Anda di halaman 1dari 7

Nama : Sandy Putra Ramadhan

NIM : 53010220105

Kelas : C

Evolusi Manusia dan Kebudayaan di Yogyakarta dan Klaten

Perkembangan manusia dengan keragaman budaya yang berkembang di

Jogja dan Klaten. Menilik evolusi manusia hingga saat ini. Ini menunjukkan

kemampuan manusia dalam beradaptasi dan menciptakan kebudayaan yang

beragam seiring dengan perjalanan waktu.

Di Yogyakarta, keragaman budaya menjadi bagian tak terpisahkan dari

kehidupan sehari-hari. Seni wayang, kekayaan batik, cita rasa kuliner yang khas,

serta upacara tradisional, semuanya menunjukkan warisan berharga dari evolusi

manusia dan kebudayaan di wilayah ini. Keberagaman ini menjadi cerminan

bagaimana nilai-nilai lama tetap relevan dalam perubahan zaman.

Yogyakarta, sebagai salah satu pusat kebudayaan di Indonesia, memiliki

sejarah evolusi manusia dan kebudayaan yang menarik untuk dipelajari. Jejak

Prasejarah Di wilayah Yogyakarta, terdapat bukti arkeologis mengenai

keberadaan manusia purba, seperti artefak batu dan situs purbakala yang

mengungkapkan aktivitas manusia pada masa lampau. Contohnya, penemuan-

penemuan di daerah-daerah seperti Sangiran dan Sambungmacan memberikan

informasi berharga tentang evolusi manusia.


Perkembangan Awal Dari zaman batu sampai zaman logam, evolusi

manusia di wilayah ini tercermin dalam peralatan yang digunakan, teknik

pertanian, serta kehidupan sosial masyarakat prasejarah. Perubahan dalam

kehidupan manusia pada masa ini membentuk landasan penting bagi perjalanan

evolusi kebudayaan di wilayah Yogyakarta.

Keberagaman Etnis dan Budaya di Yogyakarta tidak hanya dikenal karena

keindahan alamnya, tetapi juga keragaman etnis dan kebudayaannya.

Keanekaragaman ini tercermin dalam tradisi, adat istiadat, seni, dan bahasa yang

berbeda di setiap daerah di Yogyakarta. Yogyakarta juga dikenal sebagai kota

budaya di Indonesia. Seni pertunjukan seperti wayang kulit, tarian Jawa, gamelan,

serta berbagai festival seni dan budaya menjadi bagian integral dari kehidupan

masyarakat di sini. Keselarasan antara tradisi dan modernitas juga menjadi ciri

khas Yogyakarta.

Warisan sejarah seperti Keraton Yogyakarta, Candi Prambanan, Taman

Sari, dan berbagai bangunan bersejarah lainnya menjadi bukti nyata

perkembangan kebudayaan yang kaya di wilayah ini. Peninggalan-peninggalan

tersebut juga menjadi daya tarik bagi wisatawan lokal maupun mancanegara.

Yogyakarta terus berkembang dengan cepat dalam berbagai aspek kehidupan,

termasuk pendidikan, ekonomi, dan teknologi. Pertumbuhan ini juga

memengaruhi kebudayaan, dengan masyarakat yang tetap memelihara nilai-nilai

tradisional sekaligus merangkul perubahan.

Evolusi manusia dan kebudayaan di Yogyakarta merupakan cerminan dari

perjalanan panjang peradaban manusia. Dari jejak prasejarah hingga ke masa kini,
Yogyakarta menawarkan beragam cerita tentang perubahan, adaptasi, dan

kekayaan budaya yang terus berkembang, mencerminkan keindahan dari

keberagaman manusia dan kehidupan yang mengagumkan salah satunya tradisi

sekaten, Upacara sekaten di Yogyakarta dilakukan setiap tanggal 5 hingga 11

Rabi'ul Awal untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Upacara ini

ditutup dengan grebegan pada tanggal 12 Rabi'ul Awal. Tradisi Sekaten tetap

hidup, jadi tidak mengherankan bahwa orang-orang di Solo dan Yogyakarta selalu

menyambutnya dengan antusias.

Prosesi sekaten telah ada sejak abad ke-15. Pada awalnya, raja-raja di

tanah Hindu mengadakan sekaten setiap tahun sebagai selamatan atau sesaji

kepada para leluhur mereka. Sekaten kemudian digunakan oleh Walisongo untuk

menyebarkan agama Islam, terutama di Jawa Tengah. Gamelan digunakan sebagai

cara untuk menyebarkan agama Islam karena masyarakat pada saat itu menyukai

seni gamelan Jawa.

Penyelenggaraan sekaten biasanya diikuti dengan acara pasar malam yang

berlangsung selama sebulan penuh. Sebagai puncak acara, akan diadakan Grebeg

Maulud, kirab gunung. Gamelan akan diarak ke masjid selama pagelaran sekaten,

dan gamelan akan dikembalikan setelah selesai. Gamelan akan ditabuh sepanjang

waktu di Solo dari tanggal 5 hingga 12 Rabiul Awal. Acara akan dilanjutkan

dengan Tumplak Wajik dan Grebeg Maulud setelah itu. Dua hari sebelum Grebeg

Maulud, Tumplak Wajik dilakukan di halaman Istana Magangan pada pukul

16.00. Upacara tumplak wajik adalah kotekan atau permainan musik dengan

kentongan sebagai tanda pembuatan gunungan yang akan diarak selama upacara
Grebeg Maulud. Lagu yang dimainkan diLompong Keli, Owal Awil, Tudhung

Setan, dan lainnya adalah numpak wajik.

Sebagai pucak sekaten, Grebeg Maulud diadakan pada tanggal 12 Robiul

Awal. Tradisi ini membawa grebeg beras ketan, buah-buahan, makanan, dan

sayuran dari Istana Kemandungan ke Masjid Agung untuk didoakan. Setelah doa,

gunungan yang melambangkan kemakmuran Kerajaan Mataram diberikan kepada

orang-orang yang percaya bahwa gunungan itu membawa berkah. Sekatan di Solo

dan Yogyakarta hampir sama. Di Keraton Yogyakarta ada enam gunungan: dua

gunungan lanang (laki-laki), satu gunungan wadon (perempuan), satu gunungan

dharat, satu gunungan gepak, dan satu gunungan pawuhan. Perbedaannya hanya

pada kirab.

Sementara itu, di Klaten ada sebuah tradisi yang unik yaitu sebaran apem

Jatinom adalah salah satu kebudayaan kuliner yang menjadi ciri khas masyarakat

Klaten, Jawa Tengah. Namun, untuk memahami bagaimana sebaran dan

perkembangan Apem Jatinom berkaitan dengan evolusi manusia dan kebudayaan,

kita harus melihatnya dalam konteks yang lebih luas. Kue Apem Jatinom tidak

hanya sekadar makanan, tetapi juga memiliki nilai-nilai budaya yang melekat di

dalamnya. Cara pembuatannya, bahan-bahan yang digunakan, dan cara

penyajiannya mencerminkan kearifan lokal dan kekayaan budaya masyarakat

Klaten.

Masyarakat Kabupaten Klaten melakukan tradisi Ya Qowiyyu, yang

berasal dari Ki Ageng Gribig ratusan tahun lalu, setiap bulan Safar dalam

penanggalan Islam. Ki Ageng Gribig, yang juga dikenal sebagai Wasibagno


Timur, adalah ulama terkemuka yang membantu menyebarkan agama Islam di

Desa Krajan, Jatinom, Klaten, dan daerah sekitarnya. Dakwah Ki Ageng Gribig

mengena di hati masyarakat karena dia sangat mahir dalam strategi berdakwah.

Akhirnya, orang-orang atheis yang masih banyak saat itu ingin menjadi Muslim.

Ki Ageng Gribig pulang dari Mekkah dengan kue apem sebagai buah tangan yang

akan dibagikan kepada saudara, murid, dan tetangga.

Dikarenakan tidak cukup, Ki Ageng Gribig kemudian meminta kepada

keluarganya untuk dibuatkan kue apem. persepsi masyarakat terhadap tradisi

upacara adat sebaran apem di Desa Jatinom, Kabupaten Klaten cukup baik.

Masyarakat mempunyai kesadaran dan keyakinan yang tinggi terhadap keberkahan

yang didapatkan dari tradisi ini. Tradisi upacara adat sebaran apem harus

dilestarikan, dikembangkan, dan dibudayakan agar tidak hilang karena tradisi ini

merupakan tradisi turun temurun dan warisan dari leluhur. Tradisi ini juga sangat

bermanfaat bagi masyarakat sebagai wujud rasa syukur terhadap nikmat dan

karunia yang telah diberikan.

Upacara adat sebaran apem dimulai sebagai cara untuk mengingat dan

menghormati Ki Ageng Gribig, yang melakukan perjalanan agama Islam di sekitar

Klaten. Tradisi ini masih ada hingga hari ini. Masyarakat Desa Jatinom, Kabupaten

Klaten, telah menjadikan peristiwa sebaran apem, yang dilakukan pada hari Jum'at

terakhir bulan Sapar, sebagai acara tahunan. Pada tradisi ini, para pengunjung diberi

kue apem. Jumlah orang yang hadir juga beragam. Tidak hanya orang-orang yang

tinggal di Kabupaten Klaten, tetapi juga orang-orang dari daerah lain yang hadir

untuk memeriahkan upacara adat sebaran apem ini. Kue apem adalah simbol
dakwah Ki Ageng Gribig meminta maaf kepada masyarakat jatinom. Ini berarti

bahwa setiap orang harus dapat memaafkan satu sama lain. Tradisi unik ini, yang

telah berlangsung selama empat abad, terasa luar biasa karena setiap orang dapat

berkumpul dan melestarikan tradisi peninggalan leluhur sampai saat ini. Bermula

dari kisah itu, sebar apem Yaa Qowiyyu menjadi tradisi masyarakat Klaten hingga

sekarang.

Dapat disimpulkan bahwa Yogyakarta dan Klaten memiliki warisan budaya

dan sejarah yang kaya, menampilkan evolusi manusia dan kebudayaan dari masa

lalu hingga saat ini. Yogyakarta, sebagai pusat kebudayaan Indonesia,

menggambarkan perjalanan panjang peradaban manusia melalui seni, tradisi, dan

kehidupan sehari-hari yang kental dengan nilai-nilai tradisional. Dari jejak

prasejarah hingga masa kini, Yogyakarta terus berkembang dengan melestarikan

warisan budaya sekaligus merangkul perubahan zaman. Sementara itu, Klaten juga

memiliki warisan budaya yang unik, seperti tradisi sebaran apem yang berasal dari

peristiwa sejarah dan religiusitas dalam menyebarkan agama Islam. Tradisi ini

menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Klaten, menunjukkan

bagaimana nilai-nilai dan tradisi dari masa lalu tetap dijaga dan diperjuangkan

untuk lestari.

Kesimpulannya, kedua daerah ini menawarkan warisan budaya yang kaya

dan beragam, menunjukkan bagaimana manusia telah beradaptasi, menciptakan,

serta mempertahankan keberagaman budaya dalam perjalanan panjang evolusi

mereka. Baik Yogyakarta maupun Klaten mengungkapkan kekayaan sejarah dan

kebudayaan yang perlu dilestarikan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari
identitas dan perjalanan evolusi manusia di Indonesia. Jadi bisa disimpulkan bahwa

evolusi budaya pada era modern ini biasanya terjadi akibat usaha-usaha masyarakat

pada saat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar serta pada keadaan-keadaan

baru yang tumbuh seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat.

Perubahan secara evolusi ini dapat diketahui dan diamati menurut batas waktu yang

sudah lampau dijadikan sebagai petunjuk atau tahapan awal sampai pada saat

sekaranga yakni ketika sudah berjalan. Masyarakat dalam perubahan evolusi ini

sangat berusaha menyesuaikan diri dengan keperluan, keadaan dan kondisi baru

yang terjadi di dalam masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai