Anda di halaman 1dari 5

JESS 1 (1) (2012)

Journal of Educational Social Studies


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jess

TRADISI SURAN DALAM MASYARAKAT JAWA (STUDI PERBANDINGAN


ANTARA WILAYAH SURAKARTA DENGAN WONOSOBO)

Nurshodiq

Prodi Pendidikan IPS, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstrak


Sejarah Artikel: Pada awalnya tradisi berkembang pada suatu wilayah, sehingga aktualisasi
Diterima Januari 2012
Disetujui Februari 2012
tradisi dalam pelaksanaannya cenderung sama. Dalam perkembangannya ke-
Dipublikasikan Juni 2012 tika tradisi menyebar jauh dari pusat tradisi, maka pelaksanaan tradisi antara
wilayah yang satu dengan yang lain menjadi berbeda-beda, meskipun pada
Keywords: awalnya sumbernya satu. Begitu juga yang terjadi di Surakarta dan Wono-
Suran tradition
Wonosobo
sobo, pelaksanaan tradisi Suranan pada kedua wilayah itu berbeda. Perbedaan
Surakarta itu nampak pada maksud dan tujuan dilaksanakannya upacara suran, penye-
lenggara pelaksanaan Suran dan besar dan kecilnya tradisi. Meskipin demkian
makna suran di Surakarta maupun Wonosobo memiliki kesamaan sebagai keg-
iatan kebersamaan antar anggota masyarakat dan menjaga keseimbangan hidup
antara manusia, alam dan Tuhan.

Abstract
In the beginning, a tradition was centralised in one area, then it spreads out. When it spreads
out, the tradition from one area to the other becomes diverse. In Surakarta and Wonosobo,
Suranan tradition becomes diverse. It is seen by the ceremony of suran, the organisers of
Suran, and the size of the tradition. Nevertheless, suran still aims the same in Surakarta and
Wonosobo, that is to preserve the balance between human, nature and God; and also acts as
social gathering.

© 2012 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: ISSN 2252 - 6390
Kampus Unnes Bendan Ngisor, Semarang 50233
E-mail: pps@unnes.ac.id
Nurshodiq / Journal of Educational Social Studies 1 (1) (2012)

Pendahuluan ra tradisi Suran. (Kamajaya. 1995; Brata Siswara.


2000).
Suran merupakan adat kebiasaan dalam Penyelenggaran upacara tradisi di Jawa
masyarakat Jawa untuk menyambut tahun baru dari prespektif lingkungan Budaya terbagi men-
sesuai dengan sistem penanggalan Jawa. Tradisi jadi beberapa daerah budaya. Masing-masing
ini semula merupakan tradisi besar, tradisi yang daerah budaya menghasilkan upacara-upacara
dikembangkan di Istana Kerajaan Mataram Is- tradisinya sendiri, yang kadang-kadang memi-
lam, kemudian menyebar di kalangan masyara- liki pola yang sama, namun juga memiliki pola
kat biasa dalam berbagai bentuk kegiatan atau yang berbeda. Sekarang Subdin Kebudayaan,
perilaku spiritual. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah
Sebelum Islam masuk ke wilayah Nusan- sedang melakukan pemetaan pola upacara tradi-
tara dengan tradisi penanggalan hijriah, di tanah si pada masing-masing lingkungan budaya yang
Jawa telah terdapat sistem penanggalan. Sistem ada di Jawa Tengah.
penanggalan itu dikenal sebagai, kalender Saka Lingkungan budaya Jawa terkait dengan
yang dimulai tanggal 15 Maret 78 Masehi. Da- pembagian wilayah bekas kerajaan Mataram Is-
lam cerita tutur Jawa disebutkan bahwa kalender lam. Pada masa zaman itu kerajaan ini terbagi
ini dimulai saat Ajisaka, tokoh legendaries Jawa menjadi empat wilayah, yakni: (1) Kutha Gara
yang dipercaya sebagai pencipta huruf Jawa da- (Negara), (2) Negara Agung, (3) Mancanegara, dan
tang dari India ke tanah Jawa. Penanggalan ini (4) Pasisiran. Di luar itu disebutnya Tanah Sab-
berasal dari tradisi Hindu yang sudah digunakan rang atau tanah di sebarang laut (Moertojo. 1985:
di India. Dengan demikian Seperti halnya tahun 130-131). Pengertian wilayah ini sesuai dengan
masehi, tahun Saka ini didasarkan pada perhi- pandangan Selo Soemardjan. 1986: 13-14) yang
tungan peredaran matahari mengitari bumi (Ka- menyatakan bahwa negara-negara Jawa direnca-
majaya, 1995:221). nakan menurut lingkaran konsentris.
Sistem penanggalan Saka digunakan Berdasarkan aspek sejarah asal-usul Suran
oleh masyarakat Jawa selama berabad-abad dan itu, maka tradisi Suran seharusnya memiliki ke-
baru mengalami pembaharuan pada masa pe- samaan antara daerah satu dengan daerah lain.
merintahan Sultan Agung Raja Mataram Islam Akan tetapi karena telah masuknya budaya se-
termasyur yang memerintah pada tahun 1613- tempat dalam prosessi upacara tradisi tersebut,
1646. Raja ini berusaha menggubah penanggalan maka dimungkinkan adanya variasi dan perbe-
Jawa dengan cara memadukan tradisi penangga- daan pelaksanaan serta pemaknaan terhadap ni-
lan Hindhu (Saka) dengan tradisi penanggalan lai tradisi tersebut.
Islam (tahun hijriah). Surakarta merupakan salah satu kebu-
Penggubahan kalender didasarkan pada dayaan Jawa. Sementara itu Wonosobo bukan
kepentingan politik dan sosial budaya masyara- merupakan pusat Kebudayaan Jawa, tetapi me-
kat Jawa yang sudah beragama Islam. Dalam ka- rupakan kebudayaan Jawa bagian luar. Meskipun
lender baru, hari-hari raya Islam (Maulid Nabi, demikian di masa Mataram Islam, Wonosobo
Idul Fitri, dan Idul Adha) dapat dirayakan di merupakan bagian dari Kasunanan Surakarta.
Keraton Mataram dengan sebutan grebeg. Grebeg Berdasarkan latar belakang tersebut, per-
yang berarti keramaian itu dapat dirayakan berse- masalahan yang akan dikaji dalam tulisan ini
suaian dengan kalender hijriyah. adalah bagaimana perbedaan dan persamaan an-
Di wilayah bekas kerajaan-kerajaan Jawa tara tradisi Suran di Istana Kasunanan Surakarta
(Vortenlanden), terdapat sejumlah upacara tra- dan Pedesaan Wonosobo yang meliputi penye-
disional yang menggambarkan sisa-sisa tradisi lenggaraan dan prosesi upacara dan makna yang
besar. Upacara garebeg merupakan upacara tardi- terkandung dalam upacara Suran.
sional yang banyak dipengaruhi oleh kekuasaan
Istana, Hindhu-Budha, dan Islam. Di sekitar Metode
Masjid Demak pada setiap bulan Dzulqa’idah
(bulan ke 12 dari penanggalan Islam) diseleng- Pendekatan penelitian dalam penelitian
gerakan upacara Garebeg Besar untuk merayakan menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam pen-
hari raya Qurban. Sementara itu di Kesunanan elitian ini fokus pengambilan data menggunakan
Surakarta dan Kesultananan Yogyakarta setiap dokumentasi dan penelitian lapangan. Peneliti-
bulan Maulud diselenggarakan upacara tradisi an dokumentasi ditujukan pada sumber-sumber
Garebeg Maulud. Demikian pula pada bulan Mu- dokumen mengenai upacara tradisi suran yang
haram atau Sura, selain di kedua istana itu di ista- pernah di lakukan di Surakarta dan Wonosobo.
na Mangkunegaran juga diselenggarakan upaca- Bahan dokumentasi berupa hasil penelitian, bros-
56
Nurshodiq / Journal of Educational Social Studies 1 (1) (2012)

ur, rekaman tertulis, CD, dan foto. Sementara itu gai beriktut (1) Memancarkan daya magis, daya
penelitian lapangan ditujukan kepada informan prabawa dan daya keramat pusaka- pusaka yang
yang mengetahui pelaksanaan upacara tradisi dipunyai istana Kasunanan dengan cara melaku-
dan objek kegiatan upacara tradisi. kan kirab pusaka sebagai puncak acara dari pe-
Analisis data menggunakan model analisis rayaan Suran. (2) Melakukan laku mengelilingi
kualitatif yang terdiri dari tiga alur kegiatan yang tembok istana dan jalan- jalan yang telah diten-
dilakukan secara bersamaan, yakni reduksi data, tukan serta di teruskan kirab dengan membawa
penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Miles pusaka- pusaka yang sudah ditentukan dengan
& Huberman. 1992 lihat juga Thohir 2004:12). juru lampah kebo bule Kanjeng Kyai Selamet.
Reduksi data meliputi: Penulisan Memo (catatan (3) Peserta kirab dan partisipan datang ke istana
pribadi - kontemplasi), Transkripsi hasil reka- untuk melihat upacara suran dan laku mubengi
man / catatan, Evaluasi harian / mingguan / benteng dengan cara berdiam diri sambil berdoa
bulanan. Selanjutnya langkah berikutnya adalah selain itu mereka datang untuk memperebutkan
penyajian data yang meliputi: Sajian informasi sajen, kotoran kerbau dengan keperluan tertentu,
yang memungkinkan dapat ditarik simpulan. misalnya penglarisan.
Dengan melihat sajian data penganalisis akan Sementara maksud dan tujuannya upacara
mampu memahami apa yang terjadi. Sajian data ritual Suran di Kabupaten Wonosobo meliputi:
dalam bentuk alinea, kalimat, istilah, matriks, (1) Tidak ada tujuan untuk memancarkan daya
gambar, skema, jaringan kerja, bagan, tabel, dan magis, daya prabawa dan daya keramat dari pu-
sebagainya. Sajian data dirancang untuk meng- saka atau benda magis dari peringatan 1 suro, te-
gambarkan satuan informasi secara sistematis tapi hanya mendengarkan dawuh dari trance roh
dan mudah dilihat serta mudah dipahami dalam Kyai Semar lewat mediator tokoh spiritual yang
sajiannya disegani. (2) Partisipan datang untuk menghadi-
Pada tahap berikutnya dilakukan analisis ri peringatan 1 suro tidak mencari penglarisan
perbandingan antara upacara tradisi Suran di atau tujuan lain dengan mengambil sajen atau
Surakarta dan Wonosobo. Perbandingan dituju- makanan lain, kotoran kerbau dan lainnya teta-
kan pada maksud dan tujuan, model penyeleng- pi hanya berdoa dan nglakoni dengan berpuasa
garaan, pola ritual, dan makna yang terkandung ngebleng, ngrowot dan lain sebagainya. (3) Suran
dalam upacara tradisi dari masing-masing masy- di kabupaten Wonosobo cenderung dilakukan
arakat masyarakat. Perbandingan yang dilakukan untuk menyelamatkan dan menjaga keseimban-
adalah perbandingan informasi atau informatif gan alam misalnya Suran di Sendang, puncak
comparative analysis. Dieng sebagai tuk dari sumber sungai Serayu dan
lai sebagainya. (4) Perayaan suran selain untuk
Hasil dan Pembahasan menyelamatkan keseimbangan dan potensi alam
juga ditujukan untuk menghargai tokoh- tokoh
Tradisi Suran di istana Kasunanan Sura- yang menjadi cikal bakal, tokoh kharismatik dan
karta dengan wilayah Kabupaten Wonosobo lain sebagainya yang berhubungan dengan seja-
ada persamaan maksud dan tujuan, yaitu untuk rah Wonosobo.Misalnya Tumenggung Nitiyudo,
menyambut datangnya awal tahun baru dalam Pangeran Puger, Adipati Mertoloyo dan lain se-
penanggalan Jawa. Akan tetapi konsep tahun bagainya.
barunya berbeda. Di Surakarta tahun baru men- Perayaan Suran baik di lingkup istana Ka-
gacu tahun Jawa ciptaan Sultan Agung yang sunanan maupun wilayah kabupaten pada waktu
memadukan tradisi tahun baru Hijriah dengan sekarang ini dilakukan dengan membentuk ke-
tahun baru Caka. Dalam konsep orang Jawa, panitiaan. Kepanitiaan ini ditunjuk oleh pihak
tahun baru ini dinamakan Asapon yang berasal Pengageng Parentah Keraton Surakarta yang
dari kata Selasa Pon, sebuah awal tahun baru melibatkan sentono dalem dan abdi dalem. Se-
yang diawali pada hari Senin Pahing malam Se- dangkan panitia di wilayah Kabupaten Wonoso-
lasa Pon. Sementara itu di Wonosobo tahun baru bo untuk di Desa Dieng oleh Paguyuban Kebuda-
mengacu pada tahun baru Caka yang didasarkan yaan Jawa Tunggul Sabdo Jati, Desa Giyanti dan
pada perhitungan matahari. Dalam konsep Jawa Sendang Suradilaga ditunjuk oleh musyawarah
ini dinamakan Aboge, yang merupakan kepende- desa. Pihak- pihak yang terlibat selain panitia inti
kan dari Rebo wage, suatu awal tahun yang dimu- juga masyarakat setempat yang dengan sokongan
lai pada hari Rabu wage. dana lewat iuran, pembelian sesaji dan uborampe
Perbedaan terlihat pada maksud dan tu- upacara suran dapat dilaksanakan. Sedangkan di
juan ritual tradisi Suran. Maksud dan tujuan di- lingkup istana Kasunanan sumber dana dipero-
laksanakannya upacara ritual di Surakarta seba- leh dari donator yang simpati kepada keratin Ka-
57
Nurshodiq / Journal of Educational Social Studies 1 (1) (2012)

sunanan. Baik di lingkup istana Kasunanan mau- pada pukul 12.00 WIB.Mereka melaksanakan
pun di wilayah kabupaten Wonosobo tamu- tamu upacara tradisi suran tersebut dengan berdiam
yang diundang hampir semuanya sama yaitu para diri di suatu tempat, misal Balai Desa, rumah
pejabat pemerintahan dan para simpatisan yang tokoh dan lainnya. Sedangkan di keraton Sura-
masuk sebagai donator. Berdasarkan informasi karta tepat pukul 12.00 WIB dilakukan kirab
dari informan tidak sedikit para simpatisan yang pusaka diikuti partisipan dengan cara berjalan
datang secara individu dan rombongan hadir da- mengelilingi beteng istana kemudian dilanjutkan
lam peringatan suran baik di wilayah Wonosobo ke jalan- jalan yang telah ditentukan sedangkan
maupun Surakarta dengan tujuan yang berbeda- bagi mereka yang tidak mengikuti kirab dianjur-
beda, misal ada yang ngalap berkah, meminta se- kan untuk sholat hajad di masjig Pujasana dan
suatu dan lain sebagainya. (Wawancara dengan bersemedi bagi yang beragama Hindu/ Budha
Bapak Sarno tanggal 15 Juni 2008 dan Bapak maupun aliran kepercayaan. Kirab Pusaka ter-
Rustopo tanggal 5 Juli 2008). sebut berakhir pada pukul 4 pagi yang di tandai
Sesuai dengan teori dari Redfield (1963), dengan memasukkan kembali pusaka yang di
upacara tradisi suran baik yang dilaksanakan kirab tersebut ke tempatnya yaitu ruang pusaka
di istana Kasunanan kabupaten Wonosobo me- Prabasuyasa dengan dilanjutkan rayahan sesaji
rupakan upacara tradisi kolektif. Traadisi yang oleh masyarakat. Sementara itu setelah pukul 4
dilaksanakan di lingkup istana Kasunanan dika- pagi suran di Desa Dieng dilanjutkan dengan pu-
tegorikan sebagai tradisi besar( the big tradision) asa pada tanggal 1 Suro esok paginya. Sementara
karena muncul dikalangan istana, agama besar suran di Desa Giyanti diawali dengan bersih ling-
dan pusat pemerintahan. Sedangkan peringatan kungan terutama tempat dilaksanakannya upa-
suran di Kabupaten Wonosobo termasuk dalam cara, membersihkan wangon, saluran irigasi dan
kategori tradisi kecil (the little tradition) yang pagar pesanggrahan. Pada malam jum’at Kliwon
muncul dari kalangan rakyat kebanyakan, kelom- (Malam ! Suro) penduduk desa menyaksikan tari
pok pinggiran terutama di daerah pedesaan. lengger yang dimaunkan 5 orang penari laki- laki
Upacara tradisi suran di lingkup istana dengan lakon cerita panji dari pukul 21.00 sam-
Kasunanan Surakarta yang puncak pelaksa- pai dengan 4.00 WIB.Pada pagi hari ditampilkan
naan dilakukan dengan kirab pusaka pada awal kesenian emblek/ kuda kepang oleh 9 penari laki
pelaksanaan dilakukan dengan cara persiapan dan perempuanbaru dilakukan Ziarah ke makam
dengan melakukan penjamasan pusaka keraton Adipati Mertoloyo kemudian di makam tokoh
dan caos dhahar dengan sesaji yang bermacam- sesepuh desa serta dilakukan kirab Adipati Mer-
macam dengan ditujukan kepada penguasa Gu- toloyo dan Kyai Monyet yang dipimpin oleh juru
nung Lawu, Penguasa laut selatan (Nyai Loro kunci.Iring- iringan tersebut diikuti oleh ibu- ibu
Kidul),penguasa gunung Merapi, penguasa hu- dan perempuan desa dengan membawa tenongan
tan Krendowahono dan lain sebagainya. Pada berisi aneka jajanan, sego rames, buah- buahan
peringatan suran di wilayah kabupaten Wonoso- yang nantinya setelah acara usai menjadi rayahan
bo sesaji yang wajib di sediakan seperti biasanya peserta upacara maupun wisatawan yang datang
sedangkan sesaji pelengkap di sediakan dengan setelah diijabkan oleh kaum (Suara Merdeka.
sebelumnya tanggal 14 bulan besar napak tilas 18 Pebruari 2006) Selanjutnya dilakukan pentas
di tempat- tempat yang dianggab suci misalnya emblek kembali pada pukul 16.00, malam hari
makam raja Kadiri Jayabaya, makam raja Maja- dilakukan selamatan di rumah kepala dusun. Sa-
pahit, tempat muksa Patih Gajah Mada, Makam btu pagi masyarakat dan kepala dusunserta kaum
Eyang Purbowaseso, Begawan Sampurnojati dan dating ke cek dam untuk menancapkan wayang
lainnya. Hanoman dan Batara Guru kemudian malam
Pada waktu pelaksanaan suran di kera- harinya dilanjutkan dengan pentas wayang kulit
ton Kasunanan maupun di willayah kabupaten semalam suntuk dengan lakon Rama tambak.
Wonosobo acara sama- sama dimulai pada pu- (Wasino. dkk.2005: 113-116)
kul 21.00 WIB dengan persiapan kirab pusaka Pelaksanaan tradsi Suran baik di Surakarta
di keraton sedangkan di Desa Dieng dilakukan maupun Wonosobo mempunyai makna sebagai
sambutan- sambutan kemudian berdoa bersa- berikut : (1) Sikap kegotongroyongan. (2) Sikap
ma pada masyarakat Dieng ditengah sambutan toleransi. (3) Sikap mawas diri. (4) Sikap mau
tersebut bisanya terjadi trance roh Kyai Semar menghargai orang lain baik yang masih hidup
tyang memberikan makna dari sesaji yang ada maupun yang sudah meninggal dunia.. (5) Me-
dihadapan mereka dan dawuh- dawuh untuk melihara keseimbangan alam semesta dengan
masyarakat Dieng pada tahun yang akan datang membersihan tempat yang menjadi sumber kehi-
serta membuang sesaji sukerto di Telaga warna dupan. (6) Melakukan refleksi terhadap perbua-
58
Nurshodiq / Journal of Educational Social Studies 1 (1) (2012)

tan yang telah dilakukan oleh pribadi maupun dilakukan tanpa adanya kesadaran untuk meru-
masyarakat. bahnya sendiri dan tidak harus dengan menyeku-
tukan Tuhan Yang Maha Esa.
Simpulan Berdasarkan simpulan itu dapat diajukan
beberapa saran sebagai berikut: Pertama, perlu
Upacara tradisi suran merupakan salah kajian lanjutan tentang upacara tradisi Suran. te-
satu bentuk upacara tradisi kolektif yang masih rutama di wilayah pesisir utara dan selatan Jawa
dapat bertahan karena dalam pelaksanaannya Tengah. Kedua, perlu kajian historis tentang per-
masyarakat selalu menunggu datangnya hari ter- sebaran tradisi Suran tersebut hingga menjadi mi-
sebut selain sebagai bentuk refleksi baik secara in- lik masyarakat Jawa baik di kota maupun desa.
dividu maupun kelompok berfungsi juga sebagai Keempat, perlu pemanfaatan upacara tradisi un-
ajang mawas diri untuk menjadi manusia yang tuk muatan lokal pelajaran IPS SD hingga SMA
lebih baik. meneruskan tradisi leluhur dan lain dalam rangka peningkatan budi pekerti bangsa.
sebagainya. Keberlangsungan suran baik di ista- Kelima, perlu sosialisai upacara-upacra tradisi
na Kasunanan maupun di kabupaten Wonosobo kepada masyarakat Jawa Tengah dalam rangka
selain faktor tersebut adalah adanya keterlibatan pemanfaatan nilai-nilai budaya daerah/kearifan
anggota masyarakat dengan cara mengumpulkan lokal untuk ketahanan budaya bangsa.
dana dan tenaga sebelum dan pada waktu prose-
si upacara tradisi dilaksanakan. Daftar Pustaka
Prosesi upacara tradisi suran yang dilaksa-
nakan dalam lingkungan istana Kasunanan Sura- Brata Siswara, Harmanto. 2000. Suran dalam Pembu-
dayaan Waktu Jawa. Jakarta: Pengurus Pusat
karta merupakan salah satu bentuk tradisi besar
HKMN Suryosumirat.
yang bertujuan memancarkan daya magis. daya Kamajaya, Karkono. 1985. Kebudayaan Jawa Per-
wibawa dan keselamatan yang puncaknya dilaku- padan dengan Islam. Yogyakarta: Ikatan
kan kirab pusaka dengan mengitari beteng. jalan- Penerbit Indonesia Cabang Yogyakarta.
jalan yang telah ditentukan dan rayahan sesaji Miles, Matthew B dan Huberman. A. Michael. 1992.
yang diperebutkan oleh masyarakat. Sedangkan Analisis Data Kualitatif. Terjemahan Tjetjep Ro-
di kabupaten Wonosobo yang mewakili tradisi hendi. Jakarta : UI Press
kecil dilakukan dengan berbagai cara. misalnya Moertono, Soemarsaid. 1985.Aneka Kuasa Dan Wiba-
di Desa Dieng tradisi suran dilakukan dengan wa. Jakarta : Yayasan Obor
Rusmiyatun, Siti. 2001. Upacara Kirab Kyai Slamet: Ka-
trance roh Kyai Semar lewat tokoh spiritual den-
jian Historis dan Fungsi
gan memberikan petuah tentang makna sesaji Upacara Dalam Kehidupan Masyarakat Keraton
sampai dengan langkah- langkah yang harus di- Surakarta Hadiningrat.
lakukan untuk tahun baru ke depan dan dilanjut- Skripsi Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Univer-
kan dengan larung sesaji sukerto di Telaga Warna sitas Negeri Malang
serta berpuasa pada esok harinya. Sri Ahimsa Putra, Heddy. 1999. “Strukturalisme Levi
Nilai yang dapat diambil manfaatnya bagi Strauss untuk Arkeologi Semiotik”. dalam Hu-
individu dan masyarakat antara lain adalah; (1) maniora no 12. Jogjakarta: Fakultas Sastra Uni-
sikap kegotongroyongan yang masih tumbuh su- ver������������������������������������������
sitas Gadjah Mada. Studi Antropologi. Pro-
gram PascasarjanaUniversitas Gadjah Mada.
bur di masyarakat harus tetap dipertahankan.(2)
Soemarjan, Selo. 1986. Perubahan Sosial di Yogyakarta.
Sikap menhormati dan menghargai tokoh. alam Jakarta: Grafiti Press
dan menjaga supaya warisan masa lalu tersebut Tohir, Mujahirin. 2004. Pemahaman Lanjut tentang
masih lestari.(3) Sikap mawas diri untuk menjadi Penelitian Kualitatif. Semarang: Makalah alam
seorang individu yang lebih baik maupun untuk Penulisan Proposal Penelitian di Fakultas Sas-
kelompoknya. (4) tidak mudah menyerah dalam tra UNDIP.
mencapai sebuah cita- cita dan lain sebagainya. Wasino. 2005. Tanah. Desa. dan Penguasa: Sejarah Pe-
Nilai yang baik tersebut tentu akan sulit untuk milikan dan Penguasaan Tanah di Pedesaan
Jawa. Unnes Press.

59

Anda mungkin juga menyukai