Oleh:
KELOMPOK 9
1. SRI ASMUNIK NIM : 1121230033
2. THERYSTA D.K.M NIM : 1121230037
3. SITI SOLIKHAH NIM : 1121230024
Alhamdulillah, senantiasa kita ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga
saat ini masih memberikan kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga saya diberi kesempatan
yang luar biasa ini yaitu kesempatan untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah
tentang“Pengembangan Pembelajaran IPS di SD” Shalawat serta salam tidak lupa selalu saya
haturkan untuk junjungan nabi agung kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah
menyampaikan petunjukan Allah SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah petunjuk
yang paling benar yakni Syariat agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya
karunia paling besar bagi seluruh alam semesta. Adapun penulisan makalah ini merupakan
bentuk dari pemenuhan beberapa Tugas mata kuliah Kajian IPS.
Saya juga berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi setiap
pembaca. Tak lupa dengan seluruh kerendahan hati, kami meminta kesediaan pembaca untuk
memberikan kritik serta saran yang membangun mengenai penulisan makalah kami ini, untuk
kemudian kami akan merevisi kembali pembuatan makalah ini di waktu berikutnya.
Tuban, 2023
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.....................................................................................................................................................i
Daftar Isi.................................................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………………………… 1
A. Latar Belakang...............................................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................................................2
A. Kesimpulan...................................................................................................................................................15
B. Saran..............................................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................................16
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses pembelajaran berperan penting dalam usaha meningkatkan hasil pembelajaran. Dalam
hal ini diperlukan beberapa faktor pendukung di antaranya guru yang profesional, metode
pembelajaran, media pembelajaran, penguasaan materi, dan model pembelajaran. Sebagai guru untuk
melaksanakan tugas secara profesional memerlukan wawasan tentang kemungkinan-kemungkinan
strategi belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan belajar yang telah dirumuskan. Strategi
merupakan komponen yang juga mempunyai fungsi yang sangat menentukan. Keberhasilan
pencapaian tujuan sangat ditentukan oleh komponen ini. Bagaimanapun lengkap dan jelasnya
komponen lain, tanpa dapat diimplementasikan melalui strategi yang tepat, maka komponen ‐
komponen tersebut tidak akan memiliki makna dalam proses pencapaian tujuan. Oleh karena itu
setiap guru perlu memahami secara baik peran dan fungsi metode dan strategi dalam pelaksanaan
proses pembelajaran.
Menurut Kurikulum Berbasis Kompetensi yang disempurnakan dalam Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) bahwa setiap individu mempunyai potensi yang harus dikembangkan,
maka proses pembelajaran yang cocok adalah yang menggali potensi anak untuk selalu kreatif dan
berkembang oleh karena itu pembelajaran harus tetap sesuai tujuan dan tetap menyenangkan sesuai
perkembangan psikologis peserta didik. Namun kenyataan di lapangan belum menunjukkan ke
arah pembelajaran yang bermakna. Pembelajaran saat ini siswa dipandang sebagai subjek yang
berkembang melalui pengalaman belajar sedangkan guru lebih berperan sebagai fasilitator dan
motivator belajar bagi siswa, memberikan kemudahan agar siswa mendapatkan pengalaman belajar
sesuai dengan kemampuannya. Namun yang terjadi selama ini, banyak guru yang mendominasi
kegiatan pembelajaran sehingga siswa kurang terlibat partisipasinya dan kurang mendapatkan
pengalaman yang bermakna. Contohnya pada materi yang berhubungan dengan kegiatan sosial seperti
koperasi dan kesejahteraan masyarakat, kebanyakan guru hanya berceramah pada proses
pembelajaran tanpa melibatkan aktivitas siswa di dalamnya sehingga proses pembelajaran berpusat
pada guru.
Selain dominasi guru, ketidak variatifan penyajian materi merupakan penyebab utama
yang mengakibatkan siswa merasa jenuh dan tidak bersemangat dalam belajar sehingga siswa
merasa kesulitan dalam mengerti, memahami dan menghafal konsep- konsep. Padahal di sisi
lain pemberian pemahaman konsep-konsep IPS harus mendalam karena hal tersebut akan menjadi
bekal dalam menghadapi tantangan hidup. Pemahaman konsep IPS dapat dilakukan dengan cara
mengerti, memahami dan menghafal konsep- konsep tersebut. Dengan pemahaman konsep yang
cukup maka siswa akan mudah mengungkapkan pengalamannya tentang kegiatan-kegiatan sosial
melalui sebuah praktek. Pengembangan pendidikan karakter sangat strategis bagi
keberlangsungan dan keunggulan bangsa di masa mendatang. Pengembangan tersebut harus
dilakukan dengan perencanaan yang baik, pendekatan yang sesuai, dan metode belajar dan
pembelajaran yang efektif. Sesuai dengan sifat nilai pendidikan karakter merupakan usaha bersama
sekolah dan oleh karenanya harus dilakukan secara bersama oleh semua guru, semua mata
pelajaran, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya sekolah.
Pendidikan karakter sejalan dengan tujuan pendidikan IPS yaitu membina anak didik menjadi
warga negara yang baik, yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kepedulian sosial yang
berguna bagi dirinya sendiri serta bagi masyarakat dan bagi negara. Untuk merealisasikan tujuan
tersebut, proses mengajar dan membelajarkannya, tidak hanya terbatas pada aspek-aspek
pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) saja, melainkan juga meliputi aspek
akhlak (afektif) serta bertanggung jawab sesuai yang terkandung dalam nilai-nilai Pancasila.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
Istilah karakter berasal dari bahasa Yunani charassein dan “kharax” yang maknanya tools
for making atau to engrave yang artinya mengukir, kata ini mulai banyak digunakan kembali
dalam bahasa prancis “caracter” pada abad ke 14 dan kemudian masuk dalam bahasa inggris
menjadi “character' sebelum akhirnya menjadi bahasa Indonesia menjadi “karakter”. Membentuk
karakter seperti kita mengukir di atas batu permata atau permukaan besi yang keras.
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau juga kepribadian seseorang yang terbentuk dari
hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan mendasari cara pandang, berpikir,
sikap, dan cara bertindak orang tersebut. Kebajikan tersebut terdiri atas sejumlah nilai, moral,
dan norma seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, hormat kepada orang lain. Karakter
terwujud dari karakter masyarakat dan karakter masyarakat terbentuk dari karakter masing-
masing anggota masyarakat bangsa tersebut. Pengembangan karakter, atau pembinaan
kepribadian pada anggota masyarakat, secara teoretis maupun secara empiris, dilakukan sejak
usia dini hingga dewasa.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem pendidikan dengan penanaman nilai- nilai sesuai
dengan budaya bangsa dengan komponen aspek pengetahuan (cognitive), sikap perasaan
(affection felling), dan tindakan, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME) baik untuk diri
sendiri, masyarakat dan bangsanya. Pengembangan pendidikan karakter sangat strategis bagi
keberlangsungan dan keunggulan bangsa di masa mendatang. Pengembangan tersebut harus
dilakukan dengan perencanaan yang baik, pendekatan yang sesuai, dan metode belajar dan
pembelajaran yang efektif. Sesuai dengan sifat nilai pendidikankarakter merupakan usaha
bersama sekolah dan oleh karenanya harus dilakukan secara bersama oleh semua guru,
semua mata pelajaran, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya sekolah.
Pendidikan karakter sejalan dengan tujuan pendidikan IPS yaitu membina anak didik
menjadi warga negara yang baik, yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kepedulian
sosial yang berguna bagi dirinya sendiri serta bagi masyarakat dan bagi negara. Untuk
merealisasikan tujuan tersebut, proses mengajar dan membelajarkannya, tidak hanya terbatas
pada aspek-aspek pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) saja, melainkan juga
meliputi aspek akhlak (afektif) serta bertanggung jawab sesuai yang terkandung dalam nilai-nilai
Pancasila.
b. Landasan Pendagogik Pendidikan Karakter
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya sadar untuk mengembangkan potensi
peserta didik secara optimal. Usaha sadar tersebut tidak boleh dilepaskan dari lingkungan
dimana peserta didik berada terutama dari lingkungan budayanya (Ki Hajar Dewantara; Pring;
Oliva) karena peserta didik hidup dalam lingkungan tersebut dan bertindak sesuai dengan kaedah-
kaedah budayanya. Pendidikan yang tidak dilandasi oleh prinsip tersebut akan menyebabkan
peserta didik tercerabut dari akar budayanya. Ketika hal ini terjadi maka mereka tidak
akan mengenal budayanya dengan baik sehingga ia menjadi orang “asing” dalam lingkungan
budayanya. Selain menjadi orang asing, yang lebih mengkhawatirkan adalah dia menjadi
orang yang tidak menyukainya budayanya.
Budaya yang menyebabkan peserta didik tumbuh dan berkembang dimulai dari
budaya di lingkungan terdekat, kemudian berkembang ke lingkungan yang lebih luas yaitu
budaya nasional bangsanya dan budaya universal yang dianut oleh ummat manusia. Apabila
peserta didik menjadi asing terhadap budaya terdekatnya maka dia tidak mengenal dengan baik
budaya bangsanya dan dirinya sebagai anggota budaya bangsa. Dalam situasi demikian maka
dia sangat rentan terhadap pengaruh budaya luar dan bahkan cenderung untuk menerima
budaya luar tanpa proses pertimbangan.
Dengan demikian peserta didik sebagai anak bangsa dan warganegara Indonesia akan
memiliki wawasan, pola berpikir, pola sikap, dan pola tindak dan menyelesaikan masalah yang
sesuai dengan norma dan nilai ciri ke-Indonesiaannya. Secara kultural pendidikan berfungsi
untuk mewariskan nilai-nilai dan prestasi masa lalu ke generasi muda melalui proses
enkulturasi. Nilai-nilai dan prestasi tersebut akan menjadi kebanggaan bangsa dan pada
gilirannya akan menjadikan bangsa tersebut lebih dikenal oleh bangsa-bangsa lain. Selain
berfungsi mewariskan nilai, pendidikan juga memiliki fungsi untuk mengembangkan nilai-nilai
budaya dan prestasi masa lalu itu menjadi nilai-nilai budaya bangsa yang sesuai dengan
kehidupan masa kini dan masa yang akan datang serta mengembangkan prestasi baru yang
menjadi karakter baru bangsa. Oleh karena itu, pendidikan karakter merupakan inti dari suatu
pendidikan.
karakter.
2) Mengembangkan kebiasaan dan perilaku (habituasi) peserta didik yang terpuji dan
sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religious
3) Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggungjawab peserta didik sebagai
generasi penerus bangsa
a. Agama
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu kehidupan
individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya.
Secara politis kehidupan kenegaraan pun didasari oleh nilai- nilai yang berasal dari agama.
Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan karakter harus didasarkan pada
nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.
b. Pancasila
Tujuan pendidikan nasional mencerminkan kualitas yang harus dimiliki setiap warga
negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan
jalur. Dalam tujuan pendidikan nasional terdapat berbagai nilai kemanusiaan yang harus
dimiliki seorang warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan Pendidikan nasional adalah
sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan karakter dibandingkan
ketiga sumber yang disebutkan di atas.
Dalam kepustakan asing mengenai pendidikan IPS dikenal dengan berbagai istilah
seperti social secience education, social studies, and social education.20 Sedangkan di Indonesia
istilah Ilmu Pengetahuan Sosial baru mulai muncul pada tahun 1975-1976, yaitu sebuah label
untuk mata pelajaran sejarah, ekonomi, geografi dan mata pelajaran ilmu sosial lainnya untuk
tingkat pendidikan dasar dan menengah. Istilah IPS juga dimaksudkan untuk membedakan
dengan nama-nama disiplin ilmu di universitas. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya,
nama IPS ini beranjak menjadi pengertian "suatu mata pelajaran yang menggunakan
pendekatan integrasi dari beberapa mata pelajaran, agar pelajaran itu lebih mempunyai arti
bagi peserta didik serta untuk mencegah tumpang tindih.
peserta didik, menurut Sumaatmadja nilai-nilai yang harus ditanamkan dalam pembelajaran IPS
adalah nilai Ke-Tuhanan, nilai edukatif, nilai praktis, nilai filsafat dan nilai teoritis. Nilai-nilai
dalam pembelajaran IPS tersebut sangat sesuai dengan nilai yang terkandung dalam pendidikan
karakter, sehingga melalui pembelajaran IPS ini dalam pembelajaran seorang guru harus bisa
dalm menanamkan unsur-unsur nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS.
Menurut Susilowaty (2013) terdapat beberapa model pembelajaran untuk mengatasi masalah
pembelajaran IPS. Beberapa dari sejumlah pendekatan yang menjadi rujukan secara parsial terliput
dalam kerangka teknis model pilihan berikut antara lain:
a. Model inkuiri
Model inkuiri adalah salah satu model pembelajaran yang memfokuskan kepada
pengembangan kemampuan peserta didik dalam berpikir reflektif kritis dan kreatif.
Pengembangan strategi pembelajaran dengan model inkuiri dipandang sangat sesuai dengan
karakteristik materi pendidikan pengetahuan sosial yang bertujuan mengembangkan
tanggungjawab individu dan kemampuan berpartisipasi aktif baik sebagai anggota
masyarakat dan warganegara.
b. Model Pembelajaran VCT (Value Clarification Technique)
VCT adalah salah satu teknik pembelajaran yang dapat memenuhi tujuan pancapaian
pendidikan nilai. VCT berfungsi untuk : a) mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran
siswa tentang suatu nilai; b) membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya
baik yang positif maupun yang negatif untuk kemudian dibina kearah peningkatan atau
pembetulannya; c) menanamkan suatu nilai kepada peserta didik melalui cara yang rasional
dan diterima mereka sebagai milik pribadinya.
c. Model bermain peta
Keterampilan menggunakan dan menafsirkan peta dan globe merupakan salah satu
tujuan penting dalam pembelajaran pengetahuan sosial. Peta dan globe
memberikan manfaat, yaitu: a) siswa dapat memperoleh gambaran mengenai bentuk, besar,
batas-batas suatu daerah; b) memperoleh pengertian yang lebih jelas mengenai istilah-
istilah geografi; c) memahami peta dan globe. Dalam memahami peta dan globe diperlukan
beberapa syarat yaitu : (a) arah, (b) skala,; (c) lambang-lambang,; (d) warna.
Pendekatan ITM (Ilmu, Teknologi, dan Masyarakat) atau juga disebut STS
(Science-Technology-Society) muncul menjadi sebuah pilihan jawaban atas kritik terhadap
pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial yang bersifat tradisional. ITM dikembangkan sebagai
sebuah pendekatan guna mencapai tujuan pembelajaran yang berkaitan langsung dengan
lingkungan nyata dengan cara melibatkan peran aktif peserta didik dalam mencari informasi
untuk memecahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan kesehariannya
e. Model Portofolio
Sapriya (dalam Winataputra, 2008) menegaskan bahwa portofolio merupakan karya
terpilih kelas atau siswa secara keseluruhan yang bekerja secara kooperatif membuat kebijakan
publik untuk membahas pemecahan terhadap suatu masalah kemasyarakatan. Makna
pembelajaran berbasis portofolio dalam pembelajaran pengetahuan sosial adalah
memperkenalkan kepada peserta didik membelajarkan mereka pada metode dan langkah-
langkah yang digunakan dalam proses politik kewarganegaraan atau kemasyarakatan.
Tujuan, materi pelajaran, kegiatan belajar, strategi pembelajaran (bahkan sampai pada
evaluasi) harus diorganisasikan sedemikian rupa untuk menggalakkan pembelajaran yang efektif
sehingga perlu perencanaan dan pelaksanaan. Setiap langkah yang akan dilakukan oleh guru
mengenai apa yang akan diajarkan ditentukan oleh tujuan yang dirumuskan sebelumnya. Oleh sebab
itu, perumusan tujuan merupakan langkah pertama yang harus dilakukan oleh guru dalam
melaksanakan tugasnya sebagai pengelola pembelajaran IPS. Tujuan yang akan dicapai selama proses
belajar mengajar berlangsung dan apakah tujuan itu dapat tercapai atau tidak setelah proses
pembelajaran selesai, hendaknya ditulis dan dirumuskan terlebih dahulu oleh guru dalam satuan
pelajaran yang menuntun guru dan peserta didik ke arah proses pembelajaran yang tampak jelas dan
terarah.
Menurut Susilowaty (2013), dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran ada
beberapa hal di bawah ini yang perlu mendapat perhatian yaitu :
a. Materi pelajaran
Guru hendaknya menguasai bidang studi atau mata pelajaran IPS. Materi dalam satuan
pelajaran itu disebar dalam pokok bahasan atau sub pokok bahasan kemudian dirumuskan dalam
TIU (Tujuan Instruksional Umum). Setelah itu rincian meteri yang akan disampaikan.
b. Metode
Uraikan tentang metode apa saja yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran sesuai dengan
tujuan pendidikan yang hendak dicapai.
Sehubungan dengan hal-hal di atas juga perlu diperhatikan penempatan papan tulis, meja guru,
bangku-bangku, lemari, penggunaan dinding-dinding kelas untuk display hasil kerja peserta didik.
Begitu juga penggunaan sudut dan serambi kelas untuk pameran hasil karya peserta didik, hasil
penelitian atau hasil karya guru.
f. Pemanfaatan lingkungan.
Penggunaan sumber yang tersedia dari lingkungan fisik sekolah atau masyarakat di sekitar
desa (desa pertanian, atau desa nelayan), flora fauna, batu-batuan dan alat transportasi desa dapat
menjadi alat peraga pelajaran IPS.
g. Pemanfaatan waktu
Prinsip “semakin banyak waktu semakin banyak yang bisa dipelajari” perlu dipegang. Alokasi
waktu perlu diatur sebaik-baiknya dalam jadwal kegiatan
Dalam rencana pelajaran perlu dinyatakan bilamana perpustakaan dan laboratorium IPS itu
digunakan. Demikian pokok- pokok yang perlu diperhatikan dalam perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran ini agar tujuan-tujuan pendidikan IPS dapat tercapai dengan
efektif.
Jika dilihat dari definisi dan tujuannya, studi sosial menurut laporan tersebut
menyiratkan dan menyuratkan hal-hal sebagai berikut. Pertama,“social studies” merupakan
mata pelajaran dasar di seluruh jenjang pendidikan persekolahan; kedua, tujuan utama mata
pelajaran ini ialahmengembangkan siswa untuk menjadi warga negara yang memiliki
pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan yang memadai untuk berperan serta dalam
kehidupan demokrasi; Ketiga, contents pelajarannya digali dan diseleksi dari sejarah dari
ilmu-ilmu sosial, serta dalam banyak hal dari humaniora dan sains; dan keempat,
pembelajarannya menggunakan cara- carayang mencerminkan kesadaran pribadi
kemasyarakatan, pengalaman budaya, dan perkembangan pribadi siswa. Kesemua itu,
mencerminkan visi, misi, dan strategi yang senapas dengan apa yang telah diajukan oleh Barr,
dan kawan-kawan (1978). Hal tersebut sekaligus mencerminkan bahwa pada dasawarsa 1980-
an telah terjadi kristalisasi lebih pemikiran studi sosial yang lebih solid dan telah
mencairnya masalah ketidakmenentuan, ketidakberkeputusan, ketidakbersatuan, dan
ketidakmajuan yang menandai perkembangan studi sosial pada 4-5 dasawarsa sebelumnya.
Pada tahun 1992, the Board of Directors of the National Council for the Social
Studies mengadopsi visi terbaru mengenai social studies, yang kemudian diterbitkan dalam
dokumen resmi NCSS pada tahun 1994 dengan judul Expectations of Excellence:
Curriculum Standards for Social Studies. Dokumen ini nampaknya yang sedang mewarnai
pemikiran dan praksis studi sosial di Amerika Serikat sampai dengan saat ini. Di dalam
dokumen tersebut, secara esensial mengandung visi, misi, dan strategi pendidikan studi
sosial, yang mengokohkan kristalisasi pemikiran yang lebih solid dan kohesif dari para pakar
dan praktisi yang tergabung dalam NCSS, yang secara sosial akademik sangat berpengaruh di
Amerika Serikat, yang juga biasanya memberi dampak yang signifikan terhadap pemikiran
dan praksis dalambidang itu di negara lain
Hal tersebut mengisyaratkan bahwa dalam duadasawarsa terakhir, 1980 dan 1990-
an, pemikiran mengenai studi sosial yang sebelumnya dilanda penyakit ketidakmenentuan,
ketidakberkeputusan, ketidakbersatuan, dan ketidakmajuan, seperti telah dibahas pada awal
bab ini, paling tidak secara konseptual telah dapat diatasi. Hal ini, penulis pikir, merupakan
suatu kemajuan besar dalam epistemologi disiplin pendidikan studi sosial. Dengan demikian
pula, dapat diperkirakan bahwa pemikiran tersebut akan banyak mewarnai pemikiran dan
praksis pendidikan studi sosial di Amerika Serikat dan negara lainnya pada dasawarsa awal
abad ke-21.
Sebagai rambu-rambu dalam rangka mewujudkan visi, misi, dan strategi baru studi
sosial tersebut, NCSS (1994) menggariskan hal-hal sebagai berikut:
• Pertama, program studi sosial mempunyai tujuan pokok membangun warga negara yang
kompeten, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dibutuhkan oleh anak didik
agar mampu berperan serta dalam kehidupan yang demokratis (NCSS,1994:3). Di sini,
kembali ditegaskan bahwa pendidikan kewarganegaraan, yang secara tersurat dikatakan
sebagai pengembangan warga negara yang kompeten atau kemampuan sebagai
warga negara yang memerlukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk dapat
berperan serta dalam kehidupan demokrasi. Walaupun demikian, ditegaskan bahwa
pengembangan warga negara yang kompeten itu bukanlah hanya menjadi tanggung
jawab dari studi sosial. Yang dimaksudkan adalah, bahwa esensi tujuan tersebut lebih
diutamakan dalam studi sosial daripada dalam bidang lain.
• Kedua, program studi sosial dalam dunia pendidikan persekolahan, mulai dari
pendidikan taman kanak-kanak sampai dengan pendidikan menengah, ditandai oleh
keterpaduan pengetahuan, keterampilan, dan sikap di dalam dan antar disiplin (NCSS,
1994:3). Hal ini, memberi dasar bahwa pendidikan studi sosial memiliki dua alternatif,
yakni yang bersifat mono displiner dan multi disipliner. Pada kelas-kelas rendah,
ditekankan pula studi sosial yang mengintegrasikan beberapa disiplin yang bertolak dari
suatu tema tertentu, misalnya tema waktu dan perubahan yang memungkinkan guru
mengembangkan pengalaman belajar siswa yang melibatkan disiplin sejarah, sains, dan
bahasa. Pada kelas-kelas lanjutan dan menengah, program studi sosial dapat diteruskan
dengan pengintegrasian secara interdisipliner yang lebih luas; atau dengan
menempatkan suatu disiplin sebagai titik tolak, kemudian dikaitkan dengan atau
diperkaya dari materi disiplin lainnya, yang sering disebut lintas disipliner. Karena itu,
pendekatan mono disipliner yang dimungkinkan bukanlah dalam arti pembelajaran suatu
disiplin sosial secara soliter, misalnya hanya sejarah atau geografi saja. Hal itu dapat
dipahami karena fenomena dan masalah sosial dalam kenyataannya. tidak bisa
dipisahkan, misalnya antara pemanasan global, timbulnya el nino dan la nina, perubahan
musim (dimensi geografi), produktivitas pertanian, tingkat pendapatan petani, dan
tingkat kesejahteraan (dimensi ekonomi), serta perlindungan hukum (dimensi politik).
• Ketiga, program studi sosial dititik beratkan pada upaya membantu siswa dalam membangun
pengetahuan. Di sini, siswa diperankan bukan sebagai penerima pengetahuan yang pasif,
tetapi sebagai pembangun pengetahuan dan sikap yang aktif melalui cara pandang secara
akademik terhadap realita. Nampaknya, pandangan konstruktivisme yang
menitikberatkan pada prosesmengetahui akan menjadi salah satu pilar dari studi sosial
pada abad ke-21 tersebut, menggeser pandangan behaviorisme yang
mengasumsikan pengetahuan ada di luar diri manusia dan menempatkan siswa sebagai
penerima dari pengetahuan.
• Keempat, program pengetahuan dari studi sosial mencerminkan perubahan alami dari
pengetahuan, membantu pengembangan beragam pendekatan yang baru dan
terintegrasi untuk memecahkan isu-isu penting bagi manusia (NCSS, 1994). Dengan
begitu, hakikat pengetahuan yang semula dilihat secara terkotak-kotak, kini harus
dilihat secara terpadu yang menuntut pelibatan berbagai disiplin.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar agar peserta didik dapat
memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kepekaan untuk menghadapi hidup dengan tantangan-
tantangannya. Bagi guru IPS, buku sumber bukan satu-satunya sumber pembelajaran yang dapat
digunakan, karena buku sumber pada umumnya memuat informasi yang sudah lama. Media dan alat
peraga dalam pengajaran merupakan sumber pembelajaran yang dapat membantu guru dalam
melaksanakan perannya sebagai fasilitator. Adanya sumber belajar dipadukan dengan model pembelajaran
yang tepat dapat digunakan untuk merancang dan melaksanakan pembelajaran IPS di SD dengat
tepat agar tercapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
B. Saran
1. Kemampuan peserta didik dalam kualitas pembelajaran khususnya di tingkat SD sangat ditentukan
oleh kemampuan guru, oleh karena itu guru harus mampu mengembangkan kreativitas agar
pembelajaran semakin berkualitas.
2. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, guru harus bisa menggunakan sumber belajar dan
media serta model pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan zaman dengan memperhatikan
karakteristik dan minat peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Purwanto, M. N. (2006). ILMU PENDIDIKAN TEORETIS DAN PRAKTIS. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sundawa, D. (2006). PEMBELAJARAN DAN EVALUASI HASIL BELAJAR IPS. Bandung: UPI PRESS.
Winataputra, U. S. (2008). MATERI DAN PEMBELAJARAN IPS DI SD. Jakarta: Universitas Terbuka.