Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PERAN AKSIOLOGI DALAM PENDIDIKAN RA

Dosen Pembimbing : Sirotjul Muntholib, M.Pd.I


Disusun Oleh : Susi Delima Sari (18723069)
Semester : III

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah


FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

STKIP NURUL HUDA TANAH MERAH C


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan taufiq, rahmat serta hidayah-Nya kepada kami sehingga makalah
yang berjudul Peran Aksiologi dalam Pendidikan RA ini dapat selesai tepat pada
waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sirotjul Muntholib,
M.Pd.I., selaku dosen pengampu yang telah membimbing dan memberikan arahan
dalam penyusunan makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Semoga makalah yang penulis buat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis juga sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar makalah
ini ke depannya menjadi lebih baik lagi.

Belitang, Oktober 2019

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 1
C. Tujuan ...................................................................................... 1

BAB II LANDASAN TEORI


A. Pengertian Aksiologi .............................................................. 2
B. RA (Raudatul Athfal)............................................................. 3
C. Peran Aksiologi dalam RA..................................................... 3

BAB III TANTANGAN


A. Harapan .................................................................................. 6
B. Ungkapan Aksiologi................................................................ 8

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 10
B. Saran .................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aksiologi menyangkut nilai-nilai yang berupa pertanyaan apakah yang
baik atau yang bagus itu. Dalam definisi lain, aksiologi merupakan suatu
pendidikan yang menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam
kehidupan manusia. Untuk selanjutnya, nilai-nilai tersebut ditanamkan dalam
kepribadian anak (Muhammad Noor Syam, 1986: 95).
Landasan aksiologis pendidikan akan membekali para pendidik berpikir
klarifikatif tentang hubungan antara tujuan-tujuan hidup dan pendidikan sehingga
akan mampu memberi bimbingan dalam mengembangkan suatu program
pendidikan yang berhubungan secara realitas dengan konteks dunia global.
Manfaat mendalami landasan aksiologis pendidikan adalah untuk secara konsisten
merumuskan landasan epistemologis pendidikan. Landasan epistemologis
pendidikan akan membantu para pendidik untuk dapat mengevaluasi secara lebih
baik mengenai tawaran-tawaran teori-teori yang merupakan solusi bagi persoalan
persoalan utama pendidikan (Suharto, 2011:43).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Aksiologi?
2. Jelaskan tentang Raudhatul Athfal (RA)?
3. Sebutkan peran aksiologi dalam Raudhatul Athfal (RA)?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang aksiologi.
2. Untuk mengetahui tentang Raudhatul Athfal (RA).
3. Untuk mengetahui peran aksiologi dalam Raudhatul Athfal (RA).

1
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Aksiologi
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan
bagaimana manusia menggunakan ilmunya. 1[1] Jadi yang ingin di capai oleh
aksiologi adalah hakikat dan manfaat yang terdapat dalam suatu pengetahuan. 2[2]
Aksiologi berasal dari kata Yunani: axion (nilai) dan logos (teori), yang berarti
teori tentang nilai.
Pertanyaan di wilayah ini menyangkut, antara lain :
1. Untuk apa pengetahuan ilmu itu digunakan?
2. Bagaimana kaitan antara cara penggunaannya dengan kaidah-kaidah
moral?
3. Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan
moral?
4. Bagaimana kaitan metode ilmiah yang digunakan dengan norma-norma
moral dan professional? (filsafat etika).
Dalam aksiologi, ada dua komponen mendasar yakni Etika (moralitas) dan
Estetika (keindahan).
Etika adalah cabang filsafat aksiologi yang membahas tentang masalah-
masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat
yang berlaku pada komunitas tertentu. Dalam etika, nilai kebaikan dari tingakah
laku yang penuh senagn tanggungjawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam
maupun terhadap tuhan sebagai sang pencipta. 3[3]
Estetika merupakan bidang studi manusia yang mempersoalkan tentang
nilai keindahan. Keindahan mengandung arti bahwa di dalam diri segala sesuatu

1)
Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks, Jakarta 2008.
Halaman 91
2)
Warsito, Loekisno Choiril, dkk. Pengantar Filsafat (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press,
2013), 92.
3)
Warsito, Loekisno Choiril, dkk. Pengantar Filsafat (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press,
2013), 94.

2
terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan harmonis dalam satu kesatuan
hubungan yang menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang indah bukan
semata-mata bersifat selaras serta bepola baik melaikan harus juga mempunyai
kepribadain. 4[4]

B. RA (Raudatul Athfal)
Raudatul athfal (disingkat RA) merupakan jenjang pendidikan anak usia
dini (yakni usia 6 tahun atau di bawahnya) dalam bentuk pendidikan formal, di
bawah pengelolaan Kementerian Agama. RA setara dengan taman kanak-kanak
(TK), di mana kurikulumnya ditekankan pada pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Di Indonesia,
menempuh pendidikan TK/RA tidaklah wajib. Namun dalam perkembangannya,
banyak sekolah dasar yang mewajibkan calon siswanya lulus TK/RA. 5[5]

C. Peran Aksiologi dalam RA


Aksiologi adalah pembahasan tentang untuk apa pengetahuan yang telah
kita ketahui dipergunakan dalam kajian ilmu terapan khususnya ilmu di
pendidikan RA. Jika bicara tentang “untuk apa?” maka kita akan membahas
fungsi dan kegunaannya ilmu-ilmu yang terkait dalam Pendidikan Anak di RA,
dari aksiologi lahirlah dua cabang filsafat yang membahas aspek kualitas hidup
manusia etika dan estetika.
Etika membahas tentang perilaku menuju kehidupan yang baik, di
dalamnya membahas aspek kebenaran, tanggung jawab, peran. Estetika
membahas mengenai keindahan dan implikasinya pada kehidupan. Dari estetika
lahirlah berbagai macam teori mengenai kesenian atau aspek seni dari berbagai
macam hasil budaya.
Di dalam aksiologi, peran agama, seni dan budaya sangatlah berpengaruh.
Ketiga hal tersebut, tidak mungkin dipisahkan dari sebuah kajian filsafat,
4)
Warsito, Loekisno Choiril, dkk. Pengantar Filsafat (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press,
2013), 96.
5)
https://id.wikipedia.org/wiki/Raudatul_athfal

3
khususnya dalam aksiologi. Peran agama, seni dan budaya dalam aksiologi adalah
sebagai berikut : 6[6]
1. Peran agama sangatlah penting, karena agama adalah pedoman hidup
manusia yang bersifat nisbi dan pragmatis. Agama merupakan
penghayatan yang bersifat mistik dan trasedental dalam usaha manusia
untuk mengerti dan memberi arti dalam kehidupannya, maka sejak usia
dini anak perlu dibekali pemahaman tentang agama.
2. Peran seni/estetika yaitu berhubungan dengan keindahan dan segi artistik
yang menyangkut antara lain, bentuk, harmoni, dan wujud kesenian
lainnya yang memberikan kenikmatan kepada manusia. Untuk
menanamkan jiwa seni pada anak maka mengembangkan kreativitas dan
imajenasi sejak dini sangat diperlukan, melalui kegiatan bereksperimen.
3. Peran budaya dalam aksiologi sangat bergantung dan mempengaruhi,
karena perkembangan ilmu dalam masyarakat tergantung dari kondisi
kebudayaannya. Budaya adalah hasil karya, cipta manusia yang
menghasilkan kreatifitas. Pengembangan ilmu akan mempengaruhi
jalannya kebudayaan karena ilmu terpadu secara intim dengan keseluruhan
sistem sosial dan tradisi kebudayaan.
Beberapa peran ilmu di atas adalah peran ilmu dalam aksiologi secara
umum kita akan membahas peran ilmu-ilmu yang terkait dalam pendidikan RA.
Untuk itu, kita perlu tahu apa saja ilmu yang terkait dengan Pendidikan RA.
Berikut adalah beberapa ilmu yang kami anggap penting untuk dipahami oleh para
pendidik RA untuk konseptual dan praktik serta perannya dalam kajian
pendidikan RA itu sendiri.
1. Konsep Dasar pendidikan RA
Seorang pendidik maupun orang tua anak harus memahami Konsep
Dasar pendidikan RA, karena didalamnya dikaji tentang hakikat anak usia dini
dan teori-teori dasar pengajaran dan pembelajaran untuk anak usia dini. Jika
seorang pendidik dapat menguasai konsep dasar pendidikan RA, maka
pendidik tersebut dipastikan dapat :

6)
https://kartikarinakit.wordpress.com/2013/01/30/filsafat-ilmu-dalam-kajian-paud/

4
a. Memahami persoalan-persoalan yang timbul pada anak usia dini.
b. Menerapkan teori pengajaran dan pembelajaran ke dalam praktik.
c. Memenuhi kebutuhan perkembangan psikis dan akademis anak,
2. Perkembangan Anak
Seorang pendidik maupun orang tua anak harus memahami dan
mengaplikasikan perkembangan anak karena didalamnya dikaji tentang
tahapan-tahapan tumbuh kembang yang biasanya dialami anak usia dini pada
umumnya. Dengan mempelajari perkembangan anak, maka seorang pendidik
akan memahami tentang :
a. Prinsip-prinsip perkembangan anak
b. Dasar-dasar pola perkembangan
c. Perkembangan: fisik, motorik, bahasa, emosi, sosial, kognitif, spiritual.
3. Kurikulum Pendidikan RA
Seorang pendidik di pendidikan RA harus memahami kurikulum untuk
dapat melaksanakan serta merancang kegiatan pengajaran dan pembelajaran,
karena kurikulum membahas tentang program-program yang harus diberikan
pada anak usia dini. Maka yang harus diperhatikan dalam hal ini yaitu apa dan
bagaimana perencanaan pembelajarannya, bagaimana strategi pembelajaran
untuk anak usia dini yang sesuai dengan kebutuhannya, dan bagaimana
evaluasi pembelajarannya sesuai teori yang akan digunakan dan disesuaikan
dengan lembaga. 7[7]

6)
https://kartikarinakit.wordpress.com/2013/01/30/filsafat-ilmu-dalam-kajian-paud/

5
BAB III
TANTANGAN

A. Harapan
1. Belajar, bermain, dan bernyanyi
Pembelajaran untuk anak usia dini menggunakan prinsip belajar,
bermain, dan bernyanyi (Slamet Suyanto, 2005: 133). “Pembelajaran untuk
anak usia dini diwujudkan sedemikian rupa sehingga dapat membuat anak
aktif, senang, bebas memilih. Anak-anak belajar melalui interaksi dengan
alat-alat permainan dan perlengkapan serta manusia. Anak belajar dengan
bermain dalam suasana yang menyenangkan, Hasil belajar anak menjadi lebih
baik jika kegiatan belajar dilakukan dengan teman sebayanya. Dalam belajar,
anak menggunakan seluruh alat inderanya.”
Kegiatan ini adalah kegiatan rutinitas bagi anak usia dini, kegiatan ini
diselenggarakan di taman kanak-kanak adalah untuk memfasilitasi
pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal, bermakna dan
menyenangkan.
2. Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan
Menurut Masitoh Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan
mengacu pada tiga hal penting, yaitu : “1) berorientasi pada usia yang tepat,
2) berorientasi pada individu yang tepat, dan 3) berorientasi pada konteks
social budaya.
Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan harus sesuai
dengan tingkat usia anak, artinya pembelajaran harus diminati, kemampuan
yang diharapkan dapat dicapai, serta kegiatan belajar tersebut menantang
untuk dilakukan anak di usia tersebut. Manusia merupakan makhluk
individu. Perbedaan individual juga harus manjadi pertimbangan guru dalam
merancang, menerapkan, mengevaluasi kegiatan, berinteraksi, dan memenuhi
harapan anak.
Selain berorientasi pada usia dan individu yang tepat, pembelajaran
berorientasi perkembangan harus mempertimbangkan konteks sosial budaya

6
anak. Untuk dapat mengembangkan program pembelajaran yang bermakna,
guru hendaknya melihat anak dalam konteks keluarga, masyarakat, faktor
budaya yang melingkupinya.
3. Belajar Kecakapan Hidup
Pendidikan RA mengembangkan diri anak secara menyeluruh. Bagian
dari diri anak yang dikembangkan meliputi bidang fisik-motorik, moral,
sosial, emosional, kreativitas, dan bahasa. “Dalam buku Selamet Suryanto,
tujuan belajar kecakapan hidup ialah agar kelak anak berkembang menjadi
manusia yang utuh yang memiliki kepribadian dan akhlak yang mulia, cerdas
dan terampil, mampu bekerjasama dengan orang lain, dan mampu hidup
berbangsa dan bernegara serta bermasyarakat.”
Belajar memiliki fungsi untuk memperkenalkan anak dengan
lingkungan sekitarnya. Belajar kecakapan hidup adalah salah satu cara
mengasah kemampuan bertahan hidup. Hal tersebut adalah untuk membekali
anak sebagai makhluk individu dan sosial dimasa yang akan datang.
4. Belajar dari Benda Konkrit
Anak usia 5-6 tahun menurut Piaget (1972) “sedang dalam taraf
perkembangan kognitif fase Pra-Operasional.” Anak belajar dengan baik
melalui benda-benda nyata. Pada tahap selanjutnya objek permanency sudah
muai berkembang. Anak dapat belajar mengingat benda-benda, jumlah dan
ciri-ciriya meskipun bendanya sudah tidak ada.
Anak-anak melihat dari kehidupan yang nyata dan masih polos serta
sesuai dengan perkembangan kognitifnya.
5. Belajar Terpadu
Pada Pendidikan RA, pembelajaran diberikan secara terpadu, tidak
belajar mata pelajaran tertentu. Hal ini didasarkan atas berbagai kajian
keilmuan pendidikan RA, bahwa anak belajar segala sesuatu dari fenomena
dan objek yang ditemui. Melalui air mereka bisa belajar berhitung
(matematika), menegenal sifat-sifat air (IPA), menggambar air mancur (seni),
dan fungsi air dalam kehidupan masyarakat (sosial).

7
Pembelajaran terpadu dengan tema dasar tertentu dikenal dengan
pembelajaran tematik. Tema dasar dipilih dari kejadian sehari-hari yang
dialami oleh sisiwa. Dalam tema dasar yang dipilih dikembangkan menjadi
tema-tema yang banyak yang disebut unit tema. Pemilihan unit tema,
didasarkan atas berbagai pertimbangan, seperti muatan kurikulum,
pengetahuan, nilai-nilai, keterampilan, dan sikap yang ingin dikembangkan.

B. Ungkapan Aksiologi
Dalam aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan, yaitu etika dan
estetika. Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis
masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat
istiadat manusia. Etika merupakan salah-satu cabang filsafat tertua. Setidaknya ia
telah menjadi pembahasan menarik sejak masa Sokrates dan para kaum shopis. Di
situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan, keadilan dan
sebagianya. Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh Franz Magnis
Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar tentang ajaran-
ajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari pandangan-pandangan moral ini
sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah norma-norma, adat, wejangan dan
adat istiadat manusia. Berbeda dengan norma itu sendiri, etika tidak menghasilkan
suatu kebaikan atau perintah dan larangan, melainkan sebuah pemikiran yang
kritis dan mendasar. Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahi dan mampu
mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan.

Didalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral
persoalan. Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab,
baik tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap
tuhan sebagai sang pencipta.

Dalam perkembangan sejarah etika ada empat teori etika sebagai sistem
filsafat moral yaitu, hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan deontologi.
Hedoisme adalah padangan moral yang menyamakan baik menurut pandangan
moral dengan kesenangan. Eudemonisme menegaskan setiap kegiatan manusia

8
mengejar tujuan. Dan adapun tujuan dari manusia itu sendiri adalah kebahagiaan.
Selanjutnya utilitarisme, yang berpendapat bahwa tujuan hukum adalah
memajukan kepentingan para warga negara dan bukan memaksakan perintah-
perintah ilahi atau melindungi apa yang disebut hak-hak kodrati. Selanjutnya
deontologi, adalah pemikiran tentang moral yang diciptakan oleh Immanuel Kant.
Menurut Kant, yang bisa disebut baik dalam arti sesungguhnya hanyalah
kehendak baik. Semua hal lain disebut baik secara terbatas atau dengan syarat.
Misalnya kekayaan manusia apabila digunakan dengan baik oleh kehendak
manusia.

Sementara itu, cabang lain dari aksiologi, yakni estetika. Estetika


merupakan bidang studi manusia yang mempersoalkan tentang nilai keindahan.
Keindahan mengandung arti bahwa didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-
unsur yang tertata secara tertib dan harmonis dalam satu kesatuan hubungan yang
utuh menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang indah bukan semata-mata
bersifat selaras serta berpola baik melainkan harus juga mempunyai kepribadian.

Sebenarnya keindahan bukanlah merupakan suatu kualitas objek, melainkan


sesuatu yang senantiasa bersangkutan dengan perasaan. Misalnya kita bengun
pagi, matahari memancarkan sinarnya kita merasa sehat dan secara umum kita
merasaakan kenikmatan. Meskipun sesungguhnya pagi itu sendiri tidak indah
tetapi kita mengalaminya dengan perasaan nikmat. Dalam hal ini orang cenderung
mengalihkan perasaan tadi menjadi sifat objek itu, artinya memandang keindahan
sebagai sifat objek yang kita serap. Padahal sebenarnya tetap merupakan
perasaan.

9
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Di dalam aksiologi, peran agama, seni dan budaya sangatlah berpengaruh.
Ketiga hal tersebut, tidak mungkin dipisahkan dari sebuah kajian filsafat,
khususnya dalam aksiologi. Beberapa ilmu yang kami anggap penting untuk
dipahami oleh para pendidik RA untuk konseptual dan praktik serta perannya
dalam kajian pendidikan RA itu sendiri.
1. Konsep Dasar pendidikan RA
Seorang pendidik maupun orang tua anak harus memahami Konsep
Dasar pendidikan RA, karena didalamnya dikaji tentang hakikat anak usia dini
dan teori-teori dasar pengajaran dan pembelajaran untuk anak usia dini. 2. 2.
2. Perkembangan Anak
Seorang pendidik maupun orang tua anak harus memahami dan
mengaplikasikan perkembangan anak karena didalamnya dikaji tentang
tahapan-tahapan tumbuh kembang yang biasanya dialami anak usia dini pada
umumnya.
3. Kurikulum Pendidikan RA
Seorang pendidik di pendidikan RA harus memahami kurikulum untuk
dapat melaksanakan serta merancang kegiatan pengajaran dan pembelajaran,
karena kurikulum membahas tentang program-program yang harus diberikan
pada anak usia dini.

B. Saran
Seorang pendidik hendaknya tahu akan pentingya hakekat nilai yang akan
diajarkan kepada para anak didiknya, sehingga anak didik mengetahui etika
keilmuan yang bermoral dalam ilmu yang dipelajarinya. Semoga makalah ini bisa
menjadi bahan acuan dan semangat untuk mengkaji dan membuat makalah yang
semakin baik. Pembahasan makalah ini mungkin masih kurang sempurna. Oleh
karena itu penulis masih membutuhkan saran dan perbaikan dari para pembaca.

10
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Raudatul_athfal

https://kartikarinakit.wordpress.com/2013/01/30/filsafat-ilmu-dalam-kajian-paud/

Muhammad Noor Syam. 1986. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat


Kependidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional.

Piaget, 1972. Teori Perkembangan Kognitif Piaget, dalam Sujiono dkk 2008,
Metode Pengembangan Kognitif. Jakarta : Universitas Terbuka.

Slamet Suyanto. 2005. Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini.Yogyakarta:


Hikayat Publishing.

Suharto, Toto. 2011. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Vardiansyah, Dani. 2008. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks.


Jakarta.

Warsito, Loekisno Choiril, dkk. 2013. Pengantar Filsafat. Surabaya: UIN Sunan
Ampel Press.

11

Anda mungkin juga menyukai