Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dilihat dari segi historis Islami, Majelis Taklim dengan dimensi yang berbeda-beda telah
berkembang sejak zaman Rasululah Saw. Pada zaman itu muncul berbagai jenis kelompok
pengajian sukarela, tanpa bayaran, biasa disebut halaqah, yaitu kelompok pengajian di Masjid
Nabawi atau Masjid al-Haram. Ditandai dengan salah satu pilar masjid untuk dapat
berkumpulnya peserta kelompok masing-masing dengan seorang sahabat yaitu ulama terpilih.1
halaqah merupakan sekumpulan individu muslim yang bersungguh-sungguh dan berusaha untuk
tolong menolong sesama anggota halaqah untuk mempelajari, memahami, dan mengamalkan Islam
secara menyeluruh yang berlandaskan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah . Hal ini sejalan dengan firman
Allah l dalam QS. Al-Maidah: 2,

….dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya
Allah amat berat siksa-Nya.
Dari sejarah kelahirannya, Majelis Taklim merupakan lembaga pendidikan tertua dalam
Islam, sebab sudah dilaksanakan sejak zaman Rasulullah Saw. sekalipun tidak disebut dengan
Majelis Taklim. Rasulullah Saw. menyelengarakan sistem taklim secara priodik di rumah
sahabat Arqam di Mekah di mana pesertanya tidak dibatasi oleh usia dan jenis kelamin.
Di kalangan anak-anak pada zaman Nabi juga dikembangkan kelompok pengajian khusus
yang disebut al-kuttab, mengajarkan baca al-Quran, yang pada masa selanjutnya menjadi
semacam pendidikan formal untuk anak-anak, karena di samping baca al-Quran juga diajarkan
ilmu agama seperti fikih, tauhid, dan sebagainya.2
Pada priode Madinah, ketika Islam telah menjadi kekuatan nyata dalam masyarakat,
penyelengaraan pengajian lebih pesat. Rasulullah Saw duduk di Masjid Nabawi memberikan
pengajian kepada sahabat dan kaum muslimin ketika itu. Dengan cara tersebut Nabi Saw telah
berhasil menyiarkan Islam, dan sekaligus berhasil membentuk karakter dan ketaatan umat.
Nabi Saw juga berhasil membina para pejuang Islam yang tidak saja gagah perkasa di medan

1
M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 118.
2
Ibid., h. 119.

1
perjuangan bersenjata membela dan menegakkan Islam, tetapi juga terampil dalam mengatur
pemerintahan dan membina kehidupan masyarakat.3
Pengajian yang telah dilakukan oleh Rasulullah Saw tersebut dilanjutkan oleh para sahabat,
tabi’ al-tabi’in dan sampai sekarang berkembang dengan nama Majelis Taklim, yaitu pengajian
yang diasuh dan dibina oleh tokoh agama/ulama.
Pada masa puncak kejayaan Islam, terutama di saat Bani Abbas berkuasa, Majelis Taklim
di samping dipergunakan sebagai tempat menimba ilmu, juga menjadi tempat para ulama dan
pemikir menyebarluaskan hasil penemuan atau ijtihadnya. Barangkali tidak salah bila
dikatakan bahwa para ilmuan Islam dalam berbagai disiplin ilmu ketika itu merupakan produk
dari Majelis Taklim.
Sementara di Indonesia, terutama di saat-saat penyiaran Islam oleh para wali dahulu, juga
mempergunakan Majelis Taklim untuk menyampaikan dakwah. Dengan demikian, Majelis
Taklim juga merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia. Barulah kemudian seiring
dengan perkembangan ilmu dan pemikiran dalam mengatur pendidikan, di samping Majelis
Taklim yang bersifat non-formal, tumbuh lembaga pendidikan yang formal, seperti pesantren,
madrasah, dan sekolah.
Jadi, menurut pengalaman historis, sistem Majelis Taklim telah berlangsung sejak awal
penyebaran Islam di Saudi Arabia, kemudian menyebar ke berbagai penjuru dunia Islam di
Asia, Afrika, dan Indonesia pada khususnya sampai sekarang.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang pemikiran majlis ta’lim?
2. Bagaimana sejarah perkembangan majlis ta’lim zaman Rasulullah?
3. Bagaimana sejarah perkembangan majlis ta’lim di Indonesia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui latar belakang pemikiran majlis ta’lim
2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan majlis ta’lim zaman Rasulullah
3. Untuk mengetahui sejarah perkembangan majlis ta’lim di Indonesia

3
Lihat Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam (Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h. 203.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemikiran Majlis Ta’lim


Pada umumnya mejelis ta’lim adalah lembaga swadaya masyarakat murni. Ia dilahirkan,
dikelola, dipelihari, dikembangkan, dan didukung oleh anggotanya. Oleh karena itu, majelis
ta’lim merupakan wadah masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.
Manfaat majelis ta’lim akan terasa mempunyai makna bagi jamaahnya apabila kebutuhan
masing-masing jamaah terpenuhi. Para mubalig atau dai sangat penting untuk mengetahui
kebutuhan-kebutuhan mereka, agar ia dapat menyesuaikan atau mengarahkan jamaah pada
tujuan yang ingin dicapai.
Tentu saja tidak semua kebutuhan akan dapat dipenuhi. Majelis ta’lim hanya akan mampu
memenuhi kebutuhan sesuai kemampuan dan fungsinya. Adapun fungsi majelis ta’lim kurang
lebih sebagai berikut:4
Pertama, tempat memberi dan memperoleh tambahan ilmu dan kemampuan.
Kedua, tempat mengadakan kontak dan pergaulan sosial.
Ketiga, tempat bersama-sama mewujudkan minat sosial.
Keempat, tempat untuk mendorong agar lahir kesadaran dan pengamalan yang
menyejahterakan hidup rumah tangga.
Kalau majlis ta’lim menunjukkan perbedaan-perbedaan, hal itu bukan disebabkan oleh
fungsinya, tetapi oleh perbedaan lingkungan jamaah tempat majelis ta’lim berada dan karena
organisasi, yaitu bagaimana majlis ta’lim di kelola. Besar kemungkinan juga adanya perbedaan
materi yang diajarkan.
B. Sejarah Perkembangan Majelis Ta’lim di Zaman Rasulullah
1. Periode Mekkah
Kemunculan Majelis Ta’lim sudah bermula pada zaman Rasulullah lagi di mana
tujuan dari diadakan perjumpaan ini adalah untuk menyebarkan syiar Islam. Majelis Ta’lim
merupakan lembaga pendidikan yang tertua dalam sejarah Islam dan tidak terlepas dari
perjalanan dakwah Islamiah sejak awal yakni terkait dengan perjuangan Rasulullah Saw.

4
Tutty Alawiyah. Strategi Dakwah di Lingkungan Majlis Ta’lim. (Bandung: Mizan, 1997) hal. 75-76

3
Rasulullah Saw pada mulanya mengadakan pengajian di rumah Arqam bin Abil Arqam
(Baitul Arqam) dan dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi ketika beliau masih berada
di Mekkah pada awal kemunculan Islam.5 Pada waktu itu, Rasulullah telah berhasil
mengislamkan beberapa orang perempuan, selain istrinya sendiri, Khadijah binti
Khawailid ra, juga Fatimah binti Khattab ra, adik Umar bin Khattab. Di sini menunjukkan
bahwa dalam pengajian yang dijalankan oleh Rasulullah sudah adanya partisipasi Jemaah
dari kaum Muslimah. Dan dalam pada waktu itu juga pengajian yang dijalankan oleh
Rasulullah terdiri dari jemaah campuran dan menyatu antara laki-laki dan perempuan.
Kaum laki-laki terdiri dari Abu Bakar Siddiq, Ali bin Abi Thalib, dan Zaid bin Haritsah.
Bermulanya diadakan pengajian di Baitul Arqam ini telah menjadi asas dan model
serta inspirasi berdirinya pengajian dan majelis ta’lim untuk pertama kali. Seterusnya
budaya majelis ta’lim di zaman Rasulullah ini diteruskan lagi pada zaman sekarang
umumnya didirikan di rumah-rumah ustadz/ustadzah atau pengurusnya. Bedanya, pada
zaman Rasulullah Saw jamaah majelis ta’lim terdiri atas laki-laki dan perempuan. Pada
masa kini sebagian besar jamaah majelis taklim terdiri dari kaum Muslimah, khusunya
kaum ibu-ibu. Apabila jamaahnya bersifat campuran laki-laki dan perempuan, kegiatan itu
lebih dikenal dan dinamakan sebagai pengajian umum.
2. Periode Madinah
Setelah Rasulullah berhijrah dan menetap di Madinah, maka kegiatan pengajian
dan pembinaan agama berpusat di Masjid Nabawi. Pada periode dakwah di Madinah,
halaqah pertama kali dilakukan di masjid. Nabi SAW melakukan tugas mendidik umat
melalui halaqah di masjid yang menyatu dengan rumah beliau pada waktu-waktu yang
dipilih.6 Ibnu Mas’ud meriwayatkan:
َ ‫سلَّ َم يَتَخ ََّولُنَا ِب ْال َم ْو ِع‬
‫ظ ِة فِي ْاْلَيَّ ِام ك ََرا َهةَ السَّآ َم ِة َعلَ ْينَا‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُّ ‫َكانَ النَّ ِب‬
َ ‫ي‬
Nabi SAW membuat sela-sela (lingkaran) dalam ceramah pada hari-hari tertentu demi
menghindari kebosanan. (HR. Bukhari No.66)

Dan sejak itulah proses kegiatan atau majelis ta’lim dilaksanakan di Masjid-masjid
hingga sekarang. Masjidil Haram, setelah umat Islam berhasil menguasai kota Mekkah,

5
Muhsin MK, Manajemen Majlis Taklim: Petunjuk Praktis Pengelolaan dan Pembentukannya (Jakarta:Pustaka
Intermasa,2009) Hal.3
6
http://psikologip.blogspot.com/2011/12/halaqoh.html diakses pada tanggal 9 Februari 2013, pukul 14.31 WIB.

4
juga kemudian menjadi pusat pengajian dan majelis ta’lim yang diasuh oleh para ulama
sejak dahulu hingga sekarang.
Setiap kali datang musim haji, dapat dijumpai adanya kegiatan pengajian/ta’lim
yang diasuh ulama-ulama besar Arab Saudi, di lantai dua Masjidil Haram. Pengajian di
Masjidil Haram inilah yang diikuti oleh umat Islam dari berbagai bangsa di seluruh dunia.
Setelah merasa cukup lama menuntut ilmu, mereka pun kemudian kembali ke kampung
halaman masing-masing untuk meneruskan usaha majelis ta’lim ini. Mereka membuka
pengajian dan majlis ta’lim serupa di masjid dan surau atau rumah sendiri7
C. Sejarah Perkembangan Majelis Ta’lim di Indonesia.
Perkembangan majelis ta’lim di Indonesia diadakan kegiatan pengajian yang sudah ada
sejak pertama Islam datang. Ketika itu majlis ta’lim dilaksanakan dari rumah ke rumah, surau
ke surau, dan masjid ke masjid. Para wali dan penyiar Islam ketika itu telah menjadikan
pengajian untuk menyebarkan dakwah Islam dalam masyarakat.
Majelis ta’lim menjadi sangat populer pada era 1980-an. Ketika itu, Prof Dr Tutty
Alawiyah membentuk Badan Kontak Majelis Ta’lim (BKMT) di Jakarta pada 1 Januari 1981.
Organisasi ini merupakan gabungan dari majelis ta’lim yang ada di seluruh Indonesia. Pernah
dalam sebuah agenda yang didukung gubernur DKI Jakarta era tersebut, Ali Sadikin, BKMT
melibatkan anggota sebanyak 3,000 majelis ta’lim.
Kegiatan majelis ta’lim masih sangat tergantung gagasan dan aktivitas pengurus atau
gurunya. Wawasan tentang masa depan, kehidupan sosial-ekonomi, lingkungan,
kesejahteraan, bahkan pemikiran keagamaan juga belum menjadi perhatian kebanyakan dari
mereka. Namun demikian, lembaga nonformal ini mampu meningkatkan kualitas pemahaman
dan amalan keagamaan setiap pribadi Muslim Indonesia yang mengacu pada keseimbangan
antara Iman dan takwa dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Berdirinya majelis ta’lim ini tidak terlepas dari perkembangan situasi keagamaan, sosial,
ekonomi, dan politik di zaman rezim Orde Baru, yang dikenal represif dan telah memarjinalkan
peran umat Islam dalam pembangunan nasional. Pada waktu itu kegiatan dakwah benar-benar
mendapat tantangan yang berat. Kendati demikian, bagaikan air mengalir, kegiatan dakwah
terus berjalan dalam masyarakat karena umat Islam berhasil mencari jalan lain dalam

7
Muhsin MK, Manajemen Majlis Taklim: Petunjuk Praktis Pengelolaan dan Pembentukannya (Jakarta:Pustaka
Intermasa,2009) Hal.3

5
menghidupkan kegiatan ini. Di antaranya dengan mengadakan pengajian-pengajian dan
mendirikan majelis ta’lim dalam masyarakat.8
 Majlis Ta’lim di Jakarta
Selama masa pemerintahan kolonial, Islam di Batavia terus berkembang. Orang-
orang dari berbagai suku bangsa di Nusantara, seperti Sunda, Jawa, Bugis, Banjar, Banda,
Bali, Ambon, dan lainnya, serta dari berbagai negeri, seperti Arab, Turki, Persia, Mesir,
India, Cina, Patani-Thailand, Kamboja, dan Birma, berdatangan dan menetap di Batavia.
Mereka menetap di perkampungan yang terpisah, tetapi interaksi dagang dan juga
keagamaan berjalan dan berkesinambungan di antara mereka. Bahasa pengantar yang
digunakan adalah bahasa Melayu (Tjandrasasmita, 2009: 143-4).
Keberadaan masjid-masjid tua di Jakarta menjadi saksi bisu berkembangnya gairah
keagamaan di kota ini sejak masa yang lama. Masjid-masjid tua yang masih ada hingga
sekarang ini telah berdiri sejak abad ke-18, bahkan abad ke-17. Alwi Shihab mencatat
bahwa masjid Salafiah di Jatinegara Kaum merupakan pengembangan dari sebuah mushala
yang dibangun oleh Pangeran Ahmad Jaketra pada tahun 1620, hanya satu tahun setelah ia
dan keluarganya kalah dari VOC dan terusir keluar dari Batavia (Shihab, 2004: 91).
Masjid-masjid tua lainnya di Jakarta antara lain: Masjid Langgar Tinggi (1740), Masjid
Bandengan (1749), Masjid Angke (1761), Masjid Tambora (1761) yang didirikan oleh Haji
Mustoyib Ki Daeng, Masjid Kebon Jeruk (1785/6) yang didirikan oleh seorang Tionghoa
Muslim, Tamien Dosol Seeng, Masjid al-Ansor (1848), masjid al-Mansur (abad ke-18),
serta masjid Marunda (abad ke-17/ 18). Selain itu ada juga Masjid Luar Batang (1739)
yang dibangun oleh Sayid Husein bin Abu Bakar al-Aydrus. Makam Sayid Husein yang
terletak berdampingan dengan Masjid Luar Batang hingga kini masih menjadi tempat
ziarah yang ramai dikunjungi orang, baik dari Jakarta maupun dari kota-kota lainnya
(Tjandrasasmita, 2009: 156).
Pada masa-masa ini Batavia merupakan salah satu sentra jaringan ulama di Asia
Tenggara dan pada awal abad ke-20 ia merupakan salah satu pusat pergerakan Islam yang
penting. Batavia, bersama Singapura, menjadi tempat transit jamaah haji serta para pelajar
dan ulama Nusantara yang hendak berangkat atau pulang dari Timur Tengah. Komunikasi
antara para ulama Batavia dengan para ulama Hijaz terkait dengan persoalan-persoalan

8
Ibid Hal 4-5

6
keagamaan yang berkembang di Nusantara serta permintaan akan fatwa juga kerap terjadi
(Laffan, 2003: 26). Jaringan intelektual ulama di Batavia pada penghujung abad ke-19
hingga abad ke-20 mengambil peranan yang penting.
Tokoh yang cukup menonjol pada masa ini antara lain Sayyid Usman bin Abd Allah
bin Yahya (1822-1913) yang dikenal sebagai mufti Batavia. Terlepas dari hubungan
dekatnya dengan Snouck Hurgronje dan pemerintah kolonial serta sikapnya yang
berseberangan dengan gerakan modern Islam yang muncul kemudian, sumbangan
keilmuannya serta peranannya dalam penerbitan risalah-risalah keislaman cukup besar.
Beliau memiliki banyak murid yang meneruskan tradisi keilmuan di Batavia, di antaranya
adalah Habib Ali bin Abd al-Rahman al-Habsyi (1869/70-1968) yang kemudian
mendirikan majelis taklim di Kwitang, Jakarta Pusat. Majelis taklim yang diadakan setiap
hari Ahad pagi itu berkembang pesat dan dihadiri banyak orang.
Di antara murid Habib Ali al-Habsyi adalah KH Abdullah Syafei, pendiri majelis
taklim Asyafiiyah, KH Tohir Rohili, pendiri majelis taklim Tahiriyah, serta KH
Abdulrazak Makmun dan KH Zayadi (artikel.pelajar-islam.or.id). Para ulama ini kemudian
melanjutkan tradisi keilmuan di Batavia sehingga majelis-majelis taklim banyak
bermunculan di penjuru Jakarta.
Di samping berkembangnya majelis taklim yang bercorak tradisional, Batavia juga
menjadi salah satu pusat pergerakan Islam yang penting di awal abad ke-20. Jamiat Khayr,
organisasi serta sekolah modern Islam pertama di Indonesia ditubuhkan di Batavia.
Organisasi Jamiat Khayr berdiri pada tahun 1901 (Mobini-Kesheh, 1999: 36) sementara
sekolahnya berdiri pada tahun 1905 (Noer, 1994: 68). Walaupun organisasi yang didirikan
oleh kalangan keturunan Hadrami ini ini kemudian mengalami perpecahan dan
kemunduran, tetapi gerakan-gerakan modern Islam lainnya terus bermunculan dan
memainkan peranan penting dalam proses kemerdekaan Indonesia.
Setelah kemerdekaan, nama Batavia diganti menjadi Jakarta. Warna Islam masih
terlihat jelas di berbagai belahan Jakarta hingga sekarang ini. Masjid-masjid dengan
pengajian dan majelis-majelis taklimnya serta suara azan yang bersahutan di setiap waktu
shalat masih menjadi ciri khas kota Jakarta. Ekspresi Islam juga terlihat pada sekitar seratus
nama jalan di Jakarta sekarang ini yang menggunakan nama-nama haji tertentu (Nas and

7
Grijns, 2000: 17). Walaupun kota ini sudah berusia ratusan tahun dan semakin padat oleh
penduduk, Islam tampaknya tak jua memudar dan menjadi senja di ufuk kota Jakarta.9

9
http://www.eramuslim.com/berita/tahukah-anda/mengkritisi-peran-fatahilla

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam kamus bahasa majlis adalah lembaga (organisasi ) sebagai wadah pengajian dan
kata majlis dalam kalangan ulama’ adalah lembaga masyarakat nonpemerintah yang terdiri
atas para ulama islam. Arti ta’lim adalah pengajaran, jadi Majlis ta’lim adalah secara bahasa
adalah tempat untuk melaksanakan pengajaran atau pengajian agama islam. Secara istilah
majlis ta’lim adalah lembaga pendidikan non formal islam yang memiliki kurikulum tersendiri.
Adapun dalil tentang majlis ta’lim

‫ش ُز ْوا يَ ْرفَ ِع هللاُ الَّ ِديْنَ َءا َمنُ ْوامِ ْن ُك ْم‬ ُ ‫ح هللاُ لَ ُك ْم َواِذَا ِق ْي َل ا ْن‬
ُ ‫ش ُز ْوا فَا ْن‬ َ ‫س ُح ْو فِى ْال َم َجل ِِس فَا ْف‬
َ ‫س ُح ْوا يَ ْف‬
ِ ‫س‬ َّ َ‫ياَءيُّ َهاالَّ ِديْنء ا َ ّمنُ ْو اِاذَا قِ ْي َل لَ ُك ْم تَف‬
)11(‫ت َوهللاُ ِب َما ت َ ْع َملُ ْونَ ْال َخ ِبي ٌْر‬ ٍ ‫َوالَّ ِذيْنَ ا ُ ْوت ُ ْواالع ِْل َم َد َر َج‬

Artinya: “Hai orang-prang yang beriman,apabila di katakan kepadamu,”berlapanglah-


lapanglah dalam majelis” maka lapangkanlah,niscaya Allah akan memberikan
kelapanganuntukmu. Dan apabila dikatakan,”berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah
akan menigkatkan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang di beri ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Kini fenomena majlis ta’lim/halaqah menjadi umum dijumpai di lingkungan kaum
muslimin di mana pun mereka berada. Walaupun mungkin dengan nama yang berbeda-beda.
Penyebaran majlis ta’lim/halaqah yang pesat tidak bisa dilepaskan dari keberhasilan majlis
ta’lim/halaqah dalam mendidik pesertanya menjadi mukmin yang bertakwa kepada Allah. Saat
ini majlis ta’lim/halaqah menjadi sebuah alternatif pendidikan keislaman yang masif dan
merakyat. Di dalam halaqah tidak lagi melihat latar belakang pendidikan, ekonomi, sosial, atau
budaya pesertanya. Bahkan tanpa melihat apakah seseorang yang memiliki latar belakang
pendidikan agama Islam atau tidak. majlis ta’lim/halaqah telah menjadi sebuah wadah
pendidikan Islam (tarbiyah Islamiyah) yang semakin inklusif saat ini.

9
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M. 1991. Kapita Selekta Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara).


Alawiyah, Tutty. 1997. Strategi Dakwah di Lingkungan Majlis Ta’lim. (Bandung: Mizan)

Hasbullah. 1995. Sejarah Pendidikan Islam. (Jakarta: Raja Grafindo Persada).

Muhsin. 2009. Manajemen Majlis Taklim: Petunjuk Praktis Pengelolaan dan Pembentukannya.
(Jakarta: Pustaka Intermasa).

10

Anda mungkin juga menyukai