Anda di halaman 1dari 14

NILAI-NILAI ISLAM DALAM TRADISI SEKATEN DI

KERATON SURAKARTA TAHUN 2022

Proposal Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodelogi Penelitian Sejarah 1
Dosen Pengampu: Nurmaria, M Hum.

Disusun oleh:
Ohty Konita Auliya (53010210142)

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS USHULUDIN ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SALATIGA
TAHUN 2022
A. Latar Belakang
Seperti yang kita kenal Indonesia memiliki banyak budaya, seperti makanan
tradisional, rumah adat, senjata tradisional, tarian tradisional, lagu tradisional, dan
warisan budaya. Indonesia memiliki banyak budaya seperti yang kita kenal, seperti
makanan tradisional, rumah adat, senjata tradisional, tarian tradisional, lagu
tradisional, dan warisan budaya. Indonesia memiliki banyak budaya seperti yang kita
kenal, seperti makanan tradisional, rumah adat, senjata tradisional, tarian tradisional,
lagu tradisional, dan warisan budaya (Pane, Najoan, and Paturisu 2017).
Pada kali ini penulis akan membahas tentang salah satu tradisi di keraton
Surakarta. Sebagai kelanjutan dari Kerajaan Mataram Islam, Keraton Surakarta masih
mempertahankan baik bangunannya maupun adat dan upacara adatnya. Keraton
Surakarta masih mempertahankan tradisi dan adat istiadatnya, itulah sebabnya
Keraton Surakarta memiliki seorang raja dengan segala kekuasaan hingga saat ini
(Daryanto, 2016). Salah satu upacara yang masih dilaksanakan hingga saat ini yaitu
upacara sekaten. Sekaten berasal dari bahasa Jawa yaitu dari kata "Sekati" yang
artinya setimbang atau seimbang antara yang baik dengan yang buruk. Masyarakat
setempat melakukan tradisi upacara Sekaten ini berdasarkan pelestarian tradisi
leluhur yang telah turun temurun dari tradisi nilai budaya pada masa pemerintahan
Raden Patah dalam masa kejayaan Kerajaan Demak bersama- sama dengan para
Wali. Tujuan dari upacara ini juga untuk menarik minat masyarakat untuk berkunjung
dalam rangka memperingati Maulud Nabi Muhammad SAW yang diharapkan dapat
memahami dan menerima agama Islam(Pramusinto and Wahono, 2019).
Tradisi upacara sekaten ini biasa diadakan di alun-alun utara setiap tanggal 5-11
maulud. Gamelan dan Gunungan tidak boleh dilewatkan di Sekatenan. Kedua
perangkat tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Tanpa salah
satu perangkat ini, namanya tidak akan menjadi Secatenan. Gamelan dan Gunungan
merupakan perpaduan antara adat dan agama. Gamelan merupakan praktik budaya
masyarakat Jawa, terutama yang telah dilakukan oleh nenek moyang mereka. Begitu
pula dengan Gunungan yang berarti gunung, merupakan bentuk persembahan
keselamatan yang khusus dibuat untuk menyelamatkan bangsa (Ardinarto, 2008).
Sebagai tradisi lama yang sudah menjadi budaya bernafaskan agama, tradisi Sekaten

2
jelas merupakan bentuk akulturasi dari nilai-nilai Al-Qur’an. Unsur-unsur dari Al-
Qur’an telah menjelma dan hidup terintegrasi ke dalam budaya lokal Sekaten tersebut
(Zuhdi and Sawaun, 2017).
Nilai-nilai Islam yang hadir dalam tradisi Sekaten adalah nilai-nilai keimanan,
nilai-nilai tasawuf dan nilai-nilai Syariah. Setiap tradisi selalu memiliki unsur-unsur
yang dijadikan sebagai cerminan individualitas masyarakat Jawa. Apalagi dalam
tradisi Sekaten ini, dimana makna dan nilai selalu tersirat dalam setiap
pelaksanaannya. Apa hubungan Sekaten dan Islam?
Benda sakral yang digunakan untuk melaksanakan Sekaten adalah dua buah
gamelan yaitu Gamelan Kanjeng Kyai Ngawilaga dan Kanjeng Kyai Gunturmadu dan
biasanya terdapat indikasi bahwa suatu peristiwa Sekaten telah dimulai ketika kedua
gamelan ini dibunyikan. Dan masih banyak tahapan dan alat lainnya yang
mengandung nilai-nilai Islam.
Penulis meneliti pada tahun 2022, dikarenakan Sekaten di Keraton Surakarta
kembali digelar lagi tahun 2022, Acara tahunan tersebut sebelumnya absen selama
dua tahun untuk umum akibat pandemi Covid-19.
Oleh karena itu, hal inilah yang melatar belakangi penulis melakukan penelitian
ini. Untuk menemukan nilai-nilai Islami dalam ritual sekaten di Keraton Surakarta.
nilai-nilai Islam dalam tradisi sekaten adalah nilai keimanan, nilai tasawuf, nilai
syariat. Setiap tradisi selalu memiliki unsur-unsur yang dijadikan sebagai cerminan
individualitas masyarakat Jawa. Sehingga dilakukan penelitian dengan judul “NILAI-
NILAI ISLAM DALAM TRADISI SEKATEN DI KERATON SURAKARTA
TAHUN 2022”
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas maka rumusan masalah
pada pembahasan kali ini yaitu:
1. Bagaimana sejarah sekaten di keraton Surakarta?
2. Bagaimana tata cara pelaksanaan tradisi sekaten di Keraton Surakarta?
3. Apa nilai-nilai islam yang terkandung dalam tradisi sekaten di Keraton Surakarta
dan relasinya terhadap islam?

3
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tentang sejarah tradisi sekaten di Keraton Surakarta.
2. Untuk mendeskripsikan mengenai tata cara pelaksanaan tradisi sekaten di Keraton
Surakarta.
3. Untuk mengetahui tentang nilai-nilai islam yang terkandung dalam tradisi sekaten
di Keraton Surakarta dan hubungannya dengan islam
D. Kegunaan batasan penelitian
Dalam hal untuk memudahkan penelitian dalam penulisan ini,sekaligus agar dapat
terfokus ruang lingkup penelitian,maka penelitian perlu membatasi masalah pada
Nilai-Nilai Islam dalam tradisi Sekaten di Keraton Surakarta yang di kaji dalam
gambaran dan sejarah sekaten di Keraton Surakarta saja dan tidak keluar jauh dari
itu, ata cara pelaksanaan Tradisi Sekaten di Keraton Surakarta saja dan nilai-nilai
islam yang ada dalam tradisi sekaten di keraton Surakarta dan tidak lepas dari
pembahasan yang telah ada pada rumusan masalah
E. Batasan Penelitian
1. Batasan Temporal (waktu)
Penilitian ini membahas tentang menemukan nilai-nilai Islami dalam ritual
sekaten di Keraton Surakarta. nilai-nilai Islam dalam tradisi sekaten Tradisi upacara
sekaten ini biasa diadakan di alun-alun utara setiap tanggal 5-11 maulud. Gamelan
dan Gunungan tidak boleh dilewatkan di Sekatenan. Kedua perangkat tersebut
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Tanpa salah satu perangkat ini,
namanya tidak akan menjadi Secatenan. Gamelan dan Gunungan merupakan
perpaduan antara adat dan agama. Gamelan merupakan praktik budaya masyarakat
Jawa, terutama yang telah dilakukan oleh nenek moyang mereka. Begitu pula dengan
Gunungan yang berarti gunung, merupakan bentuk persembahan keselamatan yang
khusus dibuat untuk menyelamatkan bangsa Penulis meneliti pada tahun 2022,
dikarenakan Sekaten di Keraton Surakarta kembali digelar lagi tahun 2022, Acara
tahunan tersebut sebelumnya absen selama dua tahun untuk umum akibat pandemi
Covid-19.

4
2. Batasan Spasial (tempat)

Penelitian ini dilakukan di Keraton Surakarta, yang sampai sekarang masih


melestarikan budaya dan kebiasaan adat yaitu Sekaten. Keraton Surakarta adalah
Istana resmi Kesunanan Surakarta Hadiningrat yang terletak di Kota Surakarta,
tepatnya di Jl. Kamandungan, Baluwarti, Kec. Ps. Kliwon, Kota Surakarta, Jawa
Tengah, dikarenakan terletak dipusat kota Surakarta, tentunya strategis dan menarik
antusias banyak orang untuk melaksanakan Sekaten.

F. Tinjauan Pustaka
Di dalam proposal penelitian, tinjauan pustaka sangat diperlukan dikarenakan
tinjauan ini digunakan untuk membandingkan hasil-hasil penelitian yang telah diteliti
terlebih dahulu dan juga terdapat hubungannya dengan penelitian yang dilakukan.
tinjauan pustaka ini dapat dilakukan dengan menganalisis buku-buku atau karya-
karya dan juga data-data yang akurat dengan tema proposal penelitian ini.
Pertama penelitian dalam artikel yang berjudul “Pengaruh Tradisi Sekatenan
Terhadap Perilaku Keagamaan Masyarakat Yogyakarta” karya Al-Fajriyati (2019)
yang menyatakan adanya nilai-nilai Islam yang terkandung dalam Tradisi Sekatenan
yang berbentuk simbol-simbol. Muatan-muatan religiusitas ke-Islaman masyarakat
Keraton seiring dengan masuknya agama Islam ke Jawa adalah merupakan
wujud dari falsafah “mikul dhuwur medem jero” (adalah gambaran, bagaimana
Islam merangkul seluruh lapisan masyarakat, dari kalangan ningrat sampai
masyarakat jelata. Menyentuh setiap aspek kehidupan, menarik dan
mengaturnya dengan hukum dan norma-norma yang Islam ajarkan tapi tidak
sampai meningglkan budaya yang sudah ada) dari keraton terhadap perjuangan
Wali Songo yang telah berhasil menyebarkan tuntutan Nabi Muhammad SAW.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Daryanto (2013) yang berjudul
“Hubungan Budaya Dan Agama Lokal” yang menyatakan bahwa pola tradisi sekaten
merupakan bentuk dialog budaya dan islam melalui symbol sebagai media
komunikasi, kemudian islam dan Sekaten terjadi karena nilai islam dipakai untuk
memaknai symbol sekaten dan sebagai upaya harmonisasi dalam masyarakat.

5
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Nursoleha (2018) dalam skripsi yang
berjudul “Akulturasi Islam Dengan Budaya Jawa Pada Tradisi Sekaten Di Keraton
Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat” yang menyatakan bahwa Sekaten
merupakan suatu bentuk akulturasi atau pembauran antara kebudayaan lokal dengan
agama Islam yang kemudian menjadi suatu kebudayaan baru. Dalam hal ini, sekaten
menjadi suatu media yang menyiratkan bahwasannya budaya Jawa adalah suatu yang
inklusif atau terbuka dalam menerima Islam dan kemudian terjadilah suatu
pembauran. Pada dasarnya gamelan atau sekati adalah suatu bentuk kearifan lokal
yang dimiliki masyarakat Jawa, sedangkan prosesi sekaten sendiri merupakan hal-hal
bernafaskan Islam yang kental, seperti pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW,
ataupun gending-gending yang dinyanyikan bersamaan dengan pemukulan gamelan.
Penelitian yang dilakukan oleh Soleman (2007) yang membahas mengenai
gambaran umum keraton kesultanan Yogyakarta, nilai-nilai pendidikan dalam ritual
sekaten di Keraton Yogyakarta diantaranya tentang nilai-nilai keimanan, nilai ibadah
dan nilai akhlaq kemudian membahas tentang relevasinya dengan pendidikan Islam
yang terletak pada tujuan pendidikan Islam yakni pembentukan kararkter insan
manusia.
Kemudian artikel yang berjudul “SEKATEN MERUPAKAN UPACARA ADAT
YANG BERNUANSA RELIGIUS” oleh Ardinarto (2008) yang menyatakan bahwa
Sekatenan adalah tatacara upacara Raja atau Keraton yang diselenggarakan dalam
rangka menghormati hari kelahiran Nabi Muharamad SAW. Upacara sekaten
merupakan upacara yang penuh nuansa religius.

G. Kerangka konseptual
1. Sejarah
Menurut kamus umum Bahasa Indonesia, sejarah dapat diartikan sebagai silsilah,
asal-usul (keturunan), atau kejadian yang terjadi pada masa lampau. Dalam istilah
kata Inggris History (sejarah) berasal dari bahasa Yunani “Istoria” yang berarti
ilmu. Dalam penggunaannya oleh filsuf Yunani Aristoteles, Istoria berarti suatu
penelaahan sistematis mengenai seperangkat gejala alam, entah susunan
kronologis merupakan faktor atau tidak di dalam penelaahan. Sedangkan istilah

6
sejarah dalam bahasa Arab dikenal dengan tarikh, dari akar kata arrakha, yang
berarti menulis atau mencatat, dan catatan tentang waktu serta peristiwa. Ada juga
yang berpendapat istilah sejarah berasal dari kata syajarah, yang artinya pohon
atau silsilah. Sedangkan para ahli mengemukakan definisi sejarah antara lain
sebagai berikut:
a. Sejarah menurut Wija adalah suatu studi yang telah di alami manusia di waktu
lampau dan telah meninggalkan jejak diwaktu sekarang, dimana tekanan
perhatian diletakan, terutama dalam pada aspek peristiwa sendiri.
b. Sejarah menurut Sartono Katodirdjo adalah gambaran tentang masa lalu
manusia dan sekitarnya sebagai makhluk sosial yang disusun secara ilmiah
dan lengkap.
2. Keraton Surakarta
Sejarah berdirinya Keraton Surakarta tidak terlepas dari Kerajaan Mataram.
Kerajaan tersebut didirikan oleh Panembahan Senapati Ing Ngalogo pada tahun
1575 dan menjadi sultan pertama. Kerajaan Mataram berkembang hingga
mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Agung pada tahun 1613-1645.
Berawal dari Kerajaan Mataram yang kemudian melahirkan keturunan dinasti
berikutnya yaitu Keraton Surakarta. Keraton Surakarta didirikan oleh Paku
Buwana II dengan gelar Susuhunan Paku Buwana Senapati Ing Alaga Abdul
Rahman Sayidin Panatagama. Paku Buwana II memberi nama keraton di Solo
dengan nama Keraton Surakarta. Secara resmi Keraton Surakarta berdiri pada 17
Februari 1745.
Mengenai silsilah raja-raja Keraton Surakarta dimulai Keraton Mataram sebagai
berikut:
a. Keraton Mataram Kanjeng Panembahan Senopati Ing Ngalogo, Susuhunan
Prabu Hanyokrowati (Sunan Seda Krapyak), Sultan Agung Prabu
Hanyokrokusumo, Susuhunan Hamangkurat I (Hamangkurat Agung),
Susuhunan Hamangkurat II (Hamangkurat Amral).
b. Keraton Kartasura Susuhunan Hamangkurat II, Susuhunan Hamangkurat I
berputra, Pangeran Puger yang naik tahta menjadi Susuhunan Paku Buwana I,
Susuhunan Prabu Hamangkurat Jawa (Hamangkurat IV), Susuhunan Paku

7
Buwana II (kemudian memindahkan pusat pemerintahan di Desa Solo yang
selanjutnya menjadi Keraton Surakarta).
c. Keraton Surakarta Susuhunan Paku Buwana II, Susuhunan Paku Buwana III,
Susuhunan Paku Buwana IV, Susuhunan Paku Buwana V, Susuhunan Paku
Buwana VI, Susuhunan Paku Buwana VII, Susuhunan Paku Buwana VIII,
Susuhunan Paku Buwana IX, Susuhunan Paku Buwana X, Susuhunan Paku
Buwana XI, Susuhunan Paku Buwana XII, Susuhunan Paku Buwana XIII.
3. Sekaten
a. Riwayat Upacara Sekaten
Upacara sekaten merupakan upacara ritual di Kraton Surakarta yang
diselenggarakan setiap setahun sekali yaitu pada saat menjelang peringatan
Maulud Nabi Muhamaad SAW. Upacara tersebut dilaksanakan selama satu
minggu (tujuh hari), yaitu mulai tanggal 5 Maulud (Rabiulawwal)tengah
malam. Tujuan dari penyelenggaraan upacara sekaten adalah untuk
memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Tujuan lebih lanjut dari
penyelenggaraan sekaten adalah untuk sarana penyebaran agama islam. Yang
dibawah oleh salah satu dari Walisongo yakni Sunan Kalijogo atau juga
dikenal dengan Raden Said.
Pada hakekatnya upacara sekaten adalah suatu tradisi yang diwariskan oleh
nenek moyang kita sejak dahulu kala, yang sampai sekaranf sudah
berubahubah bentuk dan sifatnya. Pada mulanya, upacara diselenggarakan
tiap tahun oleh raja-raja di Tanah Hindu, berwujud selamatan atau sesajen
untuk arwah para leluhur.

b. Riwayat Gamelan Sekaten


Kerajaan majapahit akhirnya runtuh akibat penyerbuan tentara Kadipaten
Bintara. Runtuhnya kerajaan Majapahit tersebut ditandai dengan surya
sengkala yang berbunyi: Sima Ilang Kartaning Bumi yang menunjukan angka
tahun 1400 Saka. Tiga tahun kemudian, berdirilah kerajaan Demaj, dengan
rajanya yang pertama ialah Raden Patah. Dengan bergesarnya demak menjadi
pusat kerajaan di Jawa, maka upacara sekaten pun menjadi makin mantap,

8
karena kini lalu diakui menjadi upacara kenegaraan Kesultanan Demak. Dan
dengan jatuhnyan kerajaaan Majapahait maka kerajaan Islam memperoleh
warisan. Semua barang milik kerajaan Majapahit lalu dipindahkan ke Demak,
termasuk benda pusaka gamelan, yang dinamakan Kyai Sekar Delima.
Dengan demikian, makam kini gamelan sekaten lalu menjadi dua perangkat,
dinamakan Kyai Sekati dan Nyai Sekati.
.
H. Metode penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode sejarah yang
terdiri dari 4 tahapan pokok yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan
historiografi
1. Heuristik
Heuristik atau teknik mencari,mengumpulkan,data atau sumber-sumber yang
diperlukan.berhasil tidaknya dalam proses pencarian sumber dilihat dalam proses
penulisan yang dilakukan oleh penulis dan ketrampilan dalam teknis penelusuran
sumber. Sumber primen yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi dengan
judul “Nilai-nilai Islam Dalam Tradisi Sekaten di Keraton Surakarta” ialah berupa
arsip, wawancara, dan buku. Adapun sumber tersebut dibagi menjadi dua yaitu
sumber primer dann sumber sekunder.
2. Verifikasi
Sumber-sumber yang telah dikumpulkan kemudian diuji atau diverifikasi melalui
serangkaian kritik, baik yang bersifat intern atau ekstern. Kritik Intern dilakukan
untuk menilai kelayakan atau krediabilitas sumber. Krediabilitas sumber biasanya
mengacu pada kemampuan sumber meliputi kompetinsi, kedekatan atau kehadiran
sumber dalam peristiwa sejarah.
Kritik Ekstern dilkukan untuk mengetahui sejauh mana keabsahan dan autentitas
sumber. Kritik terhadap autentitas sumber misalnya dilakukan dengan melakukan
pengecekan tanggal penerbitan dokumen, pengecekan bahan yang berupa kertas
atau tinta apakah cocok atau tidak dengan masa dimana bahan semacam itu bisa
diguanakan atau diproduksi. Memastikan sumber tersebut asli atau salinan,
penulisan ulang atau fotocopy.

9
Dalam hal ini saya melalakukan validitas data agar data yang saya dapat baik
primer maupun sekunder sesuai antara tanggal penerbitan dan penulisan dengan
data yang saya peroleh.
3. Interpretasi
Interpretasi atau penafsiran sumber adalah suatu upaya untuk mengkaji kembali
sumber-sumber yang telah diuji keaslianya apakah saling berhubungan antara satu
dengan yang lainya. Serta kaitanya dengan Judul saya Nilai-Nilai Islam Dalam
Tradisi Sekaten di Keraton Surakarta. Dalam interpretasi ini dilakukan dengan satu
cara yaitu dengan cara analisis yang berarti menguraikan. Tujuan dari analisis
sejarah yaitu melakukan sintesis atau sumber-sumber tersebut sebagaimana dengan
kajian yang telah penulis teliti apakah ada kaitanya dan saling bersinambung.
Dalam hal ini penulis akan menguraikan secara mendalam mengenai sumber-
sumber yang telah dikumpulan dan peneliti juga akan menyimpulkan sumber-
sumber tersebut sebagaimana dengan kajian yang telah penulis teliti.
4. Histografi
Tahap ini merupakan bentuk penulisan, pemaparan atau pelaaporan hasil penelitian
yang telah dilakukan sebagai penelitian sejarah yang menekankan aspek kronologis
masa lampau yang menjelaskan Nilai-nilai Islam dalam Tradisi Sekaten di Keraton
Surakarta serta sejarahnya. Menyusun fakta-fakta yang didapatkan dari suatu
sumber autentik, sehingga dapat diketahui bagaimana sejaarah dan nilai-nilai Islam
dalam tradisi Sekaten di Keraton Surakarta. Apakah mengalami perubahan isi atau
penambahan isi dalam tradisi sekaten ini. Dari beberapa metode penelitian yang
dituliskan diatas, maka akan dipastikan akan tercipta sebuah karya ilmiah yang
benar

I. Sistematika
Sistematika penelitian adalah suatu susunan atau urutan dari pembahasan agar
memudahkan persoalan-persoalan yang akan dibahas. Dalam penulisan proposal ini,
berikut sistematika penulisan yang akan dibahas secara sistematis yaitu sebagai
berikut:

10
BAB I. Pendahuluan, meliputi pembahasan tentang: latar belakang, rumusan masalah,
batasan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, landasan
teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II. Pada bab ini penulis akan menjelaskan tentang: deskripsi wilayah penelitian
(Gambaran umum). Letak Geografis, Profil, Visi Misi, struktur.
BAB III. Pada bab ini penulis menjelaskan tentang pembahasan/hasil penelitian nilai-
nilai dalam tradisi sekaten pada keraton Surakarta.
BAB IV. Penutup: kesimpulan dan saran

4.

11
Al-Fajriyati, Melati Indah. 2019. “Pengaruh Tradisi Sekatenan Terhadap Perilaku Keagamaan
Masyarakat Yogyakarta.” Khazanah Theologia 1(1): 40–46.

Ardinarto, E.S. 2008. “Sekaten Merupakan Upacara Adat Yang Bernuansa Religius.” Miips 7(2):
107–18.

Daryanto. 2013. “HUBUNGAN AGAMA DAN BUDAYA LOKAL (Kajian Sekaten Di Masjid
Agung Surakarta).”

Daryanto, Joko. 2016. “Gamelan Sekaten Dan Penyebaran Islam Di Jawa.” Jurnal IKADBUDI
4(10): 32–40.

Nursoleha. 2018. “AKULTURASI ISLAM DENGAN BUDAYA JAWA PADA TRADISI


SEKATENDI KERATON KESULTANAN NGAYOGYAKARTA HADININGRAT.”
https://www.fairportlibrary.org/images/files/RenovationProject/Concept_cost_estimate_acc
epted_031914.pdf.

Pane, Benni, Xaverius Najoan, and Sary Paturisu. 2017. “Rancang Bangun Aplikasi Game
Edukasi Ragam Budaya Indonesia.” Jurnal Teknik Informatika 12(1): 1–9.

Pramusinto, Edipeni, and Sri Mulyani Wahono. 2019. “Keterkaitan Antara Upacara Adat
Tradisional Sekaten Dengan Pengembangan Kepariwisataan Di Kodya Surakarta.”
Gemawisata: Jurnal Ilmiah Pariwisata 15(1): 32–49.
http://stiepari.greenfrog-ts.co.id/jurnal/index.php/JT/article/view/128.

Soleman. 2007. “Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Ritual Sekaten Keraton Yogyakarta.”
https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/18903/.

Zuhdi, Muhammad Nurdin, and Sawaun Sawaun. 2017. “Dialog Al-Quran Dengan Budaya
Lokal Nusantara: Resepsi Al-Quran Dalam Budaya Sekaten Di Keraton Yogyakarta.”
MAGHZA: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 2(1): 125–46.

12
OUTLINE
Bab I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Batasan Penelitian
1.4 Tinjauan Pustaka
1.5 Kerangka Konseptual
1.6 Sistematika Penulisan
Bab II Metode Penelitian
1.1 Metode Penelitian
Bab III Sekaten di Keraton Surakarta
1.1 Sejarah
Bab IV
1.1
Bab V PENUTUP
1.1 Kesimpulan
1.2 Saran

13
Lampiran

Gambar 1

Gambar 4

Gambar 2

Gambar 5

Gambar 3

Gambar 6

14

Anda mungkin juga menyukai