Anda di halaman 1dari 36

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra merupakan sebuah hasil kreativitas manusia, baik yang

tertuang secara tertulis maupun lisan sebagai bentuk cerminan masyarakat.

Hasil karya sastra dalam bentuk lisan yang banyak ditemukan di Indonesia

sudah merupakan bagian dari tradisi yang tumbuh dan berkembang di

masyarakat dan diwariskan secara turun-temurun secara lisan sebagai milik

bersama. Tradisi yang kini masih dilakukan oleh masyarakat Jawa dan

diturunkan sejak zaman dahulu hingga sekarang meliputi segala bentuk

sesuatu (seperti adat, kepercayaan, kebiasaan, ajaran, dsb) yang turun-temurun

dari nenek moyang (Poerwadarminta, 1986:108).

Karya sastra dibagi menjadi dua, karya sastra yang berbentuk lisan dan

karya sastra berbentuk tulis. Karya sastra berbentuk lisan merupakan bagian

dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat

dan diwariskan secara turun-temurun secara lisan sebagai milik bersama.

Karya sastra berbentuk tulis merupakan suatu karya sastra yang

dituangakandalam bentuk tulisan yang bersumber dari karya sastra lisan dan

juga bersumber dari suatu peristiwa yang terjadi. Sastra lisan juga sebagai

karya seni yang menggunakan bahasa secara lisan, yang diungkapkan dan

disebarkan dari mulut kemulut yang berisikan pesan. Karya sastra lisan juga

memiliki makna kehidupan dan nilai-nilai yang luhur seperti upacara adat.

Upacara merupakan bentuk perilaku masyarakat yang menunjukkan kesadaran

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id2

terhadap masa lalunya. Masyarakat menjelaskan masa lalunya melalui upacara

adat tersebut. Melalui upacara adat kita dapat melacak tentang asal usul baik

tempat, tokoh, sesuatu benda, kejadian alam, dan lain-lain.

Setiap masyarakat di daerah umumnya memiliki cara dan tradisi

sendiri dalam melakukan sebuah ritual, yang berhubungan dengan tradisi

budaya yang telah dilakukan para leluhur mereka secara turun-temurun.

Kondisi geografis juga sangat mendukung masyarakat untuk melakukan

upacara adat atau tradisi mereka. Mayoritas penduduk yang bermata

pencaharian sebagai petani dan pedagang tidak menutup kemungkinan untuk

melakukan praktik upacara-upacara khusus yang berhubungan dengan

pekerjaannya atau profesinya (Kuntowijoyo, 1987:43). Di sisi yang lain juga

terjadi konflik-konflik sosial baik secara vertikal maupun horizontal sebagai

dampak dari pelaksanaan ritual religius seperti di atas.

Upacara tradisional merupakan salah satu wujud peninggalan

kebudayaan dan pada dasarnya upacara tradisional disebabkan secara lisan.

Upacara tradisional diwariskan secara turun-temurun di kalangan masyarakat

pendukungnya secara tradisional. Upacara tradisional termasuk folklor

sebagian lisan yang menganut kepercayaan masyarakat yang sering juga

disebut dengan takhayul (Danandjaja, 1997:22). Berbagai sifat yang ada

tersebut memungkinkan perubahan yang dialami penuturnya yaitu tidak

mampu mengingat seluruh isi cerita secara urut dan lengkap. Upacara

tradisional juga merupakan bagian dari masyarakat sastra lisan

(Sangidu,2004:26).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id3

Upacara tradisional bersih desa têtakên merupakan upacara tradisional

yang masih populer dan menjadi kebanggaan masyarakat di desa Mantren.

Upacara tradisional bersih desa Têtakên menceritakan sebuah ritual

masyarakat Jawa untuk mencapai sebuah kesuksesan dalam hidup, yang

disebarkan secara turun-temurun melalui upacara tradisional jawa dan hingga

saat ini masih sangat diyakini kebenarannya oleh masyarakat di wilayah

gunung Lima. Bahkan masih terdapat banyak upacara serta ritual-ritual Jawa

yang ada di Pacitan. Upacara tradisional bersih desa yang berkembang

didalam masyarakat Jawa pada era modern ini sudah mulai pudar namun pada

suatu daerah tertentu masyarakat masih sangat memegang erat tradisi spiritual

bahkan masih melestarikan tradisi yang diturunkan oleh nenek moyang

mereka. Salah satunya adalah upacara tradisional bersih desa Têtakên yang

sampai sekarang masih eksis di Pacitan.

Alasan yang melatar belakangi pengambilan objek upacara tradisional

bersih desa Têtakên, peneliti ini juga tertarik pada upacara adat, dokumentasi,

ajaran dan tradisi yang terjadi di masyarakat, dalam melakukan ritual untuk

mendapatkan suatu keinginan. Upacara tradisional bersih desa Têtakên

merupakan salah satu aset kebudayaan di desa Mantren, Kecamatan

Kebonagung, Kabupaten Pacitan, dan kebudayaan Nasional pada umumnya

sehingga penelitian ini merupakan salah satu upaya melestarikan kebudayaan

daerah. Peneliti juga tertarik oleh kepercayaan yang ditimbulkan dengan

adanya kepercayaan masyarakat dengan cerita Kyai Tunggul Wulung yang

dapat menarik perhatian dari masyarakat sekitar.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id4

Upacara tradisional bersih desa masih dilakukan oleh masyarakat pada

saat ini salah satu upacara adat bersih desa adalah Têtakên didesa Mantren,

Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Kabupaten yang

terkenal dengan gunung Lima memiliki tradisiyang unik, karena menganut

penanggalan Jawa. Sama halnya didaerah lainnya, untuk memperingati bulan

Hijriyah diadakan beberapa kegiatan misalnya pengajian, tirakatan, larung

sesaji, dan napak tilas. Masyarakat di gunung Lima mengadakan upacara adat

bersih desa Têtakên.

Nilai moral yang terkandung dalam upacara adat bersih desa Têtakên

yang diajarkan oleh Kyai Tunggul Wulung untuk mengajarkan kebaikan

kepada masyarakat Pacitan. Upacara tradisional bersih desa Têtakên berasal

dari kata Teteki yang mendapat imbuhan an (tetekian) yang berarti bersemedi

mendekatkan diri kepada Gusti ingkang murbeng dumadi dalam keheningan

lahir dan batin.Karakter bahasa setempat untuk mempermudah penyebutan

maka kata Tetekian berubah pengucapannya menjadi Têtakên tanpa

mengurangi makna Teteki itu sendiri. Tradisi tersebut diadakan untuk

mengingat kembali proses datangnya Kyai Tunggul Wulung ke gunung Lima

dan menetap di lereng gunung Lima.

Prosesi pelaksanaan upacara adat bersih desaTêtakên terdapat upacara-

upacara tradisional seperti Nguri-nguri, Wejang, Lelaku, Ngangsu Kaweruh,

Tirti Roso Dharmo, Netepi Dharmo dan syukuran. Upacara ini menggunakan

ubarampe yang memiliki makna simbolik baik verbal dan non verbalsebagai

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id5

berikut gunung Lima, Tumpeng, Ayang Panggang, Jenang Tulak, Legen,

Gentong, Umbul-umbul dan Geber Pethak.

Folklor adalah kebudayaan kolektif, yang tersebar dan diwariskan

turun-temurun, diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam

versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai

dengan isyarat alat pembantu pengingat (mnemonic device) (Danandjaja,

1997:2).

Menurut Arnold Hauser perkembangan seni saat ini dapat

dikelompokkan sebagai seni rakyat, seni popular, dan seni di kalangan elit.

Seni rakyat adalah yang dihasilkan dan diproduksi oleh masyarakat pedesaan

atau kalangan petani. Seni popular merupakan seni yang cenderung meniru

(stereotypical), produksi seni disempurnakan secara profesional dan

disesuaikan dengan tuntutan perubahan. Seni di kalangan elit (the art of the

cultural elite) adalah seni yang digolongkan untuk para pengusaha (Hauser,

1985:93), oleh karena itu seni tradisional memiliki ciri khasnya sendiri.

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan sebagai alasan untuk

penelitian. Upacara adat Têtakên mengajarkan nilai-nilai luhur yang masih

eksis sampai saat ini. Penelitian ini diberi judul UPACARA TRADISIONAL

BERSIH DESA TÊTAKÊN DI DESA MANTREN KECAMATAN

KEBONAGUNG KABUPATEN PACITAN (Suatu Tinjauan Folklor).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id6

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Bagaimanakah asal usul lahirnya upacara tradisional bersih desa

Têtakên di Desa Mantren, Kecamatan Kebonagung, Kabupaten

Pacitan?

2. Bagaimanakah bentuk upacara tradisional bersih desa Têtakên di Desa

Mantren, Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Pacitan?

3. Apakah makna simbolik sesaji pelaksanaan upacara tradisional bersih

desa Têtakên di Desa Mantren, Kecamatan Kebonagung, Kabupaten

Pacitan?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian merupakan suatu hal yang sangat penting dalam

sebuah penelitian, karena dengan tujuan itulah data diketahui apa yang hendak

dicapai atau diharapkan.

Penulis mengadakan penelitian tentang cerita rakyat dalam upacara

tradisional bersih desa Têtakên di Desa Mantren, Kecamatan Kebonagung,

Kabupaten Pacitan memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan awal mula adanya upacara tradisional bersih desa

Têtakên di Desa Mantren, Kecamatan Kebonagung, Kabupaten

Pacitan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id7

2. Mendeskripsikan bentuk upacara tradisional bersih desa Têtakên di

Desa Mantren, Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Pacitan.

3. Mendeskripsikan makna simbolik dari sesaji yang terdapat dalam

pelaksanaan upacara tradisional bersih desa Têtakên di Desa Mantren,

Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Pacitan.

D. BATASAN MASALAH

Penelitian ini hanya akan mengkaji dan menitikberatkan pada tinjauan

folklor mengenai upacara tradisional bersih desa Têtakên di Desa Mantren,

Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Pacitan. Hal ini dilakukan supaya

masalah dalam penelitian ini tidak terlalu luas. Nilai kultur dan kearifan lokal

dilihat dari tradisi upacara adat bersih desa dan sastra lisan pada zamannya

serta kondisi sosial masyarakat saat ini.

E. LANDASAN TEORI

1. Penelitian Sebelumnya

a. Asdsdad Wahyanto Andi Wibowo (2003) fakultas sastra dan seni rupa

UNS dengan judul “Cerita Rakyat Ki Aageng Singo Wijoyokusuma di

Desa Karangbener, Kecamatan Bae, Kabupaten Kudus” (Suatu

Tinjauan Folklor). Ada empat fungsi yang terdapat dalam cerita rakyat

Ki Ageng Singo Wijoyokusuma. (1) sebagai system proyeksi

(projective system), sebagai alat pencerminan angan-angan suatu

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id8

kolektif, yaitu cerita rakyat Ki aAgeng Singo Wijoyokusuma

mengingatkan serta menjelaskan kepada warga karangbener tentang

ketokohan Ki Ageng Singo Wijoyokusuma mengingatkan serta

menjelaskan kepada warga karangbener tentang ketokohan Ki Ageng

Singo Wijoyokusuma berbudi pekerti yang luhur, dharma baktinya,

kesaktiannya dan tentunya peranan dan tentunya, peran dalam

berdirinya desa karangbener dan syair Islam di Karangbener.

Ketokohan Ki Ageng Singo Wijoyokusuma tersebut membekas dalam

pemikiran warga karangbener. Secara kolektif mereka terkesan,

sehingga tidak mengherankan bila angan-angan kolektif tersebut

diproyeksikan dalam suatu wujud ziarah di makam Ki Ageng Singo

Wijoyokusuma. (2) Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan

lembaga kebudayaan, yaitu dalam tradisi ziarah di Makam Ki Ageng

Singo Wijoyokusuma terdapat ketentuan-ketentuan yang disepakati

bersama dan menjadi suatu pranata dan budaya yang dilembagakan

misalnya saja dalam hal waktu pelaksanaan ziarah. Telah menjadi

suatu aturan-aturan sosial atau pranata sosial bahwa orang yang

mempunyai kerja biasanya datang ke Makam Ki Ageng Singo

Wijoyokusuma. (3) Sebagai alat pendidikan anak (paedagogical

device), yaitu cerita rakyat Ki Ageng Singo Wijoyokusuma

memberikan suatu pendidikan bagi anak Karangbener agar mereka

tahu tentang siapa nenek moyang mereka (cikal bakal) dari desa

Karangbener. Cerita tersebut memberitahukan kepada generasi

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id9

penerus Karangbener tentang Ki Ageng Singo Wijoyokusuma sebagai

nenek moyangnya atau cikal bakal dari desanya. (4) Sebagai alat

pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat dipatuhi, yaitu

di desa Karangbener setiap orang yang akan punya kerja atau hajatan

harus datang ke Makam Ki Ageng Singo Wijoyokusuma untuk

meminta berkah dan berdoa agar acara yang dilaksanankan dapat

berjalan dengan lancar dan selamat. Kepercayaan masyarakat di

Karangbener apabila akan punya hajat tidak terlebih dahulu datang ke

makam untuk meminta berkah dan keselamatan biasanya mendapatkan

bencana atau halangan. Hal ini yang mendorong masyarakat

Karangbener untuk tetap taat pada tradisi yang ada. Persamaan

penelitian yang dilakukan Wibowo dengan penelitian ini ialah sama-

sama menggunakan tinjauan folklor yang berarti penekanannya pada

struktur yang membangun cerita rakyat tersebut dan analisis cerita

rakyat terhadap masyarakat. Sedangkan perbedaannya adalah

Sedangkan penelitian ini menjelaskan tentang upacara yang

terkandung di dalam cerita rakyat.

b. Monica Arti Wijaya (2010) Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS,

dengan judul “Aspek kultural dan nilai-nilai kearifan lokal dalam

cerita rakyat onggoloco di Dusun Duren, Desa Beji, Kecamatan

Ngawen, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta” ( sebuah tinjauan folklor ). Penelitian ini menggunakan

teori folklor Prosesnya adalah mengadakan pra-penelitian, kemudian

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

dilanjutkan dengan penelitian sesungguhnya dan yang terakhir adalah

menganalisa. Kemudian sumber data dan data yang digunakan adalah

sumber data primer dan sekunder. Sedangkan teknik pengumpulan

data dilakukan dengan cara teknik analisis data menggunakan analisis

interaksi yang terdiri dari reduksi data, penyajian data kemudian

dilakukan penarikan kesimpulan, adapun masalah yang diangkat

dalam penelitian ini yaitu (1) Bagaimanakah profil masyarakat Desa

Beji sebagai pemilik Cerita Rakyat Onggoloco(2) Bagaimanakah

bentuk dan isi Cerita Rakyat Onggoloco (3) Bagaimanakah aspek-

aspek kultural dalam Cerita Rakyat Onggoloco (4) Bagaimanakah

refleksi situasi sosial masyarakatnya dalam Cerita Rakyat Onggoloco.

Persamaan penelitian yang dilakukan Monica Arti Wijaya dengan

penelitian ini adalah objek penelitian yang memfokuskan pada

manfaat cerita rakyat terhadap masyarakat. Sedangkan perbedaannya

adalah mengenai bentuk penelitian yang memfokuskan pada cerita

rakyat tidak memfokuskan pada upacara yang ada di dalam cerita

rakyat tersebut.

c. Betha Ericka Ayu (2007) Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, dengan

judul “Cerita Rakyat Dan Upacara Adat Tradisional Dhugdheran Di

Kota Semarang” (Tinjauan Folklor). Penelitian ini menggunakan teori

folklor yang didalamnya terdapat Sumber data primer yaitu informan,

sumber data sekunder berupa buku-buku, artikel dan dokumen-

dokumen budaya yang terkait dengan topik penelitian. Data primer

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

yaitu cerita rakyat upacara adat tradisional Dhugdheran dari hasil

wawancara dengan informan. Data sekunder adalah berupa keterangan

atau informasi yang digali dari buku-buku, artikel dan dokumen-

dokumen budaya yang terkait dengan topik penelitian. Teknik

pengumpulan data dengan wawancara, observasi langsung dan

dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan cara pengumpulan

data kepada para informan, kemudian menggunakan analisis folklor

untuk mendeskripsikan bentuk dan isi, serta fungsi dan nilai guna dari

folklor yang diteliti. Analisis budaya menggunakan analisis simbolik,

untuk mencari makna dari simbol-simbol yang ada dalam penelitian.

(1) Mendeskripsikan Cerita Rakyat dan Upacara Adat Tradisional

Dhugdheran (2) Mendeskripsikan bentuk Cerita Rakyat dan Upacara

Adat Tradisional Dhugdheran (3) Mendeskripsikan makna simbolik

yang terkandung dalam perangkat atau alat-alat Upacara Adat

Tradisional Dhugdheran (4) Mendeskripsikan fungsi Cerita Rakyat

dan Upacara Adat Tradisional Dhugdheran bagi masyarakat

pendukungnya (5) Mendeskripsikan upaya-upaya pemerintah kota

Semarang dalam melestarikan budaya Upacara Adat Tradisional

Dhugdheran. Persamaan penelitian yang dilakukan Betha Ericka Ayu

dengan penelitian ini adalah objek penelitian yang memfokuskan pada

manfaat cerita rakyat dan upacara adat tradisional Dhugdheran.

Sedangkan perbedaannya adalah tidak menjelaskan hubungan antara

upacara adat tradisional Dhugheran dengan cerita rakyat yang

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

terkandung dalam upacara adat tradisional Dhugdheran.

d. Furqon Faroied Syahroni (2011) Fak. Sastra dan Seni Rupa UNS

“Cerita Rakyat Kyai Ageng Sutawijaya di Desa Majasto Kecamatan

Tawangsari Kabupaten Sukoharjo (Sebuah Tinjauan Folklor” (1)

bagaimana bentuk dan isi cerita Kyai Ageng Sutawijaya di Desa

Majasto, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo (2) bagaimana

fungsi folklore cerita Kyai Ageng Sutawijaya bagi masyarakat Desa

Majasto, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo (3) bagaimana

makna dan penghayatan masyarakat Desa Majasto, Kecamatan

Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo terhadap cerita rakyat Kyai Ageng

Sutawijaya. Persamaan penelitian yang dilakukan Furqon Faroied

Syakroni dengan penelitian ini adalah objek penelitian yang

memfokuskan pada manfaat cerita rakyat terhadap masyarakat.

Sedangkan perbedaannya adalah hanya mengkaji cerita rakyat yang

ada di Desa Majasto Kecamatan Tawangsari Kabupaten Sukoharjo

tidak mengkaji tentang sisi lain dari cerita rakyat Kyai Ageng

Sutawijaya.

e. Shanti Dyah Puspa Ratri (2006) Fak. Sastra dan Seni Rupa UNS

“Cerita Rakyat dan Upacara Tradisional Perang Obor di Desa

Tegalsambi Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara Propinsi Jawa

Tengah” (Tinjauan Folklor) (1) Mendeskripsikan profil masyarakat

Desa Tegalsambi (2) mendeskripsikan bentuk dan asal-usul Cerita

Rakyat Perang Obor, serta menganalisis struktur fungsi pelaku dalam

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

Cerita Rakyat Perang Obor (3) Mendeskripsikan mitos-mitos apa saja

yang terdapat dalam pelaksanaan Upacara Tradisional Perang Obor (4)

Mendeskripsikan makna simbolik sesaji dalam pelaksanaan Upacara

Tradisional Perang Obor (5) Mendeskripsikan fungsi Cerita Rakyat

dan Upacara Tradisional Perang Obor bagi warga desa pemiliknya.

Teori yang digunakan adalah teori folklor, karena bentuk karya sastra

sebagian lisan merupakan bagian dari folklor. Persamaan penelitian

yang dilakukan Shanti Dyah Puspa Ratridengan penelitian ini adalah

objek penelitian yang memfokuskan pada manfaat cerita rakyat

terhadap masyarakat dan juga upacara yang terkandung di dalam cerita

rakyat.

2. Hakikat Folklor

Istilah folklor berasal dari Bahasa Inggris folklore (diindonesiakan

menjadi folklor) berasal dari kata folk dan lore.Folklor menurut Danandjaja,

adalah sebagai kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan

secara-turun temurun. Diantaranya kolektifmacam apa saja, secara tradisional

versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisanmaupun contoh yang disertai

dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device)

(Danandjaja, 1997:2).

Folklor berasal dari kata folk (kolektif) dan lore (Danandjaja, 1997:1-

5).Menurut Jan Harold Bruvand dalam (Danandjaja, 1997:21-22). Folklor

dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya yaitu :

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

1) Folklor lisan adalah folklor yang berbentuk murni lisan. Bentuk-

bentuk folklore ini antara lain mencakup bahasa rakyat, ungkapan

tradisional (peribahasa, pepatah, dan pemeo), pertanyaan tradisional,

puisi rakyat(pantun,gurindam, dan syair).

2) Folklor sebagian lisan adalah folklore yang bentuknya berupa

campuran unsur lisan dan bukan lisan. Kepercayaan rakyat, misalnya

seperti takhayul terdiri dari pernyataan yang bersifat lisan ditambah

dengan gerak isyarat yang dianggap mempunyai makna gaib atau

ditambah dengan benda material yang dianggap berkhasiat untuk

melindungi diri atau membawa rezeki, seperti batu-batu permata

tertentu.

3) Folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan,

walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Kelompok besar

ini dapat dibagi menjadi dua sub kelompok yaitu folklor material dan

dan yang bukan material (Danandjaja,1997: 21-22). Folklor

merupakankebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun dan

jika folklor itu belum diakui dan dipercaya oleh masyarakat, maka

bukan termasuk cerita rakyat.

Pendekatan folklor terdiri atas tiga tahap, yaitu pengumpulan,

pengulangan, dan penganalisisan, yang akan diterapkan mengenai tahapan-

tahapan dalam melakukan penelitian folklor.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

Danandjaja (1991:193), berpendapat bahwa ada tiga tahap yang harus


dilakukan oleh seorang peneliti diobjek penelitian.

1. Tahap Pra Penelitian di Tempat

Sebelum memulai penelitian harus mengetahui daerah yang akan

dijadikan objek penelitian, peneliti hendak melakukan suatu bentuk penelitian

folklor, harus mengadakan persiapan matang, jika hal ini tidak peneliti

lakukan maka usaha penelitian akan mengalami banyak hambatan yang

seharusnya tidak akan terjadi.

2. Tahap Penelitian di Tempat Sesungguhnya

Tahap ini dimaksudkan untuk menjalin hubungan yang harmonis

dengan informan, maka sebagai peneliti harus jujur, rendah hati, dan tidak

bersikap menggurui. Sikap yang demikian akan membuat informan

dengan cepat menerima dan memberikan semua keterangan yang

diperlukan. Sedangkan cara yang dapat dipergunakan untuk memperoleh

semua bahan folklor di tempat adalah melalui wawancara dengan

informan dan melakukan pengamatan.

3. Cara Pembuatan Naskah Folklor bagi Kearsipan

Pada setiap naskah koleksi folklor harus mengandung tiga macam

bahan yaitu:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

a. Teks bentuk folklor yang dikumpulkan dalam penelitian ini berjenis

buku-buku yang dijadikan sumber informasi untuk melengkapi

karyatulus ini agar mendapat data yang falid seperti Babad Tanah

Pacitan & Perkembangannya.

b. Konteks teks yang bersangkutanPeneliti menggunakan teks dan

melakukan wawancara langsung dan tidak langsung agar mendapat

data yang dibutuhkan untuk melengkapi kekurangan dalam

menyelesaikan karya tulis, penelitian ini adalah data yang diambil

oleh peneliti kepada informan yang mengetahui asal mula upacara

tradisional bersih desa têtakên.

c. Pendekatan dan penilaian informasi maupun pengumpulan folklor,

Dinas Pariwisata juga menjadikan upacara tradisional bersih desa

Têtakên sebagai agenda rutin tahunan untuk mendokumentasikan

upacara tradisional bersih desa Têtakên yang ada di desa Mantren

untuk dijadikan informasi sebagai melengkapi data yang dibutuhkan

oleh penulis.

Folklore adalah sebagian kebudayaan yang diwariskan secara turun

temurun dan jika folklor itu belum diakui atau dipercaya oleh masyarakat,

maka bukan termasuk cerita rakyat. Masyarakat di desa Mantren sebagai

pemilik cerita tersebut masih melaksanakan tradisiyang berlaku dalam

masyarakat yang timbul karena adanya cerita tersebut.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

3. Upacara Tradisional

Upacara adalah suatu kegiatan pesta tradisional yang diatur menurut

tata adat atau hukum yang diatur oleh tata adat yang berlaku dalam

masyarakat, dalam rangka memperingati peristiwa-peristiwa yang penting

atau lain-lain dengan ketentuan adat yang bersangkutan (Aryo Suyono,1985:

423). Upacara tradisional di daerah-daerah pedesaan yang masih menjunjung

tinggi adat istiadat yang ada di daerah itu sendiri.Upacara tradisional biasanya

dilakukan sebagai ungkapan rasa terimakasih pada kekuatan-kekuatan yang

dianggap memberikan perlindungan dan kesejahteraan pada mereka.

Kegiatan upacara tradisional juga dimaksudkan untuk menghindarkan

diri dari kemarahan kekuatan-kekuatan ghaib dan juga menghormati nilai-

nilai luhur yang ada di dalam upacara tradisional tersebut.Bisa kita jumpai

upacara tradisional yang ada di pulau Jawa, sudah tidak heran kalau disetiap

upacara tradisional masih menjunjung tinggi nilai spiritual, itu melambangkan

bagaimana masyarakat masih menjunjung tinggi dan menghormati upacara

tradisional itu tersebut, tanpa mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap

upacara tradisional itu sendiri.

Upacara tradisional adalah kegiatan sosial yang melibatkan para

warga masyarakat dalam usaha mencapai tujuan keselamatan bersama,

yang dilakukan secara turun temurun. Upacara tradisional merupakan

kegiatan bagian yang integral dari kebudayaan masyarakat pendukungnya dan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

kelestarian hidup upacara tradisional dimungkinkan oleh fungsinya bagi

kehidupan masyarakat pendukungnya. Upacara tradisional ituakanmengalami

kepunahan bila tidak memiliki fungsi sama sekali di dalam kehidupan

masyarakat pendukungnya (Supanto, 1982:5).

Bentuk upacara tradisional biasanya memiliki nilai-nilai simbolik pada

setiap acara tersebut, didalam upacara tradisional juga terdapat hal yang

terkait dengan legenda yang berkembang di masyarakat tentang asal usul

mereka.Upacara adat juga bisa di sebut sebagai alat legitimasi tentang

keberadaan mereka seperti tertuang di dalam cerita rakyat.

4. Bersih Desa

Bersih Desa adalah sebuah ritual dalam masyarakat, bersih desa

merupakan warisan dari nilai-nilai luhur lama budaya yang menunjukkan

bahwa manusia jadi satu dengan alam.Ritual ini juga dimaksudkan sebagai

bentuk penghargaan masyarakat terhadap alam yang menghidupi

mereka.Acara ritual bersih desa biasanya berlangsung satu kali dalam setahun.

Upacara tersebut timbul karena adanya dorongan perasaan manusia

untuk melakukan berbagai perbuatan yang bertujuan mencari hubungan

dengan dunia gaib (perilaku keagamaan). Dalam hal ini manusia dihinggapi

oleh suatu emosi keagamaan, dan ini merupakan perbuatan keramat, semua

unsur yang ada didalamnya saat upacara, benda-benda seperi alat upacara,

serta orang-orang yang melakukan upacara, dianggap keramat

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

(Koentjaningrat, 1983: 67 ). Upacara bersih desa merupakan sistem aktivitas

atau rangkaian tindakan terstruktur yang ditata oleh adat yang berlaku dalam

masyarakat yang berhubungan dengan berbagai macam peristiwa yang

biasanya terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan upacara

bersih desa tidak lepas dari interaksi sosial masyarakat karena interaksi sosial

melibatkan banyak orang sehingga mempunyai hubungan timbal balik antara

pelaku dan upacara yang akan dilakukan serta unsur-unsur yang

mendukungnya. Interaksi sosial menjadi faktor terpenting dalam hubungan

dengan orang lain dan menyangkut keberhasilan suatu upacara, hal ini

menunjukkan adanya gotong-royong dan kerja sama. Adat dan budaya

manusia tidak dapat dipungkiri peranannya sebagai ritual atau kepercayaan

masyarakat.

5. Pengertian Cerita Rakyat

Cerita rakyat adalah suatu karya sastra yang lahir dan berkembang

dalam masyarakat tradisional dan disebarkan dalam bentuk relatif tetap, atau

dalam bentuk baku disebarkan diantara kolektif tertentu dalam waktu yang

lama (Danandjaja, 1997: 4).

Cerita lisan sebagai bagian dari folklor merupakan bagian persediaan

cerita yang telah mengenal huruf atau belum. Perbedaannya dengan sastra

tulis yaitu sastra lisan tidak mempunyai naskah, jika sastra lisan dituliskan,

naskah itu hanyalah merupakan catatan dari sastra lisan itu, misalnya

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

mengenai gunanya dan perilaku yang menyertai (Elli Konggas Maranda,

dalam Yus Rusyana 1981 : 10).

Cerita rakyat adalah suatu karya sastra yang lahir dan berkembang

dalam masyarakat tradisional dan disebarkan dalam bentuk relatif tetap, atau

dalam bentuk baku disebarkan diantara kolektif tertentu dalam waktu yang

lama (Danandjaja, 1997: 4).

Definisi cerita rakyat secara keseluruhan adalah sebagian dari

kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar secara turun-temurun, diantara

kolektif apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam

bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat

pembantu pengingat (meneonic device) (Danandjaja, 1997 :2).

6. Bentuk Cerita Rakyat

Bentuk cerita rakyat berupa karya sastra lisan yang dikembangkan

dalam sebuah karya sasta melalui upacara adat. Cerita rakyat merupakan suatu

kisah yang diangkat dari pemikiran fiktif dan kisah nyata. Cerita rakyat adalah

jenis cerita tradisional yang mencoba untuk menjelaskan atau memahami

dunia dan warisan lokal suatu daerah. Cerita rakyat merupakan sebagian

kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki Bangsa Indonesia.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

Menurut William R. Bascom membagi cerita rakyat menadi 3, yaitu :

a. Mite (myth)

Mite adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar

terjadi serta dianggap suci oleh empunya cerita, mite ditokohi oleh

para desa atau makluk setengah dewa. Mitos (mite) berasal dari

perkataan yunanni mythos berarti cerita, yakni cerita tentang dewa-

dewa dan pahlawan yang dipuja. Mitos adalah cerita-cerita suci

yang mendukung system kepercayaan atau agama.

b. Legenda (legend)

Legenda berarti cerita yang oleh masyarakat mempunyai

cerita yang dianggap sebagai peristiwa-peristiwa sejarah. Legenda

juga bisa dikatakan sebagai sejarah rakyat. Legenda merupakan

cerita yang mengandung ciri-ciri tokohdalam legenda disakralka

oleh pendukungya. Tokohnya merupakan manusia biasa yang

mempunyai kekuatau atau kemampuan.Legenda tidak setua mite,

legenda menceritakan terjadinya tempat seperti pulau, gunung,

daerah atau desa, danau atau sungai dan sebagainya.

c. Dongeng

Dongeng adalah prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar

terjadi mengetahui cerita dan dongen tidak terikat oleh waktu dan

tempat. Dongeng merupakan kisah atau cerita yang lahir dari hasil

imajinasi manusia, dari khayalan manusia, walaupun unsur

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

khayalan tersebut berasal dari apa yang ada dalam kehidupan

manusia sehari-hari. Dongeng inilah khayalan manusia untuk

memperoleh kebebasan yang mutlak, karena ada larangan bagi

manusia untuk menciptakan dongen apa saja. Dongen adalah

priduk imajinasi manusia, tentunya merupakan hasil dari

mekanisme yang ada dalam nalar manusia itu sendiri. Dongeng

adalah fenomena budaya yang paling tepat untuk diteliti bilamana

kita ingin mengetahui kekangan yang ada dalam gerakan atau

dinamika nalar manusia. Penceritaan dongen hanya dimaksud

untuk menghipur atau hanya sebagai pelipur belaka.

Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya memang murni lisan.

Bentuk-bentuk (genre) folklore yang termasuk ke dalam kelompok ini sebagai

berikut :

a. Bahasa rakyat (folkspech) seperti logat, julukan, pangkat tradisional

dan title kebangsawanan.

b. Ungkapan tradisional seperti peribahasa, pepatah.

c. Pertanyaan tradisional, seperti teka-teki.

d. Puisi rakyat seperti pantun, gurindam, dan syair.

e. Cerita prosa rakyat, mite, legenda dan dongeng.

7. Ciri-ciri Cerita Rakyat

Menurut (Djanandjaja, 1997 :3-4) cerita rakyat senantiasa mengalami

perubahan dari masa ke masa, bahkan dari penutur yang satu ke penutur yang

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

lain, walaupun dari kelompok-kelompok atau individu yang sama cerita

rakyat yang sering disebut dengan karya sastra lisan.

Karya sastra lisan juga tergantung kepada penutur, pendengar, ruang

dan waktu, antara penutur dan pendengar terjadi kontak fisik sara komunikasi

dilengkapi paralinguistik (Yus Rusyana, 1981).

Cerita rakyat berupa folklor mempunyai beberapa ciri pengenalan

yang membedakan dari kesusastraan secara tulis. Cerita rakyat juga memiliki

ciri-ciri sebagai berikut.

a. Disebarkan secara lisan, yaitu dari mulut ke mulut, dari orang satu ke

orang yang lain yang disebarkan dari mulut ke mulut (atau dengan

contoh yang disertai dengan gerak isyarat, dan alat pembantu

pengingat), dan secara almaiah tanpa ada paksaan.

b. Cerita rakyat bersifat tradisional dan disebarluaskan dalam bentuk

relative tetap (standar).

c. Cerita rakyat bersifat anonym karena pengarangnya tidak diketahui

lagi, maka cerita rakyat telah menjadi milik masyarkat penduduknya.

d. Cerita rakyat bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang

tidak sesuai dengan logika umum.

e. Cerita rakyat memiliki versi yang berbeda-beda karena penyebaranya

secara lisan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

f. Cerita rakyat selalu menggunakan bentuk berpola yaitu menggunakan

kata klise, ungkapan-ungkapan tradisional, dan mempunyai

pembukaan dan penutupan yang baku.

g. Cerita rakyat mempunyai kegunaan dalam kehidupan kolektif, yaitu

sebagai sarana pendidikan, pelipur lara, protes social, dan proyeksi

keinginan terdalam.

h. Cerita rakyat bersifat polos dan lugu, sehingga sering kali kelihatan

kasar, terlalu spontan

i. Cerita rakyat menjadi milik bersama dari kolektif tertentu, Dasar

anggapan ini sebagai akibat sifatnya yang anonym.

8. Fungsi Cerita Rakyat

Menurut Wiliam R. Bascom dalam (Danandjaja, 1997 : 19) fungsi dari

cerita rakyat ada adalah sebagai berikut :

a. Sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat pencerminan angan-angan

suatu kolektif. Fungsi ini juga dapat di wujudkan salah satunya

dengan sarana pengukuhan tempat keramat.

b. Sebagai alat-alat pengesahan pranata-pranata lembaga-lembaga

kebudayaan. Fungsi ini dapat terwujud oleh adanya instansi-instansisi

atau lembaga-lembaga yang pada saat ini terus mencari, menggali dan

menyelamatkan kebudayaan yang hampir punah dengan bentuk cagar

budaya ataupun bentuk-bentuk yang lainya, serta mendukung tradisi

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

yang masih dilakukan oleh masyarakat, karena tradisi inilah yang

merupakan asset kebudayaan bangsa.

c. Sebagai alat pendidikan anak ( pedagocial device). Biasanya fungsi ini

digunakan oleh para orang tua agar anak-anak mereka dapat belajar

pesan moral yang dititipkan melalui cerita rakyat.

d. Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat

akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya. Fungsi ini diterapkan pada

tradisi-tradisi yang hingga saat ini masih dilakukan oleh masyarakat

untuk menghormati adat istiadat dan menghormati para leluhurnya.

9. Makna Simbolik

Manusia adalah mahluk budaya, dan budaya manusia penuh dengan

symbol, shingga dapat dikatakan bahwa budaya manusia diwarnai dengan

unsur-unsur simbolik.Kata symbol berasal dari bahasa Yunnani (syemolos),

yang berarti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada

seseorang. Simbol atau lambang adalah sesuatu hal atau keadaan yang

merupakan pengantar pemahaman terhadap objek (Herusantoto, 2008 : 18).

Simbol ritual, ada juga yang berupa sesaji (dalam penelitian ini) sesaji

merupakan aktualisasi dari pikiran, kenginan, dan perasaan pelaku agar lebih

mendekatkan diri kepada Tuhan. Upaya pendekatan diri melalui sesaji

sesungguhnya merupakan bentuk akumulasi budaya yang bersifat abstrak.

Sesaji juga merupakan sarana untuk beristreraksi spritual kepada hal gaib, hal

ini dilakukan agar mahluk halus diatas kekuatan manusa tidak mengganggu.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

Pemberian makan secara simbolis kepada ruh halus, diharapkan ruh tersebut

akan jidak dan mau membantu kehidupan manusia (Suwardi Endraswara,

2006 : 247). Sesaji disini yang dimaksud diantaranya adalah Tumpeng, Ayam

Panggang, Jenang Tulak, Legen, gentong, Umbul-umbul, Geber Pethak.

Ayam Panggang disimbolkan seperti manusia diibaratakan berasal dari putih

dan merah seperti ayam sebelum dipanggang dan seusai dipanggang.

Kegiatan simbolik dalam masyarakat tradisional merupakan upaya

manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhan yang menciptakan,

menurunkan ke dunia, memelihara hidup, dan menentukan kematian manusia.

Simbolisme dalam masyarakat tradisional membawakan pesan-pesan kepada

gnerasi berikutnya. Simbolis orang jawa dibagi menjadi tiga jenis antara lain

(1) tindakan simbolis dalam religi, seperti upacara slametan, peristiwa-

peristiwa penting; (2) tindakan simbolis dalam tradisi; (3) tindakan simbolis

dalam seni, tindakan simbolis dalam masyarakat jawa dominan dalam segala

kegiatan Herusatoto (2008 : 156-178). Menggunakan simbol sebagaisarana

atau media dalam menitipkan pesan-pesan yang mempunyai nilai yang

terkandung didalamnya. Budaya simbolis bisa menjadi media didik

masyarakat untuk menemukan nilai-nilai dalam budaya dan juga budi luhur.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

F. SUMBER DATA

1. Sumber Data

Sumber data penelitian berbentuk sumber data primer dan sekunder.

Sumber data primer yaitu informan yang mengetahui tentang upacara

tradisional bersih desa têtakên sumber data merupakan sumber dimana data

dapat diproleh untuk kepentingan penelitian. Sumber data penelitian ini

merupakan sumber data primer yang dilakukan wawancara kepada peduduk

setempat termasuk juru kunci, perangkat desa, warga terpilih dan pengunjung.

Penelitian juga melakukan observasi langsung ke lapangan untuk melihat dan

mengamati bagaimana upacara tradisional bersih desa têtakên berlangsung,

sehingga dapat menggali lebih dalam mengenai upacara tradisional bersih

desa têtakên dari infroman-informan yang tinggal di daerah tersebut.

Sumber data dalam penelitian ini dilakukan di Desa Mantren

Kecamatan Kebonagung Kabupaten Pacitan. Upacara tradisional bersih desa

têtakên dilakukan pada setiap tanggal 1 suro. Upacara tradisional bersih desa

têtakên bertujuan sebagai salah satu upacara tradisional bersih desa yang

dijadikan sebagai sala satu bentuk rasaya syukur kepada Tuhan YME atas

kelamcaran selama masa panen dan juga dijadikan sebagai symbol

penghormatan kepada Kyai Tunggul Wulung sebagai orang pertama yang

melakukan babad alas gunung Lima dan sebagai orang pertama yang bertapa

di gunung Lima.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

Sumber data sekunder yaitu referensi, maupun buku-buku yang relefan

dengan topik penelitian, buku yang digunakan sebagai salah satu sumber

penelitian agar menjadikan penelitian falid digunakan buku – buku yang

terkait dengan objek penelitian. Setelah mendapat data primer kemudian data

yang sudah berhasil didapat kemudian di transkrisipkan dalam bentuk catatan

dan di jadikan sebagai satu kesimpulan agar dapat mempermudah mengolah

data dan dijadikan dasar dalam peelitian.

2. Data Penelitian

Data dalam penelitian ini juga terdapat dua jenis, yaitu primer dan

skunder.Data primer dalam penelitian ini adalah hasil wawancara tentang

upacara tradisional bersih desa têtakên di desa Mantren Kecamatan

Kebonagung Kabupaten Pacitan dari hasil pengamatan langsung. Upacara

tradisional bersih desa têtakên berawal dari datangnya Kyai Tunggul Wulung

ke gunung Lima untuk bertapa, dikisahkan Kyai Tunggul Wulung sebagai

salah satu orang pertama yang melakukan babad alas di gunung Lima dan

orang pertama yang bertapa di gunung Lima. Masyarakat menghortmati Kyai

Tunggul Wulung dengan cara mengadakan upacara adat tradisional bersih

desa têtakên dan juga menjadikan desa Mantren sebagai tempat pelaksanaan

upacara tradisional bersih desa têtakên. Alat yang digunakan untuk mencatat

data yang didapat menggunakan alat perekam, dan menggunakan alat tulis

untuk mencatat semua data yang diperlukan sebagai data gpenelitian, dan juga

untuk memperkuat data digunakan rekaman video menggunakan Handpone

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

dan Kamera untuk merekan semua aktifitas yang ada di dalam upacara adat

tersebut.

Makna Simbolik dalam upacara tradisional bersih desa têtakên di desa

Mantren Kecamatan Kebonagung Kabupaten Pacitan sebagai berikut.

Tumpeng, ayam panggang, jenang tulak, legen, genthong, umbul-umbul,

geber pethak. Data sekunder dalam penelitian ini adalah keterangan yang

diambil dari refrensi maupun buku – buku yang relevan dengan topik upacara

tradisional bersih desa Têtakên.

G. METODE DAN TEKNIK

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di desa Mantren, Kecamatan Kebonagung,

Kabupaten Pacitan. Lokasi inilah yang menjadi tempat dimana upacara

tradisional bersih desa Têtakên dilaksanakan, dan masih menjadi kegiatan

rutin bagi masyarakat desa Mantren untuk melaksanakan upacara tradisional

bersih desa têtakên hingga saat ini. Desa Mantren terletark di lereng gunung

Lima, tempat ini dapat di tempuh 1 jam perjalanan dari pusat kota Pacitan.

Tempat tersebut masih cukup jauh dari keramaian kota sehingga membuat

desa Mantren tidak memiliki akses kendaraan umum.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

2. Metode Penelitian

Penelitian merupakan salah satu metode agar dapat menemukan suatu

cara dalam melakukan penelitian. Setiap proses penelitian yang benar dapat

memberikan data dalam setiap permasalahan, sehingga dapat menghasilkan

suatu penelitian yang kita inginkan dan tepat sasaran dari awal hingga akhir

tujuan penelitian (Moleong, 2010: 3).

Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian sastra adalah

penelitian kualitatif.Bentuk penelitian kualitatif yaitu bentuk penelitian yang

menjelaskan setiap unsur data dengan menggunakan kata-kata atau kalimat-

kalimat dan bukan ada data yang dikumpulkan sesuai dengan permasalahan

yang dibahas. Hal ini sejalan dengan pendapat Bogdan dan Taylor (Moleong,

2010 : 4) yang mengemukakan bahwa penelitian yang menghasilkan data

deskriptif kualitatif adalah memperoleh gambaran atau deskripsi mengenai

kualitatif dari objek kajian yang berbentuk folklor.

Penelitian ini cenderung terjun ke lapangan, dan penelitian secara

langsung, menyaksikan dan menganalisis. Penelitian adalah kunci utama

dalam penelitian sehingga penelitian harus teliti agar tercapai penelitian yang

akurat dan sempurna, data yang diperoleh harus sesuai fakta yang ada

dilapangan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini

yaitu pengamatan langsung (direct observation), dan wawancara mendalam

(indepth interview). Wawancara dalam penelitian ini di fokuskan kepada

orang yang mengetahui asal usul upacara tradisional bersih desa tetaken di

desa Mantren Kecamatan Kebonagung Kabupaten Pacitan. Data primer

diperoleh dari pengamatan langsung dan wawancara melalui observasi,

sedangkan untuk data skunder diproleh dari surat kabar, artikel, dan informasi

lisan yang berkaitan dengan penelitian ini agar mendapat data yang valid.

a. Observasi Langsung

Observasi meliputi pengamatan secara langsung, pengamatan secara

langsung itu untuk melihat bagaimana prosesi upacara tradisional bersih desa

têtakên berlangsung atau cara upacara. Observasi ini juga dapat melihat

langsun fenomena yang terdapat di lokasi penelitian. Penelitian menggunakan

alat seperti kamera atau media yang dapat merekam acara tersebut, agar untuk

memudahkan penelitian.

b. Wawancara

Wawancara dalam penelitian ini bertujuan menyimpulkan keterangan

yang ada pada kehidupan dalam suatu masyarakat, serta sebagai alat untuk

membantu metode observasi langsung (Koentjaraningrat , 1983: 52).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

Jenis wawancara ada dua, yaitu wawancara terarah (directed) dan

wawancara tidak tearah (non directed). Wawancara terarah dan Wawancara

tidak terarah. Wawancara terarah ialah wawancara dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan yang sudah disiapkan dan disusun dalam bentuk

tertulis. Pewancaraan juga menetapkan sendiri pertanyaan agar mengetahui

informasi yang valid, dan juga jenis wawancara ini dilakukan jika sampel

yang hipotesis.

Wawancara tidak terarah ialah wawancara yang bersifat bebas, santai

dan memeberikan kesempatan kepada informan untuk memberikan

keterangan yang ditanyakan. Wawancara sangatlah penting dikarenakan

dalam wawancara tidak terarah informan biasanya menyampaikan hal-hal

yang tidak terduga yang tak dapat kita jumpai dalam wawancara terarah

(Danandjaja, 1997:195).

4. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk

yang lebih mudah dibaca dan diintreprestasikan. Pengolahan data ini

menggunakan metode komparatif, yaitu suatu penelitian yang dilakukan

dengan cara menbandingkan antara data yang diproleh dari wawancara

dengan hasil observasi.

Cara menganalisis data yang sudah diproleh dari hasil wawancara

dengan informan dan masyarakat sekitar, yang berupa kata-kata dan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id

penjelasan-penjelasan yang dilakukan di lokasi penelitian terhadap upacara

tradisional bersih desa têtakên di desa Mantren, Kecamatan Kebonagung,

Kabupaten Pacitan. Disusun dalam teks yang diperluas dalam bentuk analisis

dengan menggunakan metode deskrptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif

menggambarkan secara detail sistematik dan keakuratan fakta dengan data

yang diproleh.

Data yang telah dikumpulkan dari wawancara berupa catatan lapangan

terhadap objek kajian dalam upacara tradisional bersih desa têtakên di Desa

Mantren Kecamatan, Kebonagung, Kabupaten Pacitan dilakukan langkah-

langkah pemilihan data berdasarkan kategori tertentu. Fakta yang ada

dilapangan digolongkan, diperiksa, dan diolah dan membuang data-data yang

tidak perlu. Hasil data kemudian disajikan dalam bentuk penyajian data untuk

ditarik kesimpulan dan di verifikasi agar data yang diperoleh mencapai

kesimpulan data lebih efektif.

a. Reduksi Data

Reduksi data adalah pemusatan perhatian pada penyederhanaan,

pengabstrakan dan informasi data yang muncul dari catatan-catatan yang

tertulis dilapangan (Miles & Huberman, 1993:16).

Penelitian mengambil data-data yang penting dan kemudian

menyederhanakan dan mengabstraknya. Reduksi data penelitian

menggunakan proses memilih data-data yang penting untuk mendukung

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id

analisis data dalam melakukan penelitian. Penelitian ini juga menggunakan

proses mengesampingkan dan menyingkirkan data yang di anggap kurang

penting.

Data yang telah terkumpul berupa wawancara, dkumentasi dan

observasi langsung.Penyeleksian data yang dilakukan, seluruh data yang

penting dan tidak penting dipisahkan menurut kategorinya.Setelah seluruh

data terkumpul menurut kategori tertentu, kemudian dibentuk penyederhanaan

dari data-data tersebut supaya mendapat kesimpulan data yang lebih efektif.

b. Sajian Data

Penyajian data adalah sekumpulan informasi yang tersusun yang

memeberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan (Miles & Huberman, 1993:17).

Sajian data juga mengenai kondisi sosial budaya masyarakat, prosesi

yang ada didalam upacara bersih desa, macam-macam sesaji yang digunakan,

serta aspek budaya dalam sajian datanya yang dapat disertai dengan

penjelasan dan foto-foto yang didapat, dari pelaksanaa upcara bersih desa agar

data yang disajikan lebih relevan.

c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Penarikan kesimpulan/verifikasi dilakukan ketika pengumpulan data

sudah selesai dikerjakan berdasarkan semua hal yang terdapat dalam reduksi

data dan sajian data. Proses akhir penelitian ini tergantung pada kemantapan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id

dan keyakinan penelitian terhadap apa yang didapat dalam perjalanan

pelaksanaan penelitian (Sutopo, 2002:96).

Pembuatan kesimpulan menggunakan peneliti untuk melihat catatan

yang lalu, atau kembali melakukan observasi ke lapangann guna memperoleh

data yang lebih lengkap dan melengkapi data yang kurang lengkap. Penelitian

melakukan verifikasi secara mendetail dengan mengkaji data-data yang ada

untuk memeperoleh kesimpulan yang lebih jelas.Langkah-langkah yang

dilakukan penelitian. Mengamati langsung pelaksanaan upacara tradisional

têtakên, memverivikasi prosesi upacara tradisional têtakên melalui wawancara

dan memanfaatkan dokumen yang ada, menyimpulkan hasil data yang didapat

pada saat pelaksanaan upacara tradisional têtakên berlangsung dan

wawancara, dan menjadikan sebuah data yang akan dijadikan kesimpulan.

Penarikan kesimpulan juga bisa merumuskan apa yang sudah

didapatkan dari reduksi data maupun kegiatan pengumpulan data. Proses

penarikan kesimpulan dilakukan setelah data-data pada tahap reduksi data dan

sajian data terkumpul dan tersusun.

Penarikan kesimpulan tidak bisa sekali saja, sehingga kemungkinan

besar terjadi proses pengulangan, misalnya penarikan kesimpulan pada

upacara pada upacara adat bersih desa dengan menghubungkan antara cerita

rakyat yang melatar-belakangi diadakannya upacara bersih desa dan

pementasan yang ada didalam upacara bersih desa. Apabila dirasa belum

cukup memadai dapat dilakukan pengulangan proses agar hasil yang didapat

lebih sempurna.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 36
digilib.uns.ac.id

H. SISTEMATIK PENULISAN

Sistematika penulisan dalam penulisan proposal skripsi yang berjudul

upacara tradisional bersih desa têtakên di Desa Mantren Kecamatan

Kebonagung Kabupaten Pacitan dapat diuraikan sebagai berikut.

Bab I Pendahuluan. Bab pendahuluan berisi latar belakang masalah,

pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

sistematika penulisan, teori yang digunakan penelitian, metode peneltian

sastra lisan, lokasi penelitian, bentuk penelitian, sumber data dan data

penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

BabII Pembahasan. Bab pembahasan bersi bentuk dan asal-usul

cerita rakyat. Upacara tradisional bersih desa têtakên di desa Mantren

Kecamatan Kebonagung Kabupaten Pacitan, serta mendefinisikan tentang

cerita rakyat Kyai Tunggul Wulung dalam upacara bersih desa têtakên di Desa

Mantren Kecamatan Kebonagung Kabupaten Pacitan.

Bab III Penutup.Bab penutup berisi simpulan dan saran.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

commit to user

Anda mungkin juga menyukai