Anda di halaman 1dari 9

BUDAYA SEBAGAI KONTEKS PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN,

MENGGALI NILAI-NLAI PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM RAMPANAN


KAPA’/BASSE SITUKA’

Aksel Taulangi

Institut Agama Kristen Negeri Toraja

akseltaulangi2@gmail.com

Abstrak: Tulisan ini bertujuan untuk memamparkan nilai-nilai Pendidikan Agama Kristen
dalam Budaya rampanan kappa/Basse Situka’. Tulisan ini menggambarkan bagaimana
masyarakat Toraja memaknai injil dalam kebudayaannya yang tetap di lestarika hingga saat ini,
sebagai hasil dari proses dengan injil yang mereka terima khususnya dalam budaya rampanan
kappa/basse situka, sehingga terjadi proses kontekstualisasi nilai-ilai PAK di dalamnya.

Keywords: Budaya, Nilai-nilai PAK, kontekstualisasi, rampanan kapa’/basse situka’

1. Latar Belakang
Berbicara mengenai Pendidikan Agama Kristen tentunya tidak akan lepas dari
Nilai-nilai Kristen karena Pendidikan Agama Kristen berakar dari nilai-nilai Kristen yang
ditrussampaikan melalui sebuah pendidikan atau dengan kata lain Injil adalah Pendidikan
Agama Kristen itu sendiri. Sejarah perkembangan Agama Kristen dari masa kemasa tidak
dapat dilepaskan dari sebuah pergumulan dengan kebudayaan. Hal tersebut menuntut injil
menempatkan dirinya secara tepat dan benar sehingga tidak tertolak oleh kebudayaan
yang ada dan sbaliknya tidak meghapuskan sebuah kebudayaan yang telah berakar kuat
dalam suatu kelompok masyarakat, melainkan melaukan sebauah kontekstualisasi,
sehingga injil dan kebudayaan tidak saling bertentangan. Demikian jugalah dengan
pelaksanaan Pendidikan Agama Krissten. Salah satu usaha kontekstualiasai tersebuat
adalahy usaha untuk menggalai nilai-nilai Pendidikan Agama Kristen dalam sebuah
kebudayaan dimana Injil berada.
Dalam perkembangannnya Injil telah sampai Di Indonesia dan menyebar di
berbagai wilayah, salah satunya adalah wilayah Toraja. Masayarakat Toraja adalah
masyarakat yang dikenal dengan kebuayaan, Aluk, dan Adatnya. Kehidupan dan budaya
orang Toraja tersebut menggambarkan kualitas berfikir dan kualitas hidup mereka.
1
Dalam kebudayaan masyarakat Toraja dikenal dua rambu yakni rambu Tuka dan rambu
solo’. Pada tulisan ini lebih husus akan membahas mengenai acara pernikahan
(rampanan kapa’/Basse Situka’) dalam rambu tuka’ yang masih tetap dipelihara oleh
masyarakat Toraja. Seiring dengan perkembangan globalisasi masyarakat Toraja sudah
dominan menjadi Kristen dan memeluk agama Kristen secara khusus dalam masyarakat
bahkan mereka sudah dominan memeluk agama Kristen. Akan tetapi seluruh rangkaian
kehidupan mereka justru sangat kental dengan kebudayaan bahkan sebagian dari
kehidupan mereka masih dipengaruhi oleh kebudayaan, dalam masyarakat Kristen Sudah
notabene menjadi Kristen sampai pada saat ini akan tetapi dalam menjalani kehidupannya
mereka masih ikut dalam memaknai kebudayaaan. Idealnya orang Kristen itu
menjadikan Alkitab sebagai buku Panduan atau pedoman sebagai petunjuk dalam
menjalani dalam memaknai kebudayaan.
Masyarakat Toraja yang identik dengan kebudayaanya harus mentransformasi
nilai budaya kedalam nilai-nilai Injil yang telah mereka terima. Manusia manusia adalh
makhluk yang berbudaya, oleh karena itu manusia tidak akan pernah dilepaskan dari
kebudayaannya. Acara pernikahan adalah salah satu contoh dimana masyarakat toraja
mentransformasi nilai-nilai yang dipercayai kedalam nilai-nilai injil atau PAK yang
diterima.
a. Tujuan

tulisan in bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai Pak yang terkandung dalam


budaya rampanan kapa’/basse situka!

b. Manfaat
Tulisan ini bermanfaat bagi pembaca khususnya masyarakat toraja yang
menerima Injil agar memahmi Nilai-nilia PAK yang terkandung dalam rampanan
kapa’/basse situka’. Sehingga mereka tetap mempertahankan budaya di tengah
iman Kristen yang diyakinimnya.
2. Pembahasan
1
Rannu Sanderan, “Heuristika Dalam Pendidikan Karakter Manusia Toraja Tradisional,” Jurnal Pendidikan Dan
Pendidikan Kristen Konstektual 3, No. 2 (2020): 306, https://www.jurnalbia.com/index.php/bia/article/view/213.
a. Rampanan Kapa’/Basse Situka’

Rampanan kapa’/basse situka’ merupakan sebuah Aluk dan bukan merupakan


adat dalam kebudayaan masyarakat Toraja.2hal ini juga sama seperti yang diungkapkan
oleh salah satu narasumber, yang mengatakan bahwa rampanan kapa’/basse situka’
merupakan Aluk pertama yang diturunkan oleh Puang Matua dari langit (Yosep S. A.
2022).

kata Basse berarti janji sedangkan kata Situka’ berarti Bertukar. basse situka’
memiliki makna pertukaran orang tua kedua mempelai yang melangsungkan pernikahan.
Dalam hal ini mempelai perempuan telah menjadikan orang tua dari mempelai laki-laki
sebagai orang tuanya, dan sebaliknya mempelai laki-laki menjadikan orang tua dari
mempelai permpuan sebagai orang tuanya (Sura’, 2022).

Rampanan Kapa’ terdiri dari dua suku kata yang masing masing memiliki arti dan
makna.Kata Rampanan berarti melepaskan. 3Kebanyakan orang mengatakan bahwa kata
kapa’ itu diambil dari makna kapas yang putih, halus dan bersih. ini menunjukkan bahwa
pernikahan dalam masyrakat Toraja itu adala sesuatu yang bersih dan suci (Pong Reski,
2022). Namun, ketika membandingkannya dengan pendapat Kobong yang mengatakan
bahwa kapa’ ialah suatu perjanjian yang diadakan dalam suatu peresmian perkawinan
bahwa bila terjadi perceraian maka pihak yang bersangkutan harus membayar denda
kepada pihak yang tidak bersalah. Jumlah kapa’ itu ditentukan oleh lapisan sosial atau
tana’ untuk bangsawan Tinggi (tana’ bulaan) jumlahnya 24 ekor kerbau, bangsawan
menegah (tana’ bassi) enam ekor kerbau, orang merdeka (tana’ karurung) dua ekor
kerbau, golongan hamba (tana’ kua-kua) seekor babi betina (doko).4

Menurut Kobong mengatakan bahwa aturan perkawinan itu sudah ditentukan dari
langit. Hal itu terjadi ketika Usuk sangbamban dengan Simbolong manik dan Puang
matua dengan Arrang Dibatu mau menikah. Hal itu juga nyata ketika Puang Matua
menikahkan nenek dari manusia (Datu Lalukku’) dengan Totabang Tua di langit sebagai
Prototipe pernikahan manusia di bumi.5 Dalam perkawinan masyarakat Toraja aturan itu
2
Th. Kobong. Aluk, Adat dan Kebudayaan Toraja, (Toraja: Pubang-Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja, 1992). 29
3
A. K. Sampe Asang dan Lian Membali Bethony, Tana’ Dalam Rampanan Kapa’, Kinaa, Vol. IV, Desember 2018. 2
4
Th. Kobong, Op.cit. 32
5
Ibid.
mengikat strata sosial. kalangan bangsawan dilarang menikah dengan kalangan
masyarakat yang strata sosilanya rendah. hal ini juga di ungkapkan oleh salah satu
narasumber yang mengatakan bahwa apabila hal itu terjadi maka orang melakukan
pernikahan itu biasanya diasingkan dari keluarga karena memang kelurga tidak pernah
merestuinya (Sura, 2022).

Menurut Sura’ salah satu narasumber penulis mengatakan bahwa dalam upacara
pernikahan orang Toraja terdapat tingkatan, hal ini juga diungkapkan oleh Kobong dalam
bukunya yang berjudul Aluk, Adat dan kebudayaan dalam perjumpaanya dengan Injil
yakni sebagai berikut:6

 Upacara Bo’bo’ bannang (bo’bo’=nasi, bannang= benang)


yaitu upacara perkawinan yang sederhana. perkawinan yang dilaksanakan
pada malam hari (rampo bongi). pada waktu malam pengantin laki-laki ditemani
beberapa orang, tidak ada boleh diantara mereka yang namanya negatif,
jumlahnya harus genap datang ke rumah pihak wanita. disana diadakan acara
makan malam yang lauknya ikan-ikan saja. setelah makan bersama upaca
perkawinan seselsai.
 perkawinan yang dinamakan rampo karoen

yaitu perkawinan yang dilaksanakan pada waktu sore hari. pada


kesempatan itu diadakan tanya jawab dalam bentuk pantun antara pihak laki-laki
dengan pihak wanita. juga perjanjian perkawinan yang dinamakan kapa’
ditentukan oleh tokoh adat. seekor babi dan bebrapa ayam dipotong untuk
menjamu para tamu. setelah makan malam upacara selesai.

 perkawinan rampo allo

yaitu perkawinan yang dilaksanakan pad waktu siang. Perkawinan ini


biasanya berlaku di kalangam orang-orang bansawan. dua ekor babi dan ayam
secukupnya dipotong untuk untuk lauk pauk. dalam rangka upaca ini, didahului
dengan peminangan pihak laki-laki kepada pihak perempuan. setelah acara siang
itu, masih ada acara makan malam bersama di rumah laki-laki yang dinamakan

6
Ibid. 33
ma’pasule Barasang. bakul yang telah dikirim oleh pihak perempuan kepada laki-
laki sekarang dikembalikan dengan diisi makanan oleh pihak laki-laki. setelah ini
berlangsung, acar perkawinan seselsai.

Dalam pernikahan masyarakat Toraja jelaslah sering terjadi pelanggaran,


oleh sebabnya pernikahan itu diikat oleh kapa’. adapun pelanggaran-pealnggaran
yang sering terjadi dan penentuan hukumnya (Yosep S. A., 2022) adalah sebagai
berikut:

 Songkan dapo’

Istilah berarti bercerai yang dihukum dengan membayar kapa’ oelh yang
melakukan kesalahan sesuai dengan strata sosial (tana’) yang sudah disepakati
pada saat perkawinan dilangsungkan.

 Bolloan Pato’

Istilah ini berarti memutuskan ikatan pertunangan yang disebut


dipasikampa (saling menunggu). kedua mempelai hanya menunggu waktu
pernikahan, maka yang sengaja membuat pelnggaran dihukum dengan
memabayar kapa’ kepada yang tidak bersalah sesuai dengan tingkat strata sosial
(tana’) dari yang tidak bersalah.

 Unnappa’ daun talinganna

istilah ini berarti orang yang tertangkap basah, maka laki laki membayar
kapa’ kepada permpuan kalau tidak bisa dinikahkan langsung karena perbedaan
kasta atau tidak sesuai dengan nilai tana’ perempuan itu, dan apabila mereka
memiliki kasta yang sama dinikahkan saja.

 Unnesse’ randan dali’

istilah ini berarti laki-laki yang bersinah dengan perempuan yang lebih
tinggi kastnya maka-laki-laki itu, harus dihukum dengan membayar kapa’ sesuai
dengan nilai strata sosial dari perempuan itu.
 Unteka’ Palanduan
Istilah ini berarti seorang laki-laki dari golongan kasta rendah menikah
dengan permpuan bangsawan dan mereka berdua dihukum dengan memutuskan
hubungan keluarga yang didahului upcara korban babi dan ayam.

 Urromok bubun dirangkang

Istilah ini berarti bersinah dengan perempuan janda yang sudah


meninggal suaminya dan belum dilaksankan upacara yang membebaskan
perempuan itu dari suaminya, maka laki-laki harus membayar kapa’ sesuaidengan
nulai starata sosial dari perempuan tersebut. namuntana’, apbila nilai tana’
mereka sama dinikahkan setelah lewat upcara suami perempuan tersebut.7

b. Nilai PAK dalam Rampanan Kapa’/Basse Situka’

Masuknya kekristenan di Masyarakat Toraja menciptakan sebuah kontekstualisasi


antara budaya dengan injil atau PAK, bagamana agar budaya tetap lestari dan hidup
berdampingan dengan injil yang diyakini.

dalam kehidupan masyarakat Toraja upacara rampanan kapa’/basse situka tetap


dilaksanakan hingga sampai pada saat ini dalam berkedampingannya dengan injil.
masyarakat Toraja adalah masyrakat yang meyakini sebuah nilai-nilai yang terkandung
dalam sebuah kebudayaan, khususnya nilai yang mendidik kehidupan. begitu pula dengan
Rampanan kapa’/Basse situka’ tentunya terdapat nilai-nilai yng diyakini mendidik
kehidupan khusunya dalam hal pernikahan.

Kontekstualisasi yang terjadi antara budaya masyarakat Toraja dengan injil,


mengahruskan kita untuk menggali nilai nilai Pendidikan Agama Kristen dalam budaya
rampanan kapa’/basse situka’. Adapun nilai-nilai Pendidikan Agama Kristen yang
Terkandung dalam budaya rampanan kapa’/basse situka adalah sebagai berikut:

 Rampanan kapa’/basse situka’ diyakini sebagai Aluk yang diturunkan oleh puang
Matua sendiri dari langit. Hal tersebut seuai dengan Pendidikan kristen bahwa
Pernikahan datang dari Allah sendiri yang pada mulanya menciptakan laki-laki
dan perempuan untuk saling berdampingan. Pernikahan tersebut terjadi atas
kehendak Allah sendiri (bandingkan dengan Kej. 2:18).
7
A. K. Sampe Asang dan Lian Membali Bethony, Op. Cit. 5
 perceraian dalam rampanan kapa’/basse situka adalah sebuah pelanggaran
terhadap janji pernikahan, oleh sebab itu pernikahan tersebut diikat oleh sebuah
kapa’. Hal tersebut menjadi relevan dengan Pendidikan Kristen bahwa apa yang
telah dipersatukan oleh allah tidak bisa diceraikan oleh manusia. hal ini
menunjukkan bahwa ketika manusia sudah menikah lalu bercera berarti mereka
telah melawan kehendak dan karya Allah (bandingkan Mat. 19:6)
 Dalam masyarakat Toraja Berzinah merupakan sebuah hal yang tidak wajar
karena melanggar aturan pernikahan oleh sebab itu Kapa’ turut serta dalam
mengatur pelanggaran Tersebut. hal ini relevan dengan Pendidikan kristen yang
melarang berzinah karena berzinah berarti melanggar kekudusan (1 Pet. 1:16),
mengikuti hawa nafsu (Kol. 3: 5), diluar pernikahan (1 Kor. 7:9). Oleh karenaa itu
kapa’ yang mengikat menuntut manusia untuk menegndalikan dirinya. Kehidupan
Yesus mengisahkan pengendalian daging yang dilakukan dengan kerendahan hati
kepada Allah serta kepada manusia.8

Kehadiran PAK tenntunya dapat mkembentuk karakter masyarakat Toraja menjadi


masyarakat yang lebih baik lagi, namun andil budaya dalam membentuk karakter
masyarakat Toraja juga sangat besar, seperti yang dikatakan Rannu Sanderan bahwa
tekanan utama dalam pengembangan karakter secara taradisional berangkat dari nilai
luhur dan kontek budaya local.9

3. Penutup
a. Kesimpulan

Rampanan Kapa’/ Basse Situka’ dalam masyarakat toraja merupakan kebudayaan


yang mengandung nilai-nilai yang mendidik khususnya dalam kehidupan pernikahan.
kebudayaan yang dipegang sebelum kekritenan masuk telah berakar kuat dalam
kehidupan masyarakat Toraja. setelah Kekristenan masuk maka budaya tersebut harus
mngalami kontekstualisasi dengan injil. masyarakat tidak boleh tercabut dari akar budaya
namun juga tidak boleh terpisah dari injil.

8
Rannu Sanderan, “DISIPLIN ASKETISME DAN HARMONI KONTRIBUSI DISIPLIN DIRI BAGI PENEGEMBANGAN DIRI
PENDIDIKAN KRISTEN,” 2021, https://osf.io/frsnz/.
9
Sanderan, “Heuristika Dalam Pendidikan Karakter Manusia Toraja Tradisional,” 318.
setelah digali melalui penelitian, nilai-nilai pendidikan Kristen yang terkandung
dalam rampanan Kapa’ adalah bahwa pernikahan merupakan berasal dari Allah sendiri,
percerain dan zinah merupakan hal yang tidak dikehendaki Allah.

Ketiga hal tersebut merupakan nilai-nilai yang dihidupi dalam rampanan kapa’
sehingga pernikahan tersebut terikat oleh Kapa’. hal ini merupakan nilai nilai yang
dikandung dalam Pendidikan Agama Kristen.

Pendidikan Agama Kristen atau Pendidikan Iman sejatinya bhukan satu-satunya


diperoleh melalui pendekatan sekolah formal. Fakta adalah iman lebih dominan justru
melalui budaya; dan secara konkret lebih banyak melalui dan interelasi individual. 10 Hal
inilah yang mejadikan budaya sebagai konteks PAK semakin kuat dalam dalam
hubhungannya dengan kontekstualisasi Injil dan budaya yang ada di Toraja.

b. Saran

Kita tidak boleh tercabut dari akar budaya kita, namun juga tidak boleh
tercabut dari akar injil, oleh karena itu Pendidikan Agama Kristen perlu dilaksanakan
sesuai dengan kontek dimana ia berada.

10
Rannu Sanderan, “EXEMPLARY, MENEMUKEMALI KUNCI PENDIDIKAN IMAN BAGI ANAK DALAM KELUARGADAN
PEMBELAJARAN AGAMA DI SEKOLAH,” 2021, https://osf.io/bmtrk/.
DAFTAR PUSTAKA

Asang , A. K. Sampe dan Lian Membali Bethony. “Tana’ Dalam Rampanan Kapa’.” Kinaa IV
(Desember 2018).

Kobong, Th. Aluk, Adat Dan Kebudayaan Toraja. Toraja: Toraja: Pubang-Badan Pekerja Sinode
Gereja Toraja, 1992.

Sanderan, Rannu. “DISIPLIN ASKETISME DAN HARMONI KONTRIBUSI DISIPLIN DIRI


BAGI PENEGEMBANGAN DIRI PENDIDIKAN KRISTEN,” 2021. https://osf.io/frsnz/.

———. “EXEMPLARY, MENEMUKEMALI KUNCI PENDIDIKAN IMAN BAGI ANAK


DALAM KELUARGADAN PEMBELAJARAN AGAMA DI SEKOLAH,” 2021.
https://osf.io/bmtrk/.

———. “Heuristika Dalam Pendidikan Karakter Manusia Toraja Tradisional.” Jurnal


Pendidikan Dan Pendidikan Kristen Konstektual 3, No. 2 (2020).
https://www.jurnalbia.com/index.php/bia/article/view/213.

Anda mungkin juga menyukai