Anda di halaman 1dari 7

NAMA : AGNES RAMTI

NIM : 191114069

TRADISI PERANG KETUPAT DI BANGKA BELITUNG DALAM ACARA


MENYAMBUT TAHUN BARU ISLAM

ABSTRAK
Penelitian yang dilakukan ini memiliki tujuan yaitu untuk dapat memahami suatu (1) latar
belakang masalah yang akan diteliti yaitu bagaimana proses yang terjadi dalam Tradisi Perang
Ketupat di Bangka Belitung, (2) nilai-nilai yang terkandung di dalam Tradisi Perang Ketupat
tersebut. Tradisi ini menarasikan sebuah makhluk yang merupakan penjaga daerah tersebut guna
menghindari roh-roh jahat yang masuk ke daerah tersebut. Daerah yang terletak di Kampung
Tempilang inipun menjadi tempat wisata bagi para pengunjung setelah terealisasinya tradisi
tersebut setiap tahunnya. Tidak hanya itu, tulisan ini juga akan membahas gambaran-gambaran
yang terjadi pada zaman dahulunya. Di akhir tulisan ini, akan dibahas apa saja pengaruh-
pengaruh dari tradisi yang direalisasikan setiap tahunnya oleh penduduk disana dan fenomena
apa-apa saja yang terjadi pada tradisi ini.
Katakunci : Perang Ketupat, kampong tempilang, makhluk

ABSTRACT
This research has a purpose that’s to be able to understand a (1) Background of the problem to be
investigated namely hot the process that occurs in the tradition of Perang Ketupat in the pacific
islands, (2) the values contained in the tradition of the Perang Ketupat. This tradition narrates a
creature that’s the creature of the area to avoid evil spirits from entering the area. This area,
located in Tempilang’s Village, has become a tourist attraction for visitors after the realization of
the tradition every year. Not only that, this paper will also discuss the images that occurred in
earlier times. At the end of this article, we’ll discuss what are the effects of the tradition that’s a
realized every year by the people there and what phenomena occur in this tradition.
Keywords : perang ketupat, tempilang’s village, creature
PENDAHULUAN

Latar Belakan

gFilsafat merupakan suatu pikiran atau perasaan dari seseorang terhadap sesuatu
yang akhirnya sampai kepada pokok pembahasan. Kata filsafat berasal dari kata philo yang
berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Jadi, filsafat berarti cinta
terhadap ilmu atau hikmah.
Pengertian kebudayaan secara umum dapat dijelaskan oleh Van Peursen, dalam
bukunya Cultuur in Stroomversnelling_Een Geghel Bewekarte auitgave van Strategie van de
Cultuur (1998:10-11),yaitu: “Kebudayaan terdiri atas segala perbuatan/tingkah laku manusia
seperti misalnya cara menghayati kelahiran,kematian, dan membuat upacara-upacara untuk
menyambut peristiwa-peristiwa itu; demikian juga halnya dengan seksualitas, cara-cara
mengolah makanan,sopan santun waktu makan,pertanian,perburuan, cara iamembuat alat-
alat,bala pecah. Itu semua termasuk kebudayaan, seperti juga kesenian, ilmu pengetahuan
dan agama. Justru dari kehidupan “bangsa-bangsa alam” itu menjadi kentara bagaimana
ekspresi kesenian dan mitos-mitos religious merupakan satu keseluruhan yan tak dapat
dibagi-bagi menurut macam-macam kotak. Jadi, menurut pandangan ini, ruang lingkup
kebudayaan sangat diperluas.”
Adanya relevansi antara Filsafat dan Kebudayaan yaitu hakikat kebudayaan
sebagai realitas kemanusiaan secara mendalam dan menyeluruh.
Indonesia memiliki banyak tradisi dan budaya, termasuk tradisi Perang Ketupat yang
dianut oleh warga melayu di Kepulauan Bangka Belitung ini. Tradisi yang dilakukan setiap
tahunnya dalam menyambut tahun baru islam ini, membawa nilai-nilai yang besar bagi
setiap masyarakat. Salah satunya ialah nilai sosial yaitu menjalin suatu silaturahmi. Hal ini
merupakan faktor eksternal dari setiap penduduk disana bahwa pentingnya dalam menjalin
silaturahmi sehingga tali persaudaraan mereka sangat erat. Selain itu nilai yang terkandung
adalah nilai agama yang mencakup nilai akidah. Proses yang dilakukan dalam tradisi ini pun
sangat unik yaitu saling melemparkan ketupat , yang dilakukan oleh para pemuda-pemuda di
daerah tersebut. Proses tersebut merupakan kebudayaan mereka yang merupakan hasil dari
kebiasaan-kebiasaan mereka.
Tradisi ini sendiri berasal dari bahasa latin “Traditio” yang berarti “diteruskan”.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyebutkan bahwa “Tradisi merupakan
sesuatu yang dilakukan manusia sejak masa lampau dan merupakan kebiasaan turun
temurun atau warisan nenek moyang yang menjadi bagian dari, suatu masyarakat pada
kehidupan yang sekarang.”
Adapun tujuan dalam tradisi Perang Ketupat ini, yaitu untuk meminta suatu
kesejahteraan dari yang mahakuasa dan meminta keselamatan bagi manusia yang
menjalankan tradisi ini. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “Perang
merupakan permusuhan antara dua Negara(Bangsa,Agama dan Suku.” Tetapi perang disini
bukan artian sebagai permusuhan, melainkan suatu permaknaan dimana dengan melakukan
perang tersebut, kesejahteraan akan datang kepada masyarakat.

A. Fokus Kajian
Dalam artikel mengenai Tradisi Perang Ketupat di Pulau Bangka Belitung ini, saya
memfokuskan penelitian saya ini pada NILAI-NILAI YANG DIHASILKAN OLEH
TRADISI PERANG KETUPAT TERKHUSUSNYA NILAI PERSAUDARAAN
SEBAGAI SALAH SATU SARANA PEMBENTUKAN KARAKTER MASYARAKAT.

B. Teori

Tokoh Lev Vygotsky yang merupakan tokoh pendidikan yang melihat bagaimana
pembelajaran itu terjadi dipandang dari sisi social. Teori vygotsky menawarkan suatu potret
perkembangan manusia sebagai sesuatu yang tidak dapat terpisahkan dari kegiatan-kegiatan
sosial dan budaya.

Tradisi Perang Ketupat tersebutlah yang menjadi contoh kegiatan-kegiatan sosial dan
budaya yang terjadi di Indonesia, tepatnya di Bangka Barat.
C. Narasi Perang Ketupat
Perang ketupat yang diselenggarakan setiap tahun baru islam pada Bulan Rajab atau pada
perayaan bulah Ruwah menjelang bulan Ramadhan di Tempilang tepatnya di Pasir Kuning.
Perang ketupat ini tidak diketahui kapan munculnya. Tetapi menurut salah satu tutur tetua,
“mengingat dampak yang ditimbulkan letusan Krakatau, wajar kalau banyak orang bisa
mengingatnya. Karena letusan Krakatau 1883 adalah letusan gunung api terbesar di dunia.
Pemerintah Hindia Belanda bahkan mencatat lebih dari 36 ribu orang yang menjadi korban
dengan getaran gempanya hingga Australia.” Inilah yang merupakan dasar pengingat kapan
munculnya Tradisi Perang Ketupat tersebut. Dalam acara Perang Ketupat ini, orang kampung
disana seblumnya melakukan gotong royong membersihkan rumah, dan membersihkan tempat-
tempat ibadah umat beragama Islam.
Acara Perang Ketupat ini dimulai pada malam hari, disebut sebagai Penimbongan yang
dilakukan oleh dukun darat, dukun laut dan dukun tua. Dukun-dukun ini kemudian memanggil
makhluk halus yang dipercaya orang-orang kampung tersebut sebagai penjaga di kampung
mereka. Makhluk halus ini kemudian diberi sesajian yang sudah diletakkan di tempat dimana
yang disebut dengan Penimbong. Setelah melakukan rituan Penimbongan ini, dukun laut
tersebut akan membaca mantra serta doa-doa. Kemudian makhluk halus yang tinggal dilautan
akan diberi makan. Ritual inilah yang disebut dengan Ngancak. Setelah melakukan ritual
Ngancak, dukun-dukun tersebut memberi sesaji yaitu bu’pulot (Nasi Ketan),telur yang sudah
direbus, dan pisang rejang. Setelah melakukan ritual-ritual ini pada malam hari, Acara Perang
Ketupat dilakukan keesokan harinya.
Praktik acara Perang Ketupat ini dimulai dari dibakarnya kemenyan untuk memanggil
roh leluhur kampung tersebut. Dukun laut mengucapkan selamat datang kepada leluhur yang
hadir lalu dukun laut tersebut meminta izin untuk memulai tradisi Perang Ketupat tersebut.
Setelah izin didapatkan, kemudian Ketupat diletakkan di tengah arena. Adapun para pendekar
yang akan mengikuti perang tersebut dibagi menjadi dua kubu. Ketika Perang Ketupat tersebut
dimulai, para pendekar saling merebut mengambil ketupat dan saling melemparkan baku lempar.
Ada keanehan yang terjadi pada Perang Ketupat ini, para pendekar yang saling melemparkan
ketupat tersebut, mereka tidka merasa kesakitan. Hal ini dikarenakan, dukun tersebut sudah
melakukan pengsterilan di tempat tersebut. Setelah berakhirnya Perang Ketupat ini, untuk
menutup ritual ini, para dukun akan memulangkan roh para leluhur yang disebut dengan Nganyot
Perae. Perang Ketupat ini bukan lagi bersifat Animisme. Tetapi acara Perang Ketupat ini sudah
menjadikan wisata budaya dan memiliki banyak nilai-nilai silaturahmi dari Perang Ketupat ini.

D. Analisis
Setiap manusia pastinya memiliki suatu jalinan kasih antara satu dengan yang lainnya
apapun itu caranya, misalnya dari pertemuan. Inilah yang disebut degan silaturahmi. terdapat
banyak Suku dan Agama yang tersebar di Pulau Bangka Belitung, ini. Seperti agama Katholik,
Islam, Kristen, Buddha, Konghucu, dan Tionghoa. Walaupun tradisi ini merupakan tradisi agama
islam, agama-agama lain yang terdapat di daerah tersebut juga berpartisipasi dalam acara ini. Hal
ini menunjukkan bahwa masyarakat yang menganut agama lain juga menghormati tradisi dari
agama lain. Selain menghormati, partisipasi dari agama lain secara tidak langsung juga bertujuan
untuk menjalin tali persaudaraan (silahturahmi). Kegiatan ini sekurang-kurangnya menjadi salah
satu tindakan yang terpuji bagi umat antaragama yang lain.
1) Nilai-Nilai dalam Tradisi Perang Ketupat Menjadi Sarana Pembentukan Karakter
Salah satu fokus dari teori Lev Vygotsky adalah perihal perkembangan manusia
berdasarkan kegiatan-kegiatan sosial-budaya yang terjadi di dalam masyarakat. Secara tidak
langsung teori ini berkaitan dengan proses sosialisasi. Sehingga ada nilai-nilai yang dihasilkan
dari tradisi Perang Ketupat yang berguna untuk membantu perkembangan manusia. Adapun
nilai-nilai yang dihasilkan adalah:
a. Nilai Agama
Nilai agama yang dihasilkan dari tradisi ini adalah manusia masih mempercayai (akhida)
adanya keberadaan mahkluk halus yang juga hidup bersama mereka (animisme). Hal ini
terlihat dari adanya kegiatan memanggil dan memberi makan mahkluk-mahkluk halus
yang dipercayai sebagai penjaga kampung dan memberi makan mahkluk halus yang ada
di laut.
b. Nilai Budaya
Masyarakat masih menjaga dan melastarikan kebudayaan serta menjadikan kegiatan ini
sebagai kegiatan wajib di awal tahun baru islam. Hal ini terlihat dari bagaimana
masyarakat menjaga dan melastarikan tradisi ini sampai saat ini walaupun mereka sudah
mempunyai agama yang pasti (islam).
c. Nilai Sosial
Hubungan antarmasyarakat yang baik dalam tradisi ini juga nampak dalam partisipasi
masyarakat dalam kegiatan gotong royong, dan sebagainya. Namun bukan hanya umat
islam yang mengikuti kegiatan ini. Umat dari agama lain pun turut mengambil bagian di
dalamnya walaupun tidak secara aktif. Relasi dalam keberagaman pun tercipta sehingga
menimbulkan dampak besar dalam kehidupan sosial. Berbagai perbedaan menyatukan
seluruh elemen masyarakat di dalam kegiatan budaya ini. Sehingga tercipta sebuah
keharmonisan dalam relasi antarsesama; antaragama.
Nilai-nilai yang disebutkan di atas merupakan beberapa nilai peting yang dihasilkan dari
tradisi ini. Dengan begini, pembentukan karakter atau perkembangan manusia yang
harmonis juga dipengaruhi oleh tradisi atau kegiatan sosial yang ada di sekitar masyarakat.

2) Persaudaraan Menjadi Ciri Khas Tradisi Perang Ketupat dan Sarana Pembentukan Karakter
Di awal bagian analisis telah dikatakan bahwa di Pulau Bangka Belitung ini terdapat
banyak suku, ras, dan agama. Karena itu sangatlah penting membangun sebuah kerukunan
antarumat beragama. Karena itulah sangatlah penting membangun persaudaraan sebagai
dasar dari kerukunan itu. Dalam hal membangun tali persaudaraan, masyarakat Bangka
Belitung, terkhususnya masyarakat Tempilang menggunakan atau memanfaatkan tradisi
Perang Ketupat sebagai sarana membangun tali persaudaraan itu. Banyak umat dari agama
lain yang turut mengambil bagian dalam acara ini membuat tali persaudaraan itu menjadi
kuat meskipun umat dari agama lain tidak mengambil bagian secar aktif.
Lambat laun partisipasi ini menjadi sebuah ciri khas dari tradisi ini dan tiap kali
tradisi ini dilaksanakan, maka menjadi suatu kewajiban bagi umat lain untuk menambil
bagian di dalamnya sehingga persaudaraan mereka tetap terjaga dan semakin erat. Semakin
eratnya hubungan seseorang , maka kehidupan akan semakin akur dan harmonis. Dari
keharmonisan ini, karakter seseorang akan dibentuk ke arah yang lebih baik.

PENUTUP
Berdasarkan dari penelitian yang saya lakukan dan yang telah tertulis di bagian analisis,
maka dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai yang terdapat dari salah satu tradisi bisa membentuk
karakter seseorang atau masyarakat. Hal ini dapat disimpulkan dari tradisi Perang Ketupat dan
realita yang dijalani masyarakat Tempilang sebagai daerah yang masih menjalankan tradisi
tersebut. Kehidupan yang harmonis di daerah ini terbentuk dari persaudaraan yang erat dan
persaudaraan yang erat walaupun hidup dalam keanekaragaman ini terjalin dari partisipasi dari
berbagai pihak terhadap tradisi Perang Ketupat.
Inilah salah satu cara membentuk sebuah karakter yang baik dan sekurang-kurangnya
menjadi sebuah contoh atau teladan yang baik bagi daerah-daerah yang juga hidup dalam
keanekaragaman.

Education, Early Childhood.2012 “Teori


Perkembangan Vygotsky”,
http://aniqiyah09luluk.blogspot.com/2012/12/
teori-perkembangan-vygotsky.html diakses
DAFTAR PUSTAKA
pada 26 Desember 2012 pukul 05.13
Azra Alvin.2016 “Perang Ketupat, Ritual Adat
Ratusan Tahun Dari Tanah Tempilang”,
https://www.jelajahbangka.com/perang-ketupat-
ritual-adat-ratusan-tahun-dari-tanah-tempilang/
diakses pada 2016

Teng, H Muhammad Bahar Akkase.2017. “FILSAFAT


KEBUDAYAAN DAN SASTRA (DALAM PERSPEKTIF
SEJARAH)” dalam Jurnal Ilmu Budaya Volume 5
Nomor 1 (ISSN 2354-7294). Departemen Ilmu
Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Hasanuddin

Anda mungkin juga menyukai