NIM : P07124214022
Prodi : D IV Kebidanan
Setelah aba-aba dimulai, para pria yang bertelanjang dada itu mulai
melemparkan tipat dan bantal itu ke kelompok yang ada di depan mereka.
Suasana pun gempar ketika tipat dan bantal itu mulai beterbangan di udara. Lalu
aksi lempar ketupat dan bantal itu dihentikan sementara. Warga mulai beranjak
keluar pura. Kini mereka bersiap di jalan raya yang berada di depan pura lalu
tetap berdiri berkelompok, dan saling berhadapan sekitar 15 meter. Suasana
kembali riuh ketika ritual itu dimulai lagi. Warga melempar tipat dan bantal itu
membabi buta sambil berteriak-teriak dan tertawa.
“Perang” ini menjadi lebih seru ketika para penonton yang berdiri di
trotoar ikut mengambil dan melempar tipat itu. Terkadang tak jarang ada ketupat
“nyasar” ke arah penonton atau fotografer yang tengah mengabadikan momen ini.
Beberapa dari warga yang menonton berteriak dan mencoba berlindung. Maklum,
jika terkena lemparan tipat dan bantal ini, badan terasa sakit seperti ditampar
benda keras. Walau begitu, tidak ada seorang pun yang marah dan ketika perang
berakhir, semua orang berjabat tangan dengan penuh suka cita.
PANDANGAN SAYA
Menurut pandangan saya mengenai tradisi ini jika dilihat dari maknanya,
tradisi Perang Tipat-Bantal dilaksanakan erat kaitannya dengan kehidupan
pertanian sebagai rasa syukur kepada Tuhan atas kehidupan yang telah
diciptakanNya serta berlimpahnya hasil panen di desa ini. Tradisi ini merupakan
budaya turun-temurun yang harus kita tetap lestarikan walaupun adanya
perkembangan jaman seperti saat ini. Disamping itu, tradisi ini juga tidak terlalu
baik jika tetap dilaksanakan karena saat ini maraknya kemiskinan yang melanda
Indonesia, naiknya harga makanan pokok seperti beras. Namun karena ini
merupakan suatu tradisi turun-temurun yang jika tidak dilakukan akan berdampak
buruk maka hendaknya kita sebagai masyarakat Bali harus bisa meminimalisirkan
ornament atau objek-objek seperti beras atau membuat sesuatu yang
menguntungkan bagi masyarakat tetapi tidak menghilangkan makna awal dari
tradisi Perang Tipat-Bantal ini.
PANDANGAN KELUARGA
Menurut pandangan keluarga saya dimulai dari segi budaya, tradisi ini
akan menjadi daya tarik bila dikomersilkan dan akan memberikan keuntungan
ekonomi bagi masyarakat di sekitarnya. Dari segi ekonomi tradisi tersebut kurang
ekonomis mengingat harga-harga di pasar sudah melambung tinggi salah satunya
seperti beras. Kemudian masih banyak masyarakat yang hidupnya di bawah
kemiskinan. Jadi ini akan menjadi dilema bagi masyarakat disekitar daerah
tersebut, apabila pengelolaannya salah maka masyarakat di daerah tersebut tidak
menjadi apa-apa melainkan menguntungkan masyarakat di luar daerah tersebut.
Karena ini merupakan suatu keunikan yang tidak dimiliki oleh daerah lain maka
ini perlu dipikirkan ke depannya apakah tetap tradisi ini diadakan atau dilakukan
inovasi atau terobosan baru tanpa mengurangi makna dan tetap memberikan
keuntungan secara ekonomis terhadap masyarakat disekitarnya.
PANDANGAN MASYARAKAT