BUKU 16
BABAD GIYANTI
Jilid 1
R. NGABEI YASADIPURA I
KEDHUNGKOL SURAKARTA ADININGRAT
2018
KATA PENGANTAR
PENERJEMAH
Babad Giyanti merupakan karya sastra klasik
yang banyak dikutip para sejarawan dan Sumber naskah yang dipakai dalam
banyak mendapat pujian. Selain karena penerjemahan ini adalah naskah dari Balai
tatabahasanya yang indah karya ini juga Pustaka yang terbit tahun 1937.
merupakan karya raksasa. Dalam versi Balai
Pustaka karya ini diterbitkan dalam 21 jilid
yang setelah diterjemahkan di sini masing-
masing memuat kira-kira 100 halaman. *****
Yaitu tentang berdirinya dua kerajaan, semua rakyat, berlindung di bawah kuasa sang
Surakarta dan Yogyakarta Adiningrat, asal Raja.
muasalnya. Urutan penulisan secara ringkas
dalam peristiwa yang terjadi di keraton.
Harapanku agar supaya mendapat berkah 5.
dari semua para pujangga yang utama dalam tuhu ratu agung ambawani
susastra. ing bawana tlatah nuswa Jawa
tanpa petungan balane
Yakni menceritakan tentang berdirinya dua pra santana nung-anung
kerajaan, Surakarta dan Yogyakarta, asal- aprakosa maring ajurit
muasalnya, sejarah dan latarbelakangnya. samya sumungku suka
Urutan penulisan mengambil kejadian yang jroning tyas gumulung
terjadi secara ringkas di dalam keraton. andêrpati abipraya
Harapan penulis agar mendapat berkah dari pra kawula ing jro myang jabaning nagri
para pujangga yang utama, yang mumpuni tan pae anggêpira
dalam susastra.
Sungguh seorang raja besar yang menguasai
Bait ini merupakan ungkapan sopan santun di seluruh daerah pulau Jawa. Tak dapat
dari Ki Yasadipura sebagai seorang penulis dihitung prajuritnya, para kerabat raja dan
yang rendah hati. Karena Ki Yasadipura para pembesar, dan para panglima yang
sendiri merupakann pujangga yang mumpuni perkasa dalam perang. Semua berkhidmat
tersebut. dengan sukarela, dalam hati bergabung
pasrah hidup mati seiya sekata. Para kawula
di dalam dan luar negara tanpa beda
4. perasaannya.
purwakaning pawarti winardi
nurutakên babad Kartasura Bait ini adalah ungkapan pujian kepada sang
duk wiwit ing jumênênge pemilik cerita. Gaya ini lazim dipakai dalam
Kangjêng Ingkang Sinuhun penulisan sastra Jawa, dikenal dengan istilah
Pakubwana kang kaping kalih panyandra. Dalam dunia pewayangan pada
nèng nagri Kartasura awal pakeliran sang dalang akan memuji-muji
bôndha tur abandhu negara tempat cerita itu terjadi. Terlebih-lebih
asugih pratiwa wadya dari segi kemakmuran dan keindahan negeri
binathara ing jagad anyakrawati serta kebesaran sang raja.
wibawa paribawa
Alkisah Kanjeng Sri Bupati (Raja) setelah Mayor Hohendorff baru bertugas di Kartasura
hilangnya para pemberontak sudah kembali ke setelah diutus sebagai perwakilan Kumpeni
keraton. Beserta para punggawa dan untuk mengadakan perjanjian dengan raja. Hal
balatentara, para mantri, bupati dan orang- itu terjadi akibat sikap Pakubuwana II yang
orang Belanda juga sudah kembali semua ke mendukung pemberontakan Cina di Semarang.
rumahnya masing-masing. Namun mereka Semula Pakubuwana II menentang Kumpeni
melihat sangat rusaknya keraton dan dan mengirim pasukan untuk membantu
bangunan mereka. Mustahil dapat dipulihkan pemberontak. Ketika akhirnya Kumpeni
kembali. menang Pakubuwana menyesal dan minta
perdamaian. Hohendorff dikirim sebagai wakil
Setelah pemberontakan berhasil ditumpas dan untuk meneken perjanjian damai tersebut.
keraton kembali direbut, raja dan para Akhirnya Hohendorff ditempatkan sebagai
punggawa serta para balatentara kembali ke Komandan Garnisun Kartasura. Zaman itu
keraton dan kediaman masing-masing. Namun belum ada jabatan Residen, perwakilan
mereka mendapati tempat mereka sudah rusak Kumpeni yang tertinggi adalah Komandan
parah, porak poranda. Mustahil untuk pasukan. Jabatan Residen baru ada setelah
ditempati kembali, tak mungkin dipakai zaman Raffles dan kemudian dilestarikan oleh
sebagai kotaraja pusat pemerintahan. Kesucian para penggantinya.
bangunan istana telah dicemari oleh musuh.
Ketika raja mengungsi selalu ikut serta di Raden Mas Sujana atau kelak bergelar
belakangnya, hendak bela sampai mati. Kanjeng Pangeran Mangkubumi adalah adik
Sikapnya tak menunjukkan kalau seorang yang Raja Pakubuwana II lain ibu. Terlahir dari istri
lain bangsa. Memasrahkan baktinya sehingga selir Amangkurat Jawi yang bernama Mas Ayu
para balatentara punggawa dan mantri sangat Tejawati, seorang yang berasal dari desa
menyukainya. Kanjeng Sunan kepada Tuan Kapundhung putri seorang petani bernama Ki
komandan tadi sampai mengambilnya sebagai Drepayuda. Perihal pertemuan antara
saudara muda, menganggapnya sebagai adik. Amangkurat Jawi dan Tejawati dikisahkan
dengan cara yang sangat romantis.
Kesetian Tuan Baron von Hohendorff terbukti Suatu ketika Amangkurat sedang blusukan ke
ketika raja harus mengungsi keluar istana saat pedesaan dengan menyamar sebagai seorang
Perang Pacina. Pertama ke Laweyan dan pengemis. Dia berjalan melewati seorang yang
istirahat di sana, kemudian melanjutkan punya hajat menikahkan anaknya. Amangkurat
perjalanan ke Ponorogo. Tuan Baron selalu Jawi terpesona melihat pengantin perempuan
ikut serta dengan setia dan siap sedia yang duduk di pelaminan. Dia kemudian
melindungi raja. Demi tugasnya nyawa pun mengemis ke rumah itu. Segala pemberian
diserahkan. Sikapnya tidak mencerminkan ditampik olehnya. Dia hanya ingin minta
kalau seorang lain bangsa, seolah seperti pengantin perempuan.
bangsa sendiri. Para punggawa, bupati dan
mantri senang kepadanya. Karena sangat Orang-orang mentertawakan ulahnya. Namun
terkesan sampai-sampai sang raja berkenan umumnya kalau orang Jawa mengusir
mengambil tuan komandan Baron von seseorang biasanya dengan meminta syarat
Hohendorff sebagai saudara muda, dianggap yang mustahil. Keluarlah ucapan dari ayah si
sebagai adik. pengantin sebagai upaya menolak halus.
“Engkau boleh membawa pengantin wanita
Baron von Hohendorff ini sangat berperan asal kau sanggup menjemput dengan kereta
ketika menyelamatkan raja di pengungsian kencana yang ditarik kuda seperti kepunyaan
Ponorogo. Dialah yang mengontak kekuatan raja!”
Kumpeni dan mengorganisir perebutan
kembali Kartasura. Tak aneh kalau kemudian Amangkurat yang sedang mengemis
dekat dengan Raja. menyanggupi. Tentu saja yang hadir tambah
terbahak-bahak. Namun mereka semua kaget
ketika tak lama kemudian si pengemis itu
12. betul-betul datang dengan membawa kereta
dene kadang narendra kang kêni yang diminta.
kinanthi ing samubarang karya
Dyan Mas Sujana timure Akhirnya Amangkurat Jawi berhasil membawa
diwasanya jêjuluk pengantin perempuan tersebut, itulah Mas Ayu
Jêng Pangeran Amangkubumi Tejawati yang kelak melahirkan Pangeran
mahambêg martotama Mangkubumi. Adapun pengantin prianya
otamane kasub diberi ganti boleh memilih wanita manapun
ing rèh pangulahing praja diseluruh kerajaan dan diberi hadiah harta
tata titi nastiti salir pakarti yang melimpah atas kerelaan melepas calon
istrinya itu, (Anton Satyo Hendriatmo, Giyanti (Budiono Herusasoto, Banyumas: sejarah,
1755, CS Books, 2006). budaya, bahasa dan watak, LkiS, 2008).
Kembali kepada pokok kajian kita. Pangeran
Mangkubumi adalah seorang yang cakap 14.
dalam banyak pekerjaan. Beliau adalah arsitek, marma langkung trêsna sri bupati
administratur dan penglima perang yang tanah Sukawati tigang nambang
tangguh. Seorang yang berwatak utama dan sinungkên dadya lênggahe
ksatria. Rapi dan teliti dalam sembarang môngka ganjaranipun
pekerjaan. Selalu dapat diandalkan sesuai gènnya sampun labêt nagari
kehendak Raja. mungkasi parangmuka
lawan malihipun
karsaning raka narendra
13. jêng pangeran pinatah nyenapatèni
amungkasi yèn tinuduh jurit sabên wontên lurugan
sabên aprang linulutan wadya
kèringan satru kalane Karena itu sangat kasih sang Raja kepadanya,
tan kewran glaring mungsuh tanah Sukawati tiga ribu cacah diberikan
Martapura duk madêg baris sebagai lungguh. Sebagai hadiah karena
nèng tanah Sukawatya sudah berjasa kepada negara, menghentikan
apan sampun wudhu pemberontakan. Dan lagi kehendak sang Raja,
pra bupati datan lawan Kanjeng Pangeran ditugaskan sebagai
dupi pangran kang tinuduh nanggulangi senapati kalau ada musuh datang.
Martapura kasoran
Atas jasanya memadamkan pemberontakan
Menyelesaikan kalau ditunjuk berperang. Martapura sang Raja bermaksud memberi
Setiap perang selalu disukai balatentara, tanah Sukowati seluas 3.000 cacah kepada
dihormati musuh. Tidak gentar dengan Pangeran Mangkubumi. Suatu apanage yang
strategi musuh. Ketika Martapura menggelar terlalu luas untuk seorang pangeran. Namun
pasukan di Sukawati, semua bupati sudah tak sang kakanda Raja mempunyai maksud lain,
dapat melawan. Ketika Pangeran yakni sang Pangeran Mangkubumi diberi tugas
Mangkubumi yang ditunjuk membendung, menjadi senapati perang kalau sewaktu-waktu
Martapura kalah. musuh datang.
Peristiwa ini merupakan buntut dari perang
Pacina. Ketika itu sisa-sisa pemberontak Cina 15.
dari kalangan bangsawan masih melanjutkan mantrimuka manggalèng bupati
perang, antara lain di Sukowati yang dipimpin Radèn Adipati Pringgalaya
oleh Tumenggung Martapura. Martapura ini lan sang nata wadya ipe
sangat tangguh dan termasuk dalam golongan patih lêbêt winuwus
senapati senior yang pintar. Semua bupati dan nama Sindurêja Dipati
prajurit sudah dikalahkannya. Namun ketika kunêng mangsuli kôndha
Pangeran Mangkubumi yang diutus duk ing alamipun
membendung, Martapura kalah. barusah ingkang nagara
kadang miwah santana jêng sri bupati
Kekalahan Tumenggung Martapura kèh lolos saking praja
sesungguhnya adalah kekalahan diplomasi.
Martapura sesungguhnya sedang mencari jago Pemuka para mantri dan pemimpin para
untuk memimpin perlawanan kepada bupati, Raden Adipati Pringgalaya, dengan
Kumpeni. Ketika melihat wibawa Pangeran sang Raja adalah saudara ipar. Patih dalam
Mangkubumi dia berpikir inilah orangnya. dikatakan bernama Adipati Sindureja.
Maka dia menyingkir. Kelak Martapura ini Demikian keduanya mengatakan ketika
menjadi pendukung Pangeran Mangkubumi peristiwa hancurnya negara banyak saudara
ketika mengadakan perlawanan kepada dan kerabat Raja yang meloloskan diri.
Kumpeni dan menjabat sebagai senapati
perang dengan gelar Pangeran Adipati Puger.
Raden Adipati Pringgalaya adalah patih luar sami putranipun Jêng Pangeran
dan Adipati Sindureja adalah patih dalam. Mangkunagara kadange
Keduanya mengatakan kalau pada peristiwa sêpuh jêng sang aprabu
perang Pacina banyak kerabat dan saudara ingkang kendhang dhatêng Batawi
Raja yang meloloskan diri dari istana dan wau ta cinarita
membentuk pasukan. Banyak dari mereka ing sasampunipun
yang belum kembali bergabung setelah sang nata kondur mring Tasura
Raja kembali. ri sêdhêngnya pêpêkan sagung bupati
pasisir môncapraja
Yang sesungguhnya terjadi adalah, dari sekian
kerabat yang lolos itu sebagian enggan Para pengeran keponakan itu ketiganya,
kembali karena setelah peristiwa perang adalah putra dari Pangeran Mangkunagara,
Pacina ini kekuasaan Raja sudah dipreteli oleh kakak Raja yang sudah dibuang ke Batavia.
Kumpeni. Banyak dari para kerabat itu yang Berganti cerita sesudah kembalinya Raja ke
tidak puas dan hendak membangkang. Kartasura, ketika menghadap lengkap segenap
bupati pesisir dan mancanegara.
16.
madêg baris nèng kidul nagari Pangeran Arya Mangkunagara adalah kakak
kadang nama Pangran Buminata Raja dari istri selir RA Sepuh, sehingga tidak
Singasari ing kalihe menggantikan kedudukan sebagai Raja. Ketiga
sarta pulunan prabu keponakan tadi yakni Pangeran Pamot, RM
Pangran Pamot lan Dyan Mas Said Said dan Pangeran Mangkudiningrat adalah
Arya Suryakusuma anak-anak Pangeran Arya Mangkunagara.
kang sampun jêjuluk Peristiwa pembuangan Pangeran Arya
nama Pangeran Dipatya Mangkunagara itu sendiri akibat Pangeran
Arya Mangkunagara arine malih Arya Mangkunagara menyukai dan meminta
Pangran Mangkudiningrat salah seorang selir Raja. Raja marah dan
menyuruh Patih Danureja untuk
Mereka menggelar pasukan di selatan negara. menyerahkannya pada Kumpeni. Dia
Saudara Raja Pangeran Buminata dan ditangkap dan kemudian dibuang ke Batavia.
Pangeran Singasari, serta keponakan Raja Setelah menetap tiga tahun di Batavia akhirnya
Pangeran Pamot dan Raden Mas Said Arya dibuang ke Tanjung Harapan, (Babad
Suryakusuma yang sudah bergelar Pangeran Panambangan).
Adipati Arya Mangkunagara, serta adiknya Sekarang ganti yang diceritakan, ketika sang
Pangeran Mangkudiningrat. Raja sudah kembali ke Kartasura pertemuan
lengkap segera digelar, melibatkan para bupati
Para kerabat Raja itu, antara lain adik Raja, dari pesisir dan wilayah mancanegara, yakni
Pangeran Buminata dan Pangeran Singasari, wilayah yang jauh dari kotaraja.
keduanya menggelar pasukan di bagian
selatan. Kelak mereka berdua menobatkan diri 18.
sebagai sultan. ari Soma sang nata tinangkil
Kerabat yang lain adalah keponakan Raja, ingayap pra sarimpi badhaya
Raden Mas Said yang telah bergelar Pangeran asri tinon busanane
Adipati Arya Mangkunagara dan adiknya, ngampil pacara prabu
Pangeran Mangkudiningrat serta Pangeran nata lênggah ing dhampar rukmi
Arya Pamot, mereka juga menggelar pasukan. wontên ing sitibêntar
Beberapa riwayat menyebut Mas Said malah kang cakêt ing ngayun
ikut terlibat dalam perang Pecina sebagai Jêng Gusti Pangran Dipatya
senapati perang pihak pemberontak, (Babad Anom Mêngkunagara sudibya luwih
Panambangan). rajaputra Mataram
acara dengan duduk di singgasana emas di (singgasana emas). Di sinilah Raja bertahta.
sitibentar. Di dekatnya duduk Kanjeng Gusti Dan para punggawa menghadap di kiri-kanan
Pangeran Adipati Anom Mengkunegara bangsal tersebut. Bangsal ini terletak di dalam
Sudibya Rajaputra Mataram. bangsal sitihinggil.
Ahli Nujum kerajaan adalah Tumenggung dengan sungai besar, lebih baik di Kadipala
Anggawangsa, dibantu Raden Tumenggung saja.
Puspanagara dan Tumenggung Mangkuyuda.
Raden Adipati Pringgalaya dan Adipati
Sindureja setuju dengan ramalan Tumenggung
Anggawangsa, mungkin karena sesama Jawa
28. jadi sama-sama paham perhitungan ramalan.
Dyan Tumênggung Ônggawôngsa angling Namun Tuan Komandan Hohendorff tidak
dhuh ki lurah sing panawang kula setuju. Dia hanya melihat dari keadaan desa
dhusun Sala prayogine Sala yang rendah, berawa-rawa, tidak rata dan
kinaryaa kadhatun terlalu dekat sungai besar yakni kelak disebut
badhe têtêp tulus basuki Bengawan Solo. Menurutnya lebih baik bila
yèn lama wimbuh arja dipilih desa Kadipala tadi saja.
kukuh tur abakuh
mulyaning talatah Jawa 30.
ambêludag dunya sabrang angajawi ewamakatên yèn tan prayogi
sirna lêlakon yuda lan suwawi anitik mangetan
ingkang pakantuk papane
Raden Tumenggung Anggawangsa berkata, patih lan pra tumênggung
“Duh ki Lurah (patih), menurut penglihatan nayogyani mariksa malih
hamba desa Sala lebih baik dipakai sebagai wetan banawi Sangkrah
keraton. Akan tetap lestari selamat, makin orêg pra wadyagung
lama makin sejahtera. Kuat dan kokoh mulia praptèng papan lêmpar wiyar
di tanah Jawa. Kelak akan ramai dikunjungi Sanasèwu tuwan kumêndhan ngrêmbagi
orang dari seberang. Akan hilang segala sae kinarya praja
peperangan.”
“Walau demikian kalau tak baik marilah kita
Tumenggung Anggawangsa mempunyai memeriksa lagi ke timur sampai mendapat
pendapat yang berbeda sesuai dengan tempatnya.” Patih dan para tumenggung
kemampuannya meramalkan masa depan. setuju memeriksa lagi di sebelah timur sungai
Yang terbaik menurutnya adalah desa Sala. Sangkrah. Heran para pasukan ketika sampai
Desa sala ini terletak di tepi bengawan besar di sebuah tempat yang luas. Sanasewu itulah
dan daerahnya berawa-rawa. Dari segi tempatnya, tuan komandan menyebutnya
topografi kurang strategis. Namun dari segi bagus untuk kotaraja.
spritual lebih baik dari desa Kadipala.
Hohendorff tetap menyarankan lebih baik di
29. Kadipala daripada di Sala. Namun bila
dyan dipati kalih angrujuki dianggap kurang cocok lebih baik mencari lagi
jangkanipun Tumênggung Gawôngsa tempat lain ke timur sampai ketemu.
kumêndhan alon dêlinge Para rombongan setuju untuk mencari lagi.
sudara kalihipun Mereka kemudian menemukan tempat
myang sagunging para bupati bernama Sanasewu yang dirasa cocok sebagai
lamun ing desa Sala calon kotaraja. Letaknya di Sangkrah, di
sangêt awonipun sebelah timur sungai Bengawan Solo. Kalau
papan lêdhok datan wrata sekarang kira-kira di daerah Bekonang.
lawan malih kacêlakên ing banawi
sae ing Kadipala
31.
Raden patih keduanya menyetujui ramalan risang mantrimuka têtanyaris
Tumenggung Anggawangsa. Komandan pelan maring Dyan Tumênggung Ônggawôngsa
berkata saudara dan para bupati, kalau desa kadiparan prayogane
Sala sangat buruk lokasinya, tempatnya Ônggawôngsa turipun
rendah dan tidak rata, dan lagi terlalu dekat dhuh ki lurah lamun suwawi
tan liyan dhusun Sala
saking petang ulun tidak rata, rendah dan sulit dilalui, serta
yèn wontên wetan bangawan letaknya tidak strategis karena di pinggir
tiyang Jawi badhe wangsul Buda malih sungai besar, yakni desa Sala tadi.
tansah tukar lan rowang
33.
Sang Patih bertanya kepada Raden ri sampuning kang para bupati
Tumenggung Anggawangsa, “Bagaimana lan kumêndhan pêpatih kalihnya
baiknya?” Anggawangsa berkata, “Duh Ki gêlêng gumolong rêmbuge
Lurah kalau selain desa Sala, dari kang kinarya kadhatun
perhitungan hamba jika berada di sebelah èstu Sala ingkang pinilih
Timur bengawan orang Jawa akan berbalik amung miturut jôngka
menjadi beragama Budha kembali, dan akan amamrih rahayu
selalu bertengkar dengan sesama teman.” samana sigra bubaran
patih kalih kumêndhan myang pra bupati
Ternyata Sanasewu juga mengandung wangsul mring Kartasura
kelemahan dari sisi spritual menurut
penerawangan Tumenggung Anggawangsa. Pada hari itu sudah setuju para bupati dan
Pengaruh agama Budha akan menguat kembali komandan serta kedua patih tentang tempat
karena sebelah timur bengawan adalah bekas yang akan dipilih sebagai keraton. Akhirnya
pusat kerajaan Hindu-Budha sejak zaman Mpu Sala yang dipilih, hanya karena sesuai
Sindok sampai Majapahit. Banyak penduduk ramalan agar menemi selamat sejahtera.
setempat yang masih melestarikan Segera bubar kedua patih dan komandan dan
kepercayaan lama. Dikhawatirkan akan para bupati, kembali ke Kartasura.
berbenturan dengan budaya Islam yang dianut
oleh kerajaan Mataram Kartasura.
34.
32. laju marêk byantara narpati
wau risang kalih nindyamantri ngaturakên lampahing dinuta
lan kumêndhan kalane miyarsa purwa madya wasanane
tansah lêgêg gèdhèg-gèdhèg rêmbaging punggawagung
jro tyas kalangkung ngungun dhusun Sala ingkang prayogi
mring waskithanipun kang galih kinaryaa nagara
Tumênggung Ônggawôngsa tulus kêkahipun
nging pakèwêdipun sri narendra angandika
de kang jinôngka prayoga hèh dipati ingsun iya amarêngi
papan rawa lêdhok mandhukul tur sungil nuli sira rakita
prênah têpi bangawan
Segera menghadap Raja, para rombongan
Sang kedua Patih dan komandan ketika yang diutus. Menghaturkan hasil pemeriksaan
mendengar uraian Anggawangsa hanya sejak awal sampai akhir. Pertimbangan
geleng-geleng kepala. Dalam hati begitu mereka dan keputusan mereka sampai memilih
kagum dengan wawasan Anggawangsa yang desa Sala sebagai tempat yang terbaik untuk
jauh ke depan. Oleh karena yang dituju adalah kotaraja, agar lestari kokohnya negara. Sang
tempat yang lebih baik untuk negara maka tak Raja bersabda, “Wahai Patih aku setujui dan
ada tempat yang lebih baik selain tempat kuperintahkan padamu untuk segera
berawa, rendah dan tidak rata, yang sulit mempersiapkan!”
dilalui di tepi bengawan.
Di hadapan sang Raja rombongan
Setelah ketiga tempat dipertimbangkan dengan menyampaikan hasil memeriksa daerah-daerah
segala kekurangan masing-masing. Setelah yang akan dipakai sebagai kotaraja. Segala
mengingat bahwa misinya adalah mencari pertimbangan telah disampaikan dari awal
tempat yang baik sebagai kotaraja yang lestari sampai akhir, untuk meminta persetujuan Raja.
dalam kesejahteraan, maka yang tersisa dan Sang Raja juga menyetujui tempat itu dan
menjadi pilihan adalah tempat berawa dan memerintahkan untuk segera dilaksanakan.
Sungguh acara boyong keraton dilaksanakan Dari gambaran di atas terlihat betapa mewah
dengan megah dan meriah. Sang Raja, dan meriahnya prosesi acara boyong kedaton
permaisuri dan putra-putri, serta para tersebut. Segala kebesaran kerajaan Kartasura
punggawa memakai pakaian yang indah-indah. seakan dipamerkan di sepanjang jalan menuju
Bertatakan berlian permata yang berkilauan Sala. Tak tampak kalau negara baru saja rusak
sinarnya. Para penari bedhaya dan srimpi pun diterjang musuh. Juga tak ada yang mengira
tak ketinggalam memakai pakaian yang elok, kalau kelak huru-hara tak berhenti oleh
sangat mempesona. upacara nan meriah ini.
Bedhaya dan Srimpi adalah genre tarian adat
keraton yang sakral dari kraton yang 42.
melambangkan kebesaran Raja. Ada beberapa sigra jêngkar saking Kartawani
varian dari masing-masing genre itu, kadang ngalih kadhaton mring dhusun Sala
setiap raja menciptakan jenis varian sendiri- kêbut sawadyabalane
sendiri. busêkan saprajagung
pinèngêtan angkate nguni
40. anuju ari Buda
enjing wancinipun
wimbaning lèk ping sapta wlas diguncang gempa. Ini prosesi terbesar pindah
Sura Êje kombuling pudya kapyarsi keraton yang pernah ada.
ing nata kang sangkala
44.
Segera berangkat dari Kartawani, pindah kapiyarsa swaraning kang janmi
kedaton menuju desa Sala. Segera dengan barung lawan tabuhan mawarna
semua balatentara, berdesakan orang drèl sanjata mriyêm gêdhe
senegara. Diperingati dengan tanda waktu, pangriking turônggagung
hari Rabu pagi 17 Sura tahun Je, 1670 AJ. kadya bêlah kang jagad katri
Dengan sengkala: kombuling pudya kayarsi wau ta winursita
iang nata. patrap lampahipun
jêngkarnya sri naradipa
Hari perpindahan itu sangat meriah, semua kang nèng ngarsa badhe wringin kurung
orang berdesakan memenuhi jalan ke desa nagri
Sala. Waktu perpindahan diperingati pada hari bêktan sing Kartasura
Rabu pagi, tanggal 17 Sura tahun Je. Dengan
angka tahun sesuai sengkala kombuling pudya Terdengar suara manusia dibarengi suara
kapyarsi ing nata atau tahun 1670 AJ. Dalam tetabuhan beraneka, tembakan meriam besar,
angka tahun Masehi 1745 AD. ditingkah ringkik kuda yang banyak, seperti
membelah tiga jagad. Begitulah suasana
perjalanan sang Raja, yang di depan
43. membawa bibit ringin kurung simbol negara
têdhakira kangjêng kang siniwi yang dibawa dari Kartasura.
pra prajurit Kumpêni lan Jawa
urmat drèl atri swarane Begitulah meriahnya perjalanan sang Raja,
sinauran mriyêm gung seolah membelah tiga dunia. Di barisan depan
magênturan anggêgêtêri dibawa bibit pohon beringin kurung yang akan
slomprèt tambur musikan ditanam di alun-alun sebagai simbol negara,
suling bêndhe barung dibawa dari Kartasura.
munggang kodhokngorèk ngangkang
carabalèn pradôngga munya ngêrangin
orêg wong sanêgara 45.
wuri nulya kang bangsal pangrawit
Turunnya Kanjeng sang Raja, para prajurit ngusung wêwêtahan ngayap wadya
Kumpeni dan Jawa menghormat dengan dwipangga ngayap sratine
tembakan senapan tiga kali. Disambung bunyi kuda titihan prabu
meriam bergelegar menggetarkan. Terompet abdi gamêl kang anjajari
dan tampur dibunyikan, seruling bende barung wuri gya pra punggawa
dengan irama monggang kodok ngorek mantri myang panèwu
berbunyi terus menerus. Irama carabalen dari bupati nayaka jaba
para penabuh gamelan berbunyi halus enak anon-anon nitih kuda dèn songsongi
didengar. Heboh orang senegara. ngiring pacara wadya
Tidak ada kata yang tepat untuk Di belakangnya diusung bangsal pangrawit,
menggambarkan betapa meriahnya perjalanan diusung utuh disangga prajurit, gajah diiringi
boyong kedaton itu. Setelah tembakan senapan pawangnya, kuda tunggangan Raja, abdi
disambut gelegar meriam yang membikin gamel yang menuntun. Di belakangnya para
merinding berbunyilah aneka kemeriahan itu. punggawa mantri dan panewu, bupati nayaka
Terompet tambur bersahutan, seruling meliuk- luar, serta para abdi dalem anon-anon, naik
liuk memanjakan telinga, bender barung kuda dengan payung, mengiringi para
bersahutan, irama monggang kodok ngorek pasukan.
berbunyi sepanjang jalan. Gending carabalen
dari para penabuh gamelan terdengar merdu di Bangsal pangrawit adalah bangsal kecil untuk
telinga. Heboh orang senegara seperti melantik pejabat. Dibawa secara utuh dari
Kartasura, mungkin sebagai simbol kekuasaan.
wuri ingkang sumambung malih yang akan berdiri di Sala. Diharapkan dengan
pusaka kraton Jawa pamer kekuatan dan kebesaran rakyat
kathah warninipun berbondong-bondong tunduk kepada kerajaan
winadhahan ing kandhaga baru ini.
sinongsongan jênar ingapit prajurit
ingkang sumambung wuntat 51.
binarungan musikan Kumpêni
Abdi gedong kanan dan kiri, abdi pemikul slomprèt tambur suling bêndhe kêndhang
tandu tak jauh, bupati gedong pemimpinnya, umyung gumuruh swarane
mengiringi sekeliling. Di belakangnya lampahing wadya sêlur
bersambung lagi pusaka kraton Jawa banyak langkung sêsêg ngèbêki margi
macamnya. Diletakkan dalam wadah bêlabar mring ra-ara
dilindungi payung kuning diapit para prajurit kuda cacahipun
yang bersambung di belakangnya. gangsal lêksa winatara
gunge wadya sing mandrawa yèn kaèksi
Abdi dalem gedong adalah abdi dalem yang kadi samodra wutah
mengurusi perbendaharaan kraton. Gedong
kiwa dan gedong tengen adalah jenis harta Dibarengi para pemusik Kumpeni, meniup
benda yang diurusi, jenisnya tergantung pada terompet tambur seruling bende dan kendang,
zamannya. riuh gemuruh suaranya. Jalannya rombongan
berurutan memenuhi jalan, tumpah ke
Semua harta benda keraton Kartasura dibawa lapangan sekitar. Kuda berjumlah kira-kira
serta beserta pusaka keraton yang diletakkan lima puluh ribu. Besarnya pasukan kalau
dalam peti-peti. Dinaungi dengan payung dilihat seperti samudera yang tumpah.
warna kuning dijaga para prajurit di
belakangnya. Pawai pindah keraton sekaligus show of force
dari keraton Kartasura menuju kerajaan baru
50. sangat meriah sampai tumpah dari jalanan,
pra prajurit wahana turanggi memenuhi lapangan sekitar. Kalau dilihat
nulya sagunging para bupatya banyaknya barisan yang lewat seperti
pasisir môncanagrine samudera yang airnya tumpah.
saupacaranipun
nitih kuda dipun songsongi 52.
bandera myang daludag apuyêngan solahing wadyalit
miwah payung agung kang boyongan tumutur ing nata
maneka warna bra sinang adaya-daya sêdyane
angêrangin pradangganing pra bupati umyung dènnya sung-usung
tinabuh urut marga rêreyongan samargi-margi
ya ta sapraptanira
Para prajurit yang memakai kuda dan segenap ing Sala sang prabu
bupati pesisir dan mancanegara beserta bangsal pangrawit ingêtrap
peralatan upacaranya, naik kuda dipayungi, anèng tarub paglaran kang wus rinakit
dengan bendera dan umbul-umbul, serta bala andhèr sumewa
payung kebesaran, beraneka warna bersinar
kilaunya. Enak didengar para penabuh Berputar-putar polahnya para prajurit
gamelan dari para bupati yang menabuh rendah, yang ikut boyongan bersama sang
sepanjang jalan. Raja. Ingin segera sampai, sangat kerepotan
Para prajurit membawa panji-panji kebesaran mereka membawa barang. Sepanjang jalan
dengan segala peralatan upacaranya. Bendera. seperti pemain reog. Ketika sudah sampai di
Umbul-umbul dan payung kebesaran. Para Sala sang Raja memerintahkan memasang
bupati membawa penabuh gamelan yang bangsal pangrawit di tempat yang telah
memainkan musik sepanjang jalan dengan dihias. Para rombongan berjajar menghadap.
irama yang enak didengar. Pawai ini sekaligus
kampanye, unjuk kekuatan dari negara baru
Bangsal pangrawit yang dibawa dari Kartasura Kala sudah selesai penanaman pohon
telah dirakit. Sang Raja duduk bertahta di beringin, ditandai penghormatan dengan
dalam bangsal sebagai singgasana sementara. tembakan meriam. Prajurit Kumpeni dan Jawa
Para opsir dan komandan berdiri di kanan bersorak ramai. Penabuh gamelan
bangsal. Para prajurit Kumpeni dan Jawa membunyikan alat musik, tambur, terompet
berbaris di alun-alun untuk mendengar titah dan seruling. Sang Raja masuk kedaton, para
sang Raja. Raja bersabda kalau mulai hari ini punggawa bubar ke pondok mereka masing-
desa Sala menjadi pusat keraton yang baru. masing. Orang Kumpeni membuat pondok di
Nama negara pun baru yakni Surakarta sebelah timur alun-alun, sebelah utara
Adiningrat, dengan tetap melestarikan tradisi kedaton.
Mataram sebagai leluhur mereka.
Karena sifatnya masih sementara dan
54. bangunan belum permanen mereka membuat
ki pangulu ngulama lan kêtib pondok sementara sambil membenahi
sigra donga wilujênging praja bangunan yang ada kelak. Perlu banyak ditata
jêng sri nata dhawuhake agar sesuai dengan tatakota keraton yang baku.
nanêm waringin kurung Namun semua telah bersuka cita karena
wringin kang lèr ingkang jênêngi mempunyai negara yang baru, yang bebas dari
kalih sang mantrimuka jamahan musuh, yang diharapkan membawa
dene kanthinipun kesejahteraan seluruh rakyat Surakarta
bupati bêkêl nayaka Adiningrat.
kang jênêngi wringin kidul wadananing
pun kaki jêng tuwan jendral Mayor adalah seorang admintratur yang cakap
sri narendra ngandika dan cekatan, tanggap dan penuh inisiatif.
adhi panjênêngan ingsun
wus marêngi aturira
8.
“Harta untuk membuat tempat yang baik untuk ri saksana dèn wiwiti
pondok kedatangan eyang Kanjeng Tuan pandamêle kang suyasa
Jenderal.” Sang Raja bersabda, “Adik aku tan winarna rêroncène
sudah mengijinkan permintaanmu.” nêdhênge anambut karya
kasaru praptanira
Mengenai kapan waktu kedatangan garêbong carakanipun
Gubernur,belum ada kepastian, tetapi Mayor Pangeran Arya Pancuran
sudah mengajukan persiapan penyambutan.
Acara yang disuguhkan, tempat pondokan, dan Hari itu segera dimulai pembuatan pondok,
segala sesuatunya hendaknya dipersiapkan tak dapat digambarkan perinciannya. Ketika
lebih dahulu. Raja sudah menyetujui usulan sedang berlangsung pekerjaan mendadak
Mayor dan memerintahkan untuk segera terhenti oleh kedatangan Ki Grebong, utusan
dilaksanan persiapan, berapapun biayanya. Pangeran Arya Pancuran.
Sama-sama anak seayah Pangeran Setelah reda rasa sedih di hati, Pangeran
Mangkunagara dan dua adiknya ditinggal di berguman sendiri, Duh kok sampai lupa aku.
Kartasura. Namun bukan berarti di keraton Hidup manusia ini memang seperti sampah di
hidup enak. Karana anak orang buangan, samudera. Sampah ibaratnya manusia, dan
hidupnya terlunta-lunta. Tidak bisa menjalani tuhan adalah samuderanya.
tahapan kehidupan seperti anak-anak para
bangsawan lainnya, bahkan waktunya lebih Perumpamaan ini juga terdapat didalam serat
banyak dihabiskan bersama punokawan, Sriyatna karya Mangkunagara IV. Tampaknya
pembantu di keraton. kearifan Pangeran Mangkunagara selalu
diwasiyatkan kepada anak cucunya, sehingga
Menurut Babad Panambangan, ketika remaja di zaman Mangkunagara IV pun masih ditulis
pangkatnya pun hanya abdi dalem gandhek sebagai wasiyat juga kepada anak-cucu.
anom, yakni abdi dalem yang bertugas
mengantar surat. Amat jauh dari kedudukan
yang semestinya sebagai anak seorang adipati. 29.
Hal itulah yang kemudia mendorong dia keluar saparan akontrang-kantring
dari keraton dan melakukan perlawanan. winasesa dening tirta
karêp pribadi tan duwe
mangkono uga manusa
27. tan wajib yèn suwala
myang jroning tyas katêtangi ing takdir Hyang Mahaluhur
mèngêt lampahaning rama mung kudu suka narima
kang dahat karya wirage
nganti dangu tan ngandika Kemanapun selalu terombang-ambing oleh
sarwi amêtêk jaja kuasa air lautan, kehendak sendiri tak
kêmbêng-kêmbêng arawat luh terlaksana. Demikian juga manusia, tak wajib
tinênggak-tênggak tan kêna membantah kepada takdir Yang Maha Tinggi,
hanya wajibnya menerima dengan ridha.
Dan dalam hatinya bangkit ingatannya,
tentang perjalanan hidup ayahnya yang Ibarat sampah di tengah laut yang tak berkuasa
sangat membuatnya susah hati. Sampai lama atas dirinya sendiri, hanya terombang-ambing
tak dapat berbicara, dan mengelus dada, oleh kuasa ombak lautan. Demikian itulah
airmatanya tergenang, tak mampu ditahan- perumpamaan manusia kepada Tuhan.
tahan. Seberapa pun usahanya takkan mamu
menghalangi ketetapan yang telah digariskan
Seketika ingatan Pangeran Mangkunagara oleh Yang Maha Tinggi. Maka hal terbaik
melayang ke masa silam, tentang perjalanan yang dilakukan adalah bersikap menerima
hidup sang ayah yang disia-siakan. Dibuang ke dengan ridha atas apapun yang menimpa
seberang lauh yang jauh tak terkira, tanpa padanya.
sebuah kesalahan yang berarti. Hal itu
membuat hatinya sangat susah. Sampai Sesudah kesadaran yang demikian hadir dalam
beberapa saat tak mampu bicara. Tak dapat hati sang Pangeran Mangkunagara, maka dia
ditahan-tahan, air mata telah menggenang di dapat bersikap tenang kembali dan berkata
kedua pelupuk mata. kepada Ki Grebong.
30.
28. saksana ngandika aris
saberatirèng wiyadi hèh Grêbong sira matura
pangeran angunandika marang Kumêndhan Hondhorop
babo limut têmên ingong rêmbag kang wus sun tupiksa
yèn bêbasaning manusa kamot jroning nuwala
lir sarah nèng samodra abangêt panuwun ingsun
sarah kang minôngka manus sih marmane kadang tuwa
samodra minôngka suksma
31. 33.
sayêktine ingsun pikir laju tumamèng jro loji
pamrih kang marang raharja umarêk tuwan kumêndhan
nora pisan bêbasane wus tinutur sadayane
yèn mung suka angas karta sadhawuhipun pangeran
tan anut rèhing raja suka tuwan kumêndhan
lan Kumpêni ingkang agung mirêng Grêbong aturipun
apa tan ajrih Hyang Suksma dinalih lamun sanyata
“Sebenarnya aku pun juga berpikir untuk Terus masuk ke dalam Loji, menghadap Tuan
kesejahteraan negeri, tak sekalipun a da Komandan. Sudah dilaporkan semuanya apa
keinginan memamerkan kemampuan dengan yang menjadi jawaban pangeran. Senang
melawan peraturan negara atau Kumpeni Tuan Komandan mendengar perkataan Ki
yang kekuatannya besar, apalagi sampai tidak Grebong, dianggap kalau semua itu benar.
takut kepada Tuhan Yang Maha Suci.”
Di sini ada gap budaya antara jawaban
Katakan kepada Hohendorff, “Aku pun juga normatif sang pangeran dengan persepsi Tuan
memikirkan negara, tak sekali-kali hanya igin Hohendorff. Sebagai orang Jawa kalau
memamerkan kemampuan dalam perang menjawab ajakan yang bernada baik pasti akan
dengan mencoba-coba melawan Raja dan dijawab dengan baik pula. Namun cara
Kumpeni yang nyata-nyata kekuatannya menjawablah yang harus dicermati untuk
sangat besar. Semua pemberontak sejak zaman mendapat makna yang sesungguhnya dari
Amangkurat I, Amangkurat II, Pakubuwana I, jawaban itu.
Amangkurat Jawi, semua dikalahkan. Itu pun
sudah kumengerti. Dan aku sekali-kali juga Kalau kita baca gambaran singkat dari cara
bukan tidak punya rasa takut kepada Tuhan, menjawab di atas yang terkesan normatif dan
atas segala perbuatanku ini. Aku pun juga mencari kesamaan, dalam hal ini tentang
punya komitmen yang sama untuk mencapai sama-sama berkomitmen terhadap
negara yang sejahtera!” kesejahteraan negara, maka jelas bahwa
Demikian kira-kira makna dari jawaban jawaban tadi hanya abang-abang lambe.
Pangeran Mangkunagara tadi. Artinya pemanis bibir untuk menyenangkan
sang penanya, tetapi Hohendorff mengira ini
benar. Dan senanglah ia.
32.
mung iku wangsulan mami 34.
lah uwis sira mundura Grêbong nulya kinèn bali
angasoa maring pondhok kapanggiha lan pangeran
pun Grêbong mundur tur sêmbah tur uning yèn tuwan mayor
ngaso mring pamondhokan arsa panggihan priyôngga
ri sampuning kalih dalu anèng ing Picis desa
sebuah ajakan baik, tetapi “iya” bagi orang dan keduanya minum anggur dari bekal Tuan
Jawa belum tentu berarti ya. Komandan, kemudian bercakap-cakap.
43. 46.
pangeran lêga ing galih tuwan kumêndhan nauri
midhangêt pirêmbagira dhasar pêdhang suduk Jawa
Tuwan Kumêndhan Hondhorop rama paduka sang katong
dene sagah nanggênana ingkang aparing wasiyat
nglêbur sakèhing dosa kala nèng Pranaraga
pangeran arsa mituhu Côndhabirawa ranipun
rêmbag kondur maring praja marmanya pêdhang punika
Pangeran lega hati mendengar perkataan Pedang diserahkan, segera dihunus di depan.
Tuan Komandan Hohendorff yang sanggup Pangeran berkata pelan, “Saudara, pedang
menanggung untuk mendapat ampunan dari ini bukan buatan Belanda. Sepertinya tampak
segala dosa yang lalu. Pangeran ingin bentuknya mirip pedang buatan Jawa.”
mematuhi apa yang telah dirundingkan,
kembali ke negeri Surakarta. Tuan Komandan menjawab, “Memang pedang
itu dari Jawa. Ayah paduka sang Raja yang
Tampak hati Pangeran Mangkunagara sudah memberi. Ketika sedang di Ponorogo.
luluh dengan bujukan Komandan Hohendorff. Candabirawa nama pedang itu.”
Tampak dia bermaksud untuk menepati apa Ternyata pedang itu pedang Jawa pemberian
yang sudah disepakati bahwa dia akan kembali Sinuhun Pakubuwana II ketika sedang di
mengabdi kepada sang Raja. Ponorogo. Peristiwa itu terjadi ketika Perang
Pacina, saat Pakubuwana II mengungsi ke
Ponorogo dengan Mayor Hohendorff,
44. pengawal Kumpeni yang sudah sangat
nulya ngunjuk anggur malih Njawani dan setia kepada Raja. Tak aneh
kumêndhan lawan pangeran kalau pedang ini pun dianggap pusaka
pangran waspadèng tingale baginya.
pêdhanging tuwan kumêndhan
katingal langkung pelag
kumacelu ayun wêruh 47.
kumêndhan datan lênggana sabên ari miwah ratri
tan kenging pisah sacêngkang
Kemudian keduanya minum anggur lagi, tansah kula sandhing mawon
Komandan dan Pangeran. Pangeran wit kathah karamatira
memperhatikan pedang Tuan Komandan, wasiyat ing Mataram
terlihat sangat bagus. Tertarik untuk melihat. pêdhang nulya sinung wangsul
Komandan tidak menolak. dhumatêng tuwan kumêndhan
Setelah apa yang menjadi inti pertemuan “Setiap siang dan malam, tak boleh berpisah
terang, mereka kemudian menutup pertemuah sejengkalpun, selalu disanding saja. Karena
itu dengan ramah tamah. Keduanya minum banyak tuahnya, wasiat dari Mataram.”
anggur lagi sebagai tanda keakraban. Sang Pedang kemudian dikembalikan kepada Tuan
Pangeran melihat pedang Tuan Komandan Komandan.
yang bagus, tertarik untuk melihat. Lho, ini Belanda juga sudah mirip orang Jawa,
Tampaknya pedang itu sangat spesial. percaya kepada tuah dari pusaka keraton
peninggalam Mataram. Benar-benar serdadu
Belanda yang njwani, tak aneh kalau sinuhun twan kumêndhan nabrang Picis
Pakubuwana menganggapnya adik. pangeran mring panambangan
nanging sajroning galihe
pan amung anôngga krama
48. tan nêdya mituhua
gantya kumêndhan yun uning twan kumêndhan rêmbagipun
wangkinganipun pangeran wuwusên tuwan kumêndhan
kang katon pelag srasahe
dhuwung tinampèkkên nulya Tuan Komandan menyeberang dari Picis,
tinarik mring kumêndhan Pangeran kembali ke Panambangan, tetapi
sangêt ing pangungunipun dalam hatinya hanya bersikap menolak halus,
myat pelaging wangunira tan hendak mematuhi Tuan Komandan,
apapun yang dikatakannya.
Ganti Komandan yang ingin mengetahi keris
yang dipakai Pangeran Mangkunagara yang Panambangan adalah markas yang dipakai
kelihatan bagus rangkanya. Keris diterimakan mula-mula oleh Pangeran Mangkunagara
segera, dicabut oleh Komandan, membuatnya untuk menyusun kekuatan. Pangeran kembali
sangat heran melihat keindahan bentuknya. dengan niat tidak akan mematuhi persetujuan
itu. Tepat seperti ramalah sang Raja
Kedua pembesar itu sudah minum anggur Pakubuwana II bahwa sangat mungkin
bersama, suadah toast sebagai tanda persetujuan RM Said hanyalah basa-basi untuk
keakraban. Juga sudah saling mempercayai menolak halus.
dengan menyerahkan senjata masing-masing.
Apalagi yang menjadi mereka sangsi?
Tampaknya sudah tidak ada lagi keraguan 51.
pada masing-masing terhadap lawan prapta Surakarta nagri
bicaranya. laju tur uningèng nata
purwa madya wusanane
kalanipun pêpanggihan
49. sawusira antara
sampun sinarungkên malih dèn anti ing dhatêngipun
katur wangsul mring pangeran pangeran tan ana prapta
ri sampun nutug kalihe
dènnya sami pagunêman Sesampai di negeri Surakarta lalu memberi
twan kumêndhan pamitan tahu sang Raja, awal tengah sampai akhir dari
arsatur uningèng prabu pertemuan itu. Setelah beberapa saat dinanti
jawat asta gya bubaran kedatangannya, sang pangeran tak juga
datang.
Setelah disarungkan kembali kemudian
diserakan kepada Pangeran. Sudah puas Kedaannya memang tepat seperti yang sudah
keduanya berbicara. Tuan Komandan diramalkan sang Raja. Pangeran tak kunjung
berpamitan akan memberitahu Raja, keduanya datang untuk menepati janji. Karena itu
bersalaman dan segera berpisah. hanyalah sanggakrama, penolakan halus untuk
berbasa-basi saja. Rupanya walau Hohendorff
Tampaknya pertemuan ini berlangsung dengan seorang perwira yang njawani, tetapi tak
hasil yang baik sesuai harapan Hohendorff. cukup cerdas untuk menangkap sasmita atau
Keduanya sudah tuntas berbicara, saling isyarat hati seseorang.
beramah tamah, saling toast dan tukar senjata.
Tuan Hohendorff minta pamit akan melapor
kepada Raja. Keduanya bersalaman dan 52.
berpisah, dengan membawa niat di hati taksih angadêkkên baris
masing-masing. Dan siapa yang tahu isi hari bahak ngrayudi padesan
orang? wong cilik puyêngan gègèr
kathah dhusun karisakan
50. kapyarsa saking praja
Pangeran masih menggelar barisan, merebut Setelah berganti tahun persiapan itu, sudah
menjarah desa-desa. Orang kecil heboh sdiap sedia segala yang diperlukan. Datanglah
kebingunan, banyak desa menderita surat pemberitahuan tentang kepastian hari dan
kerusakan. Terdengar dari kota tetapi tak tanggal kedatangan Gubernur Jenderal Baron
dipedulikan, karena sedang mengejar van Imhoff.
pekerjaan lain.
Pangeran masih melanjutkan perlawanannya 55.
dengan merebut desa-desa, menjarah dan badhe rawuh ing Sêmawis
menarik pajaknya untuk diserahkan kepadanya jêng tuwan gurnadur jendral
saja sebagai tanda takluk. Hal inipun sudah langkung trusthèng ing galihe
terdengar dari kota, tetapi sementara ini tidak Sri Narendra Surakarta
dipedulikan karena sedang mengejar pekerjaan de wit jaman Mataram
lain yang lebih penting. Kartasura praptanipun
ngalih praja Surakarta
53. 56.
suyasa ingkang prayogi jêng gurnadur ing Batawi
karya pakuwoning jendral dèrèng wontên ingkang prapta
tuwin mêmangun liyane pêpanggihan lan sang katong
wit nagri sawêg bêbakal pan lagya punika ana
arsa tamian jendral marma jêng sri narendra
pangeran lan kadangipun dening sangêt rênanipun
nutug gènnya karya rusak karsa mêthuk mring Samarang
Membuat pondok yang baik untuk markas Berita akan datangnya ke Semarang, Kanjeng
Jenderal, serta memperindah bangunan lain. Tuan Gubernur Jenderal sangat membuat
Karena negara akan kedatangan Gunernur gembira hati Sri Maharaja Surakarta, karena
Jenderal. Pangeran dan saudaranya puas sejak zaman Mataram, Kartasura sampai
yang membuat rusak. negara berpindah ke Surakarta, Kanjeng
Gubernur Jenderla di Batavia belum ada yang
Membuat pondok dan mempercantik bangunan datang dan bertemu dengan sang Raja. Hanya
lain. Ada hajat besar yang lebih penting dari sekarang ini ada kejadian itu, maka Kanjeng
mengurusi pemberontak, yakni agenda Sri Maharaja sangat bersukacita menjemput
kedatangan tamu negara Gubernur Jenderal ke Semarang.
dari Batavia, yang saat itu dijabat Baron van Gubernur Jenderal di Batavia sudah menjadi
Imhoff. Sementara di kotaraja sibuk mengurusi penguasa agung di tanah Jawa setelah berhasil
aneka pekerjaan, Pangeran Mangkunegra puas menumbangkan berbagai kerajaan Islam di
membuat rusak. Jawa, dari Banten sampai Madura.
Kekuasaannya di Mataram sudah tertanam
dalam-dalam sejak berhasil menobatkan
54. Pakubuwana I di Semarang. Tak aneh kala
gantya mangke kang winarni Raja Surakarta sangat gembira atas kedatangan
ri sampuning santun warsa sang Gubernur Jenderal.
jêngkaripun sang pamase
saking nagri Kartasura 57.
ngalih mring Surakarta ngiras pêpara yun uning
wontên sêrat prapta asung samodra lèr tanah Jawa
wruh tamtune ari tanggal sang nata wus dhawuhake
mring nindyamantri kalihnya
Ganti yang diceritakan, hari ini sudah tanapi mring kumêndhan
berganti tahun dari pindahnya sang Raja dari sang mantri wasesa sampun
Dan juga memerintahkan kepada para bupati Para bupati mancanegara yang wilayahnya
pesisir utara semuanya, tentang akan dekat dengan Surakarta juga diperintahkan
datangnya sang Raja dan sang Gubernur untuk ikut rombongan dari Surakarta menuju
Jenderal ke negeri Semarang. Maka semua Semarang. Sang Raja sudah memberi tahu hari
bupati pesisir utara disuruh untuk menghadap keberangkatan mereka bersama Tuan
ke Semarang. Komandan Baron von Hohendorff.
Sang Raja juga telah mengabarkan kedatangan Acara penyambutan akan dibuat meriah untuk
Gubernur Jenderal kepada para bupati di menunjukkan kebesaran kerajaan Surakarta.
pesisir utara. Maka semua bupati Mereka tak sadar akan datangnya malapetaka
diperintahkan untuk datang menghadap ke lain karena kedatangan Sang Gubernur
Semarang. Gubernur Jenderal akan disambut Jenderal yang mereka banggakan itu.
sejak dari Semarang sampai Surakarta.
59.
bupati jroning nagari
jaba jêro sapunggawa
sapalih ingkang andhèrèk
kang sapalih têngga praja
dene para santana
akathah kang kantun tugur
kang dhèrèk mung sawatara
3.
miyos saking ing kadhatun
1. ingayap maring pra gusti
ing ari sajuga nuju myang para srimpi badhaya
dwi wêlas Rabingulakir ingkang samya ngampil-ampil
warsa Dal ing wanci enjang upacaraning narendra
wau kangjêng sri bupati banyak dhalang sawunggaling
karsa angrasuk busana
sakapraboning narpati Keluar dari kedaton diiringi para pangeran
dan ratu, dan para penari srimpi serta penari
Pada suatu hari bertepatan dengan tanggal 12 bedaya yang masing-masing membawa
Rabiulakhir, tahun Dal di waktu pagi Kanjeng perlengkapan upacara, banyak dalang dan
Sinuhun memakai busana resmi pakaian raja. sawunggaling.
Pada tanggal 12 Rabiulakhir tahun Dal Raja Suasana penyambutan Tuan Gunernur Jenderal
bersiap dengan memakai pakain kebesaran akan lebih meriah daripada pindahan keraton.
kerajaan Surakarta. Kangjeng Sri bupati Yang mengiringi raja adalah para pangeran
adalah sebutan lain untuk raja. Sistem dan para ratu yang bergelar “Gusti” artinya
penanggalan yang dipakai dalam Babad kerabat yang berkedudukan tinggi.
Giyanti ini dan juga umumnya dipakai dalam
naskah di Keraton Surakarta adalah Masing-masing membawa perlengkapan
penanggalan Jawa yang ditetapkan oleh Sultan upacara, lambang-lambang negara yang lazim
Agung. Penanggalan ini merupakan modifikasi dipertontonkan manakala ada acara resmi.
dari penanggalan Saka yang dahulu telah Banyak dalang, sawung galing, ardawalika,
dipakai oleh orang Jawa. dan lain-lainnya, seperti yang dibawa ketika
pindahan keraton.
2.
rinêngga sarwa mas murub 4.
sinotya pinatik-patik lantaran pêdhang myang tulup
nawa rêtna tanpa una kêbut lar pêksi kudhasih
têmpuring praba mrabani kacu mas arda waleka
amblêrêngi mrabangkara tamèng talêmpak jêmparing
sawusnya dandos sang aji gandhewa gadhing kawuryan
maneka warna mantêsi
Dihias dengan serba emas menyala, ditabur
pernik-pernik permata, dengan berlian tak
Peralatan pedang tulup, kipas dari bulu tandu, yang lebih sederhana adalah jolang, dan
kedasih, saputangan mas, ardawalika, perisai, yeng lebih sederhana lagi joli.
lembing dan panah, busur gading terlihat
sangat beraneka membuat semakin indah.
7.
Lazimnya setiap upacara pusaka dan peralatan munggang kodhokngorèk ngungkung
serta lambang-lambang negara dikeluarkan tinêmbang barung lan suling
semua. Untuk menambah kesan kebesaran dan slomprèt tambur kalasôngka
keagungan. Segalanya nampak indah dan musikan munya dumêling
menyenangkan, menarik hati yang melihat. binarung êdrèl sanjata
sinauran mriyêm loji
5. Monggang dan kodok ngorek terus berbunyi,
risang kalih mantri ngayun ditingkah barung dan seruling, teromper,
myang sagung kliwon bupati tambur dan kalasangka. Musik Kumpeni selalu
upsir kalawan kumêndhan terdengar, bersamaan tembakan senapan,
tanapi panèwu mantri disambut bunyi meriam dari Loji.
wus pêpak andhèr balabar
anèng paglaran anangkil Inilah suasana pelepasan sang Raja yang
merian dengan upacara kenegaraan lengkap,
Sang kedua patih di depan, dan segenap musik tradisional selalu berbunyi di jalan. Juga
kaliwon, bupati, opsir dan komandan musik modern milik Kumpeni. Kepergian Raja
Kumpeni. Dan juga panewu, mantri, sudah dilepas dengan tembakan kehormatan dari
lengkap berjajar menghadap memenuhi senapan, dan disambut gelegar tembakan dari
pagelaran. meriam.
Pagelaran sudah dipenuhi para bupati,
kaliwong, panewu dan mantri. Juga para opsir 8.
dan komandan Kumpeni. Di depan sendiri ada swarane lir gêlap sèwu
kedua patih, Raden Adipati Pringgalaya dan sarêng ngampar sing wiyati
Raden Adipati Sindureja. glêgar-glêgêr ngombak-ombak
kadya ambêlahna bumi
ibêkan wong sajro praja
6. wurahan samya ningali
tan antara sang aprabu
bidhal saking ing nagari Suaranya seperti petir seribu bersama-sama
anitih jêmpana endah meledak di angkasa. Bergelegar berombak-
wadya wandawa kang ngiring ombak suaranya seakan membelah bumi.
sru gumuruh swaranira Penuh orang senegara, heboh semua ingin
srining paran kang kaèsthi melihat.
Tak lama kemudian sang Raja berangkat dari Begitu gegap gempita rombongan perjalanan
negeri Surakarta naik tandu yang indah. sang Raja, menimbulkan kehebohan di seluruh
Balatentara dan kerabat yang mengiringi negeri. Orang berkumpul bergerombol, takjub
bersorak gemuruh suaranya, ke tempat yang ingin melihat.
dituju.
Pada zaman itu belum ada kereta kencana 9.
milik kerajaan Surakarta yang sekarang masih kang dadya cucuking laku
ada. Kereta-kereta itu baru didatangkan anjajari nèng ngarsaji
kemudian, setelah hubungannya dengan bupati môncanagara
Kumpeni makin erat. Satu-satunya kendaraan ing Kêdhu lawan Mantawis
Raja yang paling mewah adalah tandu. Bagêlèn ngambal Pacitan
Wahana transportasi yang sederhana namun Garobogan datan kari
mewah karena yang mengusung adalah orang.
Jempana adalah tandu besar berbentuk rumah Yang menjadi pembuka jalan, berdampingan
dan biasa dihias indah. Ada beberapa jenis di depan Raja, bupati mancanegara dari
bernagai negeri, dari Kedhu dan Mataram, sorot busananya, terlihat sangat menyejukkan
Bagelen dan Pacitan, dari Grobogan tak mata.
ketinggalan.
Kebesaran dan kemakmuran Surakarta terlihat
Para bupati mancanegara menjadi kepala dari penampilan pasukan yang mengawal.
barisan, di depan Raja membuka jalan. Dari Setiap seorang tumenggung membawa serta
daerah Kedu, Mataram, Bagelen dan Pacitan 800-1000 prajurit berkuda. Dengan pakaian
serta tak ketinggalan dari Grobogan. Semua yang bagus dan pantas, bersinar kelihatan
daerah itu termasuk daerah mancanegara, kerlap-kerlap menyejukkan mata.
yakni daerah yang letaknya jauh dari kotaraja.
Pengelolaan daerah mancanegara diserahkan 12.
para bupati yang setiap tahun harus ing wuri ingkang sumambung
menyerahkan bulu bekti tanda kesetiaan, sagung kaliwon bupati
berupa hasil bumi yang telah ditetapkan sesuai myang prajurit kêkapalan
luas wilayah mereka. tanapi panèwu mantri
Kata mancanegara kemudian diambil sebagai jroning praja Surakarta
kata dalam bahasa Indonesia yang artinya luar tinindhihan patih kalih
negeri.
Di belakangnya bersambung, para bupati
kaliwon dan prajurit berkuda dan juga para
10. panewu mantri dalam keraton Surakarta,
samya nitih turônggagung dipimpin oleh kedua patih.
sambada prabote adi
ingayap kang upacara Di belakang para bupati mancanegara tadi ada
miwah kang wadya prajurit rombongan abdi dalem dari dalam keraton,
arja samya sinongsongan para bupati, kaliwon serta panewu dan mantri
sagung kang para bupati yang bertugas sebagai pengurus keraton,
semua tombongan dalam keraton dipimpin
Semua naik kuda yang besar, gagah dengan kedua patih.
perabot yang mewah, diiringi piranti
upacaranya, dan para prajurit balatentara. 13.
Terlihat makmur dengan payung kebesaran, nulya upacara prabu
para segenap bupati. banyak dhalang sawunggaling
Perjalanan ini sekaligus menjadi show of force, tanapi arda waleka
seperti ketika pindahan dari Kartasura ke waos sulam amarapit
Surakarta. Mempertontonkan kemakmuran dan kampil ing abdi kaparak
kebesaran Surakarta. Sekaligus membuat amangangge sarwa abrit
gentar bagi yang ingin memberontak. Ini lho
kebesaran negeri Surakarta, rugi para panglima Kemudian piranti upacara raja, banyak
yang tidak bergabung di dalamnya. dalang, sawung galing, dan ardawalika.
Tumbak bersulam mengapit dibawa oleh abdi
perempuan, memakai pakaian serba merah.
11.
sabên sajuga tumênggung Lengkap peralatan upacara, tanda dan lambang
balanya kang nitih wajik kebesaran negara, banyak dalang, sawung
wontên dhomas myang sanambang galing, ardawalika, dll. Semua dibawa oleh
samya pelag amantêsi abdi dalem perempuan (keparak) yang
murub mubyar kang busana memakai pakaian merah.
tinon langkung ngrêspatèni
14.
Setia seorang tumenggung, membawahi de para santana prabu
pasukan berkuda delapan ratus sampai seribu. angapit ing kanan kering
Semua kelihatan bagus dan pantas, bersinar kang tan têbah sri narendra
mung Jêng Pangran Mangkubumi
Inilah barisan bupati mancanegara dari bang Tidak ada putusnya, segenap bala yang
wetan, atau bagian timur negara Surakarta. berjalan. Bala yang memakai kuda ada dua
Sedangkan yang didepan tadi adalah bupati puluh ribu, malah lebih. Tak bisa dihitung
bilangan semua kawula yang berjalan darat.
“Aduh-duh, kak! Seumur-umur aku hidup baru kusut tumonton mring laki
kali ini melihat orang tampan seperti itu. nora sotah sinandhinga
Alangkah senangnya hatiku, kalau bisa duduk mung kèpi kang anyar prapti
bersanding!”
Sudah pasti kalau baru melihat yang itu, kalau
Mereka saling berbisik sambil melihat sang pulang sesampai rumah, besar angan-angan
perwira tampan, dan para prajurit yang gagah. seperti orang linglung. Tampak kusut melihat
Itulah suami impian mereka. Andai saja bisa suaminya, tak sudi disanding, hanya
tercapai keinginan hati ini.... memimpikan seperti yang baru datang.
40. Para wanita menjadi mabuk kepayang melihat
pantês kinudang ing kidung para ksatria Surakarta. Sesampai di rumah
pantês kondhang ing agêndhing melihat suaminya kok jadi tampak kusut, tak
pra satriya Surakarta mau lagi disanding, hatinya masih memikirkan
myang sagung bupati mantri yang baru lewat. Segitunya nek!
bêsus wiraga karana
saparibawa mantêsi
43.
Pantas dipuja dalam kidung, pantas dikenang tangèh ginupitèng kidung
dalam tembang, para ksatria dari Surakarta solahing wong sanagari
itu. Dan para bupati mantri, elok dalam cinatur jêng sri narendra
perilaku karena semua tindak-tanduk dupi prapta ngajêng loji
kelihatan pantas. Jêng Tuwan Gurnadur Jendral
Baron van Emuk agipih
Sungguh mereka lelaki pilihan, pantas dipuja
dalam kidung, dikenang dalam nyanyian. Para 44.
ksatrian dari Surakarta itu semua perilakunya dènnya lumarap amêthuk
elok dan pantas. Tentu saja karena mereka ngancarani sri bupati
selalu berjalar dan berlatih siang dan malam ri wuse jawatan asta
agr tampil subasita, anuraga, tatakrama dan nata sinambut umanjing
unggah-ungguh. Ajaran moral yang harus jro trun kang wus sumadhiya
dikuasai para perwira keraton. rinêngga sarwa sutradi
45.
lèmèk prangwadani babut 48.
lênggah jajar sang kêkalih dhuh prapta kula sang prabu
mênggêp munggèng dirgasana pan amung parlu martuwi
bupati satriya mantri dhumatêng paduka nata
jroning praja Surakarta rèhning mêntas wontên kawis
pasisir môncanagari dahuruning prajanira
saking karsanta sang aji
46.
aglar sumewa ing ngayun 49.
sajuru sabilik-bilik ngalih kitha Sala dhusun
kawangwang saking mandrawa punika kula kaluwih
busanane milangêni kadêrêng badhe uninga
lir lintang ambabar sêkar labêt dening gunging asih
pating gêbyar pating krêlip kangjêng Kumpêni Walônda
dhumatêng narendra Jawi
Beralas karpet permadani, duduk berjajar
berdua, terlihat gagah di singgasana. Bupati, “Duh sang Raja, kedatangan saya hanya
para ksatria, mantri, dari negeri Surakarta untuk menengok kepada paduka sang Raja.
dan pesisir mancanegara, berjajar menghadap Karena baru saja ada peristiwa huru-hara di
di depan, setiap pejabat satu golongan. Dilihat kerajaan tua. Dan dari kehendak paduka
dari kejauhan pakaiannya mempesona, seperti berpindah negeri ke desa Sala, itulah yang
lintang mengeluarkan bunga, gemerlap membuat saya terdorong untuk menengok.
berkerlip-kerlip. Karena amat besar perhatian Kumpeni
Belanda kepada raja Jawa.”
Kedua pembesar, sang Raja dan Gubernur
Jenderal masuk ke dalam dan duduk di Gubernur Jenderal Baron van Imhoff
singgasana beralas karpet permadani. Tampak menyatakan betapa kunjungannya tak lebih
gagah keduanya. Di hadapannya telah berjajar dari perhatian seorang sahabat yang sangat
para bupati, dan ksatria dari negeri Surakarta , peduli. Tidak ada maksud penting yang lain.
para bupati pesisir dan mancanegara. Tampak Tentu saja ini sekedar tatakrama, basa-basi
dari kejauhan pakaian mereka berkerlap-kerlip pendahuluan dari maksud yang sebenarnya.
seperti bintang mengeluarkan bunga. Karena kedatangan van Imhoff kelak akan
mengubah peta politik di negeri Surakarta
dalam waktu yang singkat.
47.
jêng tuwan jendral gurnadur
samana sampun ngaturi 50.
nambrama amanuhara sang prabu mangsuli arum
wilujêng ing sri bupati prasêtyanipun Kumpêni
atanapi tur prasêtya sih marma mring kraton Jawa
pangandikanira manis rumêksa mamrih basuki
sangêt sukarêna kula
Tuan Gubernur Jenderal ketika itu sudah panjênêngan kula ugi
menyambut dengan ungkapan yang halus,
mengabarkan keselamatan dan menyatakan 51.
kesetiaan dengan perkataan yang manis. datan darbe sigan-sigun
agêngipun sônggarunggi
Tuan Gubernur Jenderal pun menyambut nanging mung mantêp pracaya
dengan sambutan yang halus, sangat mring Kumpêni lair batin
menghormati sang Raja, mengabarkan saking dening rêsêp kula
keselamatan dan kesetiaan sebagai sahabat kula anggêp kulit daging
yang peduli, dengan kata-kata yang manis dan
ramah. Sama sekali tak menunjukkan Sang Raja menjawab tak kalah manis,
kesombongan seorang penguasa Kumpeni “Kesetiaan Kumpeni dan perhatian kepada
yang agung.
keraton Jawa, menjaga agar selamat, sangat Semarang, untuk semua yang hadir merata
membuat saya gembira. Paduka saya juga sampai para prajurit rendahan semua kebagian.
tidak punya rasa segan ataupun ragu-ragu,
tetapi tetap mantap percaya kepada Kumpeni,
lahir batin. Karena amat senang saya anggap 54.
kulit daging sendiri.” sawusnya rêrêm sang prabu
jêng gurnadur amartuwi
Jawaban sang Raja pun tak kalah diplomatis. sigra amurwèng kalangyan
Dia mengungkapkan senang hati atas perhatian mriksa ananing jaladri
Kumpeni, yang telah menjaga kerajaan nutug gènnya mangun suka
Surakarta selalu dalam keselamatan. Juga jêng tuwan lan sri bupati
sekarang dirinya tak segan dan ragu lagi akan
komitmen Kumpeni terhadap raja Jawa. Setelah istirahat beberapa saat, Kanjeng
Baginya Kumpeni sudah dianggap kulit gubernur mengajak untuk segera pelesir
daging, saudara sendiri. melihat pantai. Puas mereka bersuka-suka,
Kanjeng Tuan Gubernur dan Sang Raja.
Tentu saja ini adalah ungkapan diplomatis.
Raja sadar kekuasaannya berada dalam Kedua pembesar kemudian pelesir ke pantai
gengaman Kumpeni. Satu sikap buruk dapat utara, melihat-lihat pemandangan laut. Apa
mengubah penilaian dan mengubah nasibnya yang mereka lakukan adalah dalam rangka
kelak. diplomasi, saling mengambil hati dan
menjajaki lawan.
52.
jêng tuwan suka kalangkung 55.
myarsa prasêtyaning aji wusnya angsal pitung dalu
ri sampunipun antara dènnya wontên ing Samawis
sang nata jêngkar sing loji sang aprabu lan jêng tuwan
kondur dhatêng pasanggrahan gya jêngkar mring Sala nagri
kang sampun dhêndhêng cumawis sami anitih jêmpana
lamun sayah nitih wajik
Kanjeng Tuan Gubernur sangat suka
mendengar kesetiaan sang Raja kepada 56.
Kumpeni. Setelah selesai hari itu sang Raja sang aprabu munggèng ngayun
keluar dari Loji dan singgah di pondok yang jêng tuwan jendral nèng wuri
telah disediakan untuk jamuan. de ananing pakurmatan
tan siwah kadi duk nguni
Setelah berbasa-basi seperlunya kemudian têdhakipun sri narendra
sang Raja menuju pondok jamuan untuk acara dhatêng nagari Samawis
makan bersama.
Setelah mendapat tujuh hari di Semarang,
53. sang Raja dan Tuan Gubernur segera pergi ke
pra bupati datan kantun negeri Sala. Mereka naik tandu, kalau sudah
tantara dangu praptaning lelah berganti naik kuda.
sêsugun mawarna-warna
saking Kumpêni mêpêki Sang Raja berada di depan, Tuan Jenderal di
myang sing bupati Samarang belakang. Adapun penghormatan untuk
warata sawadya alit mereka tak beda dengan ketika Raja datang ke
Semarang.
Para bupati tak ketinggalan, tak lama Setelah tujuh hari di Semarang kedua
kemudian datang jamuan bermacam-macam. pembesar menuju Surakarta dengan naik
Dari Kumpeni lengkap dan dari bupati tandu. Penghormatan dan sambutan untuk
semarang, semua rata sampai prajurit rendah. keduanya sama meriahnya seperti ketika Raja
Di pondok jamuan telah disediakan jamuan datang ke Semarang.
bermacam-macam dari Kumpeni dan bupati
Sesudah tujuh hari bersama mengapa Tuan Pangeran Mangkubumi walau sudah dikenal
Gubernur Jenderal masih ingin datang ke sebagai bangsawan yang pintar dan menguasai
Surakarta. Tentu ada hal penting yang akan berbagai aturan, tetapi bukan orang yang
ditinjau atau dibicarakan. Dan mengapa tidak sombong. Dia takut kalau bicara buruk, awas
sekalian dilakukan di Semarang? Kita akan terhadap rasa malu, artinya sangat menghindar
segera tahu ada intrik apakah di balik dari hal yang memalukan. Teliti dari segala
kedatangan Gubernur Jenderal Baron van kemungkinan yang membahayakan, dan
Imhoff ke Surakarta. sikapnya ramah tidak kelihatan galak.
57.
wadyakuswa sangsayagung 60.
wêwah bupati pasisir têtêg yèn amanggih kewuh
tanapi bala Walônda tangginas marang ing kardi
Jêng Pangeran Mangkubumi marma langkung sih myang rama
yèn nata nitih jêmpana pangran datan kêna têbih
kinon angamping-ampingi saya rêmbên ingkang lampah
gangsal latri anèng margi
58.
adharat ing lampahipun Tabah kalau menemui kesulitan, cekatan
nèng kanan utawi keri dalam segala pekerjaan, dan sangat mencintai
ngampil pamucangan nata ayahandanya. Sang Pangeran tidak boleh
gêgujêngan turut margi jauh, semakin lamban dalam perjalanan, lima
luwês cucut tandukira hari di jalan.
katonton putus ing budi
Pengeran Mangkubumi seorang yang tabah
Balatentara semakin banyak, ditambah para kalau menemui kesulitan, itu kelak terbukti
bupati pesisir dan bala dari Belanda. Kanjeng ketika melawan Kumpeni. Cekatan dalam
Pangeran Mangkubumi kalau sang Raja naik segala pekerjaan, hal itu sudah dibuktikan
tandu disuruh mendampingi dengan berjalan ketika membangun keraton baru, dialah
darat di kiri atau kanan. Membawa arsiteknya. Sangat mencintai ayahandanya,
pakinangan Raja, bersenda gurau sepanjang Raja Amangkurat Jawi dan juga selalu patuh
jalan. Luwes dan lucu perilakunya, terlihat kepada pesan ayahnya, kalau tidak bagaimana
sempurna dalam budi. mungkin dia setia kepada sang kakak, di saat
yang lain melawan, seperti RM Said, Pangeran
Kanjeng Pangeran Mangkubumi sang senapati Buminata dan Pangeran Singasari.
agung pun dengan setia membawakan
pakinangan Raja, yakni alat untuk mengunyah Dalam perjalanan itu Pangeran tidak boleh
kinang. Sepanjang jalan tugas itu dilakukan jauh-jauh dari Raja, membuat perjalanan
dengan senang hati, sambil bersenda gurau, semakin lamban, lima hari berada di jalan.
menyegarkan suasana, kelihatan luwes dan
humoris. Dari sini terlihat sempurna budi sang 61.
Pangeran Mangkubumi. dupi têdhaknya sang prabu
praptèng kitha Bayalali
59. sang nata dhingini lampah
ajrih durcara ing wuwus ari Dite nuju kaping
awas marang wirang isin pitu likur nunggil wulan
tan gumunggung adiguna rawuh Surakarta nagri
kuntap ing pranata titi
titi marang ing wêweka Ketika perjalanan sang Raja sampai di kota
tan galak tutut ing liring Boyolali, sang Raja mendahului perjalanan.
Hari Ahad tanggal ke 27 tunggal bulan
Takut berbicara buruk, awas terhadap rasa sampai di Surakarta.
malu, tak menyombongkan ilmu, tuntas dalam Di kota Boyolali, kira-kira 50 km dari keraton,
aturan, teliti pada kewaspadaan, tak bersikap rombongan sang Raja mendahului untuk
galak ramah mukanya. mempersiapkan segala sesuatu berkaitan
dahat ribêng tyas narpati para bupati. Sungguh itu takkan berguna, tak
gya mangsuli pangandika manuhara urung para punggawa hanya akan
menyarankan hal yang buruk.”
Ketika mendengar sang Raja, perkataan dari
Jenderal Kumpeni tadi, sangat kaget dalam Sang Raja mencoba mengurai benang kusut
hati. Tidak menyangka kalau Jenderal datang pikirannya dengan perlahan, dan menyiapkan
untuk minta seluruh tanah utara di tepi laut. strategi mengelak. Namun ternyata lawan
Sangat repot hati sang Raja, segera menjawab bicaranya bukan seorang yang bodoh. Dia
dengan perkataan yang manis. memang telah memegang kunci kehidupan
sang Raja. Membawa serta daftar hutang budi
Sang Raja kaget karena tidak menyangka dan daftar dosa-dosa.
Jenderal akan benar-benar datang untuk
menanyakan kesanggupan sewa tanah pesisir
tersebut. Memang dalam perjanjian Ponorogo 11.
yang menjadi sebab kembalinya dia ke tahta, tandhanipun dèrèng lama
disebut-sebut soal tanah pesisir. Namun Raja gènnya sang prabu ajurit
tak mengira akan secepat itu Kumpeni nêdya ngungsir mring Walônda
menagih. Sang Raja memcoba berdiplomasi saking turing pra dipati
agar dapat mengelak, walau tetap dibungkus môngka jroning rat Jawi
perkataan manis. ingkang misesa amêngku
yêkti amung paduka
sintên kang purun ngalangi
9. yèn wus dadi karsane kang madêg raja
dhuh eyang mênggahing kula
tan liyan amung marêngi “Tanda-tandanya belum lama ini, paduka
sabarang ingkang kinarsan Raja ikut berperang hendak mengusir bangsa
mring sagunging pra radpêni Belanda, itu juga dari saran para adipati.
awit sampun ngugêmi Padahal di jagad Jawa ini yang sebagai
ubayèng mung mrih rahayu pemegang kuasa sungguh hanya paduka
nglêngkara yèn ngaraha sendiri. Siapa yang akan mau menghalangi
tiwasipun tanah Jawi kalau sudah menjadi kehendak paduka.”
mila kula tan nêdya suwalèng karsa
Peristiwa yang dimaksud Tuan Gubernur
10. bahwa Raja ikut berperang mengusir Belanda,
nanging yogya dèn sarônta adalah peristiwa pemberontakan Cina di
kula mundhut rêmbag dhingin Semarang. Ketika itu orang-orang Cina sudah
maring pra nayakèng praja mengepung benteng Loji Semarang. Banyak
sanès ari sung pawarti pejabat kerajaan menyarankan agar Susuhunan
jêng gurnadur mangsuli Pakubuwana II membantu Cina mengusir
dhuh sang prabu sampun dhawuh Belanda.
dhatêng para dipatya Susuhan setuju dan mengirim pasukan untuk
ing sayêkti tanpa kardi ikut mengepung benteng. Tak disangka
botên wande punggawa mung mrih durcara Cakraningrat IV dari Madura berpihak pada
Kumpeni dan membantu mengusir orang Cina.
“Duh Kakek, bagi saya pribadi tak lain hanya Pemberontakan dipadamkan dan terbongkar
mengijinkan semua yang dikehendaki oleh kalau Pakubuwana II membantu Cina.
segenap anggota Dewan Hindia. Karena
sudah menepati janji akan mengupayakn Setelah terbuka kedoknya Pakubuwana II
keselamatan negeri. Mustahil bila mengharap meminta ampun kepada Kumpeni dan mohon
bencana bagi tanah Jawa, maka saya tak ingin dipulihkan hubungan keduannya. Kumpeni
membantah kehendak Tuan. Tapi sebaiknya setuju dengan berbagai syarat. Inilah salah satu
disabarkan dahulu, saya akan berbicara dulu dosa Pakubuwana II kepada Kumpeni yang
dengan para punggawa negeri. Lain waktu ternyata dimainkan Baron van Imhoff sebagai
akan saya kabari.” Tuan Gubernur menjawab, kartu truf untuk menekan Pakubuwana II.
“Duh paduka Raja, jangan berembug dengan
Sangat heran dan menyembah kedua patih, Dua patih menyarankan jumlah uang sewa
“Sudah menjadi keputusan paduka.” yang berbeda, Patih Sindureja menyarankan
dua puluh ribu, Patih Pringgalaya
Sesampai di keraton sang Raja hendak menyarankan empat puluh ribu. Pangeran
membicarakan masalah uang sewa tanah Mangkubumi sangat mungkin mempunyai
pesisir dengan para pembantunya. Yang dipilih angka yang lain lagi.
adalah kedua patih sebagai aparat negara, dan
sang adik Pangeran Mangkubumi sebagai
kerabat Raja. Kedua patih sampai lebih dulu, 19.
dan diberi penjelasan oleh sang Raja. sang nata alon ngandika
wruhanira Mangkubumi
Kedua patih juga merasa heran dengan yèn praptane kaki jendral
keputusan Raja yang mudah melepaskan tanah minta anggadhuh pasisir
pesisir, tetapi karena sudah menjadi keputusan sun yayi wus marêngi
Raja keduanya hanya patuh. Kumpêni pamintanipun
wit kapêngkok wicara
17. jêng pangeran matur aris
sang nata malih ngandika dhuh pukulun dene tan botên kadosa
iya apa kang pinikir
mung pamêtune kewala Sang Raja berkata pelan, ‘Ketahuilah
sira rêmbuga kang nuli Mangkubumi, kalau kedatangan Kakek
apa ginawe kêdhik Jenderal minta menyewa tanah pesisir. Aku
apa ta ginawe agung adikku, sudah mengijinkan permintaan
Dipati Sindurêja Kumpeni karena tersedak dalam
umatur ing sri bupati perundingan.” Kanjeng Pangeran berkata
dhuh pukulun dinamêl kêdhik kewala pelan, “Duh paduka mengapa bisa demikian.”
Sang Raja berkata lagi, “Sekarang yang perlu Pangeran Mangkubumi menyayangkan
dipikirkan hanya hasilnya saja, engkau mengapa Raja memutuskan sendiri tentang
katakan segera, apa dibuat sedikit atau dibuat sewa tanah itu.
banyak?” Adipati Sindureja berkata kepada
Raja, “Duh Paduka, dibuat sedikit saja.” 20.
punapa tan kaèngêtan
Patih Adipati Sindureja menyarankan agar lamun jênênging narpati
sewa tanah pesisir diajukan dengan harga yang mung darma mêngku kewala
murah saja. bang-bang lum-aluming nagri
yêkti wontên pêpatih
nayaka para tumênggung
18.
tuwin para santana
kalih lêksa sabên warsa
punika kang darbe wajib
dene Rahadyan Dipati
amasesa angalangna angujurna
Pringgalaya aturira
kawan lêksa sabên warsi
“Apakah tidak mengingat bahwa sebagai raja
ri sêdhêngnya anggalih
hanya sekadar memutuskan saja, segala hal
paos pasisir sang prabu
berkaitan dengan negeri sudah ada patih dan
wau ta praptanira
para punggawa serta tumenggung, dan para
Jêng Pangeran Mangkubumi
kerabat. Itulah yang mempunyai kewajiban
laju marêk ngastuti padaning raka
mengelola dan memberi masukan, apakah
akan dibuat melintang atau membujur negeri
“Dua puluh ribu, setiap tahun.” Adapun
ini.”
Raden Adipati Pringgalaya menyarankan
empat puluh ribu setiap tahun. Ketika sang
Pangeran Mangkubumi bertanya mengapa
Raja sedang memikirkan pendapat kedua patih
Raja tidak mengingat kalau sebagai raja hanya
datanglah Kanjeng Pangeran Mangkubumi,
memutuskan berdasar masukan para
terus mendekat dan menyembah kepada
punggawa. Ada patih, bupati, tumenggung
rakanda.
Menurut Wirasetika, kalau dilihat masih Mereka sekarang menganggap sama saja,
banyak saudara Raja yang lain, masih ada apakah barang bagus atau kurang bagus.
sembilan orang yang menyertai Raja dan Namun sikap yang revolusioner terjadi dalam
mereka semua bisa ditanyai, tetapi yang diri mereka. Keperwiraan dan tekad mereka
diminta pendapat hanya Pangeran kuat, mereka tidak punya rasa takut, sungguh
Mangkubumi, karena sang Pangeranlah yang penuh anugrah dari Tuhan Yang Maha Suci.
dapat diandalkan.
12.
10. lama-lama sêngkakêna malih
ing samêngko sanak Sukawati jro tyasira supaya dadia
sayêktine kakang Jayarata nagara prajurit gêdhe
kudu salin pambêkane munjuli prawiranung
tinuman mèn kalantur ing Madura lan Surawèsthi
gêdhèkakên tyase pribadi wêwinih kaprawiran
ingkang darbe curiga saking karsa prabu
pangaji nêm suku de gusti mung têlung nambang
cipta arêga limalas tinêmpuhkên bot repoting tanah Jawi
tumbak rêga nêm jampêl ciptanên sami pratôndha yèn karasa
yèn pangaji sadaya
“Lama-lama disegerakan lagi, dalam hati
“Di zaman sekarang saudara dari Sukowati, supaya menjadi negera dengan prajurit
sesungguhnya, Kak Jayarata, harus berubah banyak. Melebihi dalam keperwiraan dari
wataknya, terbiasa sehingga menjadi-jadi, Madura dan Surabaya. Benih keperwiraan
menuruti kehendak sendiri. Yang mempunyai dari kehendak sang Raja, karena Gusti hanya
keris seharga enam suku, dianggap seharga diberi tiga ribu tapi diserahi tanggung jawab
limabelas. Tombak seharga enam jampel pun segala kerepotan di tanah Jawa. Ini pertanda
seharga dihargai sama.” kalau merasakan.”
Menurut Wirasetika orang-orang Sukawati Kalau sikap para penduduknya seperti itu,
sekarang telah berubah dalam mensikapi harta lama-lama mereka akan menjadi negara besar
benda, mereka tak lagi silau dengan nilai dan kuat seperti Madura dan Surabaya. Dua
barang keduniawian. Ini terjadi sejak Sukowati wilayah itu sudah terkenal sejak dahulu
dipimpin Pangeran Mangkubumi, pasca sebagai daerah yang kuat dan orang-orangnya
direbut dari Tumenggung Martapura. pemberani. Yang merebut kembali keraton
Kartasura dari tangan Mas Garendi adalah
orang-orang Madura dipimpin Cakraningrat
11. IV. Kelak Sukowati akan menjadi seperti
sabuk solok dèn anggêpa sami itulah kalau penduduknya berani dan pasrah
kalawan sabuk cindhe jalamprang kepada Tuhan Yang Maha Suci.
wong kang darbe picis sêtèng
nganggêp reyal sapuluh Sekarang benih-benih itu sudah ada di bawah
dèn tuwajuh anrus ing batin pimpinan Pangeran Mangkubumi. Karena sang
anon mungsuh sanambang Pangeran juga seorang yang berhati tulus dan
ciptanên mung satus berani. Tidak telalu pamrih kepada keduniaan.
santosaning tekadira Hanya memperoleh 3.000 cacah sebagai
lamun ora kumêdhèp yêkti sinung sih lungguh tanggung jawab Pangeran
nugrahaning Hyang Suksma Mangkubumi teramat besar dan mengatasi
segala kerepotan tanah Jawa.
“Sabuk solok dianggap sama dengan sabuk
cinde jalamprang. Yang mempunyai uang
emas 5 koin dianggap sepuluh real. 13.
Tawajjuhlah tumus ke batin, melihat musuh pra santana sêsanga kang maksih
seribu anggaplah seratus. Kuatkan tekadmu, têka amung jêng gusti kewala
kalau tidak takut sungguh dilimpahi kasih dan kang tinari esuk sore
anugrah Tuhan Yang Maha Suci.” kinathik siyang dalu
26.
Setelah jabat tangan sang Adipati segera Buminata lawan Singasari
menghaturkan surat dari Raja, diterima dan pulunan nata kang dadya mêngsah
dibaca cepat. Kanjeng Tuan sangat suka Mangkunagara lan Pamot
ketika membaca isi yang tertulis, pelan dia prasamya ngrisak dhusun
berbicara, “Sangat menerima para Dewan angrêriwut têtiyang alit
Hindia kepada Anda berdua Patih. Dalam jêng tuwan ngungun myarsa
meminta bagi hasil sangat pantas. Sekarang angandika arum
saya ingin tahu Sang Raja berapa dyan dipati pra santana
saudaranya?” Pringgalaya menjawab, “Yang ingkang trêsna tan kesah saking nagari
sudah tua tinggal satu Pangeran Danupaya, andika saenana
adapun yang delapan semua masih muda.
Pangeran Arya Adinegara, kemudian “Kemudian Pangeran Mangkubumi, kemudian
Pangeran Adiwijaya. Pangeran Arya Rangga, Kanjeng Pangeran
Mataram, Pangeran Selarong, Pangeran
Tuan Jenderal merasa sangat suka atas Panular, dan lagi Pangeran Bei. Saudara tua
permintaan bagi hasil itu. Tentu saja karena sang Raja yang berputra ada lagi yang
jumlahnya yang minimal itu, hanya seperlima menjadi musuh, yang dua berdiri di Gunung
dari usulan Mangkubumi. Tampaknya Tuan Sembuyu. Pangeran Buminata dan Singasari.
Gubernur mengetahui bahwa hilangnya tanah Pangeran Mangkunagara dan Pangeran
pesisir akan membuat kas negeri Surakarta Pamot, semua merusak desa, merecoki wong
bobol. Untuk itu dia bermaksud memantau cilik.” Kanjeng Tuan heran mendengar,
keadaan, agar tidak terjadi gejolak. Dia kemudian berkata manis, “Kepada raden
meminta informasi kerabat Raja yang adipati dan kerabat yang tidak pergi dari
memegang peran penting di kerajaan, siapa negeri Anda berbaiklah kepada mereka.”
saja mereka. Dan Pringgalaya tanpa menutupi
mengatakan keadaan yang sebenarnya. Kemudian Pangeran Mangkubumi, nama
kecilnya Raden Mas Sujana, putra dari istri
Kerabat terdekat atau saudara Raja yang tua selir Mas Ayu Tejawati. Kemudian Pangeran
atau kakak Raja tinggal satu, yakni Pangeran Arya Rangga, nama kecil Raden Mas Surata,
Danupaya. Nama kecilnya Raden Mas putra dari selir Mas Ayu Werdiningsih, kelak
Sudiman, putra dari selir Raden Ayu Retnadi. berganti nama Pangeran Cakranegara.
Sementara kakak Raja yang lain sudah keluar Kemudian Pangeran Arya Mataram, nama
dari istana dan memberontak. Sedangkan adik- kecilnya Raden Mas Pamade, putra dari istri
adik Raja masih ada delapan. Antara lain, padmi Kanjeng Ratu Kadipaten, kelak
Pangeran Adinegara. Nama kecilnya Raden bernama Pangern Buminata. Kemudian
Mas Utara, putra dari istri selir Mas Ayu Pangeran Arya Selarong, nama kecilnya Raden
Gandaarum. Kemudian ada Pangeran Mas Yadi, putra dari selir Mas Ayu Mundri.
Adiwijaya, nama kecilnya Raden Mas Subekti, Kemudian Pangeran Panular, nama kecilnya
putra dari istri selir Raden Ayu Pandansari, Raden Mas Geter, putra dari istri selir Raden
pernah memakai nama Pangeran Arya Pamot. Ayu Pandansari. Yang terakhir Pangeran
Ngabehi.
25. Saudara tua sang Raja ada pula yang menjadi
nulya Jêng Pangeran Mangkubumi musuh, yakni Pangeran Buminata dan
gya Jêng Pangeran Ariya Rôngga Pangeran Singasari. Keduanya anak dari
Jêng Pangeran Matarame Kanjeng Ratu Kadipaten, mereka menggelar
Pangran Slarong rinipun pasukan di Gunung Sembuyu. Ada pula anak
Jêng Pangeran Panular malih dari Pangeran Arya Mangkunagara, yakni
Pangran Bèi pulunan Pangeran Adipati Mangkunagara atau Raden
kadangipun sêpuh Mas Said dan Pangeran Pamot. Keduanya juga
sang nata ingkang pêputra memberontak.
wontên malih dados mêngsah ingkang kalih
madêg ardi Sêmbuyan Tuan Gubernur merasa heran mengapa banyak
yang memberontak, lalu berkata kepada kedua
patih, “Kepada para adipati dan kerbat yang
masih setia, hendaklah bersikap baiklah Yang tiga orang itu adalah, Pangeran
kepada mereka.” Adinegara, Pangeran Arya Mataram dan
Pangeran Mangkubumi. Yang terakhir paling
banyak, sampai 3000 cacah. Sangat timpang
27. dengan kerabat Raja yang lain. Dia sudah
dupi midhangêt Dyan Adipati seperti raja saja, dan sangat dikasihi oleh sang
Pringgalaya suka jroning nala kakak.
de antuk marga sêdyane
Sindurêja jumurung
sigra Pringgalaya Dipati 29.
umatur mring jêng tuwan jêng pangeran ingkang madanani
dhuh kangjêng gurnadur pra santana Pangran Dinagara
kadang santana narendra lênggahe sabin cacahe
kang nèng nagri samya kirang dharing sabin mung sèwu gangsal atus
mung têtiga kang cêkap lan Pangeran Arya Matawis
kang lênggah cacahira
“Ketika mendengar Raden Adipati sèwu kawan atus
Pringgalaya senang dalam hati, karena Pangran Rônggadiwijaya
mendapat jalan memenuhi kehendaknya. gangsal atus lênggahe pangran nyatunggil
Patih Sindureja pun mendukung. Segera dene para pangeran
Adipati Pringgalaya melapor kepada Kanjeng
Tuan, “Duh Tuan Gubernur, saudara kerabat 30.
Raja yang masih di negeri semua kurang jatah ingkang sami sinung lênggah siti
tanah garapan. Hanya tiga orang yang namung nigang atus ingkang mratah
mendapat cukup.” marma langkung musakate
kang tan cêkap dharipun
Ketika mendengar saran Gubernur itu aprasasat tan darbe abdi
Pringgalaya merasa senang, karena mendapat pantês wontên kang mêdal
jalan untuk mencurahkan keinginan wit saking ngêlalu
terpendamnya. Segera dia melancarkan tipu tan bangkit lamun umiyat
muslihatnya dengan melaporkan kepada Tuan mring Pangeran Ariya Amangkubumi
Gubernur, “Duh Tuan Gubernur, saudara Raja kang agung tanpa timbang
yang masih tersisa di negeri ini, semua
mendapat jatah tanah yang kurang. Hanya tiga “Kanjeng Pangeran yang hampir menyamai
orang yang mendapat jatah tanah yang cukup.” adalah Pangeran Adinegara tanahnya seribu
limaratus cacah, Pangeran Arya Mataram
28. tanahnya seribu empat ratus cacah. Pangeran
Adinagara Arya Matawis Ranggadiwijaya lima ratus, hanya seorang ini
lurah santana sabinnya kathah saja. Adapun pangeran lainnya jatah tanahnya
Mangkubumi katigane hanya masing-masing tiga ratus yang umum.
punika kang linangkung Maka sangat menderita mereka, yang tak
tigang èwu cacahe sabin cukup untuk makan, bahkan tak punya
tan wontên tumimbanga pembantu karena tak punya hasil cukup.
para kadang prabu Pantas ada yang memberontak karena sangat
pangeran wus kadya raja iri tapi tak bisa melawan pada Pangeran Arya
awibawa winongwong jêng sri bupati Mangkubumi, yang kekuasaannya tanpa
kalangkung kinasihan tanding.”
Pada bait ini Pringgalaya menghasut Baron
“Adinegara, Arya Mataram, dan pemuka van Imhoff bahwa salah satu penyebab para
kerabat yang ketiga adalah Mangkubumi. pangeran memberontak adalah Raja tidak adil
Itulah yang tanahnya paling banyak, ada tiga dalam memberi jatah tanah garapan. Terlebih
ribu cacah. Tidak seimbang dengan kerabat kepada Pangeran Mangkubumi yang jatahnya
Raja yang lain. Pangeran itu sudah seperti teramat luas, sehingga menimbulkan iri hati di
raja, berwibawa disegani oleh sang Raja, dan kalangan pangeran lain.
sangat dikasihi.”
33.
31. ingkang kathah pangran ukur urip
jêng gurnadur jendral tanya malih mung nêsêgi lêlurung kewala
Pangran Mangkubumi karta jaman anggêdhèkakên angkuhe
ing nguni pintên sawahe kala jêngkar sang prabu
Pringgalaya turipun sami nungkul Sunan Garêndi
mung nêmatus cacahing sabin tyas kêkês lir wanudya
wit saking kinasihan tan wirang ing kalbu
ing raka sang prabu Pangran Mangkubumi tobat
marma sarwa kinacekan botên sotah nungkul dhatêng Sunan Kuning
sayêktine kacèke kapati-pati milalu mring Samarang
jendral nolih ngandika
32. 34.
hèh Gêndhorop apa ta sayêkti lan malihe tanah Sukawati
yèn sanyata pagene bineda tigang nambang nguni rinayudan
kumêndhan alon ature Martapura sabalane
pukulun milanipun Kumpêni pra tumênggung
kinacekan lawan sêsami sabên ngungsir prangnya kalindhih
awit kangjêng pangeran dupi pangran tumêdhak
kangge karyanipun mêngsah kapalayu
putus pangolahe praja marma tanah Sukawatya
cukup cakêp barang rèh karyaning aji pinaringkên môngka ganjaran narpati
môngka gul-aguling prang gènnya mungkasi karya
Kanjeng Gubernur bertanya lagi, “Pangeran “Kebanyakan pangeran nunut hidup, hanya
Mangkubumi ketika jaman dulu di Kartasura memenuhi tempat saja, membesarkan
berapa tanahnya?” Pringgalaya menjawab, kesombongan. Ketika sang Raja pergi, semua
“Hanya enam ratus cacah. Karena dikasihi menyerah kepada Sunan Garendi, hatinya ciut
Raja, sang kakak, lalu dilebihkan. Sebenarnya seperti wanita, tak malu di hati. Pangeran
kelebihannya sangat jauh.” Jenderal menoleh Mangkubumi tak mau menyerah kepada Sunan
dan berkata, “Hai Hohendorff, apa benar Kuning, pilih pergi ke Semarang. Dan lagi
demikian, mengapa dibedakan?” Komandan ketika tanah Sukowati tiga ribu cacah ketika
berkata pelan, “Dilebihkan dari sesama dikuasai Martapura dan pasukannya, kumpeni
karena Kanjeng Pangeran karena sebagai dan para tumenggung setiap akan mengusir
imbahan kemampuannya mengelola kerajaan, selalu kalah. Ketika Pangeran Mangkubumi
menyelesaikan semua pekerjaan Raja dan turun musuh lari, maka tanah Sukowati
diandalkan sebagai senapati perang.” diberikan sebagai hadiah dari Raja karena
merampungkan masalah.”
Baron van Imhoff bertanya mengapa Pangeran
Mangkubumi bisa mendapat jatah begitu Selain peran Pangeran Mangkubumi yang
besar. Dua jawaban diperoleh dari dua pihak sangat vital di keraton dan sudah terbukti
berbeda. Pihak keraton diwakili Pringgalaya cakap, ada alasan lain di balik besarnya jatah
dan didukung oleh Sindureja mengatakan hal tanah garapan. Bumi Sukowati yang semula
itu karena pangeran dikasihi Raja. Tetapi dikuasai Tumenggung Martapura hanya dapat
pihak Kumpeni dari Baron von Hohendorff ditaklukkan oleh Mangkubumi. Maka sekalian
justru menjawab lebih masuk akal, yakni Sukowati diserahkan kepadanya sebagai tanah
karena peran besar Mangkubumi sebagai garapan. Keberanian Mangkubumi dalam
administrator dan senapati perang. Jika dilihat membela Raja memang juga sangat timpang
justru jawaban Pringgalaya sangat subyektif dengan perilaku para pengeran lain yang
dan tidak berdasar. Sementara Hohendorff seolah hanya menumpang hidup saja.
tampak mencoba untuk meluruskan. Hohendorff mencoba meyakinkan bahwa
besarnya tanah Pangeran Mangkubumi pantas
untuknya.
panewu dan segenap pangeran yang jatahnya Komandan pelan berkata, “Memang semua
masih sedikit.” Sang Raja mendengarkan masih di depan Gubernur. Sialnya kedua patih
dengn seksama. tak mau menutupi tentang adik paduka. Ketika
saya ditanya saya juga sudah mengatakan
Kedua patih melaporkan apa adanya mengenai kalau Pangeran Mangkubumi selisih jauh
pertanyaan Gubernur soal soal pembagian tanahnya karena dari kedudukan sebagai
tanah seperti di atas, dan saran dari Gubernur senapati. Tetap menjadi pilihan bagi negara di
untuk sang Raja. dalam membina para prajurit. Dan
menghadapi musuh empat pangeran tak
40. kerepotan, kalau terlalu banyak lawan baru
ruwêt rêntêng jroning tyas tan sipi meminta bantuan Kumpeni, hanya sepuluh
sigra dhawuh patih sigra mêdal orang saja.”
tur sêmbah lèngsèr kalihe Sang Raja sangat pusing memikirkan usulan
saking ing ngarsa prabu Gubernur Jenderal itu, mengapa sampai keluar
sri narendra sigra nimbali usulan yang lebih bersifat sebagai perintah itu.
mayor wus malbèng pura Dia kemudian menyuruh kepada kedua patih
jawat asta sampun untuk keluar dan memanggil Hohendorff
sri naranata ngandika sebagai langkah cross check. Dari Hohendorff
hèh ta adhi sira mau apa uning kemudian Raja tahu bahwa awal mula usulan
kalane kaki jendral Gubernur tersebut atas provokasi Pringgalaya.
Walau Hohendorrf sudah mencoba
41. menjelaskan duduk perkaranya dengan terang,
angrasani dhimas Mangkubum tetapi Gubernur sudah termakan laporan
tuwan kumêndhan alon turira Pringgalaya tersebut, dan keluarlah usulan itu.
pan sami taksih wontêne
ing ngarsa jêng gurnadur
tiwasipun pêpatih kalih 43.
tan purun ngalingana nanging jêng tuwan sampun nuruti
mring rayi pukulun aturipun sang mantri wasesa
sarêng ulun tinakenan de wus kalêbêt galihe
inggih matur mila Pangran Mangkubumi Pringgalaya kang rêmbug
kaot sabine kathah amba ugi dipun dhawuhi
sabinipun ri tuwan
42. kêkantuna sèwu
awit saking pangeran prajurit dene yèn wontên lurugan
têtêp dadya kanthining nagara rayi tuwan taksih anyenapatèni
ing aprang pilih bobote sang nata duk miyarsa
wantêr atêguh timbul
titih lamun amangun jurit
mungsuh pangran sakawan 44.
tan kewran ing tangguh saya putêk raosing kang galih
kalamun kathahên lawan ngandikalon adhi kayaparan
gya utusan nêdha bantu mring Kumpêni têka mangkono dadine
mung sadasa kewala tuwan kumêndhan matur
saupami pêpatih kalih
Dalam hati sang Raja merasa sangat sulit dan asèndhèn ing kawula
repot, tak ingin berlarut-larut segera èstu bangkit matur
memerintahkan kedua patih keluar. Dengan ngalingi rayi paduka
menyembah kedua patih mundur dari hadapan ing têtêpe Jêng Pangeran Mangkubumi
sang Raja. Sang Raja segera memanggil kadi kang wus kalampah
mayor, sesudah masuk ke pura, bersalaman,
sang Raja berkata, “Wahai adikku, engkau “Tetapi Kanjeng Tuan sudah mendengar
tadi apakah mengetahui ketika Kakek Jenderal laporan kedua patih dan sudah masuk ke
membicarakan Adik Mangkubumi?” Tuan dalam hatinya apa yang dikatakan
45.
ulun sampun amrih ngati-ati
pitakenan tan dhawah kawula
mring Pringgalaya dhawuhe
dene ta pênêdipun
ri paduka tuwan timbali
sang nata andhawuhna
ngêlong sabinipun
yèn sampun kalingan warsa
sapêngkêring jendral pinaringkên malih
ywa kongsi don asmara
soal besar sewa tanah sudah menasihati Raja ing labêt kang tan arja
agar jangan terlalu menurut kepada Gubernur awit paduka pukulun
jelas takkan mudah menerima hal itu. lawan rad pêni India
9.
6. sabadan sakulit daging
mêngko prayoga nuruti upami tan mituhua
karsane gurnadur jendral mindhak kirang utamane
gampang yèn wus saungkure tuwan ingkang nêtêpana
sêdhênge kalingan warsa balung sungsum Walônda
sun balèkkên mring sira dene kawula pukulun
ora owah cacahipun tan nêdya durakèng raja
maksih ganêp têlung nambang
“Hanya membuang satu telur, seberapa
7. kehilangannya. Supaya paduka Raja jangan
narimaa bae dhingin sampai terkena kesalahan saya, karena nanti
ywa kongsi dadya tyasira bisa berakibat tidak baik. Karena antara
pangeran sêrêt ature paduka dan Dewan Hindia, sudah seperti kulit
rèhne karsane narendra daging. Seandainya tidak patuh, menjadi
amba datan suwala kurang utama. Paduka hendaknya menepati
nanging ta prayoginipun sebagai satu tulang dan sumsum dengan
kawula paduka bucal Belanda. Adapun saya paduka, tak hendak
bermaksud durhaka kepada raja.”
“Yang terbaik menurut kehendak Gubernur
Jenderal, nanti gampang kalau sudah berganti Pangeran Mangkubumi meminta ijin untuk
tahun aku kembalikan kepadamu tidak minta diri, tidak lagi bergabung dengan sang
berubah jumlahnya, masih genap tiga ribu Raja, agar sang Raja tidak ikut menanggung
cacah. Terimalah dahulu saja, jangan sampai kerepotan dan menjadi serba salah. Kemarin
menjadi kekecewaanmu.” Pangeran berat soal besar nilai bagi hasil pesisir toh Raja juga
menjawab, “Kalau sudah demikian kehendak sudah mengabaikan sarannya. Jadi lebih baik
Raja, hamba tidak membantah. Namun lebih untuk keharmonisan hubungan Raja dan
baik kalau saya dibuang saja.” Kumpeni apabila dirinya tak di keraton.
Bukankah bagi Raja Kumpeni lebih layak
Apalagi kalau perintah itu hanyalah wujud mendapat prioritas?
ketakutan Raja kepada Gubernur. Mencoba
menelikung Gubernur dengan pura-pura
mengurangi, kemudian nanti diberikan lagi. Ini 10.
kebijakan raja pengecut. Raja cap opo ikiii??? mung nêdya papa prihatin
Kira-kira begitulah. paduka anglilakêna
dèn eklas ing lair batos
Namun karena sang Pangeran adalah seorang kang raka duk amiyarsa
perwira yang sangat mendahulukan carocosan kang waspa
keutamaan, maka dia lebih baik bersikap yang trênyuh ing tyas amargiyuh
jelas, tidak selintutan dan tidak membebani ketang trêsnane mring kadang
orang lain. Kalaupun keberadaannya di
keraton hanya menjadi klilip bagi sang Raja, “Hanya hendak menderita dan prihatin,
dan hanya mengganggu keharmonisan Raja paduka ijinkanlah dengan ikhlas lahir dan
dengan Kumpeni dia tidak keberatan untuk batin.” Sang kakak ketika mendengar
keluar dari negeri Surakarta, bahkan dibuang airmatanya mengalir deras. Terharu dalam
sekalipun. hati, karena sangat cintanya kepada saudara.
Raja sangat sedih mendengar tekad Pangeran
8. ngicalakên dhog satunggil Mangkubumi seperti itu. Oleh karena
pintên banggi manggih gêsang mengingat rasa cinta kepada sang adik yang
supadi paduka katong telah setia menemaninya dalam duka dan
sampun ngantos kalepetan derita beberapa tahun terakhir ini.
Akhirnya tiba saat Gubernur Jenderal Ganti cerita, Pangeran Mangkubumi waktu
meninggalkan Surakarta. Dia adalah orang fajar sudan keluar dari negeri, bersamaan
kuat, bukan karena besarnya angkatan perang dengan keberangkatan Jenderal. Dengan istri
yang dia kuasai, bukan pula karena kekayaan dan para pasukan beriringan jalannya, sudah
yang dia pegang. Dia kuat karena telah terlewat kotanegara, sangat besar penderitaan
menguasai hati Raja, membangkitkan di jalan.
ketakutan akan hilangnya tahta.
Lain cerita dengan Pangeran Mangkubumi
18. yang telah bertekad untuk keluar dari keraton.
gurnadur bidhal sing nagri Di saat yang sama dengan Gubernur yang
agêng pakurmatanira keluar dengan megah, Pangeran keluar dengan
datan pae lan rawuhe senyap. Dia tahu akan menempuh perjalanan
miyos ing tanah Mataram berat dan perjuangan yang memerlukan
laju anjog Toyamas kegigihan. Dan dia mampu melakukan itu
marmanya bupatinipun dengan spontan, tanpa keraguan, tanpa pikir
panjang. Selama kurang dari dua malam dia
“Dan lagi sangat baik melayani kehendak wong Jawa iki ora
Raja, dan juga dapat ditanya sebagai teman wong bêcik-bêcik satuhu
dalam mengelola negara. Hamba tak menduga têka jinegal warasan
orang Jawa tega membuat fitnah. Jangankan
kepada para tuan-tuan saudara Raja, kalau “Aku ini Pak, orang kulit putih, tapi tak
pantas dibuat buruk, walau teman saja tidak berniat berbuat buruk kepada orang kulit
baik kalau diperlakukan seperti itu.” Mayor merah, malu kepada Tuhan Pak. Orang Jawa
tangannya bergerak mengusap air mata. itu ada orang sungguh baik-baik kok tega
dijegal dengan dingin.”
Namun yang tidak kita sangka ternyata
Hohendorff menyimpan simpati yang tulus Dalam benak Hohendorff yang njawani, dia
kepada nasib Pangeran Mangkubumi. Orang pun takkan setega itu kepada orang Jawa yang
sebaik itu harus terusir dari istana, sungguh tak baik dan berjasa seperti Mangkubumi. Kok
adil pikirnya. orang Jawa sendiri mampu melakukan
perbuatan nista seperti itu?
32.
ngusapi waspa drês mijil 35.
sênggruk-sênggruk aturira Jêng Pangeran Mangkubumi
dhuh sang nata ing samangke sajinis kang duwe praja
kecalan gul-agul praja tur abêcik pambêkane
saking during punggawa ing pikir tinari kêna
duk punika Dyan Tumênggung ing prang putus ing gêlar
Tohjaya sumiwèng nata wantêr titi tatag tangguh
golèki wong kaya apa
33.
kumêndhan nolih sarya ngling “Kanjeng Pangeran Mangkubumi seperti
hèh bapak Panji Tohjaya orang yang mempunyai negara ini, dan baik
saking gunging sungkêm ingong wataknya. Dalam pikiran dapat dipakai
lan nata tan nêdya pisah pertimbangan, dalam perang dapat
nanging kaya mibêra diandalkan, mantap, teliti, tabah dan tangguh.
marang langit raganingsun Mau cari orang seperti apa?”
tan bangkit miyat wong Jawa
Sedangkan orang yang difitnah adalah orang
Mengusap air mata yang deras mengalir serta baik yang sangat setia dan patuh kepada
terbata-bata perkataannya, “Duh sang Raja negara, tidak berkianat atau membuat rugi.
sekarang kehilangan andalan negara, dari Lalu orang seperti apa yang pantas tinggal di
perbuatan buruk punggawa.” Ketika itu Raden keraton Surakarta yang adiluhung ini? Begitu
Tumenggung Tohjaya juga menghadap Raja, burukkah sikap orang Jawa terhadap teman
Komandan menoleh dan berkata, “Hai Pak sendiri?
Tohjaya karena sangat hormat saya kepada
Raja tak ingin saya berpisah, tetapi seperti 36.
ingin terbang rasanya raga saya ini ke langit nauri Tumênggung Panji
karena tak ingin melihat orang Jawa.” Tohjaya hèh tuwan aja
Sampai-sampai hampir putus asa Hohendorff padha wong Jawa kowe wor
menyikapi keadaan ini. Begitu teganya orang lamun kaya Si Tohjaya
Jawa menjerumuskan bangsa sendiri, kerabat tobat agawe ala
Raja pula. abang putih kulit iku
ana bêcik ana ala
37.
apan sarwi briga-brigi
kumêndhan sigra ngrêrêpa
lah ya bapak kowe bae
kinathik marang sang nata
ywa kaya Pringgalaya
Ki Tohjaya manthuk-manthuk
nora niyat pêpucungan
Pangeran bersiap membentuk pemerintahan di Selain empat yang telah kita kenal ada lagi, Ki
Sukowati dengan mengambil pembesar dari Martatruna menjadi Tumenggung Brajamusti,
Sukowati dan punggawa setianya yang ikut adinya menjadi Tumenggung Brajadenta,
dari Surakarta. Sebagai gaji mereka tentu seorang Bekel diangkat menjadi Tumenggung
diambil dari tanah di Sukowati, dengan bagian Ranadiningrat.
sesuai porsi masing-masing.
10.
6. wontên malih wong kalang ingkang
nadyan sajung yèn bêcik dadya tumênggung jinunjung
Dyan Martawijaya kinarya punggawa
Samadipura Ngabèi ugi apangkat bupati
Rôngga Wirasêtika samya pinacak nama Radèn Tumênggung Sutadipura
7. 11.
punggawagung namung namane lastantun malihipun Natasingron mantrinipun
Dêmang Jayarata pinacak punggawa
sampun jinunjung kang linggih sarta sinungan kêkasih
sinung nama Dyan Tumênggung Jayadirja nama Radèn Tumênggung Rêksanagara
Walau satu jung kalau baik menjadi Ada lagi orang kalang yang diangkat sebagai
Tumenggung, Raden Martawijaya, Ngabei punggawa, juga berpangkat bupati dengan
Samadipura, Rangga Wirasetika semua nama Raden Tumenggung Sutadipura. Dan
dipasang sebagai pembesar, namanya tetap lagi Natasingron mantri dipasang sebagai
dilestarikan. Demang Jayarata sudah diangkat punggawa serta diberi nama Raden
pada kedudukan dengan nama Raden Tumenggung Reksanagara.
Tumenggung Jayadirja.
Ada lagi orang kalang, yakni ahli membuat
Beberapa nama di atas adalah punggawa yang bangunan, diangkat menjadi Tumenggung
dekat dengan Pangeran yang tempo hari telah Sutadipura. Natasingron diangkat menjadi
dipanggil dan dimintai pendapat. Ada empat Tumenggung Reksanagara
orang, Raden Martawijaya, Ngabei
Samadipura, Rangga Wirsetika, dan Demang
Jayarata yang namanya diganti Raden 12.
Tumenggung Jayadirja. amangsuli kôndha kang sampun kapungkur
Radèn Martapura
Paridan namanya alit
8. duk kasor ing aprang anèng Sukawatya
wong panajung Ki Martatruna jinunjung
bupati ingaran 13.
Dyan Tumênggung Brajamusthi Jêng Pangeran Mangkubumi ingkang mukul
kadangipun ran Tumênggung Brajadênta Radèn Martapura
nêdya mantuk mring nagari
9. Garobogan nanging datan kalampahan
bêkêl gunung panèkêt rupane bagus
bêkêl pangalusan Mengulang cerita yang sudah berlalu, Raden
jinunjung pangkat bupati Martapura, Paridan nama kecilnya, yang
nama Radèn Tumênggung Ranadiningrat kalah perang ketika di Sukowati dahulu.
Kanjeng Pangeran Mangkubumi yang dulu
Orang Pananjung Ki Martatruna diangkat mengalahkan Raden Martapura, kemudian
sebagai bupati dengan nama Raden akan pulang ke negeri Grobogan tetapi tak
Tumenggung Brajamusti, saudaranya terlaksana.
bernama Tumenggung Brajadenta. Bekel
gunung paneket wajahnya tampan, bekel Raden Martapura yang dahulu menguasai
pangalusan diangkat sebagai bupati bernama Sukowati dan melawan kepada Pakubuwana
Raden Tumenggung Ranadiningrat. II, setelah dikalahkan Pangeran Mangkubumi
hendak kembali ke daerah asalnya, Grobogan. bingung karena tak dapat pulang, tanpa tempat
Tetapi niat itu tak dapat dilaksananakan. tinggal kemudian dia pergi ke Semarang,
hanya dengan kerudung sarung.
14.
awit kitha Garobogan wus karêbut 18.
kumêndur Samarang tan ana wruh yèn Martapura anamur
malah mantune pribadi akêkêthon abang
Martapura kang anama Pulangjiwa sade dara lawan pitik
kang tumingal dèn nyana êncik kewala
15.
dèn puk-ipuk marang ing tuwan kumêndur 19.
tinanêm Grobogan pra bupati kinèn ngubrês mring kumêndur
dèn êbang lungguh bupati amung Garobogan
dimèn purun nyêpêng Radèn Martapura kang tansah dèn osak-asik
nora nyana kalamun anèng Samarang
Karena Grobogan sudah direbut oleh
Komander Semarang. Malah menantu Tak ada yang melihat kalau Martapura
Martapura sendiri yang bernama Pulangjiwa menyamar, dengan penutup kepala merah,
dijagokan oleh Tuan Komander ditanam di menjual merpati dan ayam. Yang melihat
Grobogan dan dijanjikan hadiahi jabatan mengira seorang encik saja. Para bupati
bupati agar mau menangkap Raden disuruh merazia oleh Komander, hanya di
Martapura. Grobogan yang disisir, tidak mengira kalau
berada di Semarang.
Penyebabnya karena Martapura telah
dinyatakan sebagai buron oleh Kumpeni. Di Dengan menyamar Martapura memakai
Grobogan ditempatkan menantunya sendiri penutup kepala merah, menjual merpati dan
yang siap menangkapnya, namanya ayam. Yang melihat tak mengira kalau itu
Pulangjiwa. Dia ini dijanjikan sebagai bupati orang besar, dikiranya seorang encik saja,
kalau mau menangkap mertuanya. sebangsa orang asing yang banyak tinggal di
Semarang.
16.
dadya sanggup ngubur maratuwanipun 20.
binêktan Walônda Martapura darbe pêpulunan mantu
sèkêt saking ing Samawis ran Jayapuspita
Pulangjiwa wus angancik Garobogan Ônggakusuma Suwandi
kang sêsuta Rahadyan Ônggakusuma
17.
dadya bingung Martapura tanpa dunung 21.
ngilang buwang badan Buminatan kocapa Suwandi wau
wus amindha janma kuli manjing jroning praja
mung kathokan kudhung sarung mring Surakarta arsa ngabdi
Samarang ngaturakên pêjah gêsang ing narendra
24. 29.
kangjêng ratu atur uninga sang prabu reyal satus busana pangadêg têlu
yèn Jayapuspita mas Suwandi sigra
Ônggakusuma Suwandi mondhok wismanipun mantri
prapta nungkul ngaturakên pêjah gêsang juru bêras Arya Kudus ingkang nama
25. 30.
sang aprabu angandika mring kang ibu wetan Pepe wismèng Arya Kudus Paku
tumbake pun upas lawan Martapura
ing mangke punapa taksih prênah kakangnya tumuli
yèn binêkta kula ibu yun uninga kunêng malih kawuwus Dyan Martapura
Kanjeng Ratu memberitahu kepada Raja kalau Segera diperintahkan, dia berkata, “Terserah
Jayapuspita Anggakusuma Suwandi datang paduka.” Namun tidak enak hatinya. Setelah
untuk menyerah, pasrah hidup\-mati. Sang itu Mas Suwandi diberi sesuatu yang banyak
Raja berkata kepada sang ibu, “Tombak Kyai oleh Kanjeng Ratu, uang seratus real dan
Upas apakah masih? Kalau dibawa saya ingin pakaian tiga setel. Setelah itu Mas Suwandi
melihat.” menetap di rumah mantri tukang beras
bernama Arya Kudus di timur kali Pepe,
Kanjeng Ratu Ageng memberitahu Raja rumah Arya Kudus. Dengan Martapura
bahwa Suwandi ingin menyerah dan terhitung masih kakak. Ganti cerita tentang
mengabdi. Raja menanyakan pusaka keluarga Raden Martapura.
Suwandi yang berujud tombak bernama Kyai
Upas. Suwandi tak bisa menolak walau dalam hati
sangat kecewa. Apa boleh buat kalau itu bisa
membuatnya diampuni dan diterima mengabdi
26. di Surakarta. Sebagai obat kecewa Kanjeng
Ratu Ageng memberi banyak hadiah, uang Keenam temannya ditinggal di desa,
seratus real dan pakaian tiga setel. Martapura masuk ke kota sendiri mengawasi
Anggawangsa.
Suwandi kemudian menetap di rumah mantri
tukang beras bernama Arya Kudus yang masih Martapura bersama enam temannya kemudian
kakak dari Raden Martapura. Rumahnya di menuju Surakarta di tempat Suwandi. Ketika
sebelah timur kali Pepe. matahari terbenam Martapura masuk ke kota
sendiri, karena di kota ini pun dia juga buron
Kumpeni.
31.
laminipun nèng Samarang kalih tèngsu
angalih ping tiga 35.
momor bêburuh mêmêlit panggih wontên ing wismane kadangipun
mêlit godhong bayare satus têlung wang nanging Martapura
datan purun apêpanggih
32. lan Ki Arya Kudus kadangira tuwa
nulya wontên Bugis dosa kapalayu
cacahipun gangsal 36.
lawan wong Koja satunggil mung kang mantu winêlingakên wus
sarêng minggat binêkta Dyan Martapura pangguh
matur yèn ki upas
Selama di Semarang dua bulan telah pinundhut ing sri bupati
berpindah tempat tiga kali, berbaur dengan lan Pangeran Mangkubumi sampun mêdal
buruh pengikat daun. Mendapat bayaran tiga
keping tiap seratus ikat. Kemudian ada Ketemu rumah saudaranya, tetapi Martapura
pelarian napi lima orang dan seorang Koja. tidak mau menemui saudara tuanya Ki Arya
Ketika pergi mereka dibawa oleh Martapura. Kudus, hanya berpesan untuk menantunya.
Setelah bertemu dia berkata kalau Kyai Upas
Demi menghindari penangkapan Martapura diambil sang Raja, dan memberitahu kalau
menyamar dan berbaur dengan buruh pengikat Pangeran Mangkubumi sudah keluar dari
daun. Mendapat bayaran ala kadarnya tak apa, negeri.
karena yang penting tidak ketahuan. Namun
lama-lama bosan juga dan ingin mencari Martapura bertemu Suwandi secara rahasia,
peruntungan baru. Dia kemudian mengajak lari tanpa diketahui oleh Arya Kudus. Di sana dia
lima orang napi dan seorang Koja. Orang Koja tahu kalau Kyai Upas diambil oleh Raja. Juga
adalah orang asing asal Pakistan (dahulu mendapat kabar kalau Pangeran Mangkubumi
India), mereka umumnya beragama Islam. telah keluar dari keraton dan mendirikan
Banyak tinggal di Semarang karean markas di Pandak Karangnangka.
berdagang.
37.
33. botên sande inggih amurwèng prang pupuh
mlampah dalu analasak ing wanagung anèng Sukawatya
mondhok yèn raina sampun angêdêgkên baris
kalamun dalu lumaris mas Suwandi wus binêkta mring Lawiyan
kawan ari lampahe praptèng Lawiyan
38.
34. sarêng dalu sampun dados rêmbagipun
rencangipun nênêm tinilar ing kampung mundur mring Kaondhan
Radèn Martapura siyange tumbas turanggi
wus manjing praja pribadi nèng Kaondhan antuk turôngga sadasa
angêngisêp ngulati Ônggakusuma
39.
Berjalan di malam hari menerabas hutan rêmbagipun mring Sukawati anusul
rimba, menetap kalau siang, kalau malam nêdya asuwita
berjalan lagi. Empat hari sampai di Laweyan. Jêng Pangeran Mangkubumi
41. 44.
praptanipun ing ngarsa sigra rinangkul jêng pangeran matah prajurit tinuduh
langkung ngungunira angêlar jajahan
Jêng Pangeran Mangkubumi Martajaya dèn kanthèni
mas Suwandi ngrakêti angaras pada Dyan Tumênggung Brajamusthi Jayadirja
Menjelang fajar sudah sampai di Pandak 45.
Karangnangka, menuju rumah Martajaya. tri punggawa wontên kuda tigang atus
Kemudian dilaporkan kepada Gusti dan ngatêr lampahira
dipanggillah Raden Martapura. Sesampai Dipati Pugêr ing mangkin
dihadapan Pangeran dipeluklah, sangat dèn antukkên dhatêng kitha Garobogan
kagetnya Pangeran. Suwandi mendekat dan
memeluk kaki. Kanjegng Pangeran menyuruh prajurit agar
Sesampai di Sukowati Martapura menuju ke memperluas wilayah. Martajaya didampingi
tempat Tumenggung Martajaya. Lalu Raden Tumenggung Brajamusti dan Jayadirja,
dilaporkan kepada tuannya. Pangeran tiga punggawa disertai tiga ratus kuda
Mangkubumi ketika melihat seketika sebagai pengantar jalannya. Adipati Puger
merangkul dan menyatakan keheranannya. nanti boleh menyerang ke kota Grobogan.
Trnyata Martapura masih hidup dan kini Setelah dirasa cukup kuat, Pangeran
bergabung dengannya dengan membawa serta Mangkubumi mulai memperluas wilayah
Suwandi. Tambahan personil yang tak dapat dengan mencaplok daerah sekitar Sukowati.
dianggap remeh. Martajaya didampingi Tumenggung
Brajamusti dan Jayadirja, disertai tiga ratus
42. pasukan berkuda mengantar Adipati Puger
pra punggawa andhèr kang sowan ing untuk menyerang Grobogan.
ngayun
46.
wontên malih cinatur magangnya prabu 50.
Radèn Tambakbaya Adipati Pugêr wangsul sawadyagung
Suligi namanya alit dhatêng Sukawatya
asli Nglasêm ngabdi duk nèng Pranaraga wus panggih ngaturkên warti
sasolahe dènnya angrêbat nagara
47.
kesah dalu mring Sukawati anusul 51.
nêdya asuwita Adipati Pugêr pamrayoganipun
pangeran suka nampèni ngalih pasanggrahan
Tambakbaya pinacak dadya punggawa kang polatane prayogi
ingaturan pacak baris Majarata
Ada lagi cerita orang magang kepada Raja,
Raden Tambakbaya, Suligi nama kecilnya. 52.
Asli dari Nglasem, mengabdi ketika di ngidulipun ing Gêbang punika patut
Panaraga. Ketika malam menyusul hendak wus rêmbag sadaya
mengabdi, Pangeran menerima dengan budhal Pangran Mangkubumi
senang hati, Tambakbaya diangkat sebagai dhatêng Gêbang rineka kuthaning raja
punggawa.
Adipati Puger kembali bersama pasukannya
Ada lagi seorang magang dari Surakarta yang ke Sukowati. Sudah bertemu melaporkan
bernama Raden Tambakbaya, nama kecilnya kabar perilakunya dalam merebut negara.
Suligi asalnya dari Nglasem, mengabdi kepada Adipati Puger mempunyai saran agar markas
Raja ketika di Ponorogo waktu lari dari dipindah ke tempat yang lebih strategis.
pemberontak Cina. Ketika malam hari Disarankan untuk menggelar pasukan di
menyusul untuk bergabung dengan Pangeran Majarata ke selatan sampai Gebang, itulah
Mangkubumi. Pangeran dengan senang hati yang dirasa patut. Setelah berunding segera
menerimanya dan diangkat sebagai punggawa. berangkat ke Gebang untuk membuatnya
sebagai kotanegara.
48. Sekembalinya dari Grobogan Adipati Puger
kunêng Adipati Pugêr lampahipun menyarankan agar markas di pindah ke
praptèng Garobogan Majarata sampai Gebang, wilayah yang dirasa
bêdhah tan wani ngawali lebih strategis. Usul Adipati Puger diterima
Pulangjiwa angungsi dhatêng Samarang dan segera dilaksanakan.
49.
lan ing Warung ginitik sampun anungkul 53.
dhatêng Sang Dipatya wadyabala wus rakit pakuwonipun
Pugêr sampun dèn tanêmi rêmbage Dipatya
kang tinanêm Ngabèi Kartanagara Pugêr aparinga uning
mring kang rayi kalih lan Mangkunagara
Ganti cerita, Adipati Puger perjalanannya
telah sampai di Grobogan. Hancur tak ada 54.
yang melawan, Pulangjiwa mengungsi ke Radyan Tambakbaya wau kang tinuduh
Semarang. Dan di Warung dipukul sudah lan mantri têtiga
menyerah kepada sang Adipati Puger, sudah mantri alit Sukawati
ditanam orang kepercayaan, yakni Ngabei Adipati Pugêr ingkang karya sêrat
Kartanagara.
Pasukan sudah merakit markas, Adipati Puger
Sementara itu Adipati Puger telah sampai di punya saran agar memberitahu kedua adik
Grobogan dan berhasil menguasai kota itu. Pangeran dan kepada Mangkunagara. Raden
Pulangjiwa lari ke Semarang. Dan Warung Tambakbaya tadi yang ditunjuk dan tiga
sudah ditaklukkan. Di sana kemudian ditanam mantri dari Sukowati. Adipati Puger yang
orang kepercayaan, yakni Ngabei Kartanagara. membuat surat.
57.
Jêng Pangeran Buminata Singasantun 60.
tigane Pangeran praptanipun duta ing Nambangan katur
Ariya Mangkunagari sigra tinimbalan
ngajak kumpul ywa kongsi bèncèng ing karsa Tambakbaya marêk aglis
praptèng ngarsa sêrat pinundhut binuka
Ketika itu Pangeran Mangkubumi belum
mempunyai juru surat, maka Adipati Puger 61.
sekalian ditugaskan membuat surat-surat dupi sampun pustaka sinuksmèng kalbu
resmi. Surat sudah diserahkan kepada utusan, dangu mring caraka
Raden Tambakbaya, sejumlah tiga surat. Dua apa wus lawas suligi
surat untuk kedua adik, yakni Pangeran kangjêng rama gone atinggal nagara
Buminata dan Singosari. Yang ketiga kepada
Paneran Arya Mangkunagara. Isi surat Sesampainya utusan di Panambangan
mengajak berkumpul jangan sampai berselisih dilaporkan dan segera dipanggil. Tambakbaya
kehendak. menghadap segera, sesampai di hadapan
pangeran surat diambil dan dibuka. Sesudah
Adipati Puger sekaligus ditugaskan sebagai memahami isinya bertanya kepada utusan,
pembuat surat, karena waktu itu Pangeran “Apakah ayahku sudah lama meninggalkan
Mangkubumi belum mempunyai juru tulis. negeri?”
Adipati Puger kian moncer perannya dalam
pasukan Pangeran Mangkubumi. Yang dimaksud Kanjeng Rama (ayahku)
adalah Pangeran Mangkubumi, karena
Dua adik Pangeran yang memberontak adalah menurut adat budaya Jawa keponakan adalah
Pangeran Buminata dan Pangeran Singosari. juga dianggap anak sendiri, dan paman adalah
Keduanya anak Prabu Mangkurat Jawi dari dianggap ayah sendiri.
permaisuri Kanjeng Ratu Kadipaten. Jadi
dengan Pangeran Mangkubumi merupakan 62.
saudara lain ibu. duta matur dèrèng lami wêdalipun
sarêng lawan jendral
nulya pangeran anuding
58. anganthèni caraka dhatêng Sêmbuyan
duta sampun lumampah samantrinipun
amung salawe prah 63.
cacahipun kang turanggi mantrinipun Pancatnyana kang tinuduh
kang jinujug Pangeran Mangkunagara ngatêr dutanira
3.
PUPUH 8: PANGKUR ing kanan keri rinata
ngiringakên lèpèn ngungkurkên wukir
kumalungkung ambêg digung
kadêrêng ardèng karsa
1. jêng pangeran samana wus madêg ratu
kunêng gantya kang winarna sarta asêsilih nama
Pangran Buminata kang anèng wukir Sultan Dhandhun Martèngsari
lan kang rayi Singasantun
ingkang anêmbe prapta Di kanan kiti ditata berjajar dengan sungai,
saking wetan ngadêg Kadhiri rumuhun dibelakangnya gunung, sombong dan
Mayor Kèngsêr kang anglanggar membanggakan diri. Terdorong kehendak
prangan wangsul ngilèn malih yang sangat Kanjeng Pangeran ketika itu
sudah berdiri sebagai Raja dan memakai
Ganti yang diceritakan, Pangeran Buminata nama Sultan Dandun Martengsari.
yang berada si gunung dengan sang adik Tampaknya Pangeran Buminata tidak sabar
Pangeran Singasari yang baru datang dari untuk menjadi penguasa. Belum seberapa
timur. Bertempat di Kediri dahulu, Mayor kekuatannya sudah menobatkan diri sebagai
Kengser mendesak sehingga kembali ke barat sultan dengan gelar Sultan Dandun
lagi. Martengsari.
Sementara itu Pangeran Buminata yang berada
di Gunung Sembuyu sudah bergabung kembali 4.
dengan sang adik Pangeran Singasari. Keduan pêpatih sampun amacak
pangeran semula ikut bergabung dengan sinung nama Radèn Dipati Gêndhing
Pangeran Mangkunagara dan Sunan Kuning kalih pangajêng Tumênggung
ketika melarikan diri ke Jawa Timur. Di sana Purbaningrat satunggal
mereka kemudian saling berpisah karena beda satunggile Dipaningrat namanipun
pendapat. Setelah dipukul Mayor Kengser di dene wong gunungan kathah
Kediri, Pangeran Singasari kembali ke Gunung kinarya mantri bupati
Sembuyu menyusul sang kakak yang lebih
dahulu kembali. Juga sudah mengangkat patih, diberi nama
Raden Adipati Gending, dua pembesar satu
2. bernama Tumenggung Purbaningrat, satunya
mangkya angumpul kang raka
Mereka juga bergaya layaknya raja dengan Belum selesai membicarakan berita tentang
menggelar pisowanan, Sultan duduk bertahta keluarnya Pangeran Mangkubumi, mendadak
di singgasana dihadapan para bupati dan patih. ada utusan datang dari orang yang sedang
Bertanya layaknya raja tentang kabar berita dibicarakan. Membawa surat yang isinya
yang diterima prajurit sandi. Dari laporan cukup membuat mereka kerepotan menjawab.
prajurit diketahui kalau Pangeran
Mangkubumi sudah keluar dari keraton dan 10.
sekarang mendirikan negara di Sukowati. Juga binuka sampun kadriya
sudah mulai mencaplok wilayah sekitar suraosing sêrat asung pêpeling
Sukowati. dèn karuwan sêdyanipun
aja sok tundha bema
7. barang pikir tanpa tuwas lamun tanggung
lan pun kakang Martapura ya ta wau angandika
sampun nungkul jinunjung ingkang linggih Sultan Dhandhun Martèngsari
Dipati Pugêr ranipun
tuwin Jayapuspita 11.
“Walau sesama anak raja, aku lahir dari Namun, walau lahir dari permaisuri Sultan
permaisuri, ibu Ratu Kadipaten. Kalau aku Dandun jelas jauh dari segi kemampuan dari
mengikuti kakak Mangkubumi anak dari ibu Pangeran Mangkubumi. Pangeran ini hanya
yang lahir di Kapundhung, cucu dari orang berlagak menjadi raja, pakai gelar Sultan lagi.
yang mengendong beras, buyut dari orang Tetapi kalau disuruh perang belum tentu
memikul padi, canggah dari orang desa yang mumpuni. Para pengikutnya pun tahu, maka
mencabut benih, membersihkan rumput, dan sebagian dari mereka pun hanya terdiam.
mengembala sapi, mencangkul, meluku garu,
kemuliaannya dari apa? Adat dari zaman dulu 23.
walau sesama anak raja yang menguasai sangsara kaponthal-ponthal
jagad adalah anak dari permaisuri.” ya ta wontên abdi sêpuh kêkalih
Purbanagara ranipun
Sedangkan Sultan Dandun(dan juga Pangeran lan Radèn Tambakyuda
Singasari) adalah anak dari permaisuri (garwa sadhèrèke Tambakbaya ingkang sêpuh
padmi), Kanjeng Ratu Kadipaten, putri dari tunggile Tambaknagara
bupati Kudus Raden Adipati Tirtakusuma. kang dadya kliwon Panumping
Jelas dari keturunan Sultan Dandun merasa
lebih mulia dari Pangeran Mangkubumi. Maka 24.
dia merasa malu kalau kalah atau harus tunduk maksih wontên Surakarta
kepada Pangeran Mangkubumi. wau Purbanagara lawan ari
Memang dalam budaya Jawa kala itu, antara Tambakyuda nêmbah matur
istri selir dan permaisuri tidak sama ngrêrapu maring sultan
kedudukannya. Demikian pula anak-anak yêkti sampun kaluhuran dhawuh prabu
mereka. Anak istri selir tidak dapat menjadi nanging sampun tilar nalar
raja bilamana masih ada anak dari permaisuri. anyingkiri dalil kadis
Itulah mengapa sebabnya walau Pangeran Semakin kewalahan, ada abdi sudah tua dua
Mangkubumi cakap dan pandai, dianggap orang, namanya Purbanagara, dengan Raden
tidak layak menjadi raja oleh Sultan Dandun. Tambakyuda. Saudara Tambakbaya yang tua,
Hal sama dialami oleh kakak mereka, putra masih saudara dengan Tambaknagara yang
tertua Amangkurat Jawi, yakni Pangeran Arya menjadi Kaliwon Panumping ketika masih di
Mangkunagara (ayah RM Said). Walau dia Surakarta. Purbanagara dan adiknya
cakap dan berani dia tidak dapat menjadi raja. Tambakyuda menyembah dan berkata
Tahta justru jatuh kepada sang adik RM membujuk Sultan, “Memang benar yang
Prabasuyasa yang masih bocah (16 tahun), dikatakan paduka, tetapi jangan sampai
yang kemudian naik tahta bergelar susuhunan meninggalkan nalar dan menyingkir dari
Pakubuwana II, sang Raja yang memerintah di Quran dan Hadits.”
Surakarta sekarang (saat cerita ini).
Hanya beberapa orang di depan yang mati-
matian mengingatkan, agar sang Sultan
22. realistis. Kenyataannya dirinya memang tak
kang abdi dhêku sadaya sebanding dengan Pangeran Mangkubumi.
mènjêp ewa kang têbih ting kalêsik Walau dari keturunan ningrat atau keturunan
sapuluh ngandêlna ibu petani, kalau sudah menjadi benih manusia
mung kumênthus kewala akan sama saja. Itulah yang masuk akal, dan
nadyan silih ibu Kangjêng Ratu Kidul sesuai dengan dalil Al Quran dan Hadits.
nanging datan kêndêl aprang
abdine têmah prihatin
25.
Para abdi diam semua, mencibir dalam hati, sadaya wiji punika
yah jauh saling berbisik, kok mengandalkan ingkang dados ugêr jalêr sayêkti
ibu, hanya berlagak saja. Walau beribu Ratu sutane wong gendhong wakul
Kidul tetapi tak berani perang, para abdi lamun kinarsan raja
hanya prihatin. inggih botên dados kanisthaning ratu
sarta tan ngrisak agama
Menyerahkan surat dari Jenderal kepada Sang Raja berkata kepada seluruh yang hadir
Mayor pribadi. Mereka kemudian terus ke kalau Pangeran Mangkubumi telah keluar dari
dalam. Mayor dan kedua patih sampai di pura negeri dan melakukan perlawanan. Seketika
dan menyembah sang Raja. Di hadapan Raja, Pringgalaya ketakutan, karena ulahnya
kedua patih dan bupati, Mayor membuka memperparah keadaan. Dia hanya menunduk,
surat. Isi suratnya Mayor disuruh menyiapkan tetapi Raja ternyata tak memarahinya. Semua
prajurit dan membasmi musuh. Tak tahu kalau pengiring Jenderal yang baru saja tiba disuruh
musuh bertambah, Jenderal akan menambah pulang. Raja merasa kini saat yang tepat untuk
bantuan prajurit pilihan dari negeri Batavia. berkirim surat kepada Pangeran Mangkubumi.
maka sering hadiah yang diberikan bangsa ing karsa sri narendra
Eropa untuk pembesar kerajaan adalah kang supadi liliha ing galihipun
pakaian. Kalau kita mencermati pakaian para mayor ugi kintun sêrat
pembesar keraton, banyak yang bergaya sarwi kintun warni-warni
Eropa, tampak kalau mereka sering diberi
hadiah semacam itu oleh Kumpeni. Kanjeng Raja segera mengirim surat
undangan kepada Pangeran Mangkubumi.
Mayor sangat mendukung kehendak Raja,
41. agar segera reda hatinya. Mayor juga
antawis satêngah côndra mengirim surat dan berkirim bermacam-
tuwan mayor wus sarêmbag lan patih macam lainnya.
amênêdi wismanipun
Radèn Wiryadiningrat Akhirnya Raja mengirim surat undangan
miwah kilèn srimanganti jro kadhatun kepada Pangeran Mangkubumi, Mayor
sampat saliring pakaryan Hohendorff ikut serta mengirim surat bujukan
gènnya busananing nagri agar pangeran mau kembali, dengan disertai
bermacam hadian.
Kira-kira setengah bulan Mayor sudah
berembug dengan patih untuk memperbagus
rumah Wiryaningrat. Dan juga sebelah barat 44.
srimanganti di keraton. Selesai semua Dyan Tumênggung Jawikrama
pekerjaan dalam mempercantik penampilan Naladirja kalawan Sindupati
negeri. kang ingutus ing sang prabu
Saradipa tut wuntat
Setengah bulan kemudian mulai dilakukan tan kawarna ing marga Gêbang wus rawuh
tarub, yakni mempercantik bangunan keraton anjujug Martawijaya
yang akan dipakai untuk perhelatan wus laju katur ing gusti
pernikahan putri Raja Pakubuwana II.
45.
duta samya tinimbalan
42. pinanggihan sadaya nèng pandhapi
kawarnaa sri narendra kalangkung sinugun-sugun
amisudha Radèn Tumênggung Panji ngrangin punang pradôngga
Tohjaya jinunjung lungguh nawalendra lawan mayor suratipun
bupati gêdhong kanan wus katur kangjêng pangeran
sinung nama Puspanagara Tumênggung anggambuh tinampèn kalih
magang ran Citradiwirya
gêntosi Tumênggung Panji Raden Tumenggung Jawikrama, Naladirja dan
Sindupati yang diutus sang Raja. Saradipa
Alkisah sang Raja mewisuda Raden mengikuti di belakang. Tak diceritakan di
Tumenggung Panji Tohjaya diangkat jalan, mereka sudah sampaidi Gebang dan
kedudukan sebagai bupati gedung kanan, menuju tempat Martawijaya. Sudah
diberi nama Tumenggung Puspanegara. disampaikan kepada sang Tuan, utusan segera
Seorang magang bernama Citradiwirya dipanggil. Ditemui di pendapa, sangat
menggantikan Tumenggung Panji. dihormati, ada bunyi gamelan yang merdu.
Terjadi pergantian pejabat di keraton Surat dari Raja dan Komandan sudah
Surakarta, Tumenggung Panji Tohjaya disampaikan kepada Pangeran. Diterima
diangkat menjadi bupati gedong kanan, posisi dengan sangat akrab keduanya.
lama diisi Citradiwirya, seorang magang. Berangkatlah tiga utusan, Tumenggung
Jawikrama, Naladirja an Sindupati membawa
surat sang Raja. Di belakang mereka
43. mengikuti Saradipa yang membawa surat
jêng sri nata gya utusan Mayor Hohendorff.
sung tupiksa Pangeran Mangkubumi
mayor kalangkung jumurung
3.
BAGIAN 7 anênggak waspanipun
sarwi ngandika mring dutèng prabu
SABIBARIPUN MANTU ING KARATON hèh Tumênggung Jawikrama Sindupati
SURAKARTA, LAJÊNG lan Naladirja sirèku
ANGANGKATAKÊN PRAJURIT padha matura sang katong
MANGALÈR SAHA MANGIDUL
4.
(SETELAH MANTU DI KERATON gone sariraningsun
SURAKARTA, LALU tinggal trêsna marang ratuningsun
MEMBERANGKATKAN PRAJURIT KE upamane lir kaya tinggal bêbayi
UTARA DAN KE SELATAN) kang durung bisa lumaku
bêrangkang pinggiring waton
5.
PUPUH 9: GAMBUH tan ana kang atunggu
kaya mangkono panyiptaningsun
sapa ingkang rumêksa karaton Jawi
1. ingsun kukuhêna kukuh
wau ta suratipun ingsun dhoyongêna dhoyong
saking raka kangjêng sang aprabu
tinupiksa kadriya raosing tulis Dengan menahan air mata, sambil berbicara
pangeran anggung andhêku kepada utusan Raja, “Hai Tumenggung
manggihi dutaning katong Jawikrama, Sindupati dan Naladirja. Engkau
semua laporlah kepada sang Raja, diriku
2. meninggalkan rasa cinta kepada rajaku,
jro tyas langkung margiyuh seumpama seperti meninggalkan bayi yang
karêrantan tilar kadang sêpuh belum bisa berjalan di pinggir bebatuan.
nora nana kang rumêksa angawaki Tidak ada yang menunggu, seperti itulah
ingkang minôngka pikukuh angan-anganku. Siapa yang akan menjaga
pangeran anggung wirangrong keraton Jawa. Ibarat Aku kuatkan maka kuat,
ibarat aku condongkan maka condong.”
Surat dari sang kakak Kanjeng Raja dibaca
Dengan menahan airmata sang Pangeran
dan diresapkan dalam hati maknanya,
berkata kepada tiga utusan, tentang
Pangeran selalu terdiam ketika menemui
perumpamaan meninggalkan bayi di atas batu.
utusan sang Raja. Dalam hati sangat sedih,
Hati Pangeran sebenarnya sangat tidak tega
teringat ketika meninggalkan saudara tua.
meninggalkan kerajaan di saat dirinya sangat
Tidak ada yang menjaganya, yang bertindak
dibutuhkan. Ibaratnya kalaupun ingin
sebagai penyokong. Pangeran merasa sangat
merobohkan negara dia sanggup,
sedih.
menguatkannya pun mampu.
Suirat dari sang kakak membangkitkan
Namun apa boleh buat, daripada dirinya hanya
kembali kenangan Pangeran Mangkubumi
akan merepotkan sang kakak karena
ketika masih mengabdi di keraton. Sepanjang
pendapatnya yang bertentangan dengan
membaca surat sang Pangeran selalu terdiam,
kehendak Kumpeni, lebih baik dia menyingkir.
tak mampu berkata-kata. Hatinya sangat sedih
Semua itu agar sang kakak tidak ikut terkena
teringat akan saudara tua. Kini tidak ada lagi
getahnya.
yang menjaganya, yang akan menyokong dan
menjadi andalan baginya. Tetapi sang kakak Bagi sang Pangeran sendiri, inilah jalan yang
sudah memilih jalannya sendiri, demikian pula seharusnya ia pilih. Dia sudah muak melihat
keadaan negara yang lemah akibat ulah
Kumpeni. Raja pun seperti terbelenggu, rakyat busuk atau menjadi bulus kunting takkan takut
pun tertindas dan selalu kerepotan. Negara kalau perkataan sudah trerucap perkataan.
dalam kekacauan berkepanjangan. Kini dia Takkan menghindar walau akan hancur, tak
dapat melawan semua itu dengan tidak perlu menolak datangnya nasib yang berat.”
melibatkan sang kakak dalam perkara yang
tidak dia kehendaki. Tetapi Pangeran suah menyatakan memilih
jalan berbeda. Dia tak mungkin kembali lagi.
Keputusan sudah diambil dan tidak boleh
6. mencla-mencle. Akan menjadi apapun nanti,
lamun ana kang ngrungu seumpama menjadi tikus busuk atau bulus
Jawikrama pangandikaningsun kunting pun akan dia terima. Dia takkan
sayêktine padha ngarani dalêming menghindar walau akan hancur. Di takkan
Jawikrama nêmbah matur menolak datangnya masalah yang berat.
dhawuh paduka sayêktos
7. 10.
akêkah dhoyongipun surat satunggilipun
nagri Jawi nèng paduka tuhu saking mayor binuka kang têmbung
lamun wontên tiyang ngucap majanani angrêrêpa ngêla-êla langkung manis
sayêkti wong tanpa kusur akathah pangêbangipun
dene ngina amêmoyok tuwan kumêndur lan mayor
13. 16.
rêmbatan kawan atus sarêng ing praptanipun
maesane cacah têlung puluh anjujug mayor lajêng lumêbu
tuwin kidang mênjangan banthèng lan kancil katur nata kang sul-angsul tinupèksi
wusnya samêkta sadarum anggubêt suraosipun
Ranawijaya kang kinon kanthi sêmu ngolok-olok
14. 17.
lawan pun Jayèngranu wantu tulisanipun
mantri kêkalih sigra lumaku Dipati Pugêr Paridan iku
ingkang ngirid pasumbang katur sang aji bisa gayêng ngamadaka nônggakrami
ratu alit kramanipun amirit piride alus
gantya ingkang winiraos luwêse mêmbut binanyol
Ketika pamit para utusan dibawakan oleh- Alkisah perjalanan Jawikrama, Raden
oleh. Setelah perginya utusan, pangeran Tumenggung Naladirja dan Ngabei Sindupati
segera memerintahkan berburu kijang kancil, yang diikuti Saradipa, utusan tuan Mayor
setelah mendapatkan buruan rimba, setelah sampai di Surakarta segera melapor ke
melengkapi dengan beras dan kerbau. Tuan Mayor dan diantar masuk untuk
Berasnya empat ratus pikul dan kerbau tiga menyerahkan oleh-oleh. Dibaca isi suratnya
puluh ekor, serta kijang menjangan kancil, yang berbelit oleh sang Raja dengan sedikit
Setelah semua siap Ranawijaya dan si memperolok, “Watak tulisan Adipati Puger si
Jayengrani kedua mantri segera berangkat Paridan itu, bisa seru menipu dengan
membawa sumbangan bagi sang Raja, untuk tatakrama, mirip-mirip halus luwes, memantul
pernikahan Ratu Alit. Ganti yang diceritakan. seperti badut.”
Ketika utusan akan kembali mereka Memang kalau orang amatir dalam sastra
dibawakan oleh-oleh sebagai tanda seperti Adipati Martapura alias Adipati Puger
persaudaraan. Memang mereka sekarang tidak akan sanggup menyamai raja-raja
berada di kubu yang berlawanan dan setiap Surakarta yang terkenal mahir berbahasa
saat dapat berhadapan di medan perang. halus. Maka tak aneh kalau Raja setengah
namun hubungan kekerabatan tetap terjaga memperolok surat Martapura yang mungkin
dengan baik. bagi Raja agak lucu. Dalam perkembangan
selanjutnya, ketika negara pecah menjadi dua,
Sepulangnya para utusan segera sang Pangeran para pujangga Surakarta tetap melestarikan
memerintahkan untuk mengirim utusan kehalusan bahasa Jawa mereka. Salah satu
balasan sekaligus menyerahkan sumbangan contoh adalah Babad Giyanti ini, yang
untuk perta pernikahan. Pangeran bahasanya sungguh luar biasa indah.
memerintahkan untuk menangkap hewan
buruan, kijang, menjangan, kancil dan 18.
menyiapkan kerbau. Maka terkumpulah bahan duta samya dinangu
yang aka disumbangkan ke keraton berupa; aturipun dhuh gusti sang prabu
empat ratus pikul beras, tiga puluh ekor kerbau barisipun rayi tuwan sampun dadi
dan beberapa hewan buruan seperti kijang, langkung saking kalih èwu
menjangan dan kancil. Sebagai kepala delegasi wisma kang rinakit pondhok
yang akan mengantarkan sumbangan ditunjuk
Ranawijaya dan Jayengrani. 19.
kang myarsa samya ngungun
tuwan mayor wus pamit umêtu
15. datan lami duta Sukawati prapti
wau ta lampahipun rêrêmbatan kawan atus
Jawikrama Rahadyan Tumênggung patang puluh kang ginotong
Naladirja lan Ngabèi Sindupati
kêkêran Saradipèku 20.
dutanira tuwan mayor maesa têlung puluh
anjujug mayor laju wus katur seperti ini merupakan hiburan tersendiri yang
mring sang nata duta saking Sukawati dinanti-nanti.
ngaturkên bon-abonipun
dènnya mêmantu sang katong
23.
Utusan semua ditanya, “Duh paduka Raja, cinêndhak roncènipun
barisan adik paduka sudah lebih dari dua ribu gênging bawahaning amêmantu
rumah yang dirakit sebagai markas.” Yang dhaupipun putri lan santana aji
mendengar kaget, Tuan Mayor sudah pamit sangkêp uparêngganipun
keluar tak lama utusan dari Sukawati datang nadyan bakal kang kadhaton
membawa empat ratus pikul yang digotong,
kerbau tiga puluh, menemui Mayor terus 24.
dibawa menghadap Raja. Menghaturkan tantara laminipun
bahan-bahan untuk acara mantu sang Raja. karsanira kangjêng sang aprabu
Radèn Wiryadiningrat jinunjung linggih
Para utusan melaporkan bahwa Pangeran Pangran Pakuningrat juluk
Mangkubumi telah menata barisan yang besar dhawuh timbalan sang katong
kekuatannya. Yang mendengar kaget dan
gentar, karena tahu akan terjadi perang besar. 25.
Belum lagi mereka tuntas berbicara, di luar patih lan pra tumênggung
sudah menyusul utusan Pangeran twan kumêndhan Kumpêni sadarum
Mangkubumi yang membawa sumbangan angèstrèni dhawuh timbalaning aji
untuk hajatan pernikahan putri Raja. Empat jroning praja wus misuwur
ratus pikul beras, tiga puluh ekor kerbau dan mangkana gantya rinaos
beberapa hewan buruan telah sampai dengan
cepat. Disingkat rincian cerita, besarnya acara
mantu, menikahnya putri dan kerabat Raja,
lengkap dengan hiasan mirip dengan keraton.
21. Beberapa lama kemudian atas kehendak Raja
mangkana praptanipun Raden Wiryadiningrat diangkat sebagai
tanggal kaping wolulas anuju Pangeran Pakuningrat. Perintah sang Raja
ari Kêmis ing sasi Jumadilakir patih dan para tumenggung, tuan Komandan
maksih Êdal taunipun Kumpeni semua menyaksikan perintah
praptaning karya mêmanton tersebut. Di dalam negeri sudah terkenal.
Sekarang ganti yang diceritakan.
22.
busêkan saprajagung Raden Wiryadiningrat, menantu Raja
nindyamantri santana tumênggung kemudian mendapat gelar pangeran dengan
atanapi sagunging panèwu mantri nama Pangeran Pakuningrat.
makajangan nèng lun-alun
mangun suka gêntos-gêntos
26.
Demikian sudah sampai tanggal pernikahan, wusnya lêt kalih tèngsu
tanggal 18 bertepatan hari Kamis bulan wontên prajurit Kumpêni rawuh
Jumadilakhir, tahun Dal. Berjejal orang dragundêre dwi atus saking Batawi
senegara, patih, kerabat dan tumenggung dan atindhih Mayor Tênangkus
segenap mantri panewu berkumpul di alun- kinèn anirnakkên mungsoh
alun, bersuka ria berganti-ganti.
27.
Hajatan pernikahan itu terjadi pada tanggal 18 wus katur ing sang prabu
hari Kamis bulan Jumadilakhir, tahun Dal. nata dhawuh mring mantri pangayun
Diadakan pesta yang sangat meriah di alun- sawusira tampi dhawuh patih kalih
alun untuk para punggawa kerajaan. Aneka mêmatah ing punggawagung
tontonan rakyat digelar untuk menghibur para kang nglurug myang jagi kraton
kawula Surakarta. Bagi rakyat kecil acara
Setelah dua bulan berlalu ada prajurit selatan agaknya yang disasar adalah Sultan
Kumpeni datang. Dragonder dua ratus dari Dandun Martengsari. Konsentrasi pasukan
Batavia, dipimpin Mayor Tenangkus, dengan yang lebih besar diarahkan ke selatan untuk
tugas membasmi musuh. Sudah dihaturkan segera menghentikan perlawanan Sultan
kepada Raja, sang Raja memerintahkan Dandun yang agaknya dinilai paling lemah.
kepada pemuka mantri. Setelah menerima
perintah kedua patih menyuruh para
punggawa yang menyerang dan berjaga di 30.
keraton. kang mangidul dèn pupuh
mayor kalih senapatinipun
Dua bulan dari acara mantu tersebut, pasukan miwah malih Pringgalaya Adipati
Kumpeni dari Batavia yang dijanjikan sapanêngên pra tumênggung
gubernur Jenderal datang. Pasukan Dragonder, amung satunggil kang kalong
yakni pasukan berkuda sejumlah dua ratus
personil dipimpin Mayor Tenangkus 31.
diperbantukan ke Surakarta. Rupanya inilah bupati sarèhipun
pasukan pilihan yang dimaksud Gubernur Pangran Pakuningrat ingkang kantun
Jenderal tempo hari. Namun dengan jumlah pan linintu Mataram bupati siji
sekian itu jelas kurang karena musuh sudah Rajaniti ingkang tumut
bertambah dengan dan kekuatan keraton sudah Jayawinata tunggu brok
jauh berkurang sejak Pangeran Mangkubumi
keluar. 32.
lan wong kalang sadarum
Raja kemudian memerintahkan patih untuk bupatine mantri myang panèwu
membagi pasukan, mana yang akan ditugaskan tumut ngidul rumêksa mariyêm sami
menyerang, dan mana yang ditugaskan dragundêr Walônda satus
berjaga-jaga di keraton. kalih atus dharat golong
36.
dupi samêkta sampun
bala Kumpêni myang wadya prabu
amarêngi Sênèn Pon wimbaning sasi
Ruwah ping salikur taun
maksih Dal saksana bodhol
37.
anglurug andon pupuh
kangjêng pangeran
dhawuh samêkta baris
4.
1. sapraptaning pabarisan Panambangan
pan sinigêg wadyabala kang lumampah duta ngaturkên tulis
gantya ingkang winarni sawusnya kadhadha
kang baris nèng Gêbang suraosing pustaka
nuju siniwèng wadya pangeran umangkat aglis
Jêng Pangeran Mangkubumi praptèng Kaduwang
andhèr balabar lajêng campuh ing jurit
lagya agunêm pikir
Serta memberi surat ke Panambangan,
Cukup cerita tentang balatentara yang sedang Pangeran Mangkunagara disuruh ke selatan
bergerak, ganti cerita yang sedang berbaris di menyerang ke kota Kaduwang. Agar membuat
Gebang. Ketika sedang di hadapan pasukan bingung musuh yang bersiap menyerang. Tak
Kanjeng Pangeran Mangkubumi, yang diceritakan di jalan, sesampai pasukan di
berjajar tumpah, mereka sedang saling Panambangan utusan menghaturkan surat.
berbincang. Setelah dibaca isi surat, pangeran segera
Ganti cerita tentang yang sedang berbaris di berangkat. Sesampai di Kaduwang kemudian
Gebang, Kanjeng Pangeran Mangkubumi pecah perang.
sedang menggelar pisowananm, dihadap para Dan juga memberi tahu dengan surat ke
punggawa, manri, bupati dan balatentara yang Panambangan, tempat markas Pangeran
tumpah ruah ke halaman. Mereka sedang Mangkunagara, agar Pangeran Mangkunagara
saling berbincang tentang berbagai hal. mendahului menyerang Kaduwang, agar
musuh menjadi bingung. Pangeran
2. Mangkunagara segera melaksanakan perintah
duk samana kasaru ing praptanira itu dan menyerang Kaduwang. Terjadi perang
têliking mantri ngarsi besar di sana.
gancangan tur wikan
yèn mêngsah sampun mêdal
sangkêp kapraboning jurit
27.
24. yèn suwawi lan karsa jêng sri narendra
sigra mantri kaparak kang sampun prapta kawularsa mêdali
amburak wong kang ngili sampun ngantos cêlak
panèkêt sadaya lawan jaro kang mêngsah
nindhihi kancanira dèrèng ngandika sang aji
jaro kidul dèn barisi Salotor ngucap
kang mujur ngetan paran karêpirèki
nèng palataran
Tanpa terdengar kalah oleh suara gemuruh ing tabuh satêngah tri
api campur jerit para penduduk. Jayakartika
berjalan membawa kepala di tancapkan di Segera masuk kedaton sang Raja, Jayakartika
gagang tombak, empat jumlahnya. Kembali ke di depan sebagai batasan. Sangat suka sang
hadapan raja. Raka sehingga duduk di kursi di pelataran.
Waktu sudah mendunjukkan setengah tiga.
Setelah musuh kacau barisannya, Jayakartika
kembali dengan membawa empat kepala yang Karena musuh sudah pergi sang Raja senang,
ditancapkan di gagang tombak, lalu kembali lalu segera masuk ke keraton. Jayakartika di
ke dalam menghadap raja. depan sebagai pembatas. Sang Raja saking
senangnya kemudian duduk-duduk di kursi di
pelataran, waktu sudah setengah tiga.
33.
langkung suka sang nata miwah kapitan
nulya kang êlèr prapti 36.
mantri kancanira praptaning kang mungsuh ing pukul sawêlas
Pangeran Pakuningrat bubarnya satêngah tri
Dyan Tirtawijaya nami enjang sri narendra
kliwon lênggahnya tabuh satêngah sapta
matur atur udani têdhak arsa mariksani
wisma kang samya
34. katon maksih kabêsmi
lamun mêngsah kang lèr sampun mundur
samya Datangnya musuh setengah sebelas, mundur
amanabrang ing kali setengah tiga. Paginya sang Raja pukul
Pepe katingalan setengah tujuh turun hendak melihat rumah-
kèndêl ngêntosi rowang rumah yang kelihatan masih terbakar.
tan dangu bubar lumaris
ngalèr sadaya Paginya Sang Raja memeriksa akibat serbuan
tan wontên ingkang kari musuh yang singkat tadi malam. Hanya tiga
setengah jam, sudah memporakporandakan
Sangat senang sang Raja dan Kapten. Lalu kotaraja.
datang dari utara Pangeran Pakuningrat dan
temannya Raden Tirtawijaya namanya,
pangkat kaliwon memberi tahu bahwa musuh 37.
yang di utara sudah mundur semua. praptanira sang nata ing Kadipala
Menyeberang sungai Pepe, lalu tampak kèndêl eram ningali
menunggu temannya kemudian semua ke utara Grêmêt sapangetan
tak ada yang ketinggalan. Kabangan sapangetan
Pringgalayan lawan malih
Sang Raja senang karena musuh tak berhasil Sratèn kidulnya
masuk. Lalu datang Pangeran Pakuningrat, wus brastha dening agni
menantu raja yang baru saja menikah dengan
Ratu Alit, disertai seorang teman, Raden 38.
Tirtawijaya. Mereka melaporkan kalau musuh ingkang botên kobar salèring Sêrêngan
di utara sudah mundur semua, tak ada yang Kamlayan ugi maksih
tersisa. gantya kawarnaa
kang baris Jatimalang
Sindurja lawan Kumpêni
35. dalu miyarsa
nulya kondur ing dhatulaya sang nata yèn nagari dèn rampit
Jakartika nèng ngarsi
pinaring sêmôngka Sesampai sang Raja di Kadipala, berhenti
langkung suka narendra melihat dengan terkejut. Gremet ke arah
lajêng pinarak ing kursi timur, Kabangan ke arah timur, Pringgalayan
dan Sraten di sebelah selatan sudah hangus menyeberang. Yang dari timur mundur untuk
oleh api. Yang tidak terbakar sebelah utara menata barisan
Serengan, Kamlayan juga masih. Ganti yang
diceritakan, yang sedang berbaris di Di saat yang sama pasukan Mangkubumi
Jatimalang, Sindureja dan Kumpeni sudah sudah sampai di bengawan juga. Pasukan
mendengar kalau tadi malam kotaraja kerajaan dari timur hampir menyeberang,
diserang. pasukan Mangkubumi dari barat sudah
menyeberang. Pasukan kerajaan mundur untuk
Kerusakan yang ditimbulkan oleh ulah menata barisan, bersiap membantai apabila
penyerang kotaraja sangat parah. Beberapa pasukan Mangkubumi keluar dari sungai.
bagian kota hangus terbakar. Yang tidak
terbakar hanya Serengan dan Kamlayan.
Ganti yang diceritakan, pasukan kerajaan dan 41.
Kumpeni di Jatimalang sudah mendengar pangajênge wong Sukawati kang nabrang
kalau kotaraja di serang. pangirid nêmpuh jurit
rasukan kuthungan
dhuwung amung satunggal
tan cara kadi prajurit
39. cara wong midhang
atêngara enjang Dipati Sindurja yèku kang mobat-mabit
lan sagung pra bupati
sapalih binêkta Pemuka orang Sukowati yang sudah
bidhal angilèn samya menyeberang langsung menyerang. Hanya
Kumpêni bêkta sapalih memakai rompi, kerisnya hanya satu, tak
Bêlangkêr Litnan seperti prajurit, seperti orang pelesiran.
sampun nabrang banawi
Pemuka atau pemimpin orang-orang Sukowati
Adipati Sindureka memberi aba-aba dengan yang menyeberang menyerang hanya
segenap para bupati, separo pasukan dibawa berpakaian rompi atau kutang. Seperti kutang
ke arah barat. Kumpeni membawa separo lagi ontokusuma, milik Gatotkaca, yakni pakaian
di bawah pimpinan Letnan Belangker. Sudah tanpa lengan. Juga hanya membawa sebilah
menyeberang bengawan. keris, tak seperti prajurit, hanya mirip orang
jalan-jalan.
Ketika mendengar kotaraja diserang Sindureja
membawa pasukan ke arah barat, menghadang
musuh yang hendak keluar dari kotaraja.
Sementara separoh pasukan sudah dibawa 42.
Letnan Belangker. Sudah menyeberangi wastranira bathik balonthang kasmaran
bengawan. datan angatawisi
ingkang songsong jênar
maksih nèng kilèn ngimbang
ingêdrèl mêksa angungkih
40. wong Surakarta
kasarêngan pangeran saundurira sami panas ing galih
dalu saking angrampit
wus praptèng bangawan 43.
kang wetan mèh anyabrang aningali mring kang rasukan kuthungan
kang kilèn sampun nyabrangi wontên sajuga mantri
mundur kang wetan ran Tôndhawijaya
sami atata baris andêl ing Kasindurjan
sarowange amrêpêki
Bersamaan dengan itu Pangerang sesudah dupi wus pêrak
mundur dari menyerang kota sudah sampai di Tôndhawijaya bêdhil
bengawan juga. Yang dari timur sudah hampir
menyeberang, yang dari barat sudah Berkain batik motif balontang kasmaran, tidak
kentara, berpayung kuning. Masih di sebelah
barat tebing, ditembaki tetap bergeming. barisannya karena salah paham, dikira
Orang Surakarta semua panas hati melihat dikepung pasukan Pangeran. Kumpeni
orang pakai rompi itu. Ada salah seorang menembak dua kali, tetapi pasukan Pangeran
mantri namanya Tandawijaya, andalan dari sudah pergi.
Kasindurejan, dengan beberapa orang
mendekatinya. Ketika dekat Tanawijaya Tembakan Tandawijaya tidak mengenai orang
menembak. itu, malah orang itu mendekat seperti tidak
takut. Ketika akan ditombak oleh
Orang yang hanya pakai rompi tadi memakai Tandawijaya tampaklah wajah orang itu, tak
batik motif balontang kasmaran. Tidak jelas salah lagi, Pangeran Mangkubumi yang
siapa dia, karena memakai payung kuning. menyamar berbaut sebagai prajurit. Sontak
Berkali-kali ditembang tetap bergeming, Tandawijaya dan kawan-kawan lari ketakutan,
membuat prajurit Surakarta panas. Salah santu tak berani melawan orang berbaju rompi.
mantri bernama Tandawijaya, andalan dari Prajurit Surakarta dan Kumpeni di belakang
patih Sindureja mencoba mendekat dengan menjadi bubar karena salah paham, mengira
beberapa orang. Setelah dekat mereka mereka sudah terkepung. Ketika sadar apa
menembak orang itu lagi. yang terjadi Kumpeni kembali menembak dua
kali, tetapi yang ditembak sudah pergi tanpa
sisa. Satu pasukan besar terkecoh oleh
44. keberanian satu orang.
datan antuk wong kang rasukan kuthungan
malah majêng nyêlaki
pan arsa tinumbak
dening Tôndhawijaya 47.
dupi winawas tan pangling amangetan lampahe tan tinututan
lamun pangeran wadyane ingkang kari
namur nunggil wadyalit wontên kalih bêlah
wadya kang kathah-kathah
45. nyingkirkên jarahan sami
Dyan Ngabèi Tôndhawijaya sabala wong Surakarta
samya lumayu gêndring miwah bala Kumpeni
ajrih lumawan prang
wong kulambi kuthungan 48.
wadya Sala lan Kumpêni sami dongong gêgêtun dènnya umiyat
kang anèng wuntat dene mungsuhe kêdhik
kagyat gènnya ningali nulya tinututan
tinut wuri kewala
46. pan lajêng minggah ing wukir
dadya dhadhal kalulun lumayu ambyar wukir Garigal
kawur salah panampi sigra mudhun ing trêbis
angira pinêlak
mring wadyane pangeran Larinya ke arah timur tak tak terkejar,
Kumpêni ngêdrèl ping kalih pasukan yang tertinggal ada satu dua,
kangjêng pangeran pasukan yang banyak telah menyingkirkan
sawadyane wus gusis jarahan semuanya. Orang Surakarta dan
Kumpeni tertegun dan menyesal, karena
Tak mengenai orang berompi itu, malah melihat ternyata musuh hanya sedikit. Lalu
kemudian maju mendekat. Ketika akan dikejar dan diikuti saja, karena sudah naik ke
ditombak oleh Tandawijaya dan diperhatikan, gunung Garigal, dan kemudian turun ke
tak ragu lagi ternyara Pangeran menyamar jurang.
bersama prajurit kecil. Ngabei Tandawijaya Pasukan Mangkubumi lari ke arah timur tapi
dan pasukannya lari kencang, takut melawan tak terkejar, hanya meninggalkan satu dua
orang berompi itu. Pasukan Surakarta di orang, pasukan yang banyak sudah
belakang dan pasukan Kumpeni kaget melihat mengamankan jarahan. Pasukan Surakarta dan
Tandawijaya. Mereka ikutan lari, bubar Kumpeni tertegun dan menyesal, karena
51.
dupi nolih miyat gustinya wus minggah
lumayu niba tangi
nusul minggah ngarga
Orang cacat si perawat kuda yang berani menempatkan pasukan di Sudimar. Sudah
melawan Kumpeni demi membela sang tuan berhadap-hadapan dalam perang, Pangeran
tadi menjadi bahan pembicaraan orang banyak. Mangkunagara perang sungguhan
Atas keberaniannya itu Pangeran Mangkubumi
mengangkatnya sebagai demang dengan tanah Pasukan Surakarta berhenti di Picis. Pasukan
garapan 50 cacah, dan diberi nama Ki Demang Mangkunagar sudah di dekat dan bersiap.
Larasudiwa. Tumenggung Surajaya sudah mengerahkan
pasukan. Mayor berangkat ke selatan dan
Pangeran Mangkunagara di Sudimara. Kedua
6. pasukan bertemu, Pangeran Mangkunagara
kunêng tanah Sukawati ingin berperang beneran.
kang maksih ayun-ayunan
gantya malih winiraos
kang nglurug mangidul samya 9.
Dipati Pringgalaya cucuking prang wus apanggih
Hogêndhorêp lan Tênangkus bêdhil-binêdhilan gantya
senapatining ayuda Mayor Tênangkus Hondhorop
sarêng miyarsa sanjata
Sampai di sini cerita tentang Sukowati, yang tinilar barisira
pasukannya masih berhadap-hadapan. Ganti gêgancangan lampahipun
cerita tentang pasukan yang menyerang ke samya wahana turôngga
selatan, Adipati Pringgalaya dan Tenangkus
sebagai senapati perangnya. 10.
kanthi upas Jawi Wlandi
Kita sudahi cerita tentang pasukan kalih likur cacahira
Mangkubumi yang masih berhadap-hadapan sarêng mamprung panyandêre
dengan pasukan Sindureja. Kita lihat pasukan wau karsaning pangeran
kerajaan yang dikirim ke selatan, dipimpin arsa angêtap ing prang
Pringgalaya dan Mayor Tenangkus. Kudanawarsa turipun
prayogi angoncatana
7. Kepala barisan sudah berhadapan, saling
barise kèndêl nèng Picis tembak mereka bergantian. Mayor Tenangkus
Pangeran Mangkunagara dan Mayor Hohendorff ketika mendengar
angirabakên barisê bunyi senjata segera meninggalkan barisan,
sagung punggawa pangarsa tergesa-gesa mendekat dengan memakai kuda.
wus sami amèt papan Disertai opsir Jawa dan Belanda dua puluh
Ki Surajaya Tumênggung dua banyaknya. Setelah dekat ternyata sudah
wus anggubêd barisira kabur. Tadi inginnya Pangeran
Mangkunagara akan melawan dalam perang,
8. tetapi Kudanawarsa menyarankan lebih baik
mayor budhal saking Picis menghindar.
ngangsêg angidul angetan
Pangran Mangkunagarane Kepala barisan sudah berhadapan, saling
mapan baris Sudimara menembak mereka bergantian. Mayor
sampun ayun-ayunan Tenangkus dan Mayor Hohendorff ketika
aprang lèrès sêdyanipun mendengar bunyi senjata segera mendekat
Pangeran Mangkunagara untuk memimpin perang. Dengan kuda mereka
disertai dua puluh dua opsir Jawa dan Belanda.
Pasukan berhenti di Picis, Pangeran Ketika sampai di depan musuh sudah pergi.
Mangkunagara mengerahkan pasukan
segenap punggawa sudah mengambil tempat Sebenarnya Pangeran Mangkunagara ingin
masing-masing. Ki Tumenggung Surajaya segera berperang, namun Tumenggung
sudah mengerahkan barisan. Mayor Kudanawarsa menyarankan agar menghindar
Tenangkus berangkat dari Picis merangsek ke saja.
tenggara. Pangeran Mangkunagara
18.
Sultan Dhandhun Martèngsari
punika kang kula gêcak
sudara kèndêl nèng kene
miwah sagung wadya Jawa
dene kang kula bêkta
Mlayakusuma Tumênggung
Dyan Tumênggung Jawikrama
19.
lan Citradiwirya malih
sakancane para magang
kula bêkta sadayane
prandene wong Pranaraga
kawarti sampun kathah