Anda di halaman 1dari 32

ALAM SEKITAR PENDIDIKAN ISLAM

EVALUASI PENDIDIKAN ISLAM


Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas Ilmu Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Ibu Dr. Hj. Nur Uhbiyati

Disusun oleh:
1. Laila Fajrin (1403096019)
2. Lendian Delta Avisha (1403096033)
3. Ulva Nafika Rohmah (1403096012)
4. Maskuri (1403096005)
5. Ainun Fajar B N (1403096026)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014/2015
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Selama ini kita sudah cukup mengenal dan taka sing lagi dengan yang
namanya alam, alam adalah sesuatu yang sangat penting bagi setiap individu maupun
kelompok. Biasanya kita menyebut alam dengan lingkungan, dimana lingkungan
merupakan segala yang ada di sekitar kita.
Disini kita akan membahas mengenai alam sekitar pendidikan islam dan
evaluai pendidikan islam. Baik itu menyangkut pengertian, pembagian dan
penerapannya. Ketika kita berbicara tentang kedua hal ini pastilah mencangkup ruang
lingkup yang sangat luas, dimana kita tahu bahwa alam sekitar merupakan salah satu
faktor yang amat penting bagi pelaksanaan pendidikan. Tetapi faktor alam sekitar
memiliki persamaan dan perbedaan dengan faktor pendidik. Kita dapat
mengetahuinya dalam pembahasan kali ini.
Begitu juga dengan evaluasi, kita harus mengetahui tentang pengertiannya,
selain itu kita juga harus paham dan menerapkan evaluasi ini dalam pendidikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian alam sekitar (millieu)
2. Sebutkan macam-macam alam sekitar pendidikan islam
3. Sebutkan lembaga-lembaga yang mempunyai pengaruh luas bagi kehidupan
agama anak
4. Apa pengertian evaluasi pendidikan islam
5. Bagaimana kedudukan evaluasi pendidikan
6. Apa fungsi evaluasi
7. Apa prinsip-prinsip evaluasi pendidikan islam
8. Apa cirri-ciri evaluasi dalam pendidikan
9. Bagaimana prosedur evaluasi
10. Apa evaluasi belajar
11. Apakah ijasah itu
C. Tujuan

Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memberikan wawasan dan


pengetahuan tentang alam sekitar pendidikan islam dan evaluasi pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Alam Sekitar Pendidikan Islam

A. Pengertian Alam Sekitar (Millieu)

Menurut seorang ahli psikolog Amerika yaitu Sartain mengatakan bahwa yang
dimaksud lingkungan sekitar ialah meliputi semua kondisi dalam dunia ini yang
dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku manusia, pertumbuhan,
perkembangan kecuali gen-gen. Dan bahkan pula gen-gen dapat dipandang sebagai
menyiapkan lingkungan bagi gen yang lain. Pendapat lain mengatakan bahwa didalam
lingkungan itu tidak hanya terdapat sejumlah faktor pada suatu saat, melainkan
terdapat pula faktor-faktor lain yang banyak jumlahnya, yang secara potensial dapat
mempengaruhi perkembangan dan tingkah laku anak. Tetapi secara aktual hanya
faktor-faktor yang ada di sekeliling anak tersebut yang secara langsung
mempengaruhi pertumbuhan dan tingkah laku anak. Sedangkan yang dimaksud alam
sekitar (milieu) disini adalah sesuatu yang berada diluar diri anak dan mempengaruhi
perkembangannya.1

Alam sekitar merupakan salah satu faktor yang amat penting bagi pelaksanaan
pendidikan. Tetapi faktor alam sekitar memiliki persamaan dan perbedaan dengan
faktor pendidik. Persamaannya yaitu keduanya memiliki pengaruh kepada
pertumbuhan, perkembangan dan tingkah laku anak, disamping itu pun ada
perbedaannya. Pengaruh alam sekitar hanya merupakan pengaruh belaka, tidak
tersimpul unsur tanggung jawab di dalamnya. Anak didik akan untung apabila
kebetulan mendapat pengaruh yang baik, sebaliknya anak didik akan rugi apabila
mendapatkan pengaruh yang kurang baik. Mengingat alam sekitar tidak bertanggung
jawab penuh terhadap anak didik maka sudah sepantasnya jika pendidik bersikap
bijaksana dalam menghadapi alam sekitar tersebut. Sedangkan factor pendidikan
secara sadar dan bertanggung jawab menuntun dan membimbing anak ke tujuan
1
Nur Uhbiyati, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam,(Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 2013), hlm. 197.
pendidikan yang diharapkan.2

Terlihat adanya perbedaan tanggung jawab pengaruh pendidikan terhadap anak


didik maka para ahli didik umumnya memisahkan dalam membahas pendidik dan
alam sekitar sebagai faktor pendidikan.3

B. Macam-macam Alam Sekitar Pendidikan Islam

Menurut Drs. Abdurrahman Saleh ada tiga macam pengaruh lingkungan


pendidikan terhadap keberagaman anak, yaitu:4
1. Lingkungan yang acuh tak acuh terhadap agama, lingkungan semacam ini
adakalanya berkeberatan terhadap pendidikan agama, dan adakalanya pula
sedikit tahu tentang hal itu.
2. Lingkungan yang berpegang kepada tradisi agama tetapi tanpa keinsyafan
batin, biasanya lingkungan demikian menghasilkan anak-anak beragama yang
secara tradisional tanpa kritik atau beragama secara kebetulan.
3. Lingkungan yang memiliki tradisi agama dengan sadar dan hidup dalam
kehidupan agama. Lingkungan ini memberikan motivasi (dorongan) yang kuat
kepada anak untuk memeluk dan mengikuti pendidikan agama yang ada.
Apabila dilingkungan ini di tunjang oleh pimpinan yang baik dan kesempatan
memadai maka kemungkinan besar hasilnya pun paling baik.

Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa lingkungan pendidikan


dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:5

a. Pengaruh lingkungan positif


Pengaruh lingkungan positif yaitu lingkungan yang memberikan dorongan
atau memberikan motivasi dan rangsangan kepada anak untuk menerima,
2
Nur Uhbiyati, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam,(Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 2013), hlm. 197.
3
Ibid, hlm. 198.
4
Drs. Abdurrahman Shaleh, Didaktik dan Metodik Pendidikan Agama, Bulan
Bintang, Jakarta, 1969, hal. 77-78.
5
Nur Uhbiyati, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam,(Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 2013), hlm. 199.
memahami dan meyakini serta mengamalkan ajaran islam.
b. Pengaruh lingkungan negative
Pengaruh lingkungan negative yaitu lingkungan yang menghalangi atau
kurang menunjang kepada anak untuk menerima, memahami, meyakini dan
mengamalkan ajaran islam.
c. Lingkungan netral
Lingkungan netral adalah lingkungan yang tidak memberikan dorongan untuk
meyakini atau mengamalkan agama,demikian pula tidak melarang atau
menghalangi anak-anak untuk meyakini dan mengamalkan ajaran islam.
Lingkungan ini apatis, masa bodoh terhadap keberagaman anak-anak, dan
Nampak ada pada kehidupan masyarakat.

C. Lembaga-lembaga yang Mempunyai Pengaruh Luas bagi Kehidupan Agama Anak

Beberapa lembaga yang tumbuh di dalam masyarakat serta mempunyai


pengaruh luas bagi kehidupan agama anak, diantaranya yaitu:6

1. Keluarga
Keluarga adalah ikatan laki-laki dengan wanita berdasarkan hukum atau
undang-undang perkawinan yang sah. Didalamnya akan terlahir anak-anak, disinilah
akan terjadi interaksi pendidikan.Para ahli didik umumnya menyatakan pendidikan di
lembaga ini merupakan pendidikan pertama dan utama, karena di lembaga inilah anak
mendapatkan pendidikan untuk pertama kalinya, disamping itu memiliki pengaruh
terhadap kehidupan peserta didik kelak dikemudian hari.

2. Sekolah
Sekolah adalah lembaga pendidikan yang sangat penting sesudah
keluarga.Pada waktu anak-anak menginjak waktu 6 sampai 7 tahun perkembangan
intelek daya piker telah meningkat sedemikian rupa. Karena itu pada masa ini disebut
masa keserasian bersekolah. Ia telah mampu mempelajari ilmu-ilmu yang diajarkan
disekolah seperti matematika, ilmu pengetahuan social, ilmu pengetahuan alam,

6
Nur Uhbiyati, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam,(Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 2013), hlm. 199-204.
bahasa, olahraga dan lain sebagainya. Keluarga umumnya tidak berkesempatan atau
bahkan tidak berkemampuan untuk mengajarkan ilmu-ilmu tersebut.Oleh karena itu,
sudah sepantasnyalah menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada sekolah, dan
memang sekolah yang telah diatur dan telah dipersiapkan sedemikian rupa mampu
melaksanakan tugas-tugas tersebut diatas.

Tugas guru dan para pemimpin di sekolah selain memberikan pendidikan


dasar-dasar keilmuan juga pendidikan budi pekertidan agama. Sedangkan pendidikan
budi pekerti dan agama ini seharusnya merupakan lanjutan atau setidak-tidaknya
tidak bertentangan dengan yang diberikan dikeluarga. Apabila ada pertentangan dari
kedua belah pihak maka anak akan mengalami kebingungan atau mungkin
ketidakpercayaan anak kepada dua lembaga tersebut. Maka dari itu antara keluarga
dan pihak sekolah harus searah, kalau perlu di lakukan kesepakatan-kesepakatan atau
kerjasama di antara keduanya. Hal yang demikian ini berpengaruh positif bagi
pembentukan kepribadian anak. Selain dari pada itu, setiap kerjasama antara sekolah
dengan keluarga dalam bidang apapun akan membantu meniadakan konflik-konflik
batin yang timbul perbedaan pandangan antara keduanya.

3. Tempat Ibadah
Yang dimaksud tempat ibadah disini adalah musholla, masjid dan lain-lainnya.
Oleh umat islam tempat ini digunakan untuk pendidikan dasar-dasar keislaman.
Pendidikan ini merupakan kelanjutan dari pendidikan didalam keluarga. Ditempat ini
biasanya diadakan pendidikan dan pengajaran islam baik individu atau klasikal
(dalam bentuk madrasah diniyah), rutin maupun berkala. Disamping itu sering kali
diadakan pengajian-pengajian umum seperti pengajian untuk peringatan hari-hari
besar islam, tabligh akbar, diskusi dan seminar.

Ada juga tempat ibadah yang didirikan tidak untuk penyiaran Islam melainkan
untuk menghancurkan Islam, contohnya seperti masjid Dziras yang didirikan sewaktu
Nabi Muhammad masih hidup, masjid ini akhirnya diperintahkan oleh Nabi untuk
dihancurkan saja, lingkungan masjid ini membawa pengaruh searah dengan tujuan
pembangunan masjid tersebut yaitu membenci kepada islam.
4. Masyarakat

Organisasi-organisasi yang tumbuh didalam masyarakat sangatlah banyak,


diantaranya:7
1. Kepanduan
2. Perkumpulan-perkumpulan pemuda, seperti perkumpulan mahasiswa,
perkumpulan pelajar (HMI, PMII, PII, IPNU, IPPNU, Anshor dan sebagainya)
3. Perkumpulan-perkumpulan olahraga dan kesenian
4. Perkumpulan-perkumpulan sementara panitia penolng korban bencana alam
5. Perkumpulan (dub-dub) pengajian atau diskusi
6. Perkumpulan koperasi dan lain-lain

Organisasi-organisasi seperti diatas tetap mendasarkan diri kepada agama,


karena agama mempunyai pengaruh positif bagi kehidupan keagamaan. Perkumpulan
dan persekutuian hidup masyarakan yang memberikan anak untuk hidup dan
mempraktekkan ajaran islam wajib beramal, cinta damai, toleransi, dan suka
menyambung ukhuwah islamiyyah, sebaliknya lingkungan yang tidak mengajarkan
agama islam akan membentuk anak yang apatis atau masa bodoh kepada agama islam,
apalagi masyarakat yang membenci kepada islam, maka akhirnya sang anak pun akan
membenci kepada islam.

7
Nur Uhbiyati, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam,(Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 2013), hlm. 294.
2. Evaluasi Pendidikan Islam

A. Pengertian Evaluasi Pendidikan Islam

Secara harfiah evaluasi berasal dari bahasa Inggris, evaluation, yang berarti
penilaian dan penaksiran.8 Dalam bahasa Arab, dijumpai istilah imtihan, yang berarti
ujian, dan khataman yang berarti cara menilai hasil akhir dari proses kegiatan. 9
Sedangkan secara istilah, ada beberapa pendapat, namun pada dasarnya sama, hanya
berbeda dalam redaksinya saja. Oemar Hamalik mengartikan evaluasi sebagai suatu
proses penaksiran terhadap kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan peserta didik
untuk tujuan pendidikan.10 Sementara Abudin Nata menyatakan bahwa evaluasi
sebagai proses membandingkan situasi yang ada dengan kriteria tertentu dalam rangka
mendapatkan informasi dan menggunakannya untuk menyusun penilaian dalam
rangka membuat keputusan.11

Kemudian menurut Suharsimi Arikunto, evaluasi adalah kegiatan untuk


mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi
tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil
keputusan.12 Adapun M. Chabib Thoha, mengutarakan bahwa evaluasi merupakan
kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan objek dengan menggunakan
instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh
kesimpulan.13

Fred Percival dan Henry Ellington membedakan assessment dengan


evaluation. Assessment sebagai kegiatan yang dirancang untuk mengukur pencapaian
hasil belajar siswa (student learning achieved) yang diperoleh sebagai hasil dari

8
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, 220.

9
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), cet ke-1, 183.

10
Oemar Hamalik, Pengajaran Unit,(Bandung: Alumni, 1982), 106.

11
Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, cet I, 307
12
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan,hlm 3
13
M. Chabib Thaha, Tehnik-tehnik Evaluasi Pendidikan (Jakarta: PT Raja
Grafindo, 1990)
proses belajar mengajar. Sedangkan evaluation adalah suatu rangkaian kegiatan yang
dirancang untuk mengukur efektivitas sistem belajar mengajar secara keseluruhan.14

Dengan demikian menurut Fred Percival dan Henry Ellington bahwa evaluasi
lebih luas dari pada assessment, sebab tidak hanya mengukur hasil belajar yang di
peroleh anak atau siswa selama proses belajar mengajar tetapi lebih luas ari pada itu,
yaitu mencakup segi pendidikan, metode, materi, alat dan lain-lain.15

Dari segi bahasa evaluasi berarti penilaian atau penaksiran. Karena itu evaluasi
pendidikan islam berarti penilaian atau penaksiran terhadap pelaksanaanpendidikan
islam untuk diketahui sampai seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan itu dapat
dicapai.16

Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional Bab I Pasal 1 ayat 21 dijelaskan bahwa evaluasi pendidikan adalah kegiatan
pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai
komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk
pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.

Dari beberapa pendapat, dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi yaitu suatu
proses dan tindakan yang terencana untuk mengumpulkan informasi tentang
kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan (peserta didik) terhadap tujuan
(pendidikan), sehingga dapat disusun penilaiannya yang dapat dijadikan dasar untuk
membuat keputusan. Dengan demikian evaluasi bukan sekedar menilai suatu aktivitas
secara spontan dan insedental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu
yang terencana, sistematik dan berdasarkan tujuan yang jelas. 17 Jadi dengan evaluasi
diperoleh informasi dan kesimpulan tentang keberhasilan suatu kegiatan, dan
kemudian kita dapat menentukan alternatif dan keputusan untuk tindakan berikutnya.

14
Fred Percival dan Henry Ellington tahun 1988,hlm.112.

15
Nur Uhbiyati, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam,(Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 2013), hlm. 205.
16
Ibid.,
17
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, 221
Kemudian Term atau istilah evaluasi dalam wacana pendidikan Islam tidak
diperoleh padanan katanya yang pasti, tetapi terdapat term atau istilah-istilah tertentu
yang mengarah pada makna evaluasi. Term-term tersebut adalah:

1. Al-Hisab, memiliki makna menghitung, menafsirkan dan mengira. Hal ini


dapat dilihat dalam firman Allah Swt yang artinya:

kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi.
dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu
menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu
tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-
Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu.(QS. Al Baqarah : 284)

Kemudian dalam surat lain yang artinya disebutkan sebagai berikut:

Kemudian Sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka

(QS: Al Ghasiyah :26)

2. Al-Bala’, memiliki makna cobaan dan ujian. Terdapat dalam firman Allah Swt
yang artinya:

yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara
kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun, (QS: Al Mulk : 2)

3. Al-Imtihan, berarti ujian yang juga berasal dari kata mihnah. Bahkan dalam
Alquran terdapat surat yang menyatakan wanita-wanita yang diuji dengan
menggunakan kata imtihan, yaitu surat al-Mumtahanah. Firman Allah Swt.
yang berkaitan dengan kata imtihan ini terdapat pada surat al-Mumtahanah
(60) ayat 10 yang artinya:

Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu


perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji (keimanan)
mereka.

4. Al-ikhtibar, memiliki makna ujian atau cobaan/al-bala’. Orang Arab sering


menggunakan kata ujian atau bala’ dengan sebutan ikhtibar. Bahkan di
lembaga pendidikan bahasa Arab menggunakan istilah evaluasi dengan istilah
ikhtibar.

Beberapa term tersebut di atas dapat dijadikan petunjuk arti evaluasi secara
langsung atau hanya sekedar alat atau proses di dalam evaluasi. Hal ini didasarkan
asumsi bahwa Alquran dan Hadis merupakan asas maupun prinsip pendidikan Islam,
sementara untuk operasionalnya tergantung pada ijtihad umat. Term evaluasi pada
taraf berikutnya lebih diorientasikan pada makna “penafsiran atau memberi putusan
terhadap pendidikan”. Setiap tindakan pendidikan didasarkan atas rencana, tujuan,
bahan, alat dan lingkungan pendidikan tertentu. Berdasarkan komponen ini, maka
peran penilaian dibutuhkan guna mengetahui sejauh mana keberhasilan pendidikan
tercapai.

Dari pengertian ini, proses pelaksanaan penilaian lebih ditekankan pada akhir
tindakan pendidikan. Penilaian dalam pendidikan dimaksudkan untuk menetapkan
keputusan-keputusan pendidikan, baik yang menyangkut perencanaan, pengelolaan,
proses dan tindak lanjut pendidikan, baik yang menyangkut perorangan, kelompok
maupun kelembagaan. Dalam konteks ini, penilaian dalam pendidikan Islam bertujuan
agar keputusan-keputusan yang berkaitan dengan pendidikan Islam benar-benar sesuai
dengan niai-nilai Islami sehingga tujuan pendidikan Islam yang dicanangkan dapat
tercapai secara maksimal.

Jadi dalam evaluasi pendidikan Islam dapat diartikan sebagai kegiatan


penilaian terhadap tingkah laku peserta didik dari keseluruhan aspek mental-
psikologis dan spiritual religius dalam pendidikan Islam, dalam hal ini tentunya yang
menjadi tolak ukur adalah al-Qur’an dan al-Hadits. Dengan pelaksanaan evaluasi ini
bukan hanya pendidik juga keseluruhan aspek/unsur pendidikan Islam.
B. Kedudukan Evaluasi Pendidikan

Evaluasi pendidikan memiliki kedudukan yang amat strategis, karena hasil


dari kegiatan evaluasi dapat digunakan sebagai input untuk melakukan perbaikan
kegiatan pendidikan. Ajaran islam juga menaruh perhatian yang besar terhadap
evaluasi tersebut. Allah SWT, dalam berbagai firman-Nya dalam kitab suci Al-Qur’an
memberitahukan kepada kita, bahwa pekerjaan evaluasi terhadap manusia didik
adalah merupakan suatu tugas penting dalam rangkaian proses pendidikan yang telah
dilaksanakan oleh pendidik.

D. Fungsi Evaluasi

Menurut Team Penyusun Buku Pedoman Bahan Penataran Guru Agama Islam
Departemen Agama Republik Indonesia menyatakan bahwa fungsi evaluasi itu ada
empat macam, yaitu:18

1. Berfungsi sebagai penilaian formatif yaitu untuk mengetahui kelemahan sistem


pengajaran yang diberikan oleh guru atau kelemahan cara belajar yang dilakukan
oleh murid, dan dengan pengetahuan itu dapat di perbaiki proses belajar mengajar
serta untuk mengadakan program remedial bagi murid.

2. Berfungsi penilaian sumatif yaitu untuk mengetahui tingkat kemajuan atau hasil
belajar murid yang dapat dijadikan bahan laporan kepada orang tua, masyarakat
dan pemerintah. Fungsi penilaian yang dilakukan seperti diatas sangat
mempengaruhi bahkan menentukan guru dalam menetapkan aspek tingkah laku
yang dinilai, cara penyusunan soal tes dan cara pengolahan hasil tes.

3. Fungsi penilaian yang ketiga adalah untuk menempatkan murid dalam situasi
belajar mengajar/program pendidikan yang tepat, sesuai dengan tingkat
kemampuan, karakteristik lainnya yang dimiliki murid. Penilaian ini merupakan
penilaian penempatan. (placement)

4. Fungsi penilaian yang keempat adalah untuk mengenal latar belakang psikologis,
fisik dan lingkungan murid yang mengalami kesulitan belajar. Hasilnya dapat
18
Nur Uhbiyati, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam,(Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 2013), hlm. 205.
digunakan sebagai dasar dalam memecakan kesulitan-kesulitan belajar. Penilaian
diagnostik.

Dengan penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa evaluasi memiliki arti


penting bagi pelaksanaan pendidikan islam sebab dengan adanya evaluasi ada dua hal
yang dapat diamati, yaitu:19

1. Baik atau tidaknya pelaksanaan pendidikan islam, apabila sudah baik maka perlu
ditingkatkan/disempurnakan mana saja yang perlu dibenahi lebih intensif
dibandingkan dengan aspek-aspek yang lainnya.

2. Berhasil atau tidaknya belajar siswa, apabila sudah berhasil perlu ditingkatkan
sistem belajarnya, paling tidak dapat mempertahankan prestasi maksimalnya, jika
belum berhasil maka dapat di ketahui dimana letak kelemahan atau
kekurangannya. Dengan demikian bimbingan mana yang lebih tepat diberikan
agar ia memperoleh hasil optimal. (masalah yang terakhir ini sebenarnya menjadi
tanggung jawab konselor).

Suharsimi Arikunto merumuskan fungsi yang lebih spesifik antara lain :20

1. Berfungsi selektif, dengan cara mengadakan penilaian guru mempunyai cara


untuk mengadakan seleksi atau penilaian terhadap siswanya.Dengan penilaian
itu sendiri mempunyai berbagai tujuan, antara lain:
a. Untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu
b. Untuk memilih siswa yang dapat naik ke kelas atau tingkat berikutnya.
c. Untuk memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa.
d. Untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah.

2. Berfungsi diagnostik, apabila alat yang digunakan dalam penilaian cukup


memenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui
kelemahan siswa. Di samping itu diketahui pula sebab musababnya
kelemahan itu. Jadi dengan mengadakan penilaian, sebenarnya guru
mengadakan diagnosa kepada siswa tentang kebaikan dan kelemahannya.

19
Nur Uhbiyati, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam,(Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 2013), hlm. 206.
20
3. Berfungsi sebagai penempatan. Untuk dapat menentukan dengan pasti bahwa
seorang siswa harus ditempatkan pada kelompok tertentu, maka digunakanlah
suatu penilaian. Sekelompok siswa yang mempunyai hasil penilaian yang
sama, akan berada dalam kelompok yang sama dalam belajar.

4. Berfungsi sebagai pengukur keberhasilan, yakni untuk mengetahui sejauh


mana suatu program berhasil diterapkan.

Secara praktis fungsi evaluasi adalah :


1. Secara psikologis, peserta didik perlu mengetahui prestasi belajarnya sehingga
merasakan kepuasan dan ketenangan.
2. Secara sosiologis, untuk mengetahui apakah peserta didik sudah cukup mampu
untuk terjun ke masyarakat. Mampu dalam arti dapat berkomunikasi dan
beradaptasi dengan seluruh lapisan masyarakat dengan segala karakteristiknya.
3. Secara didaktis-metodis, evaluasi berfungsi untuk membantu guru dalam
menempatkan peserta didik pada kelompok tertentu sesuai dengan kemampuan
dan kecakapannya masing-masing.
4. Untuk mengetahui kedudukan peserta didik di antara teman-temannya, apakah ia
termasuk anak yang pandai, sedang atau kurang.
5. Untuk mengetahui taraf kesiapan peserta didik dalam menempuh program
pendidikannya.
6. Untuk membantu guru dalam memberikan bimbingan dan seleksi, baik dalam
rangka menentukan jenis pendidikan, jurusan maupun kenaikan tingkat/kelas.
7. Secara administratif, evaluasi berfungsi untuk memberikan laporan tentang
kemajuan peserta didik kepada pemerintah, pimpinan/kepala sekolah,
guru/instruktur, termasuk peserta didik itu sendiri.

Seorang pendidik melakukan evaluasi di sekolah mempunyai fungsi sebagai


berikut:21

a. Untuk mengetahui peserta didik yang terpandai dan terkurang di kelasnya.


b. Untuk mengetahui apakah bahan yang telah diajarkan sudah dimiliki
peserta didik atau belum.

21
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, 224.
c. Untuk mendorong persaingan yang sehat antara sesama peserta didik.
d. Untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan peserta didik setelah
mengalami pendidikan dan pengajaran.
e. Untuk mengetahui tepat atau tidaknya guru memilih bahan, metode, dan
berbagai penyesuaian dalam kelas.
f. Sebagai laporan terhadap orang tua peserta didik dalam bentuk raport,
ijazah, piagam dan sebagainya.

Pendapat yang hampir sama dikemukakan Hamalik, bahwa fungsi evaluasi


adalah untuk membantu peserta didik agar ia dapat mengubah atau mengembangkan
tingkah lakunya secara sadar, serta memberi bantuan padanya cara meraih suatu
kepuasan bila berbuat sebagaimana mestinya, selain itu juga dapat membantu seorang
pendidik dalam mempertimbangkan adequate(cukup memadai) metode pengajaran
serta membantu dan mempertimbangkan administrasinya.22 Sementara pendapat lain
mengemukakan, evaluasi berfungsi sebagai :

a. Mengidentifikasi dan merumuskan jarak dari sasaran-sasaran pokok dari


kurikulum secara komprehensif;
b. Penetapan bagi tingkah laku apa yang harus direalisasikan oleh siswa;

c. Menyeleksi atau membentuk instrumen-instrumen yang valid, terpercaya dan


praktis untuk menilai sasaran-sasaran utama proses kependidikan atau ciri-ciri
khusus dari perkembangan dan pertumbuhan manusia didik.23

E. Prinsip-prinsip Evaluasi Pendidikan Islam

Evaluasi dilaksanakan secara terpadu dengan kegiatan pembelajaran. evaluasi


dapat dilakukan baik dalam suasana formal maupun informal, di dalam kelas, di luar
kelas, terintegrasi dalam kegiatan belajar mengajar atau dilakukan pada waktu
yang khusus. Evaluasi dilaksanakan melalui berbagai cara, seperti tes tertulis,
penilaian hasil kerja siswa melalui kumpulan hasil kerja (karya) siswa (fortofolio),
dan evaluasiunjuk kerja (perfomance) siswa.24

22
Oemar Hamalik, Pengajaran Unit,(Bandung: Alumni, 1982), 212
23
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner,(Jakarta: Bumi Aksara, 2009), 167
24
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, cet. V, Jakarta: Bina Aksara,
Pelaksanaan evaluasi agar akurat dan bermanfaat baik bagi peserta didik,
pendidik ataupun pihak yang berkepentingan, maka harus memperhatikan prinsip-
prisip sebagai berikut:25

1. Valid

Evaluasi mengukur apa yang seharusnya diukur dengan menggunakan jenis tes
yang terpercaya dan shahih. Artinya ada kesesuaian alat ukur dengan fungsi
pengukuran dan sasaran pengukuran.

2. Berorientasi kepada kompetensi

Dengan berpijak pada kompetensi, maka ukuran-ukuran keberhasilan


pembelajaran akan dapat diketahui secara jelas dan terarah.

3. Bermakna

Evaluasi diharapkan mempunyai makna yang signifikan bagi semua pihak.


Untuk itu evaluasi hendaknya mudah difahami dan dapat ditindaklanjuti oleh
pihak-pihak yang berkepentingan.

4. Terbuka

Evaluasi hendaknya dilakukan secara terbuka bagi berbagai kalangan sehingga


keputusan tentang keberhasilan peserta didik jelas bagi pihak-pihak yang
berkepentingan, tanpa ada rekayasa atau sembunyi-sembunyi yang dapat
merugikan semua pihak.

5. Ikhlas

Evaluasi dilakukan dengan niat dan yang bersih, dalam rangka efisiensi

1989, h. 4

25
Mujib & Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam,214. Lihat juga Ramayulis, Ilmu
Pendidikan Islam, 225-226.
tercapainya tujuan pendidikan dan berkepentingan peserta didik.

6. Praktis

Evaluasi dilakukan dengan mudah dimengerti dan dilaksanakan dengan


beberapa indikator, yaitu:

o hemat waktu, biaya dan tenaga


o mudah diadministrasikan
o mudah menskor dan mengolahnya
o mudah ditafsirkan.

7. Dicatat dan akurat

Hasil dari setiap evaluasi prestasi peserta didik harus secara sistematis dan
komprehensif dicatat dan disimpan, sehingga sewaktu-waktu dapat
dipergunakan.

Ada beberapa prinsip lain yang harus diperhatikan dalam evaluasi pendidikan
Islam, yaitu: prinsip kontinuitas, prinsip menyeluruh, prinsip obyektivitas, dan prinsip
mengacu pada tujuan:

1. Prinsip Kesinambungan (kontinuitas)

Bila aktivitas pendidikan Islam dipandang sebagai suatu proses untuk


mencapai tujuan-tujuan tertentu, maka evaluasi pendidikannya pun harus
dilakukan secara kontiniu. Prinsip ini selaras dengan istiqamah dalam Islam,
yaitu setiap umat Islam hendaknya tetap tegak beriman kepada Allah Swt.,
yang diwujudkan dengan senantiasa mempelajari Islam, mengamalkannya,
serta tetap membela tegaknya agama Islam, sungguhpun terdapat berbagai
tantangan yang senantiasa dihadapinya.

Dalam ajaran Islam, sangat memperhatikan prinsip kontinuitas, karena dengan


berpegang pada prinsip ini, keputusan yang diambil oleh seseorang menjadi
valid dan stabil, sebagaimana diisyaratkan Alquran dalam Surah Al-Ahqaf (46)
Ayat 13-14 yang artinya adalah
(13)Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah",
kemudian mereka tetap istiqamah[1388] Maka tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita.(14) mereka Itulah
penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai Balasan atas
apa yang telah mereka kerjakan.

2. Prinsip Menyeluruh (komprehensif)

Prinsip yang melihat semua aspek, meliputi kepribadian, ketajaman hafalan,


pemahaman ketulusan, kerajinan, sikap kerjasama, tanggung jawab dan
sebagainya, sebagaimana diisyaratkan dalam Alquran Surat Al-Zalzalah (99)
Ayat 7-8.

“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun,


niscaya Dia akan melihat (balasan)nya. (8) dan Barangsiapa yang
mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat
(balasan)nya pula.

3. Prinsip objektivitas

Objektif dalam arti bahwa evaluasi itu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya,


berdasarkan fakta dan data yang ada tanpa dipengaruhi oleh unsur-unsur
subjektivitas dari evaluator. Allah Swt. memerintahkan agar seseorang berlaku
adil dalam mengevaluasi. Jangan karena kebencian menjadikan
ketidakobjektifan evaluasi yang dilakukan (QS. Al-Maidah, 5: 8)

Artinya: Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang


yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan
adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu
lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Nabi Saw. pernah bersabda:

‫ت لفاَططلمةل ألنن للوو‬


‫ت مملحنمدد بطون ل‬
‫ت لسلرقل و‬ ‫… لهاَيللد للقل ل‬..
‫طوع م‬

Artinya :“…..Andai kata Fatimah binti Muhammad itu mencuri, niscaya aku
tidak segan-segan untuk memotong kedua tangannya”.

Prinsip ini hanya dapat ditetapkan bila penyelenggara pendidikan mempunyai


sifat siddiq, jujur, ikhlas, ta’awun, ramah, dan lainnya.

4. Prinsip mengacu kepada tujuan

Setiap aktivitas manusia sudah pasti mempunyai tujuan tertentu, karena


aktivitas yang tidak mempunyai tujuan berarti merupakan atau pekerjaan sia-
sia.

F. Sasaran Evaluasi Pendidikan Islam

Langkah yang harus ditempuh seorang pendidik dalam mengevaluasi adalah


menetapkan apa yang menjadi sasaran evaluasi tersebut. Sasaran evaluasi sangat
penting untuk diketahui supaya memudahkan pendidik dalam menyusun alat-alat
evaluasinya. Pada umumnya ada tiga sasaran pokok evaluasi, yaitu:

 Segi tingkah laku, artinya segi-segi yang menyangkut sikap, minat, perhatian,
keterampilan peserta didik sebagai akibat dari proses belajar mengajar.
 Segi pengetahuan, artinya penguasaan pelajaran yang diberikan oleh guru dalam
proses belajar mengajar.
 Segi yang menyangkut proses belajar mengajar yaitu bahwa proses belajar
mengajar perlu diberi penilaian secara obyektif dari guru. Sebab baik tidaknya
proses belajar mengajar akan menentukan baik tidaknya hasil belajar yang dicapai
oleh peserta didik.

D. Ciri-ciri Evaluasi dalam Pendidikan

1. Evaluasi dalam pendidikan, yaitu bahwa penilaian dilakukan secara tidak


langsung. Dalam contoh ini, akan mengukur kepandaian melalui ukuran
kemampuan mengerjakan soal. Berkenaan dengan tanda-tanda anak yang
pandai atau intelegen, seorang ahli ilmu jiwa pendidikan bernama Carl
Witherington, mengemukakan pendapatnya bahwa anak yang intelegen
(cerdas) adalah anak yang mempunyai :
 Kemampuan untuk bekerja dengan bilangan.
 Kemampuan untuk menggunakan bahasa dengan baik.
 Kemampuan untuk menangkap sesuatu yang baru (cepat mengikuti
pembicaraan orang lain).
 Kemampuan untuk mengingat-ingat.
 Kemampuan untuk memahami hubungan (termasuk menangkap kelucuan).
 Kemampuan untuk berfantasi.

2. Evaluasi pendidikan yaitu penggunaan ukuran kuantitatif. Penilaian


pendidikan bersifat kuantitatif artinya menggunakan simbol bilangan sebagai
hasil pertama pengukuran. Setelah itu lalu diinterpresentasi ke bentuk
kualitaitif.
3. Evaluasi pendidikan, yaitu bahwa evaluasi pendidikan menggunakan unit-unit
atau satuan-satuan yang tetap, karena IQ 105 termasuk anak normal. Anak lain
yang hasil pengukuran IQ-nya 80, menurut unit ukurannya termasuk anak
dungu.
4. Penilaian pendidikan adalah bersifat relatif artinya tidak sama atau tidak selalu
tetap dari satu waktu ke waktu yang lain.
5. Penelitian pendidikan adalah bahwa dalam penilaian pendidikakn itu sering
terjadi kesalahan-kesalahan.
G. Prosedur Evaluasi
Secara umum, proses pengembangan penyajian dan pemanfaatan evaluasi
belajar dapat digambarkan dalam langkah-langkah berikut:26
1. Penentuan Tujuan Evaluasi
2. Penyususnan Kisi-kisi soal
3. Telaah atau review dan revisi soal
4. Uji Coba (try out)
5. Penyusunan soal
6. Penyajian tes
7. Scorsing
8. Pengolahan hasil tes
9. Pelaporan hasil tes
10. Pemanfaatan hasil tes
26
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,
Prosedur dalam mengadakan evaluasi dapat dibagi kepada beberapa langkah.
Langkah-langkah tersebut diatasnya :

1. Perencanaan
2. Pengumpulan data
3. Verivikasi data
4. Analisa data, dan
5. Penafsiran data.

Yang harus dilakukan dalam langkah perencanaan ini ialah


Merumuskan tujuan evaluasi yang hendak dilaksanakan dalam suatu proses belajar-
mengajar yang didasarkan atas tujuan yang hendak dicapai dalam program belajar-
mengajar tersebut.
o Menetapkan aspek-aspek yang harus dinilai.
o Menentukan metode evaluasi yang akan dipergunakan. Metode ini
ditentukan oleh aspek yang akan dinilai. Untuk menilai sikap, misalnya,
dipergunakan checklist.
o Memilih atau menyusun alat-alat evaluasi yang akan dipergunakan. Alat-
alat evaluasi ditentukan oleh metode evaluasi yang kita pergunakan.
Apabila alat-alat yang akan dipergunakan cukup tersedia, maka tinggal
memilih salah satu dari alat tersebut.
o Menentukan kriteria yang dipergunakan. Setelah alat-alat evaluasi dipilih
dan disusun serta telah ditetapkan kriterianya, maka selanjutnya
ditentukan frekuensi evaluasi.

H. Evaluasi Belajar

Yang dimaksud evaluasi belajar yaitu penilaian terhadap hasil belajar siswa
mengenai materi pelajaran yang telah diterima selama ia mengikuti program
pendidikan.27

Didalam praktek pembelajaran evaluasi belajar siswa itu dibedakan menjadi 4


macam, yaitu:28

1. Ulangan

Ulangan ialah evaluasi yang dilakukan guna mengetahui apakah materi


pelajaran yang telah diberikan oleh guru dapat dikuasai oleh anak atau belum.
Ulangan ini diberikan untuk mengevaluasi suatu bagian dari suatu pelajaran
tertentu.

2. Ujian Akhir Semester

Evaluasi ini diberikan untuk mengetahui tingkat penguasaan anak terhadap


mata pelajaran yang diberikan yang diadakan pada akhir semester.

3. Ujian Akhir Sekolah

Evaluasi yang dilaksanakan kepada siswa untuk mengetahui seberapa jauh


tingkat penguasaan program studi yang telah diberikan kepadanya pada akhir
program pendidikan.

4. Ujian Nasional

Pengertiannya sama dengan ujian akhir sekolah, hanya bedanya


penyelenggaraannya serempak untuk seluruh wilayah Indonesia.

Untuk tingkat Al Jami’ah evaluasi ini ada tiga macam, yaitu:29

1. Ujian Mata Kuliah yang dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk, seperti
27
Nur Uhbiyati, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam,(Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 2013), hlm. 208.
28
Nur Uhbiyati, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam,(Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 2013), hlm. 210.
29
Nur Uhbiyati, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam,(Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 2013), hlm. 210.
karya tulis, tes sisipan, tes tengah semester, dan tes akhir semester.
2. Ujian Skripsi yaitu ujian yang diselenggarakan untuk mempertahankan skripsi
yang disusun oleh mahasiswa sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar
sarjana dalam spesialisasi keilmuan tertentu yang dikembangkan di IAIN.
3. Ujian Promosi yaitu ujian yang diselenggarakan untuk mempertahankan
disertasi yang disusun Promovendus guna memperoleh derajat doctor dalam
spesialisasi ilmu pengetahuan agama islam.

Tujuan evaluasi ditingkat Al Jami’ah ini adalah untuk mengetahui tingkat


keberhasilan belajar mahasiswa, yang secara terperinci mencakup tiga hal, yaitu:30

1. Menilai kemampuan mahasiswa dalam memahami dan menguasai bahan yang


disajikan dalam perkuliahan.
2. Mengetahui kedudukan seorang mahasiswa dalam suatu kelompok menurut
kemempuan masing-masing.
3. Menilai kesesuaian antara bahan yang disajikan dengan tujuan pendidikan
yang diinginkan dan antara metode dengan bahan yang disajikan.

Ditinjau dari segi jumlah anak (peserta didik) yang dinilai dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu:31

1. Individual (orang-orang/perorangan)
2. Kelompok

Ditinjau dari aspek-aspek yang dinilai dapat dibedakan menjadi empat spek,
yaitu:32
30
Nur Uhbiyati, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam,(Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 2013), hlm. 210-211.
31
Nur Uhbiyati, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam,(Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 2013), hlm. 211.
32
Nur Uhbiyati, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam,(Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 2013), hlm. 211.
1. Mengenai keyakinan, pendirian, sikap, pendapat, cita-cita, perkataan.
2. Mengenai pengetahuan, pengalaman.
3. Mengenai lingkungan,keluarga, sekolah, kampong, keagamaan.
4. Mengenai ucapan, tingkah laku dan sebagainya.

Ditinjau dari jenis tes yang akan disajikan dapat dibedakan menjadi 3 macam,
yaitu:33

1. Tes Lisan yaitu tes yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk lisan
yang selanjutnya harus dijawab secara lisan juga. Pada hakekatnya soal yang
digunakan dalam tes lisan ini adalah berbentuk uraian atau jawaban singkat.
Soal-soalnya hendaklah dituangkan kedalam suatu lembaran soal dalam
bentuk format. Jumlah format ini sedapat-dapatnya sama dengan jumlah
murid/peserta ujian.

Contoh lembar soal sebagai berikut:34

Nomor urut Soal-soal Pokok-pokok Angka Waktu


jawaban maksimum
1 2 3 4 5

Keterangan:

 Kolom 1: berisi nomor urut soal


 Kolom 2: berisi soal-soalnya
 Kolom 3: berisikan pokok jawaban yang dikehendaki
 Kolom 4: berisikan angka tertinggi yang bisa dicapai murid jika
jawabannya benar
 Kolom 5: berisikan lamanya waktu yang disediakan bagi setiap
jawaban soal

33
Nur Uhbiyati, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam,(Semarang: PT. Pustaka
Rizki Putra, 2013), hlm. 211.
34
Penyusunan Bahan Penataran Guru Agama Islam pada Sekolah dasar, 1981,
hal. 115.
Disamping itu maka dalam melaksanakan ujian lisan diperlukan lembaran penilaian.

2. Tes Tulisan

Tes tulisan ini ada dua macam yaitu: tes uraian (essay) dan tes obyektif.

1. Tes uraian yaitu tes yang menghendaki jawaban peserta didik dalam bentuk
uraian (penjelasan) mengenai sesuatu yang dijawab atau berbentuk cerita.

 Kebaikan tes uraian adalah:

1. Menyusun tes uraian lebih medah dan lebih cepat jika dibandingkan
dengan menyusun tes obyektif
2. Soal tes ini tidak banyak
3. Berfungsi mengukur proses mental yang tinggi. Artinya dapat
digunakan untuk mengukur kemampun seseorang, merumuskan
hipotesa, menjelaskan masalah dan mengemukakan pendapat secara
teratur dan efektif
4. Jawaban soal bentuk tes uraian ini tidak mudah ditebak dan kalau
ditebak juga akan kelihatan
5. Sulit untuk saling mencontoh dalam menjawab soal

 Kelemahan tes Uraian yaitu:

1. Validitasnya rendah

Umumnya tes buatan guru dibuat berdasarkan atas bahan yang telah diajarkan
atau sesuai dengan rencana pelajaran yang dicantumkan dalam kurikulum. Untuk hal
ini, sering pertanyaan-pertanyaan kurang atau tidak dapat mencakup seluruh isi
kurikulum. Bahkan yang sering ditanyakan hanyalah hal-hal yang dianggap penting
oleh guru, jadi luas bahann yang dapat tercakup itu terbatas.

2. Reliabilitasnya rendah

Tes yang reliable adalah tes yang menghasilkan angka yang tetap atau hamper
tetap jika tes itu diberikan kepada murid yang sama dalam beberapa waktu yang
berbeda. Tes yang dapat menghasilkan reliabilitas seperti tersebut diatas biasanya
jumlah yang diberikan adalah banyak sedangkan pada tes uraian umumnya jumlah
yang diberikan kepada peserta didik terbatas, sehingga reliabilitasnya kurang dapat
dijamin.

3. Sering soal-soal tes uraian kurang jelas atau terlalu umum. Apabila soal-soal
itu kurang jelas akan menimbulkan perbedaan pemahaman atau salah tafsir.
4. Sistem pemberian nilainya kurang adil.

Bobot soal yang berbeda, mmerlukan jawaban, berbeda pula, seperti soal yang
sukar atau jawaban yang panjang atau jawaban yang memerlukan pemikiran yang
memakan waktu yang panjang pula. Biasanya skornya akan sama dengan bobot nilai
soal yang mudah, atau jawaban yang pendek atau jawaban yang tidak memerlukan
pemikiran.

2. Tes Obyektif

Tes obyektif ini terdiri dari bermacam-macam bentuk, yaitu:

1. Tes benar salah (true false test)

Tes ini biasa digunakan untuk mengukur kecakapan mengenal atau mengingat
kembali fakta-fakta. Tes ini terdiri dari pernyataan-pernyataan yang mengandung
salah satu dari dua kemungkinan salah atau benar. Murid diminta untuk memberikan
pendapatnya atas pertanyaan itu. Caranya cukup memberikan tanda lingkaran atau
silang pada huruf sebagaimana petunjuk yang diberikan dalam tes itu pada huruf B
atau S. B berarti benar dan S berarti salah.

2. Tes pilihan berganda (multiple choke test)

Tes ini dapat digunakan untuk mengukur kecakapan murid dalam memahami
dan mempergunakan prinsip-prinsip. Pada bentuk tes ini murid diminta memilih
jawaban yang benar diantara beberapa jawaban yang ada. Bentuk soal pilihan
berganda ini terdiri dari dua bagian, yaitu:

a. Pertanyaan atau pernyataan yang belum lengkap


b. Jawaban atau penyempurnaan yang terdiri dari tiga sampai lima
kalimat jawaban atau penyempurnaan

3. Tes menyempurnakan (completion test)

Tes ini disebut juga tes isian. Tes ini sangat tepat bila digunakan untuk
mengukur kecakapan murid dalam mengingat kembali fakta-fakta. Pada tes
penyempurnaan ini murid diminta untuk menyempurnakan suatu kalimat atau
ungkapan dengan jalan mengisi sepotong atau beberapa patah kata. Tes ini biasanya
menuntut anak-anak untuk mengisi titik-titik.

4. Tes menjodohkan (matching test)

Tes menjodohkan ini tepat digunakan untuk mengukur kecakapan murid dalam
mengasosiasikan dua hal. Pada bentuk tes ini murid diminta mencari jodoh (jawaban)
yang cocok atas satu seri pertanyaan.

Soal bentuk obyektif ini tepat bila digunakan untuk mengukur kecakapan
murid dalam masalah-masalah yang menuntut kemampuan berpikir tidak terlalu
tinggi, seperti kecakapan-kecakapan:

a. Mengingat kembali fakta-fakta


b. Mengenal kembali fakta-fakta
c. Memahami prinsip-prinsip
d. Menggunakan prinsip-prinsip
e. Mengasosiasikan antara dua hal

3. Tes Perbuatan

Pada bentuk tes ini, murid diminta untuk melaksanakan perintah atau tugas. Pada
pelajaran pendidikan agama tes perbuatan ini dapat berupa: praktek mengambil air
wudlu, melaksanakan berbagai sholat, mempraktekkan manasik haji.

I. Ijazah

Siswa atau mahasiswa yang telah menyelesaikan program studi dilembaga


pendidikan islam ini dan dievaluasi dengan berbagai macam evaluasi yaitu THB (Tees
Hasil Belajar), EBTA (Evaluasi Belajar Tahap Akhir), UN (Ujian Nasional) dan lain-
lainnya. Maka mereka memperoleh raport, dan pada akhir studi mereka memperoleh
ijazah atau STTB (Surat Tanda Tamat Belajar) ataupun ijazah.

1. Untuk tingkat Roudlotul Athfal disebut STTB Roudlotul Athfal


2. Untuk tingkat Ibtidaiyyah disebut STTB Madrasah Ibtidaiyah
3. Untuk tingkat Tsanawiyah disebut STTB Madrasah Tsanawiyah
4. Untuk tingkat Aliyah disebut STTB Madrasah Aliyah
5. * Untuk Madrasah Diniyah tingkat Aliyah disebut STTBMadrasah Diniyah
Awaliyah
* Untuk Madrasah Diniyah tingkat Wustho disebut STTB Madrasah Diniyah
Wustho
* Untuk Madrasah Diniyah Ulya disebut STTB Madrasah Diniyah Ulya
6. Untuk Al Jami’ah tanda tamat selesai menempuh program studi S1, S2, S3
diberikan ijazah.
a. Untuk S1 diberikan ijazah S1 dengan gelar Drs (untuk sarjana laki-laki)
dan Dra (untuk sarjana perempuan), yang sekarang telah berubah menjadi
S.Pd.i (sarjana pendidikan islam)
b. Untuk S2 diberikan ijasah magister dengan gelar MAI (master agama
islam) atau MA (master of arts) yang sekarang telah benganti gelar
menjadi M.Ag (master agama)
c. Untuk S3 diberi ijazah sebagai tanda lulus ujian promosi dengan gelar Dr.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Alam sekitar merupakan salah satu faktor yang amat penting bagi pelaksanaan
pendidikan. Tetapi faktor alam sekitar memiliki persamaan dan perbedaan dengan
faktor pendidik.
Menurut Drs. Abdurrahman Saleh ada tiga macam pengaruh lingkungan
pendidikan terhadap keberagaman anak, yaitu lingkungan yang acuh tak acuh
terhadap agama, lingkungan yang berpegang kepada tradisi agama tetapi tanpa
keinsyafan batin, lingkungan yang memiliki tradisi agama dengan sadar dan hidup
dalam kehidupan agama. Lembaga-lembaga yang Mempunyai Pengaruh Luas bagi
Kehidupan Agama Anak adalah keluarga, sekolah, tempat ibadah dan masyarakat.

Dari uraian di atas tentang evaluasi pendidikan Islam dapat ditarik


kesimpulan : Evaluasi adalah suatu proses dan tindakan yang terencana untuk
mengumpulkan informasi tentang kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan peserta
didik terhadap tujuan pendidikan, sehingga dapat disusun penilaiannya yang dapat
dijadikan dasar untuk membuat keputusan. Evaluasi pendidikan memiliki kedudukan
yang amat strategis, karena hasil dari kegiatan evaluasi dapat digunakan sebagai input
untuk melakukan perbaikan kegiatan pendidikan.

Fungsi evaluasi tidak hanya ditekankan pada aspek kognitif akan tetapi
meliputi ketiga ranah tersebut (kognitif, afektif dan psikomotorik). Prinsip Evaluasi,
yaitu : valid, berorientasi kepada kompetensi, berkelanjutan/berkesinambungan
(Kontinuitas), menyeluruh (Komprehensif), bermakna, adil dan objektif, terbuka,
ikhlas, praktis, dicatat dan akurat.

Sasaran evaluasi yaitu untuk mengevaluasi peserta didik, pendidik, materi


pendidikan, proses penyampaian materi pelajaran, dan berbagai aspek lainnya yang
berkaitan dengan materi pendidikan. Ciri-ciri evaluasi dilakukan secara tidak
langsung, penggunaan ukuran kuantitatif, bersifat relatif artinya tidak sama atau tidak
selalu tetap dari satu waktu ke waktu yang lain. Penentuan tujuan evaluasi,
penyususnan Kisi-kisi soal, telaah atau review dan revisi soal, Uji Coba (try out),
Penyusunan soal, Penyajian tes, Scorsing, pengolahan hasil tes, pelaporan hasil tes,
pemanfaatan hasil tes.

B. Kritik dan Saran

Demikian makalah ini kami buat, kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari
sempurna.Saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan, demi
kesempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pemakalah pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Uhbiyati Nur.2013.Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam.Semarang:PT.Pustaka Rizki


Putra
Shaleh Abdurrahman.1969.Didaktik dan Metodik Pendidikan Agama.Jakarta:Bulan
Bintang
Nata Abudin.2005.Filsafat Pendidikan Islam.Jakarta:Gaya Media Pratama
Hamalik Oemar.1982.Pengajaran Unit.Bandung:Alumni
Nata Abudin.Ilmu Pendidikan Islam,cet I,307
John M Echols dan Hasan Shadily.Kamus Inggris-Indonesia.220
Thaha M.Chabib.1990.Tehnik-tehnik Evaluasi Pendidikan.Jakarta:PT.Raja Grafindo
Fred Percival dan Henry Ellington.1988 hlm.112
Ramayulis.Ilmu Pendidikan Islam.221
Ramayulis.Ilmu Pendidikan Islam.224
Hamalik Oemar.1982.Pengajaran Unit.Bandung:Alumni
Arifin M.2009.Ilmu Pendidikan Islam,Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendidikan Interdisipliner.Jakarta:Bina Aksara
Mudzakir dan Mujib.Ilmu Pendidikan Islam.214

Anda mungkin juga menyukai