Anda di halaman 1dari 54

SUKU-SUKU BANGSA DI JAWA,

BALI, DAN NUSA TENGGARA


Alifatul Listya Maulida
Hani Meitamara
Virisy Nurani Zahara

Suku-suku Jawa
o Suku
Betawi
o Suku
Sunda
o Suku
Jawa
o Suku
Badui

oSuku
oSuku
oSuku
oSuku

Tengger
Bawean
Osing
Madura

SUKU TENGGER

kehidupan
2. Tengger
Pegunungan,
yang sesuai
dengan daerah
kediaman Suku
Tengger
3. Tengger
Gabungan nama
leluhur suku
Tengger, Roro
Anteng dan Joko
Seger

Agama
Warga Suku Tengger
taar dengan aturan
dan agama Hindu
Mereks tidak
menerapkan sistem
kasta karena merasa
satu keturunan

N
G
G
E
R

Adat Istiadat

Konsep tentang Manusia Menurut Falsafah Tengger


Sifat umum di dalam kehidupan sehari-hari orang Tengger
mempunyai kebiasaan hidup sederhana, rajin dan damai.
Masyarakat Tengger juga hidup sangat sederhana dan
hemat
Mayoritas mata pencaharian suku Tengger adalah petani.
Ladang mereka di lereng-lereng gunung dan puncakpuncak yang berbukit-bukit
Alat pertanian yang mereka pakai sangat sederhana,
terdiri dari cangkul,sabit dan semacamnya

Kehidupan pada masyarakat Tengger penuh dengan


kedamaian dan kondisi masyarakatnya sangat
aman. Segala masalah dapat diselesaikan dengan
mudah atas peranan orang yang berpengaruh pada
masyarakat tersebut dengan sistem musyawarah.
Pelanggaran yang dilakukan cukup diselesaikan
oleh Petinggi (Kepala Desa) dan biasanya mereka
patuh. Apabila cara ini tidak juga menolong, maka
si pelaku pelanggaran itu cukup disatru (tidak
diajak bicara) oleh seluruh penduduk. Mereka juga
sangat patuh dengan segala peraturan pemerintah

Sikap dan Pandangan HidupPandangan


tentang Perilaku
Sikap dan pandangan hidup orang Tengger tercermin pada
harapannya, yaitu waras (sehat), wareg (kenyang), wastra
(memiliki pakaian, sandang), wisma (memiliki rumah, tempat
tinggal), dan widya (menguasai ilmu dan teknologi,
berpengetahuan dan terampil). Mereka mengembangkan
pandangan hidup yang disebut pengetahuan tentang watak
yaitu:
prasaja berarti jujur, tidak dibuat-buat apa adanya;
prayoga berarti senantiasa bersikap bijaksana;
pranata berarti senantiasa patuh pada raja, berarti

Siklus Hidup Menurut


Falsafah Tengger
Ada 3 (tiga) tahap penting siklus kehidupanmenurut pandangan
masyarakat Tengger, yakni:
1. Umur 0 sampal 21 (wanita) atau 27 (pria), dengan lambang
bramacari yaitu masa yang tepat untuk pendidikan
2. Usia 21 (wanita) atau 27 (pria) sampai 60 tahun lambing
griasta, masa yang tepat untuk membangun rumah dan
mandiri
3. 60 tahun ke atas, dengan lambang biksuka, membangun diri
sebagai manusia usia lanjut untuk lebih mementingkan masa
akhir hidupnya.

Pertunangan dan Perkawinan


Dalam pertunangan (pacangan), lamaran
dilakukan oleh orangtua pria. Sebelumnya
didahului dengan pertemuan antara kedua
calon, atas dasar rasa senang kedua belah
pihak. Apabila kedua belah pihak telah
sepakat, maka orangtua pihak wanita (sebagai
calon) berkunjung ke orangtua pihak pria
untuk menanyakan persetujuannya atau
notok. Selanjutnya apabila orangtua pihak pria
telah menyetujui, diteruskan dengan

Sebelum acara perkawinan biasanya telah dimintakan nasihat kepada


dukun mengenai pelaksanaan perkawinan. Setelah hari untuk upacara
perkawinan ditentukan, maka diawali selamatan kecil (dengan sajian
bubur merah dan bubur putih). Sebagai kelengkapan upacara
perkawinan, maka pasangan pengantin diarak (upacara ngarak)
keliling, diikuti oleh empat gadis dan empat jejaka dengan diiringi
gamelan. Pada upacara perkawinan pengantin wanita memberikan
hadiah bokor tembaga berisi sirih lengkap dengan tembakau, rokok
dan lain, sedangkan pengantin pria memberikan hadiah berupa
sebuah keranjang berisi buah-buahan, beras dan mas kawin.
Pada upacara asrah pengantin, masing-masing pihak diwakili oleh
seorang utusan. Para wakil mengadakan pembicaraan mengenai
kewajiban dalam perkawinan dengan disaksikan oleh seorang dukun.
Pada upacara pernikahan dibuatkan petra (petara: boneka sebagai
tempat roh nenek moyang) supaya roh nenek moyangnya bisa hadir
menyaksikan. Biasanya setelah melakukan perkawinan kemanten pria
harus tinggal dirumah (mengikuti) kemanten wanita.

Bahasa
Bahasa daerahyang digunakan adalah bahasa Jawa
Tengger yaitu Jawi Kuno. Mereka menggunakan dua
tingkatan bahasa yaitu ngoko, bahasa sehari-hari terhadap
sesamanya, dan krama untuk komunikasi terhadap orang
yang lebih tua atau orang tua yang dihormati
Contoh: Aku ( Laki-laki) = Reang , Aku ( wanita ) = Isun ,
Kamu ( untuk seusia)= Sira , Kamu ( untuk yang lebih tua)
= Rika, Bapak/Ayah= Pak , Ibu = Mak , Kakek = Wek ,
Kakak = Kang , Mbak = Yuk

Pada adat ini masyarakat suku


tengger juga melakukan anjang
sana (silaturrahmi) kepada
semua sanak saudara, tetangga
semua masyarakat Tengger.
Uniknya tiap kali berkunjung
harus menikamati hidangan
yang diberikan oleh tuan rumah.
Tujuan penyelenggaraan
upacara karo ini adalah:
mengadakan pemujaan
terhadap Sang Hyang Widhi
Wasa dan menghormati
leluhurnya, memperingati asalusul manusia, untuk kembali
pada kesucian, dan untuk
memusnahkan angkara murka.

Upacara Adat
Pujan Kapat (Bulan
Keempat)
Upacara kapat jatuh pada bulan
keempat (papat) menurut tahun
saka disebut pujan kapat
Bertujuan untuk memohon
berkah keselamatan serta
selamat kiblat, yaitu pemujaan
terhadap arah mata angin yang
dilakukan bersama- sama
disetiap desa (rumah kepala
desa) yang dihadiri para pini
sepuh desa, dukun, dan

Pujan Kapitu (Bulan


Tujuh)
Pujan kapitu (bulan tujuh),
semua pini sepuh desa
dan keharusan pandita
dukun melakukan tapa
brata dalam arti diawali
dengan pati geni (nyepi)
satu hari satu malam,
tidak makan dan tidak
tidur. Selanjutnya diisi
dengan puasa mutih (tidak
boleh makan makanan

Pujan Kawolu (Bulan


Delapan)
Upacara ini jatuh pada bulan
kedelapan (wolu) tanggal 1
tahun saka. Pujan kawolu
sebagai penutipan megeng.
Masyarakat mengirimkan sesaji
ke kepala desa, dengan tujuan
untuk keselamatan bumi, air,
api, angin, matahari, bulan dan
bintang. Pujan kawolu dilakukan
bersama dirumah kepala desa.

Pujan Kasangan

Kasada (Bulan Dua Belas)

Upacara ini jatuh pada bulan kesembilan


(sanga) tanggal 24 setelah purnama
tahun saka. Masyarakat berkeliling desa
dengan membunyikan kenyongan dan
membawa obpr. Upacara diawali oleh
para wanita yang mengantarkan sesaji
ke kepal desa, untuk dimantrai oleh
pendeta, selanjutnya pendeta dan para
sesepuh desa membentuk barisan,
berjalan mengelilingi desa. Tujuan
mengadakan upacara ini adalah
memohon kepada Sang Hyang Widi
Wasa untuk keselamatan masyarakat
tengger. Masyarakat bersama anak
anak keliling desa membawa alat
kesenian dan obor.

Upacara kasada dilaksanakan tanggal


14 dan 15 dilakukan di ponten pure
luhur, semua masyarakat tengger
berkumpul menjelang pagi. Tidak hanya
masyarakat Tengger yang beragama
Hindu saja, tetapi semua masyarakat
Tengger yang beragama lainnya.
Setelah upacara, melabuhkan sesaji
berupa hasil bumi yang sudah dimantrai
dukun kekawah gunung Bromo. Tidak
hanya upacara saja tetapi juaga
bermusyawarah dan bersilaturrahmi
dengan dukun dan masyarakat Tengger.
Upacara dilaksanakan pada saat
purnama bulan kasada (ke dua belas)
tahun saka, upacara ini juga disebut
dengan hari Raya Kurba

Upacara Unan-unan
Upacara ini di adakan hanya tiap lima tahun
sekali. Unan-unan adalah tahun panjang
(seperti tahun kabisat) melakukan upacara
ngurawat jagat, mensucikan hal-hal yang
tidak baik dengan mengorbankan kerbau.
Unan yaitu menagrungi bulan. Tujuan unanunan yaitu untuk mengadakan
penghormatan terhadap roh leluhur.

Upacara yang dilakukan


secara individu:

1.Upacara tujuh bulanan (sayut) dipimpin oleh dukun.


2.Upacara indungi anak, anak yang menginjak masa remaja.
3.Upacara Tugel Gombak (laki-laki) dan Tugel Kuncung (perempuan),
memotong sedikit rambut sekitar pusar rambut anak-anak yang
menginjak usia 5 tahun.
4.Upacara Ngruwat, jika ada saudara 2 laki-laki atau salah satu anak lakilaki dan perempuan atau anak tunggal.
5.Upacara Kawiahan (kawin), upacara ini sama halnya dengan ijab Kabul.
6.Upacara Wala gara (Temu Manten).
7.Upacara Mendirikan Rumah.
8.Upacara Kematian, minimal 4 hari setelah meningggal dilakukan upacara
untas-untas (roh orang meningggal diharapkan kembali pada pemiliknya).

Tempat Keagamaan Masyarakat


Suku Tengger
Poten

Punden
Danyang

Merupakan sebidang lahan di lautan pasir sebagai


tempat berlangsungnya upacara kasada. Sebagai
tempat pemujaan bagi masyarakat Tengger yang
beragama Hindu, Poten terdiri dari beberapa
bangunan yang ditata dalan suatu susunan
komposisi dipekarangan yang dibagi tiga
mandala/zone:
a. Mandala Utama
b. Mandala Madya
c. Mandala Nista

Pusaka Suku Tengger


Jimat Klonthongan / Jodang Wasiat

Pertama disimpan oleh


masyarakat Suku Tengger Brang
Wetan tepatnya di Desa Ngadisari
Kecamatan Sukapura Kabupaten
Probolinggo.bentuknya berupa
kotak terbuat dari kayu
Kedua disimpan di wilayah Brang
Kulon yaitu di Desa Tosari
Kecamatan Tosari Kabupaten
Pasuruan dan bentuknya berbeda
dengan yang ada di wilayah
brang wetan yaitu berbentuk
bumbung terbuat dari kayu.

merupakan benda warisan


nenek moyang ( Joko
Seger dan Loro Anteng )
berisi gayung, sarak,
sodar, tumbu, cepel,
Ontokusumo sejenis
pakaian nenek moyang,
dan sejumlah uang satak
(uang logam kuno).
Termasuk mantra-mantra
yaitu mantra Purwobumi
dan mantra Mandala Giri.

Lontar (keropak)
Di Tengger masih terdapat lontar (keropak) sebanyak 21 ikat, berisi tulisan Jawa lama,
yang orang Tengger sendiri tidak bisa membacanya.

Trisula
yaitu berbentuk Tombak yang mempunyai ujung mata tiga.

Masyarakat Suku Tengger tidak mengenal


nama Marga ( keluarga ) karena di dalam Suku
Tengger tidak mengenal Kasta, namun
biasanya cara memanggil nama orang yang
sudah berkeluarga dan mempunyai
keturunan ,mereka memanggil nama yang
bersangkutan dengan nama anak pertamanya.

SUKU
BALI

Suku Bali
Masyarakat yang mendiami Pulau Bali
Pulau yang dikenal sebagai Pulau Dewata
berada di timur Pulau Jawa. Dahulu kala
ada sebua kerajaan yang menguasai
seluruh pulau ini dan mengembangkan
Kebudayaan Hindu yang melekat hngga
sekarang

Asal Nama
Nama Bali berasal dari kata bebali yang artinya
sesajen.
Ditegaskan lagi dalam kitab Ramayana yg
disusun 1200SM: Ada sebuah tempat di timur
Dawa Dwipa yang bernama Vali Dwipa, di
mana di sana Tuhan diberikan kesenangan
oleh penduduknya berupa bebali (sesajen).
Vali Dwipa adalah sebutan untuk Pulau Vali
yang kemudian berubah fonem menjadi Pulau
Bali atau pulau sesajen.

GELAR
DALAM
SUKU BALI

1. Pemberian nama
berdasarkan Warna (Kasta)

a. Brahmana

Brahmana adalah seseorang yang ahli dalam


bidang agama yang berfungsi sebagai rohanian dan
memimpin upacara, seperti Pendeta, Ida Bedanda
dan sebagainya dan di beri gelar Ida Bagus untuk
Pria dan Ida Ayu untuk Wanita. Contohnya :
Ida Bagus Putu Widyana/ Ida Ayu Putu
Maharani (bagi anak pertama)
Ida bagus Made Iriawan/ Ida Ayu Made
Indriani (bagi anak kedua)
Ida Bagus Nyoman Mahendra/ Ida Ayu
Komang Widyadari (bagi anak ketiga)
Ida Bagus Ketut Budiawan/ Ida Ayu Ketut
Apsari Dewi (bagi anak keempat)

b. Ksatrya
Ksatrya adalah pengelompokan warna
berfungsi sebagai abdi negara, senopati,
prajurit atau kaum pertahanan kerajaan
lainnya. Ksatrya di beri gelar Anak Agung
(laki-laki) dan Anak Agung Ayu (perempuan)

Anak Agung Putu Widyana/ Anak Agung Ayu


Maharani (bagi anak pertama)

Anak Agung Made Iriawan/ Anak Agung Ayu


made Indriani (bagi anak kedua)

Anak Agung Nyoman Mahendra/ Anak Agung


Ayu Komang Widyadari (bagi anak ketiga)

Anak Agung Ketut/ Anak Agung Ayu Ketut


Apsari Dewi (bagi anak keempat)

c. Wasya
Waysa adalah warna ketiga yang
berfungsi sebagai penggerak ekonomi,
pembangunan dan perindustrian, seperti
pedagang, saudagar dan penguasa. Ada
sumber yang menulis gelar Waysa itu
adalah I gusti, namun dari I Gusti
sendiri mereka menggolongkan dirinya
kedalam warna Ksatrya.
I wayan Widyana
I Made iriawan
I komang Mahendra
I Ketut Budiawan

d. Sudra
Sudra adalah kaum buruh dan tenaga kerja
lainnya. Tidak ada gelar Khusus untuk
mereka hanya untuk membedakan lelaki dan
perempuan terletak pada nama depan nya (I)
laki-laki dan (Ni) perempuannya.

3. Pemberian nama berdasarkan


Nomor Urut Kelahiran

Anak Pertama (Wayan)

Nama Wayan berasal dari kata wayahan"


bahasa Bali yang artinya yang paling
matang.Contohnya : Ni Luh Putu Wayan Eka
Widyasari (perempuan).
Anak Kedua (Made)
Titel anak kedua adalah Made yang berakar
dari kata "Madya" (sansekerta) yang artinya
tengah. Tetapi ada sinonim dari nama Made
itu, yakni Kadek, dan Kade. Dalam memberi
tergantung orang tua mau memilih yang mana,
dasarnya sinonim dari urutan kelahiran
tersebut.

Anak Ketiga (Nyoman)


Anak ketiga dipanggil Nyoman yang secara
etimologis berasal dari kata "uman" yang
bermakna sisa atau akhir. Nyoman
juga mempunyai sinonim yaitu Komang.

Anak Keempat (Ketut)


Anak keempat dari keluarga Bali di
panggil Ketut, yang berasal dari kata
Kitut (jawa kuna) yang artinya buntut
atau pengikut, ekor dan akhir

4. Pemberian nama
berdasarkan Gelar Kerajaan
Ida bagus, I Gusti, Cokorda, Anak Agung
Ngurah, Dewa Agung, Ratu Agung, Ratu
Bagus dan lain-lain untuk pria; serta
Cokorda Istri, Anak Agung Istri, Dewa
Ayu, dan lain-lain untuk wanita.
Cokorda adalah gelar raja yang dominan di
Bali, seperti : Cokorda Ngurah Ketut
(19291939) [kemenakan Gusti Ngurah
Agung], Cokorda Ngurah Gede (1944wafat
1987) [anak Cokorda Ngurah Ketut] dan
seterusnya.

Karakter Suku Bali


1. Buleleng.
Orang buleleng memiliki logat dengan kata kata yang kasar
dan menyelipkan kata binatang pada percakapannya. Contoh :
Beh, cicinge mara teka, peteka bulu matane, pidan nani teka
uli jawa, begitu sapa seseorang. Yang disapa menjawab :
Bangsat cai, dan seterusnya. Namun biarpun menggunakan
kata kata yang bagi sebagian orang itu tidak pantas tetapi
bagi mereka itu pantas bahkan dapat memupuk rasa
kekerabatan yang kental.
Dari sini kita dapat menilai masyarakat Buleleng memiliki sifat
yang kasar dalam penggunaan dan tutur kata, dan memiliki
sifat yang keras.

2. Gianyar
Masyarakat Gianyar biasanya memiliki tutur kata
dan penggunaan bahasa yang pelan, halus dan
penuh basa basi.
3. Karangasem
Masyarakat Karangasem biasanya memiliki tutur
kata yang bagus tidak seperti masyarakat
Buleleng yang kasar dan tidak basa basi seperti
masyarakat Gianyar. Namun jika salah sedikit bisa
langsung tersinggung dan marah marah, lalu
pergi. Karena terlalu emosi biasanya mereka
langsung ingin melampiaskan rasa emosi mereka.

Adat Istiadat
Ngaben adalah upacara pembakaran
mayat, khususnya oleh mereka yang
beragama hindu. Dimana hindu adalah
agama mayoritas masyarakat bali. Didalam
Panca Yadnya, Upacara ini termasuk
dalam Pitra Yadnya,yaitu upacara yang
ditujukan untuk roh leluhurnya.
Upacara ini biasanya dilakukan dengan
semarak, tidak ada isak tangis, karena di
Bali ada suatu keyakinan bahwa jika
menangisi orang yang telah meninggal
dapat menghambat perjalanan sang arwah
menuju tempatnya.

Sistem Kepercayaan Suku


Bali
Masyarakat Bali sebagian besar menganut
agama Hindu (95%)
Mereka percaya adanya satu Tuhan dengan
konsep Trimurti yang terdiri atas tiga wujud,
yaitu:
Brahmana : menciptakan
Wisnu : yang memelihara
Jiwa : yang merusak.

Selain itu hal-hal yang mereka


anggap penting adalah sebagai
berikut.
Atman : roh yang abadi.
Karmapala : buah dari setiap
perbuatan.
Purnabawa : kelahiran kembali jiwa.

Tempat ibadah agama Hindu


disebut PURA
Pura memiliki sifat berbeda, sebagai
berikut:
Pura Besakih: sifatnya umum untuk
semua golongan.
Pura Desa (kayangan tiga): khusus
untuk kelompok sosial setempat.
Sanggah: khusus untuk leluhur.

Sistem Kekerabatan Suku BAli


Dulu perkawinan di Bali ditentukan oleh
kasta. Wanita dari kasta tinggi tidak boleh
kawin dengan laki-laki kasta rendah, tetapi
sekarang hal itu tidak berlaku lagi. Perkawinan
yang dianggap pantang adalah perkawinan
saudara perempuan suami dengan saudara
laki-laki istri (mak dengan ngad). Hal itu akan
menimbulkan bencana (panes).

Cara memperoleh istri


berdasarkan adat ada dua,
yaitu:
1. Memadik, ngindih: dengan cara
meminang keluarga gadis.
2. Mrangkat, ngrorod: dengan cara
melarikan seorang gadis.

Thanks to :
http://
sosiologies.blogspot.com/2013/05/suku-bali.html
http://davitsasmita.blogspot.com/2011/03/analisis
-sifat-manusia-berdasarkan.html
http://izzati-site.blogspot.com/2013/11/adat-istia
dat-dan-kebiasaan.html
http://sudirte.blogspot.com/2013/10/nama-gelar-or
ang-bali.html

Nusa tenggara

Nusa tenggara barat

Suku
Suku
Suku
Suku

Sasak
Bima
Sumbawa
Mbojo

Nusa tenggara timur

Suku Helong
Suku Dawan
Suku Tetun
Suku Rote
Suku Sumba
Suku Manggarai Riung
Suku Ngada
Suku Alor Pantar
Dan lain lain

Suku Sasak

Wilayah : Lombok
Jumlah populasi : 3 juta
Bahasa : Bahasa Sasak
Agama : Islam, Islam Wetu telu, Boda dan sebuah
minoritas kecil Hindu-Budha.

Asal nama
Berasal dari kata sak sak yanga artinya sampan
Dalam Kitab Negara Kertagama kata Sasak disebut
menjadi satu dengan Pulau Lombok. Yakni Lombok Sasak
Mirah Adhi yang merupakan kutipan kakawin
nagarakertagama
kata "lombok" dalam bahasa kawi berarti lurus atau jujur,
"Mirah" berarti permata, "sasak" berarti kenyataan dan
"adi" artinya yang baik atau yang utama. Maka Lombok
Mirah Sasak Adi berarti kejujuran adalah permata
kenyataan yang baik atau utama.

Menurut tradisi lisan warga setempat


kata sasak dipercaya berasal dari kata
"sa'-saq" yang artinya yang satu.
Lombok berasal dari kata Lomboq
yang artinya lurus.
Sehingga,Sa' Saq Lomboq artinya
sesuatu yang lurus
menurut Goris S., berasal dari kata
sah yang berarti pergi dan shaka
yang berarti leluhur. Dengan begitu,
sasak berarti pergi ke tanah leluhur.

Struktur masyarakat

Perwangsa / permenak: golongan bangsawan


bangsawan penguasa (perwangsa) : gelar datu
kaum laki laki : raden
kaum perempuan : denda

bangsawan rendahan (triwangsa)


kaum laki-laki : lalu
kaum perempuan : baiq

Jajar karang atau bangsa Ama :


golongan masyarakat kebanyakan
kaum laki-laki : loq
kaum perempuan : le

Kaum permenak merupakan


penguasa sekaligus pemilik sumber
daya lahan pertanian yang luas
Patrilineal berdasarkan turun
temurun

Adat istiadat

Resepsi perkawinan
Tradisi ini mengharuskan para teruna (pemuda)
menculik atau mencuri pasangannya secara diam-diam
tanpa sepengetahuan pihak keluarga perempuan. Jika
dalam sehari semalam, gadis tersebut tidak terdengar
kabarnya maka dia dianggap sudah menikah.

pencurian tersebut haruslah dilakukan


pada malam hari dan sang teruna
harus membawa teman atau kerabat
sebagai pengecoh dan saksi serta
pengiring supaya proses penculikan
tidak terlihat oleh siapapun
Setelah si gadis berhasil diculik, gadis
tersebut tidak boleh dibawa langsung
ke rumah sang Teruna tetapi ke rumah
kerabat laki-laki terlebih dahulu

Setelah beberapa malam, keluarga kerabatnya


tersebut akan mengirimkan utusan untuk
memberitahukan kepada keluarga pihak gadis
bahwa anak gadisnya telah diculik. Proses
pemberitahuan ini disebut nyelabar
Setelah semua proses telah dilalui maka terjadilah
pernikahan.

sumber

http://www.wacananusantara.org/sejarah-dan-tradi
si-suku-sasak/
www.wikipedia.com
http://salihinperfectfull.blogspot.com/2013/02/ada
t-istiadat-suku-sasak-lombok.html
http://redendonk.blogspot.com/2012/10/kebudayaa
n-suku-tengger.html

Anda mungkin juga menyukai