Anda di halaman 1dari 124

Sejarah Budaya

Kabupaten Klaten

Purwadi

2020
SEJARAH BUDAYA KABUPATEN KLATEN

Penulis:
Purwadi

Cover & isi:


Omahdesign

ISBN: 978-623-94193-7-0

Cetakan I, Desember 2020

Penerbit:
Bangun Bangsa
Jl. Kakap Raya 36 Minomartani, Yogyakarta
Email: sariindahsetiani@yahoo.com

| ii
KATA PENGANTAR

Masyarakat Klaten selalu mewarnai perjalanan


sejarah kebudayaan Jawa. Telah muncul tokoh terkemuka
yang berpengaruh dalam bidang pemikiran. Ambil contoh
pujangga kraton Surakarta Hadiningrat, yakni Raden
Ngabehi Ranggawarsita. Lewat karya-karyanya peradaban
Jawa dianyam menjadi lebih agung dan anggun.
Dalam bidang kesenian Ki Nartasabda menjadi
pelaku utama. Pembaharuan dalam seni pedalangan
mendapat sambutan hangat dikalangan masyarakat. Lagu-
lagu ciptaan Ki Nartasabda mengandung unsur pembinaan
mental spiritual. Pada umumnya lagu karya Nartasabda
selaras dengan irama musik gamelan.
Pembinaan seni budaya di Kabupaten Klaten berhu-
bungan dengan faktor kesejarahan yang telah berkembang.
Kesadaran sejarah budaya ini membuat masyarakat Klaten
giat dalam mewujudkan kesenian yang bermutu.

Klaten, 21 Desember 2020

Purwadi

iii |
DAFTAR ISI

Kata Pengantar iii


Daftar Isi iv

BAB I
Perkembangan Tradisi Ritual di Jatinom Klaten 1

BAB II
Apresiasi Sejarah Sastra di Palar, Trucuk, Klaten 11

BAB III
Warisan Ajaran Leluhur Masyarakat Klaten 27

BAB IV
Pelestarian Upacara Wilujengan Masyarakat Klaten 43

BAB V
Kegiatan Sejarah Ekonomi di Klaten Dengan
Sentuhan Budaya 63

BAB VI
Pengembangan Sejarah Kerajinan di Klaten Demi
Melestarikan Budaya 81

BAB VII
Pembahasan Kesenian Klaten Dari Masa Ke Masa 95

BAB VIII
Pembinaan Seni Budaya Rakyat di Kabupaten Klaten 111

Daftar Pustaka 116


Biodata 120

| iv
BAB I

PERKEMBANGAN TRADISI RITUAL


DI JATINOM KLATEN

A. Kepercayaan Masyarakat Tradisional


Upacara tradisional yang diselenggarakan di daerah
Jatinom Klaten selalu diikuti oleh segenap lapisan masya-
rakat. Bagi masyarakat umum dilaksanakannya upacara
adat itu memiliki nilai filosofis kultural yang luhur.
Masyarakat Jawa tradisional menganggap bahwa
tokoh yang punya karisma tinggi memiliki aura yang dapat
mendatangkan keberuntungan. Dengan mengikuti upacara
adat ini masyarakat akan mendapatkan berkah. Keyakinan
itu berlangsung secara turun temurun.
Setiap tahun masyarakat Jatinom Kabupaten Klaten
menyelenggarakan upacara adat Yaqowiyu. Upacara ini di-
selenggarakan dalam rangka untuk menghormati jasa serta
perjuangan Ki Ageng Gribig. Sebagai guru spiritual Ki
Ageng Gribig mewariskan nilai keutamaan dan kebajikan.

1|
Upacara adat istiadat tradisional di Kabupaten
Klaten sesungguhnya mempunyai akar historis, sosiologis
dan filosofis. Masyarakat sebagai suatu organisme yang
hidup bersifat dinamik, karena ia terdiri atas manusia-
manusia yang dinamik. Karena itu masyarakat sesuai
dengan dinamikanya, mempunyai gerak dan arah menuju
ke cita-citanya. Masyarakat Jawa mengidam-idamkan
adanya kehidupan yang aman-tenteram dan sejahtera,
penuh kebahagiaan lahir dan batin.
Sultan Agung di Mataram sedang merasa susah hati
karena mendengar laporan dari telik sandinya bahwa Raja
Palembang di Pulau Sumatra hendak memberontak. Pe-
nguasa negeri yang dibelah Sungai Musi itu menghentikan
upeti persembahan kepada Mataram dan malah di-
kabarkan hendak merebut tahta Mataram di Jawa. Sultan
Agung kemudian mengheningkan cipta untuk memohon
kepada Allah agar Mataram terhindar dari malapetaka.
Sekalipun bala tentara Mataram jauh lebih banyak,
namun jika terjadi perang, tidak urung akan terjadi banyak
korban di kedua belah pihak. Dalam puja semedi ini,
muncul ilham dari ruh Sunan Kalijaga. Ruh Sunan Kalijaga
menyarankan agar Sultan Agung pergi ke daerah hutan
Merbabu. Di daerah ini, Sultan Agung akan menemukan
seorang ulama yang akan mampu meredam niat raja
Palembang. Peninggalan Ki Ageng Gribig ada tiga jenis,

|2
yakni kebudayaan, bangunan dan dongeng (Soerjanto
Poespowardojo, 1993: 17).
Upacara Tradisional Yaqowiyu. Peninggalan yang
bersifat kebudayaan yakni rangkaian upacara Yaqowiyu.
Upacara ini mula pertamanya adalah majlis pengajian yang
dikunjungi oleh umat Islam dan masyarakat sekeliling
Jatinom (Abdul Hakim, 1982: 30). Ara-ara Tarwiyah, Ara-
ara ini merupakan tanah lapang yang letaknya di ujung
barat kota Jatinom.
Tempat ini terdapat mihrab yang digunakan untuk
shalagt id setiap tahun. Di bawah mihrab dalam ara-ara ini
ditanam segenggam tanah yang asalnya dari Padang Arafah
Arab Saudi. Tanah ini diambil oleh Kyai Ageng ketika
sedang mengumpulkan air untuk bekal wukuf di Arafah
pada tanggal 8 Dzulhijah di mana para jama’ah haji
mengumpulkan air sebanyak-banyaknya untuk persedian
ketika melakukan wukuf.
Dengan berkembangnya pelaksanaan demokrasi,
maka rakyat tidak saja dapat menentukan sendiri melalui
pemberdayaan masyarakat, melainkan yang utama adalah
berupaya untuk memperbaiki nasibnya, sesuai dengan
kepentingan dan potensi daerah melalui berbagai aktivitas
pembangunan (Dewantoro, 2001: 23).
Masjid Alit dan Masjid Ageng, Peninggalan berupa
masjid ada dua, yakni masjid alit dan masjid besar.

3|
Peninggalan berupa sendang ada beberapa buah, seperti
Sendang Plampeyan, Sendang Caruwet, Sendang Suran,
Sendang Soka, dan Sendang Brunyah. Selain itu pening-
galan Ki Ageng Gribig yang lain adalah gua dan makam.
Makam beliau sampai saat ini masih banyak sekali
yang mengunjungi untuk berziarah. Peninggalan Ki Ageng
Gribig lain yang sampai saat ini adalah dongeng. Banyak
dongeng rakyat yang berasal atau dihubungkan dengan Ki
Ageng Gribig. Dongeng Bedug Jatinom. Raden Ngabehi
Ranggawarsita menceritakan juga pertemuan antara Ki
Ageng Gribig dengan Sultan Agung sebagai berikut: Ki
Ageng Gribig pada suatu siang sedang mencoba bedug yang
baru saja selesai dibuat (Anjar Any, 1983: 33).
Pada waktu itu siang hari saatnya Shalat Dhuhur.
Suara bedug yang dipukul di Jatinom tersebut terdengar di
Mataram yang jaraknya 40 km. Sultan segera mengutus
seorang abdi untuk mencari suara tabuh itu. Suara itu
akhirnya ditemukan di Jatinom. Pada waktu itu Ki Ageng
Gribig sedang mengimami Shalat Dhuhur. Abdi itu
kemudian menyampaikan undangan kepada beliau untuk
menghadap Sultan Agung. Nilai tersebut sampai sekarang
masih dipertahankan oleh segenap elemen pesantren pada
khususnya dan masyarakat Klaten pada umumnya
(Nadjamuddin, 2017: 109).

|4
Upacara tradisional adat Jawa dilakukan demi men-
capai ketenteraman hidup lahir batin. Dengan mengadakan
upacara tradisional itu, orang Jawa memenuhi kebutuhan
spiritualnya, eling marang purwa daksina. Kehidupan
ruhani orang Jawa itu memang bersumber dari ajaran
agama yang diberi hiasan budaya lokal. Oleh karena itu,
orientasi kehidupan keberagamaan orang Jawa senantiasa
memperhatikan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan oleh
nenek moyangnya.
Di samping itu, upacara tradisional dilakukan orang
Jawa dengan tujuan untuk memperoleh solidaritas sosial,
lila lan legawa kanggo mulyaning negara. Upacara
tradisional juga menumbuhkan etos kerja kolektif, yang
tercermin dalam ungkapan gotong-royong nyambut gawe.
Dalam berbagai kesempatan, upacara tradisional itu
memang dilaksanakan dengan melibatkan banyak orang.
Mereka melakukan ritual ini dengan dipimpin oleh para
sesepuh dan pinisepuh masyarakat. Upacara tradisional
juga berkaitan dengan lingkungan hidup. Masyarakat
Klaten mempercayai bahwa lingkungan hidup itu perlu
dilestarikan dengan cara ritual-ritual keagamaan yang
mengandung nilai kearifan lokal.
Menurut kepercayaan masyarakat Ki Ageng Gribig
masih keturunan kerajaan Majapahit. Oleh karena itu
segenap pengikutnya menganggap bahwa trah Majapahit

5|
yang sudah melakukan penyebaran agama itu dimuliakan
upacara yaqowiyu. Bentuknya berupa pembagian apem
pada masyarakat umum.

B. Nilai Luhur Upacara Adat


Nilai luhur upacara adat tradisional dihayati oleh
masyarakat Klaten yang berada di Jatinom. Tata cara
tradisi yaqowiyu yang diselenggarakan untuk memuliakan
Ki Ageng Gribig mengandung nilai filosofis yang dapat
digunakan sebagai bahan renungan.
Oleh karena itu paparan ini menguraikan tata
laksana upacara tradisional yaqowiyu secara sistematis,
integral dan komprehensif. Masyarakat yang berbondong-
bondong untuk ngalap berkah percaya bahwa keberadaan
upacara tradisional ini akan membawa ketentraman.
Nilai luhur upacara adat hendaknya tetap dilestari-
kan. Oleh karena upacara adat itu dapat meningkatkan jati
diri serta kepribadian bangsa. Bagi generasi muda pe-
laksanaan upacara adat merupakan sarana untuk membina
karakter.
Pembinaan karakter masyarakat pada umumnya
serta generasi muda pada khususnya menjadi wahana
efektif untuk menjaga kualitas mental spiritual bangsa.
Melalui media adat istiadat tradisional nilai luhur warisan

|6
nenek moyang akan menjadi mengokoh kepribadian tiap
warga negara.
Pembangunan manusia seutuhnya merupakan ke-
giatan menyeluruh yang meliputi aspek lahir batin jasmani
dan rohani. Nilai kearifan lokal yang tersebar dari Sabang
sampai Merauke merupakan anyaman yang dapat di-
gunakan untuk menunjukkan identitas nasional. Upacara
yang dilakukan di kawasan makam Ki Ageng Gribig
merupakan sumbangan yang berharga buat penanaman
budi pekerti luhur.
Ki Ageng Gribig segera menyanggupi dan akan
datang pada pukul 21.00. Pada waktu malam harinya, Ki
Ageng Gribig benar-benar berkunjung ke Mataram. Ketika
itu Sultan Agung sedang tahlilan di Masjid Panepen.
Keduanya berbincang-bincang tentang kenegaraan dan
keislaman sampai pukul 03.00 dinihari. Ada lagi dongeng
lain yang dihubungkan dengan tempat seperti cerita Asal
Mula Sendang Plampeyan.
Suatu hari Ki Ageng Gribig sedang membicarakan
tentang hukum Islam dengan ustadz Ibrahim (Soejadi,
1999: 15). Tetapi sulit diketemukan kesatuan pendapat
antara keduanya. Masing-masing memiliki alasan yang
kuat. Waktu shalat Dhuhur telah tiba. Maka keduanya
segera mengambil air wudhu. Ustadz Ibrahim berwudhu ke
sungai. Tapi Ki Ageng Gribig cukup menancapkan carang

7|
atau ujung batang bambu di pinggir masjid dan keluarlah
airnya.
Dongeng lain sebagai peninggalan Ki Ageng Gribig
adalah dongeng Asal Mula Banyu Malang. Cerita ini terja-
dinya bersamaan dengan letusan gunung Merapi. Ki Ageng
Gribig khawatir lahar Merapi akan menimpa penduduk
Jatinom. Kemudian Ki Ageng Gribig berdoa dengan sujud di
sebelah barat Ara-ara Tarwiyah memohon keselamatan.
Dugaan kyai itu benar, lahar Merapi melewati Sungai Soka
yang membentur tepat di ujung barat Ara-ara Tarwiyah.
Tidak diduga, tiba-tiba aliran itu berbelok ke ujung.
Tempat belokan itu sekarang disebut Banyu Malang.
Upacara ini diselenggarakan tiap pertengahan bulan Sapar
dan selalu dijatuhkan pada hari Jum’at. Upacara ini pada
intinya bertujuan untuk memperingati kedatangan Ki
Ageng Gribig seusai menunaikan ibadah haji serta melan-
jutkan tradisi “pengajian” yang biasa dilakukan Ki Ageng
Gribig bersama murid-murid beliau. Kekuasaan negara
mencari legitimasi yang benar dan mempersulit meraja-
lelanya legitimasi-legitimasi ideologis (Magnis Suseno,
1994: 22). Beragam upacara tradisional di Kabupaten
Klaten merupakan modal dasar untuk pembinaan mental
spiritual masyarakat.
Penyebaran agama Islam yang dilakukan Ki Ageng
Gribig selalu menggunakan adat istiadat tradisional.

|8
Upacara yaqqowiyu yang dilakukan secara turun temurun
itu berlangsung terus hingga sekarang. Masyarakat Jatinom
Klaten menyelenggarakan upacara ini secara rutin.

9|
| 10
BAB II

APRESIASI SEJARAH SASTRA


DI PALAR, TRUCUK, KLATEN

A. Menggali Keutamaan Hidup


Apresiasi karya Ranggawarsita kerap dilaksanakan
di daerah Palar, Trucuk, Klaten. Adapun kegiatan seni bu-
daya yang diselenggarakan oleh Paguyuban Putri Berkarya
ini memiliki tujuan menggali ajaran luhur warisan pujang-
ga Ranggawarsita. Menjadikan ajaran Ranggawarsita seba-
gai panduan untuk membaca tanda-tanda zaman, yang
sesuai dengan kepribadian luhur bangsa. Mencari butir-
butir pemikiran dari pujangga masa lalu untuk memahami
situasi terakhir, yang bersumber dari seni budaya
tradisional.
Melestarikan pokok-pokok pikiran yang tersimpan
dalam pustaka klasik, guna memperkaya kebudayaan
nasional. Menyadarkan generasi muda untuk menghargai
pemikiran masa silam, demi menyongsong masa depan

11 |
yang lebih gemilang. Pelaksanaan otonomi daerah pada
hakikatnya adalah pembagian tugas dan wewenang secara
bertangung jawab. Tujuannya adalah untuk melaksanakan
pelayanan yang semakin dekat dan mudah bagi masya-
rakat. Dengan demikian kesejahteraan rakyat dapat lebih
ditingkatkan (Jimly Ashiddiqie, 2006: 12).
Serat Kalatidha merupakan karya Ranggawarsita
dalam bentuk puisi. Jenis termasuk nonfiksi, berupa
pendidikan moral. Isinya menggambarkan keadaan jaman
edan. Keadaan negara waktu sekarang, sudah semakin
merosot, keadaan negara telah rusak, karena sudah tak ada
yang dapat diikuti lagi, sudah banyak yang meninggalkan
aturan-aturan lama, orang cerdik cendekiawan terbawa
arus kalatidha, suasananya mencekam, karena dunia penuh
dengan kerepotan. Sebagai konsekuensi logis adalah
perlunya dilakukan penataan terhadap berbagai elemen
yang berkaitan dengan pemerintah daerah sebagai
manisfestasi dari otonomi daerah (Ismawan, 2001: 4).
Sebenarnya rajanya termasuk raja yang baik, Patih-
nya juga cerdik, semua anak buah hatinya baik, pemuka-
pemuka masyarakat baik, tapi segalanya itu tidak mencip-
takan kebaikan, oleh karena daya jaman kala bendu,
bahkan kerepotan-kerepotan makin menjadi-jadi, lain
orang lain pikiran dan maksudnya.

| 12
Serat Jaka Lodhang merupakan karya Ranggawar-
sita dalam bentuk puisi tembang macapat. Jenis termasuk
fiksi, berupa jangka atau lambang, isinya tentang ramalan
jaman yang akan datang. Jaka Lodhang berayunan,
kemudian duduk merentang kaki dan berkata dengan
keras, ingat-ingatlah sudah menjadi kehendak Tuhan,
bahwa gunung-gunung yang tinggi itu akan merendah,
sedangkan jurang yang curam akan tampil ke permukaan,
karena kalah perang maka diusir dari negerinya. Tapi
jangan salah terima menguraikan kata-kata ini, sebab
bagaimanapun juga meskipun merendah kalau gunung,
akan tetap masih terlihat bekasnya. Lain sekali dengan
jurang yang curam.
Serat Sabda Tama merupakan karya Ranggawarsita
yang berisi tentang keutamaan hidup, nilai kebenaran dan
keadilan diulas dalam bentuk tembang gambuh yang ber-
nuansa riang gembira. Pujangga Ranggawarsita memberi
nasehat selalu disesuaikan dengan kondisi dan situasi.
Timbul suatu keinginan, melahirkan perasaan de-
ngan hati yang jernih, disebabkan ingin memberikan
petuah-petuah, agar dapat menyingkirkan hal-hal yang
salah. Diharap semuanya maklum, bahwa di jaman
kalabendu sebaiknya mengurangi nafsu pribadi, yang akan
membenturkan kepada kerepotan, karena hasilnya
hanyalah perbuatan yang buruk. Dengan mengingat adanya

13 |
landasan etis tersebut segala persoalan akan dapat diatasi
secara proporsional dan tidak sampai mengorbankan
kepentingan orang banyak (Prabarini, 2001: 25).
Serat sabda jati merupakan karya pujangga Raden
Ngabehi Ranggawarsita yang berisi tentang pendidikan
budi pekerti luhur. Di dalamnya meliputi ajaran mental
moral spiritual yang dipadukan dengan keyakinan orang
Jawa. Sebagian masyarakat membacanya sebagai karya
yang bernuansa magis, karena terdapat ungkapan yang
bisa digunakan untuk membaca tanda-tanda jaman.
Jangan berhenti selalulah berusaha berbuat ke-
bajikan, agar mendapat kegembiraan, serta keselamatan
serta tercapai segala cita-cita, terhindar dari perbuatan
yang bukan-bukan, caranya haruslah gemar prihatin.
Dalam hidup keprihatinan ini pandanglah dengan seksama,
intropeksi, telitilah jangan sampai salah, endapkan di
dalam hati, agar mudah menanggapi sesuatu. Sistem awal-
akhir yang memahami bahwa awal yang buruk akan
bermuara pada hasik akhir yang baik, dan sebaliknya awal
yang baik justru menghasilkan buah yang buruk. Dengan
demikian manusia akan mengalami hidup yang lengkap
(Moedjanto, 1994: 63.)
Serat Pamoring Kawula Gusti merupakan karya
Ranggawarsita yang bernuansa mistis, yakni jalan untuk
memperoleh kesempurnaan. Kalau tahu Pamoring Kawula

| 14
Gusti, serta Suksma yang dituju ada, oleh warna pada kamu
tempatnya, seperti wayang kamu itu, dari dalang gerak
wayang, padahal panggung itu jagat, seperti badan itu,
bergerak jika digerakkan, pergerakannya tertatap men-
dengar melihat, bertindak dan berkata.
Sama menguasai dikuasai, tak antara pamoring kar-
sa, memang tanpa rupa, sudah ada pada dirimu, umpama
paesan jati, yang berkaca Hyang Suksma, wayangan adalah,
yang ada dalam kaca, yaitu kamu nama manusia, rupa
dalam kaca. Keutuhan raja dan kraton bukan saja dapat
dilihat sebagai refleksi dari keutuhan kekuasaan, akan
tetapi juga mengungkapkan ada kesatuan dan keteraturan
tata kosmos Sinuwun Paku Buwana IV yang mereplikasi-
kan dirinya ke dalam bangunan kekuasan raja dan kraton
(Fachry Ali, 1986: 42).
Serat Candrarini merupakan karya pujangga Raden
Ngabehi Ranggawarsita yang memuat ajaran kewanitaan.
Piwulang luhur tentang etika kewanitaan diperlukan agar
masyarakat aman sejahtera dan damai. Pendidikan
generasi muda tergantung pada kemampuan wanita dalam
mengarahkan anak-anaknya. Pada hakikatnya orang Jawa
lampau tidak membedakan antara sikap-sikap religius dan
non religius. Bahkan interaksi-interaksi sosial sekaligus
merupakan sikap terhadap alam. Sebaliknya sikap terha-
dap alam sekaligus mempunyai relevan sosial. Antara

15 |
pekerja, interaksi dan doa tidak ada perbedaan prinsip
hakiki.
Ajaran tentang etika kewanitaan, digambarkan se-
bagai seorang putri yang pintar berdandan agar tampak
cantik jelita. Wanita mesti pintar merawat kecantikan.
Keselarasan jagad raya ini banyak dipengaruhi oleh ke-
mampuan wanita dalam mengelola keluarga.
Serat Wedharaga merupakan karya R.Ng. Rangga-
warsita dalam bentuk puisi. Termasuk nonfiksi berupa
pendidikan yang berisi uraian tentang nilai kependidikan
dalam kehidupan sehari-hari. Ki Pujangga memberi
peringatan, tentang anak muda yang kegelapan hatinya
karena tertutup, terlanjur menempuh dan melanggar
kesopanan, tetap demikian karena terbiasa, akhirnya
bahkan bertindak menjadi guru.
Konsep tentang kenegaraan dalam budaya Jawa
bersifat simbolis. Dalam pengertian simbolis, kesatuan atau
koordinasi ini dipahami sebagai hubungan harmonis
antara jagat gedhe (tata kosmos) dan jagad cilik (manusia).
Kesatuan keduanya ini merupakan tujuan akhir perjalanan
manusia dalam kehidupan manusia (Budiono, 1992: 16).
Kadang-kadang berdukun, hatinya bernafsu sering
menyatakan serba sanggup, janganlah demikian kalau
boleh dinasehati, berbuatlah yang kira-kira patut, seperti
apa yang biasanya dilakukan orang. Sistim” awal-akhir”

| 16
yang memahami bahwa gejala awal yang buruk akan
bermuara pada hasik akhir yang baik, dan sebaliknya gela
awal yang baik justru menghasilkan buah yang buruk.
Dengan demikian manusia akan mengalami hidup yang
lengkap (Hadiwirjanto, 2002: 27). Pamoring kawulo Gusti
menghendaki hubungan yang manunggal antara peme-
rintah dengan rakyat.
Serat Cemporet merupakan karya Ranggawarsita
dalam bentuk puisi. Jenis termasuk fiksi, berupa pendidi-
kan moral, isinya menceritakan Raden Mas Jaka Pramana,
seorang putra Pagelen, menikah dengan Rara Kumenyar,
seorang anak angkat Ki Buyut Kumenyar. Songsonggora
sebagai lambang keselamatan, bagaikan winidyan yang
sesuai benar dengan apa yang diidam-idamkan, namun
tetap ringa-ringa sewaktu menggubah, karena tidak
memiliki kemampuan yang tinggi.
Sehingga terlebih dahulu harus mencari kerisauan
batin, dan menjaga angkara murka, semoga terbebas dari
kesedihan, agar jangan bingung dalam menyusun jalannya
cerita ini, dan demikianlah cerita ini ginupita. Dalam
menjalankan roda perekonomian, penguasa dihimbau
untuk berhati-hati bila berhadapan dengan pengusaha
yang memiliki kecenderungan berkolusi. Di situ terdapat
pesan bahwa materialisme cenderung untuk menumbuh-

17 |
kan sifat egoisme, melik nggendhong lali (Andi Harsono,
2006: 13).
Sesungguhnya buku cerita ini disusun atas kehen-
dak Sri Baginda IX, yang bertahta di kerajaan besar
Surakarta. Sri Baginda termasyhur di dunia karena
kesaktiannya dan sebagai perujudan utama akan sifat-sifat
utama, suci, berhati sabar, sentosa, pemurah serta tulus
cintanya kepada rakyat, sehingga besar maupun kecil
mereka semua mendoakan kesejahteraan kerajaan Sri
Baginda.
Serat Supanalaya merupakan karya R.Ng. Rangga-
warsita dalam bentuk puisi. Karya ini termasuk jenis
termasuk nonfiksi. Isinya berupa uraian tentang filsafat
kehidupan sehari-hari. Karya ini cocok digunakan untuk
mencari nilai kebenaran dan keutamaan. Kitab ini
sebenarnya adalah sama dengan risalah ketiga dari Suluk
Supanalaya tersebut di atas.
Hanya dalam penerbitan Wiryapanitra ini, setiap
bait diberi uraian tentang maksud ajarannya. Sebagaimana
yang diketahui, kitab yang selesai ditulis pada hari Ahad
tanggal 19 Besar 1735 tahun Dal Windu Sancaya Wuku
Sungsang atau tahun 1808 Masehi ini, pada mulanya
merupakan serat wewelar (pedoman/penuntun) bagi para
pangeran dalam bentuk Sekar Macapat atau nyanyian yang
dimasukkan dalam rumpun Macapat.

| 18
Serat Sukma Lelana berarti pengembaraan jiwa
untuk memperoleh kesempurnaan. Jalan kesempurnaan ini
diperoleh dengan melakukan lara lapa tapa brata. Dengan
disertai ilmu pengetahuan maka seseorang akan mencapai
tingkatan rasa jati.
Dalam suluk Sukma Lelana memberi ajaran tentang
syariat tarekat hakikat makrifat. Keempat ajaran itu harus
dipahami sebagai satu kesatuan. Tak boleh dipisah-
pisahkan agar kehidupan menjadi sempurna. Pesan-pesan
moral dalam masyarakat Jawa disampaikan lewat media
seni, dongeng, têmbang, pitutur, piwêling para orang tua
secara turun-temurun. Hal ini bisa dilacak dengan banyak-
nya sastra piwulang (Suyanto, 1985: 14).
Serat Jayengbaya merupakan karya Ranggawarsita
yang terkait dengan ragam pekerjaan. Dalam memilih
profesi hendaknya dilakukan dengan cara mantap dan
sungguh-sungguh. Dijauhkan dari sifat bimbang dan ragu.
Segala pekerjaan ada kurang dan lebihnya. Tembang dalam
Serat Jayengbaya ini mengajarkan agar seseorang mau
mantab saat bekerja. Tak usah silau dengan kerja pihak
lain. Orang hidup itu sawang-sinawang. Lebih baik tekun
dalam pekerjaan. Biar dapat hasil maksimal. Dimensi sosial
nilai-nilai etis memberikan suatu kadar objektif yang
jarang terdapat dalam bidang kreativitas yang pada
dasarnya bersifat pribadi. Objektivitas ini merupakan suatu

19 |
prasyarat bagi universalitas nilai-nilai etis (Sunoto, 1986:
23). Pengkajian nilai lokal itu dilakukan oleh masyarakat
Klaten melalui pentas kesenian.
Perkembangan sejarah sastra yang diciptakan oleh
para pujangga selalu disalin dari masa ke masa. Misalnya
karya sastra ciptaan Empu Kanwa pada jaman Kerajaan Ka-
huripan disalin oleh Paku Buwana III dengan judul Serat
Wiwaha Jarwa. Masyarakat Klaten memberi apresiasi kar-
ya pujangga ini dalam bentuk lakon Bagawan Mintaraga.

B. Sarasehan Budaya Lokal


Sarasehan budaya lokal di Klaten kerap dilakukan
di sanggar, paguyuban dan instansi pemerintah. Pertemuan
abdi dalem Kraton Surakarta Hadiningrat dilakukan di
Pendapa Kabupaten Klaten. Harinya Sabtu Wage, 23 Fe-
bruari 2019. Temanya: Dengan keterbukaan, kebersamaan,
kekompakan kita lestarikan budaya yang bersumber dari
Kraton Surakarta Hadiningrat. Sesantinya: saraya, setiya,
rumeksa.
Wadah organisasi abdi dalem ini bernama Pagu-
yuban Kawula Kraton Surakarta Hadiningrat disingkat
PAKASA. Organisasi ini berdiri pada 1931 pada masa
pemerintahan Sinuwun Paku Buwana X. Warga Pakasa
menjadi tulang punggung keberadaan Kraton Surakarta.
Tiap Kraton Surakarta mempunyai hajad, dengan sukarela

| 20
warga Pakasa berdatangan hadir, sowan untuk ngalap
berkah. Grebeg Pasa, Grebeg Besar dan Grebeg Mulud
mereka sowan dengan busana Jawa lengkap.
Pengetan Hadeging Kraton, Kirab Sura, Kirab Malem
Selikur senantiasa hadir dengan riang gembira. Sedang
acara nyadran di Imogiri dan Kota Gedhe mereka ndherek
nyekar dengan kesungguhan.
Susunan pengurus Pakasa berpusat di Kraton
Surakarta. Lantas dibentuk cabang per kabupaten. Untuk
lokasi dekat seperti Klaten, Boyolali, Sragen, Wonogiri,
Karanganyar, Sukoharjo merupakan kawasan basis yang
memiliki ketrampilan dan pengetahuan tinggi. Uba rampe
dan perlengkapan kraton dikelola oleh mereka. Keadaan ini
yang memperkokoh Surakarta sebagai pusat kebudayaan
Jawa.
Cabang Pakasa yang punya solidaritas organisasi
tinggi misalnya Pakasa Malang, Blitar, Ponorogo, Tuban,
Purwodadi, Pati dan Semarang. Mereka warga Pakasa yang
tinggal berjauhan dari pusat kebudayaan, namun memiliki
militansi tinggi. Hati mereka sudah menyatu dengan
Kraton. Bahkan orientasi spiritual mereka tertambat di
Kraton Surakarta Hadiningrat. Jatidiri dipertahankan
dengan penuh kebanggaan. Jawa Jawa kang kajawi, seolah-
olah Kraton Surakarta menjadi pusat spiritual, yang
menyelaraskan jagad gumelar jagad gumulung.

21 |
Pimpinan pusat Paguyuban Kawula Kraton Sura-
karta Hadiningrat sekarang dipegang oleh KP Dr
Wirobhumi, SH. Alumni UNS dan Undip ini pengusaha dan
aktivis yang cerdik, cekatan dan banyak gagasan segar. Di
bawah kepemimpinan KP Dr Wirobhumi, SH, Pakasa
berkembang pesat. Konsolidasi dan kaderisasi berjalan
normal. Acara Pakasa diperhatikan oleh berbagai kalangan.
Pakasa menjadi payung yang teduh, ayem dan ngayomi.
Manajemen modern beriringan dengan tradisi yang sudah
berabad-abad.
Motto, semboyan atau sesanti saraya, setiya dan
rumeksa dihayati dalam hidup. Saraya berarti warga
Pakasa setiap saat siap sedia untuk memberi pertolongan.
Pekerjaan dan tenaga siap dipersembahkan pada kraton
setiap diperlukan. Setiya menunjukkan loyalitas yang
tinggi. Kesehatan dibutuhkan untuk membuat suasana
kebersamaan, kerukunan dan kekompakan. Rumeksa
berarti turut serta menjaga kelestarian budaya.
Pelestarian budaya dirasa amat penting. Pelaku bu-
daya banyak yang terjebak dalam kegiatan kreatif. Bentuk
kreasi budaya bermacam-macam jumlahnya. Pada titik
tertentu keaslian malah dilupakan. Sifat asli ini harus
dipertahankan. Bahkan perlu dengan kesadaran dan
kebanggaan, bahwa barang-barang budaya yang asli punya
kemegahan dan kemewahan. Warga Pakasa dengan kukuh

| 22
teguh bersikap mandiri dalam budaya, pakaian, adat dan
ritual tetap dilestarikan.
Kira-kira pukul 08.30 pendopo Kabupaten Klaten
penuh dengan abdi dalem Pakasa. Panitia bekerja keras
demi suksesnya konsolidasi Pakasa. Pakasa Klaten yang
dipimpin KRA Probonagoro seluruh anak cabang dan ran-
ting pengurus. Pengurus Pakasa dari Gantiwarno, Pram-
banan, Manisrenggo, Karangnongko, Jogonalan, Kemalang,
Bayat, Cawat, Trucuk, Wonosari, Jatinom, Wedhi, Juwiring
dan Karangdowo berkumpul beserta pengurusnya. Mereka
adalah abdi dalem budaya yang terbukti memegang sesanti
saraya, setiya, rumeksa.
Terlebih dulu disajikan pasugatan gendhing-gen-
dhing oleh paguyuban seni laras madya. Namanya Ma-
nunggal Roso dari Karangnongko. Syair-syair laras madya
umumnya diambilkan dari cakepan Serat Wulangreh,
Wedhatama, Rama, Dewaruci, dan Wulang Putri. Reriptan
para pujangga Kraton Surakarta itu telah mendunia.
Sarjana dari berbagai negara mengkaji serat-serat kejawen
sebagai bekal untuk memahami hidup yang sejati.
Paguyuban seni laras madya menggunakan instru-
men yang sederhana. Barangkali mirip samrohan dan
terbangan. Hanya saja waranggana dan wiyaga laras madya
memakai busana Jawa jangkep. Mirip pengrawit wayang
purwa. Instrumen yang digunakan yaitu kendhang,

23 |
kemanak, jedhar, terbang. Lagunya bersifat madya atau
tengah. Maka nadanya dapat menampung beragam lelagon.
Lagu-lagu dolanan dengan mudah masuk dalam laras ma-
dya. Dalam tradisi kraton Surakarta lebih populer dengan
istilah Santiswaran.
Tiap malam Selasa Wage diadakan gladhen Santi-
swaran. Tempatnya di Sitihinggil. Begitulah seni Santiswa-
ran. Upacara malem selikuran waranggana dan wiyaga
santiswara keliling beteng untuk pentas. Lagu-lagu spi-
ritual hadir berkumandang. Nadanya magis. Cocok untuk
membangun suasana yang kultural sosiologis.
Pembukaan acara di Pendopo Klaten ini diawali
dengan tari golek. Maknanya untuk mencari makna
kehidupan. Ketua panitia KRA Probonagoro mengatakan
bahwa tari golek mengandung nilai filosofis yang luhur.
Lantas disusul dengan tampilnya bambang cakil. Penarinya
dari mahasiswi ISI Surakarta. Perang kembang ini begitu
populer. Semua cita-cita pasti menjumpai halangan, ujian,
cobaan.
Sambutan Bupati Klaten dibaca oleh Kepala Dinas
Pariwisata Klaten. Dilanjutkan sesorah dari GKR Wandan-
sari, Pengageng Sasana Wilapa Kraton Surakarta Hadi-
ningrat. Beliau mendapat tugas dari Sinuwun Paku Buwana
XII untuk menjaga pusaka Bedhaya Ketawang. Tahun 1990
Gusti Wandansari mendirikan Yayasan Pambiwara.

| 24
Pembicara selanjutnya giliran GKR Ayu Koes In-
driyah anggota DPD RI. Beliau berjuang lewat pintu par-
lemen. Budaya harus dijaga. Selanjutnya KP Dr Wirabhumi,
SH mengajak warga Pakasa untuk terus mengenal identitas
historis. Peradaban Jawa sudah amat tua. Para peneliti
melakukan riset yang mendalam atas budaya Jawa. Sampai
pukul 13.00 peserta tetap bersemangat.
Kembul bujana andrawina dengan makan pras-
manan menjadi akhir penutupan acara. Jangan asem dan
jangan bobor kluwih terasa sedap. Ayam kampung gurih
rasanya. Tahu tempe menjadi pendamping. Tak ketinggal-
an rempeyek, krupuk. Siang itu semua abdi dalem kraton
yang berdomisili di Kabupaten Klaten berbahagia sekali.
Kegiatan dapat berlangsung lancar. Rum kuncaraning
bangsa dumunung ing luhuring budaya, semoga identitas
dan kepribadian bangsa makin kokoh. Dengan begitu
setianya masyarakat Klaten mengkaji kearifan lokal lewat
forum sarasehan.
Apresiasi karya sastra yang diciptakan oleh Kyai
Yasadipura berjudul Serat Bimasuci. Masyarakat Klaten
lewat seni pedalangan menampilkan sastra ini dalam ben-
tuk wejangan Dewaruci. Renungan atas lakon Dewaruci
bagi masyarakat Klaten merupakan usaha untuk mema-
hami tekad hidup.

25 |
| 26
BAB III

WARISAN AJARAN LELUHUR


MASYARAKAT KLATEN

A. Menggali Butir-butir Kebijaksanaan


Ajaran leluhur perlu digali dan diterapkan oleh
masyarakat Klaten dalam kehidupan sehari-hari. Tradisi
kepenulisan telah dirintis oleh Raden Ngabehi Ranggawar-
sita. Kegiatan tulis-menulis ini juga sudah berlangsung
lewat kegiatan literasi yang sudah dicontohkan oleh Kyai
Yasadipura.
Kapujanggan yang sudah menjadi tradisi ini cukup
memberi warna terhadap jalannya kesusastraan Jawa.
Ranggawarsita dilahirkan pada hari Senin Legi, tanggal 10
Dulkaidah, tahun Be 1728, pukul 12.00, wuku Sungsang,
atau 15 Maret 1802 di Kampung Yasadipuran Surakarta.
Setelah lahir diberi nama Bagus Burhan. Ketika masih kecil,

27 |
ia dipelihara oleh R.T. Sastranegara sesuai dengan anjuran
kakek piutnya, R.T. Yasadipura I yang meramalkan bahwa
Bagus Burhan akan menjadi pujangga besar. Setelah
berusia empat tahun, Bagus Burhan diserahkan oleh R.T.
Sastranegara kepada Ki Tanujaya, seorang abdi keper-
cayaan R.T. Sastranegara.
Sejak jaman awal kehidupan Ranggawarsita, ia telah
memiliki sikap spiritual tersendiri. Ranggawarsita adalah
seorang beragama Islam, alumni Pondok Pesantren. Ia
membawa pengaruh besar pada masyarakat, dengan
membawa angin perubahan keyakinan dari Hindu-Budha
ke Islam. Anggapan bahwa raja adalah imam dan agama
ageming aji-lah yang turut menyebabkan beralihnya agama
masyarakat karena beralihnya agama raja, di samping
peran aktif para pujangga masa itu.
Para penyebar Islam para wali dan guru-guru tare-
kat-memperkenalkan Islam yang bercorak tasawuf. Pan-
dangan hidup Ranggawarsita sebelumnya yang bersifat
mistik dapat sejalan, untuk kemudian mengakui Islam-
tasawuf sebagai keyakinannya. Sifat atau pribadi Ki Tanu-
jaya itu ramah, pandai bergaul, lucu dan banyak ilmunya.
Bagus Burhan diasuh oleh Ki Tanujaya hingga berusia
kurang lebih 12 tahun.
Jadi, kurang lebih selama delapan tahun. Usia 12
tahun itu adalah masa seorang anak yang telah menye-

| 28
lesaikan pendidikan di Sekolah Dasar, tetapi pendidikan
formal pada waktu itu belum ada. Pendidikan yang ada
ialah pendidikan nonformal di lingkungan keluarga atau
semacam pondok pesantren. Bagus Burhan menempuh
pendidikan di pondok pesantren Gebang Tinatar. Pendi-
dikan ini meliputi: Ngelmu Jaya kawijayan, Ngelmu
Pangawikan, Ngelmu Kasantikan, Ngelmu Kanuragan.
Pendidikan Bagus Burhan semasa kecilnya berada
di tangan Ki Tanujaya. Bagi Bagus Burhan, Ki Tanujaya
adalah seorang abdi dan sekaligus seorang guru sejati.
Sistem pendidikan itu hanya diperoleh putra-putri raja
atau kawula dalem yang mampu, para keluarga sentana
dalem dan abdi dalem. Pondok-pondok pesantren yang
terkenal pada waktu itu antara lain, Pondok Tegalsari
Ponorogo, Pondok Banjarsari Madiun, Pondok Kebonsari
Madiun, dan Pondok Pesantren Darat Semarang. Sebagai
anggota golongan priyayi, Ranggawarsita memiliki hak atas
kesempatan menurut ilmu pengetahuan dan ngelmu
kejawen.
Pada waktu berusia 12 tahun, yaitu pada tahun
1813, Bagus Burhan berguru dan belajar mengaji kepada
Kanjeng Kyai Imam Besari, di Pondok Pesantren Gebang
Tinatar, Tegalsari, Ponorogo. Kanjeng Kyai Imam Besari itu
adalah putra menantu Paku Buwana IV, dan teman se-
perguruan R.T. Sastranegara. Dalam bidang tulis-menulis,

29 |
dia banyak mencrima ajaran dari kakeknya ialah R.T.
Sastranegara atau R. Ng. Yasadipura II yang ahli dalam
tulis-menulis dan ahli kepujanggaan sehingga akhirnya
Bagus Burhan menjadi seorang yang cerdas, kritis,
sastrawan, dan sekaligus pujangga.
Bagus Burhan dan Ki Tanujaya meninggalkan Pono-
rogo menuju Kediri dan singgah di rumah Kasan Ngali di
Mara. Atas anjuran Kasan Ngali maksud mereka untuk
mengembara di Jawa Timur dapat diurungkan. Mereka
menanti Pangeran Cakraningrat di rumah Kasan Ngali, di
Madiun. Ketika di Madiun, Bagus Burhan bertemu dan
menikah dengan Raden Ajeng Gombak, putri Adipati
Cakraningrat.
Ia sering melakukan puasa, bertapa, bersemadi,
atau bertirakat dengan berbagai cara. Perubahan tingkah-
laku ini membuat Kyai Imam Besari menjadi senang.
Kepandaian Bagus Burhan pun mulai tampak bahkan
sangat menonjol dan melebihi siswa-siswa yang lain.
Setelah dikhitan pada tanggal 21 Mei l8l5 Masehi, Bagus
Burhan diserahkan kepada Panembahan Buminata, untuk
mempelajari ilmu jaya kawijayan, dan olah fisik. Setelah
tamat berguru, Bagus Burhan dipanggil oleh Sri Paduka
Paku Buwana IV dan diangkat sebagai pegawai istana.
Raden Ngabehi Ranggawarsita diangkat menjadi pujangga
kraton Surakarta Hadiningrat.

| 30
Ditinjau dari keseluruhan karyanya, Ranggawarsita
telah menggubah karya, baik dalam bentuk prosa maupun
puisi yang indah-indah. Tentang penulisan prosa, Rangga-
warsita dapat disebut sebagai pelopor jaman peralihan dari
bentuk puisi ke prosa, sebab pada jaman itu yang lazim
adalah penulisan karya sastra dalam bentuk puisi.
Untuk memudahkan pemahaman terhadap karya-
karya Ranggawarsita, maka disusun sebagai berikut: Karya
Ranggawarsita yang ditulis sendiri, misalnya, Serat Pustaka
Raja dan Serat Wirid Hidayat Jati. Karya Ranggawarsita
yang disalin oleh orang lain, misalnya, Serat Aji Pamasa dan
Serat Cemporet. Karya Ranggawarsita bersama orang lain,
misalnya Serat Saridin dan Serat Sidin.
Karya Ranggawarsita yang diubah bentuknya oleh
orang lain, misalnya Serat Jaman Cacad. Karya Rangga-
warsita yang digubah lagi oleh orang lain, misalnya Pustaka
Raja Purwa. Karya orang lain yang pernah disalin oleh
Ranggawarsita, misalnya, Serat Bratayudha dan Serat
Jayabaya. Karya orang lain yang dilakukan sebagai karya
Ranggawarsita, ialah Kalatidha Piningit, Wirid Hidayat Jati.
Pujangga Ranggawarsita mempunyai banyak karya
yang bermutu tinggi. Beliau adalah pujangga agung Kraton
Surakarta Hadiningrat. Karya-karya Ranggawarsita banyak
tersimpan dalam perpustakaan Reksa Pustaka Kraton
Surakarta. Perhatian terhadap Ranggawarsita datang dari

31 |
seluruh tanah air, khususnya para pecinta kepustakaan
Jawa.
Perhatian ini demikian besar sehingga Ranggawar-
sita dipandang sebagai pujangga penutup. Sejarah Rangga-
warsita merupakan kisah biografi intelektual yang
melukiskan, menganalisa, dan mengevaluasi situasi kondisi
rakyat Jawa pada masanya. Karya-karya Ranggawarsita
terkenal mempunyai nilai yang dapat digunakan sebagai
sumber kebijaksanaan hidup.
Semenjak masa hidupnya, pujangga Ranggawarsita
dipandang sebagai pujangga penutup. Dan kata penutup ini
mempunyai konotasi yang sama dengan nabi penutup. Hal
ini berarti bahwa sesudah wafatnya Ranggawarsita, tidak
ada atau tidak diperlukan lagi tugas kepujanggaan.
Tugas kepujanggaan telah dikerjakan oleh para pu-
jangga sebelumnya dan kemudian telah diselesaikan selu-
ruhnya oleh Ranggawarsita. Sebenarnya tugas pengem-
bangan kesusastraan serta kepustakaan Jawa tidak akan
berakhir sepanjang masa. Generasi muda perlu mengenang
dan memahami karya sang pujangga.
Ranggawarsita sebagai seorang pujangga istana,
tugas pokoknya adalah menyusun karya-karya sastra. Kar-
ya-karya itu semua dalam bentuk tulisan tangan. Karena
Ranggawarsita menjabat sebagai pujangga istana, maka
karya-karyanya banyak yang dipersembahkan kepada raja.

| 32
Di samping itu banyak pula yang beredar dalam lingkungan
keluarga Ranggawarsita.
Buku Karya Ranggawarsita di antaranya: Babad Itih,
Babon Serat Pustaka Raja Purwa, Serat Hidayat Jati, Serat
Mardawa Lagu, Serat Paramasastra, Purwakane Serat
Pawukon, Rerepen Sekar Tengahan, Sejarah Pari Sawuli,
Serat Iber-Iber, Uran-Uran Sekar Gambuh, Widyapradana,
Serat Aji Darma, Serat Aji Darma Aji Nirmala, Serat Aji
Pamasa, Serat Budayana, Serat Cakrawarti, Serat Cemporet,
Serat Darmasarana, Serat Joko Lodhang, Seral Jayengbaya,
Serat Kalatidha, Serat Nyatnyanaparta, Serat Pambeganing
Nata Binathara, Serat Panji Jayengtilam.
Selain itu juga ada Serat Pamoring Kawula Gusti, Se-
rat Paramayoga, Serat Partakareja, Serat Pawarsakan, Serat
Purrusangkara, Serat Purwagnyana, Serat Sari Wahana,
Serat Sidawakya, Serat Wahanyasampatra, Serai Wedha-
raga, Serat Wedhasatya, Serat Wedhatama Piningit, Serat
Wedyatmaka, Serat Wirid Sopanalaya, Serat Wiraradya,
Serat Yudhayana, Kawi-Javaansche Woordenboek, Serat Sa-
loka akaliyan Paribasan, Serat Saridin, Serat Sidin, Pakem
Pustaka raja Purwa, Pakem Pustaka raja Madya, Pakem
Pustaka raja Antara, Pakem Pustaka raja Wasana, Jaman
Cacad, Serat Paramayoga, Serat Bratayuda, Serat Jayabaya,
Setrat Panitisastra, Serat Kalatidha Piningit, Serat Wirid

33 |
Hidayat Jati. Ajaran pujangga dihayati benar oleh masya-
rakat Klaten dalam kehidupan sehari-hari.
Serat Pustaka Raja yang diciptakan Ranggwarsita
jaman Sinuwun Paku Buwana VII menjadi acuan bagi seni
pedalangan Klaten. Dari serat Pustaka Raja ini cerita
pedalangan dipentaskan secara berurutan.

B. Pengkajian Nilai Kesusastraan


Kesusastraan mengandung berbagai macam ajaran
kebijaksanaan hidup. Masyarakat Klaten gemar mengkaji
sastra piwulang. Serat Pustaka Raja merupakan karya
Ranggawarsita dalam bentuk gancaran. Berjenis nonfiksi,
berupa filsafat dan ilmu pengetahuan. Berisi tentang
silsilah raja-raja dari Nabi Adam sampai berdiri Kerajaan
Majapahit, baik dengan melalui dongeng maupun dengan
melalui cerita wayang.
Wirid Hidayat Jati merupakan karya Ranggawarsita
dalam bentuk prosa, berjenis nonfiksi, isinya berupa moral
dan ajaran agama, memuat tentang delapan syarat untuk
menjadi guru ilmu jaya kawijayan dan pujangga. Sejarah
Pari Sawuli. Naskah ini merupakan karya Ranggawarsita
dalam bentuk gancaran yang ditulis sendiri. Berjenis
nonfiksi, memuat tentang pemberian pangkat kepada
Ranggawarsita.

| 34
Selain itu ada Serat Aji Darma. Naskah ini merupakan
karya Ranggawarsita dalam bentuk puisi. Termasuk non-
fiksi, berupa biografi Dewi Satati, berisi Dewi Satati
berdukacita atas meninggalnya Pangeran Jayawijaya dan
seterusnya. Sedangkan Serat Aji Darma-Aji Nirmala
merupakan naskah karya Ranggawarsita dalam bentuk
prosa. Jenis termasuk fiksi, berupa kepercayaan dan ajaran
agama, berisi tentang musyawarah para dewa di pertapaan
mereka.
Karena Ranggawarsita adalah pujangga yang banyak
dikagumi para pecinta kepustakaan Jawa, maka banyak
pula yang menyebar di tengah-tengah masyarakat. Karya-
karya Ranggawarsita, dipindahkan atau disalin dengan
cukup cermat. Salah satunya adalah Serat Aji Pamasa.
Naskah ini merupakan karya Ranggawarsita dalam bentuk
puisi. Serat Budayana. Serat Budayana ini masih berupa
naskah tulisan tangan. Naskah ini merupakan karya
Ranggawarsita dalam bentuk puisi.
Jenis termasuk nonfiksi, berupa sejarah. Isinya men-
ceritakan Pangeran Endrayana pindah ke Widarba. Serat
Cemporet merupakan karya Ranggawarsita dalam bentuk
puisi yang ditulis oleh orang lain. Jenis termasuk fiksi,
berupa pendidikan moral, isinya menceritakan Raden Mas
Jaka Pramana, seorang putra Pagelen, menikah dengan
Rara Kumenyar, seorang anak angkat Ki Buyut Kumenyar.

35 |
Selain itu ada Serat Darmasarana, naskah ini merupakan
karya Ranggawarsita dalam bentuk puisi.
Termasuk fiksi, berupa pendidikan moral, isinya
cerita tentang Parikesit hingga mendapatkan ajaran ilmu
kesempurnaan hidup. Serat Jaka Lodhang. Buku ini meru-
pakan karya Ranggawarsita dalam bentuk puisi tembang
macapat. Jenis termasuk fiksi, berupa jangka atau lambang,
isinya tentang ramalan jaman yang akan datang.
Bagi masyarakat Jawa, Ranggawarsita bukan hanya
merupakan sastrawan, melainkan juga sebagai pujangga
dalam arti yang sebenarnya. Salah satu karyanya yaitu
Serat Jayengbaya. Naskah ini merupakan karya Rangga-
warsita dalam bentuk puisi. Jenis termasuk fiksi, berupa
pendidikan moral.
Isinya tentang hakikat seseorang yang mencari ke-
sempurnaan hidup. Serat Kalatidha merupakan naskah
karya Ranggawarsita dalam bentuk puisi. Jenis termasuk
nonfiksi, berupa pendidikan moral. Isinya menggambarkan
keadaan jaman edan. Serat Natnyanaparta juga merupakan
naskah karya Ranggawarsita dalam bentuk puisi. Jenis
termasuk nonfiksi, berupa cerita sejarah. Isinya Prabu
Angling Darma turun tahta dan digantikan oleh cucunya
yang bernama Gandakusuma. Serat Panji Jayengtilam
merupakan buku karya Ranggawarsita dalam bentuk puisi.

| 36
Karya ini termasuk fiksi, berupa biografi. Isinya ten-
tang Panji Jayengtilam dengan segala seluk-beluknya. Serat
Paramayoga. Buku ini merupakan karya Ranggawarsita
dalam bentuk prosa. Termasuk nonfiksi dan fiksi, berupa
cerita sejarah dan biografi, isinya menceritakan tentang
asal-usul Tanah Jawa beserta tahun surya. Serat Purwa-
wasana adalah buku karya R.Ng. Ranggawarsita dalam
bentuk puisi. Jenis termasuk nonfiksi, berupa filsafat. Isinya
tentang orang yang mencari nilai-nilai luhur dilihat dari
sudut filsafat.
Ranggawarsita yang disebut sebagai pujangga memi-
liki kriteria mandraguna dan nawungkridha yang mengua-
sai pengetahuan lahir dan batin dengan segala kewaski-
thaannya. Karyanya Serat Sari Wahana, merupakan naskah
karya Ranggawarsita dalam bentuk puisi. Termasuk
nonfiksi berupa cerita sejarah. Isinya cerita Pangeran Sari
Wahana dinobatkan menjadi raja sampai akhir hayatnya.
Buku berjudul Serat Wedharaga merupakan karya
R.Ng. Ranggawarsita dalam bentuk puisi. Termasuk non-
fiksi berupa pendidikan. Isinya uraian tentang nilai kepen-
didikan dalam kehidupan sehari-hari. Serat Wedhasatya.
Buku ini merupakan karya R.Ng. Ranggawarsita, dalam
bentuk puisi. Termasuk nonfiksi, berupa filsafat. Isinya
uraian tentang rilsafat, khususnya mengenal fidsarat

37 |
perjodohan. Serat Wirid Supanalaya. Buku ini merupakan
karya R.Ng. Ranggawarsita dalam bentuk puisi.
Jenis termasuk nonfiksi. Isinya uraian tentang filsafat
kehidupan sehari-hari. Serat Witaradya. Naskah ini meru-
pakan karya R.Ng. Ranggawarsita dalam bentuk puisi. Jenis
termasuk nonfiksi, berupa sejarah yang berisi riwayat
Pangeran Aji Pamasa yang pindah ke Pengging. Sedangkan
Serat Yudayana merupakan karya Ranggawarsita dalam
bentuk puisi. Termasuk nonfiksi, berupa cerita sejarah.
Isinya Pangeran Yudayana digantikan oleh Pangeran
Hendrayana.
Karyanya yang lain yaitu Kawi Javaansche Woorden-
boek. Buku ini merupakan karya R. Ng. Ranggawarsita
dalam bentuk prosa. Termasuk nonfiksi, berupa ilmu
pengetahuan. Isinya Kamus Kawi-Jawa. Serat Saloka
Akalian Paribasan merupakan karya R. Ng. Ranggawarsita
dalam bentuk prosa. Termasuk nonfiksi, berupa filsafat dan
ilmu pengetahuan. Isinya kumpulan saloka berjumlah 436
buah yang disusun menurut abjad dan kumpulan paribasan
sebanyak 144 buah, yang disusun sesuai dengan abjad.
Ranggawarsita mengabdikan seluruh hidupnya un-
tuk kemajuan kebudayaan Jawa. Ia layak digelari budaya-
wan agung yang pernah dimiliki tanah Jawa. Dalam karya-
nya yaitu Serat Saridin, R.Ng. Ranggawarsita menggubah-
nya dalam bentuk prosa. Jenis termasuk nonfiksi, berupa

| 38
ilmu pengetahuan. Serat Sidin. Buku ini merupakan karya
R. Ng. Ranggawarsita dalam bentuk prosa. Jenis termasuk
nonfiksi, berupa ilmu pengetahuan.
Karya R. Ng. Ranggawarsita dalam bentuk puisi
lainnya yaitu Pakem Pustaka Raja Purwa. Naskah ini
termasuk fiksi, berupa seni dan ilmu pengetahuan. Isinya
tentang pakem pedalangan untuk Wayang Purwa. Pakem
Pustaka Raja Madya. Naskah ini merupakan karya R. Ng.
Ranggawarsita dalam bentuk puisi. Jenis termasuk fiksi,
berupa seni dan ilmu pengetahuan, isinya tentang pakem
pedalangan untuk Wayang Madya.
Pakem Pustaka Raja Antara merupakan karya R. Ng.
Ranggawarsita dalam bentuk puisi. Jenis temasuk fiksi,
berupa seni dan ilmu pengetahuan. Isinya tentang Pakem
Pedhalangan untuk Wayang Gedhog. Pakem Pustaka Raja
Wasana. Naskah ini merupakan karya R. Ng. Ranggawarsita
dalam bentuk puisi.
Jenis termasuk fiksi, berupa seni dan ilmu penge-
tahuan. Isinya tentang pakem pedalangan untuk Wayang
Klithik. Serat Jaman Cacad. Buku ini merupakan karya R.
Ng. Ranggawarsita dalam bentuk puisi. Pembahasan ini
termasuk nonfiksi dan fiksi, di dalamnya terdapat pula
pendidikan moral. Isinya tentang lukisan keadaan jaman
yang tidak menentu.

39 |
Ranggawarsita telah memenuhi persyaratan sebagai
seorang pujangga dalam konsep Jawa yang seutuhnya. Bagi
Ranggawarsita, menulis karya sastra adalah dalam rangka
mendidik atau widyatama dan memberikan penyadaran
rakyat terhadap berbagai persoalan. Dalam Serat Parama-
yoga, R. Ng. Ranggawarsita menulis sejarah dan biografi.
Isinya menceritakan riwayat hidup Nabi Adam dan Hawa
sampai anak-cucunya. Serat Bratayuda. Buku ini merupa-
kan karya R.Ng. Ranggawarsita dalam bentuk puisi.
Buku ini termasuk jenis fiksi, berupa pendidikan
moral. Isinya menceritakan peperangan antara keluarga
Barata, yaitu antara Pandawa dan Korawa. Serat Jayabaya.
Buku ini merupakan karya Yasadipura I dalam bentuk puisi
yang disalin oleh R. Ng. Ranggawarsita. Termasuk fiksi
berupa jangka atau lambang. Isinya uraian tentang ramalan
jaman yang akan datang dengan segala sesuatunya yang
akan terjadi.
Serat Kalatidha Piningit adalah naskah karya orang
lain yang diatasnamakan sebagai karya Ranggawarsita
yang ditulis dalam bentuk puisi. Jenis temasuk fiksi, berupa
jangka atau lambang. Isinya uraian tentang ramalan bahwa
Gunung Merapi akan meletus.
Karya sastra ciptaan para pujangga kraton Pajang,
Demak, Mataram dan Surakarta selalu menjadi bahan

| 40
acuan berkesenian. Kesenian yang berkembang di Klaten
mendapatkan referensi kesastraan yang berlimpah ruah.
Dari bermacam-macam karya yang digubah itu
menunjukkan betapa hebatnya kemampuan Ranggawarsita
dalam berkarya, demikian luas bidang yang dikaji sehingga
dapat mencerminkan cakupan pengarang sebagai sastra-
wan pujangga, dan penulis jangka. Amanat yang disampai-
kan Ranggawarsita itu sangat luas tidak terbatas pada
pendidikan moral, tetapi juga kritik sosial dan filsafat
hidup. Butir-butir kearifan lokal bagi masyarakat Klaten
merupakan sarana refleksi kehidupan.
Pemahaman masyarakat Klaten atas ajaran luhur
yang disampaikan dalam bentuk sastra piwulang menjadi
bahan renungan. Lewat seni santiswaran, sastra piwulang
itu mudah dipahami dan diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.

41 |
| 42
BAB IV

PELESTARIAN UPACARA WILUJENGAN


MASYARAKAT KLATEN

A. Pelaksanaan Upacara Wilujengan


Wilujengan bagi masyarakat Klaten merupakan tata
cara untuk mendapat keselamatan. Makna Tumpeng Sewu
terkait dengan tata kehidupan manusia. Bermakna banyak
teman, sahabat dan mitra. Dalam cerita pewayangan
terdapat istilah raja sewu negara, patih njaba sewu, patih
njero sewu, dengan wadya bala berjuta-juta jumlahnya
(Drewes, 1977: 28). Mereka siap mendukung segala
program yang dicanangkan Kraton Surakarta. Prinsipnya
seribu teman masih kurang, satu musuh terlalu banyak.
Bentuk tumpeng sewu ini merupakan warisan Ki Ageng
Pemanahan.

43 |
Tumpeng Robyong bermakna ngombyongi, ngro-
byongi, gotong-royong, gugur-gunung dan bekerja sama.
Masyarakat Klaten selalu menjunjung asas kebersamaan,
kesahajaan, keterbukaan dan kemitraan. Semua kegiatan
dilakukan dengan doktrin lila lan legawa kanggo mulyaning
negara. Bentuk tumpeng robyong ini merupakan warisan
Ki Ageng Penjawi. Apabila terjadi perselisihan, disarankan
supaya mau mengalah. Kata-kata kasar dihindari dan mau
mencegah kelakuan yang merugikan. Demikian itu cara
orang untuk mencapai kedamaian dan kebahagiaan
(Soetrisno, 2004: 17).
Tumpeng Lulut bermakna kasih sayang, welas asih
dan ramah tamah. Selama melakukan lobi dan pendekatan
dengan segala lapisan masyarakat, masyarakat senantiasa
berpegang pada ajaran berbudi bawa leksana, memayu
hayuning bawana, memangun karyenak tyasing sesama.
Tumpeng lulut ini merupakan warisan Ki Ageng Juru
Martani.
Tumpeng Golong bermakna manunggal, nyawiji,
dan bersatu padu. Masyarakat Klaten menjunjung tinggi
azas persatuan dan kesatuan nasional. Bersama dengan
pemerintah, ormas, orsospol, LSM dan elemen lain meng-
ayunkan langkah demi mencapai tujuan luhur, manunggal-
ing cipta-rasa-karsa. Bentuk tumpeng ini merupakan
warisan Ki Ageng Gribig. Arti penting moral juga terpatri

| 44
dalam epitaph makam Imannuel Kant: Cellum stellatum
supra me, lex morralis intra me, yang berarti begitu
cemerlang bintang-bintang di angkasa raya, demikian pula
moral susila di dada manusia (Damardjati Supadjar, 1993:
37).
Tumpeng Suci bermakna kebersihan, kebeningan,
kesucian lahir batin. Niat suci selalu diridhai oleh Gusti
Allah. Tekad kuat mengantarkan kepada sukses gemilang.
Masing-masing pribadi, diharapkan berpegang teguh pada
norma susila, hukum negara dan agama, sura dira
jayaningrat lebur dening pangastuti. Bentuk tumpeng ini
merupakan warisan Ki Ageng Pandhanaran.
Tumpeng Ayu bermakna keselamatan, keindahan
dan kebaikan. Kegiatan budaya hendaknya mengutamakan
ketentraman masyarakat. Oleh karena itu harus dilakukan
dengan kesantunan. Jika diamati semua kegiatan itu tak
pernah meninggalkan aspek keindahan, seni edi peni. Se-
dangkan aspek kebaikan terkait dengan keluhuran budi
atau kagunan adi luhung. Bentuk tumpeng ayu ini me-
rupakan warisan Ki Ageng Enis.
Tumpeng Kalis bermakna selamat dan terhindar
dari segala macam marabahaya, nir bita, nir baya, nir
sambikala. Harapannya, tidak ada gangguan apa pun dalam
upaya mewujudkan ketentraman masyarakat. Para kase-
puhan memberi wulangan, wejangan dan wedharan yang

45 |
berguna sebagai pedoman kehidupan, oboring jagad raya.
Bentuk tumpang kalis ini merupakan warisan Ki Ageng
Selo. Sistem pendidikan Kraton Jawa diarahkan agar para
keluarga Kraton selalu memiliki kepribadian yang pari-
purna (Ruspana, 1986: 32). Keselarasan sangat diuta-
makan bagi warga Klaten.
Masyarakat Klaten melakukan upacara tradisional
di daerah Jatinom, Pengging, Alas Krendhawahana, Paji-
matan Sunan Bayat, Pasarean Kempul. Kegiatan ritual ini
terkait dengan aspek kesejarahan masa silam.

B. Demi Ketentraman Masyarakat


Upacara wilujengan bagi masyarakat Klaten di
samping untuk mendapat keselamatan juga berguna untuk
melestarikan lingkungan. Gunung Merapi yang mengeluar-
kan awan panas atau sering disebut wedhus gembel pada
26 Oktober dan 05 November 2010 lalu yang telah
menewaskan banyak korban, bencananya tak cukup
sampai di situ.
Bencana yang timbul akibat letusan gunung merapi
tersebut adalah aliran lahar dingin yang kini mengancam
warga-warga DAS yang menjadi arah aliran lahar dingin.
Kali Gendol, Kali Kuning, Kali Code. Kali Opak, Kaliworopun
tak luput dari derasnya aliran lahar dingin. Warga yang
rumahnya berada di bantaran sungai sebagian sudah

| 46
mengantisipasi adanya ancaman lahar dingin yang biasa
terjadi setelah wedhus gembel atau lahar panas dimuntah-
kan oleh Gunung Merapi.
Upaya antisipasi warga membuat tanggul semen-
tara menggunakan karung/sak yang diisi dengan pasir.
Tetapi derasnya aliran lahar dingin membuat sia-sia upaya
antisipasi warga. Cuaca ekstrem yang tidak menentu
menjadi faktor pendukung derasnya aliran lahar dingin
dari puncak Gunung merapi.
Jika cuaca mendung kemudian hujan turun dengan
waktu yang lama maka kemungkinan akan segera diikuti
mengalirnya lahar dingin. Sungai opak yang terletak di
Prambanan tepatnya perbatasan wilayah Yogyakarta dan
Surakarta sudah menjadi salah satu aliran lahar dingin
Merapi. Masyarakat sekitar Prambanan yang juga khawatir
akan ancaman lahar dingin merapi melakukan berbagai
upaya agar bencana ini segera mereda.
Itulah tadi gambaran mengenai bencana alam Lahar
dingin yang menjadi titik awal Tolak bala lahar Gunung
Merapi pada 04 April 2011 pukul 19.00 – 23.00 malam.
Acara tersebut dilaksanakan oleh warga Paguyuban Kula-
warga Kraton Surakarta (PAKASA). Urut–urutan acara
meliputi wilujengan Kirab Tumpeng Ageng yang terdiri
dari oncor, dupa, kembang, spanduk, tumpeng ageng dan
para pengiringnya. lantas diadakan ujub atau Pangageng

47 |
Sasana Wilapa menyuruh ulama untuk mendoakan tum-
peng ageng saubarampe. Kemudian diakhiri dengan sara-
sehan Budaya dan hukum adat dengan beberapa nara-
sumber.
Wilujengan Kirab Tumpeng Ageng bertempat di
pendopo Taji, Prambanan Klaten. Lokasinya kurang lebih 2
km dari Candi Prambanan. Mereka mengadakan tolak bala
ini dengan tujuan memohon kepada Tuhan agar bencana
lahar dingin yang sudah sampai di Prambanan ini segera
mereda dan masyarakat kembali hidup ayem tentrem.
Dalam benak mereka percaya bahwa leluhur Kraton
surakarta senantiasa memberikan perlindungan dengan
warisan budaya yang kental dengan mistik.
Hadirnya GKR. Dra. Wandansari, M.Pd sebagai
pengembaning Warga Paguyuban Kawula Surakarta
(PAKASA) yang merupakan keturunan darah biru yakni
putri dari Sunan paku Buwana XII sangat dihormati baik
para kawula kraton, tokoh masyarakat maupun tamu
undangan yang hadir. Beliau yang juga selain anggota
komisi II DPR RI sekaligus menjadi ketua Dewan Adat di
Kraton Surakarta.
Di awal acara yang dimeriahkan oleh salah satu
kawula kraton dengan sekar Pangkur Kala Sumingkir yang
berasal dari Wejangan Sunan Giri menambah khidmat
acara Tolak bala lahar dingin Merapi. Alunan sekar Pang-

| 48
kur ini berisi tentang doa agar bencana dan keburukan
yang ada sekarang segera hilang. Para tamu undangan
mendengarkan kekidungan dengan lirih seraya ditemani
berhembusnya angin malam persawahan yang sejuk. Tak
ayal masyarakat desa Taji yang hadir di pendopo
merasakan suasana keakraban Kraton Surakarta di sini.
Acara Tolak bala yang terbilang dadakan ini dapat
terlaksana dengan meriah dan khidmat dihadiri oleh
semua anak cabang PAKASA yang berjumlah 26 untuk
hadir. Terlaksananya Tolak bala ini juga berkat dukungan
Kepala Desa Taji yang merupakan anggota dari PAKASA,
segera menyediakan ubarampe yang dibantu segenap
masyarakat sekitar. Tumpeng Ageng yang berisi sekul suci,
Sekul Golong, Ulam sari/ingkung, Pisang ayu, jenang baro –
baro, gantal suruh dan jajan pasar yang komplit me-
ngandung filosofi Jawa sebagai simbolik memohon kepada
Tuhan agar dijauhkan dari bencana apapun.
Daerah Surakarta memiliki semangat yang tinggi
dari semua elemen masyarakatnya sampai di daerah ping-
giran seperti Prambanan ini. Seperti yang diulas dalam
sarasehan Budaya dan hukum adat yang bernarasumber
GKR. Koes Moertiyah, Julianto Ibrahim, SS, M.Hum (Dosen
sejarah UGM), Kusno Setyo Utomo, S.Sos (LSM) dan Imam
Samroni, S.Pd (mahasiswa pasca sarjana UGM).

49 |
Bahwasannya isu mengenai Karesidenan Surakarta
yang pro terhadap Belanda adalah salah. Daerah Surakarta
sebenarnya tidak pernah dijajah oleh Belanda. Bahkan
GKR. Koes Moertiyah mengatakan, “Bapak menika dereng
nate thuk srauk kaliyan Walanda”. Jadi dengan berbagai
bukti otentik baik maklumat PB XII – MN VIII 1 September
1945, Piagam Kedudukan Presiden RI 19 agustus 1945
ataupun fakta lain bahwa Surakarta merupakan perjanjian
Lang Kontrak atau kontrak panjang.
Pada hari Ahad Kliwon, tanggal 17 April ada per-
temuan Pakasa di Bendungan Jatinom Klaten. Tempatnya
teduh, sejuk dan damai. Pengunduhnya adalah Kanjeng
Sudarmo. Beliau adalah mantan Kepala Desa Bendungan.
Priyayi grapyak semanak yang selalu momong momor
momot. Amemangun kasyenak tyasing sesama. Mengabdi
pada desa Bendungan dengan sifat welas asih tebih saking
pamrih. Lila lan legawa kanggo mulyaning negara.
Suara cokekan dan terbangan menambah suasana
asri. Kendhang, jedor, saron, dan siter menghiasi lagu-lagu
Jawa pilihan. Menambah mat-matan, regeng dan gayeng.
Makan siang pun lahap. Pasugatan mbanyu mili untuk
mahargya para pangageng Kraton. Tampak pula wartawan
RRI yang meliput jalannya kegiatan, dengan tema memetri
tata krama budaya Jawa.

| 50
Jalan untuk menuju Desa Bendungan sangat asyik.
Hutan dengan pepohonan yang rindang. Aktivitas ekonomi
berbasis kehutanan di sini berjalan normal dan tertata.
Cuma jalan-jalan sama berlubang. Truk dengan muatan
berat perlu pengaturan. Supaya tak ada yang dirugikan.
Sama-sama enak. Para tamu yang diundang berasal dari
seluruh anak cabang Pakasa di Kabupaten Klaten. Tampak
guyub dan semangat benar-benar bikin kangen.
Tugas untuk membantu kelancaran upacara tradisi-
onal sudah menjadi rutinitas Bu Nanda, tokoh wanita yang
mendapat gelar Nyi Mas Rahayu Hariningtyas ini. Semua
pahargyan mesti bisa sukses maksimal, sehingga benar-
benar edi peni dan adi luhung.
Edi peni terkait dengan puncak-puncak keindahan.
Mengutamakan aspek estetis. Sing nyawang bakal ke-
pranan. Apalagi sejak dulu kala wong Jawa sugih budaya.
Bahkan bangsa manca pun kagum terpesona. Oleh karena
itu, Bu Nanda segera cancut tali wanda, berpartisipasi aktif
dalam kegiatan Pakasa.
Konsep adi luhung terkait dengan nilai etis filosofis,
yaitu pikiran yang genep, genah, jangkep, bener, pener,
luwes dan mentes. Ajaran para luhur senantiasa membuat
hidup ayem tentrem, guyub rukun, selaras, serasi dan
seimbang. Perpaduan antara ilmu-lahir, jangka-jangkah, edi
peni-adi luhung mengantarkan warga Pakasa untuk

51 |
memperoleh prestasi dengan kualitas prima, sebagaimana
teladan titisan Dewi Rara Jonggrang.
Kabupaten Klaten menjadi basis utama penyangga
peradaban sejarah Jawa. berhubung di sini banyak lahir
pujangga kraton dan segenap abdi dalem. Kecamatan Ka-
rangnongko Klaten mengadakan wilujengan tempat pagu-
yuban pada tanggal 31 Januari 2011. Acara ini merupakan
tindak lanjut dari kepyakan di Pendopo Bupati Klaten
tanggal 29 Januari 2011. Di sini warga Pakasa khidmat
menyelenggarakan acara yang diisi dengan kegiatan
spiritual dan seremonial.
Berlanjut di dusun Gedong Desa Sengon Prambanan.
Letaknya di bawah kaki Gunung Pegat yang membatasi
wilayah Surakarta dan Yogyakarta. Jalannya naik turun.
Tempatnya di jalan setapak. Benar-benar berada di
kawasan pinggiran. Dalam bahasa Sosiologi kerap disebut
dengan istilah marginal dan peripheral. Orang Jawa
menyebut tiyang ndhusun.
Prinsip demokrasi dan kesetaraan dijunjung tinggi.
Kelompok tradisi diyakini dapat mengancam kemajuan.
Modernitas hanya bisa disuguhkan seiring rasionalitas. Tak
ayal, mistik, benda-benda magis, tempat-tempat keramat
mesti dibuang jauh.
Belum lagi yang takut pada faktor syariat. Syirik
dipercaya sebagai perbuatan yang menyekutukan Tuhan.

| 52
Dosanya paling besar dan tidak diampuni. Kredo yang
dianut harus membudayakan agama. Jangan sampai meng-
agama-kan budaya. Iman dan tauhid tidak boleh dikotori.
Kemurnian taukhid merupakan harga mati.
Penghayat Kejawen lain pendapatnya. Suasana halus
dan penuh dengan nilai-nilai adat luhur sempat diutama-
kan. Kesejukan, ketentraman, kedamaian hidup hanya bisa
dicapai dengan nguri-uri budaya Jawa. Terus terang
mereka bereaksi terhadap kebudayaan modern yang amat
jauh dengan tradisi mereka. Musik, cerita, seni tontonan,
drama, berita dan tayangan televisi sungguh membuat
tidak nyaman.
Perbatasan Yogya dan Solo, yaitu Gunung Pegat
menjadi perhelatan penting. Minggu Kliwon, 6 Februari
2011 jam 12-15, diadakan peresmian tempat paguyuban di
Gedong Sengon, Prambanan. Pesertanya dari Trucuk,
Gantiwarno, Kebondalem, Jaganalan. Acaranya prasaja dan
sederhana, namun cukup khidmat dan berwibawa. Usia
mereka sudah tua dan banyak pensiunan. Sisa hidupnya itu
dipersembahkan buat mengabdi pada Keraton.
Kabupaten Klaten adalah daerah yang sangat
strategis menurut geografis, karena terletak di antara
Surakarta dan Yogyakarta. Sebelum Indonesia merdeka
tepatnya tahun 1819, Kabupaten Klaten dibawah pemerin-
tahan Nagari Surakarta telah menjalankan roda peme-

53 |
rintahan sejak jaman penjajahan Belanda karena Kraton
Surakarta Hadiningrat adalah Kraton Mataram Islam yang
terakhir. Pada masa itu Kabupaten Klaten mengalami
banyak kerusakan yang ditimbulkan oleh penjajah Belanda.
Mangun Nagoro (nama kecil tak diketahui), pada
masa itu masih bertempat tinggal di Kampung Klaten yang
letaknya tidak jauh dari makam Kyai Mlati. Beliau sangat
prihatin dengan keadaan masyarakat yang tertindas, maka
Mangun Nagoro banyak melakukan prihatin/mati raga
(melaksanakan spiritual) di bawah pohon besar yang tidak
jauh dari tempat tinggal Mangun Nagoro (sekarang disebut
kampung Skalekan).
Walaupun dihujani peluru oleh pasukan Belanda,
namun Mangun Nagoro tetap tinggal di bawah pohon terse-
but, akhirnya sikap Mangun Nagoro yang selalu menentang
penjajah dan melerai perusuh-perusuh di daerah Klaten
dan sekitarnya didengar oleh Susuhunan Paku Buwana IV
di Nagari Surakarta Hadiningrat.
Akhirnya Mangun Nagoro diangkat menjadi Bupati
Klaten dan diberi nama KRT Mangun Nagoro (tahun 1819).
Sejak itulah berdiri pemerintahan Kabupaten Klaten di-
bawah pemerintahan Nagari Surakarta dan rumah KRT
Mangun Nagoro pindah ke kampung Sidawayah dimana
beliau mulai membangun rumah di atas pekarangan bekas

| 54
makam (yang sekarang dihuni oleh kerabat cucu Mangun
Nagoro trah KRMT Martanagara).
Bupati mangun Nagoro juga disebut ‘Bupati
Gunung’, karena besar kewibawaannya dan besar kekua-
saannya. Sejak itulah Klaten mulai tenang dan tidak ada
kerusuhan, maka Bupati Mangun Nagoro mempunyai
jabatan rangkap yaitu Bupati Gunung dan Bupati kliwon
(perpajakan).
Setelah Bupati Mangun Nagoro meninggal dima-
kamkan di Kajoran Dusun Jimbung Kecamatan Kalikotes
(sekarang), dimana di makam tersebut juga bersemayam
Panembahan Agung Mortua Kanjeng Panembahan Senapati
ing Mataram.
Sepeninggalan Mangun Nagoro maka jabatan bupati
dijabat oleh anak sulungnya yang bernama KRMT
Suradirjo, menantu GPH Natapura, dan jabatan bupati
pajak dipisah dengan bupati pemerintahan dimana bupati
pajak dijabat oleh RT Mangundilogo. Pada saat itu
pemerintah Nagari Surakarta mendirikan angkatan
kepolisian, maka bupati Suradirjo diangkat menjadi Bupati
kepala dari seluruh angkatan kepolisian.
Dari riwayat tersebut maka bisa kita tarik kesim-
pulan bahwa sebelum negara Republik Indonesia merdeka
(tahun 1945), Nagari Surakarta telah menjalankan roda

55 |
pemerintahan sampai di tingkat kabupaten bahkan di
tingkat kademangan (lurah).
Keyakinan terhadap wilujengan juga kerap dihu-
bungkan dengan kisah Ki Ageng Pandanaran. Di sana
terdapat suri tauladan bagi kehidupan manusia. Ki Ageng
Pandanaran merupakan bangsawan kerajaan Demak
Bintoro yang pernah menjabat sebagai Bupati Semarang.
Paripurna sebagai pejabat Bupati, Ki Ageng Pandanaran
lengser keprabon madeg pendita. Beliau menjadi guru
spiritual di daerah Bayat Klaten.
Pada hari Kamis malam Sunan Bayat menunjukan
wasiat berwujud golok dari leluhurnya. Dia berkata dengan
bersahaja, "Siapa saja orangnya yang mati karena golokku,
di akan mati naik ke surga yang lebih. Apa lagi bila manu-
sia. Seluruh makhluk yang ada bila mati karena golokku
akan memperoleh surga yang lebih".
Saat itu ada lalat yang terbang hinggap di golok lalu
mati. Raganya pun kemudian musnah naik ke surga. Seh
Domba berpikir dalam hati. Dia kemudian menubruk golok,
seketika itu meninggal. Sunan Bayat berkata bahwa jena-
zahnya segera disuruh membungkus dengan kait putih.
Pada waktu itu jenazah dikubur di kuburan yang terletak di
bukit. Seh Domba siang malam di kubur berkata dengan
kerasnya. "Enak sekali orang mati, naik ke surga yang
indah. Ketahuilah bahwa meskipun enak di dunia lama-

| 56
lama tidak enak juga. Sangat bodoh orang berada di dunia
dan tidak mau mati".
Setiap siang dan malam Seh Domba berkata begitu.
Sunan Bayat mengunjungi kuburan Seh Domba. Segera
kuburan diinjak-injaknya dan berkata keras, "Sudah enak,
sudahlah!" Dia lantas diam tidak bicara. Sesampai di alam
hari akhir semua orang akan tumpul hatinya. Suara yang
tidak baik, ambillah manfaat yang baik dari kuburan Seh
Domba.
Oleh karena itu, hendaknya semua melakukan dan
segera memberi makan berupa tujuh nasi tumpeng setiap
hari Jum'at jangan sampai lupa. Niatnya adalah memberi
makan Gusti dan kedua Seh Domba. Selain itu, ambil tanah
di kuburan Seh Domba, lalu makan, pasti tajam dalam
berpikir.
Berganti yang dikisahkan yaitu tentang Sunan
Kalijaga yang baru saja dari tempat pemancingan. Dalam
hati dia bermaksud akan pergi ke Bintoro untuk menemui
putranya. Yakni Jaka Sahid yang tidak mengetahui ayahnya.
Sang Pandeta sangat sayang kepadanya, Raden Jaka
menyembah mencium pada kedua telapak kakinya. Berkata
Sunan Kali, “Kamu putraku”.
Dia pelan menyembah agak takut kepada ayahnya
yang tiba-tiba datang tidak tahu dari mana asalnya. Benar-
benar bila telah diterima, seluruh kehendaknya terwujud.

57 |
Jaka Sahid berkata, “Sejak dulu ananda cari hingga sampai
sekarang, kini telah bisa bertemu”. Hati ayahnya lega.
“Anaku, kamu telah dikasihi oleh Allah”.
“Ikutilah saranku. Hendaklah kamu bertapa lagi di
desa Kadilangu. Ketahuilah tempat itu kelak yang mem-
punyai keturunanmu. Bergelarlah kamu Pangeran Wijil”.
Raden Sahid mencium kaki dan berpamitan kepada ayah-
nya. Sunan pelan berkata, “Ya, anaku, aku izinkan. Mudah-
mudahan tercapai apa yang kamu niatkan. Selamat
Pangeran Wijil!” Setelah sampai di Kadilangu, Pangeran
Wijil menempati bekas tempat tinggal ayahnya. Sewaktu
Sunan Kalijaga diboyong ke Demak, Sunan Kali telah
mempersiapkan untuk memilih Kadilangu sebagai tempat
tinggalnya.
Setelah putranya berangkat, pada waktu itu, Sunan
Kali bermaksud hendak berkelana. Ganti yang diceritakan
yaitu tentang Pangeran Wijil. Dia telah selesai membangun
masjid. Ibadahnya sangat tekun. Keramatnya telah keluar,
pertanda dia dikasihi oleh Suksma. Demikianlah Sunan
Kalijaga bertemu dengan putranya. Sabda Sunan Kalijaga
bahwa putranya telah diberi ilmu kebenaran yang mulia.
Mulia untuk awal dan akhir. Wejangan ilmu untuk
mengetahui hal ikhwal badan yang sifatnya rahasia.
Seluruh ilmu telah diterimanya baik ilmu lahir maupun
batin. “Aku akan melanjutkan perjalananku. Tekunlah

| 58
dalam bertapa, anaku, dan jadilah kamu seorang imam
seluruh agama yang lebih”.
Sangat ramai shalat Jumatnya. Yang datang sebagai
santri dari daerah pantai dan luar negeri banyak. Mereka
semuanya dipersaudarakan, tertarik agama yang mulia.
Pangeran Wijil semakin tekun dalam mengajarkan agama.
Tetangga kanan kirinya telah masuk. Pesantren Kadilangu
sedemikian besar. Banyak yang mengaji syariat, syariat
Nabi saw yaitu Nabi Mulia pemimpin seluruh dunia kekasih
Allah. Saat itu Pangeran Wijil telah diberi putri cantik,
putra Sunan Giri yang kedua. Dia cicit Sunan Ampel Gading.
Kemudian Kadilangu semakin ramai, telah terben-
tuk seperti kota. Kemashuran rumah Pangeran Wijil
dengan pesantrennya terdengar dari kerajaan Demak.
Segera dia disuruh untuk dipanggil. Utusan dari Demak
telah sampai di Kadilangu, bertemu dengan Pangeran Wijil.
Dia menyampaikan perintah Sri Bupati Demak, supaya
datang menghadap. Pangeran Wijil menyanggupi. Segera
dia diiringi oleh sang duta. Maka dia berangkat memenuhi
panggilan menghadap ke hadapan Sultan Demak. Kedua
tangannya menghaturkan sembah.
Dia telah dipersilahkan duduk berjajar dengan
sangat raja. Sultan lalu berguru kepada Pangeran Wijil.
Seluruh ilmu diwejangkan. Seluruh ilmu kesempurnaan
lahir batin diterima oleh sang raja. Setelah selesai Pangeran

59 |
Wijil disuruh pulang. “Hai, Paman, segera pulanglah. Ambil
milikilah Kadilangu sampai besok turun-temurun. Jangan
ada yang mengubah-ubah. Saya rela lahir dan batin”.
Sang alim meninggalkan Demak. Para Siswa tidak
ketinggalan. Perjalanan mereka cepat segera telah sampai
di Kadilangu lagi. Ganti cerita yaitu tentang kerajaan
Demak. Sultan sedang dihadap para duta. Utusan dari
Bayat datang menghadap sang raja, dipanggil tidak lama
datang. Sang duta berkata pelan, “Mohon maaf Gusti, Gusti
telah perintahkan hamba memanggil Sunan Bayat. Wahai
hamba Sang Prabu, hamba sudah memanggil Ki Ageng
Tembayat untuk menghadap Sang Prabu, mohon maaf
Gusti, beliau belum menyanggupi". Sultan berkata pelan.
Dalam hati sangat heran ketika mendengar kata-
kata utusan dari Tembayat. Hal itu dipikir dalam hati. Tidak
berapa lama kemudian Sultan mendahului wafat. Dia
digantikan oleh adiknya, bernama Raden Trenggana. Raden
Trenggana adalah Sultan Demak yang terakhir. Demikian-
lah tentang Kerajaan Demak. Tentang keadaan di Bayat
akan dikisahkan lagi.
Riwayat tentang Sunan Bayat. Beliau sakit keras,
tidak mau diobati. Istrinya sangat sedih. Dia telah tahu
bahwa takdir Allah telah sampai janjinya. Berkatalah dia
kepada istri, putra, dan seluruh saudara-saudaranya.
Kepada putranya Pangeran Pemalang, Ki Ageng berkata

| 60
agar dibuatkan kaluwat di dalam masjid. Tak begitu lama
telah jadi. Sunan Bayat memanggil anak-anak, istri, cucu-
cucunya, dan tidak terkecuali istri selir yang terkasih. Pada
waktu Pangeran Pemalang berada dihadapnya, ayahnya
berkata pelan.
"Selamat tinggallah putraku, baik-baiklah semua".
Sunan Bayat telah siap menempatkan diri, menarik nafas
kemudian meninggal. Mereka yang ditinggal susah dan
sedih. Jenazahnya telah dimandikan dibersihkan, di-
bungkus dengan kain mori, dan dimakamkan di punggung
Gunung Jabalkat. Syariatnya sangat suci. Terjadi bencana
besar. Gunung Jabalkat gempa, Gunung Lawu dan Merapi
berbunyi gemuruh keluar api. Angin puyuh berputar di-
sertai hujan, hujan abu dan banjir.
Tujuh hari tujuh malam terjadi bencana menjelang
wafatnya Sunan Bayat. Istrinya, Nyai Ageng, sangat sedih,
kemudian sakit keras, dan akhirnya wafat pula. Jenazahnya
telah dimandikan, dimakamkan menjadi satu tempat
dengan suaminya yaitu di sebelah kirinya. Putranya sangat
sedih. Wafatnya pada hari Kamis. Sunan Bayat wafat pada
hari Kamis bulan Muharam, tanggal 15, tahun Alif, diberi
sengkalan nur molah kartining bumi (1466 Jawa = 1547 M).
Bagi seluruh anak cucu, renungkanlah dengan baik, ajaran
Sunan Kalijaga, juga para wali lain, untuk meraih keba-
hagiaan, dari dunia sampai akhirat. Sebaiknya tauladanilah

61 |
keutamaan para Wali dalam mengamalkan agama, dengan
cara yang anggun dalam menyebarkan agama di tanah
Jawa, mencapai luhur dan lestari.
Kegiatan ritual budaya itu dilakukan oleh generasi
ke generasi secara turun temurun. Dengan demikian
pelestarian budaya daerah di Klaten memiliki landasan
historis yang kuat. Pada kenyataannya kegiatan budaya ini
diyakini telah menimbulkan suasana ayem tentram.

| 62
BAB V

KEGIATAN SEJARAH EKONOMI DI KLATEN


DENGAN SENTUHAN BUDAYA

A. Memperoleh Keselamatan Lahir Batin


Kegiatan ekonomi dalam masyarakat Klaten juga
dihubungkan dengan unsur rohaniah. Aspek budaya selalu
melingkupi kegiatan di pabrik gula. Dengan pendekatan
budaya ini manajemen pabrik gula selalu melibatkan
pelaku seni budaya di sekitar Klaten.
Pabrik gula Gondang Winangun terletak di desa
Kraguman Kecamatan Jogonalan Kabupaten Klaten. Peng-
hasilan pabrik gula ini mendatangkan kemakmuran bagi
sekalian rakyat. Industri angkutan pun berjalan maju.
Usaha kuliner berkembang pesat. Penyedia jasa ke-
senian mendapat pekerjaan yang laris manis. Industri gula
Gondang Winangun selalu diharapkan untuk membawa

63 |
kemakmuran. Eksistensi gula dalam budaya Jawa dapat
ditinjau berdasarkan aspek historis, mekanis, ekonomis
dan filosofis. Dari segi historis sesungguhnya telah terbukti
bahwa kepulauan nusantara, khususnya tanah Jawa,
menjadi eksportir dan produsen gula. Kasunanan Surakar-
ta dan Pura Mangkunegaran menjadi pelopor keberhasilan
industri gula di tanah Jawa.
Industri gula yang cukup menggembirakan pada
saat itu berpengaruh pada segi-segi kehidupan yang lain.
Misalnya pada bidang transportasi yang pesat. Perusahaan
kereta api berkembang di Jawa dengan jalur antar
kabupaten, bahkan sampai kecamatan dan pedesaan. Tentu
saja korelasi antar usaha ini meningkatkan kemakmuran.
Masyarakat Jawa mendapat pengetahuan dan pengalaman
baru dalam bidang perkebunan dan industri. Baik per-
kebunan maupun industri, keduanya membuka lapangan
kerja dan kesempatan berusaha.
Bahan pembuatan gula adalah sukrosa atau dikenal
dengan karbohidrat. Tanaman tebu merupakan salah satu
tanaman yang mengandung sukrosa dalam jumlah yang
banyak, sehingga menjadi bahan baku utama pembuatan
gula. Sukrosa pada tebu terdapat di dalam suatu cairan
yang disebut nira. Nira inilah yang akan diolah melalui
beberapa proses sehingga dihasilkan kristal gula. Pem-
buatan gula merupakan proses yang sangat kompleks.

| 64
Untuk itu dibutuhkan ketelitian dan keahlian khusus dalam
pengolahannya, agar gula yang dihasilkan memiliki kualitas
terbaik dan memenuhi standar mutu internasional. Di Jawa
Tengah dan Jawa Timur terdapat pabrik gula yang unggul,
sehingga mendatangkan kemakmuran bagi rakyat.
Pabrik gula beserta aktivitas produksinya menarik
minat para pakar untuk melakukan penelitian dan
pengkajian. Beberapa pakar yang telah mengulas tentang
gula diantaranya adalah Moerdokusumo (1993) yang
menguraikan tentang Pengawasan Kualitas dan Teknologi
Pembuatan Gula di Indonesia. Mubyarto dan Daryanti
(1991) telah menulis tentang Gula: Kajian Sosial Ekonomi.
Sedangkan Soediro (1982) memberi deskripsi tentang
Pengolahan Gula Merah Kristal dari Tebu. Ulasan para
pakar tersebut menunjukkan betapa pentingnya gula
dalam kehidupan masyarakat.
Dengan pendekatan filosofis diharapkan butir-butir
kearifan lokal dapat diperoleh demi penyusunan kebijakan
yang bertumpu pada nilai kebudayaan. Pendekatan filo-
sofis atas kajian gula bertujuan untuk mengungkapkan
nilai-nilai luhur yang telah diwariskan turun-temurun.
Secara kimiawi gula identik dengan karbohidrat. Bentuk
dari karbohidrat, jenis gula yang paling sering digunakan
adalah kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk
mengubah rasa dan keadaan makanan atau minuman. Gula

65 |
sederhana seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa
dengan enzim atau hidrolisis asam) menyimpan energi
yang akan digunakan oleh sel. Ada gula ada semut adalah
ungkapan yang menggambarkan adanya daya tarik, sehing-
ga banyak pihak yang datang berbondong-bondong. Seperti
misalnya urbanisasi dari desa ke kota, karena banyaknya
peluang dan harapan.
Orang Jawa sangat akrab dengan gula beserta
fungsinya. Tidak mengherankan apabila budaya Jawa kerap
melagukan tembang dhandhanggula. Oleh karena itu Dhan-
dhanggula secara etimologis dapat diberi makna demikian.
Dhandhanggula: dhandhang = hitam gula = legi atau manis,
melambangkan seseorang telah menemukan gula hitam
atau manisnya madu kehidupan sebagai suami istri.
Dhandhanggula yang berasal dari kata dhandhang dan gula
yang berarti pengharapan akan yang manis.
Menurut Sardjijo (1991: 26), watak tembang adalah
sebagai berikut: Tiap nama tembang Macapat mempunyai
watak masing-masing. Oleh karena itu pemaparan atau
penggambaran sesuatu hal biasanya diselaraskan dengan
sifat/watak tembangnya. Dhandhanggula berwatak luwes,
menyenangkan. Sesuai untuk mengungkapkan segala kea-
daan.
Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara (1968: 73)
setiap tembang memiliki watak. Dhandhanggula mempu-

| 66
nyai arti harapan yang manis, daunnya sebagai hiasan
kehidupan, glali, dhandhang. Tembang Dhandhanggula ini
diciptakan oleh Sunan Kalijaga. Adapun wataknya fleksibel,
luwes. Cocok untuk pembukaan, pertengahan dan penutup
suasana.
Bendera Gula Klapa menjadi simbol kebanggaan
dan kejayaan kerajaan Jawa. Dalam seni pewayangan
seringkali ditampilkan adegan yang diiringi dengan lagu
Gula Klapa laras pelog. Irama lagu Gula Klapa tampak
bersemangat dan gagah berani. Musik yang disertai dengan
gerakan wayang yang lincah membuat suasana menjadi
sangat meriah.
Gula klapa mengandung makna nasionalisme atau
kebangsaan. Gula berwarna merah dan kelapa putih.
Bendera Indonesia berwarna merah putih. Sejak zaman
Kraton Majapahit, Demak, Pajang dan Mataram dan
Surakarta Hadiningrat selalu mengibarkan bendera merah
putih. Semua sepakat bahwa bendera itu mengandung arti
berani karena benar, dalam rangka membela kesucian.
Rasa gula itu manis. Dalam budaya Jawa komunitas
yang hadir dalam suasana kemanisan serta ketertiban
adalah lebah. Lebah mempunyai makna kiasan yang dekat
dengan gula. Madu dihasilkan oleh komunitas lebah. Dua-
duanya berasa manis. Filsafat lebah mempunyai deskripsi
dan argumentasi demikian. Welingku ngger-angger,

67 |
mumpung durung kedelarung marenana, ngger-angger,
luwih ala milk darkebing wong liya. Nasehatku, wahai
anakku, Sebelum terlambat, berhentilah: Sangat tidak
sepantasnya merebut milik orang.
Tala adalah sarang lebah. Dalam Al Qur’an Allah
verfirman: Dan Tuhan mewahyukan kepada lebah:
Bersarang dibukit-bukit, dipohon-pohon kayu, dan pada
bangunan-bangunan lainnya dibuat oleh manusia. Dan
makanlah olehmu bermacam-macam sari buah-buahan,
serta tempuhlah jalan-jalan yang telah digariskan Tuhan-
mu dengan lancar. Dari perut lebah itu keluar minuman
berupa madu yang bermacam-macam warnanya, di
dalamnya terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi
orang-orang yang mau memikirkan.
Dahulu Nusantara mendapatkan kemudahan alami,
berupa subur makmur tanah airnya tetapi lalu lalai, bahwa
kemudahan itu adalah karena perkenan-Nya, dependen
pada-Nya. Ketika kolonialisme-Imperialisme Barat secara
aktif menyerang, Nusantara berada di bawah penderitaan
penjajahan (Damardjati Supadjar, 2001: 64).
Wacana sosial tentang perumpamaan-perumpama-
an dapat menjadi tema-tema: mistik dan politik; mistik dan
teknik; politik dan teknik. Gambaran masyarakat lebah
sebagai acuan yang sangat penting, adapun alasannya
adalah sebagai berikut: sarang lebah itu di tempat yang

| 68
tinggi, artinya punya kualitas, baik secara intelektual atau
secara moral; Makanannya adalah makanan yang pilihan,
yaitu sari buah-buahan; Masyarakat lebah adalah masyara-
kat yang cara-kerjanya berdasarkan suatu Tata; Produkti-
vitasnya mengagumkan, yaitu madu yang serba manfaat,
bahkan berkhasiat obat yang mujarab.
Museum Gula didirikan atas prakarsa Gubernur
Jawa Tengah pada waktu itu (Bapak Soepardjo Roestam)
dan segera ditindaklanjuti oleh Direktur Utama PTP XV-XVI
pada waktu itu (Bapak Ir. Waryatmo). Museum ini
diresmikan pada tanggal 11 September 1982 oleh Bapak
Soepardjo Roestam untuk menyambut diadakannya
Kongres International Society of Sugar Cane Technologists
(ISSCT) XIX yang anggotanya terdiri dari para ahli gula
sedunia di Pasuruan, Jawa Timur 22 Agustus 1986.
Aktivitas perekonomian yang berbasis seni budaya
terjadi pada kegiatan giling pabrik tebu. Upacara ritual juga
menyertai pembukaan panen tembakau dengan wilujeng-
an. Tentu saja kegiatan ekonomi ini dalam sejarahnya
diharapkan menumbuhkan keyakinan atas keselamatan
bersama.

B. Mewujudkan Sarana Kesadaran Budaya


Kesadaran budaya masyarakat Klaten diwujudkan
dalam bentuk pembangunan museum serta perpustakaan.

69 |
Pendirian museum gula bertujuan untuk memberi
pelajaran buat generasi muda. Terutama di kalangan
pelajar. Museum ini menempati salah satu bangunan bekas
tempat tinggal yang berada di kompleks Pabrik Gula
Gondang Baru, Jogonalan, Klaten.
Koleksi yang dimiliki terdiri dari peralatan untuk
menanam tebu sampai dengan peralatan pengolahan tebu
menjadi gula pasir seperti: peralatan tanam tebu
tradisional, macam-macam bibit dan penyakit tanaman
tebu, alat-alat perawatan tanaman tebu, alat-alat pengolah
tebu menjadi gula pasir, miniatur pabrik gula, alat-alat
administrasi pada pabrik gula, sarana pengangkut tebu,
dan sebagainya. Museum ini juga dilengkapi dengan
perpustakaan, mushola, ruang pertemuan, dan cafe kecil
untuk bersantai.
Masa kejayaan gula dalam lintasan sejarah telah
mendukung eksistensi kebudayaan Jawa. KGPAA Mangku-
negoro IV adalah disebut juga sebagai Raja Gula Indonesia
pada masanya. Pabrik gula yang memproduksi gula kristal,
seperti PG Colomadu dan PG Tasikmadu diprakarsai oleh
KGPAA Mangkunegoro IV, termasuk PG Candi di Jawa
Timur pada 1830-an. Dalam hal sastra budaya Jawa beliau
adalah pengarang Serat Wedhatama dan Tripama yang
terkenal itu. Mangkunegoro IV lahir pada tahun 1736,

| 70
menjadi penguasa Mangkunegaran pada tanggal 17 Mei
1850. Wafat pada tanggal 2 September 1881.
Kemilaunya karier Mangkunegoro IV di bidang
pergulaan, yang langka digeluti oleh raja pribumi ini akhir-
nya berembus sampai penjuru dunia. Brooshooft dalam De
Locomotief (2 September 1881) menulis, saban orang luar,
pegawai tinggi atau swasta manakala berkunjung ke Solo
minta diperbolehkan untuk melihat pabrik gula Mangku-
negaran untuk menghapus rasa penasaran yang melanda
dan belajar manajemen perkebunan “raja gula dari Jawa”
itu.
Mangkunegoro IV telah meninggalkan warisan ber-
harga berupa semangat berwirausaha. Bukti sejarah ini
telah menghantam dengan sekeras-kerasnya citra me-
rugikan yang diberikan oleh pejabat kolonial bahwa orang
pribumi Jawa pemalas dan selalu kalah tanding dengan
orang asing dalam usaha.
Titik awal pemerintahan Sri Mangkunegoro IV
inilah yang oleh Pringgodigdo disebut menginjak zaman
baru, karena pada era Sri Mangkunegoro IV inilah muncul
perusahaan-perusahaan Mangkunegaran, yang pening-
galannya berdiri dan berjalan, serta dapat disaksikan
sampai tahun 1937 (Pringgodigdo, 1950: 30). Perusahaan-
perusahaan itulah yang mempunyai pengaruh sangat besar
terhadap keuangan raja, dan juga keuangan pemerintahan

71 |
Mangkunegaran, sehingga Mangkunegaran mampu menye-
jajarkan diri dengan raja-raja besar yang ada di Jawa waktu
itu (Soetomo Siswokartono, 2006: 152).
Kraton Surakarta Hadiningrat juga mewariskan
pabrik gula yang besar. Namanya Pabrik Gula Manisharja
(Wirodiningrat, 2005: 4). Ternyata para pemimpin Jawa itu
dulu ulung dalam memutar roda ekonomi. Raja Jawa
menyadari arti penting industri yang berbasis pertanian.
Bermacam-macam jenis gula yang dikenal masya-
rakat. Gula Tebu adalah gula kristal putih (sakarosa) yang
diperoleh dari tanaman tebu. Terkadang dijual dalam
bentuk gula coklat (brown sugar) di Eropa. Pada awalnya
gula tebu dikenal oleh orang-orang Polinesia, kemudian
menyebar ke India. Pada tahun 510 Sebelum Masehi, ketika
menguasai India, Raja Darius dari Persia menemukan
”batang rerumputan yang menghasilkan madu tanpa
lebah”. Seperti halnya pada berbagai penemuan manusia
lainnya, keberadaan tebu sangat dirahasiakan dan dijaga
ketat, sedangkan produk olahannya diekspor dan untuk
menghasilkan keuntungan yang sangat besar.
Untuk gula lokal terdapat gula Jawa yang tetap
diproduksi sampai sekarang. Gula Jawa adalah istilah gula
merah, biasanya diasosiasikan dengan segala jenis gula
yang dibuat dari nira, yaitu cairan yang dikeluarkan dari

| 72
bunga pohon dari keluarga palma, seperti kelapa, aren, dan
siwalan.
Lebih spesifik masyarakat Banyumas punya penga-
laman yang panjang. Banyumas adalah sentra pembuatan
gula jawa yang telah berumur ratusan tahun, tapi proses
produksinya tidak banyak mengalami perubahan, yakni
menggunakan pongkor penadah nira dari bambu. Untuk
menjaga nira tidak terkontaminasi bakteri, pongkor lebih
dulu diisi cairan laro, terbuat dari larutan kapur tohor dan
kulit buah manggis atau tatalan pohon kulit buah nangka.
Ada sebagian petani yang menggunakan natrium bisulfit
0,02 persen, tetapi ini tidak dianjurkan.
Proses pembuatannya, nira hasil sadapan dimasak
dengan kayu bakar sekitar tiga jam, hingga membentuk
caramel siap dicetak. Ada yang menggunakan potongan
bambu untuk mendapatkan ukuran 100 gram sebagai alat
cetak, ada juga yang menggunakan cetakan aluminium
untuk memperoleh gula ukuran berat 50 gram.
Masyarakat Jawa selalu menyelenggarakan pesta
yang dikemas dengan adat istiadat budaya. Tata upacara
adat manten tebu menganggap tebu sebagai bagian dari
kosmos alam memiliki energi yin yang, laki-laki perem-
puan. Oleh karena itu biar tebu yang ditanam subur dan
menghasilkan kesejahteraan dilakukan pengawinan lam-
bang tebu jantan dan betina. Biasanya dilakukan dengan

73 |
sarana wayang kulit. Tujuan lain untuk mengusir segala
gangguan, maupun keangkaramurkaan yang ada di dalam
pabrik sehingga proses penggilingan tebu dapat berjalan
lancar dan selamat baik karyawan, pekerja maupun
hasilnya.
Semua pabrik gula di Jawa Tengah dan Jawa Timur
berbahan baku tebu. Dalam konteks adat istiadat Jawa,
tebu memiliki fungsi yang vital. Tebu menjadi piranti da-
lam upacara pengantin Jawa. Tebu jarwa dhosoknya adalah
antebing kalbu. Sepasang tebu wulung tebu yang berwarna
ungu melambangkan mantabnya kalbu, pasangan baru itu
akan membina keluarga dengan sepenuh hati, dengan
segala tekad dan pikiran bijak, akan selalu mempertahan-
kan kehidupan keluarga.
Cengkir gadhing-kelapa kecil yang berwarna kuning
melambangkan kencang-kuatnya pikiran baik, artinya
pasangan itu saling mencintai dengan sungguh-sungguh
dan akan saling memelihara. Berbagai macam dedaunan
segar seperti: beringin, majakara, alang-alang, dhadhap
serep, diharapkan supaya pasangan tersebut tumbuh
dengan kuat dalam kehidupan berkeluarga dan selalu
berada dalam keadaan selamat (Adjid & Tessa, 2002: 2).
Perlengkapan yang sangat penting, di atas gapura
sebuah perhiasan yang dinamakan bleketepe yang terbuat
dari anyaman daun kelapa harus digantungkan, ini

| 74
dimaksudkan untuk mengusir roh jahat dan sebagai tanda
bahwasanya pesta perkawinan sedang diselenggarakan di
rumah ini. Adapun srana tarub yang pokok yang disebut
"Tuwuhan" terdiri dari: Sepasang pohon pisang raja yang
berbuah yang maknanya secara singkat demikian: Agar
mempelai kelak menjadi pimpinan keluarganya/ling-
kungannya dan masyarakat dengan sebaik-baiknya. Seperti
pohon pisang dapat tumbuh dan hidup dimanapun saja,
maka diharapkan bahwa mempelai berdua pun dapat
hidup dan menyesuaikan diri di lingkungan manapun juga
dan berhasil berbuah.
Orang Jawa kerap memberi nama bunga pada
tanaman misalnya kembang belimbing maya, kembang
pelem wujud, kembang ketela ingklik, kembang kacang
kupu, kembang pring blas-blasan, kembang jambu karuk,
kembang kopi blanggreng, kembang lombok menik.
Sedangkan gleges adalah nama kem-bang tebu. Kata ini
juga bisa dibuat teka-teki atau cangkriman dalam bentuk
wangsalan, misalnya: Kembang tebu, wiwit mau guyune
gumleges. Tebakannya adalah gleges.
Tebu wulung mempunyai makna yang mendalam.
Sepasang tebu wulung: tebu artinya "anteping kalbu" tekad
yang bulat. Wulung artinya mulus matang, maknanya dari
mempelai diharapkan agar segala sesuatu yang sudah
dipikir matang-matang dikerjakan/dilaksanakan dengan

75 |
tekad yang bulat, pantang mundur atau mulat sarira hang-
rasa wani. Sedangkan menurut Adjied dan Tessa (2002: 2)
kata tarub berasal dari kata benda yang menunjukkan
pengertian tentang suatu "bangunan darurat" yang khusus
didirikan di depan rumah atau di sekitar rumah orang yang
mempunyai hajad menyelenggarakan perhelatan perka-
winan dengan tujuan rasional dan irrasionil.
Rasionil yaitu membuat tambahan ruang untuk
tempat duduk tamu, menata meja dan perlengkapan untuk
resepsi perkawinan. Irrasionil karena pembuatan "Tarub"
menurut adat harus disertai dengan macam-macam per-
syaratan khas yang disebut srana-srana/sesaji, maka yang
demikian mempunyai tujuan "keselamatan lahir batin"
dalam arti luas.
Setiap pabrik gula punya tradisi yang berbeda. Adat
Pengantin Tebu di Pabrik Gula Tasikmadu sudah ber-
langsung sejak zaman Mangkunegara IV menjelang musim
giling setiap tahunnya. Hal serupa juga diselenggarakan di
pabrik gula lain untuk memulai musim giling. Namun
tradisi di Pabrik Gula Tasikmadu disebut-sebut yang ter-
lengkap dan terpelihara sejak diadakan sekitar 1.300 tahun
lalu. Pada malam hari di sekitar pabrik diselenggarakan
pasar malam cembrengan yang menyaji-kan produk
sandang selain makanan khas seperti jenang kelapa.

| 76
Pengantin yang diarak bukan sembarang pengantin.
Bagus Sri Sadono Jati dan Raden Roro Sri Mulyaning Sejati,
adalah pasangan tebu pilihan yang diambil dari Kebun
Buntar dan Alastuwo, Karanganyar. Sehari sebelumnya,
tebu temanten ini juga menjalani ritual selamatan usai
dipetik dengan menyajikan tujuh kepala kerbau, mido-
dareni, dan rias tebu temanten yang dilakukan di rumah
dinas kepala tanaman.
Pabrik gula melibatkan lingkungan sekitar dalam
menyelenggarakan adat tradisi. Di Kudus upacara
nggantingi yang merupakan acara ritual menyambut
musim giling di Pabrik Gula Rendeng Kudus, masih terus
diuri-uri pihak manajemen. Kemeriahan pelaksanaan
selalu dikaitkan dengan maju mundurnya usaha Pabrik
Gula yang bersangkutan. Hal ini bisa dimaklumi karena
menyangkut biaya.
Acara nggantingi berlangsung di halaman pabrik
gula yang terletak beberapa ratus meter arah timur pusat
Pemerintahan Kabupaten Kudus. Namun sebelum puncak
acara nggantingi, puluhan tempat yang dianggap mem-
punyai hubungan tidak langsung dengan Pabrik Gula
Rendeng diberikan sesaji, seperti di sejumlah tempat di
Gunung Muria dan Rahtawu. Tujuannya untuk melestari-
kan warisan budaya, khususnya petani tebu di Kudus dan
sekitarnya. Mudah-mudahan tradisi ini tetap lestari.

77 |
Giling tebu punya adat istiadat yang menarik.
Cembrengan adalah selamatan masa pra giling tebu yang
diselenggarakan setiap tahun sekali. Ritual cembrengan
sebagai bagian dari evaluasi untuk meningkatkan produkti-
vitas gula yang telah dicapai sebelumnya. Cembrengan juga
dimaksudkan untuk keselamatan terutama di bagian juru
masak pabrik gula saat mereka bekerja menggiling tebu
selama masa giling. Penyelenggaraan cembrengan biasanya
diikuti pasar malam seperti sekatenan selama sebulan di
sekitar lokasi pabrik gula. Tak lupa nanggap wayang dan
kethoprak.
Upacara ini tetap dilaksanakan. Ritual Temanten
Tebu, adalah acara yang dilaksanakan hanya sekali dalam
setahun, tepatnya pada selamatan pesta giling (April-Mei).
Ritual yang mengekspresikan rasa syukur kepada Tuhan
sang penguasa alam. Simbol penganten tebu, diambil dari
tebu milik petani dan milik Pabrik Gula Pangka. Satu
simbol persatuan antara petani dan pabrik gula dalam
menyongsong panen raya dan giling. Konon sinar wajah
temanten dapat mencerminkan berhasil atau tidak dalam
pasca panen. Setiap upacara tradisional tersebut berfungsi
untuk menjaga tertib kosmis.

Gula merupakan salah satu dari sembilan bahan


pokok (sembako) bagi masyarakat Indonesia. Gula diguna-

| 78
kan dalam campuran bahan makanan, minuman, untuk
menambah stabilitas terhadap mikroorganisme serta seba-
gai sumber energi. Oleh karena itu keberadaan gula sangat
dibutuhkan. Pemerintah selalu berupaya agar Indonesia
mampu berswasembada gula. Impor gula dari luar negeri
dibatasi dan bahkan berharap Indonesia dapat menjadi
negara pengekspor gula. Hal ini dapat juga mengatasi
kekurangan lapangan pekerjaan bagi para pemuda di tanah
air.
Lahan untuk penanaman tebu sebagai bahan dasar
pembuatan gula cukup terhampar dan berlimpah-ruah
jumlahnya. Sebuah potensi ekonomis yang telah berjalan
secara empiris dalam perjalanan bangsa ini. Oleh karena
itu argumentasi bahwa gula menjadi sakaguru pereko-
nomian nasional merupakan keniscayaan. Andaikan saat
ini terdapat kekeliruan dalam manajemen pergulaan
nasional, maka secepatnya perlu adanya kesadaran dan
gerakan nyata. Revitalisasi Gula Nasional perlu mendapat
dukungan dari semua warga bangsa.
Bangsa Indonesia secara kultural filosofis merupa-
kan komunitas yang menyukai gula dalam kehidupan
sehari-hari. Baik dalam kategori konotatif maupun
denotatif, kata yang mengacu pada gula banyak ditemukan.
Misalnya tembang dhandhanggula, gula klapa, tembung
manis, ireng manis, manis-manis lathi, madu basa, madu

79 |
rasa, madu brangta, pahit padu, dan sebagainya. Semua
kata ini merupakan fakta simbolis yang mempunyai makna
mendalam. Di balik manisnya gula, ternyata banyak
ditemukan nilai-nilai luhur yang dapat digunakan sebagai
kaca benggala kehidupan.
Masyarakat Klaten terbiasa dengan manajemen pa-
brik gula. Makanya orang Klaten gemar nembang Dandang-
gula. Sebisa-bisanya hidup itu selalu tampil dengan rasa
manis. Pabrik gula memberi pelajaran tentang kemandirian
ekonomi rakyat. Pada masa depan pabrik gula semakin
memberi kesejahteraan.
Kesejahteraan ekonomi berhubungan dengan aspek
lahiriah. Sedang aspek batiniah dilakukan dengan kegiatan
seni budaya. Sepanjang jaman sejak masa kerajaan hingga
sekarang masyarakat Klaten berusaha membuat kese-
larasan.

| 80
BAB VI

PENGEMBANGAN SEJARAH KERAJINAN


DI KLATEN DEMI MELESTARIKAN BUDAYA

A. Pengembangan Kerajinan Masyarakat


Pengembangan kerajinan di daerah Bayat selalu
berhubungan dengan unsur material, moral dan spiritual.
Pengrajin batik yang berada di wilayah Bayat Klaten
senantiasa menyertakan unsur budaya. Bayat menjadi
penyangga utama industri batik tradisional di Kabupaten
Klaten. Pemasok pasaran batik di Klewer kebanyakan
dilakukan oleh orang Bayat. Sebagian dari mereka dulu
menjadi abdi dalem yang khusus mengurusi tata busana
batik. Daerah Bayat Klaten dengan kraton Surakarta
mempunyai hubungan kultural dalam bidang industri batik
tulis.

81 |
Identitas kebudayaan nasional dapat diperoleh
dengan meningkatkan peran produk lokal yang telah
diakui oleh masyarakat luas. Khusus busana batik
sebenarnya telah mendapat pengakuan internasional.
Sebagai warisan nenek moyang batik boleh dikatakan
pembentuk jati diri bangsa yang cukup mem-banggakan.
Sebagian batik masih merupakan barang mewah, yang
hanya dipakai oleh masyarakat kelas atas sebab hanya
merekalah yang dapat membelinya. Kain batik pada masa
itu dalam masa konteks hubungan dagang antara India
dengan kepulauan Nusantara, adalah merupakan komoditi
utama (Mari S. Condronegoro, 1995: 18). Berawal dari
kontak dengan para pe-dagang India, batik masuk ke
hubungan perdagangan di seluruh kepulauan Nusantara.
Pada tahun 1877, dalam sebuah artikelnya tentang
pakaian Jawa Poensen menyatakan bahwa kain batik pada
akhir abad XIX terutama dikenakan oleh kaum pria,
meskipun dibuat oleh wanita (Adjied Swastedi, 2002: 4).
Pada saat itu batik merupakan pakaian eksklusif dari go-
longan atas atau ningrat. Kepercayaan akan dapat tercipta-
nya suasana religius magis dari pancaran batik membuat
para bangsawan lebih mengutamakan corak batik yang
mengandung arti simbolik.
Yogya dan Solo adalah merupakan lingkungan
keraton di mana seni batik tradisional dipelihara dan

| 82
dikembangkan secara turun temurun (Darsiti, 1989: 31).
Dalam perkembangannya, generasi penerus kebanyakan
hanya mengagumi nilai keindahan visualnya saja, mereka
kurang mengetahui nilai keindahan simbolik (makna
keindahan) yang terkandung dalam setiap motif-motifnya
(Kartini dkk, 1992: 23).
Setiap daerah mempunyai keunikan dan ciri khas
masing-masing, baik motif maupun tata warnanya. Namun
demikian, dapat dilihat adanya persamaan maupun
perbedaan antar batik di berbagai daerah tersebut
(Kodiron, 1989: 25). Motif batik lainnya yang menjadi
standar istana adalah corak semen, sawat dan udan liris.
Kata semen mempunyai konotasi semi atau tumbuh. Corak
semen penuh dengan simbolisme yang menunjukkan pe-
mujaan terhadap kesuburan dan tata tertib alam semesta.
Oleh karena itu ragam corak batik perlu men-
dapatkan perhatian dan pengkajian yang lebih mendalam.
Batik merupakan busana warisan para leluhur. Menurut
Kartini dkk (1992: 17) batik adalah hasil karya atau produk
yang menggunakan lilin sebagai bahan bakar untuk me-
nutup design atau motif yang diinginkan, sebelum produk
atau hasil karya tersebut diproses sampai final. Sedangkan
kata tradisional adalah berasal dari kata tradisi yang
berarti sesuatu yang turun-temurun dari nenek moyang
atau menurut adat.

83 |
Ragam hias bersifat naturalis dan pengaruh ber-
bagai kebudayaan asing terlihat kuat. Warna beraneka
ragam (Rian S. Djoemena, 1986: 43). Selain yang disebut-
kan di atas, corak cemukiran/cemungkiran berpola sinar
merupakan salah satu corak larangan pula. Dewa Syiwa
menurut kepercayaan Jawa diyakini menjelma dalam diri
raja, sehingga fungsi cemungkiran sama dengan huk yaitu
hanya berhak dipakai oleh raja dan putra mahkota (Sewan
Susanto, 1973: 52).
Motif batik udan liris termasuk dalam pola geo-
metris yang tergolong motif lereng, disusun secara garis
miring (Mari S. Condronegoro, 1995: 31). Karena sifat dan
warnanya inilah maka batik dari daerah Garut, Banyumas,
Ponorogo dan sejenisnya dimasukkan dalam kelompok
batik pesisir, meskipun daerah-daerah ini tidak terletak di
pesisir. Mengenai ragam hias alasan yang berarti hutan,
adalah lambang kesuburan atau kemakmuran. Ragam hias
ini sering dipakai untuk kain dodot.
Sementara itu di lain pihak, Solo terkenal dengan
sawutannya yang halus dan berbagai jenis parangnya. Di
desa Bayat yang terletak antara Solo dan Yogya ber-
kembang Jenis batik rakyat yang dibatik oleh sebagian
besar masyarakat setempat. Batik-batik lokal ini ternyata
mempunyai kualitas yang sangat bagus sehingga dapat
bersaing di tingkat global.

| 84
Bangsa yang dapat bersaing di tingkat global harus
mampu menunjukkan kualitas produknya. Lambat laun
bangsa tersebut akan kokoh jati dirinya. Busana ini ada tiga
macam, pertama busana sabukwala nyamping batik
sebagai busana harian atau untuk menghadiri upacara alit.
Kedua, busana sabukwala nyamping praos khusus untuk
acara resepsi tetesan yang diadakan apabila resepsi itu
diselenggarakan bersamaan dengan upacara supitan.
Sesungguhnya makna terdalam dari tata laksana
upacara pengantin Jawa masih berkaitan dengan
keterangan berikut: Perhiasan yang dipakainya terdiri dari
subang, kalung emas dengan liontin berbentuk mata uang
(dinar), gelang berbentuk ular atau gligen, atau dapat pula
memakai gelang model sigar penjalin. Bagi yang berambut
panjang disanggul dengan model konde. Kainnya bermotif
parang ceplok atau gringsing.
Batik, pada dasarnya termasuk karya seni khusus-
nya seni lukis. Alat yang digunakan untuk melukis adalah
canting, yang di dalam penggunaannya memiliki berbagai
macam ukuran tergantung pada jenis dan halusnya garis
atau titik yang diinginkan. Canting yang bercarat satu
untuk membuat garis, titik atau cecek dan yang mem-
punyai carat lebih dari satu (sampai dengan tujuh) dapat
dipakai untuk membuat hiasan berupa kumpulan titik-titik
atau garis-garis (Kartini dkk, 1992: 24).

85 |
Kepercayaan dan adat istiadat yang ada di daerah,
yang bersangkutan. Keadaan alam sekitarnya, termasuk
flora dan fauna. Adanya kontak atau hubungan antar
daerah pembatikan (Rian S Djoemena, 1986: 33). Seni
batik, dapat dilihat dari berbagai aspek seperti antara lain:
proses pembatikan atau pembuatan, mutu pembatikan,
ragam hias dan tata warna. Batik sebagai karya seni, dalam
arti batik diciptakan oleh nenek moyang dalam bentuk
(motif) yang beraneka ragam. Batik termasuk seni lukis
yang unik, di samping itu warna yang digunakan juga
warna khas, yang melalui proses yang rumit.
Motif batik itu merupakan salah satu manifestasi dari
kepercayaan raja atau masyarakat pada waktu itu, atau
diciptakan untuk sesuatu harapan yang baik biasanya ter-
cantum pada nama-nama dari motif batik tersebut. Misal-
nya motif semen. Semen berasal dari kata semi (tumbuh).
Polanya berbentuk kuncup tanaman. Pola ini mengandung
pengharapan agar barang siapa yang menggunakan akan
mendapat rejeki penghidupannya terus tumbuh (semi).
Secara garis besar ada dua golongan ragam bias batik,
yaitu ragam hias geometris dan ragam hias non geometris.
Yang termasuk golongan geometris adalah: Garis miring
atau Parang, misalnya: parang rusak, parang curiga, parang
parung, parang wenang, parang kusuma, parang gondosuli,

| 86
parang pari sauli, parang seling naga. Garis silang atau
ceplok dan kawung.
Kelengkapan busana pinjung harian (pinjung padin-
tenan) terdiri atas kain batik, tanpa baju, lonthong tritik,
kamus songketan, memakai udhet tritik (semacam selen-
dang sebagai hiasan pinggang yang dikenakan di bawah
lonthong kamus), mengenakan subang, kalung dinar,
gelang gligen atau sigar penjalin. Sanggulnya berbentuk
sanggul tekuk polos tanpa hiasan. Busana pinjung
dikenakan para putri raja sampai usia remaja (Mari S.
Condronegoro, 1995: 49).
Untuk remaja atau dewasa, dalam kesehariannya
mengenakan busana semekanan. Semekan dalam penger-
tian ini berupa kain panjang dengan lebar separo dari lebar
kain panjang biasa, berfungsi sebagai penutup dada. Dalam
perkembangannya ada motif batik yang pemberian nama
dari motif batik tersebut melibatkan nama dari perusahaan
pembuatnya, misalnya Batik Danarhadi dibuat oleh perusa-
haan Danarhadi dan Batik Semar, buatan perusahaan Batik
Semar.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
serta kreatifitas dari si seniman batik, dikhawatirkan batik
tradisional akan luntur dalam arti lama kelamaan akan
tersisih dan kehilangan makna simboliknya, karena mung-
kin sudah tidak sesuai dengan alam pikiran modern ini.

87 |
Busana tetesan untuk putri raja yang sedang dikhitan,
terdiri dari nyamping cindhe yang dikenakan dengan mo-
del sabukwala, lonthong kamus bludiran jenthir. Sedang-
kan busana para pangeran berupa busana kampuhan
sikepan lugas dengan kuluk kanigara.
Misalnya, warna biru tua pada batik tradisional
diartikan sama dengan warna hitam. Warna-warna di
dalam batik ini dipadukan sehingga menghasilkan
perpaduan warna yang indah, dan mempe-sona. Pada usia
dewasa para bangsawan mulai terlibat di dalam beberapa
kegiatan seremonial kraton. Perkembang-an batik memang
terkait dengan kebudayaan kraton.
Penggunaan motif kerajinan batik berhubungan de-
ngan aspek keselamatan yang diajarkan oleh para pujangga
kraton. Misalnya motif sidomukti dengan harapan peng-
gunanya akan mendapat kemuliaan.

B. Kebanggaan dalam Keserasian


Masyarakat Klaten memahami ungkapan ajining diri
saja lathi, ajining raga saka busana. Hal ini berhubungan
dengan keselarasan dalam tata pergaulan. Memakai batik
dapat menambah rasa penghormatan menjadi sarana
metode untuk penghormatan pesta pengantin. Salah satu
cara menghormati pengantin adalah menggunakan busana
batik. Busana dodotan atau kampuhan, merupakan rang-

| 88
kaian busana untuk putra dalem terdiri dari kuluk biru
dengan hiasan mundri (nyamat), kampuh konca setunggal,
clana cindhe gubeg, moga renda berwarna kuning, pethat
jeruk sak ajar, rante, karset, kamus, timang (kretep), dan
kering branggah. Menurut Kartini dkk (1992: 55), batik
tradisi-onal mempunyai warna yang khas bila dilihat dari
segi nuansanya, maka bisa dikategorikan bernuansa gelap
atau suram.
Di samping itu, warna kuning juga sebagai lambang
kemuliaan, keagungan dan bercita-cita luhur. Warna hijau
merupakan simbol dari nafsu mutmainah atau moyang. Di
dalam motif batik digambarkan bentuk garuda. Nafsu
mutmainah mempunyai sifat budi luhur, membela
kebenaran, kebijaksanaan dan penuh pengorbanan. (Ki
Siswomiharsojo, 1966: 71). Di samping itu nafsu ini juga
dapat memberikan petunjuk kearah kebaikan (Sevan
Susanto, 198). Warna hijau memberi kesan pengharapan,
usaha mencapai hidup lestari, ketabahan dan kekerasan
hati, berkuasa, meningkatkan rasa bangga, perasaan lebih
superior dari yang lain.
Warna putih merupakan simbol dari nafsu
mutmainah, berasal dari unsur udara yang disimbolkan
motif burung atau binatang bersayap. Nafsu mutmainah
berada di dalam hidung atau indera penciuman, sifat dari
nafsu ini adalah suci, berterus terang, bakti, belas kasih

89 |
serta teguh. Sesuai dengan kesan warna putih yang suci,
bersih, murni, tenteram bahagia dan luhur. Nafsu ini
merupakan penerang bagi nafsu-nafsu yang lain. Nafsu ini
merupakan penerang bagi nafsu-nafsu yang lain untuk
berbuat kearah kebaikan. Kelengkapan busana kanigaran
pada dasarnya sama dengan busana dodotan, hanya saja
jika busana dodotan dikenakan tanpa baju, maka busana
kanigara ini dilengkapi dengan baju sikepan bludiran.
Mengenakan sikepan bludiran biasanya dilengkapi dengan
memakai kuluk kanigara, namun ada kalanya memakai
kuluk biru.
Motif Parangrusak hanyalah untuk para bangsawan
tinggi. Pada waktu itu para bangsawan tinggipun tidak
diperkenankan memakai motif Parangrusak untuk harian,
tetapi hanya untuk upacara-upacara kenegaraan. Motif
Parangrusak terdiri dari unsur ornamen lidah api dan
ornamen blumbangan atau mlinjon. Lidah api melam-
bangkan Dewa api atau agni yang merupakan simbol nafsu
amarah. Sedangkan motif blum-bangan atau mlinjon
menggambarkan unsur air yang melam-bangkan nafsu
supiyah.
Air adalah salah satu unsur kehidupan. Sifat manusia
dapat digambarkan seperti keadaan air samodra yang luas,
kadang bisa tenang dan apabila diterjang badai sifat air
menjadi sangat berbahaya. Motif lidah api dan blumbangan

| 90
yang terdapat pada batik parang rusak keduanya
mempunyai makna yang saling menopang. Unsur api yang
berkobar dapat dipadamkan dengan unsur air, tetapi
airpun dapat dipanasi dengan unsur api. Nafsu amarah
yang disimbolkan unsur api akan berkobar atau padam
apabila memperoleh daya dari unsur air sebagai simbol
nafsu supiyah.
Motif kawung juga dihubungkan dengan binatang,
bentuk-nya bulat lonjong yaitu kuwangwung (Sewan
Susanto, 1960: 55). Bila, ditinjau menurut gambaran buah
aren atau kolang-kaling, maka motif kawung mempunyai
makna simbolik sebagai berikut: Pohon aren sangat
bermanfaat bagi kehidupan manusia dari batang, daun,
ijuk, nira, buah, secara keseluruhan dapat dimanfaatkan
bagi kehidupan manusia. Hal ini mengingatkan agar
manusia dalam hidupnya dapat berdaya guna bagi bangsa
dan negaranya seperti pohon aren.
Pada pemerintahan Sultan Hamengku Buwana VII,
motif kawung diperuntukkan cucu-cucu Sultan sehingga
bagi mereka yang menggunakan motif kawung, kemung-
kinan besar adalah cucu Sultan. Dengan menggunakan kain
ini si pemakai mengharapkan berkumpulnya segala
sesuatu yang baik-baik seperti rezeki, kebahagiaan,
keturunan dan hidup rukun (Djoemena, 1986: 45).

91 |
Sesungguhnya makna terdalam dari tata laksana
upacara pengantin Jawa masih berkaitan dengan keterang-
an berikut. Motif batik ini biasa dipakai oleh pengantin
wanita dan pria pada pernikahan. Sido berarti terus-
menerus dan mukti berarti hidup dalam berkecukupan dan
kebahagiaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa ragam hias ini
melambangkan harapan masa depan yang baik, penuh
keba-hagiaan yang kekal untuk kedua mempelai tersebut.
Motif batik tradisional semen, mempunyai corak
yang beraneka ragam, baik itu yang dipakai sebagai pakai-
an upacara kebesaran adat atau keagamaan (Semen Gedhe
Sawat Gurda, Semen Huk, Semen Panca Murti) maupun
yang dipakai dalam kegiatan lain. Di antara motif-motif
batik tradisional yang ada dan biasa dipakai oleh golongan
masyarakat luas adalah motif batik Semen Rama.
Motif ini melambangkan kesetiaan seorang istri,
sebagaimana digambarkan seharusnya seorang istri yang
baik (Kartini dkk, 1992: 38). Motif batik tradisional
Truntum merupakan lambang cinta yang bersemi. Motif-
motif batik tradisional tersebut hendaknya dikembangkan
terus baik oleh pemerintah, swasta, atau masyarakat demi
memperkokoh jati diri dan kepribadian bangsa.
Busana adat digunakan untuk berbagai keperluan
upacara. Masing-masing upacara memiliki kostum yang
berbeda. Misalnya upacara kematian, pernikahan, tentu

| 92
menggunakan busana khusus. Oleh karena perlu pema-
haman atas ragam busana secara benar. Keselarasan dalam
pergaulan akan mewujudkan ketertiban sosial.
Penggunaan motif parang misalnya, bertujuan un-
tuk melindungi keselamatan rakyat. Oleh karenanya motif
parang digunakan oleh para pimpinan kerajaan. Ini
melambangkan bahwa pemimpin harus bertanggung jawab
atas keselamatan anak buah.

93 |
| 94
BAB VII

PEMBAHASAN KESENIAN KLATEN


DARI MASA KE MASA

A. Kreativitas Seniman Klaten


Kabupaten Klaten telah memunculkan tokoh-tokoh
kesenian yang populer dalam masyarakat. Mereka tampil
sebagai sosok seniman yang produktif dan kreatif.
Contoh seniman yang menonjol di antaranya, Ki
Anom Suroto, Ki Nartasabda dan Ki Warseno Slenk. Juga
dalam bidang sanggit pedalangan tampil Ki Sayoko. Mereka
merupakan seniman handal yang telah teruji dalam
lapangan.
Tokoh karawitan dan pedalangan yang unggul yaitu
Ki Nartasabda. Beliau adalah dalang populer yang lahir
tanggal 25 Agustus 1925 di Krangkungan, Pandes, Wedi,

95 |
Klaten, Jawa Tengah. Nama kecilnya adalah Soenarto.
Soenarto pernah mengenyam pendidikan lima tahun di SD
Muhammadiyah. Karier Ki Nartasabda dimulai dengan
bergabung pada kelompok wayang orang Ngesti Pandawa,
pimpinan Ki Sastrasabda. Ki Sastrasabda sangat sayang
pada Soenarto karena kemahirannya dalam karawitan dan
lawakan.
Nama Soenarto dirubah menjadi Nartasabda atas
hadiah Ki Sastrasabda pada tahun 1948. Pada tahun 1958,
Ki Nartasabda untuk pertama kalinya mendalang dengan
Lakon Kresna Duta, suatu lakon yang penuh dengan sanggit
dan sangat estetis. Pentas pakeliran Ki Nartasabda terkenal
dengan gendhing-gendhingnya, antawacana, greget, sang-
git, komposisi alur dan dhagelannya (Biman Putro, 1994:
12). Peranan sindhen dalam pergelaran wayang purwa
yaitu membantu dalang dengan membawakan lagu-lagu
atau melantunkan syair-syair tembang yang disesuaikan
dengan jalan cerita atau lakon wayang.
Dalam pewayangan digambarkan sifat-sifat atau
perilaku yang sangat mendasar terdapat pada para tokoh
wayang yang diteladankan. Kawruh sangkan paraning
dumadi, satataning panembah, kawruh jumbuhing kawula
gusti, ngèlmu kasampurnan, ngelmu kasunyatan dan
sebagainya sering ditampakkan pada setiap pagelaran
wayang atau cerita-cerita dalam kesusasteraan Jawa.

| 96
Sebagai dalang wayang purwa Ki Nartasabda sangat
mahir dalam menciptakan lagu-lagu yang mengandung
nilai pendidikan luhur, yang relevan untuk dijadikan se-
bagai objek pembahasan. Lagu-lagu tersebut dinyanyikan
oleh para waranggana. Kata waranggana dalam bahasa
Kawi Jawa yang berarti wara (wanita) dan anggana
(pilihan) (Winter, 1987:29).
Sindhènan merupakan salah satu perbendaharaan
musikal yang diperlukan dalam karawitan termasuk kara-
witan pertunjukan wayang purwa. Dalam pelaksanaannya
sindhènan menggunakan teks atau syair sebagai cakêpan,
yang dapat berupa wangsalan, isén-isén, sêkar, dan parikan.
Banyak sindhen yang menggunakan wangsalan, tetapi
sindhen yang menyajikan itu, kadang-kadang sering kurang
memahami makna yang terkandung dalam wangsalan itu,
apalagi penyusun wangsalan itu karena menggunakan
kata-kata dan bahasa atau sastra yang tinggi.
Berikut ini contoh lagu karya Nartasabda yang
mengandung nilai pendidikan nasionalisme dan cinta tanah
air. Bumi kelahiran, tanah tumpah darah, dan rasa ke-
bangsaan mendapat apresiasi positif di mata rakyat Jawa.
Ki Nartasabda mengungkapkan rasa cinta tanah air itu
dalam bentuk lagu Ketawang Ibu Pertiwi.
Lagu Ibu Pertiwi sering digunakan untuk mengiri-
ngi langen tayub, sebagai lagu kehormatan, karena sifatnya

97 |
yang khidmat, tenang, berwibawa, dan kontemplatif. Ibu
Pertiwi atau tanah air harus dijunjung, dihargai dan dicin-
tai agar jiwa nasionalisme kita tetap lekat. Rasa
nasionalisme itu perlu dipupuk supaya kelangsungan hidup
berbangsa dan bernegara selama ini tetap terjamin dan
lestari.
Biasanya bagi sindhen yang kreatif, tidak mau hanya
melakukan hal-hal yang sudah biasa dilakukan sindhen lain
atau kebiasaan-kebiasaan yang ada yang selalu diikuti tan-
pa ada pengembangan yang berarti. Bagi sindhen kreatif,
dia ingin mengadakan pembaruan dalam sindhènan-nya,
baik mengenai penggunaan wilêdan maupun dalam
penggunaan syair-syairnya. Dalam konteks ini mereka
berbahasa untuk membuat wilêdan yang berbeda dengan
wilêdan yang disajikan oleh sindhen lainnya. Demikian pula
dalam penggunaan syair, mereka berusaha untuk meng-
gunakan syair yang sesuai dengan adegan pertunjukan
yang sedang berlangsung.
Para sindhen yang telah disebut sebelumnya, biasa-
nya mereka melakukan kreativitas dalam menyajikan
sindhènan-nya. Menjadi sindhen atau pesindhen banyak
diminati tidak hanya oleh mahasiswa Indonesia tetapi juga
oleh mahasiswa dari luar negeri antara lain Ester, seorang
mahasiswa Sekolah Tinggi Seni Indonesia yang berasal dari

| 98
Inggris sering pentas untuk mendukung pergelaran
wayang kulit.
Wibawa kesenian yang mengandung unsur estetika
kontemplatif terlihat dalam pentas wayang kulit purwa.
Kemiskinan dan penderitaan yang melilit masyarakat pe-
desaan Jawa seolah-olah tidak terasa dengan hadirnya seni
adiluhung pergelaran wayang. Apalagi yang memainkan
adalah dalang idola publik dan terkenal, meskipun
membutuhkan dana dan daya yang besar, mereka akan
tetap berusaha keras agar dapat menikmatinya.
Lagu-lagu ciptaan Nartasabda banyak dikutip oleh
para sindhen dalam pergelaran wayang purwa. Sindhen
sesuai dengan peranannya selain melantunkan tembang
juga dapat menyanyi untuk memenuhi keinginan masya-
rakat terutama pada adegan Limbuk-Cangik dan adegan
Gara-gara ditandai munculnya Sêmar, Garéng, Pétruk dan
Bagong (Budiono, 1987: 42). Dalam lagu karya Nartasabda
yang berjudul Lumbung Desa berisi muatan pendidikan
tentang kesadaran pangan.
Rakyat Jawa sangat menyadari arti penting pangan,
sebagai kebutuhan hidup yang paling mendasar. Pangan
harus selalu ada dan mencukupi. Konflik sosial yang cepat
bergolak salah satunya karena persediaan pangan di suatu
daerah yang bersangkutan mengalami kehabisan. Untuk itu
Ki Nartasabda menganjurkan adanya lumbung desa.

99 |
Syair tembang sederhana di atas mengandung mak-
na kebersamaan, ketekunan, kemandirian, kesejajaran,
kemitraan, dan kegiatan yang tulus. Kondisi begini akan
mengantarkan masyarakat itu mempunyai percaya dan
harga diri. Ketahanan pangan penting supaya rakyat
tentram hidupnya. Intuisisme beranggapan bahwa intuisi
adalah sumber pengetahuan yang mengatasi akal atau
pengalaman. Intuisi adalah bentuk pengamatan langsung
atas pengetahuan yang tidak merupakan hasil pemikiran
yang sadar atau persepsi yang langsung.
Berkaitan dengan eksistensi filsafat wayang ditemu-
kan pertanyaan-pertanyaan yang mendasar yang sering
diungkapkan oleh pemikir akademisi dan budayawan. Per-
tanyaan itu antara lain dapat dirumuskan sebagai berikut.
Apakah dalam wayang sungguh-sungguh ditemukan kan-
dungan filsafat? Jika ada, apakah dalam filsafat wayang di-
temukan sistem-sistem pemikiran yang bersifat sistematis;
misalnya apakah terdapat rumusan tentang ontologi wa-
yang, tentang epistemologi wayang, dan tentang aksiologi
wayang.
Pengetahuan yang bersumber pada otoritas dan
wahyu. Otoritas sebagai sumber pengetahuan bukan hanya
menunjuk pada diri seseorang tetapi juga institusi atau
lembaga tertentu yang diyakini menjadi sumber penge-
tahuan. Wahyu sebagai sumber pengetahuan sebagaimana

| 100
diyakini oleh penganut-penganut agama tertentu. Pengeta-
huan yang berdasar pada wahyu dianggap sebagai salah
satu jenis pengetahuan yang paling objektif dengan tingkat
kebenaran paling universal karena ia berasal dari Tuhan.
Sebelum memasuki refleksi atas asumsi ontologi,
epistemologi, dan aksiologi wayang; kiranya perlu dikemu-
kakan di sini beberapa catatan penting terkait dengan
filsafat wayang (Bakker, 1984: 32). Pertama, secara historis
wayang pada hakikatnya merupakan bagian dari kebuda-
yaan Jawa, walaupun sebagian ceriteranya bersumber pada
epos India Hindu, namun bentuk wayang di Jawa di-
kerjakan berdasarkan sikap kebudayaan Jawa. Bahkan
karena begitu besarnya pengaruh wayang atas kehidupan
orang Jawa, maka tidak berlebihan bila dikatakan bahwa
yang merupakan identitas budaya Jawa. Kedua, wayang
tidak lain dan tidak bukan adalah simbol hidup dan
kehidupan itu sendiri.
Sri Mulyono (1989: 75) menegaskan bahwa wayang
adalah ensiklopedi tentang hidup yang diungkapkan secara
ontologik-metafisik. Wayang adalah simbol keberadaan
atau cara beradanya manusia, yang dalam pertunjukan
dimulai dari pendapa suwung atau kosong dan diakhiri atau
kembali menjadi pendapat suwung lagi. Ketiga, wayang
dapat dikatakan sebagai literatur mengenai filsafat Jawa.
Sebagai filsafat, wayang adalah simbol sangkan paran dan

101 |
perbuatan yaitu sikap atau cara manusia beramal dan ber-
jalan menuju kepada penciptanya.
Pergelaran wayang semalam suntuk adalah lam-
bang atau simbol renungan transendental atau metafisis-
religius. Dalam istilah paguron faham semacam itu disebut
sangkan paraning dumadi. Keempat, wayang oleh keba-
nyakan orang selalu dikaitkan dengan mitos, mistik, magi,
dan ritus. Namun dalam perkembangannya wayang me-
ngalami diferensiasi fungsional, fungsi wayang mengalami
pergeseran dari mitos ke logos. Pentas wayang banyak
mengandung simbol kehidupan. Dalam pentas wayang
purwa memang semua hal yang dipajang itu mengandung
makna simbolik yang dapat dijadikan sebagai tuntunan dan
tontonan.
Nilai filosofis yang tercermin dalam syair tembang
sindhen selalu menyertai pergelaran wayang purwa,
sehingga pertunjukan menjadi lebih hidup. Contoh karya
Nartasabda yang mengandung nilai optimis terdapat dalam
lagu Mbok Ya Mesem. Betapa pun sulitnya kehidupan,
segalanya harus dihadapi dengan penuh keyakinan dan
optimis. Sikap putus asa hanya akan memperparah
hambatan. Istilah populernya masalah diselesaikan dengan
serius tetapi santai. Ki Nartasabda mengungkapkan dengan
lagu Mbok Ya Mesem.

| 102
Orang marah dan susah menurut syair tembang
tersebut diragukan manfaatnya. Asal jujur tak perlu kece-
wa. Asal serius cita-cita akan tercapai. Sikap optimis akan
menghindarkan seseorang dari kegelisahan dan frustasi.
Mereka yang bisa mengelola dirinya dengan sebaik-
baiknya akan memperoleh keberhasilan.
Selain Ki Nartasabda, ada pula Ki Warseno Slenk
adalah dalang termashur di Indonesia. Rumahnya berala-
mat di daerah Kranggan, Pajang Kartasura. Terdapat studio
Radio Suara Slenk yang menyiarkan seni budaya Jawa.
Tempat tinggal berbentuk joglo yang terpajang indah. Kursi
ukiran jati dan gebyog mewah, lincak, amben berukir.
Dihiasi dengan dua pangkon gamelan dan wayang.
Lahir dari keluarga dalang terpandang pada tanggal
18 Juli 1965. Orang tuanya tinggal di Juwiring Klaten. Ayah
bernama Ki Harjo Darsono, dalang terkenal pada jamannya.
Sang ayah yang menjadi inspirasi, panutan Ki Warseno
Slenk dalam meniti karir pedalangan. Cita-citanya hendak
meniru sang ayah. Ketika sudah tua berlaku bijak dan
menjadi kaca benggala bagi anak cucu.
Orang tua mendorong ngudi kawruh, mencari ilmu
setinggi-tingginya. Menempuh pendidikan SD Kanisius di
Juwiring, lantas melanjutkan sekolah di SMPN 3 Solo. Bela-
jar di SMA Kristen Solo. Kuliah di jurusan Agrobisnis Fakul-
tas Pertanian Universitas Tunas Pembangunan Surakarta.

103 |
Lantas diteruskan program Pasca Sarjana UGM, jurusan
MAP dengan beasiswa. Kini sedang mempersiapkan Pro-
gram Doktor di UGM.
Berhubung hidup di tengah keluarga seniman
kondang, maka darah seni mengalir deras. Kakaknya Ki
Anom Suroto merupakan dalang yang tersohor, arum
kuncara sedunia. Popularitas ini juga merembes pada diri
Ki Warseno Slenk. Sejak kecil terbiasa main wayang dan
gamelan. Pada usia 17 tahun, saat kuliah semester II, Ki
Warseno mulai laris mendapat tanggapan. Dari waktu ke
waktu aktivitas seni makin moncer. Kiprah seniman ter-
sebut memang telah banyak memberi sumbangan pada
perkembangan budaya.
Perkembangan kesenian di Kabupaten Klaten
umumnya berkiblat pada seni gaya Kraton Surakarta.
Sebagaimana referensi sastra piwulang yang diciptakan
oleh pujangga Yasadipura dan Ranggawarsita.

B. Gagasan Kreativitas Pakeliran


Pakeliran yang berkembang kerap dipengaruhi oleh
gaya pakeliran yang berasal dari Klaten. Dalam pergelaran
wayang purwa, wayang adalah simbol hidup, wewayange
ngaurip (Darusuprapta, 1972: 34). Hidup sebagai prinsip
ontologi dengan jelas disimbolkan kayon (gunungan berdiri
di tengah) sebelum pergelaran dimulai dan sesudah per-

| 104
gelaran selesai dipentaskan. Oleh karena itu, hidup dapat
dikategorikan sebagai prinsip pertama (the first principle)
dalam ontologi wayang. Dalam tradisi filsafat Barat,
pandangan ini hampir mirip dengan vitalisme-spiritual,
sebuah faham kefilsafatan yang menjadikan hidup sebagai
pangkal tolak untuk menjelaskan realitas.
Filsafat wayang cenderung pada pemikiran yang
menjadikan kehidupan rohani sebagai dasar dan memberi
isi kebudayaan. Nilai filosofis karya Nartasabda yang me-
ngandung makna cinta pada bangsa negara terdapat dalam
lagu Santi Mulya. Meskipun nguri-uri budaya Jawa, sikap
keindonesiaan rakyat Jawa tidak perlu diragukan lagi. Aksi
disintegrasi tidak pernah bersemi dalam dada rakyat Jawa
Tengah. Lagu Santi Mulya karya Ki Nartasabda menegaskan
mengenai kelestarian, kejayaan dan kemakmuran Indone-
sia sebagai bangsa mendapat perhatian yang sungguh-
sungguh dari rakyat Jawa. Meskipun demikian orang Jawa
tidak begitu ekstrim memegang sifat kedaerahan. Terbukti
bahasa Indonesia bisa diterima oleh orang Jawa sebagai
bahasa nasional kenegaraan.
Filsafat wayang tidak bertanya tentang manusia itu,
namun eksistensi manusia pertama-tama diasumsikan se-
bagai kenyataan hidup. Dari kenyataan itu kemudian
muncul pertanyaan yang mendasar dari mana dan kemana
akhirnya. Di sini terlihat gerak keterlibatan manusia itu

105 |
sendiri. Dari sinilah dikenal konsep-konsep yang kemudian
terkenal dengan ungkapan: sangkan paraning dumadi,
dumadining sangkan paran, sangkan paraning manungsa.
Jawaban atas persoalan tentang apakah realitas itu satu
atau banyak dalam pandangan filsafat wayang antara lain
dapat dirumuskan bahwa realitas yang sungguh-sungguh
nyata (kasunyatan) berada dalam kesatuannya dengan
yang mutlak.
Dalam banyak literatur yang mengkaji kebudayaan
Jawa, muncul berbagai pendapat antara lain menyatakan
bahwa wayang adalah ungkapan filsafat Jawa; wayang
adalah salah satu bentuk manifestasi budaya Jawa yang èdi-
péni dan adiluhung (Koentjaraningrat, 1984: 35). Berbeda
dengan aliran rasionalisme. Empirisme yang mengajarkan
bahwa apa yang dilihat, disentuh, didengar, dicium, dan di-
cicipi manusia adalah pengalaman konkret guna mem-
bentuk pengetahuan. Empirisme menekankan kemampuan
manusia untuk persepsi, atau pengamatan, atau apa yang
diterima panca indera dari lingkungan. Pengetahuan
diperoleh dengan membentuk ide sesuai dengan fakta yang
diamati manusia.
Dengan ringkas, empirisme beranggapan bahwa
manusia mengetahui dari apa yang didapatkan panca
inderanya (Drijarkara, 1978: 47). Contoh karya Nartasabda
berikut ini menunjukkan tentang refleksi kehidupan terkait

| 106
dengan syariat keagamaan. Agama mana pun mewajibkan
pemeluknya untuk melaksanakan amalan yang sudah di-
cantumkan dalam kitab sucinya. Agama Islam mempunyai
aturan syariat berupa shalat lima waktu. Ki Nartasabda
menyiarkan agama Islam lewat lagunya yang berjudul
Singa-singa.
Sewaktu bangun pagi, udara masih bersih dan
segar. Shalat Subuh sekaligus gerak badan, akan berguna
bagi proses menjaga kesehatan. Orang yang sholat Subuh
teratur, tentu cara kerjanya juga lebih tertib. Permulaan
kerja yang tertib akan mempengaruhi kualitas hasilnya.
Berbeda dengan orang yang telat bangun, tugasnya akan
dikerjakan dengan tergesa-gesa. Tubuhnya pun gampang
terserang penyakit, karena gerak-geriknya tidak ajeg. Lagi
pula bangun kesiangan hawanya tak cocok lagi.
Mengenai sumber pengetahuan, dalam wacana ke-
filsafatan dikenal ada bermacam-macam sumber pengeta-
huan, yang masing-masing dinyatakan paling valid dan
paling adekuat oleh pendukung-pendukungnya. Para
pemikir yang menekankan bahwa pikiran atau akal adalah
yang pokok dalam pengetahuan dinamakan rasionalis.
Rasionalisme adalah aliran yang mengajarkan bah-
wa manusia mengetahui apa yang dipikirkannya, akal
manusia memiliki kemampuan untuk menangkap dan
mengungkapkan kebenaran (Magnis Suseno, 1986: 41).

107 |
Dengan demikian, akal atau pikiran diyakini sebagai sum-
ber pengetahuan yang pokok. Suasana keagungan, kegem-
biraan atau sedih dibawakan oleh para sindhen mewarnai
keberhasilan suatu pementasan.
Keberhasilan suatu pergelaran merupakan kerja
sama yang harmonis antara pangrawit sebagai pengiring,
sindhen, dan dalang. Mengingat dalang sebagai pamurba,
niyaga atau pangrawit sebagai pamangku irama dan
sindhen sebagai pengisi jiwa (yatmaha). Sindhen adalah
penyanyi putri yang mempunyai fungsi untuk melantunkan
lagu atau gêndhing yang suaranya menambah semarak
dalam pertunjukan wayang.
Syair-syair tembang karya Nartasabda masih rele-
van dengan kehidupan masa kini. Dalam dunia pedalangan
dan atau karawitan, kata waranggana biasa disebut juga
swarawati atau sindhèn. Baik swarawati maupun sindhèn
dimaksudkan sebagai seorang penyanyi dalam karawitan
yang umumnya dilakukan oleh seorang perempuan (Jazuli,
1999: 6). Para sindhen tersebut kerap mengutip lagu-lagu
ciptaan Nartasabda yang memang mengandung nilai
pendidikan luhur.
Berkenaan dengan lagu-lagu karya Nartasabda, ma-
ka kehadiran sindhen di arena pergelaran wayang purwa
tidak hanya berfungsi sebagai pelantun tembang baik yang
telah dibakukan sebagai bagian dari pergelaran wayang

| 108
purwa maupun sebagai pengisi suasana agar lebih se-
marak, akrab dan menarik. Sindhen juga mempunyai peran
untuk mengantarkan suasana pergelaran yang bersifat
mendidik. Cerita pewayangan itu sangat menarik karena di
dalamnya kaya simbolisme.
Dalam membawakan lagu ciptaan Nartasabda ter-
sebut para pesindhen tetap memilih syair-syair yang dapat
digunakan untuk melakukan refleksi kehidupan. Oleh
karena itu Ki Nartasabda berperan serta dalam membina
dan membentuk kepribadian manusia Indonesia seutuh-
nya. Para seniman Klaten hingga kini selalu setia dalam
mengemban majunya kebudayaan.
Perkembangan seni budaya Klaten telah mencapai
bobot yang sangat tinggi. Sehingga pengaruh seni budaya
Klaten meluas sampai ke beberapa daerah. Hal ini
menunjukkan bahwa seniman Klaten selalu tekun dalam
proses pembelajaran.

109 |
| 110
BAB VIII

PEMBINAAN SENI BUDAYA RAKYAT


DI KABUPATEN KLATEN

Pembinaan seni di klaten dilakukan agar penam-


pilan seni bisa lebih terarah. Kesenian menjadi sarana
untuk membangun solidaritas sosial. Pada hari Jumat, 10
Januari 2020 pukul 20.00 diadakan pentas seni Srandul.
Lakonnya Risang Cokroyudo. Bertempat di Balai desa Sawit
Gantiwarno Klaten Jawa Tengah. Paguyuban Seni Srandul
mengandung nilai pendidikan budi pekerti luhur.
Pimpinan seni srandul yakni Nyi Behi Kinah Renggo
Jiwo. Seorang abdi dalem Kraton Surakarta Hadiningrat
yang aktif dalam kegiatan seni budaya. Sehari-hari Nyi Behi
Kinah menjalankan bisnis di Pasar Dawung. Roda dagang-
nya bermacam-macam. Usaha salon, sewa pakaian pesta,
bunga. Kerap menjalankan profesi sebagai rias manten.
Juga bergabung dalam organisasi HARFI, wadah untuk para

111 |
perias Indonesia. Tiap ada kegiatan kraton Surakarta
Hadiningrat, Nyi Behi Kinah berusaha untuk sowan.
Memimpin paguyuban seni budaya memang harus
mau menghibahkan tenaga, pikiran, waktu dan dana. Untuk
itu ada pula staf yang mendampingi. Beliau bernama bu Sri
Muryani. Kebetulan bu Sri Muryani adalah istri Kepala
Desa Sawit. Kedua tokoh wanita ini aktif sekali dalam
pementasan seni Srandul.
Peralatan musik gamelan boleh dibilang sederhana.
Hanya laras slendro. Terdiri dari kempul, kethuk, kenong,
Peking, saron, demung, kendang, ketipung dan jedhor.
Mirip laras madya. Menggunakan irama tengah. Intonasi
serba gumyak, meriah, lincak. Cocok untuk mengiringi
gerak sigrak riang gembira.
Penokohan seni Srandul yang mengambil lakon Ri-
sang Cokrojoyo ini dirias dengan gaya protagonis antago-
nis. Tokoh protagonis selalu digambarkan dengan kostum
formal standar. Sedangkan tokoh antagonis ditampilkan
norak. Dengan busana gagrag raksasa atau buta alasan.
Waranggana kali ini disertai oleh Nyi Behi Suprihaningtyas.
Beliau juga abdi dalem Kraton Surakarta Hadiningrat. Para
tokoh wanita memang kerap tampil dalam berbagai acara
budaya. Mereka adalah penegak jatidiri Bangsa.
Pementasan kali ini dalam rangka HUT Paguyuban
Seni Srandul Ngesthi Rasa yang ketiga belas. Dalam perja-

| 112
lanannya Paguyuban Seni Srandul Ngesthi Rasa sudah tam-
pil di Yogyakarta, Klaten, Boyolali, Sukoharjo dan Karang-
anyar. Kebanyakan di sekitar wilayah Solo raya. Sungguh
menarik karena seni Srandul memadukan teater, sastra,
sejarah, folklor, kerawitan, tari. Perpaduan tata busana,
tata suara, tata wiraga. Semua ditata rapi, indah dan estetis.
Barangkali perlu keterlibatan anak muda. Generasi penerus
sebaiknya diberi peran yang membuat mereka lebih
gumreget.
Seni kerakyatan ditampilkan dengan semangat ke-
mandirian. Misalnya seni Srandul dikelola dengan mengu-
tamakan rasa kebersamaan. Pembuatan panggung, kostum
dan alat musik diselenggarakan dengan cara urunan. Oleh
karena itu keberlangsungan seni kerakyatan selalu muncul
atas dasar kesadaran warga.
Klaten memiliki banyak ragam seni kerakyatan.
Tanda pagelaran dengan berkumandangnya lagu Suwe Ora
Jamu. Nadanya begitu mempesona. Suara sindhen betul-
betul merdu. Dilanjutkan seremonial yang meliputi sam-
butan dari pimpinan desa. Peserta bersemangat hadir un-
tuk menikmati pertunjukan. Makin malam suasana tambah
gemerlap. Paraga atau pemain yaitu Tukijan, Maryadi,
Mardiyanto, Suharjo Budi Saputro, Joko Anom, Mulyono.
Adapun perannya yaitu Cokroyudo, Cokrowongso, Dha-
dhungawuk, Kacur, Kenyo Kuning, Cempluk, Prawan Sun-

113 |
thi, Setro Waskitho. Berhubung sering latihan, maka pentas
ini berjalan lancar. Penghayatan peran sungguh trampil.
Introduksi dengan tetembangan, lelagon.
Suaranya mengalun, ngumandhang ngebaki awang-
awang, mirip cengkok Ki Nartasabda. Saat tolak balak
Gunung Merapi, tembangnya mengiringi kirab tumpeng
ageng, yang diarak mengelilingi Pendhopo Taji Prambanan.
Kanjeng Suyudi, tokoh BPUPKS dan Pakasa Ganti-
warno merupakan pendukung adat istiadat dan budaya
Jawa ini memang mahir olah seni. Tiap ada acara Pakasa,
beliau tampil gumreget, gumregut dan gumregah.
Beliau punya gawe pada hari Rabu tanggal 30 Maret
2011. Sebagai pengurus Pakasa Gantiwarno, beliau
menyelenggarakan pertemuan Putri Narpa Wandawa.
Pareng paring sesorah adalah Gusti Ratu Sekar Kencono,
yang mewakili Pengageng Kraton Surakarta. Ular-ular, dha-
wuh pangandikan Gusti Sekar sungguh membuat hadirin
kepranan ing penggalih.
Kabupaten Klaten punya motto Bersinar: bersih,
sehat, indah, nyaman, aman, rapi. Sebuah motto bagus yang
perlu diwujudkan dalam alam kenyataan. Klaten tempat
hidup pujangga Ranggawarsita.
Kesenian rakyat memberi sumbangsih bagi peme-
nuhan bidang kerohanian. Masyarakat Klaten selalu ber-
produksi dan berkreasi dalam mengembangkan seni

| 114
kerakyatan. Paguyuban Seni Laras Madya dan Srandul ber-
kembang di banyak tempat sebagai sarana hiburan yang
murah meriah. Kesenian yang berkembang di Kabupaten
Klaten diarahkan agar tetap berpedoman pada paugeran.
Seni diharap sebagai tontonan dan tuntunan.
Seni budaya Klaten terbina sejak jaman Kerajaan
Demak, Pajang, Mataram dan Surakarta. Kebetulan sekali
banyak pujangga kraton yang berdomisili di daerah Klaten.
Wajar sekali pembinaan seni budaya itu berlangsung
lancar.
Tumbuhnya seni rakyat yang berada di Klaten
berjalan secara mandiri. Masyarakat melakukan kegiatan
kesenian dengan cara belajar dan berlatih secara terus
menerus.
***

115 |
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hakim, 1982. Dasar Etika Modern. Surabaya: Cipta


Ilmu
Adjied Swastedi dan Tessa Theofile Prihatini, 2002. Tata
Upacara Pengantin Adat Jawa, Yogyakarta: Pustaka
Raja.
Andi Harsono, 2006, Tafsir Serat Wulangreh, Yogyakarta:
Pura Pustaka.
Anjar Any. 1983. Ranggawarsita, Apa yang Terjadi?
Semarang: Aneka Ilmu.
Bakker, J.W.M. 1984. Filsafat Kebudayaan. Yogyakarta:
Kanisius.
Biman Putro, 1994. Lagu-lagu Karya Ki Nartasabda.
Surakarta: Cendrawasih.
Budiono, 1992, Simbolisme dalam Budaya Jawa.
Yogyakarta: Hanindita.
Damardjati Supadjar, 1993. Nawangsari. Yogyakarta:
Widyatama.
_____________, 2001. Mawas Diri. Yogyakarta: Philosophy
Press
Darsiti, 1989. Kehidupan Dunia Keraton Surakarta 1830-
1939. Disertasi UGM. Yogyakarta.
Darusuprapta. 1972. Wayang dan Kesusasteraan Jawa.
Surabaya: Citra Jaya.
Dewantoro Boedi, 2001. Strategi Pemberdayaan Daerah
dalam Konteks Otonomi, Yogyakarta: Media
Pressindo.

| 116
Drewes, 1977. Ranggawarsita, the Pustaka Raja Madya and
the Wayang Madya. Oriens Extremus.
Drijarkara. 1978. Percikan Filsafat. Jakarta: Pembangunan.
Fachry Ali, 1986. Etika Pemerintahan dalam Perspektif
Budaya Jawa. Jakarta: Cides.
Franz Magnis Suseno, 1986. Kuasa dan Moral. Jakarta:
Gramedia.
_________, 1994, Etika Politik Prinsip-Prinsip Dasar
Kenegaraan Modern, Jakarta: Gramedia.
Hadiwirjanto, 2002. Serat Wulangreh dan Terjemahannya.
Pendidikan Budi Pekerti, Karya Sri Susuhunan Paku
Buwana IV. Yogyakarta: SDP.
Indra Ismawan, 2001. Kumpulan Peraturan Pelaksanaan
Otonomi Daerah, Jilid I, Yogyakarta: Media
Pressindo.
Jimly Ashiddiqie, 2006, Sistem Tata Negara Indonesia,
Jakarta: Konstitusi Press.
Kartini, dkk., 1992. Nilai Estetis Simbolis yang Terkandung
pada Seni Batik Tradisional Yogya dan Solo.
Yogyakarta: Fakultas Filsafat UGM.
Ki Hadjar Dewantara, 1968. Dasar Pengetahuan Gendhing
Jawa. Yogyakarta: Taman Siswa.
Kodiron, 1989, Sekar Setaman, Surakarta: Cendrawasih.
Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai
Pustaka.
Mari S. Condronegoro, 1995. Busana Adat Kraton
Yogyakarta 1877-1937 Makna dan Fungsi Dalam
Berbagai Upacara. Yogyakarta:Pustaka Nusatama.

117 |
Moedjanto, 1994. Konsep Kekuasaan Jawa, Penerapannya
oleh Raja-Raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius.
Moerdokusumo, 1993. Pengawasan Kualitas dan Teknologi
Pembuatan Gula di Indonesia. Bandung: ITB.
Mohamad Jazuli, 1999. “Dalang Pertunjukan Wayang Kulit.
Studi Tentang Ideologi Dalang Dalam Perspektif
Hubungan Negara dengan Masyarakat”. Disertasi.
Universitas Airlangga.
Mubyarto dan Daryanti, 1991. Gula: Kajian Sosial Ekonomi.
Yogyakarta: Aditya Media.
Nadjamuddin Ramly & Nasruddin Anshoriy, 2017, Islam
dalam Paradigma Kebudayaan, Yogyakarta: Ilmu
Giri
Prabarini Utari, 2001, Pengalaman Manca Negara Dinamika
Politik Otonomi Daerah, Yogyakarta: Pustaka Kendi.
Pringgodigdo, 1950. Geschiedenis der Ondernemingen van
het Mangkoenagorosche Rijk, ‘s-Gravenhage:
Martinus Nijhoff.
Rian S. Djoemena, 1986, Batik Its mystery and In earning,
Jakarta: Djembatan.
Ruspana, 1986. Etika Pemerintahan Menurut Filsafat Jawa
Wulangreh Paku Buwana IV. Jakarta: Antarkota.
Sardjijo, 1991. Apresiasi Seni Tembang. Yogyakarta: FPBS
IKIP Yogyakarta.
Sewan Susanto, 1980, Seni Kerajinan Batik Indonesia.
Jakarta: Departemen Perindustrian RI.
Soediro, 1982. Pengolahan Gula Merah Kristal dari Tebu.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Soejadi, 1999, Pancasila sebagai Sumber Tertib Hukum
Indonesia, Yogyakarta: Lukman Offset.

| 118
Soerjanto Poespowardojo, 1993. Strategi Kebudayaan Studi
Pendekatan Filosofis. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Soetomo Siswokartono, 2006. Sri Mangkunagara IV
Sebagai Penguasa dan Pujangga (1853-1881).
Semarang: Aneka Ilmu.
Soetrisno, 2004. Wayang Sebagai Ungkapan Filsafat Jawa.
Yogyakarta: Adityo Pressindo.
Sri Mulyono, 1982. Wayang dan Filsafat Nusantara. Jakarta:
Haji Masagung.
Sunoto, 1986, Filsafat Nusantara, Yogyakarta: Liberty.
Suyanto, 1985. Otonomi Daerah yang Luas dan
Bertanggung Jawab, Semarang: Dahara Press.

119 |
BIODATA

Purwadi, Lahir di Grogol, Mojorembun,


Rejoso, Nganjuk, Jawa Timur pada tanggal
16 September 1971. Gelar sarjana
diperoleh di Fakultas Sastra UGM yang
ditempuh tahun 1990-1995, kemudian
melanjutkan pada Program Pascasarjana
UGM tahun 1996-1998. Gelar Doktor diperoleh tahun 2001.
Sebagai Staf Pengajar di Jurusan Pendidikan Bahasa Jawa,
Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta.
Alamat tinggal: Jl. Kakap Raya 36 Minomartani Yogyakarta.
Telp. 0274 – 881020, HP. 087864404347.

| 120

Anda mungkin juga menyukai