Anda di halaman 1dari 20

Tr a d i s i d e s a P i t u r u h K a b u p a t e n P u r w o r e j o | 1

TRADISI DUSUN

(Studi penelitian di Desa Pituruh Kabupaten Purworejo)

Oleh : Achmad Amrulloh

Saat ini sedang menempuh studi S1 di Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga

Pendahuluan

Desa sebagai tempat kediaman yang tetap pada masyarakat orang jawa, di daerah
pedalaman, adalah suatu wilayah hukum yang sekaligus menjadi pusat pemerintahan
tingkat daerah paling rendah. Secara administratif desa langsung berada di bawah
kekuasaan pemerintah kecamatan dan terdiri dari dukuh-dukuh. Tiap-tiap wilayah wilayah
bagian desa ini diketuai oleh seorang kepala desa atau dukuh. Di sini dijumpai sejumlah
perumahan penduduk beserta tanah-tanah pekarangannya yang satu sama lain dipisah-
pisahkan dengan pagar-pagar bambu atau tumbuh-tumbuhan. Ada di antara rumah-rumah
itu yang dilengkapi dengan lumbung padi, kadang-kadang ternak dan perigi, yang
dibangun di dekat-dekat rumah atau dihalaman pekarangannya. Kemudian sebuah dukuh
dengan dukuh lainnya, dihubungkan oleh jalan-jalan desa, yang luasnya sering tidak lebih
dari dua meter. Selain rumah-rumah tersebut yang tampak berkelompok dan yang
sebagian berjajar menghadap jalan itu, ada juga balai desa, tempat pemerintahan desa
berkumpul atau mengadakan rapat-rapat desa, yang diadakan tiap-tiap 35 hari sekali.
Untuk menampung kegiatan-kegiatan pendidikan keagamaan dan sosial ekonomi rakyat,
biasanya ada sekolah-sekolah, langgar atau masjid. Kecuali itu ada pasar yang kelihatan
ramai pada hari pasaran. Adapun kuburan desa berada di lingkungan wilayah salah
sebuah dukuh, sedangkan tanah pertanian berupa sawah-sawah atau ladang-ladang
terbentang di sekeliling desa.1

Desa Pituruh, Kecamatan Pituruh, Kabupaten Purworejo adalah sebuah desa disebuah
kabupaten kecil di Jawa Tengah. Secara Historis maupun ditinjau dari Epistimologis,

1 Koentjaraningrat, Manusia dan kebudayaan di Indonesia, Djembatan,


cetakan ke-20, hlm. 329
Tr a d i s i d e s a P i t u r u h K a b u p a t e n P u r w o r e j o | 2

nama Pituruh berasal dari kehebatan (tokoh linuwih) Tujuh Roh (7 Leluhur) yang cikal
bakal di desa tersebut yang berdomisili di tujuh pedukuhan. Ketujuh linuwih tersebut
diyakini oleh warga adalah kaum bangsawan dari Kerajaan Majapahit. Beliau diyakini
sebagai para pengikut setia dari Raja Majapahit (Raden Damarwulan). Seperti diketahui,
dalam budaya Jawa ada ungkapan Ilang sirno kertaning bumi, yang merujuk pada
tahun 1400 M telah terjadi peristiwa besar yang menyebabkan satu kerajaan terbesar di
Jawa (tepatnya di Jawa Timur) mengalami keruntuhan. Akhirnya Raden Damarwulan
mengembara meninggalkan atau membebaskan diri dari gemerlap serta hiruk pikuk
situasi kota raja (pusat pemerintahan) dengan disertai para pengikut setianya, tidak lain
untuk mencari tempat yang sunyi sepi untuk semedi guna mendekatkan diri kepada Illahi
Robbi. Ketujuh pengikut raja tersebut diyakini warga sebagai cikal bakal berdirinya nama
desa Pituruh. Adapun ke-Tujuh (Pitu) Roh leluhur tersebut terpencar di Tujuh Pedukuhan
yang ada di desa Pituruh layaknya tujuh penjuru mata angin. Oleh masyarakat Pituruh
leluhurnya yang berjumlah tujuh tersebut hingga kini ditempatkan sebagai sumber
kekuatan spiritual. Ketujuh tokoh cikal bakal tersebut dalam sejarahnya memiliki
karakteristik kelebihan masing-masing yang saling melengkapi. Bukti sejarah serta
prasasti dari tujuh tokoh tersebut sampai sekarang terdapat makam dan petilasannya. 2

A. Sistem kepercayaan atau Religi


Keyakinan atau kepercayaan adalah suatu sikap yang ditunjukkan oleh manusia saat
ia merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai kebenaran.3
Kepercayaan desa Pituruh tidak bisa di pisahkan dari sebuah agama, sedangkan
mayoritas masyarakat desa Pituruh adalah Islam.
1. Upacara kematian
Dalam pemahaman orang Jawa, bahwa nyawa orang yang telah mati itu sampai
dengan waktu tertentu masih berada di sekeliling keluarganya dan itu juga
diyakini di desa pituruh. Oleh karena itu sering mendengar istilah selametan
yang dilakukan untuk orang yang telah meninggal. Berikut diantaranya ritual
yang dilakukan menurut adat istiadat di desa pituruh.
a. Pemberitahuan atau Berita Lelayu

2 http://den-bagoez-sigit-pamuji.blogspot.com

3 Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar,


Indeks, Jakarta 2008. Hal.5
Tr a d i s i d e s a P i t u r u h K a b u p a t e n P u r w o r e j o | 3

Hal yang pertama kali dilakukan dalam masyarakat ketika ada orang
meninggal adalah memberi penghiburan kepada keluarga bahwa semua
ciptaan akan kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa. Apabila keadaan
keluarga sudah reda, perhatian segera dialihkan ke jenazah. Jenazah yang
baru saja meninggal dunia segera ditidurkan secara membujur,
menelentang, dan menghadap ke atas. Selanjutnya mayat ditutup dengan
kain batik yang masih baru. Kaki dipan tempat mayat itu ditidurkan perlu
diberi kapur barus, maksudnya agar dipan itu tidak dikerumuni semut atau
binatang kecil lainnya. Bersamaan dengan hal diatas, beberapa orang
terdekat bertugas memanggil seorang modin dan mengumumkan kematian
itu kepada para sanak saudara dan tetangga. Pemberitaan juga dilakukan
dengan bantuan pengeras suara dari masjid terdekat. Setelah kabar tersiar
mereka yang mendengar akan berusaha segera datang ketempat itu untuk
membantu menyiapkan pemakaman.

b. Upacara Brobosan
Sebelum jenazah diberangkatkan ke makam dilakukan suatu upacara
yang disebut dengan upacara brobosan. Upacara brobosan ini bertujuan
untuk menunjukkan penghormatan dari sanak keluarga kepada orang tua
atau keluarga mereka (jenazah) yang telah meninggal dunia.
Upacara brobosan diselenggarakan di halaman rumah orang yang
meninggal sebelum dimakamkan dan dipimpin oleh anggota keluarga yang
paling tua. Namun sebelum upacara dilakukan, biasanya diawali dengan
beberapa sambutan dan ucapan belasungkawa oleh beberapa pamong desa.
Dan semua yang hadir ditempat itu harus berdiri hingga jenazah benar-
benar diberangkatkan.

Setelah itu jenazah diberangkatkan dengan keranda yang diangkat


oleh anak-anaknya yang sudah dewasa bersama dengan anggota keluarga
pria lainnya, sedangkan seorang memegang payung untuk menaungi
bagian dimana kepala jenazah berada. Adapun urutan untuk melakukan
perjalanan ke pemakaman juga diatur. Yang berada diurutan paling depan
adalah penabur sawur (terdiri dari beras kuning dan mata uang yang dari
logam), kemudian penabur bunga dan pembawa bunga, pembawa foto
jenazah, keranda jenazah, barulah dibagian paling belakang adalah
Tr a d i s i d e s a P i t u r u h K a b u p a t e n P u r w o r e j o | 4

keluarga maupun kerabat yang turut menghantarkan. Namun dalam


keyakinan masyarakat kami, seorang wanita yang sedang haid atau udur
tidak diperkenankan untuk memasuki area pemakaman. Jadi mereka hanya
boleh menghantarkan sampai didepan pintu pemakaman saja.

c. Upacara Talqin Mayit


Setelah mayit dikebumikan maka modin akan membacakan talqin kepada
si mayit, begini teks dalam bahasa jawanya:

Hai fulan bin / binti fulan Saiki siro wus ninggalake ndunyo tumuju
marang alam kubur, mulo siro ojo nganti lali karo janjimu menowo ora
ono pengeran kejobo Gusti Alloh lan Nabi Muhammad iku utusane Alloh.
Saiki siro manggon ing panggonan sing ora mbok kenal, mulo yen
ono Malaikat Alloh loro takon marang siro, ojo nganti siro wedi lan
ndredeg. Mangertio siro, Malaikat loro itu yo podo-podo makhluke Alloh.
Yen Malaikat loro iku teko lan ngelungguhake siro, sarto takon mangkene :
Hai manungso! Sopo pengeranmu?, opo Agomomu?, Sopo Nabimu?, opo
aqidahmu (Itiqodmu)?, ngendi kiblatmu? lan opo sing mbok ucapake
naliko siro urip lan mati?. Mulo jawaben kanti teges lan mantep Alloh
Pangeranku. Yen siro ditakoni ambal kaping pindo, mulo jawaben Alloh
Pangeranku, Yen pitakone diambali maneh kang kaping telu, mulo
jawaben kanti teges lan mantep ora perlu wedi : Alloh Pengeranku, Islam
Agamaku, nabi Muhammad Nabiku, Kitab Al-Quran panutanku, Kabah
kiblatku, sholat limang wektu kewajibanku, muslimin-muslimat koncoku,
urip lan patiku tansah neteping Gusti Alloh Disini kami terjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia Hai fulan bin/binti fulan sekarang kamu sudah
meninggalkan dunia menuju alam kubur, maka kamu jangan sampai lupa
janjimu bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah swt dan nabi Muhammad
saw itu utusan-Nya Allah swt. Sekarang kamu tinggal ditempat yang tidak
kamu kenal, apabila ada dua Malaikat datang dan mempersilahkan duduk,
dan menanyakan begini: Hai manusia! Siapa Tuhanmu?, apa Agamamu?,
siapa Nabimu?, apa aqidahmu?, kemana kiblatmu? Dan siapa yang
diucapkan ketika kamu hidup dan mati?. Maka jawablah dengan tegas dan
mantap Allah swt Tuhanku. Apabila kamu ditanya yang kedua kalinya,
maka jawablah Allah swt Tuhanku. Apabila ditanya lagi yang ketiga
Tr a d i s i d e s a P i t u r u h K a b u p a t e n P u r w o r e j o | 5

kalinya, maka jawablah dengan tegas dan mantap jangan takut: Allah swt
Tuhanku, Islam Agamaku, nabi Muhammad Nabiku, Kitab Al-Quran
panutanku, Kabah kiblatku, salat lima waktu kewajibanku, muslimin-
muslimat saudaraku, hidup dan matiku masih tetap kepada Allah swt.
d. Upacara Tahlilan
Setelah sang mayit dikuburkan pada setiap malam selama tujuh hari akan
ada upacara selametan. Upacara ini dikenal dengan istilah tahlilan,
dinamakan tahlilan karena ada pembacaan ayat-ayat Al-Quran dan juga
bacaan tahlil. Ritual ini juga memiliki tujuan buat mendoakan si mayat
yang telah meninggal. Selametan ini tak hanya dilakukan sampai tujuh hari
saja tapi masih banyak slametan yang menyertai kematian dari desa saya.
Ada slametan empat puluh hari yang dilakukan empat puluh hari setelah
hari kematian. Dan juga slametan seratus hari yaitu yang dilakukan seratus
hari setelah kematian. Setiap tahun pun juga masih dilakukan buat
mengenang orang yang telah meninggal dan dinamakan Haul. Setahun
pertama setelah meninggal, biasanya, pihak keluarga yang ditinggalkan
akan mengadakan selamatan pendak siji, tahun kedua disebut dengan
pendak loro, hingga pendak telu atau selamatan nan dilakukan di tahun
ketiga.
2. Ziarah Kubur (nyekar)
Bagi masyarakat kami makam merupakan tempat yang dianggap suci dan
keramat yang pantas dihormati terutama makam para tokoh-tokoh yang di
anggap berjasa bagi masyarakat tersebut atau biasanya makam para
waliyullah. Makam sebagai peristirahatan terakhir bagi nenek moyang,
tokoh-tokoh terdahulu dan keluarga yang telah meninggal. Keberadaan
makam dari tokoh tertentu dapat menimbulkan daya tarik bagi masyarakat
untuk melakukan aktivitas ziarah dengan berbagai motivasi maka bagi
masyarakat jawa ziarah kemakam sudah menjadi kebiasaan dan kebutuhan
untuk mendoakan makam yang di ziarahinya dan agar dapat memetik
pelajaran dari perziarahanya maupun peljaran dari seorang kehidupan
dulunya seorang tokoh tertentu. Kita sebagai orang islam jawa pastinya
mengakui adanya ziarah makam,
3. Nyadran
Dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan masyarakat kami biasanya
melakukan kegiatan yang di sebut Nyadran. Kegiatan yang biasa dilakukan
Tr a d i s i d e s a P i t u r u h K a b u p a t e n P u r w o r e j o | 6

saat Nyadran atau Ruwahan adalah menyelenggarakan kenduri, dengan


pembacaan ayat Al-Quran, zikir, tahlil, dan doa, kemudian ditutup dengan
makan bersama. Melakukan besik, yaitu pembersihan makam leluhur dari
kotoran dan rerumputan. Melakukan upacara ziarah kubur, dengan berdoa
kepada roh yang telah meninggal di area makam. Nyadran biasanya
dilaksanakan pada setiap hari ke-10 bulan Rajab atau saat datangnya bulan
Sya'ban. Dalam ziarah kubur, biasanya peziarah membawa bunga, terutama
bunga telasih. Bunga telasih digunakan sebagai lambang adanay hubungan
yang akrab antara peziarah dengan arwah yang diziarahi. Para masyarakat
yang mengikuti Nyadran biasnya berdoa untuk kakek-nenek, bapak-ibu,
serta saudara-saudari mereka yang telah meninggal. Seusai berdoa,
masyarakat menggelar kenduri atau makan bersama di sepanjang jalan yang
telah digelari tikar dan daun pisang. Tiap keluarga yang mengikuti kenduri
harus membawa makanan sendiri.
4. Selamatan atau Tasyakuran
Selamatan atau tasyakuran adalah suatu upacara makan bersama, makanan
yang telah diberi doa sebelum dibagi-bagikan. Selamatn itu tidak
terpisahkan dari pandangan alam pikiran partisipasi tersebut diatas, dan erat
hubungannya dengan kepercayaan pada unsur-unsur kekuatan sakti maupun
mahluk-mahluk halus. Sebab hampir semua selamatan ditujukan untuk
memperoleh keselamatan hidup dengan tidak ada gangguan-gangguan
apapun. Hal itu juga terlihat pada asal kata nama upacara sendiri, yakni kata
selamat. Upacara ini biasanya dipimpin oleh seorang kyai atau sesepuh
yang ada di desa, yakni seorang yang mempunyai ilmu agama yang
mendalam dan dianggap mahir membaca doa selamat dalam ayat-ayat Al
Quran.
5. Yasinan Ibu-ibu
Di setiap hari kamis sore ibu-ibu yang tergabung dalam sebuah organisasi
yang bernama Muslimat/Fatayat melakukan kegiatan rutin setiap
minggunya yaitu membaca surat Yasin. Surat Yasin sendiri diyakini dapat
memperlancar rezeki dari Allah swt, meminta sembuh dari penyakit,
menghadap ujian, mencari jodoh, atau hajat lain yang mendesak.
Akan tetapi, dalam praktik sehari-hari, akhir-akhir ini masyarakat desa
Pituruh sudah mentradisikan membaca Yasin di dalam majelis-majelis kecil
di kampung-kampung. Bahkan, sudah lazim sekali bacaan Yasin digabung
Tr a d i s i d e s a P i t u r u h K a b u p a t e n P u r w o r e j o | 7

dengan Tahlil. Tahlil dan Yasin telah menyatu menjadi bacaan orang-orang
Nahdlatul Ulama atau bisa disebut NU, dan selalu dapat di dengar dari
kelompok-kelompok kecil, kadang di siang hari, sore hari, malam hari, dan
pagi hari. Lebih dari itu, surah Yasin sudah menjadi kebiasaan masyarakat
desa Pituruh bila salah satu keluarga ada yang sakit kritis. Surah Yasin
dibaca dengan harapan jika bisa sembuh semoga cepat sembuh, dan jika
Allah swt menghendaki yang bersangkutan kembali kepada-Nya, semoga
cepat diambil oleh-Nya dengan tenang. Ada kalanya Yasin dibaca sendirian,
ada juga yang bersama-sama dengan tetangga lain. Yang jelas, yang sakit
sudah tidak ada harapan lagi untuk sembuh karena tanda-tanda akan
diakhirinya kehidupan ini sudah jelas, dan surah Yasin menjadi pengantar
kepulangannya kehadirat Allah swt.
6. Berzanjen, Dibaan, Burdahan, dan Manakiban
Kalau kita milihat lirik syair maupun prosa yang terdapat di dalam kitab al-
Barzanji, seratus persen isinya memuat biografi, sejarah hidup, dan
kehidupan Rosullah saw. Dengan demikian pula yang ada di dalam kitab
Diba dan Burdah. Tiga kitab ini yang berlaku bagi masyarakat Pituruh
dalam melakukan ritual Mauludiyah atau menyambut kelahiran Rasululloh
saw. Yang satunya khusus puji-pujian untuk Sulthanul Auliaya, Syaikh
Abdul Qadir al-Jaelani. Akan tetapi, dalam praktiknya, al-Barzanji, ad-
Dibai, Kasidah Burdah, dan Manaqib Syaikh Abdur Qadir al-Jaelani sering
dibaca ketika ada hajat anak lahir, hajat menantu, khitanan, tingkeban,
masalah yang sulit terpecahkan, yang musibah yang berlarut-larut. Yang
tidak ada maksud lain mohon berkah Rosullah saw akan terkabul semua
yang dihajatkan.4
7. Pengajian
Pengajian Pengajian adalah salah satu bentuk untuk dakwah. Pengajian
mengandung arti penyampaian pesan dakwah yang disampaikan kepada
mad melalui metode bil-lisn, pengajian ini biasanya disampaikan oleh
guru agama yang saat ini lebih identik dengan para kyai maupun ustadz
dengan menggunakan acuan atau pegangan kitab-kitab. Selain itu pengajian
juga diartikan sebagai tempat berkumpulnya orang yang berbagi ilmu
agama dengan orang yang menerima ilmu. Artinya, ada kyai dan ada

4 Munawir Abdul fattah, Tradisi Orang-orang NU, Yogyakarta, 2008,


hlm. 301-302
Tr a d i s i d e s a P i t u r u h K a b u p a t e n P u r w o r e j o | 8

jamaah. Kesuksesan pengajian tergantung pada keduanya. Namun,


tanggung jawab yang besar terletak pada kyainya. 5 Pengajian merupakan
salah satu istilah yang cukup dikenal di kalangan desa Pituruh dan
pesantren. Istilah ini merujuk kepada salah satu bentuk kegiatan yang sering
dilakukan oleh pimpinan pesantren (pengasuh/kiai). Pengajian juga sebagai
salah satu metode pembelajaran pesantren. Sistem pembelajaran yang
dianut oleh pesantren pada biasanya menganut sistem pembelajaran
(pengajian) sorogan, bandongan dan weton. 6 Metode sorogan merupakan
suatu metode yang ditempuh dengan cara guru menyampaikan pelajaran
kepada santri secara individual, biasanya di samping di pesantren juga
dilakukan di langgar, masjid dan terkadang malah dirumah-rumah. Metode
wetonan atau disebut bandongan adalaah metode yang paling utama di
lingkuangan pesantren. Zamakhsyari Dhofier menerangkan bahwa metode
wetonan (bandongan) ialah suatu metode pengajaran dengan cara guru
membaca, menterjemah, menerangkan dan mengulas buku-buku Islam
dalam bahasa Arab sedang kelompok santri mendengarkannya.
8. Kelahiran
Bukan hanya pada saat kehamilan saja upacara adat atau ritual
dilaksanakan. Ketika bayi itu pun lahir masih ada ritual dan upacara adat.
Upacara ini pun berlangsung hingga si anak menginjak usia satu tahun.
Namun, pelaksanaan upacaara ini dilaksanakan hanya di usia tertentu saja,
berikut jenis-jenis upacara adat Jawa khususnya di desa Pituruh yang
berkaitan dengan kelahiran anak:
a. Upacara Adat Barokahan
Barokahan memiliki makna adalah pengungkapan rasa syukur dan rasa
sukacita atas kelahiran yang berjalan lancar dan selamat. Ditinjau dari
maknanya barokahan juga bisa berarti mengharapkan berkah dari Yang
Maha Pencipta. Tujuan dari upacara ini adalah untuk keselamatan dan
perlindungan bagi sang bayi. Selain itu harapan bagi sang bayi agar
kelak menjadi anak yang memiliki prikaku yang baik.

5 Abd. Halim Soebahar, Modernisasi Pesantren, Yogyakarta: LkiS, 2013, cet ke-
1, Hal 47

6 Mujamil Qomar, Pesantren: Dari Transformasi Metodologi Menuju


Demokratisasi Institusi, Gelora Aksara Pratama. Hal.143
Tr a d i s i d e s a P i t u r u h K a b u p a t e n P u r w o r e j o | 9

Rangkaian upacara ini berupa memendam ari-ari atau olasenta bayi.


Setelah itu dilanjunkan dengan membagikan sesajen barokahan kepada
sanak saudara dan para tetangga.
b. Upacara Adat Sepasaran atau Pupuk Pusar
Sepasaran merupakan salah satu upacara adat bagi bayi berumur lima
hari. Upacara ini umumnya diselengarakan secara sederhana, tetepi jika
bersamaan dengan pemberian nama pada si bayi upacara ini bisa
dilakukan secara meriah. Acara ini biasanya dilaksanakan dengan
mengadakan hajatan yang mengundang saudara dari tetangga. Suguhan
yang disajikan biasanya berupa minuman serta jajanan pasar. Selain itu
juga terkadang pula ada yang dibungkus tapi menggunakan besek
(tempat makanan terbuat dari anyaman bambu) ataupun lainnya untuk
dibawa pulang.
c. Upacara Adat Selapan
Dalam bahasa Jawa, selapan berarti tiga puluh lima hari. Tradisi ini
dilakukan pada peringatan hari kelahiran. Setelah 35 hari dari hari
dimana bayi dilahirkan, maka diadakan perayaan dengan nasi tumpeng,
jajan pasar dan berbagai macam makanan sebagai symbol dari makna-
makna yang tersirat dalam tradisi Jawa.
Namun dalam perkembangannya, saai ini selapan sebagai ungkapan
syukur atas kesehatan dan keselamatan bayi, diwujudkan cukup dengan
nasi tumpeng beserta lauk seadanya. Kemudian mengundang tetangga
untuk kendurenan (selamatan), berdoa besama-sama dan diujung acara,
tumpeng dibagi rata untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh. Selapan
sebagai harapan orang tua dan keluarga agar bayi selalu sehat, jauh dari
marabahaya, dan apa yang diharapkan bisa terlaksana.
d. Upacara Adat Mudhun Siti
Upacara ini dilakukan untuk bayi yang telah berusia 7 bulan. Di
Yogyakarta, upacara ini disebut dengan tedhan siten. Upacara ini
sebagai pelambang bahwa si anak telah siap untuk menjalani hidup
lewat tuntunan dari si orang tua. Acara ini dilaksanakan pada saat anak
berumur 7selapan atau 245 hari. Prosesi upacaranya adalah tedhak
sega pitung warna, mudhun tangga tebu, ceker-ceker, sebar udik-udik,
dan siram.
9. Pernikahan
Perkawinan (nikah) adalah ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki
dan perempuan untuk memenuhi tujuan hidup berumah tanggasebagai
T r a d i s i d e s a P i t u r u h K a b u p a t e n P u r w o r e j o | 10

suami-istri yang dengan memenuhi syarat dan rukun telah ditentukan oleh
syariat Islam.7 Pada masyarakat desa Pituruh berlaku adat-adat yang
menentukan bahwa tidak boleh saling kawin apabila mereka itu saudara
kandung; apabila mereka itu adalah pancer lanang, yaitu anak dari orang
saudara sekandung laki-laki; apabila mereka itu adalah misan; dan akhirnya
apabila pihak laki-laki lebih muda menurut ibunya daripada pihak wanita.
Adapun perkawinan antara dua orang yang tidak terikat karena hubungan-
hubungan kekerabatan seperti tersebut di atas diperkenankan. Ada macam-
macam perkawinan lain dan yang diperbolehkan, yakni ngarang wulu serta
wayuh. Perkawinan ngarang wulu adalah suatu perkawinan seorang duda
dengan seorang wanita salah satu adik dari almarhum istrinya. Jadi
merupakan perkawinan sororat. Adapun wayuh itu ialah suatu perkawinan
lebih dari seorang isteri (poligami). Sebelum dilangsungkan peresmian
perkawinan, terlebih dahulu diselenggarakan serangkaian upacara-upacara,
a. Ngelamar atau Peminangan
Seorang pria yang ingin kawin dengan seorang gadis kekasih hatinya,
pertama-tama harus datang ke tempat kediaman orang tua si gadis untuk
menanyakan kepadanya, apakah si gadis itu sudah ada yang empunya
atau belum (legan). Jika orang tua si gadis telah meninggal, hal itu yang
disebut nakokake dapat ditanyakan kepada wali, yakni anggota kerabat
dekat yang dihitung menurut garis laki-laki (patrilineal), seperti
misalnya kakak laki-laki dan kakak ayah. Pada waktu nakokake si pria
itu biasanya didampingi oleh orang tua sendiri atau wakil orang tuanya.
b. Nontoni
Upacara nontoni yakni si calon suami mendapat kesempatan untuk
melihat calon isterinya. Sampai sekarang, terutama di desa masih ada
juga perkawinan-perkawinan di mana kedua orang tua yang
bersangkutan itu belum saling kenal mengenal, tetapi harus kawin
dalam kehendak orang tua. Dalam keadaan itu maka ada upacara
nontoni.
c. Upacara Asok-Tukon
Dua atau tiga hari sebelum upacara pertemuan kedua pengantin,
diselenggarakan upacara asok-tukon. Upacara ini adalah suatu tanda

7 Afnan Chafidh dan Maruf Asrori, Tradisi Islami, Khalista, Surabaya,


2006, hlm. 88.
T r a d i s i d e s a P i t u r u h K a b u p a t e n P u r w o r e j o | 11

penyerahan harta kekayaan pihak laki-laki kepada pihak perempuan


secara simbolis.8 Harta itu berupa sejumlah uang, bahan pangan,
perkakas rumah tangga, yang diserahkan kepada orang tua atau wali
calon pengantin wanita, juga disaksikan oleh kerabat-kerabatnya. Asok-
tukon yang disebut juga srakah atau sasrahan itu merupakan tanda mas-
kawin.
d. Upacara ijab qabul atau akad nikah
Setelah tiba hari perkawinan, pengantin laki-laki dengan diiringikan
oleh orang tua atau walinya berikut pada handai taulanya dan juga para
tetangga sedukuh maupun sedesa, pergi ke kelurahan desa untuk
melaporkan kepada kaum, yaitu salah seorang dari anggota pamong
desa yang khusus bertugas mengurus hal nikah, talak dan rujuk.
Sesudah itu ke Kantor Urusan Agama Kecamatan menghadap penghulu,
yakni salah satu pegawai kantor tersebut, yang pekerjaannya
mengkawinkan orang, dengan upacara ijab qobul atau akad nikah.
Upacara disaksikan oleh wali dari kedua belah pihak. Setelah pengantin
laki-laki dan wali pengantin wanita membubuhkan tanda tangan di atas
surat kawinnya, kemudian pengantin laki-laki menyerahkan sejumlah
uang sebagai tanda maskawin hukum perkawinan Islam. Ijab qobul
atau akad nikah itu dapat dilakukan di rumah penganyin wanita, yaitu
dengan memanggil penghulu. Kemudian setelah upacara ini berakhir
lalu dilakukan upacara pertemuan (temon) antara kedua mempelai yang
akhirnya dipersandingkan di atas pelamian. Apabila mempelai laki-laki
berkehendak membawa isterinya, hal ini dapat dilaksanakan sesudah
sepasar, atau sama dengan lima hari sejak mereka dipertemukan.
Pemboyongan yang disertai pesta upacara lagi di tempat kediaman
mempelai laki-laki ini disebut ngunduh temanten.
B. Sistem Kemasyarakatan
Di dalam kenyataan hidup masyarakat orang jawa, orang masih
membeda-bedakan antara orang priyayi yang terdiri dari dari pegawai negeri dan
kaum terpelajar dengan orang kebanyakan yang disebut wong cilik, seperti
petani-petani, tukang-tukang, dan pekerja kasar lainnya, di samping keluarga
kraton dan keturunan bangsawan atau bendara-bendara. Dalam kerangka

8 Djojodiguno, Perjodohan menurut Hukum Adat Jawa. Radyapustaka:


1957, Hlm. 10
T r a d i s i d e s a P i t u r u h K a b u p a t e n P u r w o r e j o | 12

susunan masyarakat ini, secara bertingkat yang berdasarkan atas gensi-gensi itu,
kaum priyayi dan bendara merupakan lapisan atas, sedangkan wong cilik menjadi
lapisan masyarakat bawah.
Kemudian menurut kreteria pemeluk agamanya, orang Jawa biasanya
membedakan orang santri dengan orang agama kejawen. Golongan kedua ini
sebenarnya adalah orang-orang yang percaya kepada ajaran agama Islam, akan
tetapi mereka tidak secara patuh menjalankan rukun-rukun dari agama Islam itu;
misalnya tidak salat, tidak pernah puasa, tidak bercita-cita untuk melakukan
ibadah haji dan sebagainya. Demikian secara mendatar di dalam susunan
masyarakat oarang Jawa itu, ada golongan santri dan ada golongan agama
kejawen. Di berbagai daerah di Jawa baik yang bersifat kota maupun pedesaan
orang santri menjadi mayoritas, sedangkan di lain daerah orang beragama
kejawen-lah yang dominan.
Orang tani didesa-desa, yang menurut pelapisan sosial tersebut di atas,
termasuk golongan wong cilik, di antara mereka sendiri juga pembagian secara
berlapis. Lapisan yang tertinggi dalam desa adalah wong baku. Lapisan ini terdiri
dari keturunan oarng-orang yang dulu pertama-tama datang menetap di desa.
Mereka ini memiliki sawah-sawah, rumah dengan tanah pekarangannya. Lapisan
kedua di dalam rangka sistem pelapisan sosial di desa adalah lapisan kuli gondok
atau lindung. Mereka adalah orang laki-laki yang telah kawin, akan tetapi tidak
mempunyai tempat tinggal sendiri, sehingga terpaksa menetap di rumah
kediaman mertuanya. Namun begitu, tidaklah berarti bahwa mereka tidak
mempunyai tanah pertanian, yang dapat diperoleh dari warisan atau pembelian.
Adapun golongan lapisan ketiga ialah lapisan joko, sinoman atau bujangan.
Mereka semua belum menikah dan masih tinggal bersama-sama dengan orang tua
sendiri atau memiliki tanah-tanah pertanian, rumah-rumah dan pekarangannya,
dari pembagian warisan danpembelian-pembelian.9
C. Sistem Mata Pencaharian Hidup/Perekonomian
Selain sumber penghidupan yang berasal dari pekerjaan-pekerjaan
kepegawaian, pertukangan, dan perdagangan, bertani adalah merupakan salah
satu mata pencaharian hidup dari sebagian masyarakat orang jawa di desa
Pituruh. Di dalam melakukan pekerjaan pertanian ini, di antara mereka ada yang
menggarap tanah pertaniannya untuk dibuat kebun kering (tegalan), terutama

9 Koentjaraningrat, Manusia dan kebudayaan di Indonesia, Djembatan,


cetakan ke-20, hlm. 345
T r a d i s i d e s a P i t u r u h K a b u p a t e n P u r w o r e j o | 13

mereka yang hidup di daerah pegunungan, sedangkan yang lain, yaitu yang
bertempat tinggal di daerah-daerah yang lebih rendah mengolah tanah-tanah
pertanian tersebut guna dijadikan sawah. Biasanya di samping tanaman padi,
beberapa jenis tanaman palawija juga ditumbuhkan baik sebagai tanaman utama
di tegalan maupun sebagai tanaman penyela di sawah pada waktu-waktu musim
kemarau di mana air sangat kurang untuk pengairan sawah-sawah itu, seperti
ketela pohon, jagung, ketela rambat, kedelai, kacang tanah, kacang tunggak, dan
lain-lain.
Pada mulanya tanah sawah digarap dan diolah oleh satu orang atau lebih
dari tanah itu ada yang dibuat bertingkat-tingkat atau datar saja dengan diberi
pematang sebagai penahan air. Pada mulanya tanah digarap dengan di bajak.
Gunanya adalah untuk membalik tanah sehingga dapat lebih mudah ditugali,
yaitu pekerjaan yang menghancurkan tanah dengan cangkul. Setelah kedua
proses penggarapan ini selesai, tanah didiamkan selama satu minggu, kemudian
baru diolah dengan garu. Maksudnya agar supaya tanah menjadi lunak dan
lumat. Dalam hal ini seluruhnya dibantu oleh pengairan. Setelah selesai digaru,
lalu diberi pupuk, ialah pupuk hijau dan juga pupuk kandang. Pupuk hijau terdiri
dari daun-daun pohon karang kitri. Sedangkan pupk kandang adalah kotoran
hewan sapi, kerbau, kuda atau kambing yang berasal dari kandang. Sesudah
diberi pupuk, tanah sawah dibiarkan lagi selama satu minggu sambil digenangi
air. Sebagai usaha pengolahannya yang terakhir, sawah sekali lagi dibajak supaya
dengan demikian semua lapisannya digenangi air dan terkena pupuk, kemudian
sekali lagi digaru. Akhirnya barulah tanah sawah tersebut siap untuk ditanami
padi.
Sebelumnya ditumbuhkan di sawah, bibit padi terlebih dahulu disebarkan
dan disemaikan dalam persemaian padi (pawinihan). Untuk itu butir-butir padi
yang akan dijadikan benih dipilih dahulu. Butir-butir yang dipilih ialah yang
masih dalam keadaan tumbuh atau melekat pada batangnya. Pekerjaan memilih
butir-butir padi bakal bibit ini oleh kalangan masyarakat di desa Pituruh ini
disebut nglinggori. Kemudian batang-batang padi yang berisi butir-butir yang
dipotong adalah sedang, artinya tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua.
Potongan-potongan batang tadi lalu diikat dalam beberapa ikatan (untingan).
Untingan-untingan ini lalu dijemur selama satu hari, kemudian butir-butirnya
digali dan dimasukkan ke dalam bakul besar disebut tenggok. Bakul atau tempat
T r a d i s i d e s a P i t u r u h K a b u p a t e n P u r w o r e j o | 14

penyimpanan bibit padi tersebut terus direndam air satu hari satu malam dan
setelah itu di-pep, yaitu ditutup dengan daun pisang sampai dua atau tiga hari.
Selanjutnya kalau sudah tumbuh akar-akarnya, maka bibit padi telah dapat
disebarkan di persemaian. Lamanya benih padi di dalam persemaian ini sampai
bisa dipindah ke sawah, adalah antara 15 sampai 30 hari. Pekerjaan pemindahan
tunas batang padi di sini dinamakan nguriti atau ndaut. 10
D. Sistem Pengetahuan
Salah satu bentuk sistem pengetahuan yanga ada, berkembang, dan masih
ada hingga saat ini, adalah bentuk penanggalan atau kalender. Bentuk kalender
Jawa menurut kami, adalah salah satu bentuk pengetahuan yang maju dan unik
yang berhasil diciptakan oleh para masyarakat Jawa kuno, karena penciptaanya
yang terpengaruh unsur budaya islam, Hindu-Budha, Jawa Kuno, dan bahkan
sedikit budaya barat. Namun tetap dipertahankan penggunaanya hingga saat ini,
walaupun penggunaanya yang cukup rumit, tetapi kalender Jawa lebih lengkap
dalam menggambarkan penanggalan, karena di dalamnya berpadu dua sistem
penanggalan, baik penanggalan berdasarkan sistem matahari (sonar/syamsiah)
dan juga penanggalan berdasarkan perputaran bulan (lunar/komariah).
Pada sistem kalender Jawa, terdapat dua siklus hari yaitu siklus 7 hari seperti
yang kita kenal saat ini, dan sistem panacawara yang mengenal 5 hari pasaran.
Sejarah penggunaan kalender Jawa baru ini, dimulai pada tahun 1625, dimana
pada saat itu, sultan agung, raja kerajaan mataram, yang sedang berusaha
menytebarkan agama islam di pulau Jawa, mengeluarkan dekrit agar wilayah
kekuasaanya menggunakan sistem kalender hijriah, namun angka tahun hijriah
tidak digunakan demi asas kesinambungan. Sehingga pada saat itu adalah tahun
1025 hijriah, namun tetap menggunakan tahun saka, yaitu tahun 1547.
Dalam sistem kalender Jawa pun, terdapat dua versi nama-nama bulan, yaitu
nama bulan dalam kalender Jawa matahari, dan kalender Jawa bulan. Nama-
nama bulan dalam sistem kalender Jawa komariah (bulan) diantaranya adalah
suro, sapar, mulud, bakdamulud, jumadilawal, jumadil akhir, rejeb, ruwah, poso,
sawal, sela, dan dulkijah. Namun, pada tahun 1855 M, karena sistem penanggalan
komariah dianggap tidak cocok dijadikan patokan petani dalam menentukan masa
bercocok tanam, maka Sri Paduka Mangkunegaran IV mengesahkan sistem

10 Ibid hlm. 335


T r a d i s i d e s a P i t u r u h K a b u p a t e n P u r w o r e j o | 15

kalender berdasarkan sistem matahari. Dalam kalender matahari pun terdapat dua
belas bulan.11
E. Sistem Peralatan dan Teknologi
Sebagai suatu kebudayaan, suku Jawa tentu memiliki peralatan dan
perlengkapan hidup yang khas diantaranya yang paling menonjol adalah dalam
segi bangunan. Masyarakat yang bertempat tinggal di daerah Jawa memiliki ciri
sendiri dalam bangunan mereka, khususnya rumah tinggal. Ada beberapa jenis
rumah yang dikenal oleh masyarakat suku Jawa, diantaranya adalah rumah
limasan, rumah joglo, dan rumah serotong. Rumah limasan, adalah rumah yang
paling umum ditemui di daerah Jawa, karena rumah ini merupakan rumah yang
dihunu oleh golongan rakyat jelata. Sedangkan rumah Joglo, umumnya dimiliki
sebagai tempat tinggal para kaum bangsawan, misalnya saja para kerabat keraton.
Umumnya rumah di daerah Jawa menggunakan bahan batang bambu, glugu
(batang pohon nyiur), dan kayu jati sebagai kerangka atau pondasi rumah.
Sedangkan untuk dindingnya, umum digunakan gedek atau anyaman dari bilik
bambu, walaupun sekarang, seiring dengan perkembangan zaman, banyak juga
yang telah menggunakan dinding dari tembok. Atap pada umumnya terbuat dari
anyaman kelapa kering (blarak) dan banyak juga yang menggunakan genting. 12
F. Sistem Kesenian
Kesenian yang terdapat dalam kebudayaan Jawa sangat beraneka ragam,
mulai dari tari-tarian, lagu daerah, wayang orang, dan juga wayang kulit, serta
masih ada berbagai macam kesenian lainya. Yang pertama adalah tari-tarian.
Dalam bahasa Jawa, tari disebut dengan kata beksa yang berasal dari kata
ambeg dan esa kata tersebut mempunyai maksud dan pengertian bahwa
orang yang akan menari haruslah benar-benar menuju satu tujuan, yaitu
meyerahkan seluruh jiwanya pada tarian. Seni tari di Jawa sendiri mengalami
kejayaan pada masa kerajaan kediri, singasari, dan majapahit. Pada masa
sekarang ini, kota surakarta dianggap sebagai pusat seni tari, terutama di Keraton
Surakarta dan Pura Mangkunegaran.13

11 https://pemulungelitd19kk.wordpress.com/2013/09/30/kebudayaan-
masyarakat-jawa/

12 Ibid

13 Ibid
T r a d i s i d e s a P i t u r u h K a b u p a t e n P u r w o r e j o | 16

Tari Dolalak
Tarian yang paling terkenal di desa Pituruh dan khususnya di kabupaten
Purworejo adalah tari Dolalak. Tarian ini dipentaskan oleh beberapa penari
yang mengenakan kostum ala parjurit Belanda atau Prancis tempo dulu, dan
diiringi oleh alat musik seperti kentrung, rebana, kendang, kencer, dll.
Menurut legenda, tarian ini terinspirasi dari semangat perjuangan perang
rakyat aceh yang kemudian meluas ke daerah lain di nusantara. Kedua,
adalah berbagai macam kesenian rakyat yang dikenal di masyarakat Jawa,
baik Jawa Tengah maupun Jawa Timur.

Selain kesenian yang berbentuk tarian, masyarakat Pituruh pun memiliki


kesenian dalam bentuk lain, misalnya saja dalam seni musik. Baik berbentuk alat
musik khas daerah, maupun berbentuk lagu-lagu daerah. Alat musik yang khas,
dan tentu saja paling terkenal dari Pituruh adalah gamelan Jawa. Gamelan Jawa
ini memiliki bentuk gamelan yang berbeda dengan Gamelan Bali ataupun
Gamelan Sunda. Gamelan Jawa memiliki nada yang lebih lembut dan slow,
berbeda dengan Gamelan Bali yang rancak dan Gamelan Sunda yang sangat
mendayu-dayu dan didominasi suara seruling. Perbedaan itu wajar, karena Jawa
memiliki pandanganhidup tersendiri yang diungkapkan dalam irama musik
gamelannya. Satu set gamelan biasanya terdiri dari Kendang, Saron, Bonang,
Slentem, Gambang, Gong, Kempul, Kenong, Ketug, Clempung, Keprak, dan
Bedug. Gamelan Jawa sendiri memiliki dua jenis yaitu Gamelan Salendro dan
Gamelan Pelog. Gamelan salendro biasa digunakan untuk mengiringipertunj ukan
wayang, tari, kliningan, jaipongan dan lain- lain. Sedangkan Gamelan pelog
fungsinya hampir sama dengan gamelansalendro, hanya kurang begitu
berkembang dan kurangakrab di masyarakat dan jarang dimiliki oleh grup-grup
kesenian di masyarakat.

G. Sistem Bahasa
Bahasa Jawa, sebagai bahasa ibu dan bahasa pergaulan sehari-hari
masyarakat desa Pituruh, ternyata di dalamnya pun dikenal berbagai macam
tingkatan dan undhak-undhuk basa. Sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu asing,
mengingat beberapa bahas lain yang berada dalam rumpun austronesia pun
dikenal undhak-undhuk dalam berbahasa. Terdapat tiga bentuk utama tingkatan
variasi bahasa Jawa, yaitu ngoko kasar, madya biasa, dan krama halus.
T r a d i s i d e s a P i t u r u h K a b u p a t e n P u r w o r e j o | 17

Namun , pada tingkat yang lebih spesifik lagi, terdapat 7 (tujuh) tingkatan dalam
berbahasa Jawa, diantaranya: ngoko, ngoko andhap, madhya, madhyantara,
kromo, kromo inggil, bagongan, kedhaton. Di antara masing-masing bentuk ini
terdapat bentuk penghormatan (ngajengake, honorific) dan perendahan
(ngasorake, humilific). Seseorang dapat berubah-ubah registernya pada suatu saat
tergantung status yang bersangkutan dan lawan bicara. Status bisa ditentukan
oleh usia, posisi sosial, atau hal-hal lain. Seorang anak yang bercakap-cakap
dengan sebayanya akan berbicara dengan varian ngoko, namun ketika bercakap
dengan orang tuanya akan menggunakan krama andhap dan krama inggil. Sistem
semacam ini terutama dipakai di Surakarta, Yogyakarta, dan Madiun. Dialek
lainnya cenderung kurang memegang erat tata-tertib berbahasa semacam ini. 14

Selain undhak-undhuk atau tingkatan bahasa, dikenal juga dialek yang


berbeda-beda diantara orang-orang Jawa itu sendiri.

Kesimpulan

Desa sebagai tempat kediaman yang tetap pada masyarakat orang jawa, di daerah
pedalaman, adalah suatu wilayah hukum yang sekaligus menjadi pusat pemerintahan
tingkat daerah paling rendah. Secara administratif desa langsung berada di bawah
kekuasaan pemerintah kecamatan dan terdiri dari dukuh-dukuh. Tiap-tiap wilayah wilayah
bagian desa ini diketuai oleh seorang kepala desa atau dukuh. Desa Pituruh, Kecamatan
Pituruh, Kabupaten Purworejo adalah sebuah desa disebuah kabupaten kecil di Jawa
Tengah. Secara Historis maupun ditinjau dari Epistimologis, nama Pituruh berasal dari

14 Ibid
T r a d i s i d e s a P i t u r u h K a b u p a t e n P u r w o r e j o | 18

kehebatan (tokoh linuwih) Tujuh Roh (7 Leluhur) yang cikal bakal di desa tersebut yang
berdomisili di tujuh pedukuhan. Ketujuh linuwih tersebut diyakini oleh warga adalah
kaum bangsawan dari Kerajaan Majapahit. Beliau diyakini sebagai para pengikut setia
dari Raja Majapahit (Raden Damarwulan). Seperti diketahui, dalam budaya Jawa ada
ungkapan Ilang sirno kertaning bumi, yang merujuk pada tahun 1400 M telah terjadi
peristiwa besar yang menyebabkan satu kerajaan terbesar di Jawa (tepatnya di Jawa
Timur) mengalami keruntuhan.

A. Sistem kepercayaan atau Religi


Keyakinan atau kepercayaan adalah suatu sikap yang ditunjukkan oleh manusia saat
ia merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai kebenaran.
1. Upacara kematian
a. Pemberitahuan atau Berita Lelayu
b. Upacara Brobosan
c. Upacara Talqin Mayit
d. Upacara Tahlilan
2. Ziarah Kubur (nyekar)
3. Upacara Nyadran
4. Selamatan atau Tasyakuran
5. Yasinan Ibu-ibu
6. Berzanjen, Dibaan, Burdahan, dan Manakiban
7. Pengajian
8. Kelahiran
a. Upacara Adat Barokahan
b. Upacara Adat Sepasaran atau Pupuk Pusar
c. Upacara Adat Selapan
d. Upacara Adat Mudhun Siti
9. Pernikahan
a. Ngelamar atau Peminangan
b. Nontoni
c. Upacara Asok-Tukon
d. Upacara ijab qabul atau akad nikah
B. Sistem Kemasyarakatan
Di dalam kenyataan hidup masyarakat orang jawa, orang masih
membeda-bedakan antara orang priyayi yang terdiri dari dari pegawai negeri dan
kaum terpelajar dengan orang kebanyakan yang disebut wong cilik, seperti
petani-petani, tukang-tukang, dan pekerja kasar lainnya, di samping keluarga
kraton dan keturunan bangsawan atau bendara-bendara. Dalam kerangka
susunan masyarakat ini, secara bertingkat yang berdasarkan atas gensi-gensi itu,
kaum priyayi dan bendara merupakan lapisan atas, sedangkan wong cilik menjadi
lapisan masyarakat bawah.
C. Sistem Mata Pencaharian
T r a d i s i d e s a P i t u r u h K a b u p a t e n P u r w o r e j o | 19

Selain sumber penghidupan yang berasal dari pekerjaan-pekerjaan


kepegawaian, pertukangan, dan perdagangan, bertani adalah merupakan salah
satu mata pencaharian hidup dari sebagian masyarakat orang jawa di desa
Pituruh. Di dalam melakukan pekerjaan pertanian ini, di antara mereka ada yang
menggarap tanah pertaniannya untuk dibuat kebun kering (tegalan), terutama
mereka yang hidup di daerah pegunungan, sedangkan yang lain, yaitu yang
bertempat tinggal di daerah-daerah yang lebih rendah mengolah tanah-tanah
pertanian tersebut guna dijadikan sawah.
D. Sistem Pengetahuan
Salah satu bentuk sistem pengetahuan yanga ada, berkembang, dan masih
ada hingga saat ini, adalah bentuk penanggalan atau kalender. Bentuk kalender
Jawa menurut kami, adalah salah satu bentuk pengetahuan yang maju dan unik
yang berhasil diciptakan oleh para masyarakat Jawa kuno, karena penciptaanya
yang terpengaruh unsur budaya islam, Hindu-Budha, Jawa Kuno, dan bahkan
sedikit budaya barat.

E. Sistem Peralatan dan Teknologi


Sebagai suatu kebudayaan, suku Jawa tentu memiliki peralatan dan
perlengkapan hidup yang khas diantaranya yang paling menonjol adalah dalam
segi bangunan.
F. Sistem Kesenian
Kesenian yang terdapat dalam kebudayaan Jawa sangat beraneka ragam,
mulai dari tari-tarian, lagu daerah, wayang orang, dan juga wayang kulit, serta
masih ada berbagai macam kesenian lainya.
G. Sistem Bahasa
Bahasa Jawa, sebagai bahasa ibu dan bahasa pergaulan sehari-hari
masyarakat desa Pituruh, ternyata di dalamnya pun dikenal berbagai macam
tingkatan dan undhak-undhuk basa. Sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu asing,
mengingat beberapa bahas lain yang berada dalam rumpun austronesia pun
dikenal undhak-undhuk dalam berbahasa.
T r a d i s i d e s a P i t u r u h K a b u p a t e n P u r w o r e j o | 20

Anda mungkin juga menyukai