Anda di halaman 1dari 5

TRILOGI PENDIDIKAN

Bicara tentang pendidikan di Indonesia seakan tak ada habisnya. Mulai dari
seminar tingkat nasional sampai seminar tingkat lokal, dari talk show para
akademisi dan praktisi pendidikan sampai obrolan ringan masyarakat. Mudah-
mudahan ini adalah sebuah euphoria yang baik, geliat pendidikan di tanah air
sudah mengarah ke arah yang lebih baik walaupun sebagian besar masih dalam
tataran wacana. Seperti anggaran pendidikan yang telah diamanatkan Undang-
undang sebesar 20% mulai dilakukan pemerintah setahap demi setahap
walaupun menghadapi berbagai kendala, kurikulum pendidikan mulai ada
perubahan dan perbaikan mulai dari CBSA, Kurikulum 2004, KBK dan yang
terbaru KTSP walaupun banyak yang merasa keberatan karena merasa nyaman
dengan kurikulum yang lama dan dikarenakan sosialisasi yang kurang efektif
.lalu, ada program kompensasi pengurangan subsidi BBM Bantuan operasional
Sekolah sebagai bantuan untuk operasional sekolah walaupun entah sampai
kapan kebijakan ini bisa bertahan. Kebijakan – kebijakan tersebut dilakukan
pemerintah dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Tetapi Kebijakan –
kebijakan pemerintah di atas tidak akan dapat berjalan dengan baik apabila
tidak ada kepedulian dan peran serta masyarakat

Dalam dunia pendidikan kita mengenal dengan yang namanya trilogi


pendidikan sebuah skema hubungan antara lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah dan lingkungan masyarakat. Antara satu dan lainnya saling mendukung
dalam upaya mencerdaskan anak bangsa. Siapa pun pasti mengenal dan
mengerti akan konsep ini tapi sedikit yang bisa mengaplikasikannya karena
tidak adanya sinkronisasi di antara ke tiga faktor tersebut.

Lingkungan Keluarga

Lingkungan keluarga adalah lingkungan pertama dalam dunia pendidikan.


pendidikan keluarga adalah fundamen pendidikan anak selanjutnya. Hasil-hasil
pendidikan yang diperoleh anak dalam keluarga menentukan pendidikan anak
itu selanjutnya, baik di sekolah maupun di masyarakat. Dalam keluargalah akan
terbentuk watak anak, kebiasaan dan sebagainya. Idris dan Jamal (1992)
menyatakan bahwa orang tua harus bisa memberikan dasar pendidikan, sikap,
dan keterampilan dasar seperti pendidikan agama, budi pekerti, etika, sopan
santun, kasih sayang, rasa aman, dasar-dasar untuk mematuhi peraturan-
peraturan, dan menanamkan kebiasaan-kebiasaan. Selain itu peranan keluarga
adalah mengajarkan nilai-nilai dan tingkah laku yang sesuai yang diajarkan di
sekolah. Dengan kata lain , ada kontinuitas antara materi yang diajarkan di
rumah dan materi yang diajarkan di sekolah.

Banyak para ahli yang mengemukakan tentang pentingnya pendidikan di


lingkungan pertama. Seperti Comenius (1592-1670) seorang ahli didaktik dalam
bukunya Didaktica Magna menegaskan bahwa tingkatan permulaan bagi
pendidikan anak-anak dilakukan di dalam keluarga yang disebutnya Scola-
Materna atau Sekolah Ibu. J.J Rousseau (1712 – 1778) seorang pelopor ilmu
ahli jiwa anak mengutarakan betapa pentingnya pendidikan keluarga bahkan ia
menjelaskan lebih jauh (dalam bukunya Emile) tentang pendidikan –
pendidikan manakah yang perlu diberikan kepada anak sesuai dengan
perkembangannya. Dan masih banyak lagi ahli yang menyatakan tentang
pentingnya pendidikan keluarga seperti C.G salzmann dan Pestalozzi.

Tapi, Sangat disayangkan masih ada (kalau tidak mau dikatakan masih banyak)
orang tua yang tidak menyadari peran mereka sebagai sekolah awal bagi anak-
anaknya.

Lingkungan Sekolah

Sekolah adalah sebuah “Wahana” tempat anak bereksplorasi menjelajahi


samudra pengetahuan teori maupun praktek. Sekolah sebagai lingkungan kedua
harus bisa meneruskan, memperbaiki bahkan menambah apa yang telah
didapatkan anak di lingkungan pertamanya. Sebagai contoh ketika anak telah
belajar bagaimana caranya kasih sayang diungkapkan maka. Fihak sekolah
(Guru, Wali Kelas, BK) bisa meninjau bagaimana anak berinteraksi dengan
teman-temannya untuk kemudian memberikan arahan dan bimbingan sesuai
dengan tahap tumbuh kembang anak.

Kata sekolah diambil dari kata Scholae yang berarti menyenangkan ini berarti
sekolah harus bisa menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif atau
dalam istilah pendidikan kita dikenal dengan PAKEM (Pembelajaran Aktif
Kreatif Efektif Menyenangkan). Anak dalam hal ini tidak dijadikan sebagai
Objek tapi sebagai Subjek dan fihak sekolah sebagai fasilitator sekaligus
sebagai motivator terhadap perkembangan anak. Oleh karena itu, sekolah
diharapkan dan diharuskan bukan menjadi tempat yang menakutkan bagi anak
dengan adanya tindakan-tindakan “pemaksaan” dan hukuman yang berlebihan
sehingga anak menjadi fobia dengan yang namanya sekolah sehingga lahirlah
anak-anak yang ketinggalan dalam hal pendidikan atau mengambil kata M. Joko
Susilo sebagai Pembodohan Siswa Tersistematis.

Sekolah dalam peranannya harus bisa mengejawantahkan apa yang diamanatkan


Undang-undang dalam pemerataan kesempatan pendidikan dan peningkatan
mutu pendidikan dalam menghadapi tantangan global jangan sampai sekolah
hanya menjadi tempat untuk berkumpulnya anak-anak, tempat menulis atau
mendengar bahkan hanya sebagai tempat untuk mengulang hapalan. Sekolah
harus mempunyai nilai lebih apalagi kalau melihat kondisi masyarakat (orang
tua) yang kurang memperhatikan anak-anaknya dalam hal pendidikan karena
mereka beranggapan bahwa sekolahlah yang mempunyai tugas dalam hal
pendidikan.

Lingkungan Masyarakat

Lingkungan masyarakat sebagai bagian dalam lingkungan pendidikan juga


mempunyai andil yang besar dalam upaya mencerdaskan anak bangsa. Dalam
UU No 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas pasal 8 tentang Hak dan Kewajiban
Masyarakat dinyatakan bahwa “Masyarakat berhak berperan serta dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan”.dan
dalam pasal 9 dinyatakan bahwa Masyarakat berkewajiban memberikan
dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. Yang disebut
dengan masyarakat dalam pasal di atas adalah kelompok warga negara
Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang
pendidikan.

Sebagus apapun sistem sebuah pendidikan kalau masyarakatnya tidak ikut aktif
berperan serta maka bisa dipastikan pendidikan tersebut akan jalan ditempat.
Sebagai warga negara yang baik dan peduli tentu mengharapkan bidang
pendidikan ada kemajuan walau sedikit tapi pasti karena ketika pendidikan kita
maju maka, ekonomi dan perkembangan sosial juga akan ada perubahan.
Masyarakat sebagai bagian dalam sebuah sistem pendidikan harus
memperlihatkan lingkungan yang memberikan tuntunan yang baik bukan
tontonan yang akan merusak tatanan pendidikan yang sudah diupayakan dengan
baik. Jangan sampai peribahasa ”karena nila setitik, rusak susu sebelanga”
menimpa pendidikan anak-anak kita.

Hubungan dan kerja sama

Walaupun mempunyai kewajiban yang sama dalam hal pendidikan tetapi,


tujuannya tidak akan maksimal tercapai kalau ketiga komponen yang telah
disebutkan di atas tidak menjalin hubungan dan kerja sama yang baik karena,
ada hal-hal yang bisa dilakukan keluarga tidak bisa dilakukan sekolah dan
begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu perlu diadakan sebuah kerja sama dan
hubungan yang terorganisir antara sekolah, keluarga dan masyarakat dalam
upaya memperbaiki pendidikan. Drs.M Ngalim Purwanto, MP (2002)
menyatakan bahwa usaha yang dapat dilakukan untuk menjalin kerja sama dan
hubungan tersebut bisa dengan cara : mengadakan pertemuan dengan orang tua
pada hari penerimaan murid baru, mengadakan surat menyurat antara sekolah
dan keluarga, kunjungan sekolah ke rumah orang tua murid, mengadakan
perayaan hari besar dan mendirikan perkumpulan orang tua murid dan guru.
Dengan adanya model kerja sama dan hubungan seperti itu diharapkan
sedikitnya dapat mengatasi persoalan-persoalan pendidikan yang begitu
komplek.

Dunia pendidikan Indonesia secara perlahan-lahan namun pasti melakukan


perubahan dan pembaruan menuju kepada pendidikan yang lebih baik karena
Pendidikan adalah hal yang sangat penting dan tidak bisa lepas dari kehidupan,
dengan pendidikan kita bisa memajukan kebudayaan dan mengangkat martabat
bangsa di mata dunia.

Akhirnya kita pun harus menyadari bahwa Pendidikan adalah tanggung jawab
bersama

Anda mungkin juga menyukai