Anda di halaman 1dari 11

Tentang Desa

Desa Kebondalem kidul adalah salah satu desa budaya yang ada dan terbentuk yang cikal
bakalnya berasal dari peradaban Kerajaan Mataram Kuno. Kerajaan Mataram Kuno ini
meninggalkan Candi Sojiwan yang selesai dipugar pada tahun 2011 Terdapat beberapa pendapat
tentang penamaan dari Candi Sojiwan ini, meskipun merupakan komplek percandian yang relatif
cukup luas namun tidak terdapat bukti – bukti langsung yang dapat menjelaskan asal usul candi
tersebut. Beberapa pendapat tersebut antara lain: 1. Bambang Sumadio / SNI II (1990) yang
mengaitkan Candi Sojiwan dengan Rakryān Saῆjiwana yang disebut dalam prasasti Rukam yang
berpertanggalan 829 Śaka. Ditemukan di Desa Petarongan, Kec. Parakan, Kab. Temanggung,
Jawa tengah. Prasasti Rukam berisi penetapan desa Rukam yang telah hancur karena letusan
gunung menjadi Desa Perdikan bagi Rakryān Saῆjiwana. Namun kiranya masih banyak hal lain
yang perlu diteliti lebih lanjut untuk memastikan apakah Candi Sojiwan merupakan tempat
Pendharmaan Rakrān Saῆiwana 2.Van Blom (1935) seorang peneliti yang mengutip beberapa
pendapat antara lain, Brandes mengemukakan bahwa nama Sajiwan berasal dari Reksojiwo,
yang berarti mempertahankan jiwa atau hidup. Jochim berdasarkan informasi yang diperoleh dari
Bekel / Lurah Desa Sajiwan menjelaskan bahwa nama desa Sojiwan berasal dari nama kakek
buyut Bekel bernama Sojiwo yang pertama kali bertempat tinggal di daerah tersebut.

Kondisi Alam
Desa Kebondalem Kidul terletak di sekitar Candi Sojiwan Kecamatan Prambanan, Kabupaten
Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Candi Sojiwan secara astronomi terletak pada 110ᵒ 30’11”BT dan
07ᵒ30’32”LS dengan ketinggian ± 142, 781 meter diatas permukaan air laut. Desa Wisata
Budaya Kedondalem Kidul, Kecamatam Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, terletak di
sebelah timur kota Yogyakarta, yang berjarak sekitar 17 km, dan dari Kota Solo dengan jarak
sekitar 48 km. Berada di kawasan Shiva Plateu yang banyak terdapat candi baik candi berlatar
belakang Hindu maupun Budha, dan merupakan candi Buddha terbesar kelima di Provinsi Jawa
Tengah yang pada candi induknya telah selesai dipugar tahun 2011. Banyaknya peninggalan
bangunan suci berlatar dua agama Hindhu dan Buddha di kawasan ini menunjukkan toleransi
kehidupan beragama yang baik pada masa itu.

Daftar Potensi Budaya

Candi Sojiwan
Candi Sojiwan terdiri dari 2 gugusan candi, yaitu gugusan candi Selatan dan gugusan candi
Utara. Gugusan candi dibagian selatan sudah hilang dan sekarang menjadi lahan pemukiman
penduduk. Gugusan candi di sebelah utara terdiri atas satu candi induk dan candi perwara yang
mengelilinginya. Candi Sojiwan dibangun pada periode sesudah tahun 800M, dibangun dari
bahan Batu Andesit . Sebuah ciri khas Candi Sojiwan ialah adanya sekitar 20 relief di kaki candi
yang berhubungan dengan cerita – cerita Pancatantra atau Jataka dari India. Relief – relief
tersebut merupakan penggambaran cerita binatang ( fabel ) yang memuat tentang ajaran moral
kebijaksanaan. Ajaran moral yang terpahat di candi kerajaan ini merupakan moralitas sebuah
kerajaan dan berlaku bagi seluruh rakyat kerajaan pada masa itu, tetapi masih relevan bagi
kehidupan masyarakat masa kini.
Untuk pengembangan nilai budaya dari 20 relief di kaki candi dengan cerita – cerita yang
merupakan penggambaran cerita binatang ( fabel ) dan memuat tentang ajaran moral
kebijaksanaan. Ajaran moral dan bentuk edukasi supaya lebih mudah di pahami oleh para
generasi muda ini di tuangkan dalam bentuk Tari Tradisi atau sebuah sendratari yang
mengangkat dari cerita relief yang ada. Pada tahun 2014 pernah masa pendampingan UNESCO
selama 4 bulan pernah mengangkat cerita relief No. 10 judul Ketam Membalas Budi, sayangnya
pada masa ini belum terrecord dengan baik, dan minimnya keterlibatan orang lokal dalam
kegiatan ini, sehingga baik pelaku budaya maupun desa tidak memiliki arsipnya. Di Sanggar Tari
yang saat ini bangkit kembali yakni Sanggar Gita Nerta Sasana sudah menuangkan cerita relief
candi Sojiwan No.3 yaitu Perlombaan GARUDA & KURA-KURA dalam sebuah sendratari di
kemas dengan BABAD SANJIWANA #1, namun karena keterbatasan waktu, sendratari ini
belum lah sempurna, maka masih diperlukan beberapa rangkaian kegiatan untuk mendukung
kelanjutan sendratari tersebut dan perlu di tampilkan kembali untuk di publish secara umum.
Candi Sojiwan terletak di Desa Kebondalem Kidul, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten,
Provinsi Jawa Tengah. Candi Sojiwan secara astronomi terletak pada 110ᵒ 30’11”BT dan
07ᵒ30’32”LS dengan ketinggian ± 142, 781 meter diatas permukaan air laut.

Prosesi Manten
Prosesi Manten mencangkup :
a. Siraman yaitu prosesi pensucian/pembersihan diri calon manten/pengantin wanita. Akan
ada tujuh orang yang melakukan siraman, jumlah ini pun berdasarkan sebutan tujuh pada
bahasa Jawa yaitu “pitu” atau disyaratkan sebagai pitulungan (pertolongan) kepada calon
pengantin.  Siraman terakhir dilakukan oleh Bapak calon pengantin. Setelahnya Bapak
akan menggendong calon pengantin wanita hingga kamarnya. Prosesi ini dilakukan 5 hari
sebelum acara akad.
b. Midodareni yaitu dilaksanakan malam hari sebelum akad. Mempelai wanita hanya
ditemani keluarga dan mendapat wejangan tentang pernikahan. Biasanya warga akan
macapat an / menyanyikan tembang Macapat bersama – sama. Dilanjutkan Kenduri /
Kondangan ( Kon Doa Nan ). Midodareni berasal dari kata Widodari / Bidadari.
Pengharapan supaya mempelai wanita akan terlihat secantik bidadari hingga akhir
prosesi.
c. Nebus Kembar Mayang yaitu Kembar Mayang adalah sepasang hiasan dekoratif janur
yang dibentuk berbagai jenis seperti keris, pecut, burung dll, sebelah tengah berisi daun
puring dan menggunakan Debog / batang pisang sebagai alas. Nebus Kembar Mayang
dilakukan bersamaan dengan Midodareni. Kembar mayang akan dilibatkan dari sub-
upacara midodareni sampai upacara panggih. Kembar mayang dipercaya dapat
memberikan motivasi dan kebijaksanaan kepada kedua pasangan untuk menjalani
lembaran baru rumah tangganya.  Setelah semua prosesi selesai Kembar Mayang akan
diletakkan dijalan masuk desa sebagai pertanda kalau calon manten sudah menyelesaikan
prosesi pernikahannya. Juga mengandung pengharapan agar kedua mempelai dijauhkan
dari hal – hal buruk.
d. Asok Srono Dilaksanakan pada saat Midodareni yaitu mempelai pria datang kerumah
mempelai wanita memberikan seserahan berupa kebutuhan, pakaian, alas kaki, dan lain –
lain. Sebagai perlambang kesiapan dan tanggung jawab dari mempelai Laki – laki.
e. Pasang Tuwuhan bermakna agar kedua mempelai nantinya segera mendapatkan
momongan. Terpenting adalah pisang Raja yang sudah Suluh / Matang. Selain pisang,
ada juga tebu wulung, cengkir gading, daun randu, dan dedaunan lain. Dedaunan sebagai
simbol rintangan dalam hidup, yang diharapkan mampu dilewati bersama. 
f. Panggih adalah prosesi mempertemukan kedua mempelai setelah selesai akad. Diawali
dengan prosesi Balangan Gantal yaitu mempelai lelaki melempar Gantal (daun sirih yang
ditali dengan benang putih) kearah mempelai wanita sebagai perlambang dia telah
menaklukkan hatinya. Kemudian sebaliknya yang mempunyai makna mempelai wanita
akan berbakti kepada suaminya. Dilanjutkan Ngidak ndok yaitu mempelai lelaki
menginjak telur mentah kemudian mempelai wanita membersihkanya dengan berjongkok
sebagai tanda bakti dan suami membantunya berdiri sebagai penghargaan kepada istri.
g. Sinduran Yaitu membalut bahu kedua mempelai dengan kain Sindur yang ujung –
ujungnya dipegang Bapak mempelai wanita. Oleh sang Bapak pengantin diantarkan ke
Pelaminan. Kain sindur merupakan kain memanjang yang memiliki warna merah di
bagian tengah, dan putih di bagian pinggirnya. Warna merah dan putih dalam kain ini
melambangkan purwaning dumadi alias permulaan atau asal-usul hidup.
h. Kacar – Kucur yaitu Prosesi dimana mempelai pria akan mengucurkan uang receh beserta
biji – bijian yang akan diterima oleh mempelai wanita. Menyimbolkan suami yang akan
bertanggung jawab menafkahi keluarganya dan istri yang bertanggung jawab mengelola.
i. Dulangan yaitu Prosesi dimana penganten saling menyuapi sebanyak tiga kali. Prosesi ini
menaruh harapan bahwa kedua pasangan bisa saling rukun, pengertian, dan tolong-
menolong dalam menjalani kehidupan pernikahan. 

Mitoni
a. Siraman yaitu prosesi penyucian ibu dan jabang bayi dengan air dari 7 Tempuran
(pertemuan 2 arah air yang berlawanan) yang menurut perkembangannya menjadi 7 mata
air lalu menjadi 7 sumber air yang kemudian saat ini menjadi 7 sumur. Dilakukan oleh 7
kerabat dekat diutamakan dari nenek dan kakek.
b. Brojolan yaitu Selesai siraman ibu hanya memakai sepotong kain disertai Letrek (sejenis
tali). Dipimpin oleh calon nenek pertama-tama memasukkan Tropong (telur ayam) yang
akan mengelundung dari atas jarik bagian dalam. Kemudian dibrojolkan 2 buah kelapa
gading dari jarik ibu yang harus ditangkap oleh nenek kemudian diberikan kepada calon
bapak. Prosesi ini diakhiri dengan bapak memotong Letrek/tali
c. Anggreman yaitu Ibu berganti kain 7 kali dengan meneriakkan kalimat “Wangun durung“
(pantas belum?) disetiap berganti kain dan dijawab “Uwes“ (sudah) pada kain ke 7, kain
inilah yang akan dipakai ibu hingga selesai prosesi. 6 kain yang lain digunakan sebagai
alas duduk (alas angrem) ibu yang melambangkan kasih sayang ibu dalam menjaga dan
merawat anak–anak. Selama Ibu duduk, Bapak akan menyuapi dengan nasi tumpeng dan
bubur beras merah putih yang melambangkan Bapak sebagai orang yang akan mencukupi
semua kebutuhan keluarga.
d. Mecah Kelapa yaitu Prosesi berisi pengharapan Bapak pada jenis kelamin jabang bayi
kelak. Pilihan kelapa akan mencerminkan pengharapan Bapak, apabila memilih kelapa
gading bergambar Kamajaya berarti laki–laki, apabila Kamaratih berarti Perempuan. d.
Dodol Rujak yaitu Merupakan prosesi terakhir dimana Ibu akan membuat Rujak dan
menjual kepada warga yang hadir. Warga membeli dengan Kereweng (uang buatan yang
dibuat dari tanah liat). Mengandung pengharapan agar kelak anak akan mempunyai
penghidupan yang baik.

Kelahiran
a. Mendhem Ari–ari yaitu prosesi untuk merawat dan menguburkan ari–ari. Setelah Ibu
melahirkan, bapak akan nyuceni/membersihkan dan mengubur ari–ari di depan rumah.
Setelahnya akan diberi penerangan. Ini merupakan penanda dari bayi yang dilahirkan.
Apabila dikubur disebelah kanan maka bayinya adalah laki–laki, begitu juga sebaliknya.
b. Brokohan yaitu syukuran kelahiran anak berwujud pembagian sedekah berupa
Bancakan/Mong–Mong. Selain ungkapan rasa syukur atas kelahiran bayi tradisi ini juga
sebagai pemberitahuan kepada tetangga kalau si Ibu sudah melahirkan. Pembeda
kelahiran anak laki–laki dan perempuan bisa dilihat dari isian Bancaan. Apabila terdapat
jajan pasar berarti anak yang dilahirkan perempuan begitu pula sebaliknya.
c. Sepasaran yaitu syukuran anak yang sudah berumur 5 hari disertai pemberian nama.
Biasanya bertepatan dengan putusnya ari–ari si bayi.
d. Selapanan yaitu sukuran anak yang sudah berumur 35 hari. Diperingati bertepatan dengan
Weton anak (hari lahir anak secara jawa).
e. Ditekeni yaitu syukuran ketika anak pertama mulai berjalan. Menggunakan tongkat yang
ditancapi ingkung dari ayam jago jawa. Setelah tongkat/Teken dipakai si anak berjalan
lalu ingkungnya akan disuir–suir dan dibagikan kepada anak–anak sekitar.
f. Tetaan yaitu prosesi sebagai penanda peralihan dari masa anak–anak menuju dewasa
untuk anak laki-laki. Setelah dikhitan anak akan diarak dengan tandu keliling desa, tidak
lupa pembagian Bancakan/Mong–mong sebagai ungkapan rasa syukur. Untuk kalangan
ekonomi mapan biasanya disertai tampilan Jathilan/Wayangan semalam suntuk.
g. Tetesan yaitu prosesi sebagai penanda peralihan dari masa anak–anak menuju dewasa
untuk anak perempuan. Prosesi nyuceni/pembersihan area kewanitaan anak. Disertai
pembagian Bancakan/Mong – mong sebagai ungkapan rasa syukur. Untuk kalangan
ekonomi mapan biasanya disertai tampilan Jathilan / Wayangan semalam suntuk.
Kematian
Prosesi Kematian terdiri dari beberapa tahapan antara lain :
a. Nyuceni Jenasah yaitu Prosesi penyucian/ pemandian jenasah . Orang yang terlibat
Prosesi harus sesuai jenis kelamin dari yang meninggal, apabila jenasah Laki – laki maka
pemandian jenasah akan dilakukan oleh Laki – laki. Diutamakan dari pihak keluarga.
Sedang warga akan menutup sekeliling area pemandian Jenasah dengan kain jarik. Jeding
( tempat air terbuat dari seng ) yang diisi air berjumlah 3 buah. Air dalam Jeding akan ada
yang dicampur Daun Bidara atau Daun Kelor. Sebelum Siraman pertama jenasah akan
diguyur dari atas kebawah dengan air mengalir dari Kendi.
b. Brobosan Yaitu prosesi ketika jenasah akan diberangkatkan ke makam. Diikuti oleh
seluruh anggota keluarga dipimpin oleh keluarga lelaki tertua. Tradisi Brobosan
dilangsungkan secara berurutan sebagai berikut:
1) peti mati dibawa keluar menuju ke halaman rumah dan dijunjung tinggi ke atas
setelah upacara doa kematian selesai,
2) anak laki-laki tertua, anak perempuan, cucu laki-laki dan cucu perempuan, berjalan
berurutan melewati peti mati yang berada di atas mereka (mrobos) selama tiga kali
dan searah jarum jam,
3) urutan selalu diawali dari anak laki-laki tertua dan keluarga inti berada di urutan
pertama; anak yang lebih muda beserta keluarganya mengikuti di belakang.
c. Tradisi ini sebagai bentuk penghormatan dari keluarga kepada Jenasah dan
melambangkan keikhlasan keluarga dalam menerima kematian dari anggota keluarganya.
d. Nyapu Dalan Dilakukan menjelang jenasah diberangkatkan ke makam. Salah satu
anggota keluarga secara simbolis menyapu jalan yang akan dilewati jenasah. Tradisi ini
melambangkan pengharapan dari keluarga agar keluarga yang meninggal mendapat
kemudahan menuju palereman sejati.
e. Nyebar bondo yaitu Pada saat jenasah berangkat ke makam maka dari pihak keluarga
akan menyebar / membuang uang receh di sepanjang jalan. Ini sebagai symbol bahwa
harta benda tidak berarti apa – apa ketika kita meninggal.
f. Mbuang Bujang Mayang yaitu Tradisi ini hanya dilakukan apabila orang yang meninggal
belum menikah. Bujang Mayang adalah sepasang hiasan dekoratif yang dibuat dari janur,
dengan alas Debog / batang pisang dan dilengkapi dengan dedaunan.
g.
Mendhak/pendhaan
Mendhak / Pendhaan Yaitu rangkaian acara selametan sebagai peringatan meninggalnya
seseorang. Disebut Selametan dari kata Slamet yaitu permohonan ampunan untuk anggota
keluarga yang sudah meninggal agar selamat dari siksa kubur juga keselamatan dari Tuhan untuk
anggota keluarga yg masih hidup. Rangkaian acaranya meliputi :
a. a Telungdinan yaitu Selametan yang dilaksanakan pada hari ke3 kematian. Setelah
kematian pada hari ke 3 dengan rumus lusaru, yaitu hari ketiga dan pasaran ketiga.
Selamatan ke tiga hari berfungsi untuk menyempurnakan empat perkara yang disebut
anasir hidup manusia, yaitu bumi, api, angin dan air. Upacara selamatan tiga hari
memiliki arti memberi penghormatan dan mendoakan orang yang meninggal. Sekaligus
momentum pihak keluarga untuk bersedekah atas nama alamarhum dan keluarganya. 
b. Pitungdinan yaitu Tradisi mendoakan arwah. Diyakini pada hari ketujuh kematian
merupakan hancur / meleburnya jasad bagi orang pada umumnya. Proses meleburnya
fisik ini didoakan / di slamet i.
c. Patangpuluhan adalah Keyakinan bahwa sebelum 40 hari kematian Ruh masih berada
didalam rumah, ada pula yang meyakini Ruh masih sering mengunjungi rumah. Maka
pada hari ke 40 kematian diyakini sebagai “Pamit“ nya Ruh kepada keluarganya.
Sehingga keluarga mengelar selametan untuk mendoakan perjalanan Ruh agar mendapat
kemudahan dan kedamaian.
d. Satus dinan yaitu Selametan pada hari ke 100 kematian untuk mendoakan dan
pengharapan kedamaian bagi Ruh. Selamatan seratus hari berfungsi untuk
menyempurnakan semua hal yang bersifat badan wadag. Sekaligus momentum keluarga
bersedekah atas nama keluarga yang meninggal.
e. Pendhak Sepisan yaitu Selametan pada setahun pertama kematian kematian untuk
mendoakan dan pengharapan kedamaian bagi Ruh. Selamatan mendhak sepisan untuk
menyempurnakan kulit, daging, dan jeroan. Sekaligus momentum keluarga bersedekah
atas nama keluarga yang meninggal.
f. Pendhak Pindho yaitu Selametan pada setahun kedua kematian kematian untuk
mendoakan dan pengharapan kedamaian bagi Ruh. Selametan mendhak pindho berfungsi
untuk mendoakan dan menyempurnakan semua kulit, darah dan semacamnya yang
tinggal hanyalah tulangnya saja. Sekaligus momentum pihak keluarga untuk bersedekah
atas nama alamarhum dan keluarganya.
g. g.Nyewu yaitu Selametan pada 1000 hari kematian kematian untuk mendoakan dan
pengharapan kedamaian bagi Ruh. Pada fase ini diyakini pada 1000 hari, semua tulang
akan terkumpul bersama sebelum kemudian ahirnya benar2 melebur dengan tanah. Maka
keluarga akan nylameti / mendoakan.

Kesenian dan Budaya


1. Seni Modern :

- Seni modern Hadroh mengandung cerita tentang memuji Rasulullah dengan diiringi
music hadrah. Terdapat kelompok hadroh ibu-ibu di RW 05

- Campursari adalah penggabungan beberapa jenis musik tradisional Indonesia (terutama


musik jawa) dengan jenis musik modern yang sedikit kebaratan. Campursari didatangkan
dari luar Desa pada acara hajatan, event-event di lingkungan maupun Desa.

- Drumband atau marching band merupakan salah satu parade musik yang terdiri dari
beberapa orang. Kegiatan ini dilakukan dalam sebuah kelompok yang memainkan
musik secara selaras memadukan gerak sesuai koreografi yang sudah diatur sambil
memainkan instrumen musik. Pemuda mengembangkan drumband untuk loma takbir
antar mushola dan masjid, drumband juga digunakan pemuda untuk membangunkan
warga saat akan sahur dibulan puasa.

2. Seni Tradisi :

- Karawitan mengandung cerita tentang perasaan yang terkandung dalam seni gamelan.
Terdapat tiga kelompok karawitan berawal dari gabungan antar desa, kemudian bapak-
bapak di Desa Kebondalem Kidul, ibu-ibu dan saat ini ada kelompok pemuda pemudi.
Masing-masing memiliki jadwal latihan tersendiri.

- Ketoprak mengandung cerita tentang cerita kehidupan sehari-hari di jawa pada jaman
dahulu. Terdapat satu kelompok atau group pemain ketoprak yang masih bertahan di RW
05.
- Wayang Uwong mengandung cerita mahabarata dan Ramayana.

- Wayang Kulit mengandung cerita tentang Mahabarata dan Ramayana.di Desa


Kebondalem Kidul memiliki seorang dalang muda bernama Raka beralamat Koplak RW
01.

- Tari Tradisional mengandung cerita tentang penggambaran ekspresi suatu gambaran.


Desa memiliki sanggar berjumlah

- Tari Kolosal “ Ketam Membalas Budi “ menceritakan tentang relief no 10 dari Candi
Sojiwan, dengan formasi Brahmana, Kancil, Ketam, gagak, Ular, burung dan Air.
Bercerita tentang seorang Brahmana yang menolong seekor ketam yang kemudian
menolongnya ketika sang Brahmana hendak dimangsa oleh Ular dan Gagak. 

- Jathilan

- Pacuan kuda setiap satu tahun sekali setelah sholat Idul Fitri di Lapangan Kridosakti

Mata Pencaharian : Bertani, Beternak, Berdagang

A. Bertani

 Jenis pangan lokal : Beras, kedelai, jagung, ketela, kacang tanah.

1. Upacara Labuhan
2. Upacara / ungkapan syukur sebelum panen yaitu Tradisi Wiwitan. Tradisi wiwitan biasa
digelar di areal persawahan yang sudah siap panen dengan dipimpin tetua di kampung
tersebut yang biasa disebut 'mbah kaum'. Ritual ini digelar sebagai wujud terima kasih
dan rasa syukur kepada bumi sebagai 'sedulur sikepi', dan Dewi Sri (Dewi Padi) yang
dipercaya telah melimpahkan rizki kepada para petani. Jadi, wiwitan merupakan bentuk
keseimbangan hubungan antara manusia dan alam. Tuhan menciptakan alam semesta dan
menganugerahkannya kepada manusia. Untuk itu manusia bertugas untuk mengelolanya
dengan baik. Dan sebagai ungkapan syukur, manusia mengembalikan sebagian nikmat
yang telah diberikan dengan tasyakuran. Wiwitan sendiri berasal dari kata wiwit yang
dalam bahasa jawa berarti mulai. Karena itu upacara ini merupakan simbol waktu
memulai panen padi yang diawali dengan aksi potong padi yang dilakukan oleh Mbah
Kaum. Yang disebut bumi adalah sedulur sikep bagi orang Jawa karena bumi dianggap
saudara manusia yang harus dihormati dan dijaga dilestarikannya untuk kehidupan.
Sebelum memotongan padi, dan menyantap bersama hidangan uborampe upacara, para
petani berkumpul untuk berkarnaval menuju areal persawahan. Mereka mengenakan
pakaian adat Jawa dan membawa uborampe (perlengkapan) seperti ingkung ayam, jajan
pasar dan tumpeng. Biasanya yang terlibat di dalam prosesi wiwitan yaitu Petani, Ketua
adat atau tokoh masyarkat, dan masyrakat sekitar. Alat dan Bahan yang di siapkan dalam
Wiwitan: Makanan yang disajikan yaitu nasi gurih, ayam kampung, sayur Nangka,
krupuk, tahu tempe, teri, peyek serta jajan kecil, telur dan thonto dan biasanya dibungkus
dengan daun pisang atau daun jati. Harapan kegiatan Wiwitan : Agar saat panen
mendapatkan hasil yang memuaskan. Pace untuk pengobatan. Untuk acara sakral /
upacara adat yaitu Tebu wulung, kelapa gading, gedang rojo. Hadangan Harang (Sate lilit
daging kerbau), Hadangan Madura (daging kerbau dimasak manis) dan Dundu Puyengan
(belut ditata melingkar dengan bamboo daun kemangi). Dan menu lainnya seperti
Meneka Kuluban (sayur-sayuran rebus dengan beragam bumbu) dan Phalamula (Umbi-
umbian yang direbus dan disajikan dengan areh dan gula) dan Sego wiwit. Tanaman
sebagai bahan pangan : Daun Singkong, umbi-umbian. Bumbu rempah : Jahe, kencur,
kunir, laos, pala, tumbar, merica, cengkeh, salam, sereh, kapulaga, kayu manis, bawang,
brambang, blimbing wuluh, godong jeruk nipis, bunga lawing, jinten, Tentang ruang
untuk memasak, peralatan yang digunakan yaitu biasa di sebut Pawon peralatan yang
digunakan : Keren = kompor yang terbuat dari tahan liat Wajan = Alat untuk menggoreng
Dandang = alat untuk menanak nasi Sotel = Alat untuk menyerok Layah dan Muntu =
Alat untuk menghaluskan bumbu Panci = Alat untuk memasak makanan yang berkuah.
Kendi = Tempat air minum Cara memasak pangan lokalnya? Dengan cara di rebus, di
bakar, dan di kukus. Menu Makanan yang digunakan khusus : Mitoni : Tumpeng
berjumlah 7 dengan satu berukuran lebih tinggi, isian tumpeng yaitu Nasi putih,
Gudangan, Lauk, rujak. Brokohan : Sego liwet, sambel pecel, kacang Panjang, telur,
gorengan (Gereh, tempe, thotho, peyek kacang, krupuk) Sepasar, puputan, selapan : Sego
Gudang (kangkung, kacang Panjang, tokolan) untuk anak Perempuan dengan jajan pasar
begitu sebaliknya. Midodareni : Sego Gudang dan jajan pasar. Manten : Sego Gudang,
pisang raja dua tundun, dawet, ingkung. Sur tanah / Bedah bumi : Pisang raja setangkep.
3 dinan, 7 Dinan, 40 dinan, 100 dinan, pendak 1, pendak 2, nyewu : Sego gurih, Telur
Godog, Gorengan (Tempe, gereh, kerupuk, tonto), sayur tempe, sayur kluweh, apem
ketan kolak kambil, ingkung. Labuh : Jenang blowok yaitu jenang yang terbuat dari beras
di warnai hitam, putih, kuning, merah, pisang klutuk. Wiwit : sego liwet, bubuk dele,
telur, ayam suwir, sambel pecel, kerupuk, peyek.
3. Sistem mata pencaharian untuk pemenuhan kebutuhan pangan local

Ada yaitu Upacara / ungkapan syukur sebelum panen yaitu Tradisi Wiwitan. Tradisi
wiwitan biasa digelar di areal persawahan yang sudah siap panen dengan dipimpin tetua
di kampung tersebut yang biasa disebut 'mbah kaum'. Ritual ini digelar sebagai wujud
terima kasih dan rasa syukur kepada bumi sebagai 'sedulur sikepi', dan Dewi Sri (Dewi
Padi) yang dipercaya telah melimpahkan rizki kepada para petani. Jadi, wiwitan
merupakan bentuk keseimbangan hubungan antara manusia dan alam. Tuhan
menciptakan alam semesta dan menganugerahkannya kepada manusia. Untuk itu manusia
bertugas untuk mengelolanya dengan baik. Dan sebagai ungkapan syukur, manusia
mengembalikan sebagian nikmat yang telah diberikan dengan tasyakuran.
Wiwitan sendiri berasal dari kata wiwit yang dalam bahasa jawa berarti mulai. Karena itu
upacara ini merupakan simbol waktu memulai panen padi yang diawali dengan aksi
potong padi yang dilakukan oleh Mbah Kaum. Yang disebut bumi adalah sedulur sikep
bagi orang Jawa karena bumi dianggap saudara manusia yang harus dihormati dan dijaga
dilestarikannya untuk kehidupan. Sebelum memotongan padi, dan menyantap bersama
hidangan uborampe upacara, para petani berkumpul untuk berkarnaval  menuju areal
persawahan. Mereka mengenakan pakaian adat Jawa dan membawa uborampe
(perlengkapan) seperti ingkung ayam, jajan pasar dan tumpeng. Biasanya yang terlibat di
dalam prosesi wiwitan yaitu Petani, Ketua adat atau tokoh masyarkat, dan masyrakat
sekitar. Alat dan Bahan yang di siapkan dalam Wiwitan: Makanan yang disajikan yaitu
nasi gurih, ayam kampung, sayur Nangka, krupuk, tahu tempe, teri, peyek serta jajan
kecil, telur dan thonto dan biasanya dibungkus dengan daun pisang atau daun jati.
Harapan kegiatan Wiwitan : Agar saat panen mendapatkan hasil yang memuaskan.
Hadangan Harang (Sate lilit daging kerbau), Hadangan Madura (daging kerbau dimasak
manis) dan Dundu Puyengan (belut ditata melingkar dengan bamboo daun kemangi). Dan
menu lainnya seperti Meneka Kuluban (sayur-sayuran rebus dengan beragam bumbu) dan
Phalamula (Umbi-umbian yang direbus dan disajikan dengan areh dan gula) dan Sego
wiwit. Tanaman sebagai bahan pangan : Daun Singkong, umbi-umbian. Bumbu rempah :
Jahe, kencur, kunir, laos, pala, tumbar, merica, cengkeh, salam, sereh, kapulaga, kayu
manis, bawang, brambang, blimbing wuluh, godong jeruk nipis, bunga lawing, jinten,
Tentang ruang untuk memasak, peralatan yang digunakan yaitu biasa di sebut Pawon
peralatan yang digunakan : Keren = kompor yang terbuat dari tahan liat Wajan = Alat
untuk menggoreng Dandang = alat untuk menanak nasi Sotel = Alat untuk menyerok
Layah dan Muntu = Alat untuk menghaluskan bumbu Panci = Alat untuk memasak
makanan yang berkuah. Kendi = Tempat air minum Cara memasak pangan lokalnya?
Dengan cara di rebus, di bakar, dan di kukus.

Pemenuhan Papan untuk Tempat Tinggal dan Fasilitas Umum (Limasan, Joglo, dan Pendapa)

a. Limasan = Tanah kas desa

 Ruangan didalam limasan terdapat ruang makan atau disebut gandhok yang bearada
didepan, ruang dapur (pawon) berada di belakang, dan ruang sentong (tempat
sembahyang).

b. Pendapa = Balai desa

 Ruangan di dalam pendapa terdapat ruang pringgitan atau penghubung antara pendapa
dengan rumah/lorong, ruang emperan atau teras depan yang diantara rumah depan dengan
pringgitan, omah bagian utama dari pendapa. Dalem ruang tertutup didalam omah/
kamar. Senthong bagian paling belakang dalam pendapa memiliki 3 kamar.
 Gandhok = bangunan tambahan terletak di kanan kiri rumah untuk tamu yang menginap.
Kamar mandi dll berada di sebelah belakang arah timur mata angin.

c. Joglo = tanah pribadi dan tanah lungguh perangkat desa

 Dalam awal Pembangunan joglo,pendapa dan limasan. Biasanya mengubur kepala


kerbau/sapi di taruh di sebelah pojok kanan depan. Berguna untuk menjaga pada unsur
magis rumah Pertimbangan perhitungan waktu khusus berada pada hari satu muharram :
untuk menghindari kesusuhan dan mudah sakit, bulan safar : untuk menghindari sakit –
sakitan tidak sampai wafat, bulan rabiul awal : untuk menghindari terhenti di tengah
jalan, Bulan rabiul akhir : untuk mendapat anugerah dan kebahagiaan, Jumadil awal :
menghindari hati gelap dan kekurangan rejeki pakah bangunan tradisional cukup
Tangguh menghadapi bencana alam? Cukup kuat, rusak, hilangnya barang dan bangunan,
Material bangunan memiliki beban sendiri yang berbeda-beda. Beban sendiri dari
material tersebut bukanlah masalah apabila diimbangi dengan rasio kekuatan berbanding
beban yang baik. Tetapi kenyataannya pengguna material tidak di cermati, sehingga
bangunan memiliki resiko kekuatan berbanding beban sendiri yang tidak memadai untuk
menghadapi bencana yang terjadi Bermacam bentuk ornament sesungguhnya memiliki
beberapa fungsi, yakni, satu, fungsi murni estetis, fungsi estetis mrupakan fungsi
ornament untuk memperindah penampilan bentuk produk meubel, keramik, tenun
anyaman, peralatan rumah tangga, produk-produk kerajinan bahkan pada karya-karya
arsitektur, dua, fungsi simbolis, dimaksud sebagai pencitraan tanda-tanda, harapan-
harapan atau cita-cita.

Pengobatan (obat dan pengobat) Tradisional


Pijet : Tedun, Keseleo, salah urat dan selain pijet kerok yang beliau bisa obati. Pijet : Pijet biasa
atau bisa di sebut pijat capek. Pijet tradisional tanpa alat. Bekham : terapi bekam merupakan
salah satu pengobatan tradisional yang masih dipertahankan dan dikembangkan oleh generasi
dengan metode di pompa dan ditusuk dengan jarum dan di sedot darah kotornya, terapi ini
merupakan pengobatan yang di percaya dapat mengeluarkan racun, darah kotor dan zat yang
berbahaya dalam tubuh serta mampu mengurangi rasa sakit, proses peradangan pada tubuh,
mampu membuat tubuh dan pikiran menjadi relaks Pengobatan dengan bahan Alam seperti
demam diobati dengan Daun Dadap Serep, Gelang Monel, Jarek manten, wudun / abses diobati
dengan daun kelor. Adakah pengobatan yang dipengaruhi oleh budaya dari luar desa? (DB) Ada.
Ilmu baru yang digunakan karena Bu Sentul juga mengikuti pelatihan (Kursus) pijat profesional..

Cekok : menambah nafsu makan. Pilisan : untuk demam, flu/hidung tersumbat, pasca
melahirkan.

Permainan Tradisional Gobak sodor, Kucingan, Delikan, Egrang bambu, Jamuran, Egrang batok.
Dimainkan oleh anak-anak. Permainan jamuran memakai nyanyian, cara memainkannya
berjumlah 10 orang (A,B,C,D,E,F,G,H,I,J) lalu diundi dengan (Bahasa jawa:Pingsut), siapa yang
kalah akan jadi. Contohnya yang jadi J, lalu A,B,C,D,E,F,G,H,I membentuk barisan yang
berbentuk lingkaran, memutari J yang ada di tengah. Lalu A sampai I tadi berjalan berputar
memutari J, sambil menyanyikan lagu jamuran. Lirik nyanyian jamuran: Jamuran ya gégé thok
Jamur apa ya gégé thok Jamur gajih mbejijih sa ara-ara Sira mbadhé jamur apa Kucingan adalah
sebuah permainan anak yang melibatkan 5 pemain (bisa laki-laki semua atau perempuan semua).
Umumnya yang bermain dolanan kucing-kucingan adalah anak laki-laki, karena membutuhkan
kekuatan fisik untuk berlari. Egrang bamboo cara memainkannya : 1.Menyiapkan Egrang
2.Menegakkan Egrang dan sedikit condong ke depan 3.Posisikan Egrang tidak sejajar. Salah satu
kaki egrang harus di depan dan satunya di belakang. 4.Mulai menginjakkan salah satu kaki pada
pijakan Egrang diikuti kaki satunya. 5.Mulai berjalan di tempat dan jangan berhenti jika tidak
yakin pada posisi seimbang. 6.Jika merasa akan terjatuh, jatuhkan kaki di antara Egrang. Egrang
batok cara memainkannya : Berlomba secepat mungkin berjalan menggunakan batok kelapa tadi
dari satu sisi lapangan ke sisi lapangan lainnya. Orang yang paling cepat dia lah yang menjadi
pemenangnya. Permainan egrang bamboo dan egrang batok alat yang digunakan harus
mengambil dari bahan alam dan menjadikan pemain untuk kreatif. Manfaat permainan Jamuran:
Menjadikan anak anak lebih bersosialisasi dan gembira. Manfaat permainan Delikan:
Menjadikan anak anak lebih waspada dan teliti. Manfaat permainan Egrang bamboo : Melatih
keseimbangan, kerja keras dan pantang menyerah. Manfaat permainan Egrang batok : Melatih
kekuatan tubuh dan pantang menyerah Dimainkan di tanah yang luas Di perjual belikan. Egrang
batok dan Egrang bamboo. Ada satu orang yang Bernama Ibu Eni Sulastri beralamat di RT 01
RW 09 Dalangan, Watutumpeng kebondalem kidul, Prambanan Klaten. Ada tempat yang
digunakan yaitu tanah lapangan yang bertempat di sebelah barat candi sojiwan.

Senjata Tradisional
Terdapat di Dukuh Koplak RT 02 RW 01 Desa Kebondalem Kidul, Dukuh Kadipaten Kidul RT
01, 02 RW 07, Dukuh Bero RT 01 RW 06 (Bp. Sugiyanto)
Keris digunakan untuk untuk dua kegunaan yaitu ageman dan keris pusaka. Keris ageman adalah
keris yang digunakan sehari-hari atau keris aksesoris. Keris pusaka adalah keris yang dianggap
sacral dan mempunyai daya magis yang tinggi. Tombak digunakan untuk berperang atau
menikam musuh. Pedang digunakan untuk berperang atau memotong. Keris dan tombak. Bentuk
senjata pamor keris khususnya motifnya dipengaruhi oleh kehidupan di sekitar pembuatan. Acara
ritual yang menggunakan senjata tradisional biasanya jatuh pada tanggal 1 suro biasanya
melaksanakan kirap pusaka keliling desa dan ada juga pada 1 suro sebagian warga memandikan
keris dan tombaknya yang memiliki unsur sacral atau magis.

Anda mungkin juga menyukai