau keluarga
dari orang yang meninggal yang mengurus, selebihnya hanya akan sekedar datang dan berdiri
sambil berbincang di sekitar halaman (Greetz, 1983: 91-92).

Dalam tradisi masyarakat Islam Jawa kematian seseorang dalam ritual pemakamannya
pertama terdapat ritual semacam pembekalan bagi ruh yang menuju fase kehidupan alam yang
baru. Kepercayaan bahwa ruh itu tidak akan pernah mati, oleh Karena itu pembekalan terhadap
sesorang yang sudah meninggal dapat dirasakan oleh ruh orang tersebut. Diantaranya adalah
dengan dikumandangkannya adzan dan iqomah serta talqin setelahnya mayat diletakan di liang
lahat dan ditimbun dengan tanah. Modin membacakan talqin yang merupakan rangkaian
pidato pemakaman yang ditujukan kepada almarhum, pertama-tama dalam bahasa Arab dan
kemudian dalam bahasa Jawa (Geertz, 1983: 95). Dalam bahasa Arab talqin berarti mendikte.
Atau pengertiannya dengan mendikte kata-kata atau kalimat tertentu agar dapat ditirukan oleh
orang yang baru meninggal, maksudnya untuk megajarkan kepada ruh agar dapat mengingat
dan menjawab pertanyaan di alam kubur.

Upacara selamatan tiga hari memiliki arti penghormatan pada ruh orang yang
meninggal. Bahwa keyakinan ruh orang yang meninggal masih berada di dalam rumah dan
sedang berudaha mencari jalan untuk meninggalkan rumah. Selamatan hari ketujuh berarti
melakukan penghormatan terhadap ruh yang mulai akan meninggalkan rumah. Dalam
selamatan dari hari pertama sampai ketujuh dibacakan tahlil dan doa-doa, agar orang yang
sudah meninggal dosa-dosannya diampuni dan tenang di alam kubur. Upacara selametan
empat puluh hari, dimaksudkan untuk memberi penghormatan ruh yang sudah mulai keluar
dari pekarangan, dan ruh sudah mulai bergerak menuju alam kubur. Upacara selametan seratus
hari, untuk memberi penhgormatan terhadap ruh yang sudah berada di alam kubur. Di dalam
alam kubur ini ruh masih sering pulang ke rumah keluarganya sampai upacara peringatan tahun
pertama dan kedua dan benar-benar tidak akan kembali lagi setelah peringatan seribu hari
kematiannya (Layungkuning, 2013: 118-119).

Selanjutnya ada peringatan tahunan dan kematian seseorang yang disebut haul.
Biasanya diperingati untuk seorang alim ulama, kiyai atau sesepuh. Mempunyai arti untuk
mengenang kembali memori perjalanan beliau yang telah meninggal untuk sepenuhnya
dijadikan suri tauladan dan contoh dalam aspek kebaikan dalam kehidupan masyarakat.
Penghormatan ini salah satu tujuannya dalan memberi penghormatan atas jasa-jasanya
terhadap keluarga ataupun masyaraakat dan agamanya. Tradisi lain yang serupa adalah
pembacaan surah Yasin dan tahlil rutin setiap malam jumat yang dikhususkan kepada ahli
kubur/orang yang sudah meninggal, dengan tujuan untuk berdoa memohonkan ampun bagi
ahli kubur dan mendapatkan tempat dan kasih Tuhan di alam kubur. Atau ada lagi peringatan
penghormatan kepada orang yang sudah meninggal lebih dari seribu hari yakni, dengan
menyelenggarakan acara kirim doa. Keluarga mengundang tetangga atau masyarakat untuk
datang ke rumah setelah magrib atau isya’ dengan mengadakan pembacaan Yasin dan Tahlil
yang berkahnya dikhususkan untuk arwah ahli kubur. Acara kirim doa ini dapat dilaksanakan
sewaktu-waktu sesuai keinginan keluarga.

Anda mungkin juga menyukai