Anda di halaman 1dari 15

MAKNA LARUNG SESAJI GUNUNG KELUD-KEDIRI

SEBAGAI KETAHANAN BUDAYA DI ERA GLOBALISASI

Nanda Eka Putri Ayu Fajarwati


S1 Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya
Email: nandaeka342@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini berlokasi di Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri. Tujuan
penelitian ini adalah untuk: 1.) mendeskripsikan makna Kelud Gunung Kelaji; 2.)
Menjelaskan arti dari Kelurahan Gunung Sesaji yang digunakan sebagai daya tahan budaya
di era globalisasi. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan
fenomenologis. Temuan data dianalisis menggunakan teori fenomenologi oleh Alfred Schutz
tentang bagaimana meme dan motif adalah karena motif orang-orang Kediri dalam
melaksanakan ritual Larung Sesaji. Hasil penelitian ini dapat ditemukan bahwa masyarakat
Kediri menafsirkan ritual-ritual Larung tentang persembahan yang dilakukan dalam adat
Jawa sebagai tradisi tahunan sebagai bentuk penghormatan terhadap penguasa Gunung
Kelud dan yang tidak boleh ditinggalkan. Tujuan dari ritual Larung Sesaji adalah untuk
berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan untuk menghormati para penguasa Gunung
Kelud, yang diyakini berada di Gunung Kelud, raja Suro Ox. Mengenai ketahanan budaya,
masyarakat Kediri telah mencoba melestarikan tradisi Larung Sesaji dan menjadikannya aset
pariwisata untuk melindungi budaya lokal dari ancaman globalisasi budaya.
Kata kunci: penawaran hambatan, ketahanan budaya, globalisasi.
Abstract
This research is located in Sugihwaras Village, Ngancar District, Kediri Regency. The
purpose of this study is to: 1.) describe the meaning of the Kelud Gunung Kelaji; 2.) Describe
the meaning of the Kelurahan Gunung Sesaji which is used as a cultural endurance in the era
of globalization. The research method used is a qualitative and phenomenological approach.
The findings of the data were analyzed using the phenomenology theory by Alfred Schutz
about how memes and motives were due to the motives of the Kediri people in carrying out
the Larung Sesaji ritual. The results of this study can be found that the Kediri people interpret
the Larung rituals of offerings performed in Javanese customs as an annual tradition as a form
of respect for the rulers of Mount Kelud and which should not be abandoned. The purpose of
the Larung Sesaji ritual is to pray to God the Almighty and to honor the rulers of Mount
Kelud, who is believed to be on Mount Kelud, king of the Suro Ox. Regarding cultural
resilience, the Kediri people have tried to preserve the Larung Sesaji tradition and make it a
tourism asset to safeguard local culture from the threat of cultural globalization.
Keywords: Barrier offerings, cultural resilience, globalization.

PENDAHULUAN oleh sesepuh desa ketika mengawali kegiatan


Indonesia adalah negara dengan larung sesaji dan ketika melakukan “ujub” pada
keanekaragaman budaya dan tradisi dari Sabang kegiatan inti larung Sesaji. Selain meminta
sampai Merauke. Salah satunya seperti budaya keselamatan dan kesehatan, ritual larung Sesaji
larung saji di gunung Kelud-Kediri. Masyarakat juga bertujuan agar masyarakat Kediri semuanya
Kediri memiliki kepercayaan terhadap Lembu sejahtera dan hasil panen selalu melimpah yang
Suro sebagai simbol penguasa gunung Kelud direfleksikan melalui kegaiatan sedekah bumi
yang telah ada sekaligus sebagai wujud dimana setiap kecamatan membawa tumpengan
kepercayaan masyarakat. Kepercayaan tersebut atau sedekah bumi yang diarak sampai ke
diwujudkan dalam bentuk ritual tahunan yang puncak gunung kelud kemudian setelah
disebut dengan tradisi Larung Sesaji. dilakukan pemanjatan doa-doa oleh sesepuh,
Tradisi Larung Sesaji merupakan ritual masyarakat akan berebut berkah atau memakan
masyarakat Kediri yang sudah dilakukan secara tumpengan secara bersama-sama. Masyarakat
turun temurun. Larung sesaji adalah ritual Kediri memercayai apabila memakan hasil
sedekah alam yang dilakukan untuk bersyukur sedekah bumi atau tumpengan akan
atas segala nikmat-Nya. Selain itu, sebagai mendapatkan berkahnya.
bentuk rasa syukur terhadap kesejahteraan Larung Sesaji merupakan ritual yang
berupa hasil bumi berupa hasil panen. Asal - mengandung pesan-pesan moral yang
usul tradisi Larung Sesaji, merupakan tradisi dilambangkan dalam simbol-simbol didalam
yang berkembang di dalam masyarakat sekitar tradisi prosesi Larung Sesaji dari awal hingga
yang tinggal di kaki gunung Kelud. Sosialisasi proses akhir. Simbol-simbol yang terdapat
penanaman nilai-nilai dalam ritual tradisi dalam ritual Larung Sesaji merupakan hal yang
Larung Sesaji ini dilakukan oleh generasi unik dan sangat menarik untuk diteliti.
pendahulu sejak dahulu kemudian diwariskan Larung Sesaji merupakan ritual simbolik
melalui cerita dari generasi ke generasi yang syarat akan makna. Simbol-simbol yang
selanjutnya. Tujuan dari ritual sesaji ini adalah terkandung di dalamnya perlu untuk diungkap
untuk meminta keselamatan, kesehatan, dan agar dapat dipahami dan dapat dijadikan
keberkahan lainnya kepada Tuhan Yang maha pedoman oleh masyarakat untuk menjalankan
Esa agar masyaraklat Kediri khususnya norma-norma kolektif sebagai upaya untuk
masyarakat yang tinggal di kaki gunung Kelud, meningkatkan solidaritas sosial. Karena
dimana harapan-harapan tersebut direfleksikan solidaritas sosial yang kuat dapat memperkuat
melalui doa-doa yang diujubkan dan dilantunkan ketahanan budaya dalam era globalisasi dalam
menghadapi globalisasi budaya yang Larung Sesaji Gunung Kelud yang digunakan
mengancam negara Indonesia. sebagai ketahanan budaya di era globalisasi.
Ritual Larung Sesaji pernah dikaji dalam Manfaat penelitian yang diharapkan dalam
berbagai fokus kajian, diantaranya kajian yang penelitian “Makna Larung Sesaji Gunung
dilakukan oleh Annisaul dengan judul “Makna Kelud-Kediri Sebagai Ketahanan Budaya Di Era
Simbolik Ritual Sesaji Anak Gunung Kelud”. Gobalisasi” adalah sebagai berikut : 1.) Secara
Menggunakan metode kualitatif deskriptif dan teoritis, penelitian tersebut diharapkan dapat
pendekatan semiotik. Hasil penelitian ini adalah menambah kajian tentang makna secara
mendeskripsikan prosesi ritual Larung Sesaji subyektif yang digali dengan menggunakan
dan mendeskripsikan symbol nonverbal terkait metode penelitian fenomenologi. 2.) Secara
baju dan sesaji dalam ritual Larung Sesaji. praktis, penelitian ini diharapkan mampu
Menyadari untuk memahami tradisi Larung menunjukkan kepada masyarakat luas tentang
Sesaji secara mendalam secara subyektif oleh perlunya mempertahankan ritual larung sesaji
pelaku ritual Larung Sesaji maka untuk sebagai salah satu bentuk upaya menjaga
memperoleh kedalaman data dan memperoleh warisan budaya local.
kedalaman dalam menganalisis hasil data yang
telah ditemukan, peneliti menggunakan metode METODE PENELITIAN
fenomenologi dalam melakukan pengambilan Sifat Penelitian
data dan menggunakan teori fenomenologi oleh Penelitian ini bersifat penelitian
Alfred Schutz dalam melakukan analisis data. kualitatif bertujuan untuk memperoleh gambaran
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan yang jelas mengenai makna secara subyektif
maslah terkait “Makna Larung Sesaji Gunung oleh masyarakat tentang Larung Sesaji gunung
Kelud-Kediri Sebagai Ketahanan Budaya Di Era Kelud, serta untuk mengetahui bagaimana
Gobalisasi” sebagai berikut : 1.) Bagaimana respon masyarakat tentang Larung Sesaji
makna Larung Sesaji Gunung Kelud Kediri ? gunung Kelud. Metode penelitian yang
2.) Bagaimana makna Larung Sesaji Gunung digunakan adalah metode fenomenologi dengan
Kelud sebagai ketahanan budaya di era tujuan untuk mendeskripsikan makna tradisi
globalisasi ? Larung Sesaji gunung Kelud dan latar belakang
Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam kepercayaan masyarakat secara magis dan
penelitian “Makna Larung Sesaji Gunung spiritual yang kompleks dari wawancara secara
Kelud-Kediri Sebagai Ketahanan Budaya Di Era mendalam dengan subyek penelitian dan
Gobalisasi” adalah sebagai berikut : 1.) Untuk informan terkait tradisi Larung Sesaji gunung
mendeskripsikan makna Larung Sesaji Gunung Kelud. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk
Kelud, 2.) Untuk mendeskripsikan makna menggambarkan bagaimana makna subyek
tentang Larung Sesaji gunung Kelud serta untuk mendapatkan data primer yang diperlukan dan
mendeskripsikan proses tradisi Larung Sesaji untuk memahami makna subyektif masyarakat
gunung Kelud. tentang Larung Sesaji gunung Kelud. Hal
Lokasi dan Waktu Penelitian tersebut meliputi bagaimana makna secara
Penelitian mengenai ritual Larung Sesaji subyektif masyarakat kecamatan Ngancar
Gunung Kelud dilakukan di desa Ngancar yang tentang Larung Sesaji gunung Kelud dan
ada di Kecamatan Ngancar. Desa ini dipilih bagaimana respon masyarakat terkait Larung
sebagai lokasi penelitian karena ritual tersebut Sesaji gunung Kelud.
dilakukan oleh tiga desa di Kecamatan Ngancar. Secara garis besar, pengumpulan data
Peneliti mengambil salah satu desa tersebut pada penelitian ini dilakukan dengan dua cara,
sebagai lokasi penelitian karena pada saat itu yaitu penggalian data primer dan data sekunder.
sedang dilakukan tradisi Larung Sesaji dan Penggalian data primer dilakukan dengan dua
kebetulan proses wawancara dengan subyek cara. Pertama, melalui observasi partisipatif.
penelitian berada di wilayah desa tersebut. Dimana dalam melakukan observasi partisipasi
Penelitian ini dilakukan sejak perkuliahan ini peneliti melakukan pengamatan dengan cara
minggu ke-tiga sampai perkuliahan minggu ke- peneliti ikut ambil bagian dalam kegiatan
tujuh dari awal persiapan penelitian, menyusun tradisis Larung Sesaji gunung Kelud, dengan
bahan sebagai instrument penelitian, terjun ke mengamati dan berpartisipasi secara langsung
lapangan, hingga melakukan analisis data. dalam kegiatan selama rangkaian ritual Larung
Subyek Penelitian Sesaji dari awal kegiatan ritual hingga
Subyek penelitian dalam penelitian ini berakhirnya pelaksanaan ritual Larung Sesaji.
adalah tokoh adat, tokoh masyarakat, dan pelaku Selama proses observasi partisipatif akan
ritual Larung Sesaji yang ada di desa Ngancar didokumentasikan dalam bentuk video dan foto
Kecamatan Ngancar Kabupaen Kediri Provinsi yang diambil oleh peneliti selama ritual
Jawa Timur. Subyek dipilih karena sebagai berlangsung yang diambil menggunakan kamera
informan kunci dan mengetahui secara handphone.
mendalam tentang makna ritual Larung Sesaji. Kedua, in-depth interview (wawancara
Selain itu subyek juga sebagai pelaku yang mendalam). Melalui teknik ini, terlebih dahulu
terlibat secara langsung dalam ritual Larung melakukan getting in dengan berinteraksi
Sesaji. bersama informan. Setelah getting in berhasil,
Teknik Pengumpulan Data kemudian melakukan wawancara secara intensif
Penelitian ini menggunakan pendekatan berdasarkan pedoman wawancara yang telah
fenomenologi. Fenomenologi sebagai dirancang sebelumnya untuk mendapatkan data
pendekatan metode penelitian untuk atau informasi tentang pemaknaan secara
subyektif yang tekandung dalam ritual Larung penggalian data, untuk memudahkan peneliti
Sesaji. Jenis pertanyaan yang terangkum dalam dalam menganalisis data, dan sumber-sumber
pedoman wawancara adalah pertanyaan terbuka literature di atas memang berkaitan dengan
agar informan dapat memberikan pertanyaan penelitian terkait “Makna Larung Sesaji
dengan bebas dan terbuka selama masih dalam Gunung Kelud-Kediri Sebagai Ketahanan
koridor pertanyaan yang diajukan. Selanjutnya, Budaya di Era Globalisasi”
segala informasi yang diperoleh di lapangan, Proses pencarian data juga dilakukan
baik melalui proses pengamatan berpartisipasi dengan indept-interview untuk memahami
maupun in-depth interview (wawancara makna subyektif masyarakat tentang Laraung
mendalam) dicatat dalam bentuk transkrip Sesaji gunung Kelud. Dan untuk mengetahui
wawancara. Catatan dalam bentuk transkrip symbol-simbol yang terkandung dalam ritual
wawancara kemudian diolah dalam bentuk field Larung Sesaji gunung Kelud seperti symbol
note (catatan lapangan). Data yang diperoleh tumpengan, doa-doa, arak- arakan, sampai
dari pengamatan berpartisipasi dan wawancara symbol yang terkandung dalam ritual Larung
mendalam dijadikan sebagai bahan untuk Sesaji itu sendiri.
memproduksi film dokumenter. Alasan menggunakan pendekatan
Penggalian data sekunder dilakukan fenomenologi karena pendekatan ini dapat
dengan penelusuran buku buku tentang digunakan untuk mengamati individu-individu
kebudayaan, buku tentang teori fenomenologi, dalam lingkungan hidupnya saat berinteraksi
serta artikel ilmiah yang dipublikasikan dalam dengan individu lainnya, mencoba untuk
jurnal ilmiah yang berkaitan dengan memahami habitus yang akan dijadikan
permasalahan yang diteliti, seperti “Makna penelitian dan berusaha untuk mendekati serta
Simbolik Ritual Sesaji Anak Gunung Kelud” berinteraksi dengan individu yang berhubungan
oleh Annisaul Dzikrun Ni Mah, dimana dengan focus penelitian dan tujuan penelitian.
penelitian ini dilakukan di Desa Sugihwaras, Penggunaan pendekatan fenomenologi penting
Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri. di penelitian ini untuk memahami makna ritual
Penelitian lainnya yang dilakukan sebelumnya Larung Sesaji yang dipahami berdasarkan motif
adalah “Potensi Gunung Kelud Sebagai Daya ‘karena’ dan motif ‘agar’ masyakat dalam
TarikWisata Kabupaten Kediri” oleh Iriyanto melaksanakan ritual Larung Sesaji di gunung
Setyo Buqori dalam jurnal diglib.uns.ac.id. Kelud-Kediri.
Penelitian dilakukan di desa ngancar Kecamatan Teknik Analisis Data
Ngancar kabupaten Kediri, Jawa Timur. Peneliti Data yang telah dikumpulkan pada tahap
mengambil data sekunder tersebut dikarenakan penggalian data primer dan data sekunder
untuk menunjang kelengkapan data dalam kemudian tahap selanjutnya adalah analisis data
menggunakan metode analisis fenomenologi, keinginan untuk diwujudkan di masa mendatang
yaitu melakukan pemahaman simbolik terhadap melalui tindakannya. Motif ‘agar’ masyarakat
data yang terkumpul. Pendekatan ini adalah Kediri mengikuti tradisi tahunan Larung Sesaji
suatu metode yang digunakan untuk adalah untuk menyampaikan doa-doa kepada
menganalisa masalah atau peristiwa yang benar- Tuhan Yang Maha Esa dan untuk memberikan
benar terjadi dalam masyarakat kecamatan penghormatan kepada makhluk lain yang
Ngancar terkait bagaimana memaknai tradisi diyakini keberadaannya di dalam gunung Kelud.
Larung Sesaji yang diselenggarakat setiap Because of motive (motif karena) adalah motif
setahun sekali. yang mengacu pada peristiwa di masa lampau
Teknik analisis data menggunakan yang menjadi sebab-sebab tindakan manusia.
teknik analisis penelitian kualitatif dan Motif ‘karena’ adalah motif yang menjadi factor
menggunakan metode analisis fenomenologi actor dalam melakukan tindakan berdasarkan
dalam memahami makna ritual Larung Sesaji di pengalaman masa lampau. Motif ‘karena’
gunung Kelud-Kediri. Pada penelitian ini masyarakat Kediri dalam melaksanakan tradisi
peneliti meninggalkan pengetahuan yang Larung Sesaji adalah karena tradisi tersebut
dimiliki sebelumnya untuk memahami makna merupakan tradisi yang diyakini memiliki nilai
secara subyektif masyarakat Kediri dalam spiritual dan nilai magis dalam setiap tahapan
memaknai tradisi Larung Sesaji di gunung ritualnya. Tradisi ini tetap dilakukan karena latar
Kelud. Pada penelitian ini peneliti belakang masyarakatnya adalah masyarakat
mendeskripsikan hasil temuan data dengan apa yang tinggal di Kediri dan sangat meyakini akan
adanya tanpa adanya manipulasi data, karena ciri keberadaan Lembu Suro dan Kili Suci yang
penelitian fenomenologi adalah penelitian yang menjadi tokoh dalam ritual Larung Sesaji.
apa adanya dan bersifat objektif. Pemaknaan tindakan dari Alfred Schutz ini
Pemaknaan Larung Sesaji yang digali adalah tentang pemaknaan yang ingin dicapai
melalui pendekatan fenomenologi dalam atau disebut sebagai in order to motive.
perspektif Alfred Schutz adalah pemaknaan
berdasarkan motif-motif yang dimiliki oleh HASIL DAN PEMBAHASAN
subyek penelitian. Motif-motif yang Penelitian Terdahulu
melatarbelakangi pembangunan makna ini Penelitian terdahulu terkait Larung
terbagi menjadi dua motif yaitu in order to Sesaji gunung Kelud, diantaranya tentang
motive (motif agar) dan because of motive (motif “Makna Simbolik Ritual Sesaji Anak Gunung
karena). In order to motive (motif agar) adalah Kelud” oleh Annisaul, dkk (2018). Penelitian ini
motif yang mengacu pada keadaan manusia di mendeskripsikan tentang pelaksanaan prosesi
masa mendatang. Dimana subyek memiliki ritual Larung Sesaji di anak gunung kelud,
makna simbolik pada sesaji, makna pakaian bencana tidak ada korban. Upacara tersebut juga
yang dikenakan sesepuh, para pini sesepuh, dan wujud syukur atas berkah dari hasil panen yang
para pengurus desa yang berupa pakaian memuaskan karena mata pencaharian terbesar
berwarna hitam lengkap dengan asesoring dari desa Sugihwaras adalah sebagai petani.
penutup kepala. Dapat disimpulkan bahwa Selain itu ritual sacral sebagai bentuk terima
pelaksanaan ritual Larung Sesaji memerlukan kasih kepada desa sebgai penguasa, dan juga
perhitungan dan perenungan. Unsur-unsur sebagi wujud penghormatan kepada penguasa
didalamnya merupakan kesatuan yang tidak gunung kelud. Tradisi Larung Sesaji sebagai
dapat dipisahkan. Keunikan ritual Larung Sesaji pelestarian budaya local yang memiliki nilai-
tersebut sarat akan makna dan sarat akan hal-hal nillai spiritual dan magis, dan tradisi Larung
yang bersifat magis dan sakral. Sesaji merupakan asset pariwisata sehingga
Ubo rampen sesaji merupakan wujud dapat meningkatkan perekonian masyarakat
penghormatan kepada penghuni gunung kelud sekitar.
yaitu Lembu Suro yang diyakini sebagai Ritual Tradisi Larung Sesaji Gunung Kelud
penunggu gunung tersebut. Susunan sesaji Tradisi ritual secara adat Jawa Larung
memiliki makna simbolik yang memiliki makna Sesaji dalam pelaksanaannya dilakukan setiap
sacral sehinggga tidak boleh ada komponen setahun sekali pada bulan Syuro. Pada tahun ini
yang tertinggal dalam pelaksanaan ritual ritual Larung Sesaji dilaksanakan pada hari
tersebut. Ritual sedekah bumi hingga Larung Minggu, 16 September 2018 dimana jika dalam
Sesaji merupakan bentuk rasa syukur tanggalan jawa masuk pada hitungan Minggu
masyarakat Kediri kepada Allah SWT atas wage, 5 Suro.
nikmat dari kelimpahan hasil alam yang Tradisi Larung Sesaji selain bertujuan
dirasakan oleh masyarakat Kediri dari hasil untuk meminta keselamatan dan untuk hasil
panen yang melimpah. panen yang melimpah, tradisi yang dilakukan
Penelitian “Function and Values of secara turun temurun ini merupakan wujud
Ritual “Larung Sesaji” In The Community Of penghargaan masyarakat Kediri kepada
Arround kelud Mountain” oleh Anam,dkk penghuni gunung Kelud yang bernama Lembu
(2017). Penelitian ini mendeskripsikan ritual Suro. Masyarakat Kediri meyakini akan adanya
tradisional Larung Sesaji merupakan ritual Lembu Suro sebagai penunggu gunung Kelud
tradisional yang dilakukan oleh masyarakat dan dewi Kilisuci dibagian lain di gunung Kelud
Kediri bertujuan untuk memanjatkan doa-doa tersebut.Kepercayaan masyarakat Kediri
atau harapan-harapan kepada Allah SWT agar terhadap mitos-mitos bahwa letusan gunung
warga desa Sugihwaras dan desa-desa sekitarnya kelud merupakan bentuk kemarahan dari Lembu
diberikan keselamatan, untuk misalnya terjadi Suro, maka agar tidak menimbulkan bencana
besar atau korban ketika terjadinya gunung gadis Kediri yang masih perawan. Ratu Kilisuci
meletus, maka masyrakat Kediri rutin dalam pemberangkatannya pun terdapat symbol-
melaksanakan ritual Larung Sesaji setiap tahun simbol di dalamnya, yaitu menaiki kereta
sekali. kencana yang diperanggul oleh sejumlah orang
Ritual Larung Sesaji dilaksanakan pada laki-laki yang mengenakan pakaian serba hita.
pukul 07:00 sampai selesai. Berlokasi di lokasi Hanya yang memakai pakaian serba hitam yang
gunung kelud. Prosesi ritual Larung Sesaji memiliki kewajiban membawa kereta kencana
dilakukan secara adat jawa, berikut rangkaian ratu Kilisuci. Dibagian belakang kereta kencana
acara tersebut: 1.) Diawali dengan terdapat barisan para dayang-dayang dan prajurit
pemberangkatan masyarakat Kediri menuju yang mengiringi ratu Kilisuci. Dimana para
lokasi ritual yang diawali oleh Ratu Kilisuci dayang-dayang, prajurit, dan pangeran panji
yang diperankan oleh gadis Kediri dan Pangeran mengenakan pakaian adat Jawa lengkap dengan
Panji yang diperankan oleh pemuda Kediri asesorisnya.
besera para dayang-dayang dan para Prosesi kedua, serah terima sesaji.
pendamping pangeran sebagai cucuk lampah Prosesi ketiga, arak-arakan sesaji dan
serta pembawa sesaji, terlihat pada gambar di tumpengan beserta sedekah bumi menuju
bawah ini yang diambil pada prosesi awal gunung kelud, yang diikuti oleh masyarakat
pemberangkatan Ratu Kilisuci menuju puncak Kediri dan khususnya masyarakat Ngancar.
gunung Kelud: Prosesi ke-empat adalah sesepuh
melakukan doa-doa untuk “mengujubkan”
tumpengan kemudian tumpeng berupa makanan
dan hasil bumi dibagikan kepada masyarakat
yang mengikuti prosesi tersebut. Doa-doa yang
diucapkan oleh sesepuh dalam “mengujubkan”
tumpengan tersebut adalah:
“Djoto Suro, Lembu Suro, Maheso
Suro, ugi ngapektheni pepunden ingkang
manggen puniko plapan Kitunggo lulung, Mbok
Foto Ratu Kilisuci. Sumber: eksplorengancar. Ratu Emas, Ki Buto Lusono, Den Bagus, sedoyo
Didapat dari web internet
(42004097_1867520290033515_4097864185860325
ingkang manggen ing panggen mriki dipun
376_n). apekteni kalian panjenengan bapak Lurah
Dalam gambar tersebut dapat
Sukami ugih masyarakat sedoyo saugeri, mboten
dideskripsikan bahwa symbol ratu Kilisicu yang
ketinggalan. Nyuwun sapatuhu kang wilujeng
cantik jelita, dan masih muda diperankan oleh
anggenipun mbeto ubo rampen cok bakal sak
rangket. Mbonten wonten kirangipun bapak untuk melakukan kegiatan musyrik seperti
Camat, bapak Kepala Desa, masyarakat mengagungkan gunung Kelud atau menyembah
Njambon, dudo, rondo, soman, nyuwon gunung Kelud. Penyebutan beberapa tokoh di
sapanggen kang wilujeng wonten dinten, wonten awal doa adalah bermakna sebagai
ulan Suro meniko, minggu wage, semonto ugi penghormatan kepada pada leluhur yang
masyarakat Sugih Waras, nyuwon ketentreman dipercaya mendiami gunung Kelud.
ing puniko ngantuko rahayu masyarakat Prosesi kelima adalah pembakaran ubo
Sugihwaras, anggenioun nyambut damel ngarso rampen sesaji di depan kawah gunung kelud
ing sambong sedoyo, mbok bilih Kepala Desa oleh sesepuh dan orang-orang yang diijinkan
wonten salah, nyueon pangapuranipun. mengikuti prosesi khusus Larung Sesaji. Prosesi
Bismillaahirrohmaanirrohim, asyhadu allaa ini sangat sacral. Tidak boleh ada orang
ilaaha illallah wa asyhadu anna sembarangan yang mengikuti ritual ini kecuali
muhammaddarrosuulullah 2x, Allahumma diijinkan seperti (wartawan). Yang
sayyida muhhammad wa ala aalihi ajma’in diperbolehkan mengikuti ritual ini hanya orang-
alhamdulillahirobbil ‘alamiin. Onok rugi orang tertentu, dimana mereka yang
dusongko ugi rogo gawe-gawe, masyarakat, pak mengenakan pakaian serba hitam.
Camat, bapak Kepala Desa, onok rugi dusongko, Prosesi ritual yang ke-enam adalah
kabeh tenogone gusti Allah, Laaa ilaha illallah Penyampaian sesaji. Penyampaian sesaji ini juga
laaa ilaaha illallah. Masyarakat Rejomulyo, hanya dilakukan oleh seseorang yang memiliki
Sugihwaras, kang siro cedek Allah, tenogone wewenang, yaitu sesepuh yang dihormati.
Allah, keno sukune Allah. Laaa ilaha illallah Prosesi tahapan ritual yang ke-tujuh
laaa ilaaha illallah” adalah pembacaan doa oleh sesepuh di depan
Makna dari doa-doa yang diucapkan kawah gunung kelud. Pembacaan doa ini hanya
dalam bahasa Jawa dan bahasa Arab tersebut dilakukan oleh sesepuh yang dipercayai
bermakna meminta kepada Allah SWT untuk diberikan wewenang, dihormati, dan disegani
meminta keselamatan seluruh lapisan msyarakat oleh masyarakat Kediri sebagai juru kunci
dari Kepala Desa, bapak Camat, masyarakat gunung Kelud.
seluruh Kediri, masyarakay yang duda, janda, Tahapan yang ke-delapan adalah
maupun belum menikah, dan meminta ampunan pelarungan sesaji di kawah gunung kelud oleh
kepada Allah ketika manusia memiliki seseorang yang memiliki wewenang dalam
kekeliruan dan banyak dosa. Doa-doa tersebut melarungkan sesaji setiap ritual Larung Sesaji di
bermakna bahwa tujuan mereka melakukan gunung kelud (hasil wawancara dengan Bu
tradisi tersebut yaitu untuk melakukan doa-doa Dinah Kepala Desa PandanTuyo pada 16
yang dipanjatkan kepada Allah SWT bukan September 2018).
Makna simbolik terkait para tokoh yang merupakan symbol penghormatan kepada
diwajibkan hadir dalam prosesi Larung Sesaji penguasa gunung Kelud bahwa penghormatan
termasuk juga dalam prosesi sedekah bumi dilakukan oleh seluruh komponen masyarakat
adalah sesepuh, para pini sesepuh, para kepala Kediri termasuk orang di masa lalu seperti
desa, tamu undangan perwakilan dari setiap Pangeran Panji dan Dewi Kilisuci yang hidup di
kecamatan, dan masyarakat Kediri secara umum. jaman kerajaan.
Terdapat symbol dimana akan kehadiran Dewi Maka dari itu prosesi doa-doa ketika
Kilisuci yang diperankan oleh putri Kediri yang sedekah bumi yang berada di puncak gunung
didampingi oleh dayang-dayangnya berjumlah Kelud harus menunggu kedatangan Pangeran
sebelas perempuan cantik yang merupakan Panji dan Dewi Kilisuci dan rombongannya tiba
warga asli Kediri yang mengenakan pakaian di lokasi tersebut.
adat jawa lengkap dengan segala assesorisnya. Sebelum prosesi ritual pelarungan sesaji
Kemudian terdapat kehadiran Pangeran Panji di kawah gunung kelud, terdapat kegaiatan
yang diperankan oleh Pemuda warga Kediri sedekah bumi dimana setiap kecamatan
yang didampingi oleh para prajurit berjumlah 10 membawa tumpengan atau sedekah bumi yang
orang yang mengenakan pakaian adat Jawa diarak sampai ke puncak gunung kelud
lengkap dengan assesoris kalung dari bunga kemudian setelah dilakukan pemanjatan doa-doa
melati dan penutup kepala berupa mahkota yang oleh sesepuh, diikuti oleh pini sesepuh, para
desain dan warnanya berbeda dengan desain dan perangkat desa, dan masyarakat Kediri,
warna mahkota yang dikenakan oleh pangeran masyarakat akan berebut berkah atau memakan
Panji. tumpengan secara bersama-sama. Masyarakat
Dihadiri pula oleh sesepuh, pini Kediri memercayai apabila memakan hasil
sesepuh, para kepala desa, dan tamu undangan sedekah bumi atau tumpengan akan
perwakilan dari setiap kecamatan Kabupaten mendapatkan berkahnya.
Kediri yang mengenakan pakaian serba hitam Pada saat masyarakat berebut hasil
lengkap dengan assesoris penutup kepala dengan gunungan sedekah bumi yang dibagikan oleh
motif batik. Pakaian serba hitam ini dimaknai pini sesepuh, terlihat seseorang yang membawa
sebagai symbol penghormatan kepada penguasa air suci menyiramkan air suci dan menaburkan
gunung Kelud yaitu Lembu Suro. beras kuning kepada kerumunan masyrakat yang
Prosesi Larung Sesaji yang diwajibkan berebut berkah. Makna simbolik dari
akan kehadiran Pangeran Panji, Dewi Kilisuci, penyiraman air suci dan beras kuning adalah
Sesepuh, para Pini Sesepuh, pata tamu undangan agar masyarakat mendapatkan berkahnya setelah
perwakilan dari setiap kecamatan Kabupaten dilakukan pemanjatan doa-doa oleh sesepuh.
Kediri, dan masyarakat Kediri secara umum
Prosesi yang memiliki makna simbolik gunung Kelud agar mudah untuk sampai kepada
adalah pembakaran sesaji di depan kawah penguasa gunung Kelud.
gunung kelud yang dilakukan oleh sesepuh dan Makna ritual Larung Sesaji diyakini
para pendampingnya. Pembakaran ubo rampen masyarakat sebagai tradisi yang memiliki nilai-
sesaji hanya boleh dilakukan oleh sesepuh atau nilai magis dan sacral sehingga setiap tahunnya
juru kunci gunung kelud bernama Mbah Ronggo tidak boleh ditinggalkan. Masyarakat meyakini
yang telah dipercaya secara turun temurun (N, tradisi tersebut dikarenakan tradisi tersebut telah
D. Annisaul “Makna simbolik Ritual Larung diwariskan secara turun-temurun sejak dahulu
Sesaji Anak Gunung Kelud”). dan diyakinkan kepada penerusnya untuk tidak
Setelah dilakukan pembakaran ubo ditinggalkan.
rampen oleh sesepuh, maka sesepuh Koentjraningrat sebagai ahli kebudayaan
membacakan doa-doa secara Islami. Prosesi ini Jawa mengemukakan bahwa sistem nilai-nilai
bermakna menyampaikan dengan menyebut pada budaya sebagai bagian dari nilai-nilai adat
nama Lembu Suro di awal pembacaan doa dimana merupakan wujud ideal dari
kemudian sesepuh memanjatkan doa yang berisi kebudayaan, mempunyai kedudukan yang paling
keselamatan warga sekitar beserta masyarakat tinggi dan paling abstrak. Nilai budaya adalah
Kediri. Pembacaan doa secara Islami ini konsep-konsep terkait apa yang ada dalam alam
bermakna bahwa masyarakat Kediri yang pikiran sebagian besar dari masyarakat terkait
terlibat langsung dalam ritual Larung Sesaji suatu hal yang dianggap bernilai, berharga dan
tetap mengetahui bahwa tujuan dari berdoa dianggap penting di dalam hidup manusia,
adalah menyampaikan doa kepada Tuhan Yang sehingga hal itu menjadi acuan yang memberi
Maha Esa, ritual Larung Sesaji di gunung Kelud pandangan atau tujuan dan berorientasi dalam
hanya untuk sarana menghormati makhluk lain lingkungan social kehidupan masyarakat.
yang diyakini keberadaannya di gunung Kelud Selanjutnya nilai-nilai dari kebudayaan itu
tersebut. Sesaji yang disajikan bermakna untuk diwariskan secara turun-temurun melalui
memberikan penghormatan kepada Lembu Suro sosialiasasi.
yang diyakini sebagai makhluk halus penunggu Dalam hal ini sosialisasi tradisi Larung
gunung Kelud (N, D. Annisaul, dkk “Makna Sesaji pertama kali diwariskan secara turun-
simbolik Ritual Larung Sesaji Anak Gunung temurun yang dilakukan sejak dini sehingga
Kelud”). Masyarakat Kediri meyakini bahwa tradisi tersebut menjadi kebiasaan dan
sesaji yang di larungkan akan sampai kepada membudaya. Hingga pada akhirnya menjadi
Lembu Suro dan akan dimakan olehnya. Maka budaya masyarakat sekitar dan menjadi aset
dari itu penyampaian sesaji harus dilarungkan pariwisata.
atau dialirkan atau ditenggelamkan di kawah
Jika suatu kelompok-kelompok dari dikonsumsi secara mentah-mentah. Di sisi lain,
individu atau seluruh masyarakat telah terjadi adaptasi budaya pada masyarakat sebagai
didominasi oleh konsep ini, maka tradisi yang proses pembauran budaya yang menghasilkan
dibangun berdasarkan kebiasaan dan budaya baru (Asha, dkk, 2017:5)
kebudayaan mereka dipengaruhi oleh kebiasaan Ketahanan Budaya
atau tradisi yang sudah lama ada dan tertata Senada dengan pendapat healey (2006
secara mapan sebagai struktur sosial yang dalam Asha, dkk, 2017:5-6) bahwa ketahanan
diterima dengan mudah tanpa menimbulkan budaya adalah kapasitas dari komunitas atau
persoalan, ini merupakan seperti yang terjadi sistem yang berbeda untuk menyerap gangguan
dalam masyarakat Kediri khususnya kecamatan dan menata ulang sambil mengalami perubahan
Ngancar mengenai ritual Larung Sesaji. Satu- sehingga dapat mempertahankan elemen kunci
satunya pembenaran yang disampaikan oleh dari struktur dan identitas yang menjaga
masyarakat Jawa dalam hal ini bahwa metode ini keunikannya.
telah dilakukan oleh pendahulunya dan oleh para Ruslan (2015 dalam Asha, dkk, 2017: 6)
leluhur mereka pada generasi sebelumnya. menyatakan bahwa terdapat empat ketahanan
Demikian metode ini diwariskan pada generasi yang wajib dimiliki oleh anggota masyarakat
berikutnya. dalam menghadapi pesatnya arus budaya asing
Globalisasi Budaya yaitu: pertama, masyarakat memiliki
Budaya akan terus berubah dikarenakan kemampuan untuk tetap menjaga sistem nilai-
agen budaya yaitu manusia selalu berinteraksi nilai budaya yang berkembang di dalam
dengan agen lai yang menyebabkan terjadinya masyarakat, karena budaya adalah refleksi dari
perubahan termasuk dalam berubahnya budaya. tradisi tindakan dan perilaku mausia. Kedua,
Globalisasi mempercepat interaksi manusia masyarakat memiliki kemampuan untuk
dengan manusia lainnya sehingga beradaptasi dengan budaya dunia yang bersifat
menyebabkkan mempercepat interaksi budaya dinamis. Ketiga, terdapat fungsi integrasi dari
dan mendukung terjadinya transmisi nilai-nilai unsure-unsur di dalam masyarakat yang
budaya yang berkembang di lingkungan social memiliki keanekaragaman yang dapat
agen budaya. Dampak dari globalisasi budaya membangun solidaritas sehingga tercipta
dalam hal homogenisasi dunia di bawah kesatuan di dalam masyarakat. Keempat,
naungan Amerika atas budaya popular atau masyarakat diharuskan memiliki tujuan di dalam
konsumerisme Barat atau Amerika. Namun masyarakat yang bersifat tujuan bersama yang
meskipun ada pengaruh globalisasi budaya yang terus menerus mengalami perbaikan mengikuti
signifikan dari budaya Amerika atau budaya perkembangan jaman dan mengikuti dinamika
popular Barat, tidak selalu budaya akan kehidupan masyarakat.
Terkait ketahanan budaya, masyarakat Sejarah Dan Budaya yang diikuti oleh anak-anak
Kediri telah berupaya melestarikan tradisi SMA seluruh SMA di Kediri. Lokasi lawatan ini
Larung Sesaji dan menjadikannya asset bertempat di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
pariwisata untuk menjaga budaya local dari Kabupaten Kediri. Anak-anak SMA ini
ancaman globalisasi budaya. Penanaman rasa mendapatkan materi bagaimana caranya
cinta kepada generasi muda mampu menjadikan menggali potensi daerah untuk diperkenalkan ke
tradisi Larung Sesaji tetap eksis di era masyarakat luas, diberikan pembekalan
globalisasi saat ini. Apabila makna Larung bagaimana menjadi duta pariwisata untuk
Sesaji telah hilang atau sudah tidak dimaknai kepentingan pariwisata budaya Kediri dan
secara spiritual dan secara magis dan memiliki diberikan materi menjadi presenter dalam
nilai filosofis, maka tradisi Larung Sesaji akan memperkenalkan kebudayaan Kediri. Strategi ini
kehilangan esensinya dan akan hilang pula sangata berperan dalam menggali potensi
eksistensinya. Esensi inilah yang membuat budaya local di desa-desa yang ada di Kediri.
tradisi Larung Sesaji tetap dilakukan setiap Strategi pemilihan duta pariwisata ini
tahunnya karena masyarakat Kediri meyakini merupakan program tahunan yang dilakukan
tradisi ini adalah tradisi waji tahunan yang harus masyarakat Kediri baik oleh generasi muda dan
dilakukan. Apabila tidak dilakukan akan generasi lanjut dalam menjaga eksistensi tradisi
menimbulkan bencana. Baik bencana berupa Larung Sesaji gunung Kelud yang dilakukan
terancamnya keselamatan masyarakat Kediri setahun sekali.
ketika terjadi letusan gunung Kelud dan
hilangnya kesejahteraan petani pada masyarakat PENUTUP
Kediri. Simpulan
Strategi ketahanan budaya dalam Kesimpulan dari makna ritual Larung
menjaga eksistensi keberadaan budaya Larung Sesaji gunung Kelud yang dimaknai secara
Sesaji juga dilakukan oleh lembaga Dinas subyektif oleh masyarakat desa Sugihwaras,
Kebudayaan dan Pariwisata kabupaten Kediri. Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri sebagai
Bentuk strategi yang dilakukan adalah ritual tahunan yang dilakukan setahun sekali
membentuk pemuda-pemudi atau disebut Raden setiah 5 Suro. Ritual larung sesaji di tahun 2018
Mas dan Raden Ayu Kediri. Strategi ini juga dilakukan pada hari Minggu, 16 September 2018
digunakan sebagai strategi menggait masyarakat atau apabila dilihat dari kalender Jawa jatuh
lain untuk memajukan daerah melalui potensi pada hari Minggu wage 5 Suro. Tradisi Larung
kebudayaan dan pariwisata daerah local. Sesaji adalah tradisi sacral yang dilakukan
Pada tahun 2016 Dinas Kebudayaan dan dengan penuh pertimbangan dan perhitungan.
Pariwisata menyelenggarakan kegiatan Lawatan Karena Larung Sesaji merupakan tradisi yang
mengandung makna simbolik dan sarat akan DAFTAR PUSTAKA
nilai-nilai magis dan spiritual. Ritzer, G. & G, J Douglas. 2008. Teori
Makna ritual Larung Sesaji dalam Sosiologi. M, Ridwan I. Bantul: KREASI
aspek ketahanan budaya, dapat digali dari WACANA.
pemaknaan masyarakat Kediri dalam meyakini
N, D. Annisaul.dkk. 2012. Makna Simbolik
ritual Larung Sesaji sebagai warisan budaya
Ritual Sesaji Ankan Gunung Kelud.
kearifan local yang harus dilestarikan dan pada
Malang:Jurnal Online Universitas negeri
akhirnya menjadi aset pariwisata. Pewarisan
Malang. (Online) (https://jurnal-
budaya secara turun-temurun yang dilakukan
online.um.ac.id/data/artikel/artikelB4A90046
sejak dini mampu menumbuhkan rasa cinta
34D3EBA57DBD272E95E2E181.pdf).
kepada warisan budaya local tersebut. Ritual
Diakses pada Sabtu, 6 Oktober 2018 pada
Larung Sesaji merupakan serangkaian kegiatan
pukul 21:00.
yang sarat akan makna sehingga dalam
H, M. Anam.dkk. 2017. Function and Values of
pelaksanaannya tidak diperbolehkan terdapat
Ritual “Larung Sesaji Kelud” in the
suatu komponen yang tertinggal karena ritual
Community of around Kelud Mountain.
tersebut dianggap sacral oleh masyarakat Kediri.
Bandung: Universitas Islam Bandung.
Saran
(Online)
Peran pemuda Kediri dalam
(https://ejournal.unisba.ac.id/index.php/medi
melestarikan warisan budaya local sangat
ator/article/view/2744) Diakses pada 6
menentukan eksistensi dari budaya Larung
Oktober 2018 pada pukul 21:00.
Sesaji tersebut. Perlu digencarkan lagi
pengenalan kepada public terkait pesona gunung Foto Putri Kediri Dalam Acara Larung Sesaji
Kelud. Kepada masyarakat umum diharapkan Gunung Kelud 2018. Eksplorengancar.
mau memahami ritual Larung Sesaji sebagai (Online)
tradisi yang sarat akan makna magis dan (https://www.google.com/url?sa=i&rct=j&q=
spiritual bukan hanya tradisi tahunan semata. &esrc=s&source=images&cd=&cad=rja&ua
Para generasi muda diharapkan mampu ct=8&ved=2ahUKEwiY3oDpz7HeAhWLo4
menyaring budaya popular dari Barat agar tidak 8KHaXYD7sQjRx6BAgBEAU&url=%2Furl
mengikis budaya kearifan lokal yang sangat %3Fsa%3Di%26rct%3Dj%26q%3D%26esrc
bernilai dalam keberagaman budaya Indonesia. %3Ds%26source%3Dimages%26cd%3D%2
6ved%3D2ahUKEwiY3oDpz7HeAhWLo48
KHaXYD7sQjRx6BAgBEAU%26url%3Dhtt
ps%253A%252F%252Fdeskgram.net%252F
explore%252Ftags%252Feksplorengancar%2
6psig%3DAOvVaw0WzI6uqsfxoeXipf86rLq Asha, dkk. 2017. Meretas Nilai Filosofis ritual
E%26ust%3D1541107727858832&psig=AO Seblang Banyuwangi Sebagai Strategi
vVaw0WzI6uqsfxoeXipf86rLqE&ust=15411 Cultural Resilence Menghadapi Globalisasi
07727858832) Diakses pada 11 November Budaya. Proposal Program Kreativitas
2018 pada pukul 4:33 WIB. Mahasiswa. Surabaya: Lembaga Penelitian
Universitas Negeri Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai