Anda di halaman 1dari 2

TATA CARA ZIARAH MAKAM WALI ALLAH / SHOLIHIN

Nabi SAW bersabda,


Barang siapa berziarah ke makamku, niscaya aku akan memberinya syafaatku.
Wahai yang terbaik di antara para penghuni kubur
Wahai kau, yang keharumannya membubung luhur
Menuju ketinggian dan menukik menyentuh kedalaman,
Mungkinkah aku jadi tebusan bagi makam yang kautinggali,
Yang di dalamnya ada kemurnian, karunia, dan kemurahan hati!
(sebuah puisi Arab Badui di makam Nabi SAW)

Untuk dapat melakukan ziarah dengan baik, perlu diperhatikan adab yang benar, agar tercapai tujuan yang semestinya, dan tidak meleset
arahnya. Pastikan bahwa kita benar-benar sedang mengarah hanya pada apa-apa yang disukai dan diridai Allah SWT, jangan pada arah
yang tidak jelas. Bahwa berziarah kepada para awliya atau pun para kekasih Allah SWTapalagi yang merupakan sahabat Nabi SAW,
ataupun umumnya para wali, merupakan perkara yang sangat dianjurkan, dan seyogyanya begitu rupa kita pentingkan. Rasulullah SAW
sendiri nyata-nyata mengunjungi makam sahabat-sahabat beliau, yang merupakan awliya itu, di Baqi' al-Gharqad, mendoakan ampunan
Allah SWT bagi sahabat-sahabat beliau. Demikian juga beliau berziarah ke Uhud. Bahkan suatu ketika Rasulullah SAW juga menyapa
suatu makam orang kafir,
Betul nggak janji-janji Allah SWT yang aku disuruh menyampaikannya kepadamu? Ancaman-ancamannya sudah kamu jumpai sekarang
kan?

Para sahabat lalu bertanya, Apakah mereka dapat mendengar sapaanmu itu yaa Rasulallah SAW? Rasulullah SAW menjawab, Mereka
mendengar, namun (karena kafirnya di dunia dahulu, kini mereka sibuk dengan penderitaan yang sedang melilit dirinya di dalam kubur)
tak mampu lagi menjawab sebagaimana mestinya.
Nah, kalau orang kafir saja mendengar, walaupun tak berdaya menjawab, bagaimana halnya dengan orang mukmin? Bagaimana dengan
orang saleh? Bagaimana dengan awliya? Bagaimana dengan para Syuhada? Bagaimana dengan Anbiya'? Bagaimana dengan sahabat-
sahabat Nabi SAW yang mereka merupakan suluh bagi kita untuk dapat meraih petunjuk Allah SWT yang kita cari, dan yang sangat kita
perlukan? Yang demikian ini sudah jelas terungkap dalam riwayat dan hadits yang shahih.
Hal-hal yang sepatutnya menjadi tujuan ziarah ke makam para wali, atau pun orang-orang alim adalah agar kita menjadi semakin dekat
(qarib/taqarrub) kepada Allah SWT itu sendiri. Kedua adalah agar kita berdoa dengan tulus, dan bersungguh-sungguh untuk beliau;
karena sesungguhnya Allah SWT telah menganugerahi suatu bentuk berkah yang berlimpah kepada beliau; dan karena lubernya berkah
itu, semoga terlimpah kembali kepada para peziarah dan keluarganya; yaitu dalam bentuk dan takaran rahmat yang semakin melimpah
ruah.

Yang sepatutnya dilakukan olah para peziarah adalah mengambil posisi berhadapan muka dengan yang diziarahi. Dalam jarak yang cukup
dekat namun penuh hormat. Menyampaikan salam dengan sikap yang sopan, khusyuk, merunduk, memandang ke bumi dangan teduh,
serta menghormati pribadi yang diziarahi, seraya menanggalkan aneka macam kesadaran diri yang ada. Imajinasikan seolah-olah kita
sedang menatap muka beliau, dan sorot mata beliau pun seolah-olah menatap kita. Hati meliput cakrawala keluhuran martabat maupun
asrar (rahasia rohaniah) yang dilimpahkan Allah SWT pada beliau; pada keluhuran kewalian beliau; pada aspek kedekatan beliau dengan
Allah SWT dan lantaran ketaatan beliau kepada-Nya yang telah mendatangkan limpahan wacana Rabbaniyah pada diri beliau itu.
Lakukan hal ini dengan khidmat. Kalbu atau pun bashirah (mata batin) peziarah seharusnya terus-menerus dan semakin cermat menyadari
dengan sungguh-sungguh bahwa betapa dangkal dan tumpulnya upaya diri kita untuk meraih taraf "kasih" Allah SWT seperti yang telah
beliau peroleh itu. Maka tumbuhkanlah sendiri suatu nuansa kesadaran diri untuk mulai semakin bersungguh-sungguh untuk taat kepada
Allah SWT; dengan meniru beliau yang sedang diziarahi itu, dan agar memperoleh pencerahan dari beliau.
Inilah nikmatnya berziarah yang dapat ditempuh untuk dapat lebih bergegas-gegas lagi menuju Allah SWT; bangunkan sendiri garis lurus
dalam alam sadar (conscious) kita suatu energi gaib (di dalam kalbu) seraya mengelakkan diri dari pesona; magnitude; maupun tarikan
kuat "selera duniawi".

Ketahuilah, sesungguhnya getaran selera dangkal, atau duniawi itulah yang membutakan "bashirah", dan menghalangi suatu kedekatan
antara kita dengan Allah SWT, atau pun dengan citra diri yang baik, dan itu jugalah yang tak henti-hentinya membuat kita berputar-putar
secara tak berkeputusan.
Hendaknya peziarah memandang diri sendiri dengan mata hatinya; betapa sesungguhnya dengan ziarah itu berarti Allah SWT sedang
bermurah hati menjadikan dirinya semakin mendekati seorang wali tertentu, dan bahwa dirinya mulai bersedia menyandang perilaku
(akhlak) para kekasih-Allah SWT itu; bahwa ia semakin mantap dalam berpegangan kepada model panutan, serta jalan hidup yang benar,
dan penuh kesungguhan menuju Allah SWT, seperti yang dilakukan beliau-beliau para awlia itu. Dan agar dapat mencapai martabat
kehambaan yang hakiki di sisi Allah SWT, seperti yang saat ini menjadi reputasi beliau-beliau para wali itu.

Namun betapa kenyataan sehari-hari yang dijalani para peziarah justru mendepak kembali peluang, dan kondisi yang dihadapkan oleh
Allah SWT itu menjadi hanya selintas maya. Jika memang demikian, seharusnya peziarah mulai membayangkan seolah-olah dirinya sedang
hadir di hari kiamat, atau pun di hari kebangkitan.
Saat itu para awliya yang bangkit dari makamnya itu pun dalam tampilan atau citra yang cerah dan penuh keriangan karena menyandang
rida Allah SWT dari sebab perilaku yang beliau-beliau lakukan di dunia dahulu dengan penuh ketaatan di samping keterkaitannya yang
intens bersama Rasulullah SAW. Beliau-beliau mengendarai kereta cahaya yang menggambarkan karamah beliau, seraya dipayungi oleh
para malaikat dengan payung yang gemerlap, yang berawal dari amalan-amalan salehnya. Di atas kepala beliau-beliau bertemaram cahaya
tiara, sedemikian teduh, dan dapat kita jadikan tambatan yang dapat menyaput derita para pendosa, atau pun orang-orang yang berbekal
ketaatan, namun lantaran pengejarannya di dunia ini atas syahwat yang tak berkeputusan, dapat menjungkalkan yang bersangkutan ke
derita kubur. Orang-orang seperti itu kini sedang melolong dalam tujuannya dan kebingungannya. Penuh ketakutan dan bersimbah peluh
yang telah menenggelamkan dirinya dalam nestapa, seraya makin tak tahu apa yang bisa diperbuatnya.
Yakinkanlah dirimu wahai peziarah, jangan sampai kelak akan mengalami yang demikian itu. Maka bangkitkan rohanimu, jangan lagi
berlalai-lalai, berdukalah sekarang, menangislah saat ini, jangan nanti. Dan mulailah berdoa untuk kedua perspektifmu; di dunia ini,
terutama di akhirat nanti. Mohonlah agar Allah SWT yang Rahim membenahi dirimu dengan mengkaruniakan Tawfiq kepadamu, seperti
halnya menjadi karunia Allah SWT bagi orang-orang saleh. Bacalah ayat-ayat al-Qur'an, perbanyak doa, istighfar, penyadaran diri kepada
Allah SWT yang semakin sungguh-sungguh dan penuh harap. Tentramkan dirimu bersama awliya, anbiya, atau sahabat, dan merasakan
cukup bersamanya sajalah, jika yang demikian ini dapat kita persembahkan kepada Allah SWT niscaya Dia makin melimpahkan rahmat,
dan semakin berkenan mengijabahkan doamu.
Ketahuilah hanya dengan bersungguh-sungguh, orang akan mendapatkannya dan yang beruntung meraih pintu Sang Pemurah, pasti tak
akan kandas dari segala apa yang menjadi maksud dan tujuannya. Oleh karena itu hindarilah kecondongan hati yang tak bersungguh-
sungguh melalui ziarahmu kepada orang saleh.
Berziarahlah dalam kekhusyukan, dalam taqarrub kepada Allah SWT. Janganlah karena pertimbangan membutuhkan pengakuan orang,
dan jangan pula supaya terkesan sebagai orang saleh, malah nanti akan menjadi tambahan puing petaka rohanimu saja.
Hindarilah dari bercakap yang tidak baik, atau pun tak senonoh, atau pun yang tak jelas perlu dan manfaatnya, di haribaan makam orang
saleh. Sebab hal itu dapat menimbulkan murka Allah SWT, dapat menimbulkan "gelo" (kekecewaanJawa) atau pun kedukaan orang
saleh itu sendiri, dan sekiranya malah akan menghampirkan dirimu sendiri kepada kehancuran secara tidak kita sadari. Sekali lagi elakkan
yang demikian ini.
Poin utama dalam ziarah adalah menggerakkan zikir, selawat, baca ayat al-Qur'an, sepenuh jiwa dan raga.
Hanya Allah SWT saja yang dapat menunjukkan kita ke jalan yang benar dan membahagiakan. Maka kita bersandar, bertumpu, dan
berserah diri ke jalan-Nya. Selawat dan salam semoga makin terlimpah kepada Rasulullah SAW, pegangan kita hingga hari pembalasan
kelak. La hawla wala quwwata illa billahil aliyyil azhiim.

Adab Ziarah
Mengucapkan Salam (yang dipuisikan oleh Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad) kepada
Arwah yang diziarahi, seraya menghadap ke Hadirat Allah SWT dengan sepenuh hati:
Salaamullah yaa Saadah Minarrahmaan yaghsyaakum
(diulang di antara bait-bait berikut:)
Ibaadallah jinaakum qaashadnaakum thalabnaakum
Tuinuunaa tughiitsuunaa bihimmatikum wajadwaakum
Fah-buunaa wa uthuuna athaayaakum hadaa yaakum
Falaa Khayyabtumuu zhannii fahasyaakum wahaasyaakum
Saidnaa idz atainaakum wafuznaa hiina zurnaakum
Faquumuu wasyfauu fiinaa ilar-rahmaan mawlakum
`Asaa nuhzhaa asaa nu`thaa mazaayaa min mazaayaakum
`Asaa Nazhrah `asaa rahmah taghsyaanaa wataghsyaakum
Salaamullah hayyaakum waaynullaah taraakum
Washallallahu Mawlaana wasallama maa ataynaakum
Alal Mukhtaari syaafiinaa wamunqi dzinaa wa iyyaakum

Anda mungkin juga menyukai