Anda di halaman 1dari 115

Babad Giyanti , halaman 0

BUKU 16

SERI KAJIAN SASTRA KLASIK

BABAD GIYANTI
Jilid 1

R. NGABEI YASADIPURA I
KEDHUNGKOL SURAKARTA ADININGRAT

TERJEMAH DAN KOMENTAR OLEH:

BAMBANG KHUSEN AL MARIE

2018

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 1

KATA PENGANTAR
PENERJEMAH
Babad Giyanti merupakan karya sastra klasik
yang banyak dikutip para sejarawan dan Sumber naskah yang dipakai dalam
banyak mendapat pujian. Selain karena penerjemahan ini adalah naskah dari Balai
tatabahasanya yang indah karya ini juga Pustaka yang terbit tahun 1937.
merupakan karya raksasa. Dalam versi Balai
Pustaka karya ini diterbitkan dalam 21 jilid
yang setelah diterjemahkan di sini masing-
masing memuat kira-kira 100 halaman. *****

Arti penting Babad Giyanti adalah karena


ditulis oleh seorang yang mengalami sendiri Format yang dipakai dalam penerjemahan ini:
aneka peristiwa yang diceritakan alam Babad
ini. Awal dimualainya kisah ini hampir Naskah asli dicetak tebal miring
bersamaan dengan Kyai Yasadipura mulai
Terjemahan dicetak miring
mengabdi di keraton Kartasura, yang konon
beliau mengabdi sejak peristiwa geger Pacina. Komentar penerjemah dicetak dengan huruf
normal.
Meski banyak cerita dalam babad ini tidak
terkonfirmasi oleh sumber-sumber dari VOC,
kami berpendapat bahwa ini menjadi
keunggulan dari Babad ini. Tidak semua
peristiwa dicatat oleh VOC dan dengan
demikian apa yang tertulis di Babad ini dapat
melengkapi catatan yang sudah ada. Mengenai SELAMAT MEMBACA
kevalidan cerita dapat dikatakan bahwa babad
ini dikatakan oleh sejarawan MC Ricklefs
sebagai cukup akurat. Hal ini dilihat dari
beberapa peristiwa yang juga tercatat oleh
VOC, mempunyai kesamaan dengan apa yang
tertulis dalam babd ini.
Kemudian, mengapa penerjemahan ini
penting? Sebenarnya juga tidak penting-
penting amat. Namun kami memang ingin
menyajikan data-data yang mudah dipahami
oleh banyak orang. Babad Giyanti ditulis
dalam bahasa Jawa dalam kurun waktu lebih
dari dua ratus tahun yang lalu. Tentu orang-
orang zaman sekarang sedikit sulit memahami,
apalagi yang kurang mahir dalam bahasa Jawa.
Kepada merekalah terjemahan ini ditujukan.
Dengan semakin mudah untuk mendapat data
dari masa lalu kami berharap akan timbul
minat untuk studi ataupun kajian lebih lanjut.
Akhirul kalam, semoga karya kecil ini
bermanfaat kepada pihak-pihak yang
membutuhkan.
Klaten, 28 April 2018.
Penerjemah dan Tukang Komentar.

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 2

Sebagai kewajiban bagi orang yang hidup di


dunia, untuk mencapai budi yang mumpuni,
anugrah dari Yang Menguasai Jagad.
Laksana sebuah permata yang bersinar, seperti
itulah manusia hidup. Perumpamaannya di
BABAD GIYANTI 1 alam semesta, seperti matahari yang bersinar,
membuat terang isi dunia, membuat jelas
Oleh: antara yang terang dan yang samar.
Raden Ngabehi Yasadipura I
2.
minôngkaa kastawaning dasih
myang pracihnaning panglingga murda
têrus ing lair batine
BAGIAN 1 marang lumèbèripun
sihirèng Hyang kang tanpa têpi
KARTASURA BÊDHAH, KRATON marma kacèlu dahat
NGALIH DHATÊNG SALA ing tyas amêmangun
wuryaning kanang carita
(KARTASURA HANCUR, KERAJAAN praja wutah ing rah sinawung kakawin
BERPINDAH KE SALA) mahambêk widayaka

Sebagai perhormatan dari kawula dan bukti


adanya puji-pujian yang sangat, tulus lahir
PUPUH 1: DHANDHANGGULA dan batin, kepada turunnya belas kasih dari
Tuhan yang tanpa batas. Oleh karena tergerak
dalam hati untuk membuat permulaan cerita
ini. Tentang negara tumpah darah dengan
dibingkai tembang, seperti karya seorang
pujangga.
1.
mêmanise tyas rêsêp migati
ing pangulah mring rèh kasarjanan Penggubah Babad Giyanti, Ki Yasadipura I,
ingin mempersembahkan karya ini sebagai
anêtêpi ing ugêre
penghormatan seorang kawula, dan sebagai
jênêngirèng tumuwuh
ungkapan puji syukur atas belas kasih Tuhan
sinung têngran budi mumpuni
yang turun tanpa batas. Hatinya tergerak untuk
dera sang amurwèngrat
menuliskan awal kisah ini. Tentang negara
ngumala sumunu
tumpah darahnya, dengan dibingkai dalam
tumraping jagad lir surya
tembang layaknya karya seorang pujangga.
nyênyunari niskara sèsining bumi
kang nyata lan kang samar
3.
Manisnya hati menyenangkan, memberi yèku adêging kraton kêkalih
semangat dalam mempelajari segala Surakarta lan Ngayogyakarta
pengetahuan. Menetapi aturan sebagai orang Adiningrat pinangkane
yang berkehidupan. Mempunyai ciri budi yang turutaning pangapus
mumpuni oleh Yang Maha Kuasa. Seperti anukili ing saananing
permata yang bersinar bagi kehidupan, seperti pêpèngêtan kadhatyan
matahari menyinari semua isi dunia, yang pamudyaning ulun
terang dan yang samar-samar. mêmalar sinamadana
barkahira sanggyaning para winasis
Bait ini menjelaskan bahwa hati yang manis, ingkang pratamèng sastra
yang jauh dari sifat-sifat tercela, akan
menyenangkan, akan membuat seseorang
bersemangat dalam menuntut pengetahuan.

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 3

Yaitu tentang berdirinya dua kerajaan, semua rakyat, berlindung di bawah kuasa sang
Surakarta dan Yogyakarta Adiningrat, asal Raja.
muasalnya. Urutan penulisan secara ringkas
dalam peristiwa yang terjadi di keraton.
Harapanku agar supaya mendapat berkah 5.
dari semua para pujangga yang utama dalam tuhu ratu agung ambawani
susastra. ing bawana tlatah nuswa Jawa
tanpa petungan balane
Yakni menceritakan tentang berdirinya dua pra santana nung-anung
kerajaan, Surakarta dan Yogyakarta, asal- aprakosa maring ajurit
muasalnya, sejarah dan latarbelakangnya. samya sumungku suka
Urutan penulisan mengambil kejadian yang jroning tyas gumulung
terjadi secara ringkas di dalam keraton. andêrpati abipraya
Harapan penulis agar mendapat berkah dari pra kawula ing jro myang jabaning nagri
para pujangga yang utama, yang mumpuni tan pae anggêpira
dalam susastra.
Sungguh seorang raja besar yang menguasai
Bait ini merupakan ungkapan sopan santun di seluruh daerah pulau Jawa. Tak dapat
dari Ki Yasadipura sebagai seorang penulis dihitung prajuritnya, para kerabat raja dan
yang rendah hati. Karena Ki Yasadipura para pembesar, dan para panglima yang
sendiri merupakann pujangga yang mumpuni perkasa dalam perang. Semua berkhidmat
tersebut. dengan sukarela, dalam hati bergabung
pasrah hidup mati seiya sekata. Para kawula
di dalam dan luar negara tanpa beda
4. perasaannya.
purwakaning pawarti winardi
nurutakên babad Kartasura Bait ini adalah ungkapan pujian kepada sang
duk wiwit ing jumênênge pemilik cerita. Gaya ini lazim dipakai dalam
Kangjêng Ingkang Sinuhun penulisan sastra Jawa, dikenal dengan istilah
Pakubwana kang kaping kalih panyandra. Dalam dunia pewayangan pada
nèng nagri Kartasura awal pakeliran sang dalang akan memuji-muji
bôndha tur abandhu negara tempat cerita itu terjadi. Terlebih-lebih
asugih pratiwa wadya dari segi kemakmuran dan keindahan negeri
binathara ing jagad anyakrawati serta kebesaran sang raja.
wibawa paribawa

Sebagai permulaan cerita yang maksudnya 6.


melanjutkan Babad Kartasura, ketika mulai nadyan silih pra bala Kumpêni
tahta Kanjeng Sinuhun Pakuwana II di negara kang rumêksa wontên Kartasura
Kartasura. Raja yang kaya harta dan kaya datan pendah panganggêpe
saudara, banyak mempunyai punggawa, lan wadyabala prabu
panglima dan bala tentara. Layaknya dewata dene ingkang para radpêni
menguasai dunia, berwibawa dan berkarisma. sampun lambang prasêtya
pawong mitran tuhu
Permulaan cerita ini melanjutkan apa yang salami lan sri narendra
sudah tertulis dalam Babad Kartasura, ketika marma arjèng praja anjrah ingkang janmi
dimulai tahta Kanjeng Susuhunan Pakubuwana murah sandhang lan boga
II di Kartasura. Beliau adalah Raja Kartasura
yang naik tahta menggantikan ayahnya, Walau banyak para balatentara Kumpeni yang
Susuhunan Prabu Amangkurat Jawi. menjaga di Kerajaan Kartasura, tidak berbeda
perlakuannya dengan balatentara sang Raja.
Seorang raja yang kaya harta dan kaya Adapun para ekspatriat sudah berjanji setia
saudara, banyak mempunyai punggawa, sebagai sahabat sejati selama-lamanya
panglima dan balatentara. Kebesaran sang dengan Sang Raja. Oleh karena itu
Raja layaknya dewata yang menguasai dunia,
berwibawa dan berkharisma. Membuat tunduk

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 4

sejahteralah negara dan para rakyat yang 8.


bernaung, murah dalam sandang dan pangan. pra punggawa myang para prajurit
prawiranung andêling ranangga
Kalau kita perhatikan alangkah indahnya lir kabuncang sudirane
gambaran negeri Kartasura ini. Walau ada karkate têlas murud
Kumpeni di mana-mana mereka adalah para têka uwas giris amiris
penjaga negeri, tak beda dengan prajurit mung nêdya ngungsi gêsang
sendiri. Para pendatang mancanegara pun nora lawan mungsuh
sudah berjanji setia sebagai sahabat dengan tan pae lan wadu jana
sang Raja. Tak aneh kalau negeri Kartasura wus dilalah karsaning Kang Murbèng Bumi
adalah negeri sejahtera, banyak para pedagang rusaking Kartasura
dan pendatang, menggerakkan perdagangan di
negara itu. Ekonominya berkembang, murah Para punggawa dan para prajurit perwira
sandang dan pangan. Namun sekali lagi, ini andalan dalam perang seperti terbuang
hanyalah panyandra tadi. Jangan baper ya! keberanianya. Harga-dirinya hilang surut,
malah penuh was dan rasa takut, hanya
berpikir mengungsi untuk hidup. Tidak
7. melawan musuh, tak beda dengan perempuan.
suprandene yèn sampun pinasthi Sudah menjadi kehendak Yang Menguasai
apêsipun jayaning narendra Dunia, rusaklah keraton Kartasura.
tuhu yèn angebatake
yèku duk praptanipun Dalam Babad Giyanti ini tidak diceritakan
parangmuka têmpuh ngajurit detail pemberontakan orang Cina ini, sebagai
kalawan bôngsa Cina gambaran singkat kami uraikan secara ringkas
nadyan wontênipun di bawah ini.
ing satru kadi tan gôndra
suprandene kêkês kang para bupati Peristiwa ini dalam sejarah disebut Geger
sirna kamayanira Pacina (Pecinan). Asal muasalnya timbulnya
pemberontakan orang Cina dipicu terjadinya
Walau demikian kalau sudah menjadi pembantaian orang-orang Cina di Batavia oleh
kehendak Tuhan, tertimpa kesialan kejayaan Kumpeni. Orang-orang Cina kemudian lari ke
sang Raja. Sungguh sangat mengherankan, timur sepanjang pesisir utara. Peristiwa ini
ketika datangnya pemberontak dengan kemudian memicu pemberontakan di
pasukan menyerang dibantu bangsa Cina. Semarang. Susuhunan Pakubuwana II semula
Walau keadaan musuh seperti tidak mendukung pemberontak Cina dan mengirim
meyakinkan, namun miris para bupati hilang pasukan untuk membantu. Namu para
kesaktiannya. pemberontak dapat dikalahkan oleh Kumpeni.
Merasa keadaan akan berbalik arah,
Walau Kartasura negeri besar pewaris kerajaan Susuhunan kemudian minta ampun dan
Mataram dengan pasukan yang tak terhitung. mengadakan perdamaian dengan Kumpeni.
Dan masih dibantu pasukan Kumpeni, tetapi
kalau sudah menjadi kehendak Tuhan, sudah Sisa-sisa para pemberontak kecewa dengan
takdirnya, tertimpalah kesialan. Sungguh langkah Pakubuwana II ini. Bersama dengan
sangat mengherankan negeri sebesar itu dapat orang-orang Jawa yang membenci Kumpeni
diserang oleh pemberontak yang dibantu mereka kemudian menobatkan R.M. Garendi,
orang-orang Cina yang notabene bukan tentara seorang bocah yang baru berusia 12 tahun
terlatih. sebagai raja begelar Sunan Amangkurat V.
Raden Mas Garendi adalah putra Pangeran
Keadaan musuh sungguh tak meyakinkan Tepasana dan cucu Amangkurat III, raja yang
kalau mempunyai kemampuan untuk merebut terusir dan diasingkan Kumpeni ke Sri Lanka.
keraton, namun kenyataannya para punggawa,
bupati, panglima, para prajurit semua miris, Pasukan gabungan Cina dan Jawa kemudian
seakan hilang kesaktiannya. Keraton dapat menyerang keraton dan berhasil
direbut dengan tiba-tiba. mendudukinya selama 6 bulan. Namun
Kumpeni dengan dibantu Panembahan
Cakraningrat IV dari Madura berhasil

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 5

menumpas para pemberontak. Sunan 10.


Pakubuwana II kembali ke Kartasura sebagai duk puniku pangagêng Kumpêni
raja, setelah sebelumnya meneken perjanjian kang rumêksa anèng Kartasura
dengan Kumpeni dengan kompensasi yang Tuwan Baron Hogêndhorop
amat besar untuk harga tahtanya itu. pangkat kumêndhan mayur
Kembalinya Susuhunan Pakubuwana II ke tuhu wantêr maring ajurit
Kartasura memang atas jasa Kumpeni. Dan cukat cakêt ing karya
inilah awal cengkeraman kuat Kumpeni ke wasis anênuju
pusat kerajaan di tanah Jawa. barang rèh karsa narendra
kala bêdhahipun Kartasura nagri
Kembalinya Raja ke Kartasura memang katon sih sungkêmira
mendudukkan kembali Raja ke tahtanya,
namun dengan kompensasi yang sangat besar. Ketika itu pembesar Kumpeni yang bertugas di
Pertama, jabatan Patih harus diangkat atas Kartasura adalah Tuan Baron Von
persetujuan Kumpeni. Kedua, daerah pesisir Hohendorff, seorang komandan berpangkat
sepanjang pulau Jawa diserahkan mayor. Dia sungguh sangat perhatian
pengelolaannya kepada Kumpeni. Kepada terhadap prajurit. Seorang yang cakap dan
Raja cukup diberikan uang sewa atau bagi pekerja keras, pintar dalam menyenangkan
hasil yang besarnya akan ditentukan setelah raja. Ketika hancurnya Kartasura tampak
pengambilalihan daerah terlaksana. pengabdiannya kepada raja.

Perwakilan Kumpeni yang bertugas sebagai


9. komandan garnisun Kartasura ketika itu adalah
kawarnaa kangjêng sri bupati Mayor Johan Andries Baron von Hohendorff.
sasirnane wau mêngsah Cina Seorang serdadu Kumpeni yang cakap dan
wus kondur malih ngadhaton pekerja keras, sangat concern dalam urusan
miwah wadyabalagung keprajuritan. Seorang yang dapat
pra santana mantri bupati menyenangkan kehendak raja. Ketika
tanapi wong Walônda Kartasura dihancurkan musuh tampak
wus samya umantuk kesetiannya dan pengabdiannya kepada raja.
mring wismane sowang-sowang Dan hal ini tampaknya membuat raja semakin
nanging dahat risakipun kang nagari senang dengan Kumpeni, terlebih kepada sang
tangèh môngga puliha Mayor.

Alkisah Kanjeng Sri Bupati (Raja) setelah Mayor Hohendorff baru bertugas di Kartasura
hilangnya para pemberontak sudah kembali ke setelah diutus sebagai perwakilan Kumpeni
keraton. Beserta para punggawa dan untuk mengadakan perjanjian dengan raja. Hal
balatentara, para mantri, bupati dan orang- itu terjadi akibat sikap Pakubuwana II yang
orang Belanda juga sudah kembali semua ke mendukung pemberontakan Cina di Semarang.
rumahnya masing-masing. Namun mereka Semula Pakubuwana II menentang Kumpeni
melihat sangat rusaknya keraton dan dan mengirim pasukan untuk membantu
bangunan mereka. Mustahil dapat dipulihkan pemberontak. Ketika akhirnya Kumpeni
kembali. menang Pakubuwana menyesal dan minta
perdamaian. Hohendorff dikirim sebagai wakil
Setelah pemberontakan berhasil ditumpas dan untuk meneken perjanjian damai tersebut.
keraton kembali direbut, raja dan para Akhirnya Hohendorff ditempatkan sebagai
punggawa serta para balatentara kembali ke Komandan Garnisun Kartasura. Zaman itu
keraton dan kediaman masing-masing. Namun belum ada jabatan Residen, perwakilan
mereka mendapati tempat mereka sudah rusak Kumpeni yang tertinggi adalah Komandan
parah, porak poranda. Mustahil untuk pasukan. Jabatan Residen baru ada setelah
ditempati kembali, tak mungkin dipakai zaman Raffles dan kemudian dilestarikan oleh
sebagai kotaraja pusat pemerintahan. Kesucian para penggantinya.
bangunan istana telah dicemari oleh musuh.

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 6

11. cakêt karsaning raka


ing saparan tut pungkur sang aji
sêdya labuh sabaya antaka Adapun saudara Raja yang bisa diajak dalam
tan mambu yèn bôngsa seje sembarang pekerjaan adalah Raden Mas
ngêsorkên sungkêmipun Sujana. Itu adalah nama kecilnya, kelak ketika
para wadya punggawa mantri dewasa bergelar Kanjeng Pangeran
marma sangêt sihira Mangkubumi. Seorang yang berwatak utama.
kangjêng sang aprabu keutamaannya sudah termasyhur dalam ulah
mring wau tuwan kumêndhan praja, sangat rapi dan teliti dalam semua
nganti karsa amundhut kadang taruni pekerjaan. Selalu dekat dengan kehendak
angadhi kramanira Raja.

Ketika raja mengungsi selalu ikut serta di Raden Mas Sujana atau kelak bergelar
belakangnya, hendak bela sampai mati. Kanjeng Pangeran Mangkubumi adalah adik
Sikapnya tak menunjukkan kalau seorang yang Raja Pakubuwana II lain ibu. Terlahir dari istri
lain bangsa. Memasrahkan baktinya sehingga selir Amangkurat Jawi yang bernama Mas Ayu
para balatentara punggawa dan mantri sangat Tejawati, seorang yang berasal dari desa
menyukainya. Kanjeng Sunan kepada Tuan Kapundhung putri seorang petani bernama Ki
komandan tadi sampai mengambilnya sebagai Drepayuda. Perihal pertemuan antara
saudara muda, menganggapnya sebagai adik. Amangkurat Jawi dan Tejawati dikisahkan
dengan cara yang sangat romantis.
Kesetian Tuan Baron von Hohendorff terbukti Suatu ketika Amangkurat sedang blusukan ke
ketika raja harus mengungsi keluar istana saat pedesaan dengan menyamar sebagai seorang
Perang Pacina. Pertama ke Laweyan dan pengemis. Dia berjalan melewati seorang yang
istirahat di sana, kemudian melanjutkan punya hajat menikahkan anaknya. Amangkurat
perjalanan ke Ponorogo. Tuan Baron selalu Jawi terpesona melihat pengantin perempuan
ikut serta dengan setia dan siap sedia yang duduk di pelaminan. Dia kemudian
melindungi raja. Demi tugasnya nyawa pun mengemis ke rumah itu. Segala pemberian
diserahkan. Sikapnya tidak mencerminkan ditampik olehnya. Dia hanya ingin minta
kalau seorang lain bangsa, seolah seperti pengantin perempuan.
bangsa sendiri. Para punggawa, bupati dan
mantri senang kepadanya. Karena sangat Orang-orang mentertawakan ulahnya. Namun
terkesan sampai-sampai sang raja berkenan umumnya kalau orang Jawa mengusir
mengambil tuan komandan Baron von seseorang biasanya dengan meminta syarat
Hohendorff sebagai saudara muda, dianggap yang mustahil. Keluarlah ucapan dari ayah si
sebagai adik. pengantin sebagai upaya menolak halus.
“Engkau boleh membawa pengantin wanita
Baron von Hohendorff ini sangat berperan asal kau sanggup menjemput dengan kereta
ketika menyelamatkan raja di pengungsian kencana yang ditarik kuda seperti kepunyaan
Ponorogo. Dialah yang mengontak kekuatan raja!”
Kumpeni dan mengorganisir perebutan
kembali Kartasura. Tak aneh kalau kemudian Amangkurat yang sedang mengemis
dekat dengan Raja. menyanggupi. Tentu saja yang hadir tambah
terbahak-bahak. Namun mereka semua kaget
ketika tak lama kemudian si pengemis itu
12. betul-betul datang dengan membawa kereta
dene kadang narendra kang kêni yang diminta.
kinanthi ing samubarang karya
Dyan Mas Sujana timure Akhirnya Amangkurat Jawi berhasil membawa
diwasanya jêjuluk pengantin perempuan tersebut, itulah Mas Ayu
Jêng Pangeran Amangkubumi Tejawati yang kelak melahirkan Pangeran
mahambêg martotama Mangkubumi. Adapun pengantin prianya
otamane kasub diberi ganti boleh memilih wanita manapun
ing rèh pangulahing praja diseluruh kerajaan dan diberi hadiah harta
tata titi nastiti salir pakarti yang melimpah atas kerelaan melepas calon

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 7

istrinya itu, (Anton Satyo Hendriatmo, Giyanti (Budiono Herusasoto, Banyumas: sejarah,
1755, CS Books, 2006). budaya, bahasa dan watak, LkiS, 2008).
Kembali kepada pokok kajian kita. Pangeran
Mangkubumi adalah seorang yang cakap 14.
dalam banyak pekerjaan. Beliau adalah arsitek, marma langkung trêsna sri bupati
administratur dan penglima perang yang tanah Sukawati tigang nambang
tangguh. Seorang yang berwatak utama dan sinungkên dadya lênggahe
ksatria. Rapi dan teliti dalam sembarang môngka ganjaranipun
pekerjaan. Selalu dapat diandalkan sesuai gènnya sampun labêt nagari
kehendak Raja. mungkasi parangmuka
lawan malihipun
karsaning raka narendra
13. jêng pangeran pinatah nyenapatèni
amungkasi yèn tinuduh jurit sabên wontên lurugan
sabên aprang linulutan wadya
kèringan satru kalane Karena itu sangat kasih sang Raja kepadanya,
tan kewran glaring mungsuh tanah Sukawati tiga ribu cacah diberikan
Martapura duk madêg baris sebagai lungguh. Sebagai hadiah karena
nèng tanah Sukawatya sudah berjasa kepada negara, menghentikan
apan sampun wudhu pemberontakan. Dan lagi kehendak sang Raja,
pra bupati datan lawan Kanjeng Pangeran ditugaskan sebagai
dupi pangran kang tinuduh nanggulangi senapati kalau ada musuh datang.
Martapura kasoran
Atas jasanya memadamkan pemberontakan
Menyelesaikan kalau ditunjuk berperang. Martapura sang Raja bermaksud memberi
Setiap perang selalu disukai balatentara, tanah Sukowati seluas 3.000 cacah kepada
dihormati musuh. Tidak gentar dengan Pangeran Mangkubumi. Suatu apanage yang
strategi musuh. Ketika Martapura menggelar terlalu luas untuk seorang pangeran. Namun
pasukan di Sukawati, semua bupati sudah tak sang kakanda Raja mempunyai maksud lain,
dapat melawan. Ketika Pangeran yakni sang Pangeran Mangkubumi diberi tugas
Mangkubumi yang ditunjuk membendung, menjadi senapati perang kalau sewaktu-waktu
Martapura kalah. musuh datang.
Peristiwa ini merupakan buntut dari perang
Pacina. Ketika itu sisa-sisa pemberontak Cina 15.
dari kalangan bangsawan masih melanjutkan mantrimuka manggalèng bupati
perang, antara lain di Sukowati yang dipimpin Radèn Adipati Pringgalaya
oleh Tumenggung Martapura. Martapura ini lan sang nata wadya ipe
sangat tangguh dan termasuk dalam golongan patih lêbêt winuwus
senapati senior yang pintar. Semua bupati dan nama Sindurêja Dipati
prajurit sudah dikalahkannya. Namun ketika kunêng mangsuli kôndha
Pangeran Mangkubumi yang diutus duk ing alamipun
membendung, Martapura kalah. barusah ingkang nagara
kadang miwah santana jêng sri bupati
Kekalahan Tumenggung Martapura kèh lolos saking praja
sesungguhnya adalah kekalahan diplomasi.
Martapura sesungguhnya sedang mencari jago Pemuka para mantri dan pemimpin para
untuk memimpin perlawanan kepada bupati, Raden Adipati Pringgalaya, dengan
Kumpeni. Ketika melihat wibawa Pangeran sang Raja adalah saudara ipar. Patih dalam
Mangkubumi dia berpikir inilah orangnya. dikatakan bernama Adipati Sindureja.
Maka dia menyingkir. Kelak Martapura ini Demikian keduanya mengatakan ketika
menjadi pendukung Pangeran Mangkubumi peristiwa hancurnya negara banyak saudara
ketika mengadakan perlawanan kepada dan kerabat Raja yang meloloskan diri.
Kumpeni dan menjabat sebagai senapati
perang dengan gelar Pangeran Adipati Puger.

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 8

Raden Adipati Pringgalaya adalah patih luar sami putranipun Jêng Pangeran
dan Adipati Sindureja adalah patih dalam. Mangkunagara kadange
Keduanya mengatakan kalau pada peristiwa sêpuh jêng sang aprabu
perang Pacina banyak kerabat dan saudara ingkang kendhang dhatêng Batawi
Raja yang meloloskan diri dari istana dan wau ta cinarita
membentuk pasukan. Banyak dari mereka ing sasampunipun
yang belum kembali bergabung setelah sang nata kondur mring Tasura
Raja kembali. ri sêdhêngnya pêpêkan sagung bupati
pasisir môncapraja
Yang sesungguhnya terjadi adalah, dari sekian
kerabat yang lolos itu sebagian enggan Para pengeran keponakan itu ketiganya,
kembali karena setelah peristiwa perang adalah putra dari Pangeran Mangkunagara,
Pacina ini kekuasaan Raja sudah dipreteli oleh kakak Raja yang sudah dibuang ke Batavia.
Kumpeni. Banyak dari para kerabat itu yang Berganti cerita sesudah kembalinya Raja ke
tidak puas dan hendak membangkang. Kartasura, ketika menghadap lengkap segenap
bupati pesisir dan mancanegara.
16.
madêg baris nèng kidul nagari Pangeran Arya Mangkunagara adalah kakak
kadang nama Pangran Buminata Raja dari istri selir RA Sepuh, sehingga tidak
Singasari ing kalihe menggantikan kedudukan sebagai Raja. Ketiga
sarta pulunan prabu keponakan tadi yakni Pangeran Pamot, RM
Pangran Pamot lan Dyan Mas Said Said dan Pangeran Mangkudiningrat adalah
Arya Suryakusuma anak-anak Pangeran Arya Mangkunagara.
kang sampun jêjuluk Peristiwa pembuangan Pangeran Arya
nama Pangeran Dipatya Mangkunagara itu sendiri akibat Pangeran
Arya Mangkunagara arine malih Arya Mangkunagara menyukai dan meminta
Pangran Mangkudiningrat salah seorang selir Raja. Raja marah dan
menyuruh Patih Danureja untuk
Mereka menggelar pasukan di selatan negara. menyerahkannya pada Kumpeni. Dia
Saudara Raja Pangeran Buminata dan ditangkap dan kemudian dibuang ke Batavia.
Pangeran Singasari, serta keponakan Raja Setelah menetap tiga tahun di Batavia akhirnya
Pangeran Pamot dan Raden Mas Said Arya dibuang ke Tanjung Harapan, (Babad
Suryakusuma yang sudah bergelar Pangeran Panambangan).
Adipati Arya Mangkunagara, serta adiknya Sekarang ganti yang diceritakan, ketika sang
Pangeran Mangkudiningrat. Raja sudah kembali ke Kartasura pertemuan
lengkap segera digelar, melibatkan para bupati
Para kerabat Raja itu, antara lain adik Raja, dari pesisir dan wilayah mancanegara, yakni
Pangeran Buminata dan Pangeran Singasari, wilayah yang jauh dari kotaraja.
keduanya menggelar pasukan di bagian
selatan. Kelak mereka berdua menobatkan diri 18.
sebagai sultan. ari Soma sang nata tinangkil
Kerabat yang lain adalah keponakan Raja, ingayap pra sarimpi badhaya
Raden Mas Said yang telah bergelar Pangeran asri tinon busanane
Adipati Arya Mangkunagara dan adiknya, ngampil pacara prabu
Pangeran Mangkudiningrat serta Pangeran nata lênggah ing dhampar rukmi
Arya Pamot, mereka juga menggelar pasukan. wontên ing sitibêntar
Beberapa riwayat menyebut Mas Said malah kang cakêt ing ngayun
ikut terlibat dalam perang Pecina sebagai Jêng Gusti Pangran Dipatya
senapati perang pihak pemberontak, (Babad Anom Mêngkunagara sudibya luwih
Panambangan). rajaputra Mataram

Pada hari Senin sang Raja tampil diiringi


17. penari bedaya Serimpi, kelihatan indah
para pangeran pulunan katri busananya. Sang Raja memegang kendali

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 9

acara dengan duduk di singgasana emas di (singgasana emas). Di sinilah Raja bertahta.
sitibentar. Di dekatnya duduk Kanjeng Gusti Dan para punggawa menghadap di kiri-kanan
Pangeran Adipati Anom Mengkunegara bangsal tersebut. Bangsal ini terletak di dalam
Sudibya Rajaputra Mataram. bangsal sitihinggil.

Pada hari senin sang Raja tampil dengan


segenap simbol-simbol kebesaran kerajaan, 20.
diiringi para penari bedaya Serimpi, kelihatan wong kaparak gandhèk kanan kering
indah busananya. tinindhihan bupati kaparak
prajurit jro baris andhèr
Sang Raja memegang kendali pertemuan tata sajuru-juru
dengan duduk di singgasana emas (dhampar de kang manggèn paglaran sami
kencana) di sitibentar. Sitibentar atau kalih sang mantrimuka
sitihinggil artinya tanah yang ditinggikan, alênggah ing ngayun
layaknya panggung besar agar sang Raja Dyan Dipati Pringgalaya
kelihatan sampai jauh di luar arena pertemuan. Sindurêja nulya pra nayakèng aji
Pada Sitihinggil ini terdapat bangsal sitihinggil sagung bupati jaba
yang mempunyai atap yang megah agar para
abdi dalem punggawa yang hadir tertampung Para keparak dan gandhek di kanan-kiri,
di dalamnya. ditutup para bupati keparak. Prajurit dalam
berbaris rapi dengan para juru. Adapun yang
Duduk didekatnya adalah Kanjeng Gusti bertempat di pagelaran, dua patih duduk di
Pangeran Adipati Anom Mengkunegara muka, Adipati Pringgalaya dan Sindureja, lalu
Sudibya Rajaputra Mataram. Ini adalah gelar para nayaka segenap bupati luar.
bagi putra mahkota kerajaan Mataram.
Keparak adalah abdi dalem yang bertugas
19. menyiapkan segala keperluan raja dan
gya Jêng Pangran Arya Mangkubumi keluarga, mulai pakaian, makanan dan
senapati ngalaga Tasura peralatan lain yang diperlukan, biasa
nulya pra santana andhèr didominasi abdi dalem perempuan. Gandhek
ing kanan kering prabu adalah abdi dalem pembawa pesan. Bupati
twan kumêndhan lan para upsir keparak adalah bupati yang bertugas
inggih samya sumewa menyampaikan perintah kepada para bawahan
ing ngarsa sang prabu di lingkup keraton. Juru adalah abdi dalem
munggèng ing kursi satata berpangkat rendah. Pagelaran adalah area di
anèng ngandhap sing bangsal manguntur depan sitihinggil, terdapat bangsal pagelaran
tangkil utuk tempat para bupati njaba dan bupati
jro tratag sitibêntar mancanegara. Bupati njaba adalah bupati
untuk urusan luar. Mantrimuka adalah pemuka
Segera Kanjeng Pangeran Arya Mangkubumi para mantri, yang dimaksud adalah patih.
senapati perang Kartasura, serta para kerabat Ada banyak jabatan dan tugas di dalam kraton.
Raja, memenuhi kiri-kanan sang Raja. Tuan Mengenai masing-masing jabatan dan tugas
komandan dan para opsir Kumpeni juga tersebut diperlukan penjelasan yang lebih
semua menghadap. Mereka duduk di kursi detail. Semoga kelak kita bisa mempelajari
berderet di bawah bangsal manguntur tangkil, lebih lanjut.
di dalam atap sitibentar.

Di dekat Raja setelah putra mahkota berjajar 21.


senapati perang Kartasura Pangeran Arya sinambungan kang para bupati
Mangkubumi, serta kerabat Raja. Para tuan ing pasisir myang môncanagara
komandan dan opsir pasukan Kumpeni juga samya sowan sadayane
menghadap. Mereka duduk berjajar di bawah pra punggawa supênuh
bangsal manguntur tangkil di dalam atap ingkang botên sumiwèng aji
sitibentar. Bangsal manguntur tangkil adalah Dipati Pranaraga
bangsal kecil tempat dhampar rukmi Ingkang dadya tunggul

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 10

wadananing pra bupatya ke tahtanya. Cakraningrat sebenarnya


môncapraja ing bang wetan lawan malih membenci Pakubuwana II, yang juga saudara
Panêmbahan Cakrèngrat iparnya sendiri. Motif dia menumpas
pemberontakan adalah agar Madura diberi
Disambung para bupati dari pesisir dan kemerdekaan dari Kartasura, dan dijadikan
mancanegara, semuanya menghadap, para negeri bawahan Kumpeni. Namun pada
punggawa memenuhi bangsal. Yang tidak akhirnya nanti justru Cakraningrat IV yang
menghadap adalah Adipati Ponorogo yang digebuk Kumpeni. Demikianlah intrik politik.
menjadi pemuka para bupati di mancanegara
timur dan Panembahan Cakraningrat.
23.
Para bupati dari pesisir dan mancanegara juga miyosira kangjêng sang siniwi
turut hadir dalam pisowanan itu. Namun datan pae lawan saban-saban
Bupati Ponorogo yang merupakan koordinator duk maksih rêja jamane
atau wadana bupati di wilayah timur dan nanging jro tyas ngêndhanu
Panembahan Cakraningrat IV bupati Madura, sanityasa amangonêngi
keduanya tidak hadir dalam pisowanan risakipun kang praja
tersebut. tanapi kadhatun
saisine rajabrana
aprasasat brastha syuh sirna binasmi
22. dening kang mungsuh Cina
ing Madura ingkang madanani
pra bupati pasisir bang wetan Keluarnya sang Raja hari itu tidak berbeda
samya rumêksa tlatahe dengan kebiasaan ketika masih zaman ramai.
rèhning jaman dahuru Namun suasana hati seperti tertutup mendung,
pra santana amadêg baris selalu sedih melihat rusaknya negara dan
dadya sandeyèng driya keraton. Semua harta benda laksana sirna
tilar nagrinipun terbakar oleh sang musuh Cina.
de êrèh ing pra bupatya
ing pasisir kalawan môncanagari Walau pisowanan hari itu tampil seperti
kêbut mring Kartasura kebiasaan zaman dahulu ketika masih jaya,
tetapi suasana hati sang Raja seperti tertutup
(Cakraningrat) di Madura yang menjadi mendung, sedih melihat kerusakan negara.
wedana para bupati pesisir tidak hadir karena Hampir semua harta benda dan lambang-
menjaga wilayahnya sendiri. Oleh karena lambang kebesaran kerajaan sirna dibakar oleh
zaman huru-hara para kerabat menggelar si musuh Cina. Demikian juga semua
pasukan sendiri-sendiri. Khawatir dalam hati punggawa, nayaka dan prajurit yang hadir,
kemudian meninggalkan negara. Atas perintah mereka merasakan hal yang sama. Semestinya
para bupati pesisir mereka kemudian segera mereka gembira karena berhasil kembali ke
menghadap ke Kartasura. keraton, tetapi perasaan mereka tidak
demikian.
Panembahan Cakraningrat IV adalah
koordinator atau bupati wedana yang
membawahi para bupati pesisir timur. Pada 24.
waktu huru-hara perang Pacina para komandan yèn ginagas saya angranuhi
saling menggelar pasukan sendiri-sendiri yèn rinasa tansah karêrônta
akibat kosongnya komando dari pusat. Ketika ing Kartasura risake
keadaan sudah reda atas perintah para bupati patih dinuk ing wuwus
mereka segera melapor ke Kartasura. rêngênta hèh sira dipati
kadarpaning tyas ingwang
Perihal ketidakhadiran Cakraningrat IV tan kêna sinayut
sebenarnya bukan karena menjaga wilayahnya, arsa angalih nagara
tetapi karena yang bersangkutan enggan desa êndi kang prayoga wetan iki
menghadap. Cakraningrat IV adalah panglima sun arsa kuthagara
yang berjasa atas kembalinya Pakubuwana II

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 11

Kalau dipikir semakin menjadi-jadi


kesedihannya, kalau dirasakan semakin sakit 26.
hatinya melihat rusaknya negeri Kartasura. abudhalan pan sarêng saari
Bersabda sang Raja kepada Patih, anênitik desa wetan praja
“Dengarkan engkau Patih, kehendak hatiku wusnya atas pamriksane
tak bisa ditunda lagi. Akan memikirkan negara kumêndhan rêmbagipun
agar lebih baik. Carilah desa mana yang baik papan ingkang wiyar waradin
di sebelah timur untuk dijadikan kotanegara!” amung ing Kadipala
kang dinalih patut
Sang Raja tampak kesedihannya. Semakin dèn dêgi pura narendra
memikirkan rusaknya negara semakin nayogyani risang mantrimuka kalih
menjadi-jadi kesedihannya. Semakin dirasakan desa nulya binabad
semakin sakit di hatinya. Akhirnya sang Raja
bersabda kepada Patih, “Wahai Patih Segera berangkat hari itu juga memeriksa
dengarkanlah. Keinginan hatiku sudah tak bisa desa di timur kerajaan. Setelah selesai
ditunda-tunda lagi. Agar keadaan negara memeriksa komandan mempunyai usulan
segera membaik seperti sedia kala. Carilah kalau tempat yang luas dan rata dan cocok
desa di sebelah timur yang pantas untuk sebagai tempat kediaman raja hanya di
dijadikan ibukota negara, sebagai pengganti Kadipala. Kedua patih setuju, desa segera
kota yang rusak!” dibersihkan.
Kedua Patih dan Hohendorff sepakat desa
25. yang cocok untuk kediaman raja sekaligus
adipati lawan sira adhi sebagai ibukota adalah desa Kadipala. Tempat
Hogêndhorêp padha lumakua yang disebut desa Kadipala letaknya sekarang
pikirên ngêndi bêcike di belakang museum Radya Pustaka.
patih kalih wotsantun
tur sandika dhatêng nglampahi
sang nata nulya jêngkar 27.
kondur angadhatun dipun ukur badhening kang puri
kang sewaka gya luwaran nanging wontên sêmanging wardaya
twan kumêndhan lawan dipati kêkalih pra nujum Jawa rêmbage
myang pra nayaka jaba mupakat Dyan Tumênggung
Ônggawôngsa Puspanagari
“Adipati dan engkau adik Hohendorff kalian Tumênggung Mangkuyuda
berjalanlah sambil mencari tempat dimana têmbe jangkanipun
yang baik.” Kedua patih menyembah dan yèn nagri nèng Kadipala
bersedia segera menjalankan perintah. Sang langkung arja winongwong jinayèng jurit
Raja bergegas kembali ke kedaton. Yang cacade enggal risak
menghadap segera bubar, tuan komandan dan
kedua patih serta para para nayaka di luar. Kemudian diukur calon bangunan kraton,
tetapi ada keraguan di dalam hati. Para ahli
“Engkau Adipati dan Dik Hohendorff, kalian nujum semua sepakat, Tumenggung
berjalanlah menyisir daerah untuk mencari- Anggawangsa, Puspanagara dan Tumenggung
cari tempat yang baik sebagai pengganti Mangkuyuda meramalkan kalau tempat itu
keraton.” dijadikan keraton kelak akan sejahtera da jaya
tetapi akan segera rusak.
Kedua patih menyembah (wotsantun), dan
segera sedia untuk menjalankan perintah. Sang Walau desa Kadipala bagus, letaknya strategis
Raja segera pergi (jengkar) kembali ke dalam dan topografinya datar, jika dipilih kelak akan
kedaton yang sudah rusak. Para punggawa menjadi kota yang ramai dan sejahtera. Namun
yang menghadap segera bubar kembali ke menurut jangka atau penglihatan para ahli
tugas masing-masing. Demikian juga kedua nujum tempat ini akan segera rusak.
patih dan Adik Komandan, serta para nayaka
di luar.

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 12

Ahli Nujum kerajaan adalah Tumenggung dengan sungai besar, lebih baik di Kadipala
Anggawangsa, dibantu Raden Tumenggung saja.
Puspanagara dan Tumenggung Mangkuyuda.
Raden Adipati Pringgalaya dan Adipati
Sindureja setuju dengan ramalan Tumenggung
Anggawangsa, mungkin karena sesama Jawa
28. jadi sama-sama paham perhitungan ramalan.
Dyan Tumênggung Ônggawôngsa angling Namun Tuan Komandan Hohendorff tidak
dhuh ki lurah sing panawang kula setuju. Dia hanya melihat dari keadaan desa
dhusun Sala prayogine Sala yang rendah, berawa-rawa, tidak rata dan
kinaryaa kadhatun terlalu dekat sungai besar yakni kelak disebut
badhe têtêp tulus basuki Bengawan Solo. Menurutnya lebih baik bila
yèn lama wimbuh arja dipilih desa Kadipala tadi saja.
kukuh tur abakuh
mulyaning talatah Jawa 30.
ambêludag dunya sabrang angajawi ewamakatên yèn tan prayogi
sirna lêlakon yuda lan suwawi anitik mangetan
ingkang pakantuk papane
Raden Tumenggung Anggawangsa berkata, patih lan pra tumênggung
“Duh ki Lurah (patih), menurut penglihatan nayogyani mariksa malih
hamba desa Sala lebih baik dipakai sebagai wetan banawi Sangkrah
keraton. Akan tetap lestari selamat, makin orêg pra wadyagung
lama makin sejahtera. Kuat dan kokoh mulia praptèng papan lêmpar wiyar
di tanah Jawa. Kelak akan ramai dikunjungi Sanasèwu tuwan kumêndhan ngrêmbagi
orang dari seberang. Akan hilang segala sae kinarya praja
peperangan.”
“Walau demikian kalau tak baik marilah kita
Tumenggung Anggawangsa mempunyai memeriksa lagi ke timur sampai mendapat
pendapat yang berbeda sesuai dengan tempatnya.” Patih dan para tumenggung
kemampuannya meramalkan masa depan. setuju memeriksa lagi di sebelah timur sungai
Yang terbaik menurutnya adalah desa Sala. Sangkrah. Heran para pasukan ketika sampai
Desa sala ini terletak di tepi bengawan besar di sebuah tempat yang luas. Sanasewu itulah
dan daerahnya berawa-rawa. Dari segi tempatnya, tuan komandan menyebutnya
topografi kurang strategis. Namun dari segi bagus untuk kotaraja.
spritual lebih baik dari desa Kadipala.
Hohendorff tetap menyarankan lebih baik di
29. Kadipala daripada di Sala. Namun bila
dyan dipati kalih angrujuki dianggap kurang cocok lebih baik mencari lagi
jangkanipun Tumênggung Gawôngsa tempat lain ke timur sampai ketemu.
kumêndhan alon dêlinge Para rombongan setuju untuk mencari lagi.
sudara kalihipun Mereka kemudian menemukan tempat
myang sagunging para bupati bernama Sanasewu yang dirasa cocok sebagai
lamun ing desa Sala calon kotaraja. Letaknya di Sangkrah, di
sangêt awonipun sebelah timur sungai Bengawan Solo. Kalau
papan lêdhok datan wrata sekarang kira-kira di daerah Bekonang.
lawan malih kacêlakên ing banawi
sae ing Kadipala
31.
Raden patih keduanya menyetujui ramalan risang mantrimuka têtanyaris
Tumenggung Anggawangsa. Komandan pelan maring Dyan Tumênggung Ônggawôngsa
berkata saudara dan para bupati, kalau desa kadiparan prayogane
Sala sangat buruk lokasinya, tempatnya Ônggawôngsa turipun
rendah dan tidak rata, dan lagi terlalu dekat dhuh ki lurah lamun suwawi
tan liyan dhusun Sala

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 13

saking petang ulun tidak rata, rendah dan sulit dilalui, serta
yèn wontên wetan bangawan letaknya tidak strategis karena di pinggir
tiyang Jawi badhe wangsul Buda malih sungai besar, yakni desa Sala tadi.
tansah tukar lan rowang
33.
Sang Patih bertanya kepada Raden ri sampuning kang para bupati
Tumenggung Anggawangsa, “Bagaimana lan kumêndhan pêpatih kalihnya
baiknya?” Anggawangsa berkata, “Duh Ki gêlêng gumolong rêmbuge
Lurah kalau selain desa Sala, dari kang kinarya kadhatun
perhitungan hamba jika berada di sebelah èstu Sala ingkang pinilih
Timur bengawan orang Jawa akan berbalik amung miturut jôngka
menjadi beragama Budha kembali, dan akan amamrih rahayu
selalu bertengkar dengan sesama teman.” samana sigra bubaran
patih kalih kumêndhan myang pra bupati
Ternyata Sanasewu juga mengandung wangsul mring Kartasura
kelemahan dari sisi spritual menurut
penerawangan Tumenggung Anggawangsa. Pada hari itu sudah setuju para bupati dan
Pengaruh agama Budha akan menguat kembali komandan serta kedua patih tentang tempat
karena sebelah timur bengawan adalah bekas yang akan dipilih sebagai keraton. Akhirnya
pusat kerajaan Hindu-Budha sejak zaman Mpu Sala yang dipilih, hanya karena sesuai
Sindok sampai Majapahit. Banyak penduduk ramalan agar menemi selamat sejahtera.
setempat yang masih melestarikan Segera bubar kedua patih dan komandan dan
kepercayaan lama. Dikhawatirkan akan para bupati, kembali ke Kartasura.
berbenturan dengan budaya Islam yang dianut
oleh kerajaan Mataram Kartasura.
34.
32. laju marêk byantara narpati
wau risang kalih nindyamantri ngaturakên lampahing dinuta
lan kumêndhan kalane miyarsa purwa madya wasanane
tansah lêgêg gèdhèg-gèdhèg rêmbaging punggawagung
jro tyas kalangkung ngungun dhusun Sala ingkang prayogi
mring waskithanipun kang galih kinaryaa nagara
Tumênggung Ônggawôngsa tulus kêkahipun
nging pakèwêdipun sri narendra angandika
de kang jinôngka prayoga hèh dipati ingsun iya amarêngi
papan rawa lêdhok mandhukul tur sungil nuli sira rakita
prênah têpi bangawan
Segera menghadap Raja, para rombongan
Sang kedua Patih dan komandan ketika yang diutus. Menghaturkan hasil pemeriksaan
mendengar uraian Anggawangsa hanya sejak awal sampai akhir. Pertimbangan
geleng-geleng kepala. Dalam hati begitu mereka dan keputusan mereka sampai memilih
kagum dengan wawasan Anggawangsa yang desa Sala sebagai tempat yang terbaik untuk
jauh ke depan. Oleh karena yang dituju adalah kotaraja, agar lestari kokohnya negara. Sang
tempat yang lebih baik untuk negara maka tak Raja bersabda, “Wahai Patih aku setujui dan
ada tempat yang lebih baik selain tempat kuperintahkan padamu untuk segera
berawa, rendah dan tidak rata, yang sulit mempersiapkan!”
dilalui di tepi bengawan.
Di hadapan sang Raja rombongan
Setelah ketiga tempat dipertimbangkan dengan menyampaikan hasil memeriksa daerah-daerah
segala kekurangan masing-masing. Setelah yang akan dipakai sebagai kotaraja. Segala
mengingat bahwa misinya adalah mencari pertimbangan telah disampaikan dari awal
tempat yang baik sebagai kotaraja yang lestari sampai akhir, untuk meminta persetujuan Raja.
dalam kesejahteraan, maka yang tersisa dan Sang Raja juga menyetujui tempat itu dan
menjadi pilihan adalah tempat berawa dan memerintahkan untuk segera dilaksanakan.

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 14

35. ketika itu. Hajat besar ini memerlukan banyak


kalihipun risang nindyamantri biaya dan tenaga karena pekerjaan yang
twan kumêndhan lan para niyaka diperlukan juga banyak.
lèngsèr sing ngarsa sang katong
pêpatih sigra dhawuh 37.
mring sagunging para bupati wus tinata-tata rinarakit
nayaka jroning praja sakèh siti lêdhok ingurugan
myang para tumênggung ingukur ômba dawane
bupati môncanagara nging rèh karya kasusu
ing pasisir samya samakta ing kardi pagêr buminira kang puri
bôndha bau myang kriya mung jinaro kewala
wadyalit kumêrut
Kedua Patih dan tuan komandan serta para lêksan kang anambut karya
nayaka segera lengser dari hadapan Raja. dene kôntha-kanthane ingkang nagari
Sang Patih segera memerintahkan kepada anelad Kartasura
segenap punggawa nayaka di dalam kraton
dan kepada para bupati mancanegara di Sudah ditata dan dirancang, semua tanah
pesisir untuk mempersiapkan pekerjaan. Harta rendah diurug, diukur lebar dan panjangnya.
dan tenaga serta berbagai keahlian. Yang mendesak dilakukan adalah pagar
sepanjang keraton. Hanya dipagar bambu
Setelah Raja setuju perintah segera dahulu. Balatentara semua ikut, puluhan ribu
dilaksanakan tanpa ditunda-tunda. Patih yang bekerja. Adapun gambaran bangunan
memerintahkan kepada para bupati di dalam mencontoh kraton Kartasura.
kraton dan bupati mancanegara di pesisir agar
menyiapkan segala sesuatunya. Harta tenaga Setelah ditata dan dirancang, semua tanah
dan keahlian yang diperlukan untuk dinormalisasi, yang rendah diurug yang tinggi
membangun keraton baru. ditebas agar rata. Yang mendesak dilakukan
adalah membuat pagar keliling keraton.
36. Karena perlu pindah cepat sementara hanya
enjang bidhal risang patih kalih berpagar bambu. Semua balatentara ikut
twan kumêndhan myang para bupatya bekerja, jumlahnta ada puluhan ribu. Bentuk
tan winarna ing lampahe kraton dan bangunan mengikuti bentuk kraton
praptaning Sala dhusun Kartasura. Konon arsitek perancangnya adalah
ambabadi badhening puri Pangeran Mangkubumi.
tinata binabanjar
ing sapantêsipun
wong cilik ing desa Sala 38.
kinèn ngalih marang ing desa lyan sami paripurnaning pangupakarti
orêg samya boyongan Adipati Pringgalaya lawan
Sindurêja marêk age
Keesokan harinya berangkat kedua Patih dan ing ngarsa sang aprabu
tuan komandan serta para bupati. Tak tur uninga sampating kardi
diceritakan perjalanannya, akhirnya sampai di gènnya badheni pura
desa Sala. Mereka segera membersihkan calon wau sang aprabu
keraton. Ditata dan dijajar sepantasnya. gya dhawuhkên tata-tata
Penduduk yang tinggal di desa Sala disuruh anêtêpi adat watoning narpati
pindah ke desa lain. Riuh mereka memboyong lamun angalih praja
rumah mereka.
Setelah selesai menyiapkan segala perabotan,
Esok harinya rencana boyong kraton sudah Adipati Pringgalaya dan Sindureja
dilaksanakan. Kedua Patih dan tuan serta para menghadap Raja. Melaporkan bahwa
bupati berangkah ke desa Sala. Penduduk lokal pekerjaan bakal kraton sudah selesai. Sang
disuruh pindah ke desa lain dengan diberi Raja segera memerintahkan untuk bersiap-
ganti rugi yang pantas. Suasana sangat riuh siap mematuhi tatacara adat kebiasaan bagi
seorang raja ketika pindah negara.

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 15

garwanipun nindyamantri kalih


Adat dan tatacara pindah negara sudah bukan miwah garwaning para pangeran
hal baru lagi bagi raja-raja trah Mataram. bupati sapanêkare
Mereka sudah berkali-kali melakukan. Sejak ngrasuk busana sampun
pertama kali didirikan oleh Panembahan sowan pêpak nèng dalêm puri
Senapati di Kotagedhe, Mataram sudah nata ngagêm basahan
berpindah ke Karta di zaman Sultan Agung, dene pra tumênggung
kemudian pindah ke Pleret di zaman jro praja môncanagara
Amangkurat I. Kemudian pindah ke Kartasura myang pasisir risang mantrimuka kalih
di zaman Amangkurat II. Dan sekarang akan tanapi wadyabala
pindah lagi ke Sala. Kali ini acaranya akan
dibuat meriah karena pindahnya sesudah 41.
perang selesai. Juga disertai harapan agar wong Kumpêni pêpakan anangkil
kelak kraton baru terhindar dari segala ambêlabar anèng pagêlaran
bencana. Ada rasa optimis di kalangan mereka. santana pangeran andhèr
basahan agêmipun
39. lir panjrahing kang puspitadi
wusnya samêkta salir piranti sing pelaging busana
sri narendra lawan pramèswara wau sang aprabu
putra-putri sadayane lan pramèswari narendra
ngrasuk busana luhung miyos saking kadhatyan têdhak sitinggil
kang pinatik ing sêsotyadi ingayap pra biyada
sorote pindha laban
sêsiring sumunu Istri dari dua Patih dan istri para pangeran ,
dahat lêngêng sinatmata istri para bupati dan penekar, semua memakai
atanapi badhaya manggung myang srimpi pakaian yang bagus-bagus, menghadap di puri
wus maharjèng busana dengan busana basahan. Adapun para suami,
tumenggung dalam dan mancanegara serta
Sesudah siap segala piranti, sang Raja dan para bupati pesisir dan kedua patih serta
permaisuri, serta putra-putri semua, memakai balatentara, dan orang-orang Kumpeni
busana yang indah-indah yang dihias lengkap menghadap di pagelaran. Kerabat
gemerlap permata. Sorot sinarnya seperti pangeran memakai busana basahan, tampak
kilat, gemerlap berkilauan, sangat indah seperti mekarnya bunga yang indah. Yang
diperhatikan. Dan para penari menggelar paling bagus adalah busana Raja dan
bedaya dan srimpi, sudah siap dengan permaisuri. Turun dari kedaton ke sitihinggil
busananya. diiringi para pelayan.

Sungguh acara boyong keraton dilaksanakan Dari gambaran di atas terlihat betapa mewah
dengan megah dan meriah. Sang Raja, dan meriahnya prosesi acara boyong kedaton
permaisuri dan putra-putri, serta para tersebut. Segala kebesaran kerajaan Kartasura
punggawa memakai pakaian yang indah-indah. seakan dipamerkan di sepanjang jalan menuju
Bertatakan berlian permata yang berkilauan Sala. Tak tampak kalau negara baru saja rusak
sinarnya. Para penari bedhaya dan srimpi pun diterjang musuh. Juga tak ada yang mengira
tak ketinggalam memakai pakaian yang elok, kalau kelak huru-hara tak berhenti oleh
sangat mempesona. upacara nan meriah ini.
Bedhaya dan Srimpi adalah genre tarian adat
keraton yang sakral dari kraton yang 42.
melambangkan kebesaran Raja. Ada beberapa sigra jêngkar saking Kartawani
varian dari masing-masing genre itu, kadang ngalih kadhaton mring dhusun Sala
setiap raja menciptakan jenis varian sendiri- kêbut sawadyabalane
sendiri. busêkan saprajagung
pinèngêtan angkate nguni
40. anuju ari Buda
enjing wancinipun

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 16

wimbaning lèk ping sapta wlas diguncang gempa. Ini prosesi terbesar pindah
Sura Êje kombuling pudya kapyarsi keraton yang pernah ada.
ing nata kang sangkala
44.
Segera berangkat dari Kartawani, pindah kapiyarsa swaraning kang janmi
kedaton menuju desa Sala. Segera dengan barung lawan tabuhan mawarna
semua balatentara, berdesakan orang drèl sanjata mriyêm gêdhe
senegara. Diperingati dengan tanda waktu, pangriking turônggagung
hari Rabu pagi 17 Sura tahun Je, 1670 AJ. kadya bêlah kang jagad katri
Dengan sengkala: kombuling pudya kayarsi wau ta winursita
iang nata. patrap lampahipun
jêngkarnya sri naradipa
Hari perpindahan itu sangat meriah, semua kang nèng ngarsa badhe wringin kurung
orang berdesakan memenuhi jalan ke desa nagri
Sala. Waktu perpindahan diperingati pada hari bêktan sing Kartasura
Rabu pagi, tanggal 17 Sura tahun Je. Dengan
angka tahun sesuai sengkala kombuling pudya Terdengar suara manusia dibarengi suara
kapyarsi ing nata atau tahun 1670 AJ. Dalam tetabuhan beraneka, tembakan meriam besar,
angka tahun Masehi 1745 AD. ditingkah ringkik kuda yang banyak, seperti
membelah tiga jagad. Begitulah suasana
perjalanan sang Raja, yang di depan
43. membawa bibit ringin kurung simbol negara
têdhakira kangjêng kang siniwi yang dibawa dari Kartasura.
pra prajurit Kumpêni lan Jawa
urmat drèl atri swarane Begitulah meriahnya perjalanan sang Raja,
sinauran mriyêm gung seolah membelah tiga dunia. Di barisan depan
magênturan anggêgêtêri dibawa bibit pohon beringin kurung yang akan
slomprèt tambur musikan ditanam di alun-alun sebagai simbol negara,
suling bêndhe barung dibawa dari Kartasura.
munggang kodhokngorèk ngangkang
carabalèn pradôngga munya ngêrangin
orêg wong sanêgara 45.
wuri nulya kang bangsal pangrawit
Turunnya Kanjeng sang Raja, para prajurit ngusung wêwêtahan ngayap wadya
Kumpeni dan Jawa menghormat dengan dwipangga ngayap sratine
tembakan senapan tiga kali. Disambung bunyi kuda titihan prabu
meriam bergelegar menggetarkan. Terompet abdi gamêl kang anjajari
dan tampur dibunyikan, seruling bende barung wuri gya pra punggawa
dengan irama monggang kodok ngorek mantri myang panèwu
berbunyi terus menerus. Irama carabalen dari bupati nayaka jaba
para penabuh gamelan berbunyi halus enak anon-anon nitih kuda dèn songsongi
didengar. Heboh orang senegara. ngiring pacara wadya

Tidak ada kata yang tepat untuk Di belakangnya diusung bangsal pangrawit,
menggambarkan betapa meriahnya perjalanan diusung utuh disangga prajurit, gajah diiringi
boyong kedaton itu. Setelah tembakan senapan pawangnya, kuda tunggangan Raja, abdi
disambut gelegar meriam yang membikin gamel yang menuntun. Di belakangnya para
merinding berbunyilah aneka kemeriahan itu. punggawa mantri dan panewu, bupati nayaka
Terompet tambur bersahutan, seruling meliuk- luar, serta para abdi dalem anon-anon, naik
liuk memanjakan telinga, bender barung kuda dengan payung, mengiringi para
bersahutan, irama monggang kodok ngorek pasukan.
berbunyi sepanjang jalan. Gending carabalen
dari para penabuh gamelan terdengar merdu di Bangsal pangrawit adalah bangsal kecil untuk
telinga. Heboh orang senegara seperti melantik pejabat. Dibawa secara utuh dari
Kartasura, mungkin sebagai simbol kekuasaan.

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 17

Di belakangnya kendaraan kerajaan dan Yang menyambung di belakang pusaka kraton


pawangnya. Baru kemudian Raja naik kuda Kyai Cengkal Baladewa. Kemudian para
dengan diiringi gamel, yakni petugas pangeran diringi keparak di kanan-kiri, semua
pemelihara kuda. Di belakangnya para memakai pakaian merah membawa peralatan
punggawa, mantri, panewu dan abdidalem upacara.
anon-anon (abdi dalem non karir), naik kuda
dipayungi, mengiringi pasukan. Di belakang iringan prajurit Kumpeni dan
putra mahkota adalah abdi dalem keagamaan,
para penghulu, khatib dan ulama, mereka
46. disebut abdi dalem suranata. Di belakang
tinindhihan sang anindyamantri mereka diusung pusaka Kyai Cengkal
kang ingayap prajurit myang wadya Baladewa. Di belakangnya para pangeran
sangkêp saupacarane diringi keparak (abdi dalem perempuan) yang
gya Kumpêni sumambung membawa peralatan upacara bermacam-
prajurite samya lumaris macam.
cacah gangsal brêgada
mayor tindhihipun 48.
wahana turôngga jajar banyak dhalang lawan sawunggaling
lawan Kangjêng Gusti Pangeran Dipati arda waleka sasaminira
Anom Mangkunagara tinindhihan bupatine
wuri ingkang sumambung
Dipimpin sang Patih yang diiringi prajurit dan tandhu joli jêmpana adi
pasukan lengkap dengan peralatan sumrêg sêlar-sêluran
upacaranya. Di belakangnya bersambung tan anggop lumintu
Kumpeni dengan prajurit jalan kaki sebanyak yèku ingkang tinitihan
lima brigade dipimpin seorang mayor yang pramèswari miwah sagunging pra putri
naik kuda bersebelahan dengan Kanjeng Gusti myang swamining punggawa
Pangeran Adipati Anom Mangkunagara
(Putra Mahkota). Banyak dalang dan sawunggaling, ardawalika
dan sejenisnya, dipimpin oleh bupati keparak.
Patih Pringgalaya dan Sindureja mengiringi di Di belakangnya menyambung tandu joli
belakang rombongan Raja dengan segenap jempana yang indah, ramai berurutan tak
prajurit kraton dengan piranti upacara lengkap. putus terus menerus. Itulah yang dinaiki
Rangkaian rombongan pindah kraton tak permaisuri dan istri para punggawa.
behenti pada para prajurit kraton. Di
belakangnya prajurit Kumpeni mengiringi Para abdi dalem keparak tadi membawa
dipimpin oleh seorang mayor yyang naik kuda, peralatan upacara. Banyak dalang, wadah
siapa lagi kalau bukan adik Raja Baron von berbentuk angsa. Sawung galing, wadah
Hohendorff. Di sebelahnya adalah putra berbentuk ayam jago. Ardawalika, wadah
mahkota Pangeran Adipati Anom. berbentuk naga. Dan peralatan simbolis
sejenisnya dipimpin bupati keparak.
47.
nulya pangulu ngulama kêtib Di belakangnya ada tandu joli jempana
juru suranata myang pradikan berurutan rama sekali, itulah wahana yang
ingkang sumambung wurine dinaiki permaisuri dan istri para punggawa.
pusaka namanipun Pada akhir bait ada kata swami, dalam bahasa
Cêngkal Baladewa Kiyai Jawa artinya pasangan, jadi bisa berarti suami
nulya para pangeran atau juga istri.
gya titihan prabu
rata ingayap kaparak
kanan keri amangangge sarwa abrit 49.
ngampil-ampil pacara abdi gêdhong kanan lawan kering
abdi kraton panandhon tan têbah
Setelah itu para pengulu ulama dan khatib, bupati gêdhong tindhihe
abdi dalem urusan agama dan para perdikan. angayab ngurung-ngurung

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 18

wuri ingkang sumambung malih yang akan berdiri di Sala. Diharapkan dengan
pusaka kraton Jawa pamer kekuatan dan kebesaran rakyat
kathah warninipun berbondong-bondong tunduk kepada kerajaan
winadhahan ing kandhaga baru ini.
sinongsongan jênar ingapit prajurit
ingkang sumambung wuntat 51.
binarungan musikan Kumpêni
Abdi gedong kanan dan kiri, abdi pemikul slomprèt tambur suling bêndhe kêndhang
tandu tak jauh, bupati gedong pemimpinnya, umyung gumuruh swarane
mengiringi sekeliling. Di belakangnya lampahing wadya sêlur
bersambung lagi pusaka kraton Jawa banyak langkung sêsêg ngèbêki margi
macamnya. Diletakkan dalam wadah bêlabar mring ra-ara
dilindungi payung kuning diapit para prajurit kuda cacahipun
yang bersambung di belakangnya. gangsal lêksa winatara
gunge wadya sing mandrawa yèn kaèksi
Abdi dalem gedong adalah abdi dalem yang kadi samodra wutah
mengurusi perbendaharaan kraton. Gedong
kiwa dan gedong tengen adalah jenis harta Dibarengi para pemusik Kumpeni, meniup
benda yang diurusi, jenisnya tergantung pada terompet tambur seruling bende dan kendang,
zamannya. riuh gemuruh suaranya. Jalannya rombongan
berurutan memenuhi jalan, tumpah ke
Semua harta benda keraton Kartasura dibawa lapangan sekitar. Kuda berjumlah kira-kira
serta beserta pusaka keraton yang diletakkan lima puluh ribu. Besarnya pasukan kalau
dalam peti-peti. Dinaungi dengan payung dilihat seperti samudera yang tumpah.
warna kuning dijaga para prajurit di
belakangnya. Pawai pindah keraton sekaligus show of force
dari keraton Kartasura menuju kerajaan baru
50. sangat meriah sampai tumpah dari jalanan,
pra prajurit wahana turanggi memenuhi lapangan sekitar. Kalau dilihat
nulya sagunging para bupatya banyaknya barisan yang lewat seperti
pasisir môncanagrine samudera yang airnya tumpah.
saupacaranipun
nitih kuda dipun songsongi 52.
bandera myang daludag apuyêngan solahing wadyalit
miwah payung agung kang boyongan tumutur ing nata
maneka warna bra sinang adaya-daya sêdyane
angêrangin pradangganing pra bupati umyung dènnya sung-usung
tinabuh urut marga rêreyongan samargi-margi
ya ta sapraptanira
Para prajurit yang memakai kuda dan segenap ing Sala sang prabu
bupati pesisir dan mancanegara beserta bangsal pangrawit ingêtrap
peralatan upacaranya, naik kuda dipayungi, anèng tarub paglaran kang wus rinakit
dengan bendera dan umbul-umbul, serta bala andhèr sumewa
payung kebesaran, beraneka warna bersinar
kilaunya. Enak didengar para penabuh Berputar-putar polahnya para prajurit
gamelan dari para bupati yang menabuh rendah, yang ikut boyongan bersama sang
sepanjang jalan. Raja. Ingin segera sampai, sangat kerepotan
Para prajurit membawa panji-panji kebesaran mereka membawa barang. Sepanjang jalan
dengan segala peralatan upacaranya. Bendera. seperti pemain reog. Ketika sudah sampai di
Umbul-umbul dan payung kebesaran. Para Sala sang Raja memerintahkan memasang
bupati membawa penabuh gamelan yang bangsal pangrawit di tempat yang telah
memainkan musik sepanjang jalan dengan dihias. Para rombongan berjajar menghadap.
irama yang enak didengar. Pawai ini sekaligus
kampanye, unjuk kekuatan dari negara baru

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 19

Polah para prajurit yang ikut boyong kedaton bupati môncapraja


sudah berputar-putar tidak karuan. Ingin
mereka segera sampai di kota baru. Bawaan Ki pengulu, ulama dan khatib segera
mereka tampak semerawut sepanjang jalan memanjatkan doa untuk keselamatan negara.
seperti pemain reyog karena bawaannya Kanjeng Raja memberi perintah menanam
banyak sekali. pohon ringin kurung. Yang sebelah utara
disaksikan oleh kedua patih dan bupati bekel
Ketika sudah sampai di Sala, bangsal nayaka. Adapun ringin selatan disaksikan
pangrawit segera dirakit di tempat yang sudah bupati wedana mancanegara.
dihias (tarub) di pagelaran. Para punggawa
rombongan boyong segera menghadap sang Ringin kurung adalah pohon beringin kembar
Raja. yang ditanam di alun-alun. Satu pasang untuk
alun-alun utara dan satu pasang untuk alun-
alun selatan. Dua alun-alun mempunyai fungsi
53. masing-masing. Alun-alun utara yang luas
nata lênggah ing bangsal pangrawit merupakan tempat para rakyat menghadap
para upsir kalawan kumêndhan Raja dan mengadakan upacara gerebeg.
samya ngadêg nèng kanane Adapun alun-alun selatan merupakan tempat
bangsal lênggahan prabu olah keprajuritan.
pra prajurit banjêng abaris
Kumpêni miwah Jawa
anèng alun-alun 55.
sri narendralon ngandika ri sampuning tinanêm kang wringin
dhusun Sala ingalih nama nagari kinurmatan drèl maryêm sanjata
Surakartadiningrat Kumpêni Jawa arame
pradôngga munya umyung
Raja duduk di bangsal pangrawit, para opsir barung tambur slomprèt lan suling
dan komandan berdiri di kanan bangsal sang nata gya ngadhatyan
tempat duduk Raja. Para prajurit urut luwaran wadyagung
berbaris Kumpeni dan prajurit Jawa di alun- mring pondhoknya sowang-sowang
alun. Sang Raja bertitah, desa Sala berubah wong Kumpêni sinung pakuwon wetaning
nama menjadi negara Surakarta Adiningrat. lun-alun lèr kadhatyan

Bangsal pangrawit yang dibawa dari Kartasura Kala sudah selesai penanaman pohon
telah dirakit. Sang Raja duduk bertahta di beringin, ditandai penghormatan dengan
dalam bangsal sebagai singgasana sementara. tembakan meriam. Prajurit Kumpeni dan Jawa
Para opsir dan komandan berdiri di kanan bersorak ramai. Penabuh gamelan
bangsal. Para prajurit Kumpeni dan Jawa membunyikan alat musik, tambur, terompet
berbaris di alun-alun untuk mendengar titah dan seruling. Sang Raja masuk kedaton, para
sang Raja. Raja bersabda kalau mulai hari ini punggawa bubar ke pondok mereka masing-
desa Sala menjadi pusat keraton yang baru. masing. Orang Kumpeni membuat pondok di
Nama negara pun baru yakni Surakarta sebelah timur alun-alun, sebelah utara
Adiningrat, dengan tetap melestarikan tradisi kedaton.
Mataram sebagai leluhur mereka.
Karena sifatnya masih sementara dan
54. bangunan belum permanen mereka membuat
ki pangulu ngulama lan kêtib pondok sementara sambil membenahi
sigra donga wilujênging praja bangunan yang ada kelak. Perlu banyak ditata
jêng sri nata dhawuhake agar sesuai dengan tatakota keraton yang baku.
nanêm waringin kurung Namun semua telah bersuka cita karena
wringin kang lèr ingkang jênêngi mempunyai negara yang baru, yang bebas dari
kalih sang mantrimuka jamahan musuh, yang diharapkan membawa
dene kanthinipun kesejahteraan seluruh rakyat Surakarta
bupati bêkêl nayaka Adiningrat.
kang jênêngi wringin kidul wadananing

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 20

56. kepala garnisun disebut sodara, seperti


têtêp prasida sri narapati Hohendorff yang dipanggil saudara muda oleh
ngadhaton nèng nagri Surakarta Raja.
datan ana sangsayane
satata amêmangun Gubernur Jenderal yang waktu itu dijabat
prayogane rakiting nagri Gustaav Willem Baron van Imhoff (menjabat
nadyan papan ing Sala 1742-1750), ingin mengunjungi negara yang
alêdhok mandhukul baru saja dibangun. Sekaligus akan menjelajah
awit dening sinantosan loji yakni markas serdadu garnisun Kumpeni
pra santana bupati punggawa mantri di sepanjang pantai dan di Surakarta, juga akan
samya atata wisma memeriksa tanah yang dikuasai Kumpeni.
Kita tahu sekarang luas tanah yang dikuasai
Tetap lestari si Raja berkeraton di negeri Kumpeni sudah lebih luas dari kerajaan
Surakarta, tidak ada kesusahannya. Giat Surakarta sendiri, membentang disepanjang
membangun untuk kebaikan negara. Walau pesisir utara dari Batavia sampai Surabaya.
tempat di Sala rendah-tinggi tak beraturan, Dan luas wilayah semakin bertambah setelah
karena disokong para kerabat bupati orang Jawa saling berperang, begitulah yang
punggawa mantri semua sudah menetap terjadi.
semua.

Keraton baru sudah terbantuk, sang Raja sudah 58.


hilang kesedihannya. Walau keadaan di Sala ingkang risak duk prang Cina nguni
tinggi-rendah tak beraturan, tetapi karen wusnya tamat pamaosing sêrat
disokong dengan kesetiaan para punggawa tuwan kumêndhan ge-age
negara menjadi kuatlah negara. Mereka sudah anyanthèlakên atur
mapan dan bertempat tinggal masing-masing. nyuwun sowan jêng sri bupati
Sekarang yang dipikirkan hanya membangun ri sampunnya ngandikan
negara untuk kesejahteraan rakyat. Itulah cita- mayor sigra laju
cita Raja dan segenap punggawa negara. malêbêt ing dhatulaya
tan winarna ing marga praptaning puri
mayor èsmu kasmaran
57.
nahan wusing antara tri sasi Loji dan tanah garapan tersebut rusak ketika
wontên sêrat sing gurnadur jendral perang Pacina. Sudah tamah dibaca isi surat
mring tuwan mayor jujuge dari jenderal, tuan komandan segera berpesan
gatining srat sung wêruh untuk menghadap kepada sang Raja. Setelah
lamun jendral arsa pêpanggih selesai berpesan mayor segera masuk ke
ing kangjêng sri narendra kedaton. Tak diceritakan di jalan ketika
de ngalih kadhatun sampai di puri mayor sangat senang.
dadya kêdah uningaa
lan malihe arsa jajah tanah Jawi Loji dan tanah adalah aset Belanda yang
mriksa loji lan tanah penting untuk mengendalikan tanah jajahan.
Ketika perang Pacina banyak menderita
Singkat cerita sudah tiga bulan berlalu, ada kerusakan. Letak Loji yang terbesar di
surat datang dari gubernur jenderal kepada Semarang, yakni markas garnisun tentara
tuan mayor. Keperluan surat memberitahu Kumpeni yang sangat terkenal itu.
kalau jenderal ingin menemui sang Raja yang Tuan Jenderal ingin memeriksa sambil
baru saja berpindah kedaton. Menjadikan berkunjung ke kedaton yang baru. Itulah bunyi
belia ingin melihat sendiri sambil menjelajah surat dari Gubernur Jenderal Baron van Imhoff
tanah Jawa memeriksa markas dan tanah. kepada mayor Baron von Hohendorff. Sang
mayor segera menghadap Raja dengan raut
Gurnadur adalah ejaan Jawa untuk gubernur muka penuh kegembiraan.
jenderal di Batavia. Sebutan bagi Raja kepada
sang jenderal adalah eyang, sebagai
penghormatan untuknya. Sedangkan kepada

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 21

kang risak kala prang Cina

“Menghadap kepada paduka Raja, karena


baru saja membuat kotaraja baru. Adapun
BAGIAN 2 eyang berjalan ke timur menuju Madura
sambil memeriksa desa-desa yang rusak ketika
KABAR SALA BADHE KATAMUAN perang Cina.”
JENDRAL ING BATAWI, SARTA Dikatakan bahwa tujuan Gubernur ke Sala
PÊPANGGIHANIPUN PANGERAN adalah untuk meninjau keraton yang baru,
ADIPATI MANGKUNAGARA KALIHAN sambil memeriksa desa-desa yang rusak akibat
MAYOR HOGÊNDHORÊP. prang Cina. Namun alasan yang tertulis ini
sebenarnya hanyalah basa-basi. Tujuan
(KABAR SALA AKAN KEDATANGAN sebernarnya adalah untuk merelealisasi
TAMU JENDERAL DARI BATAVIA, perjanjian Ponorogo ketika Kumpeni
SERTA PERTEMUAN ANTARA membantu Raja kembali ke tahtanya.
PANGERAN ADIPATI
MANGKUNAGARA DENGAN MAYOR
HOHENDORFF) 3.
saking wetan rawuh ngriki
ri sampuning pêpanggihan
PUPUH 2: ASMARADANA konduripun amangilèn
mêdal ing tanah Mataram
sang nata angandika
1. iya bangêt rênaningsun
dhuh pukulun sri bupati dene kaki sarjuning tyas
ambatur uningèng tuwan
yèn ulun tampi sêrate 4.
pun kaki jêng tuwan jendral têtinjo mring jênêng mami
raosipun kang sêrat besuk apa gone prapta
manawi parêng ing kayun tuwan kumêndhan ature
arsa prapta nagri tuwan rawuhipun tuwan jendral
dèrèng mawi têmbaya
“Duh Paduka sang Raja, hamba memberi tahu kalamun parêng sang prabu
tuan, kalau hamba menerima menerima surat kawula arsa siyaga
dari eyang Kanjeng Tuan Jenderal, instinya
surat kalau diijinkan akan datang ke negeri “Dari timur akan datang ke sini, sesudah
tuan.” pertemuan akan pulang ke barat keluar dari
tanah Mataram.” Sang Raja menjawab, “Iya
Eyang (kaki) adalah sebutan untuk Gubernur sangat senang hatiku bahwa eyang berkenan
Jenderal di Batavia, sedangkan untuk Letnan datang ke sini mengunjungiku. Besok kapan
Gubernur yang menjabat (Gubernur Pantai beliau datang?” Tuan komandan menjawab,
Timur) di Semarang dipanggil Bapa, dan “Kedatangan tuan jenderal belum kepastian,
komandan Garnisun Kumpeni di Kartasura jika berkenan sang Raja hendaknya
(kelak diganti dengan jabatan residen) menyiapkan”
dipanggil sodara. Jadi kedudukan raja Sesuai rencana, perjalanan Jenderal akan
Kartasura sebenarnya hanya setingkat residen. dimulai dari timur, menuju Semarang, ke Sala
2. kemudian melewati Mataram, terus melalui
sowan ing jêng padukaji Banyumas.
rèhne mêntas karya kitha
nênggih pun kaki lampahe 5.
mangetan jujug Madura bôndha kinarya badhèni
ngiras amêmariksa suyasa ingkang prayoga
sakathahing dhusun-dhusun kagêm pakuwon rawuhe

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 22

pun kaki jêng tuwan jendral Mayor adalah seorang admintratur yang cakap
sri narendra ngandika dan cekatan, tanggap dan penuh inisiatif.
adhi panjênêngan ingsun
wus marêngi aturira
8.
“Harta untuk membuat tempat yang baik untuk ri saksana dèn wiwiti
pondok kedatangan eyang Kanjeng Tuan pandamêle kang suyasa
Jenderal.” Sang Raja bersabda, “Adik aku tan winarna rêroncène
sudah mengijinkan permintaanmu.” nêdhênge anambut karya
kasaru praptanira
Mengenai kapan waktu kedatangan garêbong carakanipun
Gubernur,belum ada kepastian, tetapi Mayor Pangeran Arya Pancuran
sudah mengajukan persiapan penyambutan.
Acara yang disuguhkan, tempat pondokan, dan Hari itu segera dimulai pembuatan pondok,
segala sesuatunya hendaknya dipersiapkan tak dapat digambarkan perinciannya. Ketika
lebih dahulu. Raja sudah menyetujui usulan sedang berlangsung pekerjaan mendadak
Mayor dan memerintahkan untuk segera terhenti oleh kedatangan Ki Grebong, utusan
dilaksanan persiapan, berapapun biayanya. Pangeran Arya Pancuran.

Di tengah sibuknya pekerjaan membuat


6. pondok datanglah utusan dari Pangeran Arya
sira sarêmbuga nuli Pancuran dari Batavia. Pangeran Arya
anane wong lawan bôndha Pancuran adalah kakak kandung Raden Mas
lan dipati sakarone Said atau Pangeran Mangkunagara. Nama
kumêndhan matur sandika Arya Pancuran diambil dari tempat dia tinggal,
jawat astamit mêdal yakni daerah Pancoran Jakarta. Namanya yang
samana sarêmbag sampun lain adalah Pangeran Tirtakusuma.
lawan sang mantri wasesa
Nama kecilnya adalah Raden Mas Ngali, dia
“Engkau segera berundinglah dengan kedua ikut dibawa ke pengasingan oleh ayahnya,
patih mengenai kebutuhan harta dan tenaga!” Pangeran Harya Prabu Mangkunagara ketika
Komandan menerima perintah, berjabat ayahnya terlibat perselisihan dengan
tangan kemudian keluar. Kemudian berunding Pakubuwana II di tahun 1728. Pangeran Arya
dengan pemuka mantri. Pancuran menetap di Batavia setelah orang
tuanya meninggal di Tanjung Harapan, walau
Mayor kemudian berunding dengan kedua jenazah orang tuanya kemudian dikirim ke
patih untuk menyiapkan segala sesuatunya. Imogiri.
Tentang sebab pembuangan Pangeran Arya
7. Mangkunagara, Babad Panambangan mencatat
risang dipati kêkalih karena adanya persoalan wanita antara
dupi wus kaprasadonan Pangeran Arya Mangkunagara dengan Sunan
dening Kumêndhan Hondhorop Pakubuwana. Seorang selir Pakubuwana yang
parentah samêktèng karya berasal dari Semarang, berwajah cantik,
marang para bupatya berkulit kekuningan karena peranakan Cina,
datan lami sampat sampun Mas Ayu Larasati, putri Demang Cakrayuda,
bôndha bau tuwin kriya disukai oleh Pangeran Arya Mangkunagara.
Selir tersebut sebelumnya sudah tidak dipakai
Sang patih keduanya ketika sudah diberitahu oleh Pakubuwana dan karena itu diminta
oleh Komandan Hohendorff memerintahkan sekalian oleh Mangkunagara. Tetapi
bersiap siaga segala pekerjaan kepada para permintaan itu membuat Raja sakit hati dan
bupati. Tak lama sudah siap harta benda dan menangkap Mangkunagara. Kemudian
tenaga. diserahkan kepada Kumpeni dan dibawa ke
Anggaran untuk itu segera turun dan bahan Jakarta. Selanjutnya dibuang ke Batavia dan
serta tenanga dapat disiapkan. Tampak Tuan kemudian ke Tanjung Harapan.

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 23

pustaka wus tinampan


9. binuka sinuksmèng kalbu
sarwi amundhi kintaki mangkana ungêling sêrat
têrang jêng gurnadur jendral
gatining rèh nandukake (Ki Grebong segera berangkat) ke markas
pamapas cipta angkara Pangeran Mangkunagara. Tak diceritakan
Pangran Mangkunagara selama perjalanan. Ketika sampai surat sudah
pinurih mangimur-imur ditrima, dibuka dengan penuh perasaan, inilah
ayu myang widadèng karsa isi surat itu.

Serta membawa surat, jelas perintah Kanjeng


Gubernur Jenderal agar memutus kehendak 12.
angkara Pangeran Mangkunagara. pustaka pinandara ring
Diupayakan agar dibujuk-bujuk supaya saliring pudya raharja
selamat dan lestari. sing manah êning rumêmbe
saking kadang para wrêdha
Dalam bab I sudah disinggung tentang kang winilut sangsaya
beberapa kerabat Raja yang lolos dari istana nèng Jakarta ajêjuluk
pada waktu perang Pacina, dan membentuk Pangeran Arya Pancuran
pasukan sendiri. Salah satunya adalah Mas
Said yang kemudian bergelar Pangeran “Surat yang dihias dengan segala puji
Adipati Mangkunagara. Dia termasuk salah keselamatan, dari hati yang menderita. Dari
satu komandan perang yang disegani oleh saudara tua yang selalu dirundung derita di
karena itu sangat diharapkan agar dia Jakarta, bernama Pangeran Arya Pancuran.”
menghentikan perlawanan dan merapat ke Dalam pembukaan surat ini, Pangeran Arya
Surakarta. Salah satu cara untuk membujuknya Pancuran mencoba membangkitkan sentimen
adalah melalui surat dari sang kakak Pangeran kekeluargaan di antara kakak-beradik itu.
Arya Pancuran ini. Dengan mengingatkan kembali akan derita
yang selama ini ia alami di pengasingan
10. menemani ramanda.
pênêda mring jêng Kumpêni
sarta bêktia mring nata
Tuwan Kumêndhan Hondhorop 13.
wus anduga karsanira mugi katura ri mami
para rad ing Jakarta kang dadya wod tyas kasrêdan
duta sampun kinèn laju satriyagung bêbisike
garêbong sigra umangkat Pangeran Mangkunagara
kang ambêg santa budya
Berbaiklah dengan Kumpeni serta berbakti budiman anrus martayu
kepada Raja. Tuan Hohendorff sudah tumuse ngasturi ngambar
menduga keinginan para penasihat di Jakarta.
Utusan sudah disuruh melanjutkan “Dihaturkan kepada adinda, yang menjadi
perjalanan, Ki Grebong segera berangkat. pegangan kecintaan hati, bergelar Pangeran
Mangkunagara. Yang berbudi halus, bijaksana
Mayor Hohendorff tentu setuju dengan cara dan sabar penuh kebaikan”
ini. Bagaimanapun Mangkunagara bukan
lawan enteng. Lebih baik jika dia mau menjadi Setelah membangkitkan sentimen, kemudian
kawan dan membantu Kumpeni. Maka dia Arya Pancuran mulai memuji-muji sang
menyuruh Ki Grebong agar segera berangkat. adinda. Tentu hal ini dilakukan untuk
mengambil hati sang adik.
11.
dhumatêng ing pakuwoning 14.
Pangeran Mangkunagara mardu mardawa arjanti
datan winarna lampahe jujur ing saparibawa
ing ênu sapraptanira ambawani pangulahe

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 24

kridhaning tyas parotama “keluarnya surat ini, adikku, tujuan dari


tumanêm ing silarja kecintaanku, semoga engkau menghilangkan,
jajahaning budi mêngku duh adikku, ungkapan kemarahanmu,
mêmaniking tyas ngumala hilangkan rasa khawatirmu. Karena terlahir
sebagai saudara tua, kakakmu ini akan
“Sangat halus budi terpilih, jujur semua melakukan hal yang berat.”
perilaku, berwibawa solah-tingkah, gerak hati
selalu menuju yang utama, tertanam dalam Setelah berakhirnya puja-puji untuk sang adik,
laku yang elok, sanggup merengkuh bawahan, akhirnya Pangeran Arya Pancuran mulai
hati laksana permata.” mengatakan apa yang menjadi tujuannya.
Walau terhitung saudara tua, pilihan katanya
Maaf kalau terjemahan ini kurang pas, kami pun bijak dan berhati-hati. Inilah kebiasaan
kesulitan mencari padanan kata dalam bahasa para bangsawan yang sudah sempurna
Indonesia. MC Ricklefs berkata benar ketika menguasai budaya.
menyebut karya Yasadipura yang satu ini sulit
diterjemahkan. Kami hanya bisa geleng-geleng
kepala dengan susunan kalimat dalam bahasa 17.
Jawa yang luar biasa ini. Sudah berjam kami ngumbar berawaning ati
terpaku dan membisu. Jari-jari kami kaku. ngaturakên cumanthaka
Kami harus mencet tombol yang mana? sumundhul atur sêdyane
dununging rèh kang sayogya
lamun datan katampan
15. sayêkti cintaka muput
maladi kontabing bumi lir kênèng papa pantaka
buntas marang kabudayan
digjayane ing palugon “Mengumbar kehendak hati, lancang dalam
dening gunane mring aprang perkataan, bermaksud menyela-nyela ucapan,
kèringan parangmuka untuk menunjukkan sesuatu yang baik. Bila
linulutan pra wadyagung tidak diterima, sungguh angan-angan yang
tuhu prajurit utama punah, seperti terkena kematian.”
“Tekun meraih kemasyhuran di dunia, Dalam bait ini Arya Pancuran mulai
paripurna menguasai budaya, tangguh dalam memainkan perasaan sang adik, bahwa apa
perang, oleh karena pintar dalam gelar yang dikatakan ini walau lancang tetapi
peperangan, disegani pemberontak, disukai bertujuan baik. Bila tidak diterima
para pengikut, sungguh prajurit utama.” perkataannya, sungguh angan-angannya punah
tak menemuii yang keinginan, laksana orang
Dua bait di atas menyanjung-nyanjung yang menemui kematian.
Pangeran Mangkunagara dengan sangat
berlebihan. Bagi orang Jawa yang sudah
menguasai sasmita, pasti sudah paham kemana 18.
arah pembicaraan ini. Inilah yang dalam botên pisan nêdya lamis
budaya Jawa disebut ngrogoh ati (mengambil anyênyêla lêlêmêsan
hati), kita lanjutkan dahulu. nyênyampahi kakangane
ing karsaning kadang ingkang
sampun ambêk gunawan
16. mung matur sajatosipun
wiyose kanang kintèki tumrapipun kaprawiran
yayi mas paraning trêsna
mugi anirnakna babo 19.
bara-baraning bramatya ing asmaralaga yayi
berata kang sandea sintên kang purun tumanggah
rèhning kabubuh ing sêpuh kalawan sira riningong
pun kadang dadya nêmpuh byat yèn ta mung sababagira
yakti dahat katrêsan

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 25

dening widigdanta tuhu 21.


têmah nungku ngèstupada kaonang-onang undhagi
mring rèh ulahing ayuda
“Tidak ingin berpura-pura, menyela-nyela tanpa wilangan balane
dengan rayuan, sebagai kakak menahan- sangkêp sakapraboning prang
nahan, apa kehendak saudara, yang sudah yèkti dede timbangan
sangat pintar, hanya menyarankan. Sebagai mêngsah Kumpêni lan ratu
seorang perwira, di medan laga, adikku, siapa marma pun kakang kumêdah
yang mampu menandingi, dengan engkau
adikku. Kalau hanya orang yang setara 22.
denganmu, sungguh sangat ketakutan, dengan tur pamrayoga ing yayi
kekuatanmu sungguh, akhirnya tunduk kalamun condhong ing karsa
bersimpuh.” lêhêng kondura dèn age
ambêbana sihing nata
Dengan sangat hati-hati agar sang adik dapat kadi langkung utama
diambil hatinya, Pageran Pancuran suwita wong tuwanipun
mengatakan bahwa saran yang ditulisnya ini dhasar kang madêg narendra
tidaklah berisi kepura-puraan dan juga tidak
serta merta menggunakan kedudukannya “Terkenal sagat kepintarannya, dalam segala
sebagai saudara tua. Namun hanya olah perang, tak terhitung balatentaranya,
mengingatkan agar pada kebaikan sang adik lengkap dengan peralatan perang, sungguh
sendiri. bukan lawang yang setimbang dengan
Kumpeni dan Raja. Oleh karena itu kakakmu
Kalau dalam keperwiraan sipa yang akan ini sangat ingin menyarankan kebaikan
menandingi sang adik, seorang perwira yang padamu adikku. Kalau hatimu condong,
tangguh dan pintar dalam strategi perang. segeralah pulang, menerima hadiah sang
Kalau hanya orang yang setara dengan sang Raja. Sepertinya lebih utama mengabdi
adik, sesama pangeran dari Kartasura pasti kepada orang tua, lagi pula orang itu juga
akan tunduk bertekuk lutut. berdiri sebagai raja.”
Di sini Pangeran Pancuran kembali memuji
sang adik, untuk menyatakan bahwa saran Pangeran Pancuran mengatakan bahwa
yang disampaikan kepada sang adik tulus. walaupun sang adik tangguh dan pintar dalam
perang, banyak balatentaranya, itu bukan
20. tandingan Kumpeni. Oleh karena itu lebih baik
nanging tandukipun yayi pulang dan menerima hadiah dari Raja.
lamun sisip kalbèng cacad Hitung-hitung mengabdi kepada orang tua,
awon têmên juwarane karena orang tua sendiri sudah tidak ada. Lagi
kadi ujaran bêbasan pula orang itu bukan sekadar paman tetapi
amirong kampuh jingga juga raja yang harus dipatuhi perintahnya.
liripun balela ratu Hadiah yang dimaksud di sini adalah tawaran
wah mêngsah Kumpêni ingkang yang disampaikan sebelum kedatangan surat
ini, yakni Pangeran Mangkunagara disuruh
“Namun, praktiknya adikku, kalau lalai kembali ke negeri Kartasura dan akan
menuruti hati yang cacat, sungguh buruk dikawinkan dengan salah satu putri Raja,
kemenangan itu. Seperti ujaran amirong boleh dipilih salah satu antara Ratu Sekar
kampuh jingga, artinya memberontak Kedaton atau Ratu Alit, (Babad
melawan Raja dan memusuhi Kumpeni.” Panambangan).
Keperwiraan tadi seharusnya dipakai untuk 23.
hal-hal yang baik. Jangan malah dipakai untuk dene ta kalamun yayi
mengumbar keinginan hati yang cacat. sônggarunggi mring Walônda
Melawan raja yang sah dan memusuhi panggiha pun kakang dhewe
Kumpeni. wit dene kang pangandika
kangjêng gurnadur jendral

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 26

datan liyan karsanipun atilar putra kathahe


mung amrih raharjanira gangsal kang jalu sakawan
kang wanita sajuga
“Adapun kalau adikku masih sangsi dengan ingkang jalu wayahipun
bangsa Belanda, temuilah kakakmu ini sendiri. kuwawa angêmbat watang
Karena yang bicara denganku adalah Tuan
Gubernur Jenderal sendiri. Tak lain “Dan kakakmu ini memberi tahu, mendiang
kehendaknya hanya untuk kesejahteraan ayahanda yang sudah di surga meninggalkan
semua.” anak yang banyak, lima orang, yang laki-laki
empat yang perempuan satu. Yang laki-laki
Di sini jelas bahwa Pangeran Pancuran sudah waktunya kuat memainkan tombak.”
menulis surat ini setelah bertemu dengan
Gubernur Jenderal Kumpeni di Batavia. Menurut Babad Panambangan Pangeran Arya
Menurutnya Kumpeni bermaksud baik, agar Mangkunagara mempunyai putra 16 orang.
semuah mendapatkan kesejahteraan. Namun yang hidup sampai dewasa yang laki-
laki memang hanya empat itu yang kita kenal,
Yang sebenarnya Kumpeni memang enggan satu Pangeran Pancuran, dan tiga lainnya
berperang, karena tujuan mereka di sini adalah sudah disebut di atas yang berada di Kartasura,
berdagang, mencari keuntungan bukan Pangeran Mangkunagara, Pangeran Pamot dan
menguasai tanah. Mereka lebih suka kalau bisa Pangeran Mangkudiningrat. Kesemua anak-
berdamai, maka apapun ditempuh, termasuk anak laki-laki memang sudah waktunya
membujuk Pangeran Pancuran agar berkirim memainkan tombak, artinya berperang
surat kepada sang adik. sebagaimana seorang perwira. Bait terakhir ini
Kalaupun ada peperangan, yang disukai sebenarnya isyarat, walau Pangeran Pancuran
Kumpeni adalah peperangan antar sesama kecewa kalau nasihatnya tidak dipakai,
Jawa. Dengan demikian Kumpeni mendapat kalaupun Pangeran Mangkunagara mau
untung dengan memasok senjata dan melanjutkan perlawanan, ya terserahlah.
membantu salah satunya. Setelah perang Karena memang sudah waktunya untuk
selesai, baru bayar mahal. Begitulah trik memainkan tombak.
penjajah.
26.
satamating panupèksi
24. kang kintaka jêng pangeran
dhuh yayi lamun suwawi trênyuh widrawa ing tyase
gèn kula asung pirêmbag sru karantan maring kadang
dhinahara yêkti sae kang wontên ing Jakarta
upami datan arsaa alola linglung wulangun
mung ngumbar drênging karsa dening tinilar ing rama
têtêp tan ngeman sadulur
tilarane kangjêng rama Setelah selesai membaca surat sang Pangeran
terharu dalam hatinya, sangat sedih hatinya
“Duhai adikku, kalau disetujui dalam aku mengingat sang kakak yang ada di Jakarta.
memberi saran, dipakai sungguh baik. Kalau Yatim bingung sedih san was-was, ditinggal
tidak mau dan hanya mengumbar kehendak oleh sang ayah.
hati, artinya tidak sayang kepada saudara
tinggalan dari ayah yang sudah meninggal.” Pada waktu pembuangan semua istri Pangeran
Arya Mangkunagara tidak boleh dibawa,
Pangeran Arya Pancuran mulai lagi hanya dua orang selir yang boleh menyertai.
mengungkit sentimen keluarga. Nada-nadanya Maka Pangeran Pancuran sejak kecik tak
seperti akan ngambeg kalau sarannya tidak diasuh ibunya. Ketika sang ayah meninggal,
digubris. kemudian menetap di Jakarta, juga di sana
hidup sendiri jauh dari kerabat dan
25. saudaranya.
lan pun kakang atur uning
ramanta ingkang sawarga

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 27

Sama-sama anak seayah Pangeran Setelah reda rasa sedih di hati, Pangeran
Mangkunagara dan dua adiknya ditinggal di berguman sendiri, Duh kok sampai lupa aku.
Kartasura. Namun bukan berarti di keraton Hidup manusia ini memang seperti sampah di
hidup enak. Karana anak orang buangan, samudera. Sampah ibaratnya manusia, dan
hidupnya terlunta-lunta. Tidak bisa menjalani tuhan adalah samuderanya.
tahapan kehidupan seperti anak-anak para
bangsawan lainnya, bahkan waktunya lebih Perumpamaan ini juga terdapat didalam serat
banyak dihabiskan bersama punokawan, Sriyatna karya Mangkunagara IV. Tampaknya
pembantu di keraton. kearifan Pangeran Mangkunagara selalu
diwasiyatkan kepada anak cucunya, sehingga
Menurut Babad Panambangan, ketika remaja di zaman Mangkunagara IV pun masih ditulis
pangkatnya pun hanya abdi dalem gandhek sebagai wasiyat juga kepada anak-cucu.
anom, yakni abdi dalem yang bertugas
mengantar surat. Amat jauh dari kedudukan
yang semestinya sebagai anak seorang adipati. 29.
Hal itulah yang kemudia mendorong dia keluar saparan akontrang-kantring
dari keraton dan melakukan perlawanan. winasesa dening tirta
karêp pribadi tan duwe
mangkono uga manusa
27. tan wajib yèn suwala
myang jroning tyas katêtangi ing takdir Hyang Mahaluhur
mèngêt lampahaning rama mung kudu suka narima
kang dahat karya wirage
nganti dangu tan ngandika Kemanapun selalu terombang-ambing oleh
sarwi amêtêk jaja kuasa air lautan, kehendak sendiri tak
kêmbêng-kêmbêng arawat luh terlaksana. Demikian juga manusia, tak wajib
tinênggak-tênggak tan kêna membantah kepada takdir Yang Maha Tinggi,
hanya wajibnya menerima dengan ridha.
Dan dalam hatinya bangkit ingatannya,
tentang perjalanan hidup ayahnya yang Ibarat sampah di tengah laut yang tak berkuasa
sangat membuatnya susah hati. Sampai lama atas dirinya sendiri, hanya terombang-ambing
tak dapat berbicara, dan mengelus dada, oleh kuasa ombak lautan. Demikian itulah
airmatanya tergenang, tak mampu ditahan- perumpamaan manusia kepada Tuhan.
tahan. Seberapa pun usahanya takkan mamu
menghalangi ketetapan yang telah digariskan
Seketika ingatan Pangeran Mangkunagara oleh Yang Maha Tinggi. Maka hal terbaik
melayang ke masa silam, tentang perjalanan yang dilakukan adalah bersikap menerima
hidup sang ayah yang disia-siakan. Dibuang ke dengan ridha atas apapun yang menimpa
seberang lauh yang jauh tak terkira, tanpa padanya.
sebuah kesalahan yang berarti. Hal itu
membuat hatinya sangat susah. Sampai Sesudah kesadaran yang demikian hadir dalam
beberapa saat tak mampu bicara. Tak dapat hati sang Pangeran Mangkunagara, maka dia
ditahan-tahan, air mata telah menggenang di dapat bersikap tenang kembali dan berkata
kedua pelupuk mata. kepada Ki Grebong.

30.
28. saksana ngandika aris
saberatirèng wiyadi hèh Grêbong sira matura
pangeran angunandika marang Kumêndhan Hondhorop
babo limut têmên ingong rêmbag kang wus sun tupiksa
yèn bêbasaning manusa kamot jroning nuwala
lir sarah nèng samodra abangêt panuwun ingsun
sarah kang minôngka manus sih marmane kadang tuwa
samodra minôngka suksma

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 28

Maka kemudian berkata pelan, “Hai Grebong, wangsul dhatêng Surakarta


engkau laporkan kepada Komandan
Hohendorff perkataan yang sudah saya baca “Hanya inilah jawabanku, Grebong! Sekarang
dalam surat ini. Sangat-sangat berterma kasih engkau mundurlah untuk istirahat di pondok.”
saya kepada perhatian saudara tua.” Ki Grebong mundur dengan menghormat,
beristirahat di pondokan, setelah dua malam
Kepada Ki Grebong dikatakan bahwa sang kembali ke Surakarta.
Pangeran sudah membaca dan memahami
semua yang tertulis dalam surat ini. Maka Pangeran Mangkunagara telah menjawab
sekarang dengarkan tanggapan atas surat itu. dengan singkat dan normatif, khas seorang
Dan setelahnya laporkan kepada Komandan politikus. Ki Grebong juga sudah mundur ke
Hohendorff sebagai orang yang dititipi surat pondokan. Dan esoknya kembali ke Surakarta
oleh Pangeran Pancuran. untuk melapor kepada Hohendorff.

31. 33.
sayêktine ingsun pikir laju tumamèng jro loji
pamrih kang marang raharja umarêk tuwan kumêndhan
nora pisan bêbasane wus tinutur sadayane
yèn mung suka angas karta sadhawuhipun pangeran
tan anut rèhing raja suka tuwan kumêndhan
lan Kumpêni ingkang agung mirêng Grêbong aturipun
apa tan ajrih Hyang Suksma dinalih lamun sanyata
“Sebenarnya aku pun juga berpikir untuk Terus masuk ke dalam Loji, menghadap Tuan
kesejahteraan negeri, tak sekalipun a da Komandan. Sudah dilaporkan semuanya apa
keinginan memamerkan kemampuan dengan yang menjadi jawaban pangeran. Senang
melawan peraturan negara atau Kumpeni Tuan Komandan mendengar perkataan Ki
yang kekuatannya besar, apalagi sampai tidak Grebong, dianggap kalau semua itu benar.
takut kepada Tuhan Yang Maha Suci.”
Di sini ada gap budaya antara jawaban
Katakan kepada Hohendorff, “Aku pun juga normatif sang pangeran dengan persepsi Tuan
memikirkan negara, tak sekali-kali hanya igin Hohendorff. Sebagai orang Jawa kalau
memamerkan kemampuan dalam perang menjawab ajakan yang bernada baik pasti akan
dengan mencoba-coba melawan Raja dan dijawab dengan baik pula. Namun cara
Kumpeni yang nyata-nyata kekuatannya menjawablah yang harus dicermati untuk
sangat besar. Semua pemberontak sejak zaman mendapat makna yang sesungguhnya dari
Amangkurat I, Amangkurat II, Pakubuwana I, jawaban itu.
Amangkurat Jawi, semua dikalahkan. Itu pun
sudah kumengerti. Dan aku sekali-kali juga Kalau kita baca gambaran singkat dari cara
bukan tidak punya rasa takut kepada Tuhan, menjawab di atas yang terkesan normatif dan
atas segala perbuatanku ini. Aku pun juga mencari kesamaan, dalam hal ini tentang
punya komitmen yang sama untuk mencapai sama-sama berkomitmen terhadap
negara yang sejahtera!” kesejahteraan negara, maka jelas bahwa
Demikian kira-kira makna dari jawaban jawaban tadi hanya abang-abang lambe.
Pangeran Mangkunagara tadi. Artinya pemanis bibir untuk menyenangkan
sang penanya, tetapi Hohendorff mengira ini
benar. Dan senanglah ia.
32.
mung iku wangsulan mami 34.
lah uwis sira mundura Grêbong nulya kinèn bali
angasoa maring pondhok kapanggiha lan pangeran
pun Grêbong mundur tur sêmbah tur uning yèn tuwan mayor
ngaso mring pamondhokan arsa panggihan priyôngga
ri sampuning kalih dalu anèng ing Picis desa

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 29

pun Grêbong umangkat laju


kumêndhan lumêbèng pura Sangat jelas bahwa antara kedua pihak, pihak
Kumpeni dan pihak Pangeran Mangkunagara
Ki Grebong kemudian disuruh kembali mempunyai tujuan yang sama terhadap negeri
bertemu dengan pangeran, untuk memberitahu Surakarta, sama-sama menghendaki
kalau Tuan Mayor ingin bertemu pribadi di keselamatan. Menurut Kumpeni keselamatan
desa Picis. Ki Grebong berangkat segera, hanya bisa dicapai kalau Pangeran
Komandan masuk dalam puri. Mangkunagara pulang dan bergabung kembali
dengan Raja, mengabdi sebagai punggawa
Karena menganggap apa yang dikatakan negara. Namun menurut Pangeran
Pangeran Mangkunagara sungguh-sungguh, Mangkunagara tindakan yang tepat jelas bukan
maka Tuan Mayor Hohendorff kembali karena itu.
menyuruh Ki Grebong untuk bertemu dengan
Pangeran Mangkunagara untuk menyampaikan Babad Panambangan mencatat banyaknya
maksud, bahwa Hohendorff ingin bertemu perlawanan baik di zaman Susuhunan
secara empat mata, bicara dari hati ke hati. Amangkurat Jawi maupun di zaman
Dalam pikiran Hohendorff pasti ada celah Pakubuwana II adalah karena Raja yang
untuk mewujudkan jalan damai, agar sang kurang cakap dalam merengkuh kerabat para
pangeran tidak meneruskan perlawanan, putra dan saudara Raja, akibtnya adalah timbul
bersedia kembali ke naungan Raja dan ketidakpuasaan di antara mereka. Juga dipicu
berkawan dengan Kumpeni. oleh tindakan sewenang-wenang seperti yang
dialami oleh ayah Pangeran Mangkunagara
Setelah Ki Grebong pegi melaksanakan tugas, yang sudah dibuang ke Capetown.
Hohendorff masuk ke keraton untuk
melaporkan langkahnya itu kepada sang Raja. Dilihat dari alasan ini, keinginan untuk
kembali bergabung hanyalah mimpi di siang
bolong. Dan Raja tampaknya mengetahui,
35. sebagai sesama orang Jawa, bahwa jawaban
praptèng byantara narpati Mangkunagara yang normatif tadi hanyalah
kumêndhan alon turira basa-basi atau sekedar membuat lega yang
pukulun yèn kapanujon mengajak.
lan karsa sri naranata
ulun arsa pêpanggya
putra tuwan sang aprabu 37.
Pangeran Mangkunagara nging sumêlanging tyas mami
kaya-kaya durung nyata
36. Si Said kasaguhane
samadosan wontên Picis adate mung nônggakrama
ulun purih umantuka supaya dèn umbara
suwita ing ngarsa katong sapungkure kang sung rêmbug
ywa kongsi karya rêrêsah karya ru-ara wong desa
dhatêng tyang padhusunan
sri narendra ngandikarum “Tetapi kekhawatiran hatiku, sepertinya
adhi sun mangayubagya kesanggupan Si Said ini belum nyata.
Kebiasaannya hanya menolak dengan sopan,
Sesampai di hadapan sang Raja, Komandan agar dibiarkan. Setelah pergi yang bertemu
berkata pelan, “Duh Sang Raja bila sesuai lalu membuat huru-hara di desa-desa.”
dengan kehendak paduka, saya akan bertemu Sanggakrama adalah ungkapan untuk menolak
dengan putra paduka Sang Adipati Pangeran seseorang dengan sopan, contonya adalah apa
Mangkunagara. Sudah berjanji untuk bertemu yang telah dikatakan oleh Pangeran
di desa Picis. Akan saya minta untuk pulang, Mangkunagara tadi. Bagi orang yang tidak
mengabdi kepada sang Raja, jangan sampai mengerti isyarat dianggap apa yang dikatakan
berbuat rusuh kepada orang-orang di itu benar, namun bagi yang sudah paham
pedesaan.” Sang Raja berkata manis, “Adik budaya Jawa dapat membedakannya. Orang
saya sangat setuju!” Jawa tidak pernah berkata “tidak” untuk

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 30

sebuah ajakan baik, tetapi “iya” bagi orang dan keduanya minum anggur dari bekal Tuan
Jawa belum tentu berarti ya. Komandan, kemudian bercakap-cakap.

Rupanya keduanya sama-sama bersikap


38. ksatria. Tidak curang atau berniat
ewamangkana ta adhi memperdaya. Mereka masing-masing datang
rèhning wus jangji panggihan dengan pengawal yang terbatas, tidak siap
prayoga mangkata age untuk bertempur. Ini menjadi tanda keduanya
bok manawa kanyataan siap untuk berunding. Tuan Mayor Hohendorf
nêdya mulih mring praja makin optimis melihat kesungguhan Pangeran
iya panjênêngan ingsun Mangkunagara menyambut pertemuan itu.
kang paring pangan lan pangkat

“Walau demikian, Adikku, karena sudah 41.


berjanji bertemu, lebih baik berangkatlah kumêndhan wacana manis
segera. Barangkali nyata ada keinginan dhuh pangeran kadiparan
kembali ke negeri, aku yang akan memberi yèn ta kalantur karsane
pangan dan pangkat untuknya.” karya risak wong padesan
sintên ingkang kecalan
Walau sang Raja sudah mengetahui bahwa itu marmatur kula kalangkung
hanyalah penolakan halus, tetapi tetap pangeran mugi dhahara
menyarankan Hohendorff agar berangkat.
Barangkali ada keinginan di hati, atau dia 42.
berubah pikiran oleh bujukan itu, maka sang pirêmbag ingkang prayogi
Raja siap untuk menerima kembali dan saking Pangeran Pancuran
memberi kedudukan baginya. kang sampun kamot sêrate
lêpat paduka ing nata
kang sampun kalampahan
39. kula kang nanggêni tuhu
kumêndhan gya amit mijil yêkti antuk pangaksama
enjingipun lajêng mangkat
mung bêkta juga upase Komandan berbicara manis, “Duh Pangeran,
rowang Jawa amung tiga bagaimana kalau sampai melantur keinginan
datan samêktèng bala pangeran untuk melawan, akan membuat rusa
praptèng Picis wus kapangguh kehidupan orang pedesaan. Siapa yang
lan Pangran Mangkunagara kehilangan? Maka saya meminta dengan
sangat agar pangeran mau menerima saran
40. dari Pangeran Pancuran yang sudah termuat
anèng wetaning banawi dalam surat. Adapun segala kesalah paduka
pangeran tan bêkta bala kepada Raja yang sudah terjadi, saya yang
amung sakawan kang dhèrèk akan menanggung bahwa akan mendapat
ri sampuning anjum asta ampunan.”
ngunjuk anggur kalihnya
twan kumêndhan sangunipun Komandan Hohendorff mengingatkan kembali
nulya sami wawan sabda soal surat dari Pangeran Pancuran, dan
meyakinkan kepada Pangeran Mangkunagara
Komandan segera pamit keluar, esoknya dia bahwa sebaiknya menerima saran itu.
segera berangkat. Hanya membawa seorang Mengenai kesalahan yang sudah lalu, yakni
opsir, pengawal dari orang Jawa hanya tiga. tindakan makar terhadap sang Raja,
Tidak menyiapkan pasukan. Sesampai di Picis Hohendorff menanggung bahwa perbuatan itu
sudah ketemu dengan Pangeran akan mendapat ampunan.
Mangkunagara. Di sebelah timur sungai,
Pangeran tak membawa pasukan juga, hanya Memang perlakuan terhadap para makar ini
empat orang yang ikut. Setelah bersalaman seringkali ambigu. Terhadap orang makar
yang lemah penguasa tak segan-segan untuk

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 31

menghukum berat, membuat atau membunuh. 45.


Namun terhadap seorang makar yang kuat pêdhang ingaturkên nuli
seperti Pangeran Mangkunagara, tawaran sêdhèt tinarik ing ngarsa
untuk kembali bergabung lebih realistis. Ini pangran alon ngandikane
politik dimana salah dan benar ditentukan oleh sudara pêdhang punika
kekuatan. Pantas atau tidak pantas ditentukan dede pêdhang Walônda
oleh kemenangan. sae pakantuk ing wangun
lir pêdhang damêlan Jawa

43. 46.
pangeran lêga ing galih tuwan kumêndhan nauri
midhangêt pirêmbagira dhasar pêdhang suduk Jawa
Tuwan Kumêndhan Hondhorop rama paduka sang katong
dene sagah nanggênana ingkang aparing wasiyat
nglêbur sakèhing dosa kala nèng Pranaraga
pangeran arsa mituhu Côndhabirawa ranipun
rêmbag kondur maring praja marmanya pêdhang punika

Pangeran lega hati mendengar perkataan Pedang diserahkan, segera dihunus di depan.
Tuan Komandan Hohendorff yang sanggup Pangeran berkata pelan, “Saudara, pedang
menanggung untuk mendapat ampunan dari ini bukan buatan Belanda. Sepertinya tampak
segala dosa yang lalu. Pangeran ingin bentuknya mirip pedang buatan Jawa.”
mematuhi apa yang telah dirundingkan,
kembali ke negeri Surakarta. Tuan Komandan menjawab, “Memang pedang
itu dari Jawa. Ayah paduka sang Raja yang
Tampak hati Pangeran Mangkunagara sudah memberi. Ketika sedang di Ponorogo.
luluh dengan bujukan Komandan Hohendorff. Candabirawa nama pedang itu.”
Tampak dia bermaksud untuk menepati apa Ternyata pedang itu pedang Jawa pemberian
yang sudah disepakati bahwa dia akan kembali Sinuhun Pakubuwana II ketika sedang di
mengabdi kepada sang Raja. Ponorogo. Peristiwa itu terjadi ketika Perang
Pacina, saat Pakubuwana II mengungsi ke
Ponorogo dengan Mayor Hohendorff,
44. pengawal Kumpeni yang sudah sangat
nulya ngunjuk anggur malih Njawani dan setia kepada Raja. Tak aneh
kumêndhan lawan pangeran kalau pedang ini pun dianggap pusaka
pangran waspadèng tingale baginya.
pêdhanging tuwan kumêndhan
katingal langkung pelag
kumacelu ayun wêruh 47.
kumêndhan datan lênggana sabên ari miwah ratri
tan kenging pisah sacêngkang
Kemudian keduanya minum anggur lagi, tansah kula sandhing mawon
Komandan dan Pangeran. Pangeran wit kathah karamatira
memperhatikan pedang Tuan Komandan, wasiyat ing Mataram
terlihat sangat bagus. Tertarik untuk melihat. pêdhang nulya sinung wangsul
Komandan tidak menolak. dhumatêng tuwan kumêndhan

Setelah apa yang menjadi inti pertemuan “Setiap siang dan malam, tak boleh berpisah
terang, mereka kemudian menutup pertemuah sejengkalpun, selalu disanding saja. Karena
itu dengan ramah tamah. Keduanya minum banyak tuahnya, wasiat dari Mataram.”
anggur lagi sebagai tanda keakraban. Sang Pedang kemudian dikembalikan kepada Tuan
Pangeran melihat pedang Tuan Komandan Komandan.
yang bagus, tertarik untuk melihat. Lho, ini Belanda juga sudah mirip orang Jawa,
Tampaknya pedang itu sangat spesial. percaya kepada tuah dari pusaka keraton
peninggalam Mataram. Benar-benar serdadu

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 32

Belanda yang njwani, tak aneh kalau sinuhun twan kumêndhan nabrang Picis
Pakubuwana menganggapnya adik. pangeran mring panambangan
nanging sajroning galihe
pan amung anôngga krama
48. tan nêdya mituhua
gantya kumêndhan yun uning twan kumêndhan rêmbagipun
wangkinganipun pangeran wuwusên tuwan kumêndhan
kang katon pelag srasahe
dhuwung tinampèkkên nulya Tuan Komandan menyeberang dari Picis,
tinarik mring kumêndhan Pangeran kembali ke Panambangan, tetapi
sangêt ing pangungunipun dalam hatinya hanya bersikap menolak halus,
myat pelaging wangunira tan hendak mematuhi Tuan Komandan,
apapun yang dikatakannya.
Ganti Komandan yang ingin mengetahi keris
yang dipakai Pangeran Mangkunagara yang Panambangan adalah markas yang dipakai
kelihatan bagus rangkanya. Keris diterimakan mula-mula oleh Pangeran Mangkunagara
segera, dicabut oleh Komandan, membuatnya untuk menyusun kekuatan. Pangeran kembali
sangat heran melihat keindahan bentuknya. dengan niat tidak akan mematuhi persetujuan
itu. Tepat seperti ramalah sang Raja
Kedua pembesar itu sudah minum anggur Pakubuwana II bahwa sangat mungkin
bersama, suadah toast sebagai tanda persetujuan RM Said hanyalah basa-basi untuk
keakraban. Juga sudah saling mempercayai menolak halus.
dengan menyerahkan senjata masing-masing.
Apalagi yang menjadi mereka sangsi?
Tampaknya sudah tidak ada lagi keraguan 51.
pada masing-masing terhadap lawan prapta Surakarta nagri
bicaranya. laju tur uningèng nata
purwa madya wusanane
kalanipun pêpanggihan
49. sawusira antara
sampun sinarungkên malih dèn anti ing dhatêngipun
katur wangsul mring pangeran pangeran tan ana prapta
ri sampun nutug kalihe
dènnya sami pagunêman Sesampai di negeri Surakarta lalu memberi
twan kumêndhan pamitan tahu sang Raja, awal tengah sampai akhir dari
arsatur uningèng prabu pertemuan itu. Setelah beberapa saat dinanti
jawat asta gya bubaran kedatangannya, sang pangeran tak juga
datang.
Setelah disarungkan kembali kemudian
diserakan kepada Pangeran. Sudah puas Kedaannya memang tepat seperti yang sudah
keduanya berbicara. Tuan Komandan diramalkan sang Raja. Pangeran tak kunjung
berpamitan akan memberitahu Raja, keduanya datang untuk menepati janji. Karena itu
bersalaman dan segera berpisah. hanyalah sanggakrama, penolakan halus untuk
berbasa-basi saja. Rupanya walau Hohendorff
Tampaknya pertemuan ini berlangsung dengan seorang perwira yang njawani, tetapi tak
hasil yang baik sesuai harapan Hohendorff. cukup cerdas untuk menangkap sasmita atau
Keduanya sudah tuntas berbicara, saling isyarat hati seseorang.
beramah tamah, saling toast dan tukar senjata.
Tuan Hohendorff minta pamit akan melapor
kepada Raja. Keduanya bersalaman dan 52.
berpisah, dengan membawa niat di hati taksih angadêkkên baris
masing-masing. Dan siapa yang tahu isi hari bahak ngrayudi padesan
orang? wong cilik puyêngan gègèr
kathah dhusun karisakan
50. kapyarsa saking praja

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 33

nanging datan pinaèlu negeri Kartasura ke Surakarta. Ada surat


wit sawêg gêlak pakaryan datang memberi tahu hari tanggal yang pasti.

Pangeran masih menggelar barisan, merebut Setelah berganti tahun persiapan itu, sudah
menjarah desa-desa. Orang kecil heboh sdiap sedia segala yang diperlukan. Datanglah
kebingunan, banyak desa menderita surat pemberitahuan tentang kepastian hari dan
kerusakan. Terdengar dari kota tetapi tak tanggal kedatangan Gubernur Jenderal Baron
dipedulikan, karena sedang mengejar van Imhoff.
pekerjaan lain.
Pangeran masih melanjutkan perlawanannya 55.
dengan merebut desa-desa, menjarah dan badhe rawuh ing Sêmawis
menarik pajaknya untuk diserahkan kepadanya jêng tuwan gurnadur jendral
saja sebagai tanda takluk. Hal inipun sudah langkung trusthèng ing galihe
terdengar dari kota, tetapi sementara ini tidak Sri Narendra Surakarta
dipedulikan karena sedang mengejar pekerjaan de wit jaman Mataram
lain yang lebih penting. Kartasura praptanipun
ngalih praja Surakarta

53. 56.
suyasa ingkang prayogi jêng gurnadur ing Batawi
karya pakuwoning jendral dèrèng wontên ingkang prapta
tuwin mêmangun liyane pêpanggihan lan sang katong
wit nagri sawêg bêbakal pan lagya punika ana
arsa tamian jendral marma jêng sri narendra
pangeran lan kadangipun dening sangêt rênanipun
nutug gènnya karya rusak karsa mêthuk mring Samarang

Membuat pondok yang baik untuk markas Berita akan datangnya ke Semarang, Kanjeng
Jenderal, serta memperindah bangunan lain. Tuan Gubernur Jenderal sangat membuat
Karena negara akan kedatangan Gunernur gembira hati Sri Maharaja Surakarta, karena
Jenderal. Pangeran dan saudaranya puas sejak zaman Mataram, Kartasura sampai
yang membuat rusak. negara berpindah ke Surakarta, Kanjeng
Gubernur Jenderla di Batavia belum ada yang
Membuat pondok dan mempercantik bangunan datang dan bertemu dengan sang Raja. Hanya
lain. Ada hajat besar yang lebih penting dari sekarang ini ada kejadian itu, maka Kanjeng
mengurusi pemberontak, yakni agenda Sri Maharaja sangat bersukacita menjemput
kedatangan tamu negara Gubernur Jenderal ke Semarang.
dari Batavia, yang saat itu dijabat Baron van Gubernur Jenderal di Batavia sudah menjadi
Imhoff. Sementara di kotaraja sibuk mengurusi penguasa agung di tanah Jawa setelah berhasil
aneka pekerjaan, Pangeran Mangkunegra puas menumbangkan berbagai kerajaan Islam di
membuat rusak. Jawa, dari Banten sampai Madura.
Kekuasaannya di Mataram sudah tertanam
dalam-dalam sejak berhasil menobatkan
54. Pakubuwana I di Semarang. Tak aneh kala
gantya mangke kang winarni Raja Surakarta sangat gembira atas kedatangan
ri sampuning santun warsa sang Gubernur Jenderal.
jêngkaripun sang pamase
saking nagri Kartasura 57.
ngalih mring Surakarta ngiras pêpara yun uning
wontên sêrat prapta asung samodra lèr tanah Jawa
wruh tamtune ari tanggal sang nata wus dhawuhake
mring nindyamantri kalihnya
Ganti yang diceritakan, hari ini sudah tanapi mring kumêndhan
berganti tahun dari pindahnya sang Raja dari sang mantri wasesa sampun

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 34

mêmatah samêktèng karya kerabat Raja, banyak yang berjaga di keraton,


yang ikut ke Semarang hanya beberapa.
Sambil beranjangsana melihat pesisir utara
tanah Jawa. Sang Raja sudah memerintahkan Para bupati di keraton, baik yang urusan luar
kepada kedua patih dan Tuan Komandan. atau dalam, setengah dari mereka akan ikut
Sang Patih sudah menyiapkan segala menjemput Gubernur Jenderal, setengahnya
sesuatunya. lagi akan menyiapkan penyambutan di
keraton. Adapun para kerabat, yakni para
Tuan Gubernur Jenderal (atau disebut pangeran hanya sebagian kecil yang ikut,
Gurnadur dalam bahasa Jawa) akan melihat- sebagian besar akan berada di Surakarta untuk
lihat pantai utara pula Jawa, sambil mengarahkan persiapan penyambutan.
mengunjungi wilayah kekuasaannya, termasuk
Surakarta. Sang Raja sudah memerintahkan 60.
kepada kedua patih untuk mempersiapkan bupati môncanagari
segala sesuatunya. Agar Tuan Gubernur ingkang cêlak Surakarta
senang hatinya selama di Surakarta. kêrigan prasamya dhèrèk
sri narendra wus dhêdhawah
ing ari tanggal wulan
58. badhe têdhakipun wau
sarta dhawuh mring bupati anganthi tuwan kumêndhan
pasisir êlèr sadaya
badhe rawuhe sang katong Bupati mancanegara yang dekat dengan
lawan jêng gurnadur jendral Surakarta, berduyun-duyun ikut serta. Sang
dhatêng nagri Samarang Raja sudah menetapkan di hari dan tanggal
marma pasisir sadarum serta bulan, waktu sang Raja akan berangkat
kinèn sowan mring Samarang bersama tuan Komandan.

Dan juga memerintahkan kepada para bupati Para bupati mancanegara yang wilayahnya
pesisir utara semuanya, tentang akan dekat dengan Surakarta juga diperintahkan
datangnya sang Raja dan sang Gubernur untuk ikut rombongan dari Surakarta menuju
Jenderal ke negeri Semarang. Maka semua Semarang. Sang Raja sudah memberi tahu hari
bupati pesisir utara disuruh untuk menghadap keberangkatan mereka bersama Tuan
ke Semarang. Komandan Baron von Hohendorff.
Sang Raja juga telah mengabarkan kedatangan Acara penyambutan akan dibuat meriah untuk
Gubernur Jenderal kepada para bupati di menunjukkan kebesaran kerajaan Surakarta.
pesisir utara. Maka semua bupati Mereka tak sadar akan datangnya malapetaka
diperintahkan untuk datang menghadap ke lain karena kedatangan Sang Gubernur
Semarang. Gubernur Jenderal akan disambut Jenderal yang mereka banggakan itu.
sejak dari Semarang sampai Surakarta.

59.
bupati jroning nagari
jaba jêro sapunggawa
sapalih ingkang andhèrèk
kang sapalih têngga praja
dene para santana
akathah kang kantun tugur
kang dhèrèk mung sawatara

Bupati dalam negeri, luar dan dalam beserta


para punggawa, yangsetengah ikut dan yang
setengah berjaga di keraton. Adapun para

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 35

tergambarkan, komposisinya bercahaya


menambah kewibawaan. Menyilaukan seperti
matahari, setelah berpakaian sang Raja.

BAGIAN 3 Penggambaran yang hiperbolik ini disebut


panyandra, seperti pada awal-awal serat ini.
INGKANG SINUHUN ING SURAKARTA Lazaim dipakai untuk menggambarkan
MÊTHUK JENDRAL DHATÊNG kegagahan, kebesaran, ketampanan atau
SAMARANG kecantikan raja dan permaisuri. Kalau di
kalangan masyarakat umum sering dipakai
untuk menggambarkan keadaan pengantin.
(INGKANG SINUHUN DI SURAKARTA
MENJEMPUT JENDERAL KE Mungkin bagi kita yang hidup di zaman
SEMARANG) sekarang cara penggambaran ini klise dan basi.
Namun jika kita lihat dari kacamata susastra,
ini adalah ungkapan yang indah dan bermutu.
Seorang raja yang ideal memang harus tampil
PUPUH 3: KINANTHI seperti itu.

3.
miyos saking ing kadhatun
1. ingayap maring pra gusti
ing ari sajuga nuju myang para srimpi badhaya
dwi wêlas Rabingulakir ingkang samya ngampil-ampil
warsa Dal ing wanci enjang upacaraning narendra
wau kangjêng sri bupati banyak dhalang sawunggaling
karsa angrasuk busana
sakapraboning narpati Keluar dari kedaton diiringi para pangeran
dan ratu, dan para penari srimpi serta penari
Pada suatu hari bertepatan dengan tanggal 12 bedaya yang masing-masing membawa
Rabiulakhir, tahun Dal di waktu pagi Kanjeng perlengkapan upacara, banyak dalang dan
Sinuhun memakai busana resmi pakaian raja. sawunggaling.
Pada tanggal 12 Rabiulakhir tahun Dal Raja Suasana penyambutan Tuan Gunernur Jenderal
bersiap dengan memakai pakain kebesaran akan lebih meriah daripada pindahan keraton.
kerajaan Surakarta. Kangjeng Sri bupati Yang mengiringi raja adalah para pangeran
adalah sebutan lain untuk raja. Sistem dan para ratu yang bergelar “Gusti” artinya
penanggalan yang dipakai dalam Babad kerabat yang berkedudukan tinggi.
Giyanti ini dan juga umumnya dipakai dalam
naskah di Keraton Surakarta adalah Masing-masing membawa perlengkapan
penanggalan Jawa yang ditetapkan oleh Sultan upacara, lambang-lambang negara yang lazim
Agung. Penanggalan ini merupakan modifikasi dipertontonkan manakala ada acara resmi.
dari penanggalan Saka yang dahulu telah Banyak dalang, sawung galing, ardawalika,
dipakai oleh orang Jawa. dan lain-lainnya, seperti yang dibawa ketika
pindahan keraton.
2.
rinêngga sarwa mas murub 4.
sinotya pinatik-patik lantaran pêdhang myang tulup
nawa rêtna tanpa una kêbut lar pêksi kudhasih
têmpuring praba mrabani kacu mas arda waleka
amblêrêngi mrabangkara tamèng talêmpak jêmparing
sawusnya dandos sang aji gandhewa gadhing kawuryan
maneka warna mantêsi
Dihias dengan serba emas menyala, ditabur
pernik-pernik permata, dengan berlian tak

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 36

Peralatan pedang tulup, kipas dari bulu tandu, yang lebih sederhana adalah jolang, dan
kedasih, saputangan mas, ardawalika, perisai, yeng lebih sederhana lagi joli.
lembing dan panah, busur gading terlihat
sangat beraneka membuat semakin indah.
7.
Lazimnya setiap upacara pusaka dan peralatan munggang kodhokngorèk ngungkung
serta lambang-lambang negara dikeluarkan tinêmbang barung lan suling
semua. Untuk menambah kesan kebesaran dan slomprèt tambur kalasôngka
keagungan. Segalanya nampak indah dan musikan munya dumêling
menyenangkan, menarik hati yang melihat. binarung êdrèl sanjata
sinauran mriyêm loji
5. Monggang dan kodok ngorek terus berbunyi,
risang kalih mantri ngayun ditingkah barung dan seruling, teromper,
myang sagung kliwon bupati tambur dan kalasangka. Musik Kumpeni selalu
upsir kalawan kumêndhan terdengar, bersamaan tembakan senapan,
tanapi panèwu mantri disambut bunyi meriam dari Loji.
wus pêpak andhèr balabar
anèng paglaran anangkil Inilah suasana pelepasan sang Raja yang
merian dengan upacara kenegaraan lengkap,
Sang kedua patih di depan, dan segenap musik tradisional selalu berbunyi di jalan. Juga
kaliwon, bupati, opsir dan komandan musik modern milik Kumpeni. Kepergian Raja
Kumpeni. Dan juga panewu, mantri, sudah dilepas dengan tembakan kehormatan dari
lengkap berjajar menghadap memenuhi senapan, dan disambut gelegar tembakan dari
pagelaran. meriam.
Pagelaran sudah dipenuhi para bupati,
kaliwong, panewu dan mantri. Juga para opsir 8.
dan komandan Kumpeni. Di depan sendiri ada swarane lir gêlap sèwu
kedua patih, Raden Adipati Pringgalaya dan sarêng ngampar sing wiyati
Raden Adipati Sindureja. glêgar-glêgêr ngombak-ombak
kadya ambêlahna bumi
ibêkan wong sajro praja
6. wurahan samya ningali
tan antara sang aprabu
bidhal saking ing nagari Suaranya seperti petir seribu bersama-sama
anitih jêmpana endah meledak di angkasa. Bergelegar berombak-
wadya wandawa kang ngiring ombak suaranya seakan membelah bumi.
sru gumuruh swaranira Penuh orang senegara, heboh semua ingin
srining paran kang kaèsthi melihat.
Tak lama kemudian sang Raja berangkat dari Begitu gegap gempita rombongan perjalanan
negeri Surakarta naik tandu yang indah. sang Raja, menimbulkan kehebohan di seluruh
Balatentara dan kerabat yang mengiringi negeri. Orang berkumpul bergerombol, takjub
bersorak gemuruh suaranya, ke tempat yang ingin melihat.
dituju.
Pada zaman itu belum ada kereta kencana 9.
milik kerajaan Surakarta yang sekarang masih kang dadya cucuking laku
ada. Kereta-kereta itu baru didatangkan anjajari nèng ngarsaji
kemudian, setelah hubungannya dengan bupati môncanagara
Kumpeni makin erat. Satu-satunya kendaraan ing Kêdhu lawan Mantawis
Raja yang paling mewah adalah tandu. Bagêlèn ngambal Pacitan
Wahana transportasi yang sederhana namun Garobogan datan kari
mewah karena yang mengusung adalah orang.
Jempana adalah tandu besar berbentuk rumah Yang menjadi pembuka jalan, berdampingan
dan biasa dihias indah. Ada beberapa jenis di depan Raja, bupati mancanegara dari

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 37

bernagai negeri, dari Kedhu dan Mataram, sorot busananya, terlihat sangat menyejukkan
Bagelen dan Pacitan, dari Grobogan tak mata.
ketinggalan.
Kebesaran dan kemakmuran Surakarta terlihat
Para bupati mancanegara menjadi kepala dari penampilan pasukan yang mengawal.
barisan, di depan Raja membuka jalan. Dari Setiap seorang tumenggung membawa serta
daerah Kedu, Mataram, Bagelen dan Pacitan 800-1000 prajurit berkuda. Dengan pakaian
serta tak ketinggalan dari Grobogan. Semua yang bagus dan pantas, bersinar kelihatan
daerah itu termasuk daerah mancanegara, kerlap-kerlap menyejukkan mata.
yakni daerah yang letaknya jauh dari kotaraja.
Pengelolaan daerah mancanegara diserahkan 12.
para bupati yang setiap tahun harus ing wuri ingkang sumambung
menyerahkan bulu bekti tanda kesetiaan, sagung kaliwon bupati
berupa hasil bumi yang telah ditetapkan sesuai myang prajurit kêkapalan
luas wilayah mereka. tanapi panèwu mantri
Kata mancanegara kemudian diambil sebagai jroning praja Surakarta
kata dalam bahasa Indonesia yang artinya luar tinindhihan patih kalih
negeri.
Di belakangnya bersambung, para bupati
kaliwon dan prajurit berkuda dan juga para
10. panewu mantri dalam keraton Surakarta,
samya nitih turônggagung dipimpin oleh kedua patih.
sambada prabote adi
ingayap kang upacara Di belakang para bupati mancanegara tadi ada
miwah kang wadya prajurit rombongan abdi dalem dari dalam keraton,
arja samya sinongsongan para bupati, kaliwon serta panewu dan mantri
sagung kang para bupati yang bertugas sebagai pengurus keraton,
semua tombongan dalam keraton dipimpin
Semua naik kuda yang besar, gagah dengan kedua patih.
perabot yang mewah, diiringi piranti
upacaranya, dan para prajurit balatentara. 13.
Terlihat makmur dengan payung kebesaran, nulya upacara prabu
para segenap bupati. banyak dhalang sawunggaling
Perjalanan ini sekaligus menjadi show of force, tanapi arda waleka
seperti ketika pindahan dari Kartasura ke waos sulam amarapit
Surakarta. Mempertontonkan kemakmuran dan kampil ing abdi kaparak
kebesaran Surakarta. Sekaligus membuat amangangge sarwa abrit
gentar bagi yang ingin memberontak. Ini lho
kebesaran negeri Surakarta, rugi para panglima Kemudian piranti upacara raja, banyak
yang tidak bergabung di dalamnya. dalang, sawung galing, dan ardawalika.
Tumbak bersulam mengapit dibawa oleh abdi
perempuan, memakai pakaian serba merah.
11.
sabên sajuga tumênggung Lengkap peralatan upacara, tanda dan lambang
balanya kang nitih wajik kebesaran negara, banyak dalang, sawung
wontên dhomas myang sanambang galing, ardawalika, dll. Semua dibawa oleh
samya pelag amantêsi abdi dalem perempuan (keparak) yang
murub mubyar kang busana memakai pakaian merah.
tinon langkung ngrêspatèni
14.
Setia seorang tumenggung, membawahi de para santana prabu
pasukan berkuda delapan ratus sampai seribu. angapit ing kanan kering
Semua kelihatan bagus dan pantas, bersinar kang tan têbah sri narendra
mung Jêng Pangran Mangkubumi

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 38

kalawan tuwan kumêndhan mancanegara dari bang kilen, sebelah barat


samya wahana turanggi Surakarta.

Adapun para kerabat Raja mengapit di kiri


kanan, yang tidak jauh dari Raja hanya 17.
Kanjeng Pangeran Mangkubumi dan Tuan ingayap pacaranipun
Komandan, mereka semua naik kuda. miwah kang wadya prajurit
samya pelag kang busana
Kerabat keraton, yakni para pangeran datan ana nguciwani
mengapit di kiri kanan Raja. Hanya Pangeran arja kang para bupatya
Mangkubumi dan Tuan Komandan yang tidak nitih wajik dèn songsongi
jauh dari Raja, keduanya adalah penanggung
jawab keselamatan Raja. Tuan Komandan Mereka juga diiringi dengan peralatan
Hohendorff adalah kepala garnisun Loji upacara, dan segenap para prajurit, semua
Surakarta. Dan Pangeran Mangkubumi adalah bagus pakaiannya, tidak ada yang
senapati kerajaan. Mereka semua naik kuda. mengecewakan. Makmur para bupati itu,
mereka naik kuda dipayungi payung besar.
15. Sama dengan yang di depan, para bupati
abra kang busana murub mancanegara timur juga berpakaian gemerlap.
sinawang langkung arjanti Mereka menunjukkan kemakmurannya dengan
katon patitis sabarang penampilan yang agung, naik kuda dipayungi
ing rèh karsaning narpati dengan payung besar.
twan kumêndhan lan pangeran
marma datan kêna têbih
18.
Bersinar pakaiannya menyala, dilihat sangat daludag lan payung agung
indah. Tampak semua tepat seperti yang bandera awarni-warni
dikehendaki sang Raja. Tuan Komandan dan ijo biru kapurônta
Pangeran memang tak boleh jauh. irêng abang putih kuning
sabên bupati sajuga
Para kerabat pengiring juga memakai pakaian banderane seje warni
yang bercahaya, tampak menyala. Semua tepat
seperti apa yang dikehendaki Raja, untuk Dengan umbul-umbul dan payung besar,
memperlihatkan kebesaran Surakarta. Kedua benderanya berwarna-warni, hijau biru oranje
petinggi militer Tuan Komandan dan sang hitam merah putih kuning. Setiap satu bupati
Pangeran memang tak boleh jauh-jauh dari warna benderanya berbeda.
Raja.
Seperti festival yang meriah sepanjang jalan,
dengan aneka warna umbul-umbul dan
16. bendera. Setiap bupati satu benderanya lain
wuri malih kang sumambung warna, menunjukkan besarnya kekuasaan
bupati môncanagari kerajaan Surakarta.
ing Madiun lan Caruban
Blora Ngawi Purwadadi
Kamagêtan Jagaraga 19.
ing Rajègwêsi tan kari datan wontên kêndhatipun
sagung wadya kang lumaris
Di belakang lagi bersambung, para bupati wadya kang wahana kuda
mancanegara di Madiun dan Caruban, Blora, kalih lêksa malah luwih
Ngawi, Purwadadi, Kemagetan, Jagaraga, tanpa petungan cacahnya
dan juga tak ketinggalan dari Rajegwesi. kang dharat sagunging dasih

Inilah barisan bupati mancanegara dari bang Tidak ada putusnya, segenap bala yang
wetan, atau bagian timur negara Surakarta. berjalan. Bala yang memakai kuda ada dua
Sedangkan yang didepan tadi adalah bupati puluh ribu, malah lebih. Tak bisa dihitung
bilangan semua kawula yang berjalan darat.

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 39

wong padesan ewon lêksan


Kalau dilihat gambaran di atas, alangkah kaya anggili kang samya prapti
negeri Surakarta. Dua puluh ribu pasukan
berkuda bukan jumlah yang sedikit. Para balatentara kompak berkelompok
memenuhi jalan-jalan, tumpah ke lapangan.
20. Bertambah-tambah orang melihat, orang
abraning busananipun pedesaan puluhan ribu, berbondong-bondong
pra wadyabala myang dasih yang datang.
ingkang tata gêgunungan
sarwa pelag môncawarni Anggili artinya datang seperti gumuk (gunung
sing mandrawa sinatmata kecil) padanan kata yang paling tepat adalah
sumiring arga kabêsmi berbondong-bondong.

Merah semua pakaiannya, para balatentara 23.


dan kawula yang menjadi pembesar barisan. marma ara-ara dhusun
Serba bagus beraneka warna. Dari jauh wana jurang miwah kali
tampak seperti gunung terbakar. èrèng-èrèng turut marga
kang kamargan sri bupati
Gegugungan adalah pembesar dari masing- jêjêl pipit kêbak janma
masing kelompok. Mereka berjalan beriringan tuwa anom jalu èstri
dalam kelompok-kelompok sesuai tugas dan
jabatannya. Oleh karena setiap lapangan desa, hutan,
Iringan para barisan yang berjalan melewati jurang dan sungai dan tebing-tebing di
pegunungan sepanjang jalur Surakarta- sepanjang jalan yang dilewati sang Raja,
Semarang, dengan pakaian merah dari jauh berimpitan sesak penuh oleh orang, baik tua
tampak seperti gunung yang terbakar. muda atau laki perempuan.
Karena peristiwa raja lewat dengan tandu
21. adalah peristiwa langka, maka banyak orang
sabên desa ingkang agung ingin menyaksikan perjalanan sang Raja.
kang kamargan dèn sinungi Apalagi perjalanan ke Semarang dari seorang
carabalèn munya umyang raja yang berkuasa baru kali ini terjadi.
pradôngga munya ngêrangin Di zaman Pakubuwana I memang ada
rontèk panjêran daludag perjalanan dari Semarang ke Kartasura, tetapi
plêngkung sêsêkaran adi saat itu Pakubuwana I baru saja dinobatkan
sebagai raja di Semarang, dan belum merebut
Setiap desa yang besar, yang dilewati kekuasaan yang masih dipegang oleh
diadakan tabuhan gending carabalen yang Amangkurat III. Kali ini yang lewat adalah
riuh, gamelan bersuara merdu. Di hias dengan raja yang berkuasa penuh dan didukung oleh
bendera dan umbul-umbul, gapura dengan Kumpeni.
aneka bunga yang indah.
Suasana di desa-desa yang dilewati pun 24.
meriah, setiap pemberhentian ditabuh gamelan rêroncène tan cinatur
gending carabalen yang riuh, dengan gamelan rêrênggan samargi-margi
bersuara yang merdu. Setiap tempat yang têdhakipun sri narendra
dipakai istirahat dihias dengan gapura, bendera saking gunging wadya aji
dan umbul-umbul beraneka warna, dengan de ratu musthikaningrat
rangkaian bunga-bunga yang indah. ing bawana ambawani

22. Perinciannya tak diceritakan, hiasan yang


wadya gumolong asêlur dipasang di sepanjang jalan. Kedatangan sang
angèbêki margi-margi Raja dan barisan besar penggiringnya, seperti
balabar mring ara-ara raja permata dunia, yang mengusai jagad.
wêwah-wêwah wong ningali

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 40

Tidak diceritakan secara rinci perjalanan sang 27.


Raja, hanya secara singkat dikatakan bahwa Tuwan Teling julukipun
kedatangan sang Raja dengan segenap barisan ingkang anindhihi baris
pengiringnya yang besar, laksana permata pangagênging wong Walônda
dunia, yang menguasai jagad. kang mondhongi sri bupati
bupati pasisir pêpak
Di sini sebenarnya patut dipertanyakan. Sang mêthuk sarêng lan Kumpêni
Raja akan menjemput seseorang atasan yang
dipujanya, yang penampilannya jauh lebih Tuan Teling namanya, yang memimpin
sederhana dari sang Raja itu sendiri. apa barisan pembesar orang Belanda. Yang
maksud sang Raja membawa rombongan yang mengangkat dari tandu sang Raja adalah para
begitu besar? bupati pesisir lengkap, menyambut bersama
dengan Kumpeni.

25. Bupati pesisir yang sudah menunggu di


rêmbên têdhaknya sang prabu Semarang ikut membantu sang Raja turun dari
mung mamrih ayêming abdi tandu. Mereka bergabung dengan barisan dari
dimène aywa rakasa Kumpeni di Semarang.
enggar manahe pra dasih
arja suka-parisuka 28.
tigang dalu anèng margi tuwan kumêndur wus tundhuk
jawat asta lan jêng sang sri
Perlahan datangnya sang Raja hanya karena sigra laju lampahira
hendak membuat senang para rakyat yang saya wêwah kèhing baris
dilewati. Agar jangan menderita, suka hati praptaning talatah praja
para rakyatnya. Dihibur dengan kesukaan wimbuh gung kurmatan aji
selama tiga hari tiga malam di perjalanan.
Tuan Commandeur sudah menunduk berjabat
Jadi maksud sang Raja membawa rombongan tangan dengan sang Raja, segera terus
besar adalah agar para pengiringnya dan para jalannya. Semakin bertambah barisan,
penduduk desa yang dilewati merasakan sesampainya di wilayah negeri semakin besar
kegembiraan oleh hiburan yangdibawa sang sang Raja dihormati.
Raja. Sehingga perjalanan ke Semarang juga
sekaligus melihat dari dekat kehidupan rakyat Tuan Commandeur juga ikut menyambut sang
Surakarta dan negeri bawahan. Raja, menambah banyak pengiring sang Raja.
Semakin dekat ke kota semakin kelihatan
penghormatan untuk sang Raja
26.
wau ta sarawuhipun
anèng Lampor sang siniwi 29.
pinêthuk baris Walônda Kumpêni lan pra tumênggung
samya wahana turanggi panyuba-nyubane luwih
dwi atus drahgundêrira kodhokngorèk munya ngangkang
kumêndur nagri Samawis pradôngga munya ngêrangin
tambur slomprèt myang musikan
Alkisah setelah kedatangan di Lampor, sang kêndhang suling sarêng muni
Raja disambut barisan tentara Belanda.
Semua memakai kuda, dua ratus pasukan Kumpeni dan para Tumenggung,
dragonder Commandeur negeri Semarang. penghormatannya lebih. Kodok Ngorek
berbunyi terus, gamelan berbunyi merdu,
Kami belum tahu apa yang disebut Lampor ini, tambur terompet dan musik, kendang seruling
apakah nama daerah atau suatu tempat. berbunyi bersamaan.
Drahgunder atau dragonder adalah pasukan
berkuda ringan atau jarak dekat. Beberapa Para Kumpeni dan Tumenggung pesisir
legiun di Jawa mempunyai pasukan ini seperi kelihatan sangat menghormati sang Raja. Di
yang di Pakualaman dan Mangkunagaran. sambut dengan aneka musik, gamelan,

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 41

terompet, seruling, dan sebagainya. Kelihatan uyêg sêsêg anêsêki


meriah sambutan yang ditunjukkan oleh pinggiring lurung atarap
Kumpeni. amarapit ngapit-apit
kumudu-kudu yun miyat
warnane narendra Jawi
30. Laki-perempuan bedesakan penuh, saling
baris Kumpêni ambarung dorong berdesakan. Di sepanjang pinggir
drèl sanjata warni-warni jalan mengapit, tak sabar ingin segera melihat
mariyêm gêng magênturan rupa wajah sang Raja.
gêtêr patêr magêtêri
yayah manêngkêr triloka Di sepanjang jalan, di kiri-kanan mengapit
lir ngêbur hèring jaladri jalan, orang-orang bedesakan ingin melihat
sang Raja Jawa.
Barisan Kumpeni menyertai dengan tembakan
dari berbagai senjata. Meriam besar
menggelegar, bergetar menggentarkan. 33.
Seakan membelah tiga dunia, menggebor air dadya kadêrêng andarung
samudera. tan angetang anak rabi
rêbut ênggèn yêl-uyêlan
Kesempatan penyambutan sang Raja juga jalwèstri wus dadi siji
dipakai Kumpeni untuk memamerkan senjata. kèh rare miwah para dyah
Meriam dan senjata api dibunyikan, membuat kapipit-pipit kajêpit
gentar yang mendengar.
Orang menjadi sangat ingin melihat, tk
memikirkan anak istri, berebut tempat
31. berdesakan. Laki perempuan menjadi satu,
janma miyat rêbut dhucung banyak anak kecil dan perawan terjepit
Walônda Cina myang Jawi terdesak-desak.
Arab Kêling lan Bênggala
êncik koja amêpêki Keadaan menjadi sangat heboh tak terkendali,
kadi gabah ingintêran laki perempuan sudah bercampur-baur tak
orêging wong sanagari karuan. Banyak anak-anak dan para gadis
terjepit di desak kiri-kanan. Sudah tidak
Orang-orang berebut melihat, orang Belanda, berhitung malu dan adat kesopanan, semua
orang Cina dan orang Jawa. Orang Arab, ingin melihat sang Raja.
orang Keling dan orang Benggala. Encik Koja
melengkapi. Seperti butir padi yang diputar,
heboh seluruh negeri. 34.
ana jêtung kapirangu
Semua orang ingin melihat rombongan yang myat cahya jêng sang siniwi
datang dari Surakarta itu. Semua bangsa yang dene anuksmèng sasôngka
ada di Semarang. Polah manusia seperti gabah wadya mratah pêkik-pêkik
diinteri, sebuah peribahasa Jawa yang artinya wasis pasanging busana
polahnya tidak karuan, kesana kemari tak mêmantês angadi ragi
beraturan.
Ada yang terdiam terpaku melihat cahaya
Nginteri adalah cara tradisional untuk sang Raja, yang seperti rembulan. Melihat
membersihkan bulir padi dari kotoran, caranya para pengiring yang merata bagus-bagus,
bulir padi yang sudah lepas (disebut gabah) pintar berhias berdandan, memperindah
diletakkan di atas nampan dan digoyang penampilan.
dengan tangan dengan gerakan memutar.
Kotorang akan mengumpul di tengah dan Orang-orang di sepanjang jalan sampai diam
disihkan. terpaku melihat cahya sang Raja. Dan para
balatentara, pengiring Raja yang bagus-elok
penampilannya, pakaiannya sangat pantas,
32. sangat pintar dalam mematut diri. Oleh karena
jalwèstri jêjêl supênuh cara berhias yang demikian hanya dikuasai

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 42

para penghuni keraton, dengan penampilan 37.


mereka yang menawan hati, sangat-sangat wontên ingkang pungun-pungun
takjub para warga yang melihat. lir kênèng tibra nêkani
pambayun kang ngênyu dênta
kadhêsêg nganti kapidih
35. wêntise kèsisan sinjang
baguse asungsun timbun kumilat datan pinikir
dening rinêngga sarwa sri
asrining busana mubyar Ada yang termangu-mangu, seperti sedang
rupa mas sêsotya manik tertegun melihat payudara yang seperti kelapa
nunging cahya marakata gading. Terdesak dan terjepit, betisnya
lir manidhêm sitarêsmi terbuka kainnya terlihat tak terpikirkan.
Keindahannya berlapis bertumpuk, oleh Ada yang kemudian termangu-mangu melihat
hiasan serba elok. Keindahan busana pemandangan langka itu, tertegun melihat
terpancar, dari manik-manik permata, dan payudara yang seperti kelapa gading. Terdesak
kilau zamrud seperti redup sinar bulan. dan terjepit oleh banyaknya orang yang
Penampilan Raja dan para pengiring laksana berdesakan.
bertumpuk-tumpuk. Keindahan busananya Kain tersingkap dan memperlihatkan betis,
terpancar dari kerlap manik-manik permata sekelebat tampak jelas, tapi tak terpikirkan
zamrud berkilauan. Pada zaman itu keluarta oleh pemiliknya. Semua perhatian tertuju pada
kerajaan adalah idola dalam penampilan, sang Raja yang lewat. Tak sadar pakaian
dalam berhias mempercantik diri dan gaya tersingkap-singkap diintip orang.
busana. Ada ungkapan ngadi sarira artinya
berhias dengan ramuan dan terapi ala keraton.
Dan ada ngadi busana, yakni memperindah 38.
penampilan dalam berpakaian. Tentu saja sawênèh juwêt amuwus
orang-orang banyak takjub, karena bagi ngalêm mring para pinêkik
mereka mendapat kain secuil penutup tubuh esthane kadya jêjawat
pun sudah senang. wontên malih jawil-jawil
rêrasan lan rowangira
astanya sarwi gablogi
36.
marma kathah pra dyah ayu Ada yang nyinyir memuji pada yang tampan-
rêragan dènnya tumiling tampan, maksudnya mau menggoda. Ada juga
mring lêng-lênging kang katingal yang mencolek-colek, sambil berbisik dengan
liringe lir ngujiwati teman, saling mencubit atau menepuk.
kang kèswari nganti wudhar
tinon tan sêdya tinolih Begitulah para gadis kalau melihat para
perwira tampan, polahnya tak karuan. Malu-
Maka banyak gadis cantik yang malu tapi mau, ada juga yang hilang kendali,
memperhatikan, dengan mencondongkan mau mencolek-colek segala. Yang pemalu
tubuh, kepada yang ingin dilihat, dengan hanya berbisik sambil saling cubit, saling
kerling mata menggoda. Keswari sampai lepas tepuk, salah tingkah.
tampak oleh yang ingin melihat.
Tingkah polah para gadis cantik yang ingin 39.
melihat para prajurit tampan sampai dhuh lae-lae bok ayu
mencondongkan tubuhnya melonggok yang sajêg ngong tinitah urip
ingin dilihat. Dengan kerling mata menggoda, umiyat kadi wong ika
menarik perhatian. Tak peduli pakaian mereka lagi ing samêngko iki
sampai lepas, membuat tampak bagi yang iba bungahe tyas ingwang
ingin mengintip. yèn bangkita sandhing linggih

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 43

“Aduh-duh, kak! Seumur-umur aku hidup baru kusut tumonton mring laki
kali ini melihat orang tampan seperti itu. nora sotah sinandhinga
Alangkah senangnya hatiku, kalau bisa duduk mung kèpi kang anyar prapti
bersanding!”
Sudah pasti kalau baru melihat yang itu, kalau
Mereka saling berbisik sambil melihat sang pulang sesampai rumah, besar angan-angan
perwira tampan, dan para prajurit yang gagah. seperti orang linglung. Tampak kusut melihat
Itulah suami impian mereka. Andai saja bisa suaminya, tak sudi disanding, hanya
tercapai keinginan hati ini.... memimpikan seperti yang baru datang.
40. Para wanita menjadi mabuk kepayang melihat
pantês kinudang ing kidung para ksatria Surakarta. Sesampai di rumah
pantês kondhang ing agêndhing melihat suaminya kok jadi tampak kusut, tak
pra satriya Surakarta mau lagi disanding, hatinya masih memikirkan
myang sagung bupati mantri yang baru lewat. Segitunya nek!
bêsus wiraga karana
saparibawa mantêsi
43.
Pantas dipuja dalam kidung, pantas dikenang tangèh ginupitèng kidung
dalam tembang, para ksatria dari Surakarta solahing wong sanagari
itu. Dan para bupati mantri, elok dalam cinatur jêng sri narendra
perilaku karena semua tindak-tanduk dupi prapta ngajêng loji
kelihatan pantas. Jêng Tuwan Gurnadur Jendral
Baron van Emuk agipih
Sungguh mereka lelaki pilihan, pantas dipuja
dalam kidung, dikenang dalam nyanyian. Para 44.
ksatrian dari Surakarta itu semua perilakunya dènnya lumarap amêthuk
elok dan pantas. Tentu saja karena mereka ngancarani sri bupati
selalu berjalar dan berlatih siang dan malam ri wuse jawatan asta
agr tampil subasita, anuraga, tatakrama dan nata sinambut umanjing
unggah-ungguh. Ajaran moral yang harus jro trun kang wus sumadhiya
dikuasai para perwira keraton. rinêngga sarwa sutradi

41. Mustahil dapat digambarkan dalam tembang


dhuh babo-babo wong agung polah orang senegara. Yang dibicarakan sang
sêsotyanipun rat Jawi Raja sesudah sampai di depan Loji, Kanjeng
têka baguse kaliwat Tuan Gubernur Jenderal Baron van Emuk
prabaning cahya dumêling tergopoh-gopoh menyambuat, mempersilakan
lir teja ngêmu wangkawa sang Raja. Setelah berjabat tangan sang Raja
wênêse amilangoni digandeng masuk ke dalam tempat yang sudah
disediakan, yang dihias dengan sutra indah.
Aduh duh, orang besar permata jagad raya,
kok tampannya kelewatan. Sorot cahyanya Begitulah polah orang senegara dalam
menyilaukan seperti sinar pelangi, roman menyambut sang Raja, tak dapat digambarkan
mukanya mempesona. satu per satu dalam tembang ini. Sekarang
berganti cerita tentang sang Raja, ketika sudah
Para wanita yang melihat menjerit-njerit dalam sampai di depan Loji. Tuan Gubernur Jenderal
hati, ada orang kok tampannya kelewatan. Gustaav Willem Baron van Imhoff tergopoh-
Roman mukanya bercahaya seperti pelangi, gopoh menyambut, mempersilakan dengan
mempesona menarik hati. penuh hormat. Setelah berjabat tangan
keduanya masuk ke tempat yang telah
disediakan, semua serba dihias sutra yang
42. indah.
wus masthi bae kang dulu
yèn mulih praptaning panti
agung môndraka lêng-lêngan

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 44

45.
lèmèk prangwadani babut 48.
lênggah jajar sang kêkalih dhuh prapta kula sang prabu
mênggêp munggèng dirgasana pan amung parlu martuwi
bupati satriya mantri dhumatêng paduka nata
jroning praja Surakarta rèhning mêntas wontên kawis
pasisir môncanagari dahuruning prajanira
saking karsanta sang aji
46.
aglar sumewa ing ngayun 49.
sajuru sabilik-bilik ngalih kitha Sala dhusun
kawangwang saking mandrawa punika kula kaluwih
busanane milangêni kadêrêng badhe uninga
lir lintang ambabar sêkar labêt dening gunging asih
pating gêbyar pating krêlip kangjêng Kumpêni Walônda
dhumatêng narendra Jawi
Beralas karpet permadani, duduk berjajar
berdua, terlihat gagah di singgasana. Bupati, “Duh sang Raja, kedatangan saya hanya
para ksatria, mantri, dari negeri Surakarta untuk menengok kepada paduka sang Raja.
dan pesisir mancanegara, berjajar menghadap Karena baru saja ada peristiwa huru-hara di
di depan, setiap pejabat satu golongan. Dilihat kerajaan tua. Dan dari kehendak paduka
dari kejauhan pakaiannya mempesona, seperti berpindah negeri ke desa Sala, itulah yang
lintang mengeluarkan bunga, gemerlap membuat saya terdorong untuk menengok.
berkerlip-kerlip. Karena amat besar perhatian Kumpeni
Belanda kepada raja Jawa.”
Kedua pembesar, sang Raja dan Gubernur
Jenderal masuk ke dalam dan duduk di Gubernur Jenderal Baron van Imhoff
singgasana beralas karpet permadani. Tampak menyatakan betapa kunjungannya tak lebih
gagah keduanya. Di hadapannya telah berjajar dari perhatian seorang sahabat yang sangat
para bupati, dan ksatria dari negeri Surakarta , peduli. Tidak ada maksud penting yang lain.
para bupati pesisir dan mancanegara. Tampak Tentu saja ini sekedar tatakrama, basa-basi
dari kejauhan pakaian mereka berkerlap-kerlip pendahuluan dari maksud yang sebenarnya.
seperti bintang mengeluarkan bunga. Karena kedatangan van Imhoff kelak akan
mengubah peta politik di negeri Surakarta
dalam waktu yang singkat.
47.
jêng tuwan jendral gurnadur
samana sampun ngaturi 50.
nambrama amanuhara sang prabu mangsuli arum
wilujêng ing sri bupati prasêtyanipun Kumpêni
atanapi tur prasêtya sih marma mring kraton Jawa
pangandikanira manis rumêksa mamrih basuki
sangêt sukarêna kula
Tuan Gubernur Jenderal ketika itu sudah panjênêngan kula ugi
menyambut dengan ungkapan yang halus,
mengabarkan keselamatan dan menyatakan 51.
kesetiaan dengan perkataan yang manis. datan darbe sigan-sigun
agêngipun sônggarunggi
Tuan Gubernur Jenderal pun menyambut nanging mung mantêp pracaya
dengan sambutan yang halus, sangat mring Kumpêni lair batin
menghormati sang Raja, mengabarkan saking dening rêsêp kula
keselamatan dan kesetiaan sebagai sahabat kula anggêp kulit daging
yang peduli, dengan kata-kata yang manis dan
ramah. Sama sekali tak menunjukkan Sang Raja menjawab tak kalah manis,
kesombongan seorang penguasa Kumpeni “Kesetiaan Kumpeni dan perhatian kepada
yang agung.

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 45

keraton Jawa, menjaga agar selamat, sangat Semarang, untuk semua yang hadir merata
membuat saya gembira. Paduka saya juga sampai para prajurit rendahan semua kebagian.
tidak punya rasa segan ataupun ragu-ragu,
tetapi tetap mantap percaya kepada Kumpeni,
lahir batin. Karena amat senang saya anggap 54.
kulit daging sendiri.” sawusnya rêrêm sang prabu
jêng gurnadur amartuwi
Jawaban sang Raja pun tak kalah diplomatis. sigra amurwèng kalangyan
Dia mengungkapkan senang hati atas perhatian mriksa ananing jaladri
Kumpeni, yang telah menjaga kerajaan nutug gènnya mangun suka
Surakarta selalu dalam keselamatan. Juga jêng tuwan lan sri bupati
sekarang dirinya tak segan dan ragu lagi akan
komitmen Kumpeni terhadap raja Jawa. Setelah istirahat beberapa saat, Kanjeng
Baginya Kumpeni sudah dianggap kulit gubernur mengajak untuk segera pelesir
daging, saudara sendiri. melihat pantai. Puas mereka bersuka-suka,
Kanjeng Tuan Gubernur dan Sang Raja.
Tentu saja ini adalah ungkapan diplomatis.
Raja sadar kekuasaannya berada dalam Kedua pembesar kemudian pelesir ke pantai
gengaman Kumpeni. Satu sikap buruk dapat utara, melihat-lihat pemandangan laut. Apa
mengubah penilaian dan mengubah nasibnya yang mereka lakukan adalah dalam rangka
kelak. diplomasi, saling mengambil hati dan
menjajaki lawan.
52.
jêng tuwan suka kalangkung 55.
myarsa prasêtyaning aji wusnya angsal pitung dalu
ri sampunipun antara dènnya wontên ing Samawis
sang nata jêngkar sing loji sang aprabu lan jêng tuwan
kondur dhatêng pasanggrahan gya jêngkar mring Sala nagri
kang sampun dhêndhêng cumawis sami anitih jêmpana
lamun sayah nitih wajik
Kanjeng Tuan Gubernur sangat suka
mendengar kesetiaan sang Raja kepada 56.
Kumpeni. Setelah selesai hari itu sang Raja sang aprabu munggèng ngayun
keluar dari Loji dan singgah di pondok yang jêng tuwan jendral nèng wuri
telah disediakan untuk jamuan. de ananing pakurmatan
tan siwah kadi duk nguni
Setelah berbasa-basi seperlunya kemudian têdhakipun sri narendra
sang Raja menuju pondok jamuan untuk acara dhatêng nagari Samawis
makan bersama.
Setelah mendapat tujuh hari di Semarang,
53. sang Raja dan Tuan Gubernur segera pergi ke
pra bupati datan kantun negeri Sala. Mereka naik tandu, kalau sudah
tantara dangu praptaning lelah berganti naik kuda.
sêsugun mawarna-warna
saking Kumpêni mêpêki Sang Raja berada di depan, Tuan Jenderal di
myang sing bupati Samarang belakang. Adapun penghormatan untuk
warata sawadya alit mereka tak beda dengan ketika Raja datang ke
Semarang.
Para bupati tak ketinggalan, tak lama Setelah tujuh hari di Semarang kedua
kemudian datang jamuan bermacam-macam. pembesar menuju Surakarta dengan naik
Dari Kumpeni lengkap dan dari bupati tandu. Penghormatan dan sambutan untuk
semarang, semua rata sampai prajurit rendah. keduanya sama meriahnya seperti ketika Raja
Di pondok jamuan telah disediakan jamuan datang ke Semarang.
bermacam-macam dari Kumpeni dan bupati

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 46

Sesudah tujuh hari bersama mengapa Tuan Pangeran Mangkubumi walau sudah dikenal
Gubernur Jenderal masih ingin datang ke sebagai bangsawan yang pintar dan menguasai
Surakarta. Tentu ada hal penting yang akan berbagai aturan, tetapi bukan orang yang
ditinjau atau dibicarakan. Dan mengapa tidak sombong. Dia takut kalau bicara buruk, awas
sekalian dilakukan di Semarang? Kita akan terhadap rasa malu, artinya sangat menghindar
segera tahu ada intrik apakah di balik dari hal yang memalukan. Teliti dari segala
kedatangan Gubernur Jenderal Baron van kemungkinan yang membahayakan, dan
Imhoff ke Surakarta. sikapnya ramah tidak kelihatan galak.
57.
wadyakuswa sangsayagung 60.
wêwah bupati pasisir têtêg yèn amanggih kewuh
tanapi bala Walônda tangginas marang ing kardi
Jêng Pangeran Mangkubumi marma langkung sih myang rama
yèn nata nitih jêmpana pangran datan kêna têbih
kinon angamping-ampingi saya rêmbên ingkang lampah
gangsal latri anèng margi
58.
adharat ing lampahipun Tabah kalau menemui kesulitan, cekatan
nèng kanan utawi keri dalam segala pekerjaan, dan sangat mencintai
ngampil pamucangan nata ayahandanya. Sang Pangeran tidak boleh
gêgujêngan turut margi jauh, semakin lamban dalam perjalanan, lima
luwês cucut tandukira hari di jalan.
katonton putus ing budi
Pengeran Mangkubumi seorang yang tabah
Balatentara semakin banyak, ditambah para kalau menemui kesulitan, itu kelak terbukti
bupati pesisir dan bala dari Belanda. Kanjeng ketika melawan Kumpeni. Cekatan dalam
Pangeran Mangkubumi kalau sang Raja naik segala pekerjaan, hal itu sudah dibuktikan
tandu disuruh mendampingi dengan berjalan ketika membangun keraton baru, dialah
darat di kiri atau kanan. Membawa arsiteknya. Sangat mencintai ayahandanya,
pakinangan Raja, bersenda gurau sepanjang Raja Amangkurat Jawi dan juga selalu patuh
jalan. Luwes dan lucu perilakunya, terlihat kepada pesan ayahnya, kalau tidak bagaimana
sempurna dalam budi. mungkin dia setia kepada sang kakak, di saat
yang lain melawan, seperti RM Said, Pangeran
Kanjeng Pangeran Mangkubumi sang senapati Buminata dan Pangeran Singasari.
agung pun dengan setia membawakan
pakinangan Raja, yakni alat untuk mengunyah Dalam perjalanan itu Pangeran tidak boleh
kinang. Sepanjang jalan tugas itu dilakukan jauh-jauh dari Raja, membuat perjalanan
dengan senang hati, sambil bersenda gurau, semakin lamban, lima hari berada di jalan.
menyegarkan suasana, kelihatan luwes dan
humoris. Dari sini terlihat sempurna budi sang 61.
Pangeran Mangkubumi. dupi têdhaknya sang prabu
praptèng kitha Bayalali
59. sang nata dhingini lampah
ajrih durcara ing wuwus ari Dite nuju kaping
awas marang wirang isin pitu likur nunggil wulan
tan gumunggung adiguna rawuh Surakarta nagri
kuntap ing pranata titi
titi marang ing wêweka Ketika perjalanan sang Raja sampai di kota
tan galak tutut ing liring Boyolali, sang Raja mendahului perjalanan.
Hari Ahad tanggal ke 27 tunggal bulan
Takut berbicara buruk, awas terhadap rasa sampai di Surakarta.
malu, tak menyombongkan ilmu, tuntas dalam Di kota Boyolali, kira-kira 50 km dari keraton,
aturan, teliti pada kewaspadaan, tak bersikap rombongan sang Raja mendahului untuk
galak ramah mukanya. mempersiapkan segala sesuatu berkaitan

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 47

dengan penyambutan Tuan Gubernur Jenderal. mariyêm miwah sanjata


Peristiwa itu terjadi di hari Ahad, tanggal 27 de panggenanipun baris
bulan yang sama dengan bulan keberangkatan,
yakni bulan Rabiulakhir, tahun Dal. Jam satu waktunya, Kanjeng Gubernur
sampai, kodok ngorek berbunyi nyaring,
tembakan senjata Kumpeni berkali-kali dari
62. meriam dan senjata di tempat pasukan
tuwan kumêndhan tan kantun berbaris.
umiring jêng sri bupati
sawusnya nata ngadhatyan Jam satu siang Tuan Gubernur sampai.
kumêndhan gya mundur amit Gending kodk ngorek terdengar nyaring
angrêrakit pasanggrahan menyambut, berkali-kali terdengar tembakan
jro loji rinobaya sri senjata dari gedung milik Kumpeni. Ada
senapan dan meriam di tempat mereka
Tuan Komandan tak ketinggalan, mengiringi berbaris.
sang Raja. Setelah sampai di kedaton
Komandan segera undur diri, merakit
pemondokan, dalam Loji dihias indah. 65.
Kumpêni myang wadya prabu
Tuan Komandan Hohendorff tak ketinggalan, anèng alun-alun sami
selalu mengawal Raja sampai masuk kedaton. wau kangjêng sri narendra
Setelah sampai Komandan bergegas ke Loji miyos dhatêng srimanganti
untuk mempersiapkan pondokan bagi Tuan amêthuk jêng tuwan jendral
Gubernur Jenderal. jêng tuwan laju mring puri

Kumpeni dan tentara sang Raja berkumpul di


63. alun-alun. Sang Raja keluar ke srimanganti,
badhe ing pakuwonipun menjemput Kanjeng Tuan Jenderal, kemudian
jêng gurnadur ing Batawi masuk ke puri.
gêdhong loji duk samana
kang dadi lagya satunggil Serdadu Kumpeni dan balatentara Raja
nêp candhela dèrèng dadya berkumpul di alun-alun. Sang Raja keluar di
marma mung tinutup mori bangsal sri manganti menjemput Tuan
Jenderal, lalu keduanya masuk puri. Niat Tuan
Bakal Loji yang akan dipakai pondokan Jenderal menengok keraton yang baru sudah
Kanjeng Gubernur di Batavia, gedungnya terlaksana.
belum ada jendela, yang selesai baru satu
buah. Daun jendelanya belum ada, maka
hanya ditutup kain mori. 66.
orêg wong jro pura kêbut
Yang menjadi bakal pondokan Tuan Jenderal tan petungan kang ningali
di Loji belum selesai digarap. Bangunannya jalwèstri jêjêl sêk-sêkan
belum ada jendelanya, itu bukan halangan pinggir marga kêbak janmi
yang berarti, sementara akan ditutup dengan sawusira sawatara
kain mori. jêng tuwan anèng jro puri
Tampak perilaku Tuan Gubernur sangat 67.
sederhana, jauh dari kebesaran Raja Surakarta nulya amit ing sang prabu
yang notabene sekarang menjadi bawahan arsa makuwon mring loji
Kumpeni. sang nata sumarah karsa
jêng tuwan jendral gya mijil
64. sinatriya pra punggawa
jam satunggal wancinipun kang anom samya umiring
jêng gurnadur jendral prapti
kodhokngorèk munya ngangkang Heboh orang-orang di dalam puri, tak
drèl Kumpêni wanti-wanti terhitung yang ingin melihat. Laki-perempuan

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 48

berjejal desak-desakan, pinggir jalan penuh


orang. Setelah beberapa saat Kanjeng
Jenderal berada di dalam puri kemudian
berpamitan kepada sang Raja, akan menginap
di Loji. Sang Raja mempersilakan, Kanjeng
Tuan Jenderal segera keluar, para ksatria dan
punggawa yang muda-muda, segera
mengantar di belakang.
Dari dalam puri kedengaran swara heboh dari
para abdi dalem yang juga ingin melihat
penguasa Hindia-Belanda itu. Laki-perempuan
berdesakan, penasaran ingin melihat orang
yang sangat berkuasa di nusantara. Yang
kekuatannya ditakuti, walau keberadaannya
dibenci oleh banyak orang, temasuk yang di
dalam puri itu sendiri.
Setelah beberapa saat bercengkerama, Tuan
Gubernur pamit undur diri ke Loji. Sang Raja
mempersilakan. Tuan Gubernur keluar diantar
oleh para ksatria dan punggawa yang muda-
muda, menuju Loji Belanda.

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 49

belakang. Misal dari kalimat di atas, bumi=1,


oreg=7, swara=6, wong=1, dibaca angka: 1671
tahun Jawa). Kalimat wong nywara oreg ing
bumi, artinya orang bersuara menggetarkan
BAGIAN 4 bumi, cocok dengan keadaan saat kedatangan
Gubernur Jenderal.
WONTÊNIPUN JENDRAL ING
SURAKARTA SARTA 2.
MULABUKANIPUN PANGERAN dupi prapta pêndhak enjang
MANGKUBUMI SÊRIK GALIHIPUN jêng tuwan gantya martuwi
sinambut lan mangun suka
(KEBERADAAN JENDERAL DI kongsi diwasaning ari
SURAKARTA SERTA AWAL MULANYA jêng tuwan lagya amit
PANGERAN MANGKUBUMI SAKIT praptèng kawan arinipun
HATINYA) jangkêpe kaping tiga
têdhaknya jêng sri bupati
maring loji jêng tuwan mangun wicara

PUPUH 4: SINOM Ketika tiba esok harinya, Kanjeng Tuan ganti


menengok, disambut dengan sukacita sampai
siang hari, Kanjeng Tuan baru pamit. Sampai
hari keempat sudah tiga kali sang Raja
1. menengok ke Loji, Kanjeng Tuan mengajak
jêng tuwan gurnadur jendral bicara.
sampun makuwon ing loji Mereka, kedua pembesar itu saling
sinangkalan praptanira mengunjungi bergantian. Sampai hari keempat
wong nywara orêg ing bumi sang Raja sudah menengok Loji tiga kali. Saat
sagung para bupati itulah yang tepat bagi Baron van Imhoff untuk
makuwon sasukanipun mulai bicara tentang maksud yang sebenarnya
enjinge sri narendra dari kedatangannya ke Surakarta. Sebuah
têdhak martuwi mring loji perjalanan yang semestinya lebih dari sekedar
surup surya lagya kondur maring pura jalan-jalan menengok keraton baru sang Raja.
Kanjeng Tuan Gubernur Jenderal sudah 3.
menginap di Loji, kedatangannya ditandai sang nata ngaturan ngiwa
dengan sengkala: wong nywara oreg ing bumi wus panggih sami pribadi
(orang bersuara menggetarkan bumi). mung kanthi dêlèr satunggal
Segenap para bupati menginap sesukanya. jêng gurnadur matur aris
Esoknya sang Raja turun melihat ke Loji, traping krama maripih
setelah matahari tenggelam baru kembali ke mêmalad mamèt saarju
puri. dhuh pukulun sang nata
Sengkalan wong nywara oreg ing bumi: ingkang satuhu bawani
1671AJ (1746/7 AD). Angka penanda tahun ing bawana talatah ing nuswa Jawa
yang dinamai sengkala ada dua macam, candra
sengkala, jika yang dipakai angka tahun yang 4.
berdasar bulan, seperti tahun Jawa. Dinamai mugi ta anglêpatêna
suryasengkala, jika angka tahun yang dipakai ing bêbêndu tulah sarik
berdasar peredaran matahari seperti tahun dhatêng rad pêni India
Saka atau tahun Masehi. miwah sampun sônggarunggi
kula matur sajati
Sengkala terdiri dari kalimat yang tiyang Kumpêni gènipun
menggambarkan kejadian di tahun itu, masing- wontên ing nuswa Jawa
masing kata dalam kalimat itu mengandung ngayom barkahing narpati
angka yang bersesuaian dan dibaca dari

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 50

ingkang sampun kawuryan satuhu trêsna dhatêng bôngsa Walônda


kang rumêksa kraton Jawi
5. amêmitran datan pêgat salaminya
marma Kumpêni sadaya
ing sêdya tarlèn mêmamrih “Maka kalau paduka berkenan dan suka di
tata arjaning kang praja hati, semua daerah pesisir utama sewakanlah
mulyaning karaton Jawi kepada Kumpeni, sebagai tanda bukti
tulusa ing salami kedermawanan paduka kepada bangsa
dalah satalatahipun Belanda yang telah menjaga keraton tanah
sampun wontên durcara Jawa, dan bersahabat tak putus selamanya.”
bêbaya kang bêbayani
lir pakartining Cina ngrangkakkên praja Van Imhoff telah terbuka mengatakan maksud
sebenarnya dari kedatangannya ke pusat tanah
Sang Raja dimohon ke belakang, sudah Jawa, yakni menyewa tanah pesisir. Memang
bertemu empat mata, hanya ditemani seorang benar menyewa, bukan merebut, karena modus
deler. Kanjeng Gubernur berkata pelan, Kumpeni dalam menguasai tanah Jawa adalah
dengan sopan meminta, mengharap perkenan sewa-menyewa.
Raja, “Duh paduka Raja, yang sungguh
membawani jagad di nusa Jawa, semoga 7.
menjauhkan amarah kepada Dewan Hindia dene lamun kasambadan
(penasihat Kumpeni), dan jangan anggadhuh tanah pasisir
menyangsikan, saya berkata yang kang pinrih yêkti mung arja
sesungguhnya, orang Kumpeni di pulau Jawa tan ngewahi adat Jawi
berlindung di bawah berkah paduka yang myang pamêdaling siti
sudah terlihat sungguh cinta kepada para ingkang konjuk ing sang prabu
Kumpeni semua. Dalam hati tak lain hanya sapintên kathahira
mengharap tertib sejahtera negara, mulianya Kumpêni mung dadya margi
keraton Jawa, langgeng selamanya beserta lumadosing paos kadya saban-saban
wilayah bawahannya. Tidak ada orang
durjana, bahaya yang membahayakan, seperti Adapun kalau terlaksana menyewa tanah
perbuatan orang Cina yang merusak negara. pesirir, yang diharap hanya kesejahteraan,
Watak orang dari manapun sama, selalu takkan merubah adat Jawa dan hasil bumi
memuji-muji jika mempunyai maksud tertentu. dari tanah itu akan dihaturkan kepada paduka
Apalagi Baron van Imhoff sudah mempelajari Raja seberapapun banyaknya. Kumpeni
kelemahan orang Jawa, yakni akan runtuh hanyalah sebagai jalan menyerahkan pajak
hatinya jika dipuja-puji dan didekati sebagai seperti yang sudah-sudah.”
seorang sahabat. Mulailah sang Gubernur Tanah tersebut tidak akan dikuasai oleh
Jenderal menerapkan siasatnya untuk Kumpeni, hanya dikelola oleh Kumpeni agar
membujuk atau lebih tepatnya memanfaatkan menghasilkan demi kemakmuran dan
kelemahan Raja. kesejahteraan. Dan hasil dari tanah itu pun
Radpeni india, adalah penasehat Kumpeni akan diserahkan kepada Raja dalam bentuk
yang terdiri dari beberapa orang perwakilan pajak atau uang sewa yang besarnya telah
pemerintah pusat. Di beberapa buku sejarah ditentukan. Jadi negara takkan rugi karena
radpeni india diterjemahkan sebagai Dewan untung atau rugi yang menanggung Kumpeni.
Hindia.
8.
6. duk miyarsa sri narendra
mila lamun jêng paduka têmbunging jendral Kumpêni
kaparêng panudyèng galih langkung kagyat ing wardaya
pasisir êlèr sadaya dene tan nyana sayêkti
kagadhuhna ing Kumpêni yèn jendral ingkang prapti
môngka pracihna yêkti minta siti lèr sadarum
sih kadarmannya sang prabu kang nèng têpi samodra

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 51

dahat ribêng tyas narpati para bupati. Sungguh itu takkan berguna, tak
gya mangsuli pangandika manuhara urung para punggawa hanya akan
menyarankan hal yang buruk.”
Ketika mendengar sang Raja, perkataan dari
Jenderal Kumpeni tadi, sangat kaget dalam Sang Raja mencoba mengurai benang kusut
hati. Tidak menyangka kalau Jenderal datang pikirannya dengan perlahan, dan menyiapkan
untuk minta seluruh tanah utara di tepi laut. strategi mengelak. Namun ternyata lawan
Sangat repot hati sang Raja, segera menjawab bicaranya bukan seorang yang bodoh. Dia
dengan perkataan yang manis. memang telah memegang kunci kehidupan
sang Raja. Membawa serta daftar hutang budi
Sang Raja kaget karena tidak menyangka dan daftar dosa-dosa.
Jenderal akan benar-benar datang untuk
menanyakan kesanggupan sewa tanah pesisir
tersebut. Memang dalam perjanjian Ponorogo 11.
yang menjadi sebab kembalinya dia ke tahta, tandhanipun dèrèng lama
disebut-sebut soal tanah pesisir. Namun Raja gènnya sang prabu ajurit
tak mengira akan secepat itu Kumpeni nêdya ngungsir mring Walônda
menagih. Sang Raja memcoba berdiplomasi saking turing pra dipati
agar dapat mengelak, walau tetap dibungkus môngka jroning rat Jawi
perkataan manis. ingkang misesa amêngku
yêkti amung paduka
sintên kang purun ngalangi
9. yèn wus dadi karsane kang madêg raja
dhuh eyang mênggahing kula
tan liyan amung marêngi “Tanda-tandanya belum lama ini, paduka
sabarang ingkang kinarsan Raja ikut berperang hendak mengusir bangsa
mring sagunging pra radpêni Belanda, itu juga dari saran para adipati.
awit sampun ngugêmi Padahal di jagad Jawa ini yang sebagai
ubayèng mung mrih rahayu pemegang kuasa sungguh hanya paduka
nglêngkara yèn ngaraha sendiri. Siapa yang akan mau menghalangi
tiwasipun tanah Jawi kalau sudah menjadi kehendak paduka.”
mila kula tan nêdya suwalèng karsa
Peristiwa yang dimaksud Tuan Gubernur
10. bahwa Raja ikut berperang mengusir Belanda,
nanging yogya dèn sarônta adalah peristiwa pemberontakan Cina di
kula mundhut rêmbag dhingin Semarang. Ketika itu orang-orang Cina sudah
maring pra nayakèng praja mengepung benteng Loji Semarang. Banyak
sanès ari sung pawarti pejabat kerajaan menyarankan agar Susuhunan
jêng gurnadur mangsuli Pakubuwana II membantu Cina mengusir
dhuh sang prabu sampun dhawuh Belanda.
dhatêng para dipatya Susuhan setuju dan mengirim pasukan untuk
ing sayêkti tanpa kardi ikut mengepung benteng. Tak disangka
botên wande punggawa mung mrih durcara Cakraningrat IV dari Madura berpihak pada
Kumpeni dan membantu mengusir orang Cina.
“Duh Kakek, bagi saya pribadi tak lain hanya Pemberontakan dipadamkan dan terbongkar
mengijinkan semua yang dikehendaki oleh kalau Pakubuwana II membantu Cina.
segenap anggota Dewan Hindia. Karena
sudah menepati janji akan mengupayakn Setelah terbuka kedoknya Pakubuwana II
keselamatan negeri. Mustahil bila mengharap meminta ampun kepada Kumpeni dan mohon
bencana bagi tanah Jawa, maka saya tak ingin dipulihkan hubungan keduannya. Kumpeni
membantah kehendak Tuan. Tapi sebaiknya setuju dengan berbagai syarat. Inilah salah satu
disabarkan dahulu, saya akan berbicara dulu dosa Pakubuwana II kepada Kumpeni yang
dengan para punggawa negeri. Lain waktu ternyata dimainkan Baron van Imhoff sebagai
akan saya kabari.” Tuan Gubernur menjawab, kartu truf untuk menekan Pakubuwana II.
“Duh paduka Raja, jangan berembug dengan

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 52

12. paosipun sabên warsa


rèhne wau sri narendra lumados mring kraton Jawi
pinilut sabda artati kula dèrèng ngèngêti
tinêtêr-têtêr pinêlak marma kula arsa dangu
dadya mupus tyasiraji mring kang juru panômpa
anut titahing Widi yèn sampun têrang patitis
alon pangandikanipun panjênêngan kula akintun pratela
eyang kula apasrah
marêngi nagri pasisir Sang Raja berkata lagi, “Kakek, hasil dari
nèng Kumpêni tan pae nèng asta kula tanah pesisir pajaknya setiap tahun kepada
keraton Jawa saya tidak ingat, karena itu saya
Karena itu sang Raja dibelit perkataan manis, akan bertanya kepada petugas penerima.
didesak-desak disudutkan, menjadi pasrah hati Kalau sudah jelas dan tepat saya akan
sang Raja. Menurut apa kehendak Tuhan, mengirim kabar.”
pelan bicaranya, “Kakek, saya pasrah
membolehkan daerah pesisir di tangan Tak bisa mengelak lagi sang Raja, terpaksa
kumpeni, tak ada beda di tangan saya juga.” harus menyerahkan penguasaan tanah pesisir
kepada Kumpeni. Sekarang yang dipikirkan
Beberapa janji dan daftar dosa itulah yang hanya besaran uang sewa per tahunnya. Ini
membuat Raja Pakubuwana II dalam posisi yang akan dicoba untuk dibicarakan dengan
tawar yang lemah. Raja memang hanya gagah para punggawa.
di penampilan, dengan simbol-simbol
kebesaran yang digelar sepanjang jalan Sala-
Semarang. Pada kenyataannya untuk 15.
mempertahankan tahta, Raja harus tunduk nulya kondur sri narendra
memeluk kaki Kumpeni. sapraptanirèng jro puri
nimbali sang mantrimuka
13. myang Jêng Pangran Mangkubumi
jêng tuwan gurnadur jendral tan antara gya prapti
sigra ngrangkul sri bupati adipati kalihipun
dhuh sang nata kang sanyata ngandika sri narendra
trêsna pracayèng Kumpêni marma sira sun timbali
pakewuhing rat Jawi kawruhana yèn praptane kaki jendral
Kumpêni sanggêm amikul 16.
beya akêthèn yutan darbe paminta maringwang
sarat sajroning ajurit anggadhuh bumi pasisir
awêndrana Kumpêni môngsa nyambata ingsun ora bisa ondhan
kudu sah sajroning linggih
Kanjeng Tuan Gubernur Jenderal segera dadi ingsun nuruti
memeluk sang Raja, “Duh sang Raja yang ing rèh kadhêsêk ing wuwus
ternyata cinta dan percaya kepada Kumpeni, angungun atur sêmbah
segala kesulitan di tanah Jawa Kumpeni sira dipati kêkalih
sanggup memikul. Biaya ratusan ribu juta dene sampun dhawuh lilah padukendra
yang menjadi syarat menang perang,
dibebankan Kumpeni takkan mengeluh.” Segera kembali sang Raja, sesampainya di
dalam puri memanggil pemuka mantri dan
Telah nyata sang Raja, komitmen terhadap Kanjeng Pangeran Mangkubumi. Tak lama
perjanjiannya dengan Kumpeni. Gubernur segera sampai kedua adipati, berkata sang
Jenderal sangat suka, dan menyatakan Raja, “Engkau kupanggil karena ketahuilah
kesanggupannya untuk mempertahankan tahta kalau kedatangan Kakek Jenderal karena
sang Raja. mempunyai permintaan kepadaku menyewa
tanah pesisir. Aku tak bisa mengelak, harus
sah dalam kedudukanku, jadi aku menurut,
14. karena sudah terdesak dalam perundingan.”
sang nata malih ngandika
eyang pamêdal pasisir

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 53

Sangat heran dan menyembah kedua patih, Dua patih menyarankan jumlah uang sewa
“Sudah menjadi keputusan paduka.” yang berbeda, Patih Sindureja menyarankan
dua puluh ribu, Patih Pringgalaya
Sesampai di keraton sang Raja hendak menyarankan empat puluh ribu. Pangeran
membicarakan masalah uang sewa tanah Mangkubumi sangat mungkin mempunyai
pesisir dengan para pembantunya. Yang dipilih angka yang lain lagi.
adalah kedua patih sebagai aparat negara, dan
sang adik Pangeran Mangkubumi sebagai
kerabat Raja. Kedua patih sampai lebih dulu, 19.
dan diberi penjelasan oleh sang Raja. sang nata alon ngandika
wruhanira Mangkubumi
Kedua patih juga merasa heran dengan yèn praptane kaki jendral
keputusan Raja yang mudah melepaskan tanah minta anggadhuh pasisir
pesisir, tetapi karena sudah menjadi keputusan sun yayi wus marêngi
Raja keduanya hanya patuh. Kumpêni pamintanipun
wit kapêngkok wicara
17. jêng pangeran matur aris
sang nata malih ngandika dhuh pukulun dene tan botên kadosa
iya apa kang pinikir
mung pamêtune kewala Sang Raja berkata pelan, ‘Ketahuilah
sira rêmbuga kang nuli Mangkubumi, kalau kedatangan Kakek
apa ginawe kêdhik Jenderal minta menyewa tanah pesisir. Aku
apa ta ginawe agung adikku, sudah mengijinkan permintaan
Dipati Sindurêja Kumpeni karena tersedak dalam
umatur ing sri bupati perundingan.” Kanjeng Pangeran berkata
dhuh pukulun dinamêl kêdhik kewala pelan, “Duh paduka mengapa bisa demikian.”

Sang Raja berkata lagi, “Sekarang yang perlu Pangeran Mangkubumi menyayangkan
dipikirkan hanya hasilnya saja, engkau mengapa Raja memutuskan sendiri tentang
katakan segera, apa dibuat sedikit atau dibuat sewa tanah itu.
banyak?” Adipati Sindureja berkata kepada
Raja, “Duh Paduka, dibuat sedikit saja.” 20.
punapa tan kaèngêtan
Patih Adipati Sindureja menyarankan agar lamun jênênging narpati
sewa tanah pesisir diajukan dengan harga yang mung darma mêngku kewala
murah saja. bang-bang lum-aluming nagri
yêkti wontên pêpatih
nayaka para tumênggung
18.
tuwin para santana
kalih lêksa sabên warsa
punika kang darbe wajib
dene Rahadyan Dipati
amasesa angalangna angujurna
Pringgalaya aturira
kawan lêksa sabên warsi
“Apakah tidak mengingat bahwa sebagai raja
ri sêdhêngnya anggalih
hanya sekadar memutuskan saja, segala hal
paos pasisir sang prabu
berkaitan dengan negeri sudah ada patih dan
wau ta praptanira
para punggawa serta tumenggung, dan para
Jêng Pangeran Mangkubumi
kerabat. Itulah yang mempunyai kewajiban
laju marêk ngastuti padaning raka
mengelola dan memberi masukan, apakah
akan dibuat melintang atau membujur negeri
“Dua puluh ribu, setiap tahun.” Adapun
ini.”
Raden Adipati Pringgalaya menyarankan
empat puluh ribu setiap tahun. Ketika sang
Pangeran Mangkubumi bertanya mengapa
Raja sedang memikirkan pendapat kedua patih
Raja tidak mengingat kalau sebagai raja hanya
datanglah Kanjeng Pangeran Mangkubumi,
memutuskan berdasar masukan para
terus mendekat dan menyembah kepada
punggawa. Ada patih, bupati, tumenggung
rakanda.

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 54

yang setiap hari mengelola negeri. Pasti sumarah titahing Widi


mereka lebih tahu akan diapakan negeri ini. iya pirabara benjang
Mengapa mereka tidak ditanya? yèn manggih kaharjan luwih
de kadangira sami
21. lamun ana ingkang mêsgul
inggih dèrèng wontên adat rèhning padha rumôngsa
ratu pêpadon pribadi tinilaran rama swargi
sang nata alon ngandika mung sun sarah apa ing sêsukanira
iya bênêr sira yayi
nanging sun duk pêpanggih “Oleh karena itu saya sudah pasrah saja,
minta sarèh datan antuk berserah kepada Tuhan. Juga barangkali
pangeran atur sêmbah besok menemui kemakmuran lebih. Adapun
jendral sajatine janmi semua saudaramu yang merasa masygul,
sanès buta punapa ngangkah ngalêthak karena sebagai sesama putra ayah yang sudah
wafat, saya hanya pasrah apa sekendakmu.”
“Juga belum ada kebiasaan raja berunding
sendiri.” Sang Raja berkata lirih, “Betul Sang Raja sudah pasrah, karena semua sudah
engkau dinda, tetapi ketika bertemu meminta terjadi. Beliau hanya bisa berharap kelak
waktu tidak boleh.” Pangeran menyembah dan keputusannya ini bisa mendatangkan
berkata, “Jenderal sejatinya juga manusia, kemakmuran bagi negeri. Terhadap para
bukan raksasa, apa mungkin akan menelan?” saudara yang masygul hatinya Raja hanya
menyerahkan semuanya kepada meraka
Ucapan Pangeran Mangkubumi ini sungguh masing-masing, apa kehendaknya. Resiko
tajam, mengapa Raja sampai takut dengan akan ditanggung, demikian kira-kira.
Jenderal, toh dia manusia bukan raksasa yang
akan memangsa seketika? Dari ungkapan yang
dipilih sang Pangeran tampak jelas bahwa dia 24.
sangat kecewa dengan keputusan itu. andhêku umatur nêmbah
Jêng Pangeran Mangkubumi
pukulun môngsa wontêna
22. tiwas paduka narpati
sayêkti tuhu nglêngkara tiwas sadaya sami
yèn rodapêksa Kumpêni kang darbe kak amung ratu
dhatêng panjênêngan nata sakarsa-karsa tuwan
ngandika sri narapati sintên kang purun mancèni
lah kaya priye yayi kadang tuwan mung nêdya apês kewala
panggawe wus katarucut
dadi nora amôntra Menunduk dan berkata sambil menyembah
ingsun lawan sira yayi sang Pangeran Mangkubumi, “Paduka, kalau
tan prayoga lamun ngêkèhna wicara ada celakanya raja, juga merupakan celaka
semuanya. Yang mempunyai hak hanya raja,
“Sungguh mustahil kalau Kumpeni akan sekehendak paduka, siapa yang akan
memaksa kepada paduka Raja.” Berkata sang menyanggah saudara paduka hanya menemui
Raja, “Bagaimana lagi Dinda, semua sudah celaka raja.”
terlanjur. Jadi tak pantas kalau engkau dan
aku masih banyak bicara soal ini. Tidak Walau kecewa tetapi Pangeran Mangkubumi
baik!” sadar kalau dalam sistem kerajaan ini semua
atas kehendak Raja. Itulah hukum tertinggi,
Menurut Pangeran Mangkubumi mustahil dan Pangeran akan patuh hal ini.
Kumpeni akan memaksa. Sang Raja dianggap
tergesa-gesa memutuskan tanpa minta
masukan dari para bawahan. 25.
sang nata malih ngandika
hèh yayi mas Mangkubumi
23. mung pamêtune kewala
marma sun mupus kewala pikirên ingkang prayogi

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 55

ature Si Dipati anggaran negara, tenaga masuk negara


Sindurêja sabên taun melayani semua kehendak paduka.”
pinapantês rong lêksa
Si Pringgalaya Dipati Pangeran Mangkubumi menyarankan angka
aturira patang lêksa sabên warsa seratus ribu sebagau uang sewa yang dinilai
pantas. Nilai yang amat jauh dari usulan kedua
26. patih. Tetapi dasar yang dipakai sang pangeran
iku êndi kang prayoga masuk akal. Yakni besarnya pendapatan dari
paran rêmbugira yayi tanah pesisir karena ada lalu lintas
pangeran umatur nêmbah perdagangan, bukan semata-mata dari hasil
pukulun jêng sri bupati tanahnya.
mugi dèn kawikani
siti pasisir sadarum 28.
èstu kathah wêdalnya pundi ta dhaharing nata
saking bandaring jaladri punapa môncanagari
mung punika waragad karaton Jawa bogang arta bogang karya
tangèh lamun sagêd nyait
Sang Raja berkata lagi, “Wahai Dinda tiyang môncanagari
Mangkubumi, hanya hasil sewanya saja kathah wulêd paosipun
engkau pikirkan yang mana lebih baik. Saran sri narendra duk myarsa
Si Adipati Sindurja dua puluh ribu setahun, dhawuh mring sang nindyamantri
saran Si Pringgalaya empat puluh ribu per hèh dipati kayaparan rêmbugira
tahun. Dari dua itu mana yang lebih baik
menurutmu Dinda?” Paneran berkata dengan “Darimana untuk keperluan raja, apakah
hormat, “Paduka Raja, paduka ketahui kalau mancanegara yang kosong harta kosong
tanah pesisir semua sungguh banyak hasilnya. karya, mustahil bisa tercukupi. Orang
Dari bandar pelabuhan, hanya itu biaya untuk mancanegara banyak sulit menyetor
keraton Jawa.” pajaknya.” Sang Raja ketika mendengar
Menurut Pangeran Mangkubumi daerah pesisir usulan itu kemudian bertanya kepada kedua
utara sungguh banyak menghasilkan. Selain patih, “Bagaimana pendapatmu?”
hasil bumi dari tanah dekat pantai juga ada Pangeran Mangkubumi mengingatkan bahwa
beberapa bandar yang ramai sebagai selama ini pendapatan negara banyak disokong
pangkalan dagang. Sebenarnya dari situlah oleh pesisir. Tidak mungkin mengharapkan
biaya untuk menyelenggarakan negara selama pajak dari tanah mancanegara yang orang-
ini. Maka semestinya dihitung dengan angka orangnya terkenal sulit menyetor pajak. Jadi
yang sesuai. besaran nilai yang diusulkan Pangeran dirasa
pantas sebagai ganti pendapatan yang hilang
27. akibat penyerahan wilayah pesisir itu.
yèn panuju ing karsendra Silang pendapat Pangeran Mangkubumi
tuwan mundhuta sakêthi membuat sang Raja bingung memutuskan,
lamun botên makatêna kemudian meminta pendapat kedua patih
atis kraton nagri Jawi tentang pendapat Pangeran Mangkubumi ini.
siti Pajang Matawis
Bagêlèn tanapi Kêdhu
nyanggi pakaryan praja 29.
bau lumêbêt nagari samyatur tur sêmbah kewala
angladosi barang rèh karsa narendra andhêku pêpatih kalih
lir kadya konjêm pratala
“Kalau berkenan di hati paduka, Tuan sang nata sampun andugi
mintalah seratus ribu. Kalau tidak sekian itu dhawuh timbalan aji
rugi keraton negeri Jawa. Tanah Pajang kinèn mundura rumuhun
Mataram Bagelen dan Kedu akan memikul supadi bakit wawah
utaminipun pamikir
nêmbah mêdal sarêng wong agung têtiga

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 56

Mustahil ingat pernah mengalami celaka.


Semua hanya menghaturkan sembah saja, Seperti perkataan Pangeran, tak lumrah di
terdian kedua patih, menunduk ke tanah. Sang zaman sekarang, karena mengabaikan
Raja sudah menebak, kemudian menyuruh kebaikan keraton Jawa.
keduanya mundur agar timbul pikiran dan
saran yang lebih baik. Ketiganya menyembah Menurut Sindureja usulan Pangeran
dan keluar bersama. Mangkubumi tidak realistis, tidak mengingat
keadaan sekarang. Tidak melihat situasi yang
Kedua patih hanya tertunduk, tak mampu dihadapi keraton. Sang Raja yang terdesak
menanggapi pendapat sang Pangeran. perjanjian, dan harus menyerahkan pesisir, dan
Ketiganya lalu disuruh keluar dan berpikir sebagainya. Juga ada dosa-dosa Raja kepada
agar muncul saran yang lebih baik bagi negara, Kumpeni yang membuatnya bisa terdongkel
berkaitan dengan jumlah uang sewa yang akan kapan saja, seperti yang terjadi pada
diajukan ke Kumpeni. Amangkurat III. Semua itu tidak dilihat oleh
sang pangeran. Pangeran hanya memikirkan
tentang kebesaran kerajaan di Jawa. Abai
30. terhadap kenyataan bahwa negara harus
sapraptanira ing jaba berbaik-baik kepada Kumpeni.
Jêng Pangeran Mangkubumi
laju kondur maring wisma Jika demikian, mungkinkah Pangeran
sang mantrimuka kêkalih Mangkubumi tidak tahu permasalahan yang
kondur sarêng nèng margi membelit Raja sehingga sikapnya begitu
rêraosan kalihipun lemah dalam negosiasi tanah pesisir ini?
Dipati Pringgalaya
ngandika sarwi bêbisik
kadiparan rêmbage kangjêng pangeran
PUPUH 5: DHANDHANGGULA
Sesampainya di luar, Kanjeng Pangeran
Mangkubumi kemudian pulang ke rumah.
Kedua patih pulang bersama, di jalan mereka 1.
membicarakan peristiwa itu. Adipti kunêng Jêng Pangeran Mangkubumi
Pringgalaya berkata sambil berbisik, sapraptaning sana karêrônta
“Bagaimana usulan Kanjeng Pangeran tadi?” sri narendra timbalane
dènnya kakênan sampun
Ketika berada di luar ketiganya ternyata tidak ing upadi sadu mêmanis
berembug, malah saling berpisah. Pangeran dadya tansah anggagas
Mangkubumi pulang, sedangkan kedua patih paran wêkasipun
melah menggunjing usulan Pangeran karaton ing tanah Jawa
Mangkubumi. Pringgalaya bertanya kepada yèn pisaha kalawan tanah pasisir
Sindureja, perihal usulan itu. tan wande karepotan

31. Demikian, Kanjeng Pangeran Mangkubumi


mojar Dipati Sindurja sesampainya di tempatnya sangat susah hati.
yèn Pangeran Mangkubumi Sang Raja perintahnya sudah terkena upaya
ing galih tan angon môngsa bujukan manis, membuatnya selalu
mung ngèngêti agêng inggil memikirkan bagaimana akhir dari keraton
luhuring kraton Jawi Jawa. Kalau dipisahkan dari tanah pesisir
tangèh èngêt apêsipun pasti akan kerepotan.
lir rêmbuge pangeran Sepulangnya dari menghadap Raja sang
tan jamak tumrap ing mangkin Pangeran Mangkubumi sangat susah hati. dia
wit nirnakkên manise karaton Jawa sadar kalau sang Raja telah terkena bujukan
manis dari Tuan Gubernur Jenderal Kumpeni
Berkata Adipati Sindureja, kalau Pangeran itu. Hal itulah yang membuat Pangeran
Mangkubumi tak melihat situasi, hanya Mangkubumi selalu memikirkan bagaimana
mengingat kebesaran negara di Jawa.

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 57

nantinya kalau tanah pesisir terpisah dari


keraton. Tak urung akan sangat kerepotan. 4.
ingkang kalih abdi Sokawati
apêparab Dêmang Jayarata
2. ingkang dadya sisihane
putêk ing tyas sanityasa tistis Wirasêtika juluk
mangunêngi laladan tan arja Jêng Pangeran Amangkubumi
kang jumrunuh mring prajane dhawuhkên pangandika
dening mangunahipun bocah sun paring wruh
budi longok tan wrin ing wèsthi wingi ingsun ingandikan
satêmah bakal nistha pinaringan warta kalawan tinari
jênêngirèng ratu ing kangjêng sri narendra
ya ta wau jêng pangeran
animbali abdinipun para mantri Yang dua abdi dari Sukowati, bernama
catur pangajêngira Demang Jayarata, yang menjadi tandem dari
Wirasetika. Kanjeng Pangeran Mangkubumi
Keruh hati selalu sedih, memikirkan daerah berkata, “Wahai anak-anak, kuberitahu
yang tidak sejahtera, yang selalu merepotkan kemarin aku berbicara dan diminta pendapat
negara. Oleh kekuatan budi yang bodoh tak oleh Kanjeng sang Raja.”
mengetahui datangnya bahaya. Sehingga akan
nista nama baik Raja. Karena itu Kanjeng Dua orang pembantu berasal dari Sukowati,
Pangeran memanggil abdinya para mantri, bernama Demang Jayarata dan tandemnya
ada empat pemukanya. Wirasetika. Kelak Wirasetika ini kemudian
menjadi Tumenggung Rangga Prawiradirja I,
Hati Pangeran Mangkubumi sedih, selalu senapati Pangeran Mangkubumi yang amat
memikirkan daerah yang tak pernah sejahtera, terkenal, kakek buyut dari Ali Basah Sentot
selalu merepotkan negara. Oleh ulah seorang Prawiradirja, Komandan tertinggi Perang
yang berbudi bodoh tak mengetahui datangnya Jawa.
bahaya bagi negara. Pangeran Mangkubumi
merencanakan sesuatu untuk menyikapi 5.
perkara ini dengan meminta pendapat kepada jêng gurnadur minta wong pasisir
empat orang pemuka bawahannya. sri bupati sinêsêg wicara
satêmah anglilakake
dene pamêtunipun
3. wong Kumpêni ing sabên warsi
wong ing Kartasura ingkang kalih ngaturakên mring nata
mas Brêmara saking Kapurbayan kadi sabênipun
kang wus kanggêp suwitane Adipati Sindurêja
minôngka pinisêpuh tur rêmbuge mung rong lêksa sabên warsi
sinung aran Radèn Ngabèi Dipati Pringgalaya
Martawijaya sarta
juga rowangipun 6.
Sumatali kang sêsuta patang lêksa sabên-sabên warsi
pinaringan sêsêbutan Mas Ngabèi wong Kumpêni yêkti mung sumarah
Samadipura nama ing sadhawuh ngladèkake
dupi ingsun dinangu
Dari orang Kartasura yang kedua mas Breara ngong aturi mundhut sakêthi
dari Kapurbayan, yang sudah dinilai baik Sindurja Pringgalaya
pengabdiannya sebagai tetua dan diberi nama dinangu sang prabu
Raden Ngabei Martawijaya. Dan karone kinèn mikira
pembantunya Sumatali yang mempunyai anak prayogane ingkang dadi atur mami
diberi nama Mas Ngabei Samadipura. amung dhêku kewala
Dua abdi Pengeran Mangkubumi dari
Kartasura bernama Raden Ngabei Martawijaya “Kanjeng Gubernur minta tanah pesisir, sang
dan Mas Ngabei Samadipura. Raja didesak dalam perundingan sehingga

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 58

merelakan. Adapun hasilnya orang Kumpeni patih kalih turipun


setiap tahun akan memberikan kepada Raja mung kabêkta maras ing galih
seperti biasanya. Adipati Sindureja yèn kapêntog wicara
mengusulkan dua puluh ribu setiap tahun, dening jêng gurnadur
Adipati Pringgalaya empat puluh ribu setiap aywa kongsi antuk cêla
tahun. Orang Kumpeni hanya menurut sesuai tan rumêksa ngarah kacukup ing gusti
perintah siap menyetorkan. Aku menyarankan kang cakêp botên lôngka
untuk minta seratus ribu, Sindureja dan
Pringgalaya diminta pendapat tentang usulku “Duh, paduka sungguh benar kalau tanah
hanya diam terpaku saja.” sepanjang tepi laut sangat banyak hasilnya.
Dua patih pendapatnya hanya terbawa
Kepada empat orang pembantunya ini khawatir di hati kalau terpojok oleh Gubernur.
Pangeran Mangkubumi mengatakan perihal Jangan sampai mereka mendapat cela, tak
pertemuannya dengan Raja dan meminta saran menjaga agar tuannya kecukupan, yang bisa
masukan. Serta pendapat mereka tentang mencakup tidak langka.”
usulannya meminta bagi hasil atau sewa tanah
pesisir sebanyak seratus ribu kepada Kumpeni. Salah satu (Jayarata) menyatakan pendapat
Apakah usulan itu pantas, karena kok sangat bahwa usulan Pangeran itu benar, karena
jauh dari usulan Patih Sindureja dan daerah pesisir adalah daerah kaya. Kedua patih
Pringgalaya. mempunyai usul itu hanya kawatir kalau
diketahui oleh Gubernur maka akan mendapat
penilaian buruk. Memang pada waktu itu patih
7. mempunyai dua atasan, yakni Raja dan
pijêr minggu tan ngunjukkên pikir Kumpeni. Pastilah dua patih itu condong ke
katon sônggarunggine maringwang Kumpeni sehingga tidak berpihak ke tuannya,
sri narendra timbalane yakni sang Raja. Sehingga tidak terpikir
padha tinundhung mêtu bagaimana agar negara berkecukupan, padahal
kinèn mikir ingkang prayogi hal itu bukan sesuatu yang langka atau
lah sira rasakêna mustahil. Dengan kata lain kedua patih
kang kaya tur ingsun mempunyai usul konyol itu agar mendapat
lan ature Pringgalaya penilaian baik dari Kumpeni.
Sindurêja sira rani bênêr êndi
matur mantri sakawan
9.
Keduanya selalu diam tak mengeluarkan Rôngga Wirasêtika lingnyaris
pendapat. Terlihat kalau mereka inggih kakang Dêmang Jayarata
meragukanku. Sang Raja perintahnya agar nadyan kathah santanane
semua keluar untuk memikirkan mana yang sang nata sêmunipun
lebih baik. Nah sekarang pikirkanlah, seperti mung jêng gusti ingkang tinari
pendapatku atau seperti pendapat Pringgalaya tanapi pinarcayan
Sindureja, engkau katakan mana yang lebih iku têgêsipun
benar. Empat mantri kemudian berpendapat. baya pakewuhing praja
mung kang rayi ingandêl tinari-tari
Juga Sang Pangeran curhat tentang sikap angalang ngujurêna
kedua patih yang kelihatan tidak setuju dengan
usulan tersebut. Tampak di sini sang Pangeran Rangga Wirasetika berkata pelan, “Benar
bertindak bijak dengan meminta pendapat para kakak Demang Jayarata. Walau banyak
pembantunya perihal sikapnya terhadap Raja. kerabatnya sang Raja kelihatannya hanya
Empat pembantunya kemudian menanggapi bertanya kepada Kanjeng Gusti, hanya beliau
menurut pikiran masing-masing. yang dipercaya. Artinya bahaya dan kerepotan
negara hanya sang adik yang diandalkan dan
8. diminta pendapat bagaimana menempatkan
dhuh pukulun èstu lêrês gusti segala urusan.
tanah uruting têpi samodra Alang ujur adalah kiasan untuk menata negara,
akathah kabandarane sebaiknya bagaimana cara menatanya.

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 59

Menurut Wirasetika, kalau dilihat masih Mereka sekarang menganggap sama saja,
banyak saudara Raja yang lain, masih ada apakah barang bagus atau kurang bagus.
sembilan orang yang menyertai Raja dan Namun sikap yang revolusioner terjadi dalam
mereka semua bisa ditanyai, tetapi yang diri mereka. Keperwiraan dan tekad mereka
diminta pendapat hanya Pangeran kuat, mereka tidak punya rasa takut, sungguh
Mangkubumi, karena sang Pangeranlah yang penuh anugrah dari Tuhan Yang Maha Suci.
dapat diandalkan.
12.
10. lama-lama sêngkakêna malih
ing samêngko sanak Sukawati jro tyasira supaya dadia
sayêktine kakang Jayarata nagara prajurit gêdhe
kudu salin pambêkane munjuli prawiranung
tinuman mèn kalantur ing Madura lan Surawèsthi
gêdhèkakên tyase pribadi wêwinih kaprawiran
ingkang darbe curiga saking karsa prabu
pangaji nêm suku de gusti mung têlung nambang
cipta arêga limalas tinêmpuhkên bot repoting tanah Jawi
tumbak rêga nêm jampêl ciptanên sami pratôndha yèn karasa
yèn pangaji sadaya
“Lama-lama disegerakan lagi, dalam hati
“Di zaman sekarang saudara dari Sukowati, supaya menjadi negera dengan prajurit
sesungguhnya, Kak Jayarata, harus berubah banyak. Melebihi dalam keperwiraan dari
wataknya, terbiasa sehingga menjadi-jadi, Madura dan Surabaya. Benih keperwiraan
menuruti kehendak sendiri. Yang mempunyai dari kehendak sang Raja, karena Gusti hanya
keris seharga enam suku, dianggap seharga diberi tiga ribu tapi diserahi tanggung jawab
limabelas. Tombak seharga enam jampel pun segala kerepotan di tanah Jawa. Ini pertanda
seharga dihargai sama.” kalau merasakan.”
Menurut Wirasetika orang-orang Sukawati Kalau sikap para penduduknya seperti itu,
sekarang telah berubah dalam mensikapi harta lama-lama mereka akan menjadi negara besar
benda, mereka tak lagi silau dengan nilai dan kuat seperti Madura dan Surabaya. Dua
barang keduniawian. Ini terjadi sejak Sukowati wilayah itu sudah terkenal sejak dahulu
dipimpin Pangeran Mangkubumi, pasca sebagai daerah yang kuat dan orang-orangnya
direbut dari Tumenggung Martapura. pemberani. Yang merebut kembali keraton
Kartasura dari tangan Mas Garendi adalah
orang-orang Madura dipimpin Cakraningrat
11. IV. Kelak Sukowati akan menjadi seperti
sabuk solok dèn anggêpa sami itulah kalau penduduknya berani dan pasrah
kalawan sabuk cindhe jalamprang kepada Tuhan Yang Maha Suci.
wong kang darbe picis sêtèng
nganggêp reyal sapuluh Sekarang benih-benih itu sudah ada di bawah
dèn tuwajuh anrus ing batin pimpinan Pangeran Mangkubumi. Karena sang
anon mungsuh sanambang Pangeran juga seorang yang berhati tulus dan
ciptanên mung satus berani. Tidak telalu pamrih kepada keduniaan.
santosaning tekadira Hanya memperoleh 3.000 cacah sebagai
lamun ora kumêdhèp yêkti sinung sih lungguh tanggung jawab Pangeran
nugrahaning Hyang Suksma Mangkubumi teramat besar dan mengatasi
segala kerepotan tanah Jawa.
“Sabuk solok dianggap sama dengan sabuk
cinde jalamprang. Yang mempunyai uang
emas 5 koin dianggap sepuluh real. 13.
Tawajjuhlah tumus ke batin, melihat musuh pra santana sêsanga kang maksih
seribu anggaplah seratus. Kuatkan tekadmu, têka amung jêng gusti kewala
kalau tidak takut sungguh dilimpahi kasih dan kang tinari esuk sore
anugrah Tuhan Yang Maha Suci.” kinathik siyang dalu

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 60

dening raka sri narapati jêng pangeran angandika aris


yèku panggawe gawat hèh ta dêmang lawan sira rôngga
abot yèn dinulu bangêt panarimaningong
ènthèng lamun linampahan tanapi mring sirèku
dèn tumitih ing titahira Hyang Widi Martajaya dèn angantêpi
luhur kalawan andhap apa sasêdyanira
kang wus sira wuwus
“Para kerabat sembilan yang masih datang ingsun ngèstrèni kewala
hanya Kanjeng Gusti saja, yang diajak lamun têmên-tinêmênan ing sakapti
sebagai pertimbangan pagi dan petang, dening Kang Murbèng Jagad
bahkan sampai malam oleh kakak sang Raja.
Itu pekerjaan yang penuh bahaya, berat kalau “Kanjeng Pangeran berkata pelan, “Wahai
dilihat, ringan kalau dilaksanakan.” Demang dan engkau Rangga. Sangat-sangat
terima kasihku dan juga kepada engkau
Dari sembilan saudara Raja, hanya pangeran Martajaya, engkau mantap dalam
Mangkubumi saja yang masih mau datang kehendakmu. Apa yang sudah kalian katakan
membantu Raja. Mau diajak bertukar pikiran, aku menyaksikan saja. Kalau sungguh-
pagi maupun petang. Itu sungguh pekerjaan sungguh akan dikabulkan oleh Yang
yang beresiko, amat berat kalau dilihat, tetapi Menguasai Jagad.”
ringan dilaksanakan oleh Pangeran.
Pangeran Mangkubumi sangat berterima kasih
kepada para pembantunya yang telah memberi
14. masukan. Semua yang mereka katakan sang
lamun têmên ora kêna gingsir Pangeran hanya akan menyaksikan saja,
cêndhak dawa yèku wus tinitah kalaupun nanti sungguh-sungguh terlaksana.
ing manusa mung antêpe
puji minôngka paju Sungguh ini adalah sikap yang elok dari
panglêpasing papa prihatin Pangeran Mangkubumi, tidak menjadi besar
budi kang sinêmbadan kepala dipuji oleh anak buah tetapi hanya
anjajah tuwajuh menganggapnya sebagai masukan saja.
tan kumêdhèp barang karya Bahkan kemudian dia menasihati kepada para
sakaryane dêdana dinadak dadi pembantunya untuk bersikap sewajarnya.
pusaka pangawasa Inilah nasihat itu.

“Kalau sungguh-sungguh tidak berubah,


pendek atau panjang itulah yang sudah 16.
ditetapkan. Manusia hanya mantap dalam doa wêwêkas ingsun mring sira sami
sebagai penuntun lepasnya penderitaan. Budi nadyan silih anggêdhèkkên manah
yang sentosa tawajjuh, mantap tak takut aywa gumunggung anggêpe
melakukan segala pekerjaan. Semua pekerjaan adiguna adigung
menjadi pegangan bagi penguasa.” awit iku wisaning urip
marma ywa kongsi pêgat
Kalau bersungguh-sungguh takkan berubah, marsudi mrih ayu
hanya masalah waktu saja, segera atau nanti. ayu mring sabarang polah
Manusia yang mantap dalam doa sebagai polah ingkang mamrih sampurna ing budi
penuntun agar terlepas dari derita, mantap budi mring karaharjan
hatinya tak takut sembarang pekerjaan pasti
akan menjadi pegangan kelak kalau berkuasa. “Pesanku kepada engkau semua, walau sudah
membesarkan hati, jangan sombong dalam
Kalau menurut Wirasetika, apa yang dilakukan sikap, pamer kepandaian, pamer kekuatan,
oleh sang Pangeran sudah merupakan tanda- karena itu racun kehidupan. Karenanya
tanda bahwa beliau mempunyai karakter jangan sampai putus berlatih mencapai
seorang pemimpin, entah kapan hal itu kebaikan, baik dalam segala perilaku, perilaku
terlaksana. Hanya Tuhan yang tahu. yang membuat budi sempurna, budi yang
menuju kesejahteraan.”
15.

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 61

Pangeran justru berpesan walau sekarang têtumanên dimèn lêstari


sudah mencapai kebesaran dan kekuatan lebih lêstarine sampurna
dari para kerabat Raja yang lain, tetapi jangan sampurnaning kawruh
sombong dan pamer kekuatan, pamer kawruh marang kauwusan
kepandaian dan pamer kebesaran. Karena itu karakêta marang tingal kang sajati
semua racun kehidupan. Teruslah berlatih jati-jatining tunggal
memperbaiki diri, berperilaku yang membuat
budi sempurna, budi yang menuju “Dan selalu patuhilah jangan sampai lupa,
kesejahteraan. Menjauhi sikap pengecut dan hadapkan penyembahanmu kepada Yang
penakut. Kalau kelak dibutuhkan maka mental Maha Suci, ketahuilah kepada akhirnya, akhir
kita sudah siap sedia, tidak akan takut lagi. dari setiap makhluk. Biasakan agar lestari,
langgeng sempurna, sempurna dalam
pengetahuan. Pengetahuan tentang yang
17. sudah-sudah, dekatkan kepada yang sejati,
utamane wong tinitah urip ialah sejatinya Yang Satu.”
dèn abisa angenaki manah
marang sapadha-padhane Bait ini mengandung anjuran untuk tidak
pêpadhane tumuwuh berpikir pendek, tetapi wawasan harus jauh ke
angêkèhna panggawe bêcik depan, sampai pada akhir dari setiap kejadian.
luwês manis ing basa Juga anjuran untuk selalu mendekatkan diri
basukining têmbung kepada Tuhan. Ini penting karena orang yang
bungaha kang padha myarsa mampu dekat dengan Tuhan akan terjadi
gêgulangên ing siyang pantara ratri perubahan dalam dirinya ke arah kebaikan. Bit
ciptanên ing wardaya berikutnya memperjelas maksud bait ini.

“Utamanya orang menjadi manusia, yang bisa


menyenangkan hati, kepada sesama, sesama 19.
makhluk. Memperbanyak perbuatan baik, yèn wus tunggal dèn maksih kêkalih
luwes, manis dalam bahasa, memakai kêkalihe gusti lan kawula
perkataan yang selamat. Menjadi senang yang lair kalawan batine
mendengar, berlatihlah di siang dan malam, yèku upamanipun
tanamkan dalam hati.” yèn wus têpung lair lan batin
kadi wrêksa candhana
Utamanya seroang manusia itu kalau bisa ambune atêrus
menyenangkan sesama manusia. Bukan berarti wangi ing jaba jro ngambar
menjilat, tetapi mampu membawa diri dengan ngambar-ambar wignya babar ujar bêcik
cara yang elok, baik ketika menerima atau rêricikaning raga
menolak. Sikap ini disebut karyenak tyasing
sasama. “Kalau sudah menyatu sebenarnya masih dua,
yakni Gusti dan kawula. Lahir dan batinnya
Juga hendaknya selalu memperbanyak seumpamanya. Kalau sudah bertemu lahir dan
perbuatan baik. Luwes dalam sikap, manis batin, seperti kayu cendana, baunya wangi
dalam perkataan, dengan kata-kata yang tembus dari dalam keluar semerbak mewangi.
selamat sehingga senang yang mendengar. Sudah diketahui pasti akan menyebarkan
Kalau kita lihat Pangeran Mangkubumi adalah kebaikan, dengan rincian perbuatan.”
pejuang yang tangguh dan pemberani, tetapi
sikap dan perkataannya tetap baik. Kita akan Kalau sudah bersatu dengan Tuhan, bukan
belajar dari riwayat beliau dalam serat Babad berarti menjadi satu, tetaplah dua, yakni Gusti
Giyanti ini. dan kawula. Namun akan terjadi perubahan
paa orang itu, laksana seperti kayu cendana.
Yakni kayu yang baik dalam maupun luarnya
18. mengeluarkan bau harum. Maknanya orang
lan dèn kèsthi aywa kongsi lali yang telah dekat dengan Tuhan akan mampu
madhêp manêmbahira ing Suksma bersikap baik secara lahir dan batin, dalam
wruha marang wêkasane setiap perbuatannya.
wêkasaning tumuwuh

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 62

Bait ini dan beberapa bait berikutnya risang kalih mantrimuka


mengandung kesamaan redaksional dengan sapraptaning loji sampun apêpanggih
beberapa bait dari Suluk Residriya. lan jêng gurnadur jendral

Demikian Pangeran Mangkubumi selesai


20. berbicara dengan para punggawa. Berganti
lamun sira wus wignya ngrêricik Kanjeng Sang Raja, mengenai bagi hasil dari
jro tyasira saliring prakara pesisir di setiap tahun. Tidak mau memakai
nora samar kahanane saran dari Pangeran Mangkubumi, malah
anane barang laku saran Sindureja yang dipakai, hanya dua
laku ingkang sira lakoni puluh ribu tiap tahun. Sudah mengutus kepada
yèku janma utama patih membawa surat sang Raja dengan
dene wus amêngku pernyataan permintaan bagi hasile kepada
wêwêngkone jagad raya Kanjeng Gubernur. Sang Raja tidak memberi
barang lair mung jumrunuh anututi tahu kepada sang adik. Singkat cerita kedua
dadi sasêdyanira patih sudah sampai di Loji dan bertemu
dengan Kanjeng Guberbur Jenderal.
“Kalau engkau sudah pandai dalam merinci
pebuatan baik, dalam hatimu semua perkara Demikian sang Pangeran Mangkubumi
tidak akan samar keadaannya. Adanya semua memberi wejangan kepada keempat punggawa
perbuatan, perbuatan yang engkau lakukan, setianya. Sekarang berganti dengan ceritera di
itulah perbuatan manusia utama. Adapun keraton, Sang Raja sudah memutuskan berapa
kalau sudah menguasai, wilayah jagad raya, besar uang bagi hasil tanah pesisir yang
semua yang lahir hanya meminta untuk diajukan kepada Kumpeni. Dan ternyata sang
mengikuti, semua kehendakmu.” Raja tidak memakai masukan dari Pangeran
Mangkubumi, malah memakai usulan
“Kalau sudah paham dalam merinci perbuatan Sindureja yang sangat minimal. Benar feeling
baik tadi, maka dalam keadaan apapun takkan Pangeran Mangkubumi bahwa ia akan
lagi samar. Pasti akan jelas sikap seperti apa ditinggalkan oleh sang kakak, Sang Raja yang
yang seharusnya diambil. Kalau sudah dihormatinya.
demikian maka seakan apa yang ada di jagad
ini akan mengikuti langkahmu. Energi kosmos
akan berpihak padamu, meringankan jalanmu, 23.
membantu kerepotanmu.” wusing jawat asta sang dipati
gya ngaturkên nawalèng narendra
tinampèn tinupiksa ge
21. jêng tuwan suka langkung
kunêng Jêng Pangeran Mangkubumi duk anuksma raosing tulis
putus rêmbage pratiwa wadya aris kang pangandika
gantya kangjêng sang pamase anêdha satuhu
bab ing pamêdalipun rad Kumpêni ing India
wong pasisir ing sabên warsi mring andika risang kalih nindyamantri
datan karsa ngagêma enggaling tampi sêrat
pangeran turipun
turing Dipati Sindurja 24.
kang dhinahar mung rong lêksa sabên warsi pratelaning pamêdal mantêsi
wus ngutus mring apatya mangke kula ayun uningaa
sang nata pintên kadange
22. Pringgalaya umatur
mundhi nawala jêng sri bupati ingkang sêpuh kantun satunggil
kanthi sêrat pratelaning cacah Pangeran Danupaya
pasisir ing pamêdale dene ingkang wolu
dhumatêng jêng gurnadur prasami anèm sadaya
sri bupati tan paring uning Jêng Pangeran Ariya Adinagari
mring kang rayi pangeran nuntên Adiwijaya
wau lampahipun

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 63

26.
Setelah jabat tangan sang Adipati segera Buminata lawan Singasari
menghaturkan surat dari Raja, diterima dan pulunan nata kang dadya mêngsah
dibaca cepat. Kanjeng Tuan sangat suka Mangkunagara lan Pamot
ketika membaca isi yang tertulis, pelan dia prasamya ngrisak dhusun
berbicara, “Sangat menerima para Dewan angrêriwut têtiyang alit
Hindia kepada Anda berdua Patih. Dalam jêng tuwan ngungun myarsa
meminta bagi hasil sangat pantas. Sekarang angandika arum
saya ingin tahu Sang Raja berapa dyan dipati pra santana
saudaranya?” Pringgalaya menjawab, “Yang ingkang trêsna tan kesah saking nagari
sudah tua tinggal satu Pangeran Danupaya, andika saenana
adapun yang delapan semua masih muda.
Pangeran Arya Adinegara, kemudian “Kemudian Pangeran Mangkubumi, kemudian
Pangeran Adiwijaya. Pangeran Arya Rangga, Kanjeng Pangeran
Mataram, Pangeran Selarong, Pangeran
Tuan Jenderal merasa sangat suka atas Panular, dan lagi Pangeran Bei. Saudara tua
permintaan bagi hasil itu. Tentu saja karena sang Raja yang berputra ada lagi yang
jumlahnya yang minimal itu, hanya seperlima menjadi musuh, yang dua berdiri di Gunung
dari usulan Mangkubumi. Tampaknya Tuan Sembuyu. Pangeran Buminata dan Singasari.
Gubernur mengetahui bahwa hilangnya tanah Pangeran Mangkunagara dan Pangeran
pesisir akan membuat kas negeri Surakarta Pamot, semua merusak desa, merecoki wong
bobol. Untuk itu dia bermaksud memantau cilik.” Kanjeng Tuan heran mendengar,
keadaan, agar tidak terjadi gejolak. Dia kemudian berkata manis, “Kepada raden
meminta informasi kerabat Raja yang adipati dan kerabat yang tidak pergi dari
memegang peran penting di kerajaan, siapa negeri Anda berbaiklah kepada mereka.”
saja mereka. Dan Pringgalaya tanpa menutupi
mengatakan keadaan yang sebenarnya. Kemudian Pangeran Mangkubumi, nama
kecilnya Raden Mas Sujana, putra dari istri
Kerabat terdekat atau saudara Raja yang tua selir Mas Ayu Tejawati. Kemudian Pangeran
atau kakak Raja tinggal satu, yakni Pangeran Arya Rangga, nama kecil Raden Mas Surata,
Danupaya. Nama kecilnya Raden Mas putra dari selir Mas Ayu Werdiningsih, kelak
Sudiman, putra dari selir Raden Ayu Retnadi. berganti nama Pangeran Cakranegara.
Sementara kakak Raja yang lain sudah keluar Kemudian Pangeran Arya Mataram, nama
dari istana dan memberontak. Sedangkan adik- kecilnya Raden Mas Pamade, putra dari istri
adik Raja masih ada delapan. Antara lain, padmi Kanjeng Ratu Kadipaten, kelak
Pangeran Adinegara. Nama kecilnya Raden bernama Pangern Buminata. Kemudian
Mas Utara, putra dari istri selir Mas Ayu Pangeran Arya Selarong, nama kecilnya Raden
Gandaarum. Kemudian ada Pangeran Mas Yadi, putra dari selir Mas Ayu Mundri.
Adiwijaya, nama kecilnya Raden Mas Subekti, Kemudian Pangeran Panular, nama kecilnya
putra dari istri selir Raden Ayu Pandansari, Raden Mas Geter, putra dari istri selir Raden
pernah memakai nama Pangeran Arya Pamot. Ayu Pandansari. Yang terakhir Pangeran
Ngabehi.
25. Saudara tua sang Raja ada pula yang menjadi
nulya Jêng Pangeran Mangkubumi musuh, yakni Pangeran Buminata dan
gya Jêng Pangeran Ariya Rôngga Pangeran Singasari. Keduanya anak dari
Jêng Pangeran Matarame Kanjeng Ratu Kadipaten, mereka menggelar
Pangran Slarong rinipun pasukan di Gunung Sembuyu. Ada pula anak
Jêng Pangeran Panular malih dari Pangeran Arya Mangkunagara, yakni
Pangran Bèi pulunan Pangeran Adipati Mangkunagara atau Raden
kadangipun sêpuh Mas Said dan Pangeran Pamot. Keduanya juga
sang nata ingkang pêputra memberontak.
wontên malih dados mêngsah ingkang kalih
madêg ardi Sêmbuyan Tuan Gubernur merasa heran mengapa banyak
yang memberontak, lalu berkata kepada kedua
patih, “Kepada para adipati dan kerbat yang

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 64

masih setia, hendaklah bersikap baiklah Yang tiga orang itu adalah, Pangeran
kepada mereka.” Adinegara, Pangeran Arya Mataram dan
Pangeran Mangkubumi. Yang terakhir paling
banyak, sampai 3000 cacah. Sangat timpang
27. dengan kerabat Raja yang lain. Dia sudah
dupi midhangêt Dyan Adipati seperti raja saja, dan sangat dikasihi oleh sang
Pringgalaya suka jroning nala kakak.
de antuk marga sêdyane
Sindurêja jumurung
sigra Pringgalaya Dipati 29.
umatur mring jêng tuwan jêng pangeran ingkang madanani
dhuh kangjêng gurnadur pra santana Pangran Dinagara
kadang santana narendra lênggahe sabin cacahe
kang nèng nagri samya kirang dharing sabin mung sèwu gangsal atus
mung têtiga kang cêkap lan Pangeran Arya Matawis
kang lênggah cacahira
“Ketika mendengar Raden Adipati sèwu kawan atus
Pringgalaya senang dalam hati, karena Pangran Rônggadiwijaya
mendapat jalan memenuhi kehendaknya. gangsal atus lênggahe pangran nyatunggil
Patih Sindureja pun mendukung. Segera dene para pangeran
Adipati Pringgalaya melapor kepada Kanjeng
Tuan, “Duh Tuan Gubernur, saudara kerabat 30.
Raja yang masih di negeri semua kurang jatah ingkang sami sinung lênggah siti
tanah garapan. Hanya tiga orang yang namung nigang atus ingkang mratah
mendapat cukup.” marma langkung musakate
kang tan cêkap dharipun
Ketika mendengar saran Gubernur itu aprasasat tan darbe abdi
Pringgalaya merasa senang, karena mendapat pantês wontên kang mêdal
jalan untuk mencurahkan keinginan wit saking ngêlalu
terpendamnya. Segera dia melancarkan tipu tan bangkit lamun umiyat
muslihatnya dengan melaporkan kepada Tuan mring Pangeran Ariya Amangkubumi
Gubernur, “Duh Tuan Gubernur, saudara Raja kang agung tanpa timbang
yang masih tersisa di negeri ini, semua
mendapat jatah tanah yang kurang. Hanya tiga “Kanjeng Pangeran yang hampir menyamai
orang yang mendapat jatah tanah yang cukup.” adalah Pangeran Adinegara tanahnya seribu
limaratus cacah, Pangeran Arya Mataram
28. tanahnya seribu empat ratus cacah. Pangeran
Adinagara Arya Matawis Ranggadiwijaya lima ratus, hanya seorang ini
lurah santana sabinnya kathah saja. Adapun pangeran lainnya jatah tanahnya
Mangkubumi katigane hanya masing-masing tiga ratus yang umum.
punika kang linangkung Maka sangat menderita mereka, yang tak
tigang èwu cacahe sabin cukup untuk makan, bahkan tak punya
tan wontên tumimbanga pembantu karena tak punya hasil cukup.
para kadang prabu Pantas ada yang memberontak karena sangat
pangeran wus kadya raja iri tapi tak bisa melawan pada Pangeran Arya
awibawa winongwong jêng sri bupati Mangkubumi, yang kekuasaannya tanpa
kalangkung kinasihan tanding.”
Pada bait ini Pringgalaya menghasut Baron
“Adinegara, Arya Mataram, dan pemuka van Imhoff bahwa salah satu penyebab para
kerabat yang ketiga adalah Mangkubumi. pangeran memberontak adalah Raja tidak adil
Itulah yang tanahnya paling banyak, ada tiga dalam memberi jatah tanah garapan. Terlebih
ribu cacah. Tidak seimbang dengan kerabat kepada Pangeran Mangkubumi yang jatahnya
Raja yang lain. Pangeran itu sudah seperti teramat luas, sehingga menimbulkan iri hati di
raja, berwibawa disegani oleh sang Raja, dan kalangan pangeran lain.
sangat dikasihi.”

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 65

33.
31. ingkang kathah pangran ukur urip
jêng gurnadur jendral tanya malih mung nêsêgi lêlurung kewala
Pangran Mangkubumi karta jaman anggêdhèkakên angkuhe
ing nguni pintên sawahe kala jêngkar sang prabu
Pringgalaya turipun sami nungkul Sunan Garêndi
mung nêmatus cacahing sabin tyas kêkês lir wanudya
wit saking kinasihan tan wirang ing kalbu
ing raka sang prabu Pangran Mangkubumi tobat
marma sarwa kinacekan botên sotah nungkul dhatêng Sunan Kuning
sayêktine kacèke kapati-pati milalu mring Samarang
jendral nolih ngandika

32. 34.
hèh Gêndhorop apa ta sayêkti lan malihe tanah Sukawati
yèn sanyata pagene bineda tigang nambang nguni rinayudan
kumêndhan alon ature Martapura sabalane
pukulun milanipun Kumpêni pra tumênggung
kinacekan lawan sêsami sabên ngungsir prangnya kalindhih
awit kangjêng pangeran dupi pangran tumêdhak
kangge karyanipun mêngsah kapalayu
putus pangolahe praja marma tanah Sukawatya
cukup cakêp barang rèh karyaning aji pinaringkên môngka ganjaran narpati
môngka gul-aguling prang gènnya mungkasi karya

Kanjeng Gubernur bertanya lagi, “Pangeran “Kebanyakan pangeran nunut hidup, hanya
Mangkubumi ketika jaman dulu di Kartasura memenuhi tempat saja, membesarkan
berapa tanahnya?” Pringgalaya menjawab, kesombongan. Ketika sang Raja pergi, semua
“Hanya enam ratus cacah. Karena dikasihi menyerah kepada Sunan Garendi, hatinya ciut
Raja, sang kakak, lalu dilebihkan. Sebenarnya seperti wanita, tak malu di hati. Pangeran
kelebihannya sangat jauh.” Jenderal menoleh Mangkubumi tak mau menyerah kepada Sunan
dan berkata, “Hai Hohendorff, apa benar Kuning, pilih pergi ke Semarang. Dan lagi
demikian, mengapa dibedakan?” Komandan ketika tanah Sukowati tiga ribu cacah ketika
berkata pelan, “Dilebihkan dari sesama dikuasai Martapura dan pasukannya, kumpeni
karena Kanjeng Pangeran karena sebagai dan para tumenggung setiap akan mengusir
imbahan kemampuannya mengelola kerajaan, selalu kalah. Ketika Pangeran Mangkubumi
menyelesaikan semua pekerjaan Raja dan turun musuh lari, maka tanah Sukowati
diandalkan sebagai senapati perang.” diberikan sebagai hadiah dari Raja karena
merampungkan masalah.”
Baron van Imhoff bertanya mengapa Pangeran
Mangkubumi bisa mendapat jatah begitu Selain peran Pangeran Mangkubumi yang
besar. Dua jawaban diperoleh dari dua pihak sangat vital di keraton dan sudah terbukti
berbeda. Pihak keraton diwakili Pringgalaya cakap, ada alasan lain di balik besarnya jatah
dan didukung oleh Sindureja mengatakan hal tanah garapan. Bumi Sukowati yang semula
itu karena pangeran dikasihi Raja. Tetapi dikuasai Tumenggung Martapura hanya dapat
pihak Kumpeni dari Baron von Hohendorff ditaklukkan oleh Mangkubumi. Maka sekalian
justru menjawab lebih masuk akal, yakni Sukowati diserahkan kepadanya sebagai tanah
karena peran besar Mangkubumi sebagai garapan. Keberanian Mangkubumi dalam
administrator dan senapati perang. Jika dilihat membela Raja memang juga sangat timpang
justru jawaban Pringgalaya sangat subyektif dengan perilaku para pengeran lain yang
dan tidak berdasar. Sementara Hohendorff seolah hanya menumpang hidup saja.
tampak mencoba untuk meluruskan. Hohendorff mencoba meyakinkan bahwa
besarnya tanah Pangeran Mangkubumi pantas
untuknya.

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 66

praptèng ngarsa prabu


35. matur solahing dinuta
jêng gurnadur angandika aris lan wêlinge jêng gurnadur mring apatih
dhingin iku ngungsi mring Samarang mangkana aturira
duk Kartasura bêdhahe
bênêr gêdhe tyasipun “Adapun surat permintaan bagi hasil sudah
nanging rada kakehan thithik saya terima, sangat-sangat berterimakasih
lah iya dadak apa saya atas besarnya kebaikan sang Raja.” Dua
dèn êlong rongèwu patih sudah ke depan, berjabat tangan dan
karia sèwu kewala keluar pura. Sesampai di hadapan Raja
yèn anglurug sayêkti kanthi Kumpêni melapor hasil mengantar surat dan pesan-
lan sagung pra dipatya pesan dari Gubernur disampaikan kepada
Raja.

36. Gubernur merasa sudah selesai urusannya dan


samya ngiring Pangran Mangkubumi menutup pembicaraan itu. Kedua patih
dadya amung nindhihi kewala kemudian menghadap Raja untuk melaporkan
lah dyan dipati kalihe hasil pertemuan, termasuk pesan Gubernur
dika matur sang prabu soal tanah garapan Mangkubumi tadi.
kula ingkang tur pamrayogi
sabinipun dèn longa 38.
ingkang kalih èwu dhuh pukulun kangjêng sri bupati
kantuna sèwu kewala kaki paduka jêng tuwan jendral
ingkang kalih èwu dèn wêwahna maring kala wau apitakèn
punggawa pra santana pra pangeran sadarum
sabinipun sawiji-wiji
Kanjeng Guberbur berkara pelan, “Dulu itu amba matur prasaja
mengungsi ke Semarang ketika Kartasura ing sawontênipun
hancur, memang berani tekadnya, tetapi agak sabinipun rayi tuwan
kebanyakan tanahnya itu. Tidak apalah kalau Jêng Pangeran Mangkubumi dèn wastani
dikurangi dua ribu jadi tinggal seribu saja. kêkathahên piyambak
Kan waktu menumpas pemberontah juga
membawa Kumpeni dan para Adipati. Jadi 39.
Pangeran Mangkubumi hanya memimpin saja. marma pun kaki wau mêmêling
Dan dua patih bicaralah dengan sang Raja, tur prayogi ing jêng sri narendra
saya yang memberi saran agar tanahnya mugi dèn longa lênggahe
dikurangi dua ribu, tinggal seribu saja. Yang kakantuna kang sèwu
dua ribu dibagi kepada para punggawa dan ingkang kalih èwu dèn turi
kerabat.” mundhut winêwahêna
Namun rupanya penjelasan Hohendorff sudah mantri myang panèwu
terlambat, Gubernur terlanjur termakan miwah sagung pra pangeran
muslihat Pringgalaya. Dia memutuskan untuk ingkang taksih sakêdhikên dharing sabin
mengurangi jatah tanah garapan Pangeran duk midhangêt sang nata
Mangkubumi. Dan hal itu menjadi usulan
resmi kepada sang Raja. “Duh paduka Raja, kakek paduka Kanjeng
Tuan Jenderal tadi bertanya para pangeran
semua berapa jatah tanahnya satu per satu.
37. Hamba berkata apa adanya sesuai kenyataan.
de pratelan sampun kula tampi Tanah adik paduka Kanjeng Pangeran
sakalangkung ing panuwun kula Mangkubumi di anggap terlalu banyak.
gêngipun kadarman katong Karena itu sang Kakek tadi menyarankan
kalih sang mantri ngayun kepada paduka sang Raja agar dikurangi
tur sandika jawat astamit tanahnya menjadi seribu. Yang dua ribu
laju tumamèng pura disarankan diserahkan kepada mantri dan

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 67

panewu dan segenap pangeran yang jatahnya Komandan pelan berkata, “Memang semua
masih sedikit.” Sang Raja mendengarkan masih di depan Gubernur. Sialnya kedua patih
dengn seksama. tak mau menutupi tentang adik paduka. Ketika
saya ditanya saya juga sudah mengatakan
Kedua patih melaporkan apa adanya mengenai kalau Pangeran Mangkubumi selisih jauh
pertanyaan Gubernur soal soal pembagian tanahnya karena dari kedudukan sebagai
tanah seperti di atas, dan saran dari Gubernur senapati. Tetap menjadi pilihan bagi negara di
untuk sang Raja. dalam membina para prajurit. Dan
menghadapi musuh empat pangeran tak
40. kerepotan, kalau terlalu banyak lawan baru
ruwêt rêntêng jroning tyas tan sipi meminta bantuan Kumpeni, hanya sepuluh
sigra dhawuh patih sigra mêdal orang saja.”
tur sêmbah lèngsèr kalihe Sang Raja sangat pusing memikirkan usulan
saking ing ngarsa prabu Gubernur Jenderal itu, mengapa sampai keluar
sri narendra sigra nimbali usulan yang lebih bersifat sebagai perintah itu.
mayor wus malbèng pura Dia kemudian menyuruh kepada kedua patih
jawat asta sampun untuk keluar dan memanggil Hohendorff
sri naranata ngandika sebagai langkah cross check. Dari Hohendorff
hèh ta adhi sira mau apa uning kemudian Raja tahu bahwa awal mula usulan
kalane kaki jendral Gubernur tersebut atas provokasi Pringgalaya.
Walau Hohendorrf sudah mencoba
41. menjelaskan duduk perkaranya dengan terang,
angrasani dhimas Mangkubum tetapi Gubernur sudah termakan laporan
tuwan kumêndhan alon turira Pringgalaya tersebut, dan keluarlah usulan itu.
pan sami taksih wontêne
ing ngarsa jêng gurnadur
tiwasipun pêpatih kalih 43.
tan purun ngalingana nanging jêng tuwan sampun nuruti
mring rayi pukulun aturipun sang mantri wasesa
sarêng ulun tinakenan de wus kalêbêt galihe
inggih matur mila Pangran Mangkubumi Pringgalaya kang rêmbug
kaot sabine kathah amba ugi dipun dhawuhi
sabinipun ri tuwan
42. kêkantuna sèwu
awit saking pangeran prajurit dene yèn wontên lurugan
têtêp dadya kanthining nagara rayi tuwan taksih anyenapatèni
ing aprang pilih bobote sang nata duk miyarsa
wantêr atêguh timbul
titih lamun amangun jurit
mungsuh pangran sakawan 44.
tan kewran ing tangguh saya putêk raosing kang galih
kalamun kathahên lawan ngandikalon adhi kayaparan
gya utusan nêdha bantu mring Kumpêni têka mangkono dadine
mung sadasa kewala tuwan kumêndhan matur
saupami pêpatih kalih
Dalam hati sang Raja merasa sangat sulit dan asèndhèn ing kawula
repot, tak ingin berlarut-larut segera èstu bangkit matur
memerintahkan kedua patih keluar. Dengan ngalingi rayi paduka
menyembah kedua patih mundur dari hadapan ing têtêpe Jêng Pangeran Mangkubumi
sang Raja. Sang Raja segera memanggil kadi kang wus kalampah
mayor, sesudah masuk ke pura, bersalaman,
sang Raja berkata, “Wahai adikku, engkau “Tetapi Kanjeng Tuan sudah mendengar
tadi apakah mengetahui ketika Kakek Jenderal laporan kedua patih dan sudah masuk ke
membicarakan Adik Mangkubumi?” Tuan dalam hatinya apa yang dikatakan

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 68

Pringgalaya, luas tanah juga diperintahkan


untuk dikurangi tinggal seribu, tetapi kalau
ada musuh datang adik paduka masih disuruh
menjadi senapati.” Sang Raja ketika
mendengar makin merasa gelap hatinya,
katanya,” Adik, mengapa demikian jadinya?”
Tuan Komandan berkata, “Kalau saja kedua
patih menyerahkan kepada saya, pasti saya
akan menutupi, sehingga kedudukan Pangeran
Mangkubumi tetap sediakala.”
Setelah mendengar penuturan Hohendorff sang
Raja menjadi tahu bahwa semua kekacauan ini
adalah ulah Pringgalaya yang juga didukung
Sindureja. Setelah kemarin memberikan
usulan yang membuat Pangeran Mangkubumi
kecewa, sekarang mengungkit tanah garapan
yang dianggap terlalu luas. Entah apa jadinya
nanti kalau Pangeran Mangkubumi tahu. Raja
pun dibuat pusing dengan ulah patihnya ini.
Bahkan Hohendorff yang seorang Kumpeni
pun tidak seperti itu kelakuannya.

45.
ulun sampun amrih ngati-ati
pitakenan tan dhawah kawula
mring Pringgalaya dhawuhe
dene ta pênêdipun
ri paduka tuwan timbali
sang nata andhawuhna
ngêlong sabinipun
yèn sampun kalingan warsa
sapêngkêring jendral pinaringkên malih
ywa kongsi don asmara

“Saya sudah berusaha berhati-hati, tapi


pertanyaan tidak ditujukan kepada saya,
kepada Pringgalaya pertanyaannya. Untuk
menyapih keadaan, adik paduka dipanggil
saja dan diberitahu kalau tanahnya dikurangi.
Kalau sudah berlalu tahun, sepulang Jenderal
diberikan lagi, jangan sampai kecewa
hatinya.”
Untuk keluar dari kemelut ini Hohendorff
mempunyai saran yang dirasa paling tepat
untuk saat ini. Tanah pangeran Mangkubumi
dikurangi saja dahulu, setelah keadaan lewat
beberapa saat nanti dipulihkan kembali. Dia
yakin akan kepatuhan Pangeran Mangkubumi
yang begitu setia kepada Raja, pasti akan
menerima keputusan ini dengan lapang dada.
Inilah terobosan yang dirasa akan
menyelesaikan masalah untuk saat ini.

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 69

sayêkti kurang prayoga

Kanjeng Pangeran Mangkubumi segera masuk


pura, sudah dekat di hadapan sang Raja.
BAGIAN 5 Berkata sang Raja, “Adiku aku memberimu
kabar. Jangan susah hatimu, pasrahlah
PANGERAN MANGKUBUMI MÊDAL kepada kehendak Tuhan. Jenderal memberi
SAKING NAGARI usul kepadaku untuk mengurangi tanahmu
yang dua ribu cacah, hingga menyisakan
seribu cacah saja. Engkau sebagai kerabat
(PANGERAN MANGKUBUMI KELUAR
pilihan, kalau aku tidak melaksanakan tentu
DARI NEGARA)
kurang baik.”
Akhirnya keluar juga perintah Raja kepada
Pangeran Mangkubumi sesuai saran Gubernur
PUPUH 6: ASMARADANA Jenderal. Padahal tempo hari Wirasetika sudah
mengatakan kalau jatah tanah pangeran yang
3000 cacah itu tidak seimbang dengan peran
1. dan tanggung jawab yang diemban di keraton.
ngandika sri narapati Ini kok malah mau dikurangi menjadi
lah adhi sira mêtua sepertiganya. Ini kok malah mau dikurangi?
yayi mas sun timbalane
wuse mayor jawat asta
4.
saksana amit mêdal
mayor mau sun timbali
dupi pukul pitu dalu
ature duk kaki jendral
ingkang rayi tinimbalan
andangu mring patih karo
cacah lungguhira sawah
Berkata sang Raja, “Nah adik sekarang
miwah sakadangira
engkau keluarlah dan Adik Pangeran akan
Pringgalaya ingkang matur
kupanggil.” Setelah jabat tangan, segera
prasaja saananira
permisi keluar. Ketika pukul tujuh malam sang
adik dipanggil menghadap.
5.
Tampaknya sang Raja akan memakai saran mayor angungun kêpati
Hohendorff, maka segeran dipersilakan upama jendral têtanya
Komandan itu untuk bertugas kembali. Pukul marang Si Mayor Hondhorop
tujuh malam sang Pangeran Mangkubumi ature nêdya dèn arah
dipanggil menghadap. aywa kongsi ngêlonga
yayi kang dadya lungguhmu
dene rêmbuge kumêndhan
2.
Jêng Pangeran Mangkubumi “Mayor sudah saya panggil untuk mengetahui
agêpah gya manjing pura kejadian ketika Jenderal bertanya tentang
wus marêk byantara katong tanah garapanmu dan saudaramu.
ngandika sri naranata Pringgalaya mengatakan apa adanya. Mayor
yayi sun asung warta kaget karena jika bertanya kepada Mayor
aja susah tyasirèku pasti akan diarahkan agar jangan sampai
sumaraha takdiring Hyang mengurangi tanah garapanmu. Karena hal itu
sudah terjadi, Komandan punya usul.”
3.
jendral tur prayoga mami Raja mencoba menerangkan asal-muasal
angêlonga lungguhira datangnya perintah pengurangan tanah garapan
ingkang rongèwu cacahe ini. Bahwa Pringgalaya lah yang menjadi
karia ingkang sanambang sebab karena tak mampu menjelaskan duduk
santana miji sira perkara yang sebenarnya. Namun Pangeran
upama sun tan mituhu Mangkubumi yang ketika diminta pendapat

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 70

soal besar sewa tanah sudah menasihati Raja ing labêt kang tan arja
agar jangan terlalu menurut kepada Gubernur awit paduka pukulun
jelas takkan mudah menerima hal itu. lawan rad pêni India

9.
6. sabadan sakulit daging
mêngko prayoga nuruti upami tan mituhua
karsane gurnadur jendral mindhak kirang utamane
gampang yèn wus saungkure tuwan ingkang nêtêpana
sêdhênge kalingan warsa balung sungsum Walônda
sun balèkkên mring sira dene kawula pukulun
ora owah cacahipun tan nêdya durakèng raja
maksih ganêp têlung nambang
“Hanya membuang satu telur, seberapa
7. kehilangannya. Supaya paduka Raja jangan
narimaa bae dhingin sampai terkena kesalahan saya, karena nanti
ywa kongsi dadya tyasira bisa berakibat tidak baik. Karena antara
pangeran sêrêt ature paduka dan Dewan Hindia, sudah seperti kulit
rèhne karsane narendra daging. Seandainya tidak patuh, menjadi
amba datan suwala kurang utama. Paduka hendaknya menepati
nanging ta prayoginipun sebagai satu tulang dan sumsum dengan
kawula paduka bucal Belanda. Adapun saya paduka, tak hendak
bermaksud durhaka kepada raja.”
“Yang terbaik menurut kehendak Gubernur
Jenderal, nanti gampang kalau sudah berganti Pangeran Mangkubumi meminta ijin untuk
tahun aku kembalikan kepadamu tidak minta diri, tidak lagi bergabung dengan sang
berubah jumlahnya, masih genap tiga ribu Raja, agar sang Raja tidak ikut menanggung
cacah. Terimalah dahulu saja, jangan sampai kerepotan dan menjadi serba salah. Kemarin
menjadi kekecewaanmu.” Pangeran berat soal besar nilai bagi hasil pesisir toh Raja juga
menjawab, “Kalau sudah demikian kehendak sudah mengabaikan sarannya. Jadi lebih baik
Raja, hamba tidak membantah. Namun lebih untuk keharmonisan hubungan Raja dan
baik kalau saya dibuang saja.” Kumpeni apabila dirinya tak di keraton.
Bukankah bagi Raja Kumpeni lebih layak
Apalagi kalau perintah itu hanyalah wujud mendapat prioritas?
ketakutan Raja kepada Gubernur. Mencoba
menelikung Gubernur dengan pura-pura
mengurangi, kemudian nanti diberikan lagi. Ini 10.
kebijakan raja pengecut. Raja cap opo ikiii??? mung nêdya papa prihatin
Kira-kira begitulah. paduka anglilakêna
dèn eklas ing lair batos
Namun karena sang Pangeran adalah seorang kang raka duk amiyarsa
perwira yang sangat mendahulukan carocosan kang waspa
keutamaan, maka dia lebih baik bersikap yang trênyuh ing tyas amargiyuh
jelas, tidak selintutan dan tidak membebani ketang trêsnane mring kadang
orang lain. Kalaupun keberadaannya di
keraton hanya menjadi klilip bagi sang Raja, “Hanya hendak menderita dan prihatin,
dan hanya mengganggu keharmonisan Raja paduka ijinkanlah dengan ikhlas lahir dan
dengan Kumpeni dia tidak keberatan untuk batin.” Sang kakak ketika mendengar
keluar dari negeri Surakarta, bahkan dibuang airmatanya mengalir deras. Terharu dalam
sekalipun. hati, karena sangat cintanya kepada saudara.
Raja sangat sedih mendengar tekad Pangeran
8. ngicalakên dhog satunggil Mangkubumi seperti itu. Oleh karena
pintên banggi manggih gêsang mengingat rasa cinta kepada sang adik yang
supadi paduka katong telah setia menemaninya dalam duka dan
sampun ngantos kalepetan derita beberapa tahun terakhir ini.

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 71

satupun keluar ucapan mencegah apalagi


11. sebuah keputusan yang berani. Lemah!
kang dadya woding panggalih
amung sajuga punika
kang kênèng tinaros-taros 13.
barang rèh ingêring praja sri bupati ngandikaris
ambêk santa budiman pan sarwi anênggak waspa
môngka bêbokong prajagung adhuh yayi kaya priye
pikuwating kraton Jawa rèhning wus kêncêng sêdyanta
sun jurung puja arja
Yang menjadi angan-angan dalam hati hanya mugi winongwong Hyang Agung
seorang inilah, yang bisa diminta pendapat ingsun sung pamugut trêsna
sembarang perkara kenegaraan. Berwatak
bersih berhati baik, dapat diandalkan sebagai 14.
penyokong seluruh negara, memperkuat gawenên sarana yayi
keraton Jawa. asung sandhang lawan boga
ing wadyabalanta kabèh
Juga dalam hati selalu terpikirkan peran yang arta têlung èwu reyal
sang adik mainkan untuk kelangsungan dinasti saksana wus tinampan
Mataram. Tanpa sang adik sebagai penasihat kang rayi umatur nuwun
dan tameng dalam medan peperangan gya nguswa padèng rakendra
Surakarta akan lemah. Sang adiklah yang
mampu menyelesaikan banyak tugas dan Sang Raja berkata pelan dengan menahan air
hambatan keraton Jawa. Tanpanya keraton mata, “Duh adikku, seperti apa pun, kalau
akan condong, tak dapat berdiri tegak. sudah kuat tekadmu, aku hanya mendorong
dengan doa kebaikan. Semoga diridhai Tuhan
Yang Agung. Aku memberimu tanda kasih,
12. bawalah untuk sarana memberi sandang
dangu sang nata tan angling pangan kepada pasukanmu semua, uang tiga
jêng pangran umatur nêmbah ribu real.” Setelah diterima, sang adik
ulun nuwun lilah katong menghaturkan terima kasih, dan menyembah
sumêdya tilar nagara kepada sang kakak.
nyarêngi angkatira
benjang-enjang jêng gurnadur Yang keluar justru air mata yang mengalir
amerang miyat ing janma deras. Sebuah penyesalan yang belum
terlambat, tetapi memang bukan itu
Lama sang Raja tak bicara, Kanjeng keputusannya. Sekarang kita tahu betapa sang
Pangeran menghaturkan sembah, “Saya adik yang setia dan mencurahkan pikiran,
mohon ijin paduka hendak meninggalkan tenaga dan nyawa hanya dihargai seperti ini,
negara, besok pagi-pagi bersamaan dengan kalah oleh desakan Kumpeni.
keberangkatan Kanjeng Gubernur, malu kalau
diketahui orang. Raja kemudian memberi sang adik bekal untuk
mandiri di luar. Bisa ditebak kalau sang adik
Sang Raja bingung antara mengijinkan atau akan ikut memberontak seperti halnya saudara
mencegah sang adik pergi. Toh setelah lama lain yang diluar, dan masih diberi bekal 3.000
menimbang yang keluar bukan sebuah real? Bagaimana ini bisa terjadi?
keputusan. Sang Raja tak mampu mengambil
keputusan sendiri. Ketika diminta tanah pesisir
dia tunduk kepada van Imhoff, ketika bicara 15.
masalah besar uang bagi hasil dia tunduk waspanya pangran drês mijil
kepada Sindureja dengan dua puluh ribu tur sêmbah mijil sing pura
usulannya, dan ketika diminta mengurangi praptane padalêmane
tanah garapan Mangkubumi dia tunduk lagi dhawuh samêkta mring bala
pada van Imhoff. Sekarang dihadapannya sang nanging tan kawistara
adik hendak pergi melangkah keluar, tak kunêng wau jêng gurnadur
wusnya jangkêp pitung dina

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 72

Mataram kalih tut wuntat


16.
gènnya anèng Sala nagri 19.
pinutus kèhe wicara Dyan Tumênggung Rajaniti
sampun amit ing sang katong Tumênggung Jayawitana
Dyan Dipati Pringgalaya gumuruh swaraning kang wong
Dipati Sindurêja wadya pasisir nèng wuntat
tumutur ing jêng gurnadur punggawa Surakarta
kanthi kang para bupatya môncanagara nèng ngayun
17. lan kalih sang mantrimuka
pasisir môncanagari
miwah bupati jro praja Gubernur berangkat dari negeri, sangat besar
akêbut prasamya dhèrèk penghormatan baginya, tidak ada beda ketika
ingkang kantun têngga praja dia datang. Keluar dari dari tanah Mataram
amung ing sawatara menuju Banyumas, karena itu dua bupati di
tabuh pônca wancinipun Mataram mengikuti di belakang. Raden
anuju ing ari Tumpak Tumenggung Rajaniti dan Tumenggung
Jayawitana. Bergemuruh swara orang-orang,
Air mata sang Pangeran deras keluar, pasukan pesisir di belakang, punggawa
menghaturkan sembah dan keluar dari pura, Surakarta di depan dengan dua orang patih.
sesampai di kediamannya segera
memerintahkan bersiap-siap kepada pasukan. Gubernur kembali ke Batavia lewat Mataram,
Tetapi tidak sampai terlihat. Ganti yang kemudian melalui Banyumas dan terus ke
diceritakan, Kanjeng Gubernur sudah genap barat, kemudian menuju pelabulan Tegal. Di
tujuh hari di negeri Sala. Sudah tuntas yang sepanjang rute perjalanan daratnya kembali
dibicarakan, sudah berpamitan kepada Raja. para punggawa Surakarta mengikuti seperti
Raden Adipati Pringgalaya dan Adipati karnaval. Dipimpin dua patih gedibalnya yang
Sindureja mengikuti Kanjeng Gubernur, sangat setia, Gubernur pelesiran di sepanjang
disertai para bupati pesisir dan mancanegara, jalan menikmati keindahan tanah jajahan.
serta bupati dalam keraton. Berebut semua
ikut, yang tinggal di keraton hanya beberapa. 20.
Pukul lima waktunya, di hari Sabtu. wau Pangran Mangkubumi
Tetapi yang akan terjadi tetap terjadi. Sampai wanci bangun nis sing praja
sang Pangeran Mangkubumi keluar pura tak nyarêngi jendral bidhale
juga tangan sang Raja mencegah. Hatinya sagarwa kawula warga
lebih takut dengan Gubernur Jenderal rêreyongan lampahnya
dibanding dengan akibat yang akan timbul kapungkur srining prajagung
belakangan. agung kasangsayèng marga

Akhirnya tiba saat Gubernur Jenderal Ganti cerita, Pangeran Mangkubumi waktu
meninggalkan Surakarta. Dia adalah orang fajar sudan keluar dari negeri, bersamaan
kuat, bukan karena besarnya angkatan perang dengan keberangkatan Jenderal. Dengan istri
yang dia kuasai, bukan pula karena kekayaan dan para pasukan beriringan jalannya, sudah
yang dia pegang. Dia kuat karena telah terlewat kotanegara, sangat besar penderitaan
menguasai hati Raja, membangkitkan di jalan.
ketakutan akan hilangnya tahta.
Lain cerita dengan Pangeran Mangkubumi
18. yang telah bertekad untuk keluar dari keraton.
gurnadur bidhal sing nagri Di saat yang sama dengan Gubernur yang
agêng pakurmatanira keluar dengan megah, Pangeran keluar dengan
datan pae lan rawuhe senyap. Dia tahu akan menempuh perjalanan
miyos ing tanah Mataram berat dan perjuangan yang memerlukan
laju anjog Toyamas kegigihan. Dan dia mampu melakukan itu
marmanya bupatinipun dengan spontan, tanpa keraguan, tanpa pikir
panjang. Selama kurang dari dua malam dia

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 73

telah menyiapkan semuanya. Sebuah Di negeri Mataram, bekas keraton lama


keputusan yang keluar dari pribadi yang tegas sebelum keraton pindah ke Kartasura dahulu.
dan tangguh, tanpa rasa takut akan kehilangan. Ada kerabat yang memberontak namanya
Raden Mas Guntur atau sekarang bergelar
Pangeran Suryadikusuma. Ketika ada
21. rombongan Gubernur lewat dengan pasukan
wus lêpas lampahing margi besar, gerombolan Raden Mas Guntur ini
pangeran sakulawarga kemudian bubar dan lari ke gunung.
miwah sawadyabalane
sapraptaning Sukawatya
pinêthuk abdi desa 24.
lajêng pacak barisipun gurnadur prapta Matawis
anèng Pandhak Karangnôngka makuwon jroning Ngayogya
tigang dalu ing lamine
Sudah berlalu perjalanannya, Pangeran umiyat labêting kitha
sekeluarga dan para balatentara sudah pasar gêdhe ing karta
sampai di Sukowati. Dijemput oleh abdi di Palèrèt samya dinulu
desa dan menggelar pasukan di Pandak lajêng mariksa samodra
Karangnangka.
25.
Sudah lepas dari negeri sang Pangeran sakiduling nuswa Jawi
Mangkubumi, dia kemudian membuat markas wusnya nutug gènnya miyat
di Sukowati sambil menyusun rencana ke wangsul mring Ngayogya manèh
depan. Kita tinggalkan dahulu untuk mengikuti jêng tuwan ngungun tumingal
perjalanan sang Jenderal, seorang yang tanah saening tanah Yogya
Jawa berada dalam jentikan jemarinya. ri sampuning tigang dalu
budhal saking ing Mataram
22.
kunêng nagari Matawis Gubernir sampai di Mataram mendirikan
wontên santana angraman markas sementara di Yogya, tiga malam
nèng gunung Gamping barise lamanya melihat-lihat dalam kota, pasar
wus kathah gêgamanira gedhe di Karta, Pleret sudah dilihat, kemudian
Dyan Mas Guntur kang nama melihat-lihat pantai, bagian selatan pulau
sampun asilih jêjuluk Jawa. Sesudah tuntas dalam melihat-lihat
Pangran Suryadikusuma kembali lagi ke Yogya. Kanjeng tuan heran
melihat keindahan tanah Yogya, setelah
23. selesai tiga malam lalu berangkat dari
putraning pangeran bèi Mataram.
Ngabèi Dèn Mas Sudira Yogya yang dilihat-bukanlah keraton Yogya
duk myarsa ing lampah gêdhe yang kita ketahui sekarang, tetapi keraton lama
jendral mêdal ing Mataram peninggalan Raja Mataram tempo dulu di
bubar larut sasaran Karta dan di Pleret. Seperti yang kita ketahui
lumajêng Radèn Mas Guntur bahwa pertama kali keraton Yogya berdiri di
anusup ing wanapringga Kotagedhe dengan Raja Panembahan Senapati.
Kemudian pindah ke Karta di zaman Sultan
Ganti cerita, di negeri Mataram ada kerabat Agung, dan terakhir pindah ke Pleret di bawah
yang memberontak di gunung Gamping Raja Raja Amangkurat I. Sebelum akhirnya
barisannya. Sudah banyak senjatanya, pindah jauh ke Kartasura di zaman Raja
namanya Raden Mas Guntur yang sudah ganti Amangkurat II. Di Kartasura sempat agak
nama bergelar Pangeran Suryadikusuma, lama dan mengalami pergantian beberapa
anak dari Pangeran Bei, Ngabei Raden mas penguasa, Amangkurat II, Amangkurat III,
Sudira ketika mendengar ada rombongan Pakubuwana I, Mangkurat Jawi dan
perjalanan Jenderal melalui Mataram bubar Pakubuwana II, dan kemudian pindah ke
tercerai-berai, lari Raden Mas Guntur
menyusup ke hutan.

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 74

Surakarta setelah diobrak-abrik pemberontak sampun satunggal punika


Cina di bawah pimpinan Raden Mas Garendi. ing manah wus karasa
yèn èstua dados mungsuh
Gubernur Jenderal menyempatkan diri pasthi yèn awrat sinôngga
melihat-lihat bekas peninggalan keraton lama
dan sangat kagum dengan keindahan alam di Lalu kemudian melapor ke Loji, Komandan
Yogya. Setelah tiga hari kemudian kaget mendengarnya. Tuan Mayor Hohendorff
meneruskan perjalanan melalui Banyumas segera masuk ke pura, sesudah menghormat
(Toyamas). kepada sang Raja memberi tahu lolosnya sang
adik dan tentaranya. Sudah sampai di Pandak
26. Karangnangka, lalu menggelar barisan. Sang
gantya kang winarnèng tulis Raja berkata pela, “Adik apa yang akan kau
nagari ing Surakarta katakan?” Hohendorff berkata pelan, “Kalau
wusnya têrang pamyarsane bagi saya, walau sudah banyak saudara Raja
sira Kyai Saradipa yang meninggalkan negara tetapi kalaupun
lolosipun pangeran yang lain, jangan sampai yang satu ini. Dalam
sarêng lawan jêng gurnadur hati saya sudah merasakan kalau sungguh-
wanci bangun saha bala sungguh menjadi musuh pasti sangat berat
dihadapi.”
Ganti yang diceritakan, di negeri Surakarta Yang kaget justru Mayor Hohendorff dan ini
sudah terdengar kabar oleh Kyai Saradipa sangatlah aneh. sang Raja sendiri tidak kaget
tentang lolosnya Pangeran Mangkubumi karena sudah tahu. Namun kita akan segera
bersamaan dengan berangkatnya Kanjeng tahu bahwa Hohendorrd layak merasa kaget,
Gubernur Jenderal, di waktu fajar dengan kecewa dan menyesalkan.
pasukannya.
Kalau keraton lemah, Hohendorff yang akan
Di Surakarta berita keluarnya Pangeran repot. Itu sudah dibuktikan ketika dia harus
Mangkubumi dari keraton sudah menyebar. jungkir balik ke Ponorogo menyelamantkan
Kyai Saradipa tergopoh-gopoh akan melapor Raja. Hampir pasti kalau Pangeran
ke atasan. Tetapi siapa yang akan kaget? Mangkubumi akan melakukan perlawanan,
dan tugasnyalah untuk memadamkannya. Dia
27. akan berhadapan langsung dengan Pangeran
laju tur uning mring loji tangguh itu di medan perang, jelas dia sudah
kumêndhan ngungun miyarsa ngeri duluan.
Tuwan Mayor Hogêndhorop
nulya malêbèng jro pura 30.
wus tundhuk lan sang nata lan malihipun rêspati
tur uninga lolosipun ngladosi karsa narendra
ingkang rayi saha bala kinathik kêni tinaros
dadya kanthining nagara
amba datan kaduga
28. tiyang Jawi tatanipun
sampun praptèng Sukawati kolunya karya piala
anèng Pandhak Karangnôngka
laju umadêg barise 31.
sri narendralon ngandika sampun tumrap para gusti
adhi kaya pa sira kadange kang madêg nata
Hogêndhorêp lon umatur yèn pantêsa kinarya won
inggih yèn mênggah kawula sanadyan kônca kewala
inggih botên prayoga
29. lamun kinaryaa dudu
nadyan kathah kadang aji mayor sarwi sarikutan
kang sami tilar nagara
nanging kalamun liyane

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 75

“Dan lagi sangat baik melayani kehendak wong Jawa iki ora
Raja, dan juga dapat ditanya sebagai teman wong bêcik-bêcik satuhu
dalam mengelola negara. Hamba tak menduga têka jinegal warasan
orang Jawa tega membuat fitnah. Jangankan
kepada para tuan-tuan saudara Raja, kalau “Aku ini Pak, orang kulit putih, tapi tak
pantas dibuat buruk, walau teman saja tidak berniat berbuat buruk kepada orang kulit
baik kalau diperlakukan seperti itu.” Mayor merah, malu kepada Tuhan Pak. Orang Jawa
tangannya bergerak mengusap air mata. itu ada orang sungguh baik-baik kok tega
dijegal dengan dingin.”
Namun yang tidak kita sangka ternyata
Hohendorff menyimpan simpati yang tulus Dalam benak Hohendorff yang njawani, dia
kepada nasib Pangeran Mangkubumi. Orang pun takkan setega itu kepada orang Jawa yang
sebaik itu harus terusir dari istana, sungguh tak baik dan berjasa seperti Mangkubumi. Kok
adil pikirnya. orang Jawa sendiri mampu melakukan
perbuatan nista seperti itu?
32.
ngusapi waspa drês mijil 35.
sênggruk-sênggruk aturira Jêng Pangeran Mangkubumi
dhuh sang nata ing samangke sajinis kang duwe praja
kecalan gul-agul praja tur abêcik pambêkane
saking during punggawa ing pikir tinari kêna
duk punika Dyan Tumênggung ing prang putus ing gêlar
Tohjaya sumiwèng nata wantêr titi tatag tangguh
golèki wong kaya apa
33.
kumêndhan nolih sarya ngling “Kanjeng Pangeran Mangkubumi seperti
hèh bapak Panji Tohjaya orang yang mempunyai negara ini, dan baik
saking gunging sungkêm ingong wataknya. Dalam pikiran dapat dipakai
lan nata tan nêdya pisah pertimbangan, dalam perang dapat
nanging kaya mibêra diandalkan, mantap, teliti, tabah dan tangguh.
marang langit raganingsun Mau cari orang seperti apa?”
tan bangkit miyat wong Jawa
Sedangkan orang yang difitnah adalah orang
Mengusap air mata yang deras mengalir serta baik yang sangat setia dan patuh kepada
terbata-bata perkataannya, “Duh sang Raja negara, tidak berkianat atau membuat rugi.
sekarang kehilangan andalan negara, dari Lalu orang seperti apa yang pantas tinggal di
perbuatan buruk punggawa.” Ketika itu Raden keraton Surakarta yang adiluhung ini? Begitu
Tumenggung Tohjaya juga menghadap Raja, burukkah sikap orang Jawa terhadap teman
Komandan menoleh dan berkata, “Hai Pak sendiri?
Tohjaya karena sangat hormat saya kepada
Raja tak ingin saya berpisah, tetapi seperti 36.
ingin terbang rasanya raga saya ini ke langit nauri Tumênggung Panji
karena tak ingin melihat orang Jawa.” Tohjaya hèh tuwan aja
Sampai-sampai hampir putus asa Hohendorff padha wong Jawa kowe wor
menyikapi keadaan ini. Begitu teganya orang lamun kaya Si Tohjaya
Jawa menjerumuskan bangsa sendiri, kerabat tobat agawe ala
Raja pula. abang putih kulit iku
ana bêcik ana ala

34. Menjawab Tumenggung Panji Tohjaya, “Hai


ingsun bapak kulit putih tuan jangan disamakan semua orang Jawa
ora niyat gawe ala yang kau kenal. Kalau seperti si Tohjaya ini
marang wong abang kulite kapok berbuat buruk kepada orang lain.
merang marang Gusti Allah

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 76

Orang kulit merah, kulit putih itu ada yang


baik ada yang buruk!”
Tumenggung Tohjaya mengingatkan kepaa
Hohendorff bahwa tidak semua orang Jawa
seperti itu. Setiap bangsa ada yang baik ada
yang buruk, baik Jawa atau Belanda sama
juga.

37.
apan sarwi briga-brigi
kumêndhan sigra ngrêrêpa
lah ya bapak kowe bae
kinathik marang sang nata
ywa kaya Pringgalaya
Ki Tohjaya manthuk-manthuk
nora niyat pêpucungan

Dengan salah tingkah, Komandan meminta


maaf, “Lah iya Bapak, engkau saja yang
percaya kepada Raja, jangan seperti
Pringgalaya!” Ki Tohjaya mengangguk-
angguk, tak berniat berbantahan.
Hohendorrf menyadari dan berharap agar
Tohjaya tidak berlaku seperti itu. Percayalah
kepada Raja dan jangan berwatak seperti
Pringgalaya. Tohjaya mengangguk, entah
karena setuju atau hanya untuk menyenangkan
hati. Nyatanya Pringgalaya tak ada yang
mampu mendongkel kedudukannya sampai
bertahun-tahun ke depan.

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 77

Sang Raja mengerti kegundahan hati


Hohendorff. Mencoba meredakan kegalauan
komandan serdadu Belanda yang telah
dianggap adik itu. Sementara biarkanlah
BAGIAN 6 dahulu Pangeran Mangkubumi, biarkan agar
kemarahannya reda. Tidak perlu disusul atau
MADÊG BARIS WONTÊN ING dikirim surat. Pada saatnya nanti Raja sendiri
PANDHAK KARANGNÔNGKA, NGALIH yang akan mengirim utusan. Mayor mengerti
DHATÊNG GÊBANG, LAJÊNG AJAK- dan minta pamit, membawa hati yang galau.
AJAK PANGERAN MANGKUNAGARA
SARTA SULTAN DHANDHUN 4.
MARTÈNGSARI SUPADOS KÊMPAL jro tyasipun agung dènnya wayang-wayung
kang tilar nagara
(MENGGELAR BARISAN DI PANDAK Jêng Pangeran Mangkubumi
KARANGNANGKA, BERALIH KE kang ngadêgkên baris Pandhak
GEBANG, LALU MENGAJAK Karangnôngka
PANGERAN MANGKUNAGARA DAN
SULTAN DANDUN MARTENGSARI Dalam hatinya sungguh besar kerepotannya,
SUPAYA BERGABUNG) yang sedang meninggalkan negara, Kanjeng
Pangeran Mangkubumi yang menggelar
barisan di Pandak Karangnangka.

PUPUH 7: POCUNG Ganti yang diceritakan, tentang perjalanan


Pangeran Mangkubumi yang telah sampai di
Pandak, Karangnangka. Serombongan sangat
kerepotan di jalan, seperti karnaval mereka
menuju ke tempat yang belum pasti. Satu-
1. satunya tempat yang mungkin didiami adalah
sang aprabu pangandikanira arum tanah Sukowati, tempat Pangeran mempunyai
adhi sira aja wilayah dan pembantu. Di sanalah sementara
age-age anututi Pangeran membuat markas, untuk menyiapkan
kirim tulis angrêrapu mring ari mas langkah selanjutnya.
2.
Mangkubumi maksih kabranang tyasipun 5.
manawa wus lêjar wus amupus andêrpati ciptanipun
barêng lan utusan mami dadya amêmacak
yèn ing mêngko mundhak nênangi bramatya patinggi ing Sukawati
ingkang bêcik-bêcik kinarya punggawa
3.
mayor dhêku tabe pamit sarêng mêtu Sudah pasrah bertekad dalam angannya akan
lan Panji Tohjaya memasang para pembesar di Sukawati, yang
kalihe wus praptèng jawi baik-baik akan dijadikan punggawa.
kunêng malih gantya ingkang winursita
Zaman dahulu sistem wilayah tidak sama
Sang Raja berbicara manis, “Adik engkau dengan zaman modern. Mataram adalah
jangan segera menyusul kirim surat untuk negara agraris yang sebagian besar ekonomi
membujuk-bujuk kepada adikku, Pangeran ditanggung oleh pajak hasil bumi atau bulu
Mangkubumi masih terbakar hatinya. Nanti bekti. Sebuah daerah sepenuhnya berada di
kalau sudah reda hatinya bersama dengan tangan para pemegang lungguh (apanage) dan
utusanku. Kalau sekarang nanti malah melihat semua penduduk di daerah itu tunduk
orang marah-marah.” Mayor menunduk kepadanya. Daerah Sukowati adalah apanage
bersalaman dan pamit keluar dengan Panji Pangeran Mangkubumi maka ketika Pangeran
Tohjaya. Keduanya sudah sampai diluar, bertekad mandiri seluruh daerah itu pun siap
sekarag ganti yang diberitakan. tunduk di bawah kekuasaannya. Maka

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 78

Pangeran bersiap membentuk pemerintahan di Selain empat yang telah kita kenal ada lagi, Ki
Sukowati dengan mengambil pembesar dari Martatruna menjadi Tumenggung Brajamusti,
Sukowati dan punggawa setianya yang ikut adinya menjadi Tumenggung Brajadenta,
dari Surakarta. Sebagai gaji mereka tentu seorang Bekel diangkat menjadi Tumenggung
diambil dari tanah di Sukowati, dengan bagian Ranadiningrat.
sesuai porsi masing-masing.
10.
6. wontên malih wong kalang ingkang
nadyan sajung yèn bêcik dadya tumênggung jinunjung
Dyan Martawijaya kinarya punggawa
Samadipura Ngabèi ugi apangkat bupati
Rôngga Wirasêtika samya pinacak nama Radèn Tumênggung Sutadipura

7. 11.
punggawagung namung namane lastantun malihipun Natasingron mantrinipun
Dêmang Jayarata pinacak punggawa
sampun jinunjung kang linggih sarta sinungan kêkasih
sinung nama Dyan Tumênggung Jayadirja nama Radèn Tumênggung Rêksanagara

Walau satu jung kalau baik menjadi Ada lagi orang kalang yang diangkat sebagai
Tumenggung, Raden Martawijaya, Ngabei punggawa, juga berpangkat bupati dengan
Samadipura, Rangga Wirasetika semua nama Raden Tumenggung Sutadipura. Dan
dipasang sebagai pembesar, namanya tetap lagi Natasingron mantri dipasang sebagai
dilestarikan. Demang Jayarata sudah diangkat punggawa serta diberi nama Raden
pada kedudukan dengan nama Raden Tumenggung Reksanagara.
Tumenggung Jayadirja.
Ada lagi orang kalang, yakni ahli membuat
Beberapa nama di atas adalah punggawa yang bangunan, diangkat menjadi Tumenggung
dekat dengan Pangeran yang tempo hari telah Sutadipura. Natasingron diangkat menjadi
dipanggil dan dimintai pendapat. Ada empat Tumenggung Reksanagara
orang, Raden Martawijaya, Ngabei
Samadipura, Rangga Wirsetika, dan Demang
Jayarata yang namanya diganti Raden 12.
Tumenggung Jayadirja. amangsuli kôndha kang sampun kapungkur
Radèn Martapura
Paridan namanya alit
8. duk kasor ing aprang anèng Sukawatya
wong panajung Ki Martatruna jinunjung
bupati ingaran 13.
Dyan Tumênggung Brajamusthi Jêng Pangeran Mangkubumi ingkang mukul
kadangipun ran Tumênggung Brajadênta Radèn Martapura
nêdya mantuk mring nagari
9. Garobogan nanging datan kalampahan
bêkêl gunung panèkêt rupane bagus
bêkêl pangalusan Mengulang cerita yang sudah berlalu, Raden
jinunjung pangkat bupati Martapura, Paridan nama kecilnya, yang
nama Radèn Tumênggung Ranadiningrat kalah perang ketika di Sukowati dahulu.
Kanjeng Pangeran Mangkubumi yang dulu
Orang Pananjung Ki Martatruna diangkat mengalahkan Raden Martapura, kemudian
sebagai bupati dengan nama Raden akan pulang ke negeri Grobogan tetapi tak
Tumenggung Brajamusti, saudaranya terlaksana.
bernama Tumenggung Brajadenta. Bekel
gunung paneket wajahnya tampan, bekel Raden Martapura yang dahulu menguasai
pangalusan diangkat sebagai bupati bernama Sukowati dan melawan kepada Pakubuwana
Raden Tumenggung Ranadiningrat. II, setelah dikalahkan Pangeran Mangkubumi

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 79

hendak kembali ke daerah asalnya, Grobogan. bingung karena tak dapat pulang, tanpa tempat
Tetapi niat itu tak dapat dilaksananakan. tinggal kemudian dia pergi ke Semarang,
hanya dengan kerudung sarung.
14.
awit kitha Garobogan wus karêbut 18.
kumêndur Samarang tan ana wruh yèn Martapura anamur
malah mantune pribadi akêkêthon abang
Martapura kang anama Pulangjiwa sade dara lawan pitik
kang tumingal dèn nyana êncik kewala
15.
dèn puk-ipuk marang ing tuwan kumêndur 19.
tinanêm Grobogan pra bupati kinèn ngubrês mring kumêndur
dèn êbang lungguh bupati amung Garobogan
dimèn purun nyêpêng Radèn Martapura kang tansah dèn osak-asik
nora nyana kalamun anèng Samarang
Karena Grobogan sudah direbut oleh
Komander Semarang. Malah menantu Tak ada yang melihat kalau Martapura
Martapura sendiri yang bernama Pulangjiwa menyamar, dengan penutup kepala merah,
dijagokan oleh Tuan Komander ditanam di menjual merpati dan ayam. Yang melihat
Grobogan dan dijanjikan hadiahi jabatan mengira seorang encik saja. Para bupati
bupati agar mau menangkap Raden disuruh merazia oleh Komander, hanya di
Martapura. Grobogan yang disisir, tidak mengira kalau
berada di Semarang.
Penyebabnya karena Martapura telah
dinyatakan sebagai buron oleh Kumpeni. Di Dengan menyamar Martapura memakai
Grobogan ditempatkan menantunya sendiri penutup kepala merah, menjual merpati dan
yang siap menangkapnya, namanya ayam. Yang melihat tak mengira kalau itu
Pulangjiwa. Dia ini dijanjikan sebagai bupati orang besar, dikiranya seorang encik saja,
kalau mau menangkap mertuanya. sebangsa orang asing yang banyak tinggal di
Semarang.
16.
dadya sanggup ngubur maratuwanipun 20.
binêktan Walônda Martapura darbe pêpulunan mantu
sèkêt saking ing Samawis ran Jayapuspita
Pulangjiwa wus angancik Garobogan Ônggakusuma Suwandi
kang sêsuta Rahadyan Ônggakusuma
17.
dadya bingung Martapura tanpa dunung 21.
ngilang buwang badan Buminatan kocapa Suwandi wau
wus amindha janma kuli manjing jroning praja
mung kathokan kudhung sarung mring Surakarta arsa ngabdi
Samarang ngaturakên pêjah gêsang ing narendra

Maka dia sanggup mengubur mertuanya, Martapura mempunyai menantu menantu


disertai lima puluh serdadu Belanda dari keponakan bernama Jayapuspita
Semarang Pulangjiwa sudah mencapai Anggakusuma Suwandi, anak dari Raden
Grobogan. Menjadi bingung Martapura tanpa Anggakusuma di Buminatan. Diceritakan
rumah, menghilang membuang badan. Sudah Suwandi tadi masuk ke negeri Surakarta akan
menyamar menjadi kuli, hanya dengan berkain mengabdi, menghaturkan hidup mati kepada
sarung di Semarang. Raja.
Pulangjiwa menyatakan kesanggupan dan oleh
Kumpeni diberi lima puluh serdadu Belanda 22.
untuk menghadang di Grobogan. Martapura praptanipun ing jêng ratu agêng katur

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 80

bakda mahrib têdhak kangjêng ratu utusan tumbak pinundhut


mring regol kidul manggihi wus katur sang nata
sanalika sangêt ing pamuwunira langkung rêsêp mariksani
kyai upas wasiyat Kudus nagara
23.
dupi sampun lêjar angandika arum 27.
bapakmu si edan sri narendra pangandikanira arum
Si Paridan ana ngêndi pun upas punika
nêmbah matur pun rama sampun angical kula arêsêp ningali
kula pundhut agêntos darbe pusaka
Sampai di hadapan Kanjeng Ratu Ageng,
dihadapkan Raja setelah magrib. Sang Raja Kanjeng Ratu Ageng menyuruh mengambil
turun di pintu selatan menemui, seketika tombak itu, sudah diserahkan kepada sang
sangat berterima kasih. Ketika sudah reda Raja, sangat senang melihat kyai upas wasiyat
hatinya berkata manis, “Si Gila Paridan ada dari negeri Kudus. Sang Raja berkata manis,
dimana?” Menyembah sambil lapor, “Ayah “Kyai Upas ini saya senang melihat, saya
sudah menghilang.” ambil sebagai pusaka keraton.”
Kanjeng Ratu Ageng adalah ibunda Raja Ratu Ageng menyuruh mengambil tombak itu
Pakubuwana II, atau permaisuri dari Prabu dan menyerahkannya kepada Raja. Oleh Raja
Mangkurat Jawi. Suwandi menemui Ratu tombak diambil sebagai pusaka keraton.
Ageng agar dimintakan pengampunan dari
Raja. Ketika Raja berkenan menemuinya dia
bertanya, “Si Gila Paridan dimana?” Yang 28.
ditanyakan adalah Martapura yang nama nulya dhawuh ature sumôngga kayun
kecilnya Paridan. Oleh Suwandi dijawab nanging jarêm ing tyas
bahwa Martapura telah menghilang. wau sira mas Suwandi
kangjêng ratu akathah pêparingira

24. 29.
kangjêng ratu atur uninga sang prabu reyal satus busana pangadêg têlu
yèn Jayapuspita mas Suwandi sigra
Ônggakusuma Suwandi mondhok wismanipun mantri
prapta nungkul ngaturakên pêjah gêsang juru bêras Arya Kudus ingkang nama

25. 30.
sang aprabu angandika mring kang ibu wetan Pepe wismèng Arya Kudus Paku
tumbake pun upas lawan Martapura
ing mangke punapa taksih prênah kakangnya tumuli
yèn binêkta kula ibu yun uninga kunêng malih kawuwus Dyan Martapura

Kanjeng Ratu memberitahu kepada Raja kalau Segera diperintahkan, dia berkata, “Terserah
Jayapuspita Anggakusuma Suwandi datang paduka.” Namun tidak enak hatinya. Setelah
untuk menyerah, pasrah hidup\-mati. Sang itu Mas Suwandi diberi sesuatu yang banyak
Raja berkata kepada sang ibu, “Tombak Kyai oleh Kanjeng Ratu, uang seratus real dan
Upas apakah masih? Kalau dibawa saya ingin pakaian tiga setel. Setelah itu Mas Suwandi
melihat.” menetap di rumah mantri tukang beras
bernama Arya Kudus di timur kali Pepe,
Kanjeng Ratu Ageng memberitahu Raja rumah Arya Kudus. Dengan Martapura
bahwa Suwandi ingin menyerah dan terhitung masih kakak. Ganti cerita tentang
mengabdi. Raja menanyakan pusaka keluarga Raden Martapura.
Suwandi yang berujud tombak bernama Kyai
Upas. Suwandi tak bisa menolak walau dalam hati
sangat kecewa. Apa boleh buat kalau itu bisa
membuatnya diampuni dan diterima mengabdi
26. di Surakarta. Sebagai obat kecewa Kanjeng

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 81

Ratu Ageng memberi banyak hadiah, uang Keenam temannya ditinggal di desa,
seratus real dan pakaian tiga setel. Martapura masuk ke kota sendiri mengawasi
Anggawangsa.
Suwandi kemudian menetap di rumah mantri
tukang beras bernama Arya Kudus yang masih Martapura bersama enam temannya kemudian
kakak dari Raden Martapura. Rumahnya di menuju Surakarta di tempat Suwandi. Ketika
sebelah timur kali Pepe. matahari terbenam Martapura masuk ke kota
sendiri, karena di kota ini pun dia juga buron
Kumpeni.
31.
laminipun nèng Samarang kalih tèngsu
angalih ping tiga 35.
momor bêburuh mêmêlit panggih wontên ing wismane kadangipun
mêlit godhong bayare satus têlung wang nanging Martapura
datan purun apêpanggih
32. lan Ki Arya Kudus kadangira tuwa
nulya wontên Bugis dosa kapalayu
cacahipun gangsal 36.
lawan wong Koja satunggil mung kang mantu winêlingakên wus
sarêng minggat binêkta Dyan Martapura pangguh
matur yèn ki upas
Selama di Semarang dua bulan telah pinundhut ing sri bupati
berpindah tempat tiga kali, berbaur dengan lan Pangeran Mangkubumi sampun mêdal
buruh pengikat daun. Mendapat bayaran tiga
keping tiap seratus ikat. Kemudian ada Ketemu rumah saudaranya, tetapi Martapura
pelarian napi lima orang dan seorang Koja. tidak mau menemui saudara tuanya Ki Arya
Ketika pergi mereka dibawa oleh Martapura. Kudus, hanya berpesan untuk menantunya.
Setelah bertemu dia berkata kalau Kyai Upas
Demi menghindari penangkapan Martapura diambil sang Raja, dan memberitahu kalau
menyamar dan berbaur dengan buruh pengikat Pangeran Mangkubumi sudah keluar dari
daun. Mendapat bayaran ala kadarnya tak apa, negeri.
karena yang penting tidak ketahuan. Namun
lama-lama bosan juga dan ingin mencari Martapura bertemu Suwandi secara rahasia,
peruntungan baru. Dia kemudian mengajak lari tanpa diketahui oleh Arya Kudus. Di sana dia
lima orang napi dan seorang Koja. Orang Koja tahu kalau Kyai Upas diambil oleh Raja. Juga
adalah orang asing asal Pakistan (dahulu mendapat kabar kalau Pangeran Mangkubumi
India), mereka umumnya beragama Islam. telah keluar dari keraton dan mendirikan
Banyak tinggal di Semarang karean markas di Pandak Karangnangka.
berdagang.
37.
33. botên sande inggih amurwèng prang pupuh
mlampah dalu analasak ing wanagung anèng Sukawatya
mondhok yèn raina sampun angêdêgkên baris
kalamun dalu lumaris mas Suwandi wus binêkta mring Lawiyan
kawan ari lampahe praptèng Lawiyan
38.
34. sarêng dalu sampun dados rêmbagipun
rencangipun nênêm tinilar ing kampung mundur mring Kaondhan
Radèn Martapura siyange tumbas turanggi
wus manjing praja pribadi nèng Kaondhan antuk turôngga sadasa
angêngisêp ngulati Ônggakusuma
39.
Berjalan di malam hari menerabas hutan rêmbagipun mring Sukawati anusul
rimba, menetap kalau siang, kalau malam nêdya asuwita
berjalan lagi. Empat hari sampai di Laweyan. Jêng Pangeran Mangkubumi

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 82

budhal dalu ing marga datan winarna Radèn Martapura


anulya jinunjung linggih
Tak urung akan terjadi perang hebat di sinung nama Dipati Pugêr Bupatya
Sukowati. Di sana sudah digelar pasukan. Mas
Suwandi sudah dibawa kembali ke Laweyan, 43.
setelah malam sudah menjadi kesepatakan gumarumung ngèstrèni para tumênggung
akan mundur ke Kaondan. Siang harinya dene Japuspita
membeli kuda dan mendapat sepuluh ekor Suwandi jinunjung linggih
kuda. Mereka akan menyusul ke Sukowati nama Radèn Tumênggung Suryanagara
hendak mengabdi kepada Kanjeng Pangeran
Mangkubumi. Malam hari berangkat, tak Para punggawa berjajar menghadap di depan
diceritakan perjalanannya. Raden Martapura, kemudian diangkat pada
kedudukan bupati dan nama Adipati Puger.
Tiba-tiba saja Martapura mendapat jalan Bergumam menyaksikan para Tumenggung, a
terang. Daripada di sana buron di sini buron, dapun Jayapuspita Suwandi diangkat sebagai
lebih baik bergabung kepada lawan dari pejabat dengan nama Raden Tumenggung
musuhnya. Maka dia memutuskan untuk Suryanegara.
menyerah kepada Pangeran Mangkubumi.
Pasrah hidup mati. Suwandi pun diajak serta Martapura kemudian diangkat bupati dengan
dan dia mau ikut. nama Adipati Puger. Adapun Suwandi
diangkat sebagai Raden Tumenggung
Suryanagara. Dengan bergabungnya Raden
40. Martapura dan keponakannya, pasukan
byar raina Pandhak Karangnôngka rawuh Mangkubumi kian kuat. Apalagi Martapura
jujug Martajaya adalah ahli siasat perang yang cerdik dan
lajêng katur marang gusti sangat menguasai daerah Sukowati.
tinimbalan wau Radèn Martapura

41. 44.
praptanipun ing ngarsa sigra rinangkul jêng pangeran matah prajurit tinuduh
langkung ngungunira angêlar jajahan
Jêng Pangeran Mangkubumi Martajaya dèn kanthèni
mas Suwandi ngrakêti angaras pada Dyan Tumênggung Brajamusthi Jayadirja
Menjelang fajar sudah sampai di Pandak 45.
Karangnangka, menuju rumah Martajaya. tri punggawa wontên kuda tigang atus
Kemudian dilaporkan kepada Gusti dan ngatêr lampahira
dipanggillah Raden Martapura. Sesampai Dipati Pugêr ing mangkin
dihadapan Pangeran dipeluklah, sangat dèn antukkên dhatêng kitha Garobogan
kagetnya Pangeran. Suwandi mendekat dan
memeluk kaki. Kanjegng Pangeran menyuruh prajurit agar
Sesampai di Sukowati Martapura menuju ke memperluas wilayah. Martajaya didampingi
tempat Tumenggung Martajaya. Lalu Raden Tumenggung Brajamusti dan Jayadirja,
dilaporkan kepada tuannya. Pangeran tiga punggawa disertai tiga ratus kuda
Mangkubumi ketika melihat seketika sebagai pengantar jalannya. Adipati Puger
merangkul dan menyatakan keheranannya. nanti boleh menyerang ke kota Grobogan.
Trnyata Martapura masih hidup dan kini Setelah dirasa cukup kuat, Pangeran
bergabung dengannya dengan membawa serta Mangkubumi mulai memperluas wilayah
Suwandi. Tambahan personil yang tak dapat dengan mencaplok daerah sekitar Sukowati.
dianggap remeh. Martajaya didampingi Tumenggung
Brajamusti dan Jayadirja, disertai tiga ratus
42. pasukan berkuda mengantar Adipati Puger
pra punggawa andhèr kang sowan ing untuk menyerang Grobogan.
ngayun

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 83

46.
wontên malih cinatur magangnya prabu 50.
Radèn Tambakbaya Adipati Pugêr wangsul sawadyagung
Suligi namanya alit dhatêng Sukawatya
asli Nglasêm ngabdi duk nèng Pranaraga wus panggih ngaturkên warti
sasolahe dènnya angrêbat nagara
47.
kesah dalu mring Sukawati anusul 51.
nêdya asuwita Adipati Pugêr pamrayoganipun
pangeran suka nampèni ngalih pasanggrahan
Tambakbaya pinacak dadya punggawa kang polatane prayogi
ingaturan pacak baris Majarata
Ada lagi cerita orang magang kepada Raja,
Raden Tambakbaya, Suligi nama kecilnya. 52.
Asli dari Nglasem, mengabdi ketika di ngidulipun ing Gêbang punika patut
Panaraga. Ketika malam menyusul hendak wus rêmbag sadaya
mengabdi, Pangeran menerima dengan budhal Pangran Mangkubumi
senang hati, Tambakbaya diangkat sebagai dhatêng Gêbang rineka kuthaning raja
punggawa.
Adipati Puger kembali bersama pasukannya
Ada lagi seorang magang dari Surakarta yang ke Sukowati. Sudah bertemu melaporkan
bernama Raden Tambakbaya, nama kecilnya kabar perilakunya dalam merebut negara.
Suligi asalnya dari Nglasem, mengabdi kepada Adipati Puger mempunyai saran agar markas
Raja ketika di Ponorogo waktu lari dari dipindah ke tempat yang lebih strategis.
pemberontak Cina. Ketika malam hari Disarankan untuk menggelar pasukan di
menyusul untuk bergabung dengan Pangeran Majarata ke selatan sampai Gebang, itulah
Mangkubumi. Pangeran dengan senang hati yang dirasa patut. Setelah berunding segera
menerimanya dan diangkat sebagai punggawa. berangkat ke Gebang untuk membuatnya
sebagai kotanegara.
48. Sekembalinya dari Grobogan Adipati Puger
kunêng Adipati Pugêr lampahipun menyarankan agar markas di pindah ke
praptèng Garobogan Majarata sampai Gebang, wilayah yang dirasa
bêdhah tan wani ngawali lebih strategis. Usul Adipati Puger diterima
Pulangjiwa angungsi dhatêng Samarang dan segera dilaksanakan.
49.
lan ing Warung ginitik sampun anungkul 53.
dhatêng Sang Dipatya wadyabala wus rakit pakuwonipun
Pugêr sampun dèn tanêmi rêmbage Dipatya
kang tinanêm Ngabèi Kartanagara Pugêr aparinga uning
mring kang rayi kalih lan Mangkunagara
Ganti cerita, Adipati Puger perjalanannya
telah sampai di Grobogan. Hancur tak ada 54.
yang melawan, Pulangjiwa mengungsi ke Radyan Tambakbaya wau kang tinuduh
Semarang. Dan di Warung dipukul sudah lan mantri têtiga
menyerah kepada sang Adipati Puger, sudah mantri alit Sukawati
ditanam orang kepercayaan, yakni Ngabei Adipati Pugêr ingkang karya sêrat
Kartanagara.
Pasukan sudah merakit markas, Adipati Puger
Sementara itu Adipati Puger telah sampai di punya saran agar memberitahu kedua adik
Grobogan dan berhasil menguasai kota itu. Pangeran dan kepada Mangkunagara. Raden
Pulangjiwa lari ke Semarang. Dan Warung Tambakbaya tadi yang ditunjuk dan tiga
sudah ditaklukkan. Di sana kemudian ditanam mantri dari Sukowati. Adipati Puger yang
orang kepercayaan, yakni Ngabei Kartanagara. membuat surat.

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 84

Adipati Puger kemudian merencanakan untuk 59.


mengajak kepada dua adik Pangeran yang juga ingkang baris ing Panambangan gènipun
memberontak, Pangeran Buminata dan lor Nglorog prênahnya
Singosari. Juga mengajak keponakan pangeran wus silih nami
Pangeran, yakni Pangeran Adipati ajêjuluk Susunan Adiprakosa
Mangkunagara.
Utusan sudah berangkat dengan mantrinya,
hanya dengan 24 kuda, yang dituju pertama
55. Pangeran Mangkunagara yang menggelar
duk puniku Pangran Mangkubumi durung pasukan di Panambangan, tempatnya sebelah
darbe juru sêrat utara Nglorog. Pangeran sudah ganti nama
milane Pugêr Dipati dengan gelar Susuhunan Adiprakosa.
kang dèn iras akarya sêrat ibêran
Utusan kepada tiga pangeran sudah berangkat
56. dengan kepala utusan Raden Tambakbaya.
sêrat sampun pinaringkên kang ingutus Pertamakali yang dituju adalah Panambangan,
Radyan Tambakbaya markas Pangeran Mangkunagara yang sudah
têtiga ponang kintaki menobatkan diri dengan gelar Susuhunan
ingkang kalih mring kang rayi kalih pisan Adiprakosa.

57.
Jêng Pangeran Buminata Singasantun 60.
tigane Pangeran praptanipun duta ing Nambangan katur
Ariya Mangkunagari sigra tinimbalan
ngajak kumpul ywa kongsi bèncèng ing karsa Tambakbaya marêk aglis
praptèng ngarsa sêrat pinundhut binuka
Ketika itu Pangeran Mangkubumi belum
mempunyai juru surat, maka Adipati Puger 61.
sekalian ditugaskan membuat surat-surat dupi sampun pustaka sinuksmèng kalbu
resmi. Surat sudah diserahkan kepada utusan, dangu mring caraka
Raden Tambakbaya, sejumlah tiga surat. Dua apa wus lawas suligi
surat untuk kedua adik, yakni Pangeran kangjêng rama gone atinggal nagara
Buminata dan Singosari. Yang ketiga kepada
Paneran Arya Mangkunagara. Isi surat Sesampainya utusan di Panambangan
mengajak berkumpul jangan sampai berselisih dilaporkan dan segera dipanggil. Tambakbaya
kehendak. menghadap segera, sesampai di hadapan
pangeran surat diambil dan dibuka. Sesudah
Adipati Puger sekaligus ditugaskan sebagai memahami isinya bertanya kepada utusan,
pembuat surat, karena waktu itu Pangeran “Apakah ayahku sudah lama meninggalkan
Mangkubumi belum mempunyai juru tulis. negeri?”
Adipati Puger kian moncer perannya dalam
pasukan Pangeran Mangkubumi. Yang dimaksud Kanjeng Rama (ayahku)
adalah Pangeran Mangkubumi, karena
Dua adik Pangeran yang memberontak adalah menurut adat budaya Jawa keponakan adalah
Pangeran Buminata dan Pangeran Singosari. juga dianggap anak sendiri, dan paman adalah
Keduanya anak Prabu Mangkurat Jawi dari dianggap ayah sendiri.
permaisuri Kanjeng Ratu Kadipaten. Jadi
dengan Pangeran Mangkubumi merupakan 62.
saudara lain ibu. duta matur dèrèng lami wêdalipun
sarêng lawan jendral
nulya pangeran anuding
58. anganthèni caraka dhatêng Sêmbuyan
duta sampun lumampah samantrinipun
amung salawe prah 63.
cacahipun kang turanggi mantrinipun Pancatnyana kang tinuduh
kang jinujug Pangeran Mangkunagara ngatêr dutanira

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 85

Jêng Pangeran Mangkubumi Jêng Pangeran Buminata kang baris


duta mangkat angungkurkên Panambangan nèng tanah Sêmbuyan gunung
suyut wong tigang dhomas
Utusan berkata bahwa belum lama Pangeran ing Kasine pangeran pakuwonipun
keluar negeri, baru bersamaan dengan ingkang kinarya nagara
perginya Gubernur Jenderal. Pangeran segera wus tinata rinarakit
menunjuk seseorang untuk menyertai utusan
ke Sembuyu, yang ditunjuk mantrinya Sekarang berkumpul kembali dengan sang
Pancatnyana untuk mengantar utusan kakak, Kanjeng Pangeran Buminata yang
Pangeran Mangkubumi meinggalkan berbaris di Gunung Sembuyu. Sudah
Panambangan. mempunyai pengikut seribu tiga ratus di
Kasine sang Pangeran bermarkas. Yang ditata
Dari Panambangan utusan diantar oleh mantri serupa dengan kotaraja.
Pangeran Mangkunagara yang bernama
Pancatnyana untuk meneruskan perjalanan ke Di Gunung Sembuyu mereka telah menyusun
Gunung Sembuyu, markas dua adik Pangeran barisan yang cukup besar. Ada seribu dua ratus
Mangkubumi. pengikut di Kasine, markas yang ditata sebagai
kotaraja.

3.
PUPUH 8: PANGKUR ing kanan keri rinata
ngiringakên lèpèn ngungkurkên wukir
kumalungkung ambêg digung
kadêrêng ardèng karsa
1. jêng pangeran samana wus madêg ratu
kunêng gantya kang winarna sarta asêsilih nama
Pangran Buminata kang anèng wukir Sultan Dhandhun Martèngsari
lan kang rayi Singasantun
ingkang anêmbe prapta Di kanan kiti ditata berjajar dengan sungai,
saking wetan ngadêg Kadhiri rumuhun dibelakangnya gunung, sombong dan
Mayor Kèngsêr kang anglanggar membanggakan diri. Terdorong kehendak
prangan wangsul ngilèn malih yang sangat Kanjeng Pangeran ketika itu
sudah berdiri sebagai Raja dan memakai
Ganti yang diceritakan, Pangeran Buminata nama Sultan Dandun Martengsari.
yang berada si gunung dengan sang adik Tampaknya Pangeran Buminata tidak sabar
Pangeran Singasari yang baru datang dari untuk menjadi penguasa. Belum seberapa
timur. Bertempat di Kediri dahulu, Mayor kekuatannya sudah menobatkan diri sebagai
Kengser mendesak sehingga kembali ke barat sultan dengan gelar Sultan Dandun
lagi. Martengsari.
Sementara itu Pangeran Buminata yang berada
di Gunung Sembuyu sudah bergabung kembali 4.
dengan sang adik Pangeran Singasari. Keduan pêpatih sampun amacak
pangeran semula ikut bergabung dengan sinung nama Radèn Dipati Gêndhing
Pangeran Mangkunagara dan Sunan Kuning kalih pangajêng Tumênggung
ketika melarikan diri ke Jawa Timur. Di sana Purbaningrat satunggal
mereka kemudian saling berpisah karena beda satunggile Dipaningrat namanipun
pendapat. Setelah dipukul Mayor Kengser di dene wong gunungan kathah
Kediri, Pangeran Singasari kembali ke Gunung kinarya mantri bupati
Sembuyu menyusul sang kakak yang lebih
dahulu kembali. Juga sudah mengangkat patih, diberi nama
Raden Adipati Gending, dua pembesar satu
2. bernama Tumenggung Purbaningrat, satunya
mangkya angumpul kang raka

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 86

Dipaningrat namanya. Adapun orang-orang pun Suwandi inggih jinunjung tumênggung


gunung banyak diangkat sebagai bupati. anama Suryanagara
kathah tiyang Sukawati
Juga sudah mengangkat Patih Adipati
Gending, dua orang pembesar, Tumenggung 8.
Purbaningrat dan Dipaningrat. Orang-orang ingkang pinacak punggawa
gunung banyak yang diangkat sebagai bupati. ri sêdhêngnya sultan agunêm kawis
kasaru dasih umatur
5. jawi wontên caraka
mangkana duk siniwaka saking putra tuwan kang umadêg ratu
Kangjêng Sultan Dhandhun Amartèngsari Susunan Adiprakosa
aglar prang punggawanipun lan ngirid caraka malih
andangu kang pawarta
Ki Dipati Gêndhing anêmbah umatur 9.
kawarti raka paduka kang saking raka paduka
Jêng Pangeran Mangkubumi Jêng Pangeran Ariya Mangkubumi
kagyat ing tyas Sultan Dhandhun
6. Martèngsari ngandika
manggih duka lawan jendral timbalana caraka sigra lumêbu
mangke sampun mijil saking nagari anulya kapat caraka
sarêng jendral konduripun ngaturkên nawalèng gusti
raka dalêm pangeran
anèng Sukawati madêg barisipun “Dan kak Martapura sudah tunduk dan
sampun angêlar jajahan diangkat sebagai Adipati Puger gelarnya.
ngirupi môncanagari Serta Jayapuspita Suwandi juga sudah
diangkat Tumenggung dengan nama
Demikian ketika hari pertemuan, Kanjeng Suryanegara. Banyak orang Sukowati yang
Sultan Dandun Amartengsari, bergelar perang diangkat sebagai punggawa.” Di tengah-
bersama punggawanya bertanya ada berita tengah pembicaraan disela pembantu yang
apakah. Ki Adipati Gending menyembah dan datang melapor di luar ada utusan dari putra
berkata, “Ada berita kakak paduka Kanjeng tuan yang menjadi Raja Susuhunan
Pangeran Mangkubumi marah kepada Adiprakosa dan membawa utusan lagi dari
Jenderal dan sekarang sudah keluar dari kakak paduka Kanjeng Pangeran Arya
negara bersamaan dengan perginya Jenderal. Mangkubumi. Kaget dalam hati Sultan
Sekarang sudah mendirikan negara di Dandun Martengsari, berkata, “Panggilah
Sukowati dan memperluas daerah dengan utusan itu!” Utusan segera masuk dan empat
mencaplok sekitarnya.” utusan itu menyerahkan surat dari tuannya.

Mereka juga bergaya layaknya raja dengan Belum selesai membicarakan berita tentang
menggelar pisowanan, Sultan duduk bertahta keluarnya Pangeran Mangkubumi, mendadak
di singgasana dihadapan para bupati dan patih. ada utusan datang dari orang yang sedang
Bertanya layaknya raja tentang kabar berita dibicarakan. Membawa surat yang isinya
yang diterima prajurit sandi. Dari laporan cukup membuat mereka kerepotan menjawab.
prajurit diketahui kalau Pangeran
Mangkubumi sudah keluar dari keraton dan 10.
sekarang mendirikan negara di Sukowati. Juga binuka sampun kadriya
sudah mulai mencaplok wilayah sekitar suraosing sêrat asung pêpeling
Sukowati. dèn karuwan sêdyanipun
aja sok tundha bema
7. barang pikir tanpa tuwas lamun tanggung
lan pun kakang Martapura ya ta wau angandika
sampun nungkul jinunjung ingkang linggih Sultan Dhandhun Martèngsari
Dipati Pugêr ranipun
tuwin Jayapuspita 11.

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 87

hèh Arya Bangkong mêtua lan malih putra paduka


carakane kakang mas Mangkubumi Pangeran Mangkunagari
sayah lèrènna pondhokmu
nêmbah mundur lan duta 14.
wus makuwon ing wuri gêlêngkên rêmbug saking pangintên kawula
anari punggawanira badhe dhèrèk dhatêng ing Sukawati
Sultan Dhandhun Martèngsari dhèrèk paduka tan purun
kalamun makatêna
Sudah dibuka dan diresapi isi surat, yang saya langkung pakèwêd pamanah ulun
memberi peringatan belum tentu kehendaknya aluwung pênêd nunggila
tercapai, jangan sok menumpuk bahaya, lan raka paduka gusti
semua tanpa guna kalau tanggung. Maka
berkatalah Sultan Dandun Martengsari, “Hai Orang-orang Gunung Kidul engkau apakah
Arya Bangkong keluarlah, utusan kakak berani dengan orang Sukowati?” Adipati
Pangeran Mangkubumi lelah, isitirahkan di gending menyembah, “Berani kalau dengan
pondokmu.” Menyembah dan mundur dengan sesama orang rendah, kalau dengan Pangeran
utusan sudah ditempatkan di belakang. sungguh sangat takut.dan lagi putra paduka
Kemudian mematangkan kesepakatan dengan Pangeran Mangkunagara dari perkiraan saya
bertanya kepada para punggawa Sultan akan bergabung ke Sukowati. Karena ikut
Dandun Martengsari. paduka tak mau. Kalau demikian makin sangat
tak enak hati saya, lebih baik berbaikan saja
Surat dari Pangeran Mangkubumi mengatakan bergabung dengan kakak paduka gusti.”
agar kalau melakukan perlawanan jangan
tanggung-tanggung. Kalau tidak sungguh- Sultan Dandun bertanya kepada para
sungguh belum tentu kehendaknya tercapai, bawahannya, kira-kira berani tidak mealawan
jangan malah menumpuk masalah. pasukan Pangeran Mangkubumi. Patih Adipati
Gending menjawab tidak mampu. Baru
12. mendengar nama Pangeran Mangkubumi saja
lah iya padha rasakna mereka sudah ngeri. Usulannya realistis, lebih
kakang êmas sung uning marang mami baik bergabung!
yèn wus tinggal kakang prabu
banjur arsa murwèng prang
ing samêngko angantêp ing karsaningsun 15.
dadi rowang dèn karuwan awit raka jêngandika
yèn dadi mungsuh ginitik linulutan ing wadya dèn eringi
sakathahing mêngsahipun
“Sekarang semua rasakanlah, kakak memberi jêr wantêr maring rana
tahu kepadaku kalau sudah meninggalkan lamun sampun magut yuda têguh timbul
kakak Raja lalu akan memulai perang. tan kumêdhèp sinadasa
Sekarang meminta kemantapanku akan apanggah wani ngêmasi
menjadi kawan agar bergbung atau akan
menjadi musuh akan dipukul.” “Karena kakak paduka disukai para bala dan
dihormati semua musuhnya. Memang berani
Maka melalui surat itu pangeran Mangkubumi dalam perang, kalau sudah maju perang teguh
mengultimatum Sultan Dandun Martengsari, bangkit tak takut walau menghadapi mati
kalau mau diajak berkawan sekalian sekalipun.”
bergabung, kalau tidak sekalian akan diserang
sampai habis. Karena Pangeran Mangkubumi sudah terkenal
piawai mengendalikan pasukan, pintar dalam
tata gelar peperangan, ahli strategi dan tidak
13. takut mati.
bocah Gunungkidul sira
apa wani lan bocah Sukawati
Dipati Gêndhing wotsantun 16.
purun yèn sami rucah pangeran kang kathah-kathah
mring pangeran sayêkti ajrih kalangkung yèkti uwas maras giris amiris

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 88

manawi aprang kasêlut ngapêskên sariraningwang


dharat anglandhak tumbak kinon anut kakang mas Mangkubumi
yèn putunga tumbake anarik dhuwung iya ana bênêripun
sintên ta ingkang tumimbang sababe kadang tuwa
lir raka paduka gusti nanging dahat sumêlange ing tyas ingsun
dene bibèkne kakang mas
“Pangeran yang banyak sungguh was-was bèbète wong gendhong sênik
dan takut, miris, ngeri. Kalau perang terdesak
di darat meraih tombak, kalau tombak patah “Mencelakakan diriku, menyuruh menurut
menarik keris. Siapa yang seimbang jika kepada kakak Mangkubumi. Iya ada benarnya,
berhadapan dengan orang seperti kakak karena saudara tua, tetapi sangat khawatir
paduka gusti?” hatiku karena ibunya kakak hanya berderajat
orang mengendong bakul.”
Pangeran Mangkubumi bukan saja pemikir
perang, namun juga cakap dalam olah Ibu Pangeran Mangkubumi, Mas Ayu
keprajuritan. Kalau harus melawan satu lawan Tejawati, adalah anak petani dari desa
satu, siapa yang seimbang dengannya? Kapundhung, yang terbiasa mengendong bakul
ke sawah. Siapa ibu sang Pangeran
Mangkubumi dan bagaimana pertemuannya
17. dengan sang ayah, sudah diceritakan pada bait
sultan kalane miyarsa awal babad ini.
ing ature Radèn Dipati Gêndhing
mring kang raka tansah gunggung Pangeran Mangkubumi lahir pada 4 Agustus
langkung bramatyanira 1717, pada hari Rabu Pon dengan nama Raden
netya andik angatirah mukanipun Mas Sujana. Kakeknya adalah petani desa Ki
jaja bang awinga-winga Drepayuda, yang masih keturunan Majapahit.
kumêdut padoning lathi Mungkin karena anak keturunan seorang
petani inilah yang membuat Sujana dapat
bergaul dengan tanpa sungkan kepada
18. kalangan bawah. Sikapnya tidak sombong dan
asta kiwa malangkadhak arogan, maka rakyat banyak menyukainya. Dia
asta têngên srawean anudingi gemar bertualang ke desa-desa di sekitar
mantri kalawan tumênggung Kartasura sehingga sangat mahir menjalin
nyambi ngêlus gumbala hubungan dekat dengan rakyat kecil. Suatu
langkung sora dhawuh pangandikanipun watak yang sangat menguntungkan dalam
bocah priye pikirira perjuangannya kelak.
ature Dipati Gêndhing

Sultan ketika mendengar perkataan Raden 20.


Adipati Gending yang kepada sang kakak nadyan padha anak raja
terlalu memuji sangat marahnya. Mata nanging ingsun mêtu sing pramèswari
melotot merah wajahnya, dada memerah, ratu kadipatèn ibu
bergetar bibirnya. Tangan kiri berkacak lamun ingsun anuta
pinggang, tangan kanan menuding-tuding mring kakang mas bibèkne wijil kapundhung
mantri dan tumenggung serta mengelus putune wong gendhong bêras
jenggot, sangat keras bicaranya, “Hai Bocah, buyute wong mikul pari
bagaimana pendapatmu perkataan Adipati
Gending ini?” 21.
canggah warènge wong desa
Sultan Dandun marah mendengar pujian matun gaga sinambi angon sapi
patihnya untuk sang kakak. Sifatnya yang macul maluku anggaru
sombong dan congkak seketika keluar. Dia luhure saka apa
merasa diremehkan oleh patihnya sendiri. adat kuna nadyan padha anak ratu
kang mêngku mêngkoni jagat
putra saka pramèswari
19.

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 89

“Walau sesama anak raja, aku lahir dari Namun, walau lahir dari permaisuri Sultan
permaisuri, ibu Ratu Kadipaten. Kalau aku Dandun jelas jauh dari segi kemampuan dari
mengikuti kakak Mangkubumi anak dari ibu Pangeran Mangkubumi. Pangeran ini hanya
yang lahir di Kapundhung, cucu dari orang berlagak menjadi raja, pakai gelar Sultan lagi.
yang mengendong beras, buyut dari orang Tetapi kalau disuruh perang belum tentu
memikul padi, canggah dari orang desa yang mumpuni. Para pengikutnya pun tahu, maka
mencabut benih, membersihkan rumput, dan sebagian dari mereka pun hanya terdiam.
mengembala sapi, mencangkul, meluku garu,
kemuliaannya dari apa? Adat dari zaman dulu 23.
walau sesama anak raja yang menguasai sangsara kaponthal-ponthal
jagad adalah anak dari permaisuri.” ya ta wontên abdi sêpuh kêkalih
Purbanagara ranipun
Sedangkan Sultan Dandun(dan juga Pangeran lan Radèn Tambakyuda
Singasari) adalah anak dari permaisuri (garwa sadhèrèke Tambakbaya ingkang sêpuh
padmi), Kanjeng Ratu Kadipaten, putri dari tunggile Tambaknagara
bupati Kudus Raden Adipati Tirtakusuma. kang dadya kliwon Panumping
Jelas dari keturunan Sultan Dandun merasa
lebih mulia dari Pangeran Mangkubumi. Maka 24.
dia merasa malu kalau kalah atau harus tunduk maksih wontên Surakarta
kepada Pangeran Mangkubumi. wau Purbanagara lawan ari
Memang dalam budaya Jawa kala itu, antara Tambakyuda nêmbah matur
istri selir dan permaisuri tidak sama ngrêrapu maring sultan
kedudukannya. Demikian pula anak-anak yêkti sampun kaluhuran dhawuh prabu
mereka. Anak istri selir tidak dapat menjadi nanging sampun tilar nalar
raja bilamana masih ada anak dari permaisuri. anyingkiri dalil kadis

Itulah mengapa sebabnya walau Pangeran Semakin kewalahan, ada abdi sudah tua dua
Mangkubumi cakap dan pandai, dianggap orang, namanya Purbanagara, dengan Raden
tidak layak menjadi raja oleh Sultan Dandun. Tambakyuda. Saudara Tambakbaya yang tua,
Hal sama dialami oleh kakak mereka, putra masih saudara dengan Tambaknagara yang
tertua Amangkurat Jawi, yakni Pangeran Arya menjadi Kaliwon Panumping ketika masih di
Mangkunagara (ayah RM Said). Walau dia Surakarta. Purbanagara dan adiknya
cakap dan berani dia tidak dapat menjadi raja. Tambakyuda menyembah dan berkata
Tahta justru jatuh kepada sang adik RM membujuk Sultan, “Memang benar yang
Prabasuyasa yang masih bocah (16 tahun), dikatakan paduka, tetapi jangan sampai
yang kemudian naik tahta bergelar susuhunan meninggalkan nalar dan menyingkir dari
Pakubuwana II, sang Raja yang memerintah di Quran dan Hadits.”
Surakarta sekarang (saat cerita ini).
Hanya beberapa orang di depan yang mati-
matian mengingatkan, agar sang Sultan
22. realistis. Kenyataannya dirinya memang tak
kang abdi dhêku sadaya sebanding dengan Pangeran Mangkubumi.
mènjêp ewa kang têbih ting kalêsik Walau dari keturunan ningrat atau keturunan
sapuluh ngandêlna ibu petani, kalau sudah menjadi benih manusia
mung kumênthus kewala akan sama saja. Itulah yang masuk akal, dan
nadyan silih ibu Kangjêng Ratu Kidul sesuai dengan dalil Al Quran dan Hadits.
nanging datan kêndêl aprang
abdine têmah prihatin
25.
Para abdi diam semua, mencibir dalam hati, sadaya wiji punika
yah jauh saling berbisik, kok mengandalkan ingkang dados ugêr jalêr sayêkti
ibu, hanya berlagak saja. Walau beribu Ratu sutane wong gendhong wakul
Kidul tetapi tak berani perang, para abdi lamun kinarsan raja
hanya prihatin. inggih botên dados kanisthaning ratu
sarta tan ngrisak agama

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 90

kalamun wontêna mantri ngaturana angsul-angsul kang tulis


sinanggikrami karuhun
26. lawan atur-atura
asli sutane wong desa sawontêne pamêdale Wukirkidul
asuwita nuli tinriman putri lamun gusti amampanga
dèrèng wontên tabêtipun tan sande dipun lurugi
yèn guna lan prawira
ugêr taksih kusuma wijiling dhusun “Maka lebih baik paduka memberi oleh-oleh,
sanès lan raka paduka dan surat tatakrama dahulu. Dan haturkanlah
Jêng Pangeran Mangkubumi hasil bumi Gunung Kidul seadanya. Kalau
Tuan menantang, tak urung akan diserang.”
“Semua benih manusia yang menjadi anak
lelaki walau benar anak seorang penggendong Maka lebih baik tak usah menantang, lebih
bakul kalau ditakdirkan sebagai raja tidaklah baik memberi oleh-oleh dan surat sebagai
menjadi aib bagi raja itu. Serta juga tidak tatakrama dan tanda persaudaraan. Walau
merusak agama. Kalau ada mantri anak dari mungkin nanti tidak perlu harus ikut atau
desa mengabdi kemudian diberi putri padahal menjadi bawahan. Kalau memperlihatkan
belum ada jasanya, kalau pandai dan perwira sikap melawan pasti akan diserang.
menjadi bangsawan dari desa. Lain dengan
kakak paduka Kanjeng Pangeran 29.
Mangkubumi.” abdi paduka Sêmbuyan
Semua anak manusia sama saja, baik dari yêkti kasor mêngsah tyang Sukawati
keturunan ratu atau penggendong bakul, dalam lan sae ingkang angadu
hal kemampuan dan derajatnya di mata Tuhan. inggih raka paduka
Hanya usahanya yang akan membedakannya. dhasar kanthi Martapura purun tangguh
Dan Pangeran Mangkubumi telah berupaya duk miyarsa langkung kewran
keras membuktikan hal itu. Dia menjadi Sultan Dhandhun Martèngsari
seorang yang mumpuni dalam segala hal.
“Pembantu paduka di Sembuyu sungguh kalah
kalau melawan orang Sukowati, baik yang
27. maju iya kakak paduka sendiri, apalagi
bagus sêmbada pidêksa bersama Martapura yang juga tangguh.”
sarwa sèdhêt mancur cahyanya wêning Ketika mendengar saran itu bingung Sultan
têtela putraning ratu Dandun Martengsari.
prawira widigdaya
solah wingit datan gumunggung adigung Karena kalau benar-benar perang pasti akan
samya sêgêr kang suwita kalah. Di sana ada juga Martapura yang
ing prang wani nanggulangi terkenal tangguh dan pintar. Apalagi kalau
yang maju Pangeran Mangkubumi sendiri.
“Rupawan, perkasa dan gagah, serta kekar,
memancar cahaya bening. Pantas menjadi 30.
putra raja, perwira dan pintar, perilaku dadya anut turing wadya
berwibawa tidak somgong dan congkak. nulya dhawuh karya surat ngangsuli
Senang yang mengabdi dan berani diajak têmbungipun Sultan Dhandhun
perang.” Singasari Pangeran
Pangeran Mangkubumi adalah orang yang tan lênggana ing raka nut barang tuduh
cakap, gagah, ksatria, tidak sombong, suka Pancatnyana tampi sêrat
mengabdi dan setia kepada Raja. Kalau tur sêmbah anulya pamit
disuruh perang akan berperang tanpa banyak
alasan. Akhirnya menurut saran punggawa, segera
memerintahkan membuat surat balasan,
perkataannya, “Sultan Dandun, Pangeran
28. Singasari, tak membantah kakak, menurut
marma sae jêng paduka sembarang petunjuk.” Pancatnyana menerima

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 91

surat, menghaturkan sembah dan segera 33.


berpamitan. wong agung ing Surakarta
lawan sagung bupati môncanagri
Akhirnya Sultan Dandun menurut dan mau mantrimuka kalihipun
mengirim surat yang bersahabat. Surat segera kinèn samya wangsula
dibawa oleh utusan yang datang. lajêng pamit amangetan lampahipun
jendral datan kongsi lama
31. dènira nèng nagri Têgil
duta praptèng Panambangan
wus linajêngakên mring Sukawati 34.
sarta atur angsul-angsul lajêng kondur nitih palwa
Pangran Mangkunagara ya ta wau kalih sang nindyamantri
ugi namung nyanggikrami karsanipun ing Samarang sampun rawuh
caraka praptaning Gêbang lan kumêndur wus panggya
laju ingaturkên gusti rèrèh sawatawis ari sigra laju
sapraptaning Surakarta
32. panggih mayor patih kalih
sêrat saking Panambangan
miwah sêrat wau kang saking wukir Pembesar dari Surakarta dan segenap bupati
ajumbuh suraosipun mancanegara dan kedua patih disuruh
tan wontên kang amampang kembali. Lalu berpamitan, ke timur
kunêng wau gantia ingkang winuwus perjalanannya. Jenderal tidak sampai lama di
têdhaknya gurnadur jendral negeri Tegal. Kemudian melanjutkan
Toyamas anjog ing Têgil perjalanan dengan kapal. Kedua patih juga
sudah sampai di Semarang dan bertemu
Utusan sampai di Panambangan,sudah Komander. Setelah istirahat beberapa hari
diteruskan ke Sukowati, membawa serta oleh- kemudian segera meneruskan perjalanan.
oleh dari Pangeran Mangkunagara. Juga Sesampai di Surakarta kedua patih bertemu
hanya sebagai tatakrama maksudnya, utusan Mayor.
sudah sampai di Gebang, terus menghaturkan Sesampai di Tegal rombongan pengiring
kepada Tuan. Surat dari Panambangan serta berpisah dengan Gubernur Jenderal yang akan
surat yang tadi dari Gunungkidul serupa meneruskan perjalanan dengan kapal ke
isinya. Tidak ada yang melawan. Ganti cerita Batavia. Pengiringnya bubar di jalan, masing-
sesampainya Gubernur Jenderal di Banyumas masing menuju wilayahnya. Tinggal kedua
sudah menuju Tegal. patih dan beberapa bupati di sekitar Surakarta
Singkatnya semua sudah dikondisikan. Ada yang pulang dengan jalan darat melalui
jaminan bahwa kedua kubu lain takkan Semarang.
mengganggu gerakan Pangeran Mangkubumi
dalam waktu dekat. Pangeran Mangkunagara 35.
bahkan cenderung menunjukkan sikap anampèkakên pustaka
bersekutu. Tinggal sekarang konsentrasi saking jendral maring mayor pribadi
menghadapi musuh yang satu, yang laju prasamya lumêbu
kemungkinan bisa menyerang sewaktu-waktu, mayor lan sang dipatya
yakni Kumpeni dan tentu saja pasukan praptèng pura samya ngabêkti sang prabu
Surakarta. pêpatih lan pra bupatya
Sekarang kita ganti melihat yang sedang mayor sigra buka tulis
melakukan perjalanan, karnaval keliling Jawa,
rombongan Gubernur Jenderal yang dikawal 36.
oleh dua Patih dan para bupati. Perjalanan raosipun kang nawala
mereka sudah keluar dari wilayah Banyumas, mayor kinèn miranti ing ajurit
dan sedang menuju Tegal. nulya anirnakna mungsuh
tan wruh yèn mungsuh wêwah
tuwan jendral badhe akintun bêbantu

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 92

prajurit ingkang santosa berkata manis kepada Komandan, “Aku


saking nagari Batawi hendak berikirim surat.”

Menyerahkan surat dari Jenderal kepada Sang Raja berkata kepada seluruh yang hadir
Mayor pribadi. Mereka kemudian terus ke kalau Pangeran Mangkubumi telah keluar dari
dalam. Mayor dan kedua patih sampai di pura negeri dan melakukan perlawanan. Seketika
dan menyembah sang Raja. Di hadapan Raja, Pringgalaya ketakutan, karena ulahnya
kedua patih dan bupati, Mayor membuka memperparah keadaan. Dia hanya menunduk,
surat. Isi suratnya Mayor disuruh menyiapkan tetapi Raja ternyata tak memarahinya. Semua
prajurit dan membasmi musuh. Tak tahu kalau pengiring Jenderal yang baru saja tiba disuruh
musuh bertambah, Jenderal akan menambah pulang. Raja merasa kini saat yang tepat untuk
bantuan prajurit pilihan dari negeri Batavia. berkirim surat kepada Pangeran Mangkubumi.

Setelah sampai di Surakarta patih


menyerahkan surat dari Gubernur kepada 39.
Mayor Hohendorff. Surat dibuka dihdapan mring ari mas Sukawatya
Raja dan para punggawa. Isinya perintah untuk sung pawarta yèn sasi Madilakir
menumpas pemberontak, dijanjikan akan ada ingsun arsa amêmantu
tambahan pasukan pilihan dari Batavia untuk putraningsun kang nama
memperlancar operasi itu. Gubenur dan para Ratu Alit sun tarimakakên antuk
pengiring tidak tahu kalau musuh kini telah Bupati Wiryadiningrat
bertambah. Menumpasnya akan jauh lebih sira siyagaa kardi
sulit dari perkiraan. Sebagai Komandan
serdadu Kumpeni, bisa dipastikan Hohendorff “Kepada adik di Sukowati, memberi tahu
lah yang akan pusing tujuh keliling. kalau bulan Jumadilakhir aku hendak
menikahkan anak. Anakku yang bernama Ratu
Alit kuberikan untuk jodoh Bupati
37. Wiryaningrat, engkau persiapkan segala
nata dhawuh ing apatya pekerjaan.”
Pringgalaya yèn Pangran Mangkubumi
mêdal barisipun agung Kepada Komandan Hohendorff, Raja
ngirup môncanagara menyuruh untuk menulis surat. Surat itu bukan
mungsuh para pangeran wus samya anut bujukan tetapi surat undangan manten, Raja
riyêg sabarang rèhira akan menikahkan anaknya, Ratu Alit. Momen
Pangeran Amangkubumi ini bisa dipakai untuk mempererat kembali
persaudaraan. Siapa tahu ada peluang bagi
38. kembalinya Pangeran Mangkubumi.
andhêku Sang Adipatya
Pringgalaya cinêthik langkung ajrih 40.
mangkana wus kinèn mêtu tuwan kumêndhan turira
sagung kang saking kesah ulun arsa kengkenan mring Samawis
sri narendra sigra angandika arum sung uninga mring kumêndur
dhumatêng tuwan kumêndhan tuwan andhawuhêna
sun arsa akirim tulis wêwêlingan busana kang adiluhung
mayor sigra pinaringan
Raja memberitahu kepada Patih Pringgalaya pemut wêlingan gya mijil
kalau Pangeran Mangkubumi keluar dari
negeri. Membentuk barisan besar dan Tuan Komandan berkata, “Saya ingin
mencamplok tanah mancanegara. Semua menyuruh seseorang ke Semarang, untuk
musuh, para pangeran sudah menurut kepada memberi tahu kepada Komander. Tuan
perintah Pangeran Mangkubumi. mintalah pesan pakaian yang bagus.” Mayor
Menunduk Patih Pringgalaya, terlihat sangat segera diberi pesan paya saja kebutuhannya
takut. Demikian sudah disuruh keluar, semua dan segera keluar.
yang baru datang dari bepergian. Sang Raja Pada zaman itu belum ada industri tekstil,
Eropa lebih maju dalam hal pembuatan kain,

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 93

maka sering hadiah yang diberikan bangsa ing karsa sri narendra
Eropa untuk pembesar kerajaan adalah kang supadi liliha ing galihipun
pakaian. Kalau kita mencermati pakaian para mayor ugi kintun sêrat
pembesar keraton, banyak yang bergaya sarwi kintun warni-warni
Eropa, tampak kalau mereka sering diberi
hadiah semacam itu oleh Kumpeni. Kanjeng Raja segera mengirim surat
undangan kepada Pangeran Mangkubumi.
Mayor sangat mendukung kehendak Raja,
41. agar segera reda hatinya. Mayor juga
antawis satêngah côndra mengirim surat dan berkirim bermacam-
tuwan mayor wus sarêmbag lan patih macam lainnya.
amênêdi wismanipun
Radèn Wiryadiningrat Akhirnya Raja mengirim surat undangan
miwah kilèn srimanganti jro kadhatun kepada Pangeran Mangkubumi, Mayor
sampat saliring pakaryan Hohendorff ikut serta mengirim surat bujukan
gènnya busananing nagri agar pangeran mau kembali, dengan disertai
bermacam hadian.
Kira-kira setengah bulan Mayor sudah
berembug dengan patih untuk memperbagus
rumah Wiryaningrat. Dan juga sebelah barat 44.
srimanganti di keraton. Selesai semua Dyan Tumênggung Jawikrama
pekerjaan dalam mempercantik penampilan Naladirja kalawan Sindupati
negeri. kang ingutus ing sang prabu
Saradipa tut wuntat
Setengah bulan kemudian mulai dilakukan tan kawarna ing marga Gêbang wus rawuh
tarub, yakni mempercantik bangunan keraton anjujug Martawijaya
yang akan dipakai untuk perhelatan wus laju katur ing gusti
pernikahan putri Raja Pakubuwana II.
45.
duta samya tinimbalan
42. pinanggihan sadaya nèng pandhapi
kawarnaa sri narendra kalangkung sinugun-sugun
amisudha Radèn Tumênggung Panji ngrangin punang pradôngga
Tohjaya jinunjung lungguh nawalendra lawan mayor suratipun
bupati gêdhong kanan wus katur kangjêng pangeran
sinung nama Puspanagara Tumênggung anggambuh tinampèn kalih
magang ran Citradiwirya
gêntosi Tumênggung Panji Raden Tumenggung Jawikrama, Naladirja dan
Sindupati yang diutus sang Raja. Saradipa
Alkisah sang Raja mewisuda Raden mengikuti di belakang. Tak diceritakan di
Tumenggung Panji Tohjaya diangkat jalan, mereka sudah sampaidi Gebang dan
kedudukan sebagai bupati gedung kanan, menuju tempat Martawijaya. Sudah
diberi nama Tumenggung Puspanegara. disampaikan kepada sang Tuan, utusan segera
Seorang magang bernama Citradiwirya dipanggil. Ditemui di pendapa, sangat
menggantikan Tumenggung Panji. dihormati, ada bunyi gamelan yang merdu.
Terjadi pergantian pejabat di keraton Surat dari Raja dan Komandan sudah
Surakarta, Tumenggung Panji Tohjaya disampaikan kepada Pangeran. Diterima
diangkat menjadi bupati gedong kanan, posisi dengan sangat akrab keduanya.
lama diisi Citradiwirya, seorang magang. Berangkatlah tiga utusan, Tumenggung
Jawikrama, Naladirja an Sindupati membawa
surat sang Raja. Di belakang mereka
43. mengikuti Saradipa yang membawa surat
jêng sri nata gya utusan Mayor Hohendorff.
sung tupiksa Pangeran Mangkubumi
mayor kalangkung jumurung

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 94

Salah satu kelebihan dari para pembesar


Surakarta di masa lalu adalah walau mereka
berseteru dan saling berhadapan namun
kekerabatan tetap terjaga. Tiga utusan pun
diterima dengan sangat terhormat, disambut
dengan hangat dan pulangnya dibawakan buah
tangan. Sebuah sikap yang mesti ditiru orang
zaman sekarang.

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 95

dirinya. Dan kini harus berpisah untuk


menapaki jalan masing-masing.

3.
BAGIAN 7 anênggak waspanipun
sarwi ngandika mring dutèng prabu
SABIBARIPUN MANTU ING KARATON hèh Tumênggung Jawikrama Sindupati
SURAKARTA, LAJÊNG lan Naladirja sirèku
ANGANGKATAKÊN PRAJURIT padha matura sang katong
MANGALÈR SAHA MANGIDUL
4.
(SETELAH MANTU DI KERATON gone sariraningsun
SURAKARTA, LALU tinggal trêsna marang ratuningsun
MEMBERANGKATKAN PRAJURIT KE upamane lir kaya tinggal bêbayi
UTARA DAN KE SELATAN) kang durung bisa lumaku
bêrangkang pinggiring waton

5.
PUPUH 9: GAMBUH tan ana kang atunggu
kaya mangkono panyiptaningsun
sapa ingkang rumêksa karaton Jawi
1. ingsun kukuhêna kukuh
wau ta suratipun ingsun dhoyongêna dhoyong
saking raka kangjêng sang aprabu
tinupiksa kadriya raosing tulis Dengan menahan air mata, sambil berbicara
pangeran anggung andhêku kepada utusan Raja, “Hai Tumenggung
manggihi dutaning katong Jawikrama, Sindupati dan Naladirja. Engkau
semua laporlah kepada sang Raja, diriku
2. meninggalkan rasa cinta kepada rajaku,
jro tyas langkung margiyuh seumpama seperti meninggalkan bayi yang
karêrantan tilar kadang sêpuh belum bisa berjalan di pinggir bebatuan.
nora nana kang rumêksa angawaki Tidak ada yang menunggu, seperti itulah
ingkang minôngka pikukuh angan-anganku. Siapa yang akan menjaga
pangeran anggung wirangrong keraton Jawa. Ibarat Aku kuatkan maka kuat,
ibarat aku condongkan maka condong.”
Surat dari sang kakak Kanjeng Raja dibaca
Dengan menahan airmata sang Pangeran
dan diresapkan dalam hati maknanya,
berkata kepada tiga utusan, tentang
Pangeran selalu terdiam ketika menemui
perumpamaan meninggalkan bayi di atas batu.
utusan sang Raja. Dalam hati sangat sedih,
Hati Pangeran sebenarnya sangat tidak tega
teringat ketika meninggalkan saudara tua.
meninggalkan kerajaan di saat dirinya sangat
Tidak ada yang menjaganya, yang bertindak
dibutuhkan. Ibaratnya kalaupun ingin
sebagai penyokong. Pangeran merasa sangat
merobohkan negara dia sanggup,
sedih.
menguatkannya pun mampu.
Suirat dari sang kakak membangkitkan
Namun apa boleh buat, daripada dirinya hanya
kembali kenangan Pangeran Mangkubumi
akan merepotkan sang kakak karena
ketika masih mengabdi di keraton. Sepanjang
pendapatnya yang bertentangan dengan
membaca surat sang Pangeran selalu terdiam,
kehendak Kumpeni, lebih baik dia menyingkir.
tak mampu berkata-kata. Hatinya sangat sedih
Semua itu agar sang kakak tidak ikut terkena
teringat akan saudara tua. Kini tidak ada lagi
getahnya.
yang menjaganya, yang akan menyokong dan
menjadi andalan baginya. Tetapi sang kakak Bagi sang Pangeran sendiri, inilah jalan yang
sudah memilih jalannya sendiri, demikian pula seharusnya ia pilih. Dia sudah muak melihat
keadaan negara yang lemah akibat ulah

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 96

Kumpeni. Raja pun seperti terbelenggu, rakyat busuk atau menjadi bulus kunting takkan takut
pun tertindas dan selalu kerepotan. Negara kalau perkataan sudah trerucap perkataan.
dalam kekacauan berkepanjangan. Kini dia Takkan menghindar walau akan hancur, tak
dapat melawan semua itu dengan tidak perlu menolak datangnya nasib yang berat.”
melibatkan sang kakak dalam perkara yang
tidak dia kehendaki. Tetapi Pangeran suah menyatakan memilih
jalan berbeda. Dia tak mungkin kembali lagi.
Keputusan sudah diambil dan tidak boleh
6. mencla-mencle. Akan menjadi apapun nanti,
lamun ana kang ngrungu seumpama menjadi tikus busuk atau bulus
Jawikrama pangandikaningsun kunting pun akan dia terima. Dia takkan
sayêktine padha ngarani dalêming menghindar walau akan hancur. Di takkan
Jawikrama nêmbah matur menolak datangnya masalah yang berat.
dhawuh paduka sayêktos

7. 10.
akêkah dhoyongipun surat satunggilipun
nagri Jawi nèng paduka tuhu saking mayor binuka kang têmbung
lamun wontên tiyang ngucap majanani angrêrêpa ngêla-êla langkung manis
sayêkti wong tanpa kusur akathah pangêbangipun
dene ngina amêmoyok tuwan kumêndur lan mayor

“Kalau ada yang mendengar, hai Jawikrama, 11.


perkataanku ini, sungguh akan menyebut pangeran datan keguh
meracau.” Jawikrama menyembah dan sajroning tyas maksih kukuh bakuh
berkata, “Perkataan paduka benar. Kuat dan duta nata miwah dutaning Kumpêni
condongnya negeri ada di tangan paduka. pinarnah pakuwonipun
Kalau ada orang yang meragukan sungguh wusnya tri ratri nèng pondhok
tanpa dasar, hanya untuk menghina dan
mencibir saja.” Surat satunya dari Mayor Hohendorff, ketika
dibuka isinya perkataan yang membujuk dan
Jawikrama membenarkan anggapan bahwa dirasakan banyak janji-janji manis dari Tuan
peran sang Pangeran sangat penting bagi Komander dan Mayor. Pangeran tidak
kerajaan. Meski dia juga menyadari banyak tergoda dan masih kukuh kuat dengan
yang tiak senang dan mencibir. Salah satunya tekadnya. Utusan Raja dan utusan Kumpeni
adalah Adipati Pringgalaya. ditempatkan di markas sampai tiga malam di
pondok.
8. Surat dari Mayor Hohendorff hanya menjadi
pangeran ngandikarum pemanis dari pertemuan itu. Surat yang berisi
saupama kondura wak ingsun janji-janji itu lebih mirip janji-janji palsu
maring praja sumiwi jêng sri bupati Kumpeni yang suah sering dia dengar.
wicara wus katarucut Pangeran takkan terpengaruh oleh bujukan
iya sapa wruh ing êndon semacam itu.

9. Surat telah diterima dan utusan dipersilakan


dadia tikus langu menginap tiga malam sebagai penghormatan.
miwah dadia bulus kaluyu
tan kumêdhèp ujêr swara wus kawijil 12.
nora selak ajur mumur pamit sinung sul-angsul
tan suminggah praptaning bot saungkuring duta pangran gupuh
andhawuhkên ambêrêg mênjangan kancil
Pangeran berkata pelan, “Andai aku pulang wusnyantuk buron wanagung
ke kerajaan dan menurut kehendak Raja, amêpak bêras lan kêbo
padahal aku sudah terlanjur bicara. Siapa
yang tahu kenyataannya. Akan menjadi tikus

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 97

13. 16.
rêmbatan kawan atus sarêng ing praptanipun
maesane cacah têlung puluh anjujug mayor lajêng lumêbu
tuwin kidang mênjangan banthèng lan kancil katur nata kang sul-angsul tinupèksi
wusnya samêkta sadarum anggubêt suraosipun
Ranawijaya kang kinon kanthi sêmu ngolok-olok

14. 17.
lawan pun Jayèngranu wantu tulisanipun
mantri kêkalih sigra lumaku Dipati Pugêr Paridan iku
ingkang ngirid pasumbang katur sang aji bisa gayêng ngamadaka nônggakrami
ratu alit kramanipun amirit piride alus
gantya ingkang winiraos luwêse mêmbut binanyol

Ketika pamit para utusan dibawakan oleh- Alkisah perjalanan Jawikrama, Raden
oleh. Setelah perginya utusan, pangeran Tumenggung Naladirja dan Ngabei Sindupati
segera memerintahkan berburu kijang kancil, yang diikuti Saradipa, utusan tuan Mayor
setelah mendapatkan buruan rimba, setelah sampai di Surakarta segera melapor ke
melengkapi dengan beras dan kerbau. Tuan Mayor dan diantar masuk untuk
Berasnya empat ratus pikul dan kerbau tiga menyerahkan oleh-oleh. Dibaca isi suratnya
puluh ekor, serta kijang menjangan kancil, yang berbelit oleh sang Raja dengan sedikit
Setelah semua siap Ranawijaya dan si memperolok, “Watak tulisan Adipati Puger si
Jayengrani kedua mantri segera berangkat Paridan itu, bisa seru menipu dengan
membawa sumbangan bagi sang Raja, untuk tatakrama, mirip-mirip halus luwes, memantul
pernikahan Ratu Alit. Ganti yang diceritakan. seperti badut.”
Ketika utusan akan kembali mereka Memang kalau orang amatir dalam sastra
dibawakan oleh-oleh sebagai tanda seperti Adipati Martapura alias Adipati Puger
persaudaraan. Memang mereka sekarang tidak akan sanggup menyamai raja-raja
berada di kubu yang berlawanan dan setiap Surakarta yang terkenal mahir berbahasa
saat dapat berhadapan di medan perang. halus. Maka tak aneh kalau Raja setengah
namun hubungan kekerabatan tetap terjaga memperolok surat Martapura yang mungkin
dengan baik. bagi Raja agak lucu. Dalam perkembangan
selanjutnya, ketika negara pecah menjadi dua,
Sepulangnya para utusan segera sang Pangeran para pujangga Surakarta tetap melestarikan
memerintahkan untuk mengirim utusan kehalusan bahasa Jawa mereka. Salah satu
balasan sekaligus menyerahkan sumbangan contoh adalah Babad Giyanti ini, yang
untuk perta pernikahan. Pangeran bahasanya sungguh luar biasa indah.
memerintahkan untuk menangkap hewan
buruan, kijang, menjangan, kancil dan 18.
menyiapkan kerbau. Maka terkumpulah bahan duta samya dinangu
yang aka disumbangkan ke keraton berupa; aturipun dhuh gusti sang prabu
empat ratus pikul beras, tiga puluh ekor kerbau barisipun rayi tuwan sampun dadi
dan beberapa hewan buruan seperti kijang, langkung saking kalih èwu
menjangan dan kancil. Sebagai kepala delegasi wisma kang rinakit pondhok
yang akan mengantarkan sumbangan ditunjuk
Ranawijaya dan Jayengrani. 19.
kang myarsa samya ngungun
tuwan mayor wus pamit umêtu
15. datan lami duta Sukawati prapti
wau ta lampahipun rêrêmbatan kawan atus
Jawikrama Rahadyan Tumênggung patang puluh kang ginotong
Naladirja lan Ngabèi Sindupati
kêkêran Saradipèku 20.
dutanira tuwan mayor maesa têlung puluh

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 98

anjujug mayor laju wus katur seperti ini merupakan hiburan tersendiri yang
mring sang nata duta saking Sukawati dinanti-nanti.
ngaturkên bon-abonipun
dènnya mêmantu sang katong
23.
Utusan semua ditanya, “Duh paduka Raja, cinêndhak roncènipun
barisan adik paduka sudah lebih dari dua ribu gênging bawahaning amêmantu
rumah yang dirakit sebagai markas.” Yang dhaupipun putri lan santana aji
mendengar kaget, Tuan Mayor sudah pamit sangkêp uparêngganipun
keluar tak lama utusan dari Sukawati datang nadyan bakal kang kadhaton
membawa empat ratus pikul yang digotong,
kerbau tiga puluh, menemui Mayor terus 24.
dibawa menghadap Raja. Menghaturkan tantara laminipun
bahan-bahan untuk acara mantu sang Raja. karsanira kangjêng sang aprabu
Radèn Wiryadiningrat jinunjung linggih
Para utusan melaporkan bahwa Pangeran Pangran Pakuningrat juluk
Mangkubumi telah menata barisan yang besar dhawuh timbalan sang katong
kekuatannya. Yang mendengar kaget dan
gentar, karena tahu akan terjadi perang besar. 25.
Belum lagi mereka tuntas berbicara, di luar patih lan pra tumênggung
sudah menyusul utusan Pangeran twan kumêndhan Kumpêni sadarum
Mangkubumi yang membawa sumbangan angèstrèni dhawuh timbalaning aji
untuk hajatan pernikahan putri Raja. Empat jroning praja wus misuwur
ratus pikul beras, tiga puluh ekor kerbau dan mangkana gantya rinaos
beberapa hewan buruan telah sampai dengan
cepat. Disingkat rincian cerita, besarnya acara
mantu, menikahnya putri dan kerabat Raja,
lengkap dengan hiasan mirip dengan keraton.
21. Beberapa lama kemudian atas kehendak Raja
mangkana praptanipun Raden Wiryadiningrat diangkat sebagai
tanggal kaping wolulas anuju Pangeran Pakuningrat. Perintah sang Raja
ari Kêmis ing sasi Jumadilakir patih dan para tumenggung, tuan Komandan
maksih Êdal taunipun Kumpeni semua menyaksikan perintah
praptaning karya mêmanton tersebut. Di dalam negeri sudah terkenal.
Sekarang ganti yang diceritakan.
22.
busêkan saprajagung Raden Wiryadiningrat, menantu Raja
nindyamantri santana tumênggung kemudian mendapat gelar pangeran dengan
atanapi sagunging panèwu mantri nama Pangeran Pakuningrat.
makajangan nèng lun-alun
mangun suka gêntos-gêntos
26.
Demikian sudah sampai tanggal pernikahan, wusnya lêt kalih tèngsu
tanggal 18 bertepatan hari Kamis bulan wontên prajurit Kumpêni rawuh
Jumadilakhir, tahun Dal. Berjejal orang dragundêre dwi atus saking Batawi
senegara, patih, kerabat dan tumenggung dan atindhih Mayor Tênangkus
segenap mantri panewu berkumpul di alun- kinèn anirnakkên mungsoh
alun, bersuka ria berganti-ganti.
27.
Hajatan pernikahan itu terjadi pada tanggal 18 wus katur ing sang prabu
hari Kamis bulan Jumadilakhir, tahun Dal. nata dhawuh mring mantri pangayun
Diadakan pesta yang sangat meriah di alun- sawusira tampi dhawuh patih kalih
alun untuk para punggawa kerajaan. Aneka mêmatah ing punggawagung
tontonan rakyat digelar untuk menghibur para kang nglurug myang jagi kraton
kawula Surakarta. Bagi rakyat kecil acara

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 99

Setelah dua bulan berlalu ada prajurit selatan agaknya yang disasar adalah Sultan
Kumpeni datang. Dragonder dua ratus dari Dandun Martengsari. Konsentrasi pasukan
Batavia, dipimpin Mayor Tenangkus, dengan yang lebih besar diarahkan ke selatan untuk
tugas membasmi musuh. Sudah dihaturkan segera menghentikan perlawanan Sultan
kepada Raja, sang Raja memerintahkan Dandun yang agaknya dinilai paling lemah.
kepada pemuka mantri. Setelah menerima
perintah kedua patih menyuruh para
punggawa yang menyerang dan berjaga di 30.
keraton. kang mangidul dèn pupuh
mayor kalih senapatinipun
Dua bulan dari acara mantu tersebut, pasukan miwah malih Pringgalaya Adipati
Kumpeni dari Batavia yang dijanjikan sapanêngên pra tumênggung
gubernur Jenderal datang. Pasukan Dragonder, amung satunggil kang kalong
yakni pasukan berkuda sejumlah dua ratus
personil dipimpin Mayor Tenangkus 31.
diperbantukan ke Surakarta. Rupanya inilah bupati sarèhipun
pasukan pilihan yang dimaksud Gubernur Pangran Pakuningrat ingkang kantun
Jenderal tempo hari. Namun dengan jumlah pan linintu Mataram bupati siji
sekian itu jelas kurang karena musuh sudah Rajaniti ingkang tumut
bertambah dengan dan kekuatan keraton sudah Jayawinata tunggu brok
jauh berkurang sejak Pangeran Mangkubumi
keluar. 32.
lan wong kalang sadarum
Raja kemudian memerintahkan patih untuk bupatine mantri myang panèwu
membagi pasukan, mana yang akan ditugaskan tumut ngidul rumêksa mariyêm sami
menyerang, dan mana yang ditugaskan dragundêr Walônda satus
berjaga-jaga di keraton. kalih atus dharat golong

28. Yang menyerang ke selatan kedua mayor


samana wus arêmbug senapatinya, dan Adipati Pringgalaya berserta
patih kalih lan Mayor Tênangkus bupati kanan, para tumenggung hanya satu
atanapi Hogêndhorêp datan kari yang kurang, bupati karena Pangeran
gêlêng gumolonging rêmbug Pakuningrat yang ditinggal, diganti bupati
mung sakêdhik kang mangalor Mataram satu, Rajaniti yang ikut, Jayawinata
menunggu di tempat. Dan orang kalang
29. semua, bupati mantri dan panewu, ikut ke
kinathahan kang ngidul selatan menjaga meriam, dan dragonder
wit pangerane kathah kang ngidul Belanda seratus, dua ratus prajurit darat.
pra punggawa sigra samêkta ing kardi Maka para petinggi militer Kumpeni lebih
bêbêgjan tibaning umur fokus ke selatan. Dua mayor, seratus
wus pêsthi yèn dadya mungsoh dragonder, dua ratus serdadu Kumpeni dan
persenjataan berat seprrti meriam. Mereka
Ketika itu sudah sepakat kedua patih dengan masih ditambah prajurit Raja yang jumlahnya
Mayor Tenangkus dan Mayor Hohendorff lebih besar lagi, semua dipimpin bupati
tidak ketinggalan. Sudah bulat keputusan dengan arahan Adipati Pringgalaya. Juga ikut
bahwa hanya sedikit yang ke utara, para orang kalang, yakni para ahli bangunan
diperbanyak ke selatan. Para punggawa yang akan bertindak sebagai prajurit zeni.
segera bersiap melaksanakan pekerjaan.
Mengadu nasib jika masih ada umur, sudah
pasti kalau akan ketemu musuh. 33.
dene ta ingkang nglurug
Patih dan dua Komandan Kumpeni kemudian amangalèr senapatinipun
berunding. Mereka akan membangi pasukan Adipati Sindurja lan pra bupati
ke utara dan selatan. Ke utara jelas sapangiwa pra tumênggung
menggempur Pangeran Mangkubumi, ke panèwu mantri mangisor

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 100

angkatipun saking alun-alun


34. sri narendra samana miyos tinangkil
dragundêr wolung puluh bupati kliwon kang nglurug
prajurit dharat satus rongpuluh samya ngabêkti sang katong
ingkang dadya senapatining Kumpêni
Kapitan Kop namanipun 38.
datan tinindhihan mayor twan mayor kalihipun
wusnya jawat astanya sang prabu
Adapun yang menyerang ke utara senapatinya sarêng budhal kang ngalèr myang ngidul
adalah Adipati Sindureja dan para bupati kiri, sami
para tumenggung, panewu, mantri ke bawah. swarane bala gumuruh
Dragonder delapan puluh prajurit darat lir gora rèh anjingga nom
seratus dua puluh, yang menjadi senapati
Kumpeni Kapitan Kop namanya. Tidak ada Ketika sudah siap balatentara Kumpeni dan
pimpinan berpangkat mayor. balatentara Raja bertepatan Senin Pon bulan
Ruwah tanggal 27 tahun Dal, segera
Sementara yang menyerang ke utara dipimpin berangkat menyerang ke medan perang.
oleh Adipati Sindureja dan para bupati kiri. Berangkatnya dari alun-alun, sang Raja
Dari pihak Kumpeni dipimpin Kapten Kop keluar melepas di bangsal, bupati kaliwon
dengan seratus dua puluh serdadu darat dan yang ikut semua menyembah sang Raja. Tuan
delapan puluh dragonder. Mayor keduanya sudah berjabat tangan
dengan sang Raja berangkat ke utara dan
35. selatan bersama. Suara balatentara
ingkang pinatah kantun bergemuruh seperti gunung berwarna jingga
bupati lêbêt lan malihipun muda.
pra santana wêwolu kanthi prajurit Hari berangkatnya pasukan keraton an
jagêr Wlandi patang puluh Kumpeni bertepatan dengan 27 Ruwah tahun
tindhih Kapitan Salotor Dal, hari Senin Pon. Sang Raja sendiri yang
melepas pasukan besar itu di alun-alun.
Yang ditugaskan tinggal bupati dalam dan
para kerabat delapan dengan prajurit Jager
Belanda empat puluh dipimpin Kapitan Solor.
Prajurit Jager adalah prajurit bersenjata api
yang tidak tergabung dalam kesatuan khusus,
bertugas rutin dengan seragam pegawai
keraton sehari-hari (padintenan Jawi).
Tugasnya adalah mengawal Raja. Kalau dilihat
dari pasukan keraton yang hampir semua
dikerahkan keluar, bahkan kedua patih pun
ikut serta, maka pertahanan keraton sangat
lemah. Namun tampaknya mereka tidak punya
prediksi akan ada pasukan yang menyerang
keraton.

36.
dupi samêkta sampun
bala Kumpêni myang wadya prabu
amarêngi Sênèn Pon wimbaning sasi
Ruwah ping salikur taun
maksih Dal saksana bodhol

37.
anglurug andon pupuh

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 101

kangjêng pangeran
dhawuh samêkta baris

Ketika itu disela kedatangan kepala sandi,


BAGIAN 8 kedepan bergegas memberi tahu kalau musuh
sudah keluar lengkap dengan peralatan
PANGERAN MANGKUNAGARA perang. Kanjeng Pangeran memerintahkan
AMBÊDHAH ING KADUWANG, menggelar pasukan.
PANGERAN MANGKUBUMI Di tengah pembicaraan mendadak disela
ANGRAMPIT ING SURAKARTA, kedatangan kepala prajurit sandi, mengabarkan
LAJÊNG MUNDUR DHATÊNG RÊDI kalau pasukan musuh sudah menuju ke tempat
GARIGAL mereka dengan peralatan perang lengkap.
Pangeran Mangkubumi segera memerintahkan
(PANGERAN MANGKUNAGARA untuk bersiap siaga menyambut peperangan.
MENGHANCURKAN KADUWANG,
PANGERAN MENGKUBUMI
MENGEPUNG SURAKARTA, LALU 3.
MUNDUR KE GUNUNG GARIGAL) sarta paring sêrat marang Panambangan
Pangran Mangkunagari
kinèn ngidul gêcak
dhatêng kitha Kaduwang
PUPUH 10: DURMA supadi karya kuwuring
mêngsah kang nglarag
tan winarna ing margi

4.
1. sapraptaning pabarisan Panambangan
pan sinigêg wadyabala kang lumampah duta ngaturkên tulis
gantya ingkang winarni sawusnya kadhadha
kang baris nèng Gêbang suraosing pustaka
nuju siniwèng wadya pangeran umangkat aglis
Jêng Pangeran Mangkubumi praptèng Kaduwang
andhèr balabar lajêng campuh ing jurit
lagya agunêm pikir
Serta memberi surat ke Panambangan,
Cukup cerita tentang balatentara yang sedang Pangeran Mangkunagara disuruh ke selatan
bergerak, ganti cerita yang sedang berbaris di menyerang ke kota Kaduwang. Agar membuat
Gebang. Ketika sedang di hadapan pasukan bingung musuh yang bersiap menyerang. Tak
Kanjeng Pangeran Mangkubumi, yang diceritakan di jalan, sesampai pasukan di
berjajar tumpah, mereka sedang saling Panambangan utusan menghaturkan surat.
berbincang. Setelah dibaca isi surat, pangeran segera
Ganti cerita tentang yang sedang berbaris di berangkat. Sesampai di Kaduwang kemudian
Gebang, Kanjeng Pangeran Mangkubumi pecah perang.
sedang menggelar pisowananm, dihadap para Dan juga memberi tahu dengan surat ke
punggawa, manri, bupati dan balatentara yang Panambangan, tempat markas Pangeran
tumpah ruah ke halaman. Mereka sedang Mangkunagara, agar Pangeran Mangkunagara
saling berbincang tentang berbagai hal. mendahului menyerang Kaduwang, agar
musuh menjadi bingung. Pangeran
2. Mangkunagara segera melaksanakan perintah
duk samana kasaru ing praptanira itu dan menyerang Kaduwang. Terjadi perang
têliking mantri ngarsi besar di sana.
gancangan tur wikan
yèn mêngsah sampun mêdal
sangkêp kapraboning jurit

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 102

5. musuh agar mereka bingung kemana larinya


Dyan Tumênggung Kaduwang datan pasukan Mangkubumi.
kuwawa
tumanggah ing ajurit
dene jêng pangeran 8.
nêsêg sawadyanira pinarapat pinara gangsal punggawa
bubar wong Kaduwang ngisis miwah kang para mantri
kuthane bêdhah supadi tan bisa
nulya dipun jarahi nangguh ênggoning mêngsah
Jêng Pangeran Mangkubumi
Raden Tumenggung Kaduwang tidak mampu sigra parentah
membendung, adapun Kanjeng Pangeran marang para bupati
mendesak bersama pasukan. Bubar orang
Kaduwang tanpa sisa, kotanya hancur dan 9.
isinya dijarah. kakang Pugêr sira lan Suryanagara
Si Warung Angabèi
Radeng Tumenggung Kaduwang tak mampu padha angalora
menahan seranga Pangeran Mangkunagara. Rôngga Wirasêtika
Kaduwang takluk, orangnya lari tanpa sisa, sira angetana kanthi
kotanya hancur dijarah. Ranadiningrat
Samapura ywa kari
6. Dibagi menjadi seperlima para punggawa dan
tinanêman Pangeran Dewakusuma para mantri. Supaya tak bisa mengira-ira
tiyang amanguntèki tempatnya bagi musuh. Kanjeng Pangeran
ingalih namanya Mangkubumi segera memerintahkan para
Radèn Natawijaya bupati, “Kak Puger engkau dan Suryanagara,
têtêp alungguh bupati Si Warung Angabei engkau ke utara, Rangga
anèng Kaduwang Wirasetika engkau ke timur, dengan
Pangran Mangkunagari Ranadiningrat Samapura jangan ketinggalan.
7. Pasukan Mangkubumi dibagi 5, bergerak ke
sigra wangsul kondur dhatêng Panambangan empat arah dengan pimpinan masing-masing.
wuwusên Sukawati Adipati Puger, Suryanegara dan Angabei
ingkang pirêmbagan Warung bergerak ke utara. Rangga Wirasetika
Dipati Pugêr turnya dan Ranadingrat Samapura ke timur.
sampun paduka lawani
sae ngoncatan 10.
binabingung ing jurit padha sira anggubêda keri kanan
dene kang dhèrèk mami
Ditanami orang, Pangeran Dewakusuma, sira Jayadirja
orang yang gemar bertapa. Diganti namanya lawan Rêksanagara
dari Raden Natawijaya, tetap bekedudukan tanapi Si Brajamusthi
sebagai bupati Kaduwang. Pangeran sawadyanira
Mangkunagara segera kembali ke sun arsa ngrampit nagri
Panambangan. Ceritanya di Sukowati, yang
berembug Adipati Puger, usulannya, “Jangan “Kalian melingkar dari kiri-kanan. Adapun
paduka lawan, lebih baik menghindar untuk yang ikut saya, engkau Jayadirja dan
membuat bingung dalam peperangan.” Reksanagara dan Si Brajamusti, bersama
pasukan aku akan menyerang ke kota!”
Setelah diduduki di Kaduwang dipasang
Pangeran Dewakusuma sebagai bupati. Dua bagian pasukan lain melingkari markas,
Pangeran Mangkunagara kembali ke satu bagian menyertai Pangeran Mangkubumi
Panambangan. Sementara di Sukowati Adipati untuk menyerang kotaraja.
Puger menyusun strategi dengan menghindari

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 103

11. pemberontak, mereka tak mengira akan


sawusira gumolong ingkang pirêmbag mendapat serangan mendadak dari Pangeran
Pangeran Mangkubumi Mangkubumi.
miwah pra bupatya
sawadyabalanira
wus myarsa mungsuh mèh prapti 14.
nèng Jatimalang wanci dalu tabuh sawêlas praptanya
langkung agêng kang baris lajêng ngobong-obongi
kilèn Pringgalayan
12. angidul tinaratas
baris Gêbang samana têngara ambyar anggrêng swaraning kang agni
gêlare wus miranti awor lan surak
sampun pitung dina madhangi sanagari
ping sanga likur Ruwah
budhal Pangran Mangkubumi Waktu jam sebelas malam datangnya,
ngilèn lampahnya kemudian mereka membakar sebelah barat
malêbêt ing nagari kediaman Pringgalaya, terus menyisir ke
selatan. Gemuruh suara api, bercampur
Setelah sepakat bulat yang dibicarakan sorak-sorai, terang benderang di tengah kota.
Pangeran Mangkubumi dan para bupati Dengan memilih waktu jam 11, ketika orang
beserta pasukannya mendengar musuh sudah mulai tidur penyerangan dapat dilakukan
sampai di Jatimalang dengan sangat besar leluasa. Kota menjadi terang benderang oleh
pasukan yang dibawa. Pasukan dari Gebang kobaran api, dan heboh oleh sorak sorai para
sudah berpencar dengan strategi masing- prajurit yang membakar.
masing. Sudah tujuh hari Pangeran
Mangkubumi berangkat, tepat pada 29 Ruwah,
ke barat menuju kotaraja. 15.
kuwur kawur ibêkan wong Surakarta
Musuh sudah sampai di Jatimalang, mereka gêng alit ting jalêrit
kemudian segera bergerak berpencar. tambuh solahira
Bertepatan dengan 29 Ruwah Pangeran mêdal nglurung tinumbak
Mangkubumi menuju kotaraja. Sudah tanggal kang mêmpên kabyukan agni
akhir bulan Ruwah, menjelang bulan puasa. mangidul ngambah
ing Sindurjan kabêsmi
13.
mung punggawa sakawan ingkang binêkta Bingung semua orang Surakarta, besar kecil
kawan atus turanggi saling menjerit, tiak karuan polahnya. Akan
wus nabrang bêngawan keluar rumah ditombak, di dalam tertimpa api.
rêrêp têngahing wana Pembakaran terus ke selatan di kediaman
wana rèndèng kalih ratri Sindureja juga dibakar.
tanggal sapisan
Siyam dènira ngrampit Tampaknya kedua patih menjadi sasaran
tembak awal terbukti rumah keduanya yang
Hanya membawa empat punggawa, disertai dibakar duluan. Maklum pengikut
empat ratus kuda, sudah menyeberang Mangkubumi sudah sangat benci dengan
bengawan. Berhenti di hutan Rendeng dua keduanya yang dianggap menjadi biang
malam, tepat tanggal satu bulan puasa keluarnya Pangeran dari keraton.
pasukan menyerang kotaraja.
Sebelum menyerang mengepung dahulu di 16.
sekitar kota di tenah hutan, sambil melihat sapangidul sapangilèn sapangetan
situasai kota yang sedang lemah. Ketika hari kang pawaka mawrêdi
pertama puasa pasukan menyerang ke tengah ngungkuli kadhatyan
kota. Sementara pasukan Kumpeni dan keraton wong ngili mawurahan
banyak dikerahkan ke luar menuju markas samya manjing jroning puri

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 104

kawêlasarsa amung Kumpêni kêdhik


ingkang tan antuk margi abdi kadipatyan
samana wontên prapta
Api menjalar ke selatan, ke barat, ke timur kèndêl wau sri bupati
merata mengepung kedaton. Orang-orang dupi miyarsa
berebutan masuk puri, mengalir berdesakan. surak sanjata muni
Kasihan orang-orang yang tak mendapat
jalan. Sang Raja sudah memakai pakaian perang
dengan Putra Mahkota di halaman. Sudah
Pembakaran terus berlangsung merata ke akan berangkat ke selatan namun dihalangi
selatan, barat dan timur sampai mengepung Kapten Salotor, “Jangan dulu Paduka Raja!
keraton. Tinggal di keraton yang tidak terbakar Belum ada pasukan yang datang. Kumpeni
karena ada banyak penjaga di sana. Orang- baru sedikit, para pasukan kadipaten belum
orang kemudian berlarian mengungsi ke datang. Raja berhenti ketika mendengar bunyi
kedaton, berdesakan tak karuan. Kasihan, senjata diluar.
banyak dari mereka tak mendapat jalan.
Karena pasukan sedang melakukan
penyerangan ke luar kota, maka kekuatan di
17. dalam kotaraja praktis hanya tinggal beberapa
tembak andhèr nèng pinggir jaro kadhatyan puluh personil saja. Dibutuhkan waktu untuk
mungsuh prapta ambêdhil melakukan konsolidasi. Sementara keadaan
agègèr puyêngan sudah kacau balau. Pasukan penyerang sudah
wau jêng sri narendra mendekati keraton dan terlihat jelas dari posisi
nimbali kapitan prapti sang Raja.
Salotor lawan
soldhadhu kalih dèsi
20.
Dari dalam kedaton sudah siap pasukan têdhak malih gugup sarwi angandika
dengan senapan, ketika musuh datang iku yêkti Suwandi
langsung diberondong. Geger tak karuan. ya dudu ari mas
Sang Raja memanggil Kapten Salotor dan dua Si Suwandi kewala
puluh serdadu Kumpeni. Dyan Endranata gya prapti
lan Jakartika
Di dalam keraton prajurit Jager bersiap Dhelo namanya alit
menyambut musuh dengan senapan. Ketika
datang senapan langsung ditembakkan. Terjdi Turun lagi dengan gugup dan berkata, “Itu Si
geger karena banyak orang di luar yang kan Suwandi, bukan adik Mangkubumi, hanya Si
masuk mengungsi. Keadaan sangat kacau Suwandi.” Raden Endranat baru datang
balau. dengan Jayakartika, nama kecilnya Dhelo.
Raja memanggil Kapten Solotor dan dua puluh Sang Raja turun dan melihat, lalu dengan
serdadu. Sementara itu pasukan yang tersisa gugup berkata, “Itu Si Suwandi, bukan dik
belum terkumpul di keraton. Mangkubumi, itu hanya Si Suwandi!”
Raden Endranata datang bersama Jayakartika
18. atau dikenal dengan nama kecil Dhelo. Mereka
sri narendra sampun angrasuk busana segera bergabung mengamankan Raja.
kalawan kangjêng gusti Rupanya raja mengenali pemimpin penyerang,
pangeran dipatya yakni Suwandi yang dulu pernah meminta
wontên ing palataran ampun dan berniat mengabdi.
budhal mangidul sang aji
Salotor malang
sampun sunan rumiyin 21.
sri narendra alon pangandikanira
Dhelo iku Suwandi
19. matur Jakartika
dèrèng wontên abdi paduka kang prapta dede Suwandi tuwan

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 105

rayi paduka pribadi kanthi rolas Kumpêni


nata ngandika
dudu Si Mangkubumi Segera mantri keparak yang sudah datang
mengusir orang yang berdatangan. Panenet
22. semua memimpin para abdi lainnya berbaris
Si Suwandi iku yêkti kang dinuta di dalam pagar, yang arah timur dengan dua
adhi mas Mangkubumi belas Kumpeni.
matur Endranata
wontên songsonge jênar Mereka berusaha menahan dalam benteng
ngandika iya Suwandi keraton yang masih berupa pagar bambu itu.
kinon yayi mas Bagian dalam dilapis barisan para paneket dan
anganggo payung kuning para abdi. Sementara dua belas Kumpeni ikut
berbaris.
Sang Raja berkata, “Dhelo itu Suwandi!”
berkata Jayakartika, “Bukan Suwandi paduka, 25.
adik paduka sendiri!” Raja menyahut, “Bukan sampun wontên satus prajurit kaparak
Si Mangkubumi. Itu Suwandi yang disuruh sarean Sêlèr nami
adik Mangkubumi.” Berkata Endranata, “Ada ingkang jinagenan
payung kuning, paduka?” Berkara raja, “Iya yèku kidul wiwara
Suwandi disuruh memakai payung kuning.” kang kilèn sri narapati
Sementra Raja dan pembantunya berdebat lawan Kapitan
tentang siapa pemimpin pembakaran kota itu. Salotor kang jagèni
Raja yakin itu Suwandi yang memakai payung
Pangeran Mangkubumi. Lalu di manakah sang Sudah ada seratus prajurit keparak, Sersan
Pangeran? Seler namanya yang menjaga, yaitu di selatan
pintu. Yang sebelah barat Sang Raja dan
Kapten Salotor yang menjaga.
23.
gya Kapitan Salotor apêparentah Prajurit dalam keraton sudah mulai
hèh sagung para mantri mengumpul. Sersan Seler menjaga di selatan
padha singkirêna pintu, di sebelah barat Sang Raja dan Kapten
wong ngili aja pêdhak Salotor. Memang Raja Pakubuwana bukanlah
wong wadon rare ngrubêdi seorang pengecut dalam hal perang. KONON
padha dohêna ketika orang Cina menyerang keraton sang
lan jaro dèn sumingkir Raja juga bersiap untuk melawan. Namun
Hohendorff membujuknya untuk menyingkir.
Kapitan Salotor segera memberi perintah,
“Hai semua para mantri, singkirkan orang 26.
yang berdatangan, jangan sampai dekat, para mantri kaparak nèng ngarsanira
perempuan dan anak-anak mengganggu, kangjêng sri narapati
jauhkan dari pagar, biarkan menyingkir!” cacah kawan wêlas
Karena suasana kacau balau dan menghalangi nulya wong kadipatyan
gerak pasukan, Salotor menyuruh para wontên salawe kang prapti
penduduk agar disingkirkan dahulu, terutama Jayakartika
perempuan dan anak-anak. matur ing sri bupati

27.
24. yèn suwawi lan karsa jêng sri narendra
sigra mantri kaparak kang sampun prapta kawularsa mêdali
amburak wong kang ngili sampun ngantos cêlak
panèkêt sadaya lawan jaro kang mêngsah
nindhihi kancanira dèrèng ngandika sang aji
jaro kidul dèn barisi Salotor ngucap
kang mujur ngetan paran karêpirèki

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 106

Para mantri keparak yang depan Raja ada 30.


empat belas. Lalu datang orang dari anêratas anggêgêlar solahira
kadipaten sebanyak dua puluh lima yang mangilèn praptèng wuri
datang. Jayakartika melapor kepada Raja, sawurining mêngsah
“Kalau boleh dan diijinkan saya akan keluar, nulya wangsul mangetan
jangan sampai musuh mendekat ke pagar.” wus awor lan bajag inthil
Belum menjawab sang Raja Salotor sudah baturing mêngsah
mendahului, “Bagaimana maksudnmu?” kang samya dharat wuri
Pasukan mulai berdatangan dari kadipaten. Mereka menerobos dan memakai stragegi, ke
Kadipaten adalah tempat tinggal patih barat untuk menyusul dari belakang. Sesampai
Pringgalaya dan Sindureja yang sudah dibakar. di belakang musuh kemudian ke timur
Sekarang pasukan berkonsentrasi menjaga mengejar. Sudah bercampur mereka dengan
Raja. Karena melihat pasukan terus mendekat ekor barisan musuh yang berjalan darat,
Jayakartika bermaksud keluar dari pagar untuk kemudian menyerang dari belakang.
membendung pasukan musuh.
Dengan cerdik Jayakartika mencari ekor
barisan musuh. Ketika musuh bergerak ke
28. timur dia menyusup ke barat, lalu berbelok
Jakartika nauri iya kapitan lagi ke timur di belakang barisan musuh.
ingsun ingkang mêtoni Musuh mengira itu temannya yang menyusul,
sira aja obah kemudian mereka membokong dari belakang.
rumêksa sri narendra
Kapitan Salotor angling
iya mêtua 31.
nanging dèn ngati-ati tinumbakan saking wuri kêni papat
kang pêjah dèn tigasi
29. kang kathah anggundam
sri narendra anulya maringi tumbak mire ngalèr ngalêmpak
nêmbah wus dèn tampèni têtindhihe angundhangi
tabe lan kapitan kinèn mundura
sapuluh rowangira agni sangsaya dadi
kang têtiga bêkta bêdhil
pêpitu tumbak Ditombak dari belakang kena empat orang,
sapraptanirèng jawi yang mati langsung dipancung. Yang banyak
berteriak kaget, menghindar ke utara
Jayakartika menjawab, “Aku yang keluar, berkumpul, pemimping menyuruh mundur. Api
engkau diamlah di tempat untuk menjaga semakin besar.
paduka Raja!” Kapten Salotor berkata,
“Silakan, tetapi berhati-hatilah!” Jayakartika berhasil membokong musuh,
empat orang terkena tombak. Sontak yang lain
Sang Raja kemudian memberi tombak, bereriak, menyingkir ke utara sambil
menyembah terus menerima, bersalaman berkumpul, pemimpin pasukan menyuruh
dengan Kapten dan keluar dengan sepuluh mundur karena tak tahu seberapa banyak
orang. Tiga orang memakai senapan, yang musuhnya. Sementara api semakin besar.
tujuh bersenjata tombak. Sampailah mereka di
luar.
32.
Jayakartika bermaksud mengganggu musuh tanpa rungyan gumarêbêging dahana
agar mereka tidak mendekat, sementara wor jêriting rarywalit
Salotor disuruh tetap di posisinya untuk ya ta Jakartika
menjaga Raja. Mereka keluar dengan sepuluh lampahe bêkta sirah
orang, yang tiga membawa senapan, yang nèng landheyane pribadi
tujuh bersenjata tombak. Sungguh berani cacah sakawan
mereka menyusup ke tengah musuh. praptèng ngabyantaraji

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 107

nèng palataran
Tanpa terdengar kalah oleh suara gemuruh ing tabuh satêngah tri
api campur jerit para penduduk. Jayakartika
berjalan membawa kepala di tancapkan di Segera masuk kedaton sang Raja, Jayakartika
gagang tombak, empat jumlahnya. Kembali ke di depan sebagai batasan. Sangat suka sang
hadapan raja. Raka sehingga duduk di kursi di pelataran.
Waktu sudah mendunjukkan setengah tiga.
Setelah musuh kacau barisannya, Jayakartika
kembali dengan membawa empat kepala yang Karena musuh sudah pergi sang Raja senang,
ditancapkan di gagang tombak, lalu kembali lalu segera masuk ke keraton. Jayakartika di
ke dalam menghadap raja. depan sebagai pembatas. Sang Raja saking
senangnya kemudian duduk-duduk di kursi di
pelataran, waktu sudah setengah tiga.
33.
langkung suka sang nata miwah kapitan
nulya kang êlèr prapti 36.
mantri kancanira praptaning kang mungsuh ing pukul sawêlas
Pangeran Pakuningrat bubarnya satêngah tri
Dyan Tirtawijaya nami enjang sri narendra
kliwon lênggahnya tabuh satêngah sapta
matur atur udani têdhak arsa mariksani
wisma kang samya
34. katon maksih kabêsmi
lamun mêngsah kang lèr sampun mundur
samya Datangnya musuh setengah sebelas, mundur
amanabrang ing kali setengah tiga. Paginya sang Raja pukul
Pepe katingalan setengah tujuh turun hendak melihat rumah-
kèndêl ngêntosi rowang rumah yang kelihatan masih terbakar.
tan dangu bubar lumaris
ngalèr sadaya Paginya Sang Raja memeriksa akibat serbuan
tan wontên ingkang kari musuh yang singkat tadi malam. Hanya tiga
setengah jam, sudah memporakporandakan
Sangat senang sang Raja dan Kapten. Lalu kotaraja.
datang dari utara Pangeran Pakuningrat dan
temannya Raden Tirtawijaya namanya,
pangkat kaliwon memberi tahu bahwa musuh 37.
yang di utara sudah mundur semua. praptanira sang nata ing Kadipala
Menyeberang sungai Pepe, lalu tampak kèndêl eram ningali
menunggu temannya kemudian semua ke utara Grêmêt sapangetan
tak ada yang ketinggalan. Kabangan sapangetan
Pringgalayan lawan malih
Sang Raja senang karena musuh tak berhasil Sratèn kidulnya
masuk. Lalu datang Pangeran Pakuningrat, wus brastha dening agni
menantu raja yang baru saja menikah dengan
Ratu Alit, disertai seorang teman, Raden 38.
Tirtawijaya. Mereka melaporkan kalau musuh ingkang botên kobar salèring Sêrêngan
di utara sudah mundur semua, tak ada yang Kamlayan ugi maksih
tersisa. gantya kawarnaa
kang baris Jatimalang
Sindurja lawan Kumpêni
35. dalu miyarsa
nulya kondur ing dhatulaya sang nata yèn nagari dèn rampit
Jakartika nèng ngarsi
pinaring sêmôngka Sesampai sang Raja di Kadipala, berhenti
langkung suka narendra melihat dengan terkejut. Gremet ke arah
lajêng pinarak ing kursi timur, Kabangan ke arah timur, Pringgalayan

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 108

dan Sraten di sebelah selatan sudah hangus menyeberang. Yang dari timur mundur untuk
oleh api. Yang tidak terbakar sebelah utara menata barisan
Serengan, Kamlayan juga masih. Ganti yang
diceritakan, yang sedang berbaris di Di saat yang sama pasukan Mangkubumi
Jatimalang, Sindureja dan Kumpeni sudah sudah sampai di bengawan juga. Pasukan
mendengar kalau tadi malam kotaraja kerajaan dari timur hampir menyeberang,
diserang. pasukan Mangkubumi dari barat sudah
menyeberang. Pasukan kerajaan mundur untuk
Kerusakan yang ditimbulkan oleh ulah menata barisan, bersiap membantai apabila
penyerang kotaraja sangat parah. Beberapa pasukan Mangkubumi keluar dari sungai.
bagian kota hangus terbakar. Yang tidak
terbakar hanya Serengan dan Kamlayan.
Ganti yang diceritakan, pasukan kerajaan dan 41.
Kumpeni di Jatimalang sudah mendengar pangajênge wong Sukawati kang nabrang
kalau kotaraja di serang. pangirid nêmpuh jurit
rasukan kuthungan
dhuwung amung satunggal
tan cara kadi prajurit
39. cara wong midhang
atêngara enjang Dipati Sindurja yèku kang mobat-mabit
lan sagung pra bupati
sapalih binêkta Pemuka orang Sukowati yang sudah
bidhal angilèn samya menyeberang langsung menyerang. Hanya
Kumpêni bêkta sapalih memakai rompi, kerisnya hanya satu, tak
Bêlangkêr Litnan seperti prajurit, seperti orang pelesiran.
sampun nabrang banawi
Pemuka atau pemimpin orang-orang Sukowati
Adipati Sindureka memberi aba-aba dengan yang menyeberang menyerang hanya
segenap para bupati, separo pasukan dibawa berpakaian rompi atau kutang. Seperti kutang
ke arah barat. Kumpeni membawa separo lagi ontokusuma, milik Gatotkaca, yakni pakaian
di bawah pimpinan Letnan Belangker. Sudah tanpa lengan. Juga hanya membawa sebilah
menyeberang bengawan. keris, tak seperti prajurit, hanya mirip orang
jalan-jalan.
Ketika mendengar kotaraja diserang Sindureja
membawa pasukan ke arah barat, menghadang
musuh yang hendak keluar dari kotaraja.
Sementara separoh pasukan sudah dibawa 42.
Letnan Belangker. Sudah menyeberangi wastranira bathik balonthang kasmaran
bengawan. datan angatawisi
ingkang songsong jênar
maksih nèng kilèn ngimbang
ingêdrèl mêksa angungkih
40. wong Surakarta
kasarêngan pangeran saundurira sami panas ing galih
dalu saking angrampit
wus praptèng bangawan 43.
kang wetan mèh anyabrang aningali mring kang rasukan kuthungan
kang kilèn sampun nyabrangi wontên sajuga mantri
mundur kang wetan ran Tôndhawijaya
sami atata baris andêl ing Kasindurjan
sarowange amrêpêki
Bersamaan dengan itu Pangerang sesudah dupi wus pêrak
mundur dari menyerang kota sudah sampai di Tôndhawijaya bêdhil
bengawan juga. Yang dari timur sudah hampir
menyeberang, yang dari barat sudah Berkain batik motif balontang kasmaran, tidak
kentara, berpayung kuning. Masih di sebelah

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 109

barat tebing, ditembaki tetap bergeming. barisannya karena salah paham, dikira
Orang Surakarta semua panas hati melihat dikepung pasukan Pangeran. Kumpeni
orang pakai rompi itu. Ada salah seorang menembak dua kali, tetapi pasukan Pangeran
mantri namanya Tandawijaya, andalan dari sudah pergi.
Kasindurejan, dengan beberapa orang
mendekatinya. Ketika dekat Tanawijaya Tembakan Tandawijaya tidak mengenai orang
menembak. itu, malah orang itu mendekat seperti tidak
takut. Ketika akan ditombak oleh
Orang yang hanya pakai rompi tadi memakai Tandawijaya tampaklah wajah orang itu, tak
batik motif balontang kasmaran. Tidak jelas salah lagi, Pangeran Mangkubumi yang
siapa dia, karena memakai payung kuning. menyamar berbaut sebagai prajurit. Sontak
Berkali-kali ditembang tetap bergeming, Tandawijaya dan kawan-kawan lari ketakutan,
membuat prajurit Surakarta panas. Salah santu tak berani melawan orang berbaju rompi.
mantri bernama Tandawijaya, andalan dari Prajurit Surakarta dan Kumpeni di belakang
patih Sindureja mencoba mendekat dengan menjadi bubar karena salah paham, mengira
beberapa orang. Setelah dekat mereka mereka sudah terkepung. Ketika sadar apa
menembak orang itu lagi. yang terjadi Kumpeni kembali menembak dua
kali, tetapi yang ditembak sudah pergi tanpa
sisa. Satu pasukan besar terkecoh oleh
44. keberanian satu orang.
datan antuk wong kang rasukan kuthungan
malah majêng nyêlaki
pan arsa tinumbak
dening Tôndhawijaya 47.
dupi winawas tan pangling amangetan lampahe tan tinututan
lamun pangeran wadyane ingkang kari
namur nunggil wadyalit wontên kalih bêlah
wadya kang kathah-kathah
45. nyingkirkên jarahan sami
Dyan Ngabèi Tôndhawijaya sabala wong Surakarta
samya lumayu gêndring miwah bala Kumpeni
ajrih lumawan prang
wong kulambi kuthungan 48.
wadya Sala lan Kumpêni sami dongong gêgêtun dènnya umiyat
kang anèng wuntat dene mungsuhe kêdhik
kagyat gènnya ningali nulya tinututan
tinut wuri kewala
46. pan lajêng minggah ing wukir
dadya dhadhal kalulun lumayu ambyar wukir Garigal
kawur salah panampi sigra mudhun ing trêbis
angira pinêlak
mring wadyane pangeran Larinya ke arah timur tak tak terkejar,
Kumpêni ngêdrèl ping kalih pasukan yang tertinggal ada satu dua,
kangjêng pangeran pasukan yang banyak telah menyingkirkan
sawadyane wus gusis jarahan semuanya. Orang Surakarta dan
Kumpeni tertegun dan menyesal, karena
Tak mengenai orang berompi itu, malah melihat ternyata musuh hanya sedikit. Lalu
kemudian maju mendekat. Ketika akan dikejar dan diikuti saja, karena sudah naik ke
ditombak oleh Tandawijaya dan diperhatikan, gunung Garigal, dan kemudian turun ke
tak ragu lagi ternyara Pangeran menyamar jurang.
bersama prajurit kecil. Ngabei Tandawijaya Pasukan Mangkubumi lari ke arah timur tapi
dan pasukannya lari kencang, takut melawan tak terkejar, hanya meninggalkan satu dua
orang berompi itu. Pasukan Surakarta di orang, pasukan yang banyak sudah
belakang dan pasukan Kumpeni kaget melihat mengamankan jarahan. Pasukan Surakarta dan
Tandawijaya. Mereka ikutan lari, bubar Kumpeni tertegun dan menyesal, karena

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 110

ternyata musuh hanya sedikit, tetapi mereka mungsuh gumuyu samya


ketakutan. Kemudian mereka mencoba si ceko bôndakalani
mengejar dengan mengikuti jejaknya. Barisan mendah ajaa
musuh sedang naik ke gunung Garigal dan ceko akarya kingkin
kemudian turun menerobos jurang.

Ketika melihat sang Tuan sudah naik,


49. kemudian lari jatuh bangun menyusul naik ke
kudanira sami tinuntun kewala gunung. Karena cacat itulah gerakannya lucu
Kumpêni myang wong Jawi membuat musuh tertawa. Walau cacat saja
prasamya amêdal berani melawan, andai tidak cacat pasti sudah
pangeran dèrèng minggah sangat menyusahkan.
wadya gamêl Wanakarti
mulat gustinya Demikian semangat pasukan Mangkubumi,
dèrèng minggah ing wukir sampai seorang perawat kuda yang cacat saja
berani menjadi tameng untuk melindungi sang
50. tuan, tidak berhitung nyawa sendiri.
Wanakarti tangan ceko kalih pisan
kêncèt sukune keri
uthi ngamuk mêngsah
tan kandhêg binêdhilan
anêmpuh baris Kumpêni
numbak Walônda
lêlima kang ngêmasi

Kuda-kuda mereka dituntun saja. Kumpeni


dan pasukan Jawa akhirnya dapat mengejar.
Pangeran belum naik ke gunung, seorang
prajurit perawat kuda, Wanakarti melihat
tuannya belum naik gunung. Si Wanakarti iki
tangannya cacat melintir kedua-duanya, juga
kakiknya cacat. Menahan musuh dengan
mengamuk, tak berhenti oleh tembakan,
menerjang Kumpeni dengan tombak dan
berhasil menewaskan lima prajurit Belanda.
Pasukan Mangkubumi menuntun kuda menaiki
tebing, membuat gerakan mereka melambat.
Kumpeni berhasil mengejar ekor pasukan yang
belum naik gunung. Pangeran Mangkubumi
juga belum naik. Seorang perawat kuda
melihat sang Tuan belum naik mencoba
menahan pasukan Kumpeni dengan
mengamuk. Perawat kuda itu, Wanakarti,
seorang yang cacat, tangannya ceko (mlintir)
dan kakinya kencet (salah satu pendek).
Namun berani menerjang pasukan Kumpeni
dengan tombak, tidak berhenti oleh tembakan.
Bahkan berhasil menewaskan lima serdadu
Belanda.

51.
dupi nolih miyat gustinya wus minggah
lumayu niba tangi
nusul minggah ngarga

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 111

menempati markasnya. Mereka menyebar ke


utara, timur, barat, tak dapat diperkirakan.
Tak mendapat taklukan Adipati Sindureja,
musuh tak dapat diperkirakan, selalu siang
BAGIAN 9 dan malam datang.
Pangeran Mangkubumi sudah naik di gunung
PRAJURIT ING SURAKARTA LAN Garigal, berkumpul dengan anak istri. Markas
KUMPÊNI ANGUBRÊS ING TANAH di Gebang sudah ditinggalkan. Mereka saling
SÊMBUYAN SAANTERONIPUN berbicara tentang pasukan Kumpeni dan
Sindureja yang telah sampai di Gebang
(PRAJURIT SURAKARTA DAN mendapati markas musuh kosong. Walau
KUMPENI MENYISIR TANAH sudah berhasil menduduki markas tetapi tak
SEMBUYAN DAN SEKITARNYA) mendapat taklukan. Sementara musuh
berkeliaran di utara, timur, barat dan sewaktu-
waktu bisa datang tanpa diduga.

PUPUH 11: ASMARADANA


4.
pating kalicir yèn enjing
lamun binujung lumajar
1.
tinilar kêkinthil bae
wus minggah dhatêng ing wukir
pratingkahe lir migêna
ardi alit ing Garigal
dadosipun kang rêmbag
angumpul garwa putrane
wukir Garigal kinêpung
ing Gêbang sampun tinilar
ing ngriku gèning pangeran
sadaya ingandikan
ya ta wong Kumpêni wau
Musuh datang sporadis kalau pagi, ketika
lawan Dipati Sindurja
dikejar lari tapi mengikuti lagi. Perilakunya
2.
merepotkan. Mereka sepakat untuk
sapunggawa wadya sami
mengepung gunung Garigal, tempat Pangeran
ngumpul nèng Gêbang barisnya
Mangkubumi berada.
têtindhih Kapitan Êkop
ngumpul sakumpêninira Selama di Gebang musuh selalu datang
dene wau kang mêngsah sporadis mengganggu, kalau dikerjars segera
mantri Sukawati ngriku menghilang, tetapi begitu lengah datang lagi.
miwah kang nama punggawa Gerakan musuh amat merepotkan. Maka
mereka sepakat untuk menyerang gunung
3. Gariral, karena di sana tempat Pangeran
tan manggèn kang dèn dunungi Mangkubumi.
lèr wetan kilèn samyana
sumêbar tan kêni pinrèh
dadya tan antuk têlukan 5.
Dipati Sindurêja wau Pangran Mangkubumi
mungsuh tan kêna tinangguh junjung abdi gamêlira
anggung siyang ratri prapta kang ngamuk prang duk kasompok
Wanakarti kang wus kocap
Sudah naik Pangeran Mangkubumi ke gunung apan kinarya dêmang
kecil di Garigal, berkumpul dengan istri dan wong sèkêt lêlungguhipun
anak-anak. Markas di Gebang sudah Ki Dêmang Larasiduwa
ditinggalkan. Semua saling membicarakan
kalau tadi orang Kumpeni dan Adipati Alkisah Pangeran Mangkubumi mengangkat
Sindureja beserta para punggawa dan perawat kuda yang mengamuk ketika terpojok,
pasukan berkumpul di Gebang, dipimpin Wanakarti, yang banyak dibicarakan orang,
Kapten Kop. Mereka mendapati para musuh, sebagai Demang dengan tanah 50 cacah,
mantri Sukowati dan para punggawanya tak bernama Ki Demang Larasiduwa.

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 112

Orang cacat si perawat kuda yang berani menempatkan pasukan di Sudimar. Sudah
melawan Kumpeni demi membela sang tuan berhadap-hadapan dalam perang, Pangeran
tadi menjadi bahan pembicaraan orang banyak. Mangkunagara perang sungguhan
Atas keberaniannya itu Pangeran Mangkubumi
mengangkatnya sebagai demang dengan tanah Pasukan Surakarta berhenti di Picis. Pasukan
garapan 50 cacah, dan diberi nama Ki Demang Mangkunagar sudah di dekat dan bersiap.
Larasudiwa. Tumenggung Surajaya sudah mengerahkan
pasukan. Mayor berangkat ke selatan dan
Pangeran Mangkunagara di Sudimara. Kedua
6. pasukan bertemu, Pangeran Mangkunagara
kunêng tanah Sukawati ingin berperang beneran.
kang maksih ayun-ayunan
gantya malih winiraos
kang nglurug mangidul samya 9.
Dipati Pringgalaya cucuking prang wus apanggih
Hogêndhorêp lan Tênangkus bêdhil-binêdhilan gantya
senapatining ayuda Mayor Tênangkus Hondhorop
sarêng miyarsa sanjata
Sampai di sini cerita tentang Sukowati, yang tinilar barisira
pasukannya masih berhadap-hadapan. Ganti gêgancangan lampahipun
cerita tentang pasukan yang menyerang ke samya wahana turôngga
selatan, Adipati Pringgalaya dan Tenangkus
sebagai senapati perangnya. 10.
kanthi upas Jawi Wlandi
Kita sudahi cerita tentang pasukan kalih likur cacahira
Mangkubumi yang masih berhadap-hadapan sarêng mamprung panyandêre
dengan pasukan Sindureja. Kita lihat pasukan wau karsaning pangeran
kerajaan yang dikirim ke selatan, dipimpin arsa angêtap ing prang
Pringgalaya dan Mayor Tenangkus. Kudanawarsa turipun
prayogi angoncatana
7. Kepala barisan sudah berhadapan, saling
barise kèndêl nèng Picis tembak mereka bergantian. Mayor Tenangkus
Pangeran Mangkunagara dan Mayor Hohendorff ketika mendengar
angirabakên barisê bunyi senjata segera meninggalkan barisan,
sagung punggawa pangarsa tergesa-gesa mendekat dengan memakai kuda.
wus sami amèt papan Disertai opsir Jawa dan Belanda dua puluh
Ki Surajaya Tumênggung dua banyaknya. Setelah dekat ternyata sudah
wus anggubêd barisira kabur. Tadi inginnya Pangeran
Mangkunagara akan melawan dalam perang,
8. tetapi Kudanawarsa menyarankan lebih baik
mayor budhal saking Picis menghindar.
ngangsêg angidul angetan
Pangran Mangkunagarane Kepala barisan sudah berhadapan, saling
mapan baris Sudimara menembak mereka bergantian. Mayor
sampun ayun-ayunan Tenangkus dan Mayor Hohendorff ketika
aprang lèrès sêdyanipun mendengar bunyi senjata segera mendekat
Pangeran Mangkunagara untuk memimpin perang. Dengan kuda mereka
disertai dua puluh dua opsir Jawa dan Belanda.
Pasukan berhenti di Picis, Pangeran Ketika sampai di depan musuh sudah pergi.
Mangkunagara mengerahkan pasukan
segenap punggawa sudah mengambil tempat Sebenarnya Pangeran Mangkunagara ingin
masing-masing. Ki Tumenggung Surajaya segera berperang, namun Tumenggung
sudah mengerahkan barisan. Mayor Kudanawarsa menyarankan agar menghindar
Tenangkus berangkat dari Picis merangsek ke saja.
tenggara. Pangeran Mangkunagara

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 113

11. kedatangan Adipati Ponorogo yang sudah


sanjata mungêl ping kalih sepakat akan bertemu di Sembuyan.
bubar barising pangeran Pringgalaya mengirim utusan untuk
angidul ngetan parane memberitahu agar Adipati Pononorogio
badhe anjog ing Sêmbuyan mempercepat perjalanan. Sesampai di
kèndêl mayor kalihnya Kaduwang, utusan bertemu dengan Adipati
barise wuri wus rawuh Ponorogo.
ngêbroki ing Panambangan
Rupanya para bupati mancanegara juga sudah
Senjata berbunyi dua kali, barisan Pangeran dikerahkan untuk menyerang Sembuyan.
Mangkunagara bubar, bergerak ke arah Sultan Dandun Martengsari yang dianggap
tenggara akan menuju Sembuyan. Kedua paling senior dan pasukannya paling banyak
mayor berhenti, barisan belakang sudah akan dipukul duluan. Adipati Ponorogo yang
sampai dan menduduki Panambangan. masih di perjalanan dikirim surat agar
mempercepat perjalanan.
Atas saran Tumenggung Kudanawarsa
Pangeran Mangkunagara memakai strategi
yang sama dengan Pangeran Mangkubumi, 14.
memilih menghindar daripada menghadapi wus panggih lan duta kalih
musuh secara langsung. Mereka kemudian tinulak kinèn wangsula
bergerak menuju Sembuyan. Sementara sira matura ing mayor
markas mereka di Panambangan sudah di atanapi kyai lurah
duduki musuh. yèn sun wus nèng Kaduwang
kapan amunggah mring gunung
padha asêmayan dina
12.
pakuwon sampun rinakit 15.
loji miwah pasewakan ingsun mêtu saking ngriki
nulya dadoskên rêmbage patêmon anèng Sêmbuyan
angenggalkên lampahira duta sigra wangsul ngilèn
Dipati Pranaraga sapraptaning Panambangan
sampun prajangji angumpul Dipati Pringgalaya
angêrakat ing Sêmbuyan mring loji lan dutanipun
ingkang saking Pranaraga
13.
Sultan Dhandhun Martèngsari Sudah bertemu dengan dua utusan, ditolak
ingkang arsa pinungkasan dan disuruh kembali, “Engkau laporkan
sampun lumampah dutane kepada Mayor dan Ki Lurah, kalau aku sudah
Adipati Pringgalaya sampai di Kaduwang. Kapan akan naik ke
ing marga tan winarna gunung kita sepakati harinya. Nanti akau akan
praptèng Kaduwang kacundhuk keluar dari sini menuju Sembuyan.” Utusan
Dipati Suradiningrat segeran kembali ke barat dan sesampai di
Panambangan Adipati Pringgalaya ke Loji
Pasukan Pringgalaya yang menduduki dengan utusan dari Ponorogo.
Panambangan sudah mendirikan markas dan
bangsal pertemuan. Lalu mematangkan Dua utusan Pringgalaya bertemu Adipati
kesepatakan untuk mempercepat perjalanan Ponorogo dan disuruh kembali, memberi tahu
Adipati Ponorogo yang sudah sepakat bertemu kalau dia sudah sampai Kaduwang. Dia ingin
di Sembuyan untuk menumpas Sultan Dandun kepastian kapan menyerang ke gunung
Martengsari. Sudah berangkat utusan Patih Sembuyu. Utusan kemudian kembali ke
Pringgalaya, di jalan tak dikisahkan, sesampai Panambangan disertai utusan Adipati
di Kaduwang bertemu dengan Adipati Ponorogo. Adipati Pringgalaya kemudian ke
Ponorogo. markas Kumpeni untuk lapor.
Pasukan Adipati Pringgalya berkemah di
Panambangan, lalu sepakat mempercepat

Kajian Sastra Klasik


Babad Giyanti , halaman 114

sakathahing pra tumênggung


16. kantun dhèrèk saudara
wêwarta kapêthuk margi
Dipati Suradiningrat “Sultan Dandun Martengsari itulah yang akan
santosa ing samêktane kita serang. Saudara berhenti di sini saja
tri èwu kang kêkapalan dengan para pasukan Jawa. Adapun yang
dene prajurit dharat saya bawa Teumenggung Mlayakusuma,
kadi langkung kawan èwu Tumenggung Jawikrama dan Citradiwirya dan
lêksan tiyang kang ngrêrêmbat para magang semua saya bawa. Kalau
menurut kabar pasukan Ponorogo sudah
17. banyak semua para Tumenggung tinggal
kèndêl nèng Kaduwang mangkin mengikuti saudara.”
ngêntosi parentah kula
mayor alon ing wuwuse Mayor Hohendorff akan ke puncak dengan
sudara pirêmbag kula para serdadu Kumpeni. Akan membawa
sae nulya parentah pemuka prajurit Jawa, yakni Tumenggung
êmbèn kula mangkat ngidul Mlayakusuma, Tumenggung Jawikrama dan
anginggahi mring Sêmbuyan Tumenggung Citradiwirya. Karena pasukan
Ponorogo sudah banyak, semua tumenggung
Menurut utusan itu, mereka bertemu Adipati sisanya ditinggal di Panambangan untuk
Ponorogo Suradiningrat di jalan. Sudah siap mengikuti Patih Adipati Pringgalaya.
siaga dengan tiga ribu prajurit berkuda,
adapun prajurit darat lebih dari empat puluh
ribu yang bergerak merayap. Mereka berhenti ******
di Kaduwang untuk menanti perintah saya.
Mayor berkata pelan, “Saudara menurut
pendapat saya lebih baik segera diperintah
untuk segera berangkat ke selatan, besok saya Selesai Jilid Pertama Babad Giyanti (versi
naik ke puncak Sembuyan.” Balai Pustaka) karya Raden Ngabei
Yasadipura I.
Pringgalaya melaporkan kepada Mayor
tentang kekuatan Adipati Suradiningrat
Ponorogo, yang membawa tiga ribu pasukan
berkuda dan empat puluh ribu prajurit darat.
Mayor menyarankan agar Pringgalaya segera
memerintahkan Adipati Suradiningrat segera
naik ke gunung. Besok pagi pun dia akan naik
juga ke puncak Sembuyan.

18.
Sultan Dhandhun Martèngsari
punika kang kula gêcak
sudara kèndêl nèng kene
miwah sagung wadya Jawa
dene kang kula bêkta
Mlayakusuma Tumênggung
Dyan Tumênggung Jawikrama

19.
lan Citradiwirya malih
sakancane para magang
kula bêkta sadayane
prandene wong Pranaraga
kawarti sampun kathah

Kajian Sastra Klasik

Anda mungkin juga menyukai