Suku Jawa berasal dari Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah
Istimewa Yogyakarta. Semua sendi kehidupan masyarakat suku Jawa tak
pernah lepas dari adat istiadat nan memang sudah sangat dipercayai sejak
dulu.Masyarakat suku Jawa merupakan masyarakat dengan jumlah populasi
terbesar di Indonesia. Jumlahnya mencapai hampir setengah dari holistik
populasi masyarakat nan tinggal di Indonesia.
Masyarakat Jawa dikenal memilki budaya yang sangat kental. Sampai era
globalisasi saat ini pun adat istiadat masih kerap dijalankan dan ditaati oleh
masyarakatnya. Adat istiadat disuku Jawa pun hampir terdapat di setiap
momen momen kehidupan manusia. Semenjak dari
kelahiran,ulangtahun,perkawinan,hingga kematian memilik adat istiadatnya.
Adat istiadat ini ialah sebuah budaya dan Norma nan telah turun temurun
dilakukan oleh sebagian besar masyarakat jawa. Bahkan di masyarakat
sekan terdapat keharusan buat melakukannya. Segala usaha akan dilakukan
agar mereka bisa melaksanakan adat istiadat ini. Kebanyakan adat istiadat
nan ada bersumber dari kepercayaan nenk moyang terdahulu dari
masyarakat jawa dan tak bersumber dari agama terutama agama Islam
sebagai agama nan banyak dipeluk oleh sebagian besar masyarakat jawa.
Dalam pemahaman orang Jawa, bahwa nyawa orang yang telah mati itu
sampai dengan waktu tertentu masih berada di sekeliling keluarganya. Ketika
salah satu masyarakat suku Jawa meninggal, ritual adat istiadat pun tak lepas
mengiringi. Ritual ini dimaksudkan agar orang nan meninggal dapat
mendapatkan loka nan baik di akhirat. Oleh karena itu kita sering mendengar
istilah selametan yang dilakukan untuk orang yang telah meninggal.
Tidak hanya suku Toraja yang memiliki ritual kematian suku Jawa pun juga
memiliki ritual kematian. Ketika salah satu masyarakat suku Jawa meninggal,
ritual adat istiadat pun tak lepas mengiringi. Ritual ini dimaksudkan agar orang
nan meninggal dapat mendapatkan loka nan baik di akhirat.
1. Pemberitahuan
Tentu saja hal yang menjadi langkah pertama yang akan kita lakukan saat
mengetahui keluarga/kerabat kita meninggal adalah memberitahukan kabar
sedih tersebut ke tetanggga,kerabat,keluarga terdekat. Jenazah yang baru
saja meninggal dunia segera ditidurkan secara membujur, menelentang, dan
menghadap ke atas. Selanjutnya mayat ditutup dengan kain batik yang masih
baru. Kaki dipan tempat mayat itu ditidurkan perlu direndam dengan air,
maksudnya agar dipan itu tidak dikerumuni semut atau binatang kecil lainnya.
Tikar sebagai alas tempat jenazah dibaringkan perlu diberi garis tebal dari
kunyit dengan maksud agar binatang kecil tidak mengerumuni mayat.
Terakhir adalah membakar dupa wangi atau ratus untuk menghilangkan bau
yang kurang sedap.
3.Upacara Brobosan
1.Peti mati dibawa keluar menuju ke halaman rumah dan dijunjung tinggi ke
atas setelah upacara doa kematian selesai.
2.Anak laki-laki tertua, anak perempuan, cucu laki-laki dan cucu perempuan,
berjalan berurutan melewati peti mati yang berada di atas mereka (mrobos)
selama tiga kali dan searah jarum jam.
3.Urutan selalu diawali dari anak laki-laki tertua dan keluarga inti berada di
urutan pertama; anak yang lebih muda beserta keluarganya mengikuti di
belakang.
Setelah itu jenazah diberangkatkan dengan keranda yang diangkat oleh anak-
anaknya yang sudah dewasa bersama dengan anggota keluarga pria lainnya,
sedangkan seorang memegang payung untuk menaungi bagian dimana
kepala jenazah berada. Adapun urutan untuk melakukan perjalanan ke
pemakaman juga diatur. Yang berada diurutan paling depan adalah
penabur sawur (terdiri dari beras kuning dan mata uang), kemudian penabur
bunga dan pembawa bunga, pembawa kendi, pembawa foto jenazah,
keranda jenazah, barulah dibagian paling belakang adalah keluarga maupun
kerabat yang turut menghantarkan. Namun dalam keyakinan orang Jawa,
seorang wanita tidak diperkenankan untuk memasuki area pemakaman. Jadi
mereka hanya boleh menghantarkan sampai didepan pintu pemakaman saja.
Dan mereka yang masuk hanyalah kaum pria tanpa memakai alas kaki.
*Takir pontang yang berisi nasi putih dan nasi kuning, dilengkapi dengan sudi-
sudi yang berisi kecambah, kacang panjang yang telah dipotongi, bawang
merah yang telah diiris, garam yang telah digerus (dihaluskan), kue apem
putih, uang, gantal dua buah.
*Nasi asahan tiga tampah, daging lembu yang telah digoreng, lauk-pauk
kering, sambal santan, sayur menir, jenang merah
*Kue apem yang di dalamnya diberi uang logam, ketan, kolak (semuanya
diletakkan dalam satu takir)
*Nasi asahan tiga tampah, daging goreng, pindang merah yang dicampur
dengan kacang panjang yang diikat kecil-kecil, dan daging jeroan yang
ditempatkan dalam wadah berbentuk kerucut (conthong), serta pindang putih.
Bahan untuk kenduri biasanya sama dengan kenduri pada saat memperingati
tujuh hari meninggalnya, namun ada tambahan sebagai berikut:
1. Nasi wuduk
2. Ingkung
3. Kedelai hitam
4. Cabai merah utuh
5. Rambak kulit
6. Bawang merah yang telah dikupas kulitnya
7. Garam
8.Bunga kenanga
*Sepasang burung merpati dikurung dan diberi rangkaian bunga. Setelah doa
selesai dilakukan, burung merpati dilepas dan diterbangkan. Maksud tata cara
ini adalah juga untuk mengirim tunggangan bagi arwah agar dapat cepat
kembali pada Tuhan. dalam keadaan suci, bersih, tanpa beban.
*Sesaji, terdiri atas tikar bangka, benang lawe empat puluh helai, jodhog,
clupak berisi minyak kelapa dan uceng-uceng (sumbu lampu), minyak kelapa
satu botol, sisir, serit, cepuk berisi minyak tua, kaca/cermin, kapuk,
kemenyan, pisang raja setangkep, gula kelapa setangkep, kelapa utuh satu
butir, beras satu takir, sirih dengan kelengkapan untuk menginang, bunga
boreh. Semuanya diletakkan di atas tampah dan diletakkan di tempat orang
berkenduri untuk elakukan doa.
Kol merupakan peringatan yang dilakukan untuk orang yang sudah meninggal
setelah seribu hari. Ngekoli diselenggarakan bertepatan dengan satu tahun
setelah nyewu. Saat peringatan ini harus bertepatan dengan hari dan bulan
meninggalnya. Ngekoli dilakukan dengan kenduri dengan bahan kenduri: kue
apem, ketan, dan kolak. Semuanya diletakkan dalam satu takir. Pisang raja
satu tangkep, uang “wajib”, dan dupa.
12.Nyadran
1.Wajib melambangkan suatu niat ucapan terima kasih kepada kaum yang
telah “ngujubake” menjabarakan tujuan selamatan itu, dan terima kasih pula
kepada semua fihak yang ditujunya, semoga semuanya itu terkabul.
2.Sega punar atau nasi kuning melambangkan kemulian, sebab warna atau
cahaya kuning melambangkan sifat kemuliaan. Juga dimaksudkan sebagai
jamuan mulia kepada yang dipujinya.
4.Ketan adalah salah satu makanan dari beras yang mempunyai sifat”pliket’
atau lekat. Dari kata pliket atau ketan, ke-raket melambangkan suatu keadaan
atau tujuan yang tidak luntur atau layu, artinya tidak kenal putus asa.
7.Materi sajian lain seperti tikar, benang lawe, jodog, sentir, clupak, minyak
klentik, sisir, minyak wangi, cermin, kapas, pisang, beras, gula, kelapa,
jarum dan lain sebagainya yang mana hal ini biasanya pada selamatan seribu
hari adalah sebagai lambang dari segala perlengkapan hidup manusia sehari-
hari, dan semua itu dimaksudkan sebagai bekal roh si mati dalam menjalani
kehidupan di alam baka.
14.Lambang Atau Makna Dari Uba Rampe
1.Benang lawe adalah benag putih sebagai lambang tali suci sebagai
pengikat atau tali hubugan antara keluarga yang ditinggalkan dengan yang
sudah pergi jauh itu.
2.Jodog dan sentir adalah lambang penerang, maksudnya agar roh si mati
tadi selalu mendapatkan terang.
6.Kapas yang biasa sebagai alas atau isi bantal melambangkan bantal suci.